Pengaruh Terapi Bermain Pada Anak Dengan Hospitalisasi

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH TERAPI BERMAIN PADA ANAK DENGAN HOSPITALISASII. BERMAIN A. PENGERTIAN Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2000) Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000) Bermain et al, 2001) Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan/kepuasan.(Supartini, 2004) Terapi bermain adalah pemanfaatan permaianan sebagai media yang efektif oleh terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri. B. FUNGSI BERMAIN 1. Perkembangan Sensoris Motorik Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensorisadalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan, tanpa ada tujuan atau sasaran yang hendak dicapai (Suhendi

1

motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus. 2. Perkembangan Intelektual Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya. 3. Perkembangan Social Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga. 4. Perkembangan Kreativitas Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan

2

memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang. 5. Perkembangan Kesadaran Diri Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain 6. Perkembangan Moral Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.

3

7. Bermain Sebagai Terapi Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. C. KLASIFIKASI BERMAIN Berdasarkan kelompok usia, ada lima jenis permainan, yaitu : a. Anak usia bayi Permainan untuk anak usia bayi dibagi menjadi bayi usia 0 3 bulan, usia 4 6 bulan, dan usia 7 9 bulan. Bayi usia 0 3 bulan Seperti yang telah disinggung diatas bahwa karakteristik khas permainan bagi usia bayi adalah adanya interaksi social yang menyenangkan antara bayi dan orang tua dan/atau orang dewasa sekitarnya. Selain itu, perasaan senang juga menjadi cirri khas dari permainan untuk bayi di usia ini. Alat permainan yang biasa digunakan, misalnya mainan gantungan yang berwarna terang dengan bunyi musik yang menarik. Dari permainan tersebut, secara visual bayi diberi objek yang berwarna terang dengan tujuan menstimuli penglihatannya. Oleh karena itu bayi harus ditidurkan atau diletakkan pada posisi yang memungkinkan agar dapat memandang bebas ke sekelilingnya. Secara auditori ajak bayi berbicara, beri kesempatan untuk mendengar pembicaraan, musik dan nyanyian yang menyenangkan.

4

Bayi usia 4 6 bulan Untuk menstimuli penglihatan, dapat dilakukan permainan seperti mengajak bayi menonton TV, memberi mainan yang mudah dipegangnya dan berwarna terang, serta dapat pula dengan cara memberi cermin dan meletakkan bayi didepannya sehingga memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin. Untuk stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan cara selalu membiasakan memanggil namanya, mengulangi suara yang dikeluarkannya, dan sering berbicara dengan bayi, serta meletakkan mainan yang berbunyi di dekat telinganya. Untuk stimulasi taktil, berikan mainan yang dapat digenggamnya, lembut dan lentur atau pada saat memandikan, biarkan bayi bermain air di dalam bak mandi. Bayi usia 7 9 bulan Untuk stimulasi penglihatan, dapat dilakukan dengan memberikan mainan yang berwarna terang, atau berikan kepadanya kertas dan alat tulis, biarkan ia mencoret-coret sesuai keinginannya. Stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan memberi bayi boneka yang berbunyi, mainan yang bias dipegang dan berbunyi jika digerakkan. Untuk itu alat permainan yang dapat diberikan pada bayi, misalnya buku dengan warna yang terang an mencolok, gelas dan sendok yang tidak pecah, bola yang besar, berbagai boneka, dan/atau mainan yang dapat didorong. b. Anak usia toddler (>1 tahun sampai 3 tahun) Anak usia toddler menunjukkan karakteristikyang khas, yaitu banyak bergerak, tidak bias diam dan mulai mengembangkan otonomi dan kemampuannya untuk mandiri. Oleh karena itu, dalam melakukan permainan, anak lebih bebas, spontan, dan menunjukkan otonomi baik dalam memilih mainan maupun dalam aktivitas bermainnya. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Oleh karena itu seringkali 5

mainannya dibongkar-pasang, bahkan dirusaknya. Untuk itu harus diperhatikan keamanan dan keselamatan anak dengan cara tidak memberikan alat permainan yang tajam dan menimbulkan perlukaan. Jenis alat permainan yang tepat diberikan adalah boneka, pasir, tanah liat dan lilin warna-warni yang dapat dibentuk benda macammacam c. Anak usia prasekolah (>3 tahun sampai 6 tahun) Sejalan dengan pertumbuhan dan oerkembangannya, anak usia prasekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang dari pada anak usia toddler. Anak sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan social dengan temannya semakin meningkat. Untuk itu, jenis alat permainan yang tepat diberikan pada anak misalnya, sepeda, mobil-mobilan, alat olah raga, berenang dan permainan balok-balok besar d. Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun) Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan dengan teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Dengan demikian, permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi juga dapat mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat diterima dalam kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia sekolah adalah mengembangkan kemampuannya untuk bersaing secara sehat. Bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan yang ditunjukkannya. Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-laki, misalnya

6

mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka. e. Anak usia remaja (13 tahun sampai 18 tahun) Merujuk pada proses tumbuh-kembang anak remaja, dimana anak remaja berada dalam suatu fase peralihan, yaitu disatu sisi akan meninggalkan masa kanak-kanak dan disisi lain masuk pada usia dewasa dan bertindak sebagai individu. Oleh karena itu, dikatakan bahwa anak remaja akan mengalami krisis identitas dan apabila tidak sukses melewatinya, anak akan mencari kompensasinya pada hal yang berbahaya, seperti obat-obatan terlarang dsb. Melihat karakteristik anak remaja perlu mengisi kegiatan yang konstruktif, misalnya dengan melakukan permainan berbagai macam olah raga, mendengarkan dan/atau bermain musik serta melakukan kegiatan organisasi remaja yang positif, seperti kelompok basket, sepak bola, karang taruna dll. Prinsip kegiatan bermainbagi anak remaja tidak hanya sekedar mencari kesenangan dan meningkatkan perkembangan fisio-emosional, tetapi juga lebih juga ke arah menyalurkan minat, bakat dan aspirasi serta membantu remaja untuk menemukan identitas pribadinya. Untuk itu alat permainan yang tepat bisa berupa berbagai macam alat olah raga, alat musik dan alat gambar atau lukis. II. HOSPITALISASI A. PENGERTIAN Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing,lingkunganya yang asing,orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua

7

akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak tetapi juga pada orang tuanya. B. REAKSI ANAK TERHADAP HOSPITALISASI 1. Masa bayi(0-1 tahun) Dampak perpisahan. Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas Menangis keras Pergerakan tubuh yang banyak Ekspresi wajah yang tak menyenangkan 2. Masa todler (2-3 tahun) Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya. a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain. b. Putus asa menangis berkurang, anak tak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis c. Pengingkaran / denial. 3 Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun ) a. Menolak makan b. Sering bertanya c. Menangis perlahan d. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan e. Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau bekerja sama dengan perawat. 4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga,

8

kehilangan

kelompok

sosial,perasaan

takut

mati,kelemahan

fisik

Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal 5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun ). a b c d Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat masuk rumah sakit cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan kontrol. Reaksi yang muncul : Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan Tidak kooperatif dengan petugas Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon : - bertanya-tanya - menarik diri - menolak kehadiran orang lain III. PRINSIP PERMAINAN PADA ANAK DI RUMAH SAKIT 1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruangan rawat. 2. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana 3. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak 4. Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama 5. Melibatkan orang tua IV. KEUNTUNGAN BERMAIN ANAK DI RUMAH SAKIT 1. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat 2. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak

9

3. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih tegang dan nyeri 4. Permainan yang terapeutuk akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif. V. TUJUAN TERAPI BERMAIN Kebutuhan bermain mengacu pada tahapan tumbuh kembang anak, sedangkan tujuan yang ditetapkan harus memperhatikan prinsip bermain bagi anak di rumah sakit yaitu menekankan pada upaya ekspresi sekaligus relaksasi dan distraksi dari perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri. VI. KEPADA SIAPA TERAPI BERMAIN DIBERIKAN 1. Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam dan diabaikan. 2. Gangguan emosi dan skizofren. 3. Takut dan cemas. 4. Mengalami masalah penyesuaian sosial. 5. Kesulitan bicara. 6. Mengalami gangguan visual spatial.

10

Berdasarkan hasil penelitian dari Erna, 1999 tentang mewarnai gambar sebagai metode penyuluhan untuk anak : studi pendahuluan pada program pemulihan anak sakit di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut : A. LATAR BELAKANG Reaksi anak dan keluarganya terhadap sakit dan ke rumah sakit baik untuk rawat inap maupun rawat jalan adalah dalam bentuk kecemasan, stress dan perubahan perilaku. Bentuk dari kecemasan, dapat berupa kecemasan berpisah, kehilangan control, cedera tubuh dan nyeri. Tiga fase dari kecemasan berpisah adalah fase protes, despair dan detachment/denial, yang masing-masing memberikan perubahan perilaku tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut diusahakan untuk memodifikasi lingkungan rumah sakit sehingga menyerupai lingkungan di rumah, memberikan kesempatan anak sakit mendapatkan kontrol yang dapat diterima, membantu untuk rencana dan schedule pelayanan dan perawatan, dan dapat berinteraksi dengan keluarga dan dengan anak sakit yang lain. Permainan adalah satu dari aspek yang paling penting dalam kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu dari aspek yang paling penting dalam kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menghadapi dan mengatasi stress. Permainan adalah pekerjaan anak, dan dalam lingkup rumah sakit, permainan akan memberikan peluang untuk meningkatkan ekspresi emosional anak, termasuk pelepasan yang aman dari rasa marah dan benci. Menggambar atau mewarnai bila sebagai suatu permainan yang nondirective memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi dan sangat therapeutic (sebagai permainan penyembuh /therapeutic play). Mengekpresi feelingnya dengan menggambar/mewarnai gambar, berarti memberikan pada anak suatu cara untuk berkomunikasi, tanpa menggunakan kata. Penyuluhan kesehatan dalam kondisi dan situasi rumah sakit untuk anak sakit, tentunya berbeda dengan orang dewasa. Pada keadaan kecemasan dan stress serta penyuluhan kesehatan lebih ditujukan sebagai terapi kognitif, dimana pada kondisi ini, kognitifnya tidak akurat dan negatif. Penyuluhan untuk

11

mengidentifikasi dan meningkatkan kognitifnya dapat memberikan perbaikan gejala secara bermakna. B. TUJUAN Untuk mengevaluasi perubahan perilaku makan, penerimaan tindakan medis, dan komunikasi, pada Program Pemulihan Anak Sakit RSU Dr. Soetomo Surabaya setelah mendapatkan intervensi terapi permainan yang ekspresif dan kreatif, menggunakan media Buku Gambar untuk mewarnai. C. METODE PENELITIAN Studi eksperimental (pre dan post), sample 10 pasien yang sedang dirawat di bangsal anak RSU Dr. Soetomo Surabaya selama bulan Januari sampai Februari 1999. Media Buku Gambar yang akan diwarnai menggambarkan situasi dan kondisi selama dalam perawatan dirumah sakit, termasuk mengenai prosedur diagnostik dan terapi merupakan modifikasi Buku Standar dari Assosiasi Rumah Sakit di Australia. Observasi perilaku yang nampak mengenai Agresivitas, Depresi, Hiperaktif, emosi, sosialisasi, menggunakan lembar data observasi anak yang dikeluarkan oleh Bagian Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Analisa statistik menggunakan Chi Square Test dan Fischer Exact Test. D. HASIL Tabel 1. Distribusi pasien menurut Jenis Kelamin, umur dan Lama Perawatan. No 1. 2 3. 4. 5. 6 Jenis Kelamin (L/P) P P L P L L Umur (TH) 5 7 9 10 3 7 Lama Perawatan (Hari) 7 12 4 8 21 45 12

7. 8. 9. 10

P P P P

5 12 5 4

4 14 10 1

Pada tabel I, 70% pasien (n = 10) adalah perempuan, 2 pasien umur < 5 tahun, 8 pasien > 5 tahun, dimana 3 pasien dirawat untuk waktu < 7 hari, sedangkan 7 pasien > 7 hari. Disini tampak bahwa tidak ada pemisahan mengenai jenis sex, umur dan lama perawatan bervariasi. Tabel 2. Distribusi pasien menurut diagnostik penyakit utama, dan perilaku yang nampak No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Diagnosa Demam Tifus PDA Gastroenteritis Hepatoma Leukemia Tumor Abdomen Demam Tifus Leukemia Demam Tifus Demam Tifus & ISK Perilaku yang nampak Agresif Agresif Agresif Agresif Agresif Agresif Depresif -

Pada tabel 2 : 70% pasien (n=10) perilaku awalnya menunjukkan perilaku yang negative (agresif maupun depresif), dengan tidak melihat jenis diagnosanya. Ada 2 pasien yang secara diagnostik tergolong berat (Hepatoma dan Leukemia), tapi pada penampilan perilakunya tampak normal. Tabel 3. Perilaku awal, perilaku makan, perilaku penerimaan tindakan medis, perilaku komunikasi selama masuk rumah sakit (MRS) dan pada waktu keluar rumah sakit (KRS) No 1. 2. 3. Perilaku Awal Agresif Agresif Agresif Selama MRS M TM Waktu KRS M TM + + + + + +

K -

K + + + 13

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Agresif Agresif Agresif Depresif M TM K

-

-

-

+ + + +

+ + + + +

+ + + + +

= Perilaku Makan = Perilaku penerimaan tindakan medis = Perilaku Komunikasi

-- perilaku negatif + - perlaku positif

Pada tabel 3, 8 dari 10 pasien mengalami perubahan perilaku yang positif secara bermakna waktu KRS, yaitu dalam hal perilaku makan, penerimaan tindakan medis dan komunikasi ( X2 = 3,6 df. 1 p < 0,05) Tabel 4. Hubungan diagnosa utama dan perubahan perilaku yang positif waktu KRS No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.M TM K

Diagnosa Utama Demam Tifus PDA Gastroenteritis Hepatoma Leukemia Tumor Abdomen Demam Tifus Leukemia Demam Tifus

Perilaku Awal Agresif Agresif Agresif Agresif Agresif Agresif Depresif

Perubahan perilaku waktu KRS M TM K + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -

= Perilaku Makan = Perilaku penerimaan tindakan medis = Perilaku Komunikasi

-- perilaku negatif + - perlaku positif

Tidak ada hubungan yang bernakna antara berat ringannya penyakit dengan perubahan perilaku yang positif waktu KRS ( Fisher Exact Test p = 0,555) E. PEMBAHASAN Pada tabel 1 dengan tidak adanya pemisahan mengenai jenis kelamin, umur, maka dengan adanya heterogenitas ini, resiko untuk timbulnya kecemasan dan stress lebih besar. Perbedaan dalam lama perawatan, dapat menunjukkan bahwa

14

fase dari kecemasannya pun berbeda (fase protes, despair dan detachment/denial). Paling baik kalau pada waktu awal masuk rumah sakit, pasien-pasien mempunyai fase yang sama yaitu fase ke 3 dari kecemasan, sehingga intervensi yang diberikan pada saat ini akan memberikan hasil yang lebih mudah atau lebih baik yaitu dalam perubahan perilaku, tapi biasanya hal itu tidak demikian karena dalam situasi dan lingkungan yang baru yang berbeda dengan situasi dan lingkungan rumah akan menimbulkan kecemasan dan stress yang biasanya fase kecemasannya dimulai dengan fase 1 (protes). Adanya perbedaan dalam umur pasien, tentunya juga menentukan dalam memilih intervensi yang tepat, karena berhubungan dengan tingkat kepandaiannya dan disini dipakai intervensi dengan mewarnai buku gambar yang berisi tentang situasi dan kondisi lingkungan rumah sakit. Disini dipakai buku bergambar yang merupakan modifikasi dari buku standard dari asosiasi rumah sakit di Australia, yang menggunakan ini sebagai persiapan bagi seorang anak yang akan dirawat dan sedang dirawat di rumah sakit, sebagai upaya untuk mengurangi efek negatif yang timbul akibat hospitalisasi. Dalam penggunaannya buku tersebut, untuk yang berumur kurang dari 6 tahun sebaiknya sambil mewarnai buku bergambar tersebut juga diterangkan arti dari gambar yang tertera didalamnya, baik oleh keluarga perawat, dokter atau pasien yang umurnya lebih tua yang sudah mengerti arti dari gambar yang tertera didalamnya. Dari Tabel 2 tampak bahwa, pada pasien yang dirawat dirumah sakit, perilaku awalnya menunjukkan sifat agresif dengan tanpa memandang jenis penyakit utamanya. Rupanya kondisi pasien sendiri (berat/ringannya yang hal ini dapat terlihat dari diagnosa) tidak menentukan dalam penampilan perilaku awalnya, yaitu agresivitas. Mengapa ada 2 pasien yang kalau menurut diagnosanya termasuk penyakit berat (hepatoma dan leukemia) memberikan penampilan perilaku normal, hal ini rupanya setelah dilakukan anamnesa yang lebih dalam terungkap bahwa kedua pasien ini telah beberapa kali sebelumnya masuk rumah sakit. Dari Tabel 3, 8 dari 10 pasien setelah mendapatkan intervensi mempunyai perilaku yang positif pada waktu KRS ini menunjukkan bahwa intervensi yang

15

dilakukan untuk mengatasi kecemasan dan stres dengan memakai media buku bergambar telah tepat. Tentunya hal ini harus dikaji lebih jauh dengan studi yang lebih dalam bahwa buku bergambar ini sudah menjadi standar untuk rumah sakit di Australia, untuk modifikasinya tentunya harus sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia dan harus di tes validitas, reliabilitas serta aksesabilitasnya terlebih dahulu (kesahihan dan keandalannya). Dan dalam rangka penyluhan kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, tentunya dengan memakai pre dan post tes, harus dihitung mengenai ILG (Index Learning Gain) Dari Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara berat ringannya penyakit utama dengan perubahan perilaku yang positif ini menunjukkan bahwa dalam perubahan perilaku yang positif ini lebih dipengaruhi oleh variable adanya kecemasan dan stres pada anak dari pada kondisi klinis akibat penyakit utama yang dideritanya.. F. KESIMPULAN Mewarnai buku bergambar dengan materi mengenai situasi dan kondisi rumah sakit sebagai terapi permainan yang ekspresif dan kreatif dapat dipakai sebagai media penyuluhan untuk anak, karena dapat memberikan perubahan perilaku yang positif, tanpa melihat diagnostik serta berat utama yang dideritanya. G. IMPLIKASI KEPERAWATAN Diharapkan sebuah rumah sakit mampu menyedediakan ruangan khusus untuk terapi bermain anak. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta merupakan rumah sakit umum yang mempunyai ruangan khusus untuk perawatan bangsal anak sehingga diharapkan untuk kedepannya mampu menyediakan sarana dan prasarana tersebut untuk mencegah adanya hospitalisasi pada anak. 1. Analisis Situasi Menyediakan ruangan khusus (ruang untuk terapi bermain) yang disendirikan dengan ruangan pasien karena dapat mengganggu istirahat pasien yang lain. Bagi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta diharapkan ringannya penyakit

16

mampu menyediakan sarana dan fasilitas yang dapat digunakan untuk terapi bermain anak yang sedang dirawat di rumah sakit untuk mengurangi efek hospitalisasi anak sehingga anak tidak cemas dan stress selama dirawat dan dilakukan tindakan di rumah sakit. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terapi bermain dengan mewarnai buku bergambar dengan materi mengenai situasi dan kondisi rumah sakit sebagai terapi permainan yang ekspresif dan kreatif dapat dipakai sebagai media penyuluhan untuk anak, karena dapat memberikan perubahan perilaku yang positif. 2. Ketersediaan Sarana Diharapkan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta dapat menyediakan suatu ruangan khusus untuk terapi bermain guna mengurangi efek hospitalisasi anak yang sedang dirawat di rumah sakit. 3. Potensi Penerapan Terapi bermain dilakukan pada anak yang : a b c d e f Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam dan diabaikan. Gangguan emosi dan skizofren. Takut dan cemas. Mengalami masalah penyesuaian sosial. Kesulitan bicara. Mengalami gangguan visual spatial.

4. Hambatan a. Biaya Biaya untuk tempat pembuatan ruangan khusus untuk terapi bermain memerlukan biaya yang sangat mahal. Selain itu tenaga perawat yang tidak memungkinkan untuk selalu melakukan terapi bermain pada anak sehingga anak bermain sendiri tanpa melihat masalah hospitalisasi yang dihadapinya. b. Alat Alat-alat pemainan yang digunakan juga membutuhkan biaya yang sangat mahal. Oleh karena itu rumah sakit harus secara bertahap untuk memiliki alat-alat permainan untuk terapi bermain.

17

c. Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan terapi bermain ini memang tidak harus memiliki ketrampilan khusus tapi perawat/terapis harus mengetahui permasalahan hospitalisasi yang dihadapi anak selama di rawat di rumah sakit. Selain itu perawat/terapis tidak mungkin melakukan terapi bermain ini setiap saat keterbatasan tenaga di ruangan tersebut.

18

DAFTAR PUSTAKA 1. Whaley L.F, Wong D.L. 1991. Nursing Care of infants and children in-ed. St Louis : Mosby year book 2. Kaplan H.I, Sadock. B.J Grebb J.A. 1996. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku, Psikiatri. Klinis, Alih Bahasa : Kusuma W,edisi Wiguna 3. Veltman M,W Browne K.D. 2000. An Evaluation of Favorite Kind of Day Drawing from Psychially Maltreated Children. Child Abuse and Neglect 4. Scully. J.H Psychiatry in ed Hongkong., Williams & Wilkins, Hongkong, & Wilkins, 1996 : 293.

19