Upload
vodien
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENGARUH VARIASI PENGADUKAN
TERHADAP VOLUME BIOGAS
DARI KOTORAN SAPI DENGAN PENAMBAHAN BONGGOL PISANG
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan
Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Oleh:
ANISA AJENG PRATIWI
D 500 130 043
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
1
PENGARUH VARIASI PENGADUKAN TERHADAP VOLUME BIOGAS
DARI KOTORAN SAPI DENGAN PENAMBAHAN BONGGOL PISANG
Abstrak
Kotoran sapi adalah limbah peternakan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti
minyak bumi untuk kehidupan manusia. Dalam praktiknya masih banyak kendala yang dihadapi
dalam pembuatan biogas dari kotoran sapi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
produksi biogas dari kotoran sapi dengan penambahan bonggol pisang pada skala laboratoriom.
Variasi pengadukan diberikan dengan kecepatan 200, 400, dan 600 rpm dengan waktu tinggal
yaitu 2, 3, dan 4 minggu. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa volume biogas meningkat
dengan seiring peningkatan kecepatan pengadukan, volume biogas yang terbanyak adalah 185
ml pada pengadukan 600 rpm. Kandungan gas metana juga mengalami kenaikan seiring dengan
kenaikan variabel pengadukan 200, 400, 600 rpm dari 18,73; 21,17; dan 29,31%.
Kata kunci: biogas, metana, bonggol pisang
Abstract
Cow dung is livestock waste which can be used as biogas substrate to replace fossil as an
alternative energy for human life. There were a lot of constraints on the biogas production from
cow dung at the practice. This study therefore investigated the production in biogas from cow
dung by adding banana outrowth at laboratory scales. The studied variable was given by mixing
the substrate on 200, 400 and 600 rpm as pretreatment and residence time for 2, 3, and 4
weeks. The result of this study showed that the volume of biogas increased by the rise of mixing
velocity, the highest volume is 185 mL by 600 rpm mixing pretreatment. The methane
composition also increased approximately from 18,73 ; 21,17;and 29,31% by the rise of
residence time for 2, 3, and 4 weeks.
Keywords: Biogas, methane, banana outrowth
1. PENDAHULUAN
Energi merupakan hal penting dalam kehidupan sehari-hari. Selama ini energi yang sering dimanfaaatkan
adalah energi fosil yang dapat habis jika digunakan terus-menerus. Oleh karena itu, penggunaan bahan
bakar alternatif sangat dianjurkan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Pada
perkembangannya banyak negara di dunia yang mengembangkan produksi biogas untuk menunjang
perolehan energi alternatif pengganti fossil seperti Austria, Jerman, dan Swedia (Neitzel, 2014).
Salah satu contoh bahan bakar alternatif adalah biogas. Biogas pada umumnya tersusun dari gas
metana, karbon dioksida, dan beberapa gas impuritas lainnya (Steinhauser dan Deublein, 2008).
2
Pembuatan biogas biasa dilakukan dengan menggunakan lumpur aktif dari kotoran ternak maupun
dari sampah organik. Sampah organik yang banyak digunakan biasanya didapatkan dari residu produk
pepohonan dan perkebunan yang memiliki material seperti gula, pati, selulosa, dan protein yang dapat
didegradasi oleh mikroorganisme (Taherzadeh dan Karimi, 2008).
Menurut Hnyine (2015) perkembangan biogas di Boyolali memiliki potensi ekonomi yang sangat
menjanjikan bagi lingkungan peternakan dan perumahan. Meskipun banyak penelitian dan praktik yang
dilakukan oleh masyarakat, tetapi ada hal-hal yang masih harus dikembangkan seperti pre-treatment
substrat yang digunakan untuk mendapatkan biogas yang lebih optimal, contohnya dengan proses
pengadukan (Anne dkk., 2012).
Keanoi dan Teekasap (2014) juga mengemukakan bahwa substrat biogas yang dicampurkan
dengan starter dengan proses pengadukan dapat meningkatkan kualitas substrat biogas yang akan
difermentasi.
Mengingat pentingnya proses dan waktu pengadukan maka dilakukan sebuah penelitian mengenai
performansi digester biogas berbahan kotoran ternak dengan variasi selang waktu pengadukan substrat.
Selain itu penambahan substrat seperti bonggol pohon pisang sangat dianjurkan karena bonggol pohon
pisang seringkali tidak dimanfaatkan dan hanya menjadi limbah, tetapi memiliki kandungan C/N
sebanyak 35 Siallagan (2010).
Kandungan gizi dalam bonggol pisang dapat digunakan sebagai sumber makanan sehingga
mikrobia berkembang dengan baik. Kandungan tersebut antara lain: mengandung karbohidrat 66,2%
(Wulandari dkk., 2009) protein, air dan mineral-mineral penting.
2. METODE
2.1 Alat dan Bahan
Bahan baku yang digunakan merupakan kotoran sapi segar yang diencerkandengan air. Kotoran sapi dan
limbah bonggol pisang didapatkan di daerah Mudal, Boyolali. Bonggol pisang yang digunakan harus
dikeringkan dan diayak dalam ayakan 20 mesh. Biodigester pada penelitian kali ini dibuat dari galon
berukuran 6 liter dengan penambahan selang dan klem.
3
Gambar 1. Rangkaian alat
2.2 Proses Pembuatan Biogas
Substrat dibuat dengan mencampurkan air 3 kg, kotoran sapi 3 kg dan bonggol pisang sebanyak 100 g.
Pencampuran dilakukan dengan variasi pengadukan 200 rpm, 400 rpm, dan 600 rpm.
Selanjutnya biodigester diletakkan pada tempat tertutup selama 4 minggu.
2.3 Pengukuran Biogas
Pengukuran volume dilakukan pada minggu ke 2, 3, dan ke 4 dengan mengalirkan biogas menggunakan
100 mL gelas ukur yang diletakkan terbalik pada sebuah ember.
2.4 Analisis Gas Metana dan CO2
Biogas yang telah dibiarkan selama 4 minggu diambil dengan gas injektor berukuran 5 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung. Selanjutkan sampel dianalisis dengan menggunakan Gas Chromatograph
(GC)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Volume Biogas
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil volume pengukuran sebagai berikut:
Keterangan:
1. Bio digester
2. Ember
3. Gelas ukur
4. Kran
5. Selang gas
6. Klem
7. Penyangga
4
Tabel 1. Hasil pengukuran biogas pada berbagai variabel
Waktu
Fermentasi
(hari)
Volume Biogas (mL)
I II
A B C A B C
7 21,5 24 28 12 14,5 18,5
14 43 46,5 48 21 25 36,5
21 51,5 52 52,5 29 34 41
28 52 53,5 56,5 34 42 44
Total 168 176 185 96 115,5 140
Keterangan :
I (Kotoran sapi + bonggol pisang)
II (Kotoran sapi)
A: 200 rpm
B: 400 rpm
C: 600 rpm
Gambar 2. Hasil pengukuran volume biogas
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
0 7 14 21 28
Volu
me
(ml)
Waktu Tinggal (hari)
200 rpm (I)
400 rpm (I)
600 rpm (I)
200 rpm (II)
400 rpm (II)
600 rpm (II)
5
Dapat dilihat bahwa volume biogas berdasarkan Gambar 2 mengalami kenaikan seiring
bertambahnya hari dan kecepatan pengadukan. Secara keseluruhan volume biogas yang dihasilkan
dengan penambahan bonggol pisang lebih banyak dibandingkan volume biogas tanpa penambahan
bonggol pisang. Hal tersebut diakibatkan oleh penambahan nutrisi dari bonggol pisang berpengaruh
terhadap kinerja bakteri penghasil biogas. Pada variabel IA, IB, IC pengadukan 200 rpm, 400rpm, dan
600 rpm terjadi kenaikan volume dari 168, 176, dan 185 mL.
Volume biogas yang tertinggi adalah pada variabel pengadukan 600 rpm, hal tersebut disebabkan
proses pengadukan atau agitasi pada saat pre-treatment berpengaruh terhadap tingkat kehomongenan
substrat. Hal tersebut sesuai menurut Steinhauser dan Deublein (2008), bahwa proses start up pada
pembuatan biogas biasanya memiliki efek dalam jangka waktu yang panjang terhadap keseluruhan
proses biocenosis.
Kesalahan yang terjadi pada proses start up dapat mengakibatkan biogas tidak terbentuk. Untuk
menghindari hal tersebut substrat biogas dicampurkan dengan starter dengan proses pengadukan yang
harus diperhatikan pula.Volume biogas tidak mempengaruhi tingginya kadar gas metana yang terbentuk,
jadi meskipun volume yang dihasilan tinggi tidak bisa dingunakan sebagai patokan bahwa gas metana
yang dihasilkan juga tinggi.
Volume biogas tanpa penambahan bonggol pisang yang tertinggi adalah 140 mL pada pengadukan
600 rpm selisih 40 mL dari variabel 600 rpm dengan penambahan bonggol pisang yang lebih banyak.
Sedangkan volume biogas yang paling rendah adalah 96 mL dari variabel IIA pengadukan 200 rpm tanpa
penambahan bonggol pisang
Menurut Gambar 2 kenaikan volume biogas mulai terjadi pada hari ke 7, karena pada minggu
pertama belum terjadi biogas, fermentasi masih mengalami proses hidrolisis dan acidogenesis. Kenaikan
volume yang signifikan terjadi pada hari ke 14 yaitu 43;46,5; dan 48 mL pada variabel 200, 400, dan 600
rpm dengan penambahan bonggol pisang. Hal tersebut disebabkan oleh bakteri metanogen yang mulai
berperan membetuk biogas.
3.2 Analisis Kadar Gas Metan dan Karbon Dioksida
Dari hasil analisis Gas Chromatograph di Laboratorioum Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada
hasil dari kandungangas CO2 dan metana dapat dilihat pada Tabel 2. dan Gambar 3 berikut:
6
Tabel 2. Kandungan Gas CO2 dan Metana
Dari ketiga variasi tersebut dapat dilihat bahwa pengadukan 600 rpm menghasilkan biogas yang
paling tinggi kadarnya, sehingga dapat dikatakan bahwa pengadukan tersebut merupakan kondisi
pengadukan yang paling optimal.
Gambar 3. Kadar gas pada setiap variasi pengadukan
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa kadar gas metana pada biogas dari kotoran sapi dengan
penambahan bonggol pisang semakin naik seiring dengan kenaikan variabel pengadukan 200, 400, 600
rpm dari 18,73;21,17; dan 29,31%.
Sedangkan kandungan gas CO2 pada setiap variabel pengadukan juga mengalami kenaikan dengan
seiring kenaikan kecepatan pengadukan dari 200, 400, 600 rpm dengan kadar masing – masing 21.07;
28,34; dan 36,24%.
Variabel
Kandungan Gas (%)
Metana CO2
200 rpm 18,73 21,07
400 rpm 21,17 28,34
600rpm 29,31 36,24
0
5
10
15
20
25
30
35
40
200 rpm 400 rpm 600rpm
Kan
du
ngan
gas
(%)
Kecepatan Pengadukan Gas Metana
Gas CO2
7
Menurut Jurnal Pembentukan biogas dari kotoran sapi, kandungan gas terbesar kedua dalam
pembentukan biogas selain gas metana adalah gas CO2. Pada penelitian ini menghasilkan kadar CO2
yang cukup besar dibandingkan kadar gas metana; hal tersebut bisa diakibatkan oleh kurang lamanya
waktu tinggal pada biodigester dan kurang sempurnanya proses metanogenesis yang mengubah asam
asetat menjadi metana. Sehingga reaksi cenderung ke arah pembentukan gas CO2.
Seharusnya kandungan gas CO2 lebih sedikit dibandingkan gas metana seperti yang dituturkan oleh
Simamora (2006) bahwa komposisi pada kandungan biogas yaitu 50-70% gas metana; 0-0.03% gas
nitrogen; 25-45% karbon dioksida; 1-5% gas hidrogen.
3.3 Uji Nyala Api Biogas
Uji nyala api yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa nyala api sebagian berwarna biru ketika
ditempelkan pada nyala api lilin, sudah seperti seharusnya nyala api biogas yang memiliki kandungan
gas metana berwarna biru.
Gambar 4. Uji nyala api biogas
Menurut Agarry (2012) seharusnya biogas berwarna biru sepenuhnya, namun kemungkinan
perubahan warna api menjadi sedikit merah dapat disebabkan oleh adanya sedikit kadar gas CO2 yang
masih terkandung sebagai impuritas dalam biogas yang dihasilkan.
8
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kadar gas metana yang paling tinggi didapat dari variasi 600 rpm, yaitu sebesar 29,31%. Semakin banyak
kandungan C/N semakin baik bahan digunakan sebagai substrat. Volume biogas naik seiring kenaikan
kecepatan pengadukan.
4.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil biogas yang maksimal perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
memperhatikan atau mengecek suhu dan pH secara berkala untuk memastikan kondisi tabung biodigester
tetap terjaga dengan baik. Selain itu, perlu dilakukan penyaringan serta pemurnian gas metana pada hasil
biogas, agar nyala api lebih bagus dan memenuhi SNI biogas.
DAFTAR PUSTAKA
Agarry, S.E., 2012. Comparison of Biogas production from Cow dung and Pig dung under Mesophilic
condition . , 1(4), pp.16–21.
Anne, D., Yang, A., Togar, W.,Panjaitan, S., Adiputra, Y Ryan., 2012. Pembuatan Biogas dari Kotoran
Sapi dengan Metode Taguchi. Jurnal Biogas, pp.1–8.
Hnyine, Z.T., Saut, S., Lubis, W., Dodon, Y., 2015. Bene fi ts of Rural Biogas Implementation to
Economy and Environment : Boyolali Case Study. , 29(December), pp.114–127.
Keanoi, N., Hussaro, K. dan Teekasap, S., 2014. Effect of with/without agitationof agricultural waste
on biogas production from anaerobic co-digestion-a small scale. American Journal of
Environmental Sciences, 10(1), pp.74–85.
Neitzel, H., 2014. 2nd German-Japanese Biogas Symposium. , (November).
Siallagan, N. S Sosilawati, 2010. Pengaruh waktu tinggal dan komposisi bahan baku pada proses
fermentasi limbah cair industri tahu terhadap produksi biogas tesis. Tesis, Fakultas t(Program
Magister Teknik Kimia Universitas Sumatra Utara).
Suhut, S., Salundik, Wahyuni, S., dan Surajudin, 2006. Membuat Biogas; Pengganti Bahan Bakar
Mnyak dan Gas dari Kotoran Sapi. Jakarta: Agromedia
Steinhauser, A. dan Deublein, D., 2008. Biogas from Waste and Renewable Resources, British:
WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.
Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K., 2008. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol
and Biogas Production : A Review,
Wulandari, D., D.N. Fatmawati, E.N. Qolbaini, K.E. Mumpuni, S.P., 2009. Penerapan MOL
(mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang sebagai Biostarter Pembuatan Kompos. , (PKM-P.
Universitas Sebelas Maret).