29
MAKALAH ILMU TEKNOLOGI PANGAN PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP, M.Si. Oleh : Sari Puspitasari A.P 22030111130074 PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

  • Upload
    vanliem

  • View
    250

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

MAKALAHILMU TEKNOLOGI PANGAN

PENGAWETAN SUHU RENDAHPADA IKAN DAN DAGING

Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP, M.Si.

Oleh :Sari Puspitasari A.P

22030111130074

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG2012

Page 2: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

DAFTAR ISI

Daftar Isi............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 1

1.3 Tujuan .................................................................................. 2

1.4 Manfaat .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging

Pasca Mortem.................................................................................... 3

2.2 Pengawetan Suhu Rendah Untuk Ikan dan Daging.......................... 12

2.3 Dampak Pengawetan Suhu Rendah

Terhadap Kualitas Ikan dan Daging................................................... 18

2.4 Jenis Pengawetan Suhu Rendah Terbaik

Untuk Ikan dan Daging...................................................................... 23

BAB III PENUTUP3.1 Kesimpulan ................................................................................. 25

3.2 Saran ................................................................................. 25

Daftar Pustaka.................................................................................................. 26

Lampiran

Page 3: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangIkan dan daging merupakan salah satu bahan makanan sumber

protein yang berasal dari hewan. Sejak jaman dahulu, kedua bahan

makanan ini menjadi makanan pemenuh asupan protein yang banyak

dikonsumsi sehari-hari oleh setiap keluarga. Terlebih di jaman sekarang ini,

perdagangan ikan dan daging dalam bentuk segar semakin menyebar dan

mencakup wilayah yang lebih luas. Sehingga tindakan pengawetan yang

dapat menjaga kesegaran ikan dan daging selama proses distribusi dan

transportasi sangat diperlukan dan menjadi salah satu faktor penting yang

sangat diperhatikan dalam aktivitas perdagangan.

Salah satu cara atau metode penanganan yang banyak

digunakan untuk mengawetkan daging dan ikan segar adalah dengan

perlakuan suhu rendah. Seperti perlakuan pengawetan yang lain,

penanganan ikan dan daging dengan suhu rendah dimaksudkan untuk

menjaga kesegaran ikan dan daging, mengurangi atau menghambat

pertumbuhan mikroba, memperpanjang umur simpan bahan, dan mencegah

penurunan kualitas yang besar.

Perlakuan dengan suhu rendah ini merupakan salah satu cara

penanganan yang paling banyak dipakai karena mudah dan cepat untuk

dilakukan. Untuk mencegah kebusukan pada ikan dan daging, terdapat

beberapa jenis perlakuan suhu rendah yang digunakan. Jenis-jenis

pengawetan suhu rendah untuk daging dan ikan beserta berbagai aspek

yang meliputinya akan dibahas secara lebih lanjut pada makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Bagaimana kontaminasi dan kebusukan yang terjadi pada ikan dan

daging pasca mortem?

Page 4: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

1.2.2 Apa yang dimaksud dengan pengawetan suhu rendah dan apa saja

jenis-jenis pengawetan dengan suhu rendah yang dilakukan pada ikan

dan daging?

1.2.3 Bagaimana dampak masing-masing jenis pengawetan suhu rendah

tersebut terhadap kualitas ikan dan daging?

1.2.4 Apa jenis pengawetan dengan suhu rendah yang terbaik bagi ikan dan

daging?

1.3 Tujuan1.3.1 Menjelaskan tentang kontaminasi dan kebusukan yang terjadi pada

ikan dan daging pasca mortem.

1.3.2 Menjelaskan tentang pengawetan dengan suhu rendah serta

menyebutkan dan menjelaskan jenis-jenis dari pengawetan suhu

rendah yang dilakukan pada ikan dan daging.

1.3.3 Menjelaskan dampak dari masing-masing jenis pengawetan suhu

rendah terhadap kualitas ikan dan daging.

1.3.4 Menjelaskan tentang jenis pengawetan suhu rendah yang terbaik

untuk ikan dan daging.

1.4 Manfaat1.4.1 Mengetahui tentang kontaminasi dan kebusukan yang terjadi pada

ikan dan daging pasca mortem.

1.4.2 Mengetahui tentang pengawetan suhu rendah dan berbagai jenis

pengawetan suhu rendah yang dapat dilakukan pada ikan dan daging.

1.4.3 Mengetahui efek atau dampak yang dihasilkan dari berbagai jenis

pengawetan dengan suhu rendah yang dilakukan pada ikan dan

daging.

1.4.4 Mengetahui jenis pengawetan suhu rendah yang terbaik untuk ikan

dan daging.

Page 5: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca MortemKerusakan atau kebusukan pada produk makanan berkaitan

dengan adanya proses kimiawi, enzimatis, atau aktivitas mikroba yang

terjadi pada produk tersebut. Kerusakan kimiawi dan kontaminasi mikroba

menjadi penyebab dari hilangnya 25% hasil produksi perikanan dan

pertanian setiap tahunnya.1 Seperempat dari persediaan bahan makanan

dan 30% hasil perikanan darat hilang hanya karena aktivitas mikroba.

Selain itu, setiap tahunnya sekitar 4-5 juta ton ikan hasil tangkapan hilang

karena terjadinya kebusukan yang disebabkan oleh proses enzimatis dan

kontaminasi mikroba akibat penyimpanan yang salah.1

2.1.1 IkanIkan segar dapat segera mengalami kerusakan secara cepat

setelah penangkapan. Proses kerusakan atau kebusukan ini akan terjadi

dalam 12 jam setelah proses penangkapan, dalam suhu lingkungan tropis

atau suhu kamar di wilayah tropis. Rigor mortis merupakan proses dimana

tubuh ikan kehilangan fleksibilitasnya karena kekakuan otot ikan yang

terjadi setelah beberapa jam dari waktu kematiannya. Selama proses

pembusukan ikan, terjadi pemecahan atau perombakan pada berbagai

komponen dan juga pembentukan senyawa baru. Senyawa-senyawa yang

baru terbentuk ini dapat menyebabkan perubahan aroma, flavor, dan

tekstur pada ikan. Secara umum, mekanisme kontaminasi dan kebusukan

yang terjadi pada ikan dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu :

a. Autolisis enzimatik

Sesaat setelah ditangkap, proses kimia dan biologis yang

berkaitan dengan pemecahan molekul-molekul utama secara enzimatis

terjadi di dalam tubuh ikan yang telah mati. Hansen et al menyatakan

Page 6: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

bahwa enzim autolisis mengurangi kualitas tekstur daging ikan pada awal

kerusakan yang terjadi, tetapi tidak menyebabkan kehilangan aroma dan

rasa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kerusakan yang

diakibatkan autolisis dapat mengurangi atau menurunkan umur simpan dan

kualitas dari ikan, meskipun dengan jumlah organisme pembusuk yang

minimal. Perubahan autolisis ini tetap dapat terjadi pada ikan yang

disimpan pada suhu rendah (chilled or frozen fish). Dari data yang diperoleh

saat pengamatan, dapat disimpulkan bahwa pengaruh terbesar dari

mekanisme autolisis terjadi pada tekstur daging ikan. Hal ini berkaitan

dengan adanya hypoxanthine dan formaldehyde yang terbentuk dalam

proses autolisis. Enzim pencernaan menyebabkan autolisis yang

mengakibatkan terjadinya pelunakan daging, pecahnya dinding perut, dan

keluarnya darah dan air yang mengandung protein dan minyak. Enzim

proteolitik yang terdapat dalam otot dan isi rongga perut pada ikan yang

telah ditangkap, berperan dalam proses penurunan kualitas ikan dan

produk perikanan selama masa penyimpanan dan pengolahan. Pada teknik

penyimpanan ikan yang salah, enzim proteolisis akan menyebabkan

penguraian protein yang kemudian diikuti dengan pelarutan. Di lain sisi,

peptida dan asam amino bebas yang merupakan produk/ hasil dari autolisis

pada protein otot ikan, akan menyebabkan pertumbuhan mikroba dan

produksi amina biogenik, yang kemudian mengakibatkan kebusukan pada

ikan. Pecahnya dinding lambung ikan disebabkan adanya kebocoran enzim

proteolitik yang berasal dari bagian di sekitar pilorus dan usus ke dalam otot

lambung. Protease memiliki pH optimal dalam suasana basa sampai netral.

Namun, laju kerusakan yang disebabkan oleh enzim proteolitik ini dapat

berkurang jika ikan disimpan dalam suhu 0°C dan pH 5.1

b. Oksidasi

Oksidasi merupakan faktor penyebab kerusakan dan kebusukan

utama pada ikan pelagik seperti mackarel dan ikan haring, berkaitan

dengan tingginya kadar minyak atau lemak yang tersimpan di dalam daging

ikan tersebut. Oksidasi lemak meliputi tiga tahapan mekanisme radikal

Page 7: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

bebas, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Inisiasi meliputi

pembentukan radikal bebas dari lemak melalui katalis, seperti panas, ion

logam, dan iradiasi. Radikal bebas yang terbentuk ini kemudian bereaksi

dengan oksigen dan membentuk radikal peroksil. Selama proses propagasi,

radikal peroksil tersebut bereaksi dengan molekul lemak lain untuk

membentuk hidroperoksida dan radikal bebas yang baru. Terminasi akan

terjadi ketika pembentukan radikal bebas tersebut saling berinteraksi

membentuk produk non-radikal. Secara umum, oksidasi adalah reaksi yang

terjadi antara oksigen dengan ikatan ganda pada asam lemak. Oleh karena

itu, lemak pada tubuh ikan yang terdiri atas asam lemak tak jenuh (PUFA)

mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya oksidasi.

Oksidasi lemak pada ikan dapat terjadi secara enzimatis maupun

non-enzimatis. Hidrolisis enzimatis lemak oleh lipase biasa disebut dengan

lipolisis (kerusakan lemak). Dalam proses ini, lipase memecah gliserida dan

membentuk asam-asam lemak bebas yang mengakibatkan hilangnya

flavor, mempercepat ketengikan, dan menurunkan kualitas minyaknya.

Enzim lipase yang berperan dalam proses ini adalah lipase yang terdapat

pada kulit, darah, serta jaringan dalam tubuh ikan. Enzim utama dalam

hidrolisis lemak ikan adalah triacyl lipase, phospholipase A2 dan

phospholipase B. Sedangkan oksidasi non-enzimatis terjadi karena katalisis

senyawa hematin (hemoglobin, myoglobin, dan cytochrome) yang

menghasilkan hidroperoksida. Asam lemak yang terbentuk selama proses

hidrolisis lemak ikan akan berinterkasi dengan protein myofibrillar dan

sarkoplasma yang menyebabkan denaturasi. Undeland et al. menyatakan

bahwa oksidasi lemak dapat terjadi pada otot ikan sehubungan dengan

tingginya hemoglobin yang mendukung terjadinya oksidasi, khususnya

ketika terjadi deoksigenasi hemoglobin. Pada penambahan asam yang

akan menurunkan pH, dapat mempercepat oksidasi lemak melalui Hb yang

telah terdeoksigenasi.1

c. Kontaminasi Mikroba

Page 8: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

Komposisi mikroflora pada ikan yang baru ditangkap bergantung

pada komposisi mikroba yang terdapat dalam air dimana ikan tersebut

hidup. Mikroflora ikan meliputi spesies bakteri, seperti Pseudomonas,

Alcaligenes, Vibrio, Serratia dan Micrococcus. Pertumbuhan dan

metabolisme bakteri merupakan penyebab utama dari kebusukan ikan,

dimana hasil metabolitnya adalah amina, amina biogenik seperti putrescine,

histamine dan cadaverine, serta asam organik, sulfida, alkohol, aldehida

dan keton dengan flavor yang tidak enak dan tidak diinginkan.1

Pada ikan yang tidak mengalami proses pengawetan, kebusukan

yang terjadi merupakan hasil dari bakteri gram negatif pemfermentasi

(contohnya Vibrionaceae). Sedangkan bakteri gram negatif psikrotoleran

(contohnya Pseudomonas spp. dan Shewanella spp.) akan lebih

mengontaminasi dan menyebabkan kebusukan pada ikan yang telah

didinginkan. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan pembedaan antara

mikroflora yang tidak menyebabkan kebusukan dengan bakteri pembusuk,

karena banyak dari bakteri yang mungkin terdapat pada ikan tetapi bakteri

tersebut belum tentu merupakan bakteri pembusuk. Senyawa yang

terbentuk pada pembusukan yang diakibatkan oleh metabolisme mikroba

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Senyawa yang dihasilkan pada pembusukan oleh mikroba1

Specific spoilage bacteria Spoilage compounds

Shewanella putrifaciens TMA, H2S, CH3SH, (CH3)2S, HX

Photobacterium phosphoreum TMA, HX

Pseudomonas spp. Ketones, aldehydes, esters, non-H2S

sulphides

Vibrionacaea TMA, H2S

Aerobic spoilers NH3, acetic, butyric and propionic

acid

Keterangan :

TMA: Trimethylamine; H2S: Hydrogen sulphide; CH3SH: Methylmercarptan;

(CH3)2S: Dimethylsulphide; HX: Hypoxanthine; NH3: Ammonia

Page 9: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

Level dari Trimethylamine (TMA) digunakan secara umum untuk

mengetahui tingkat kontaminasi mikroba yang akan menyebabkan

kebusukan pada ikan. Ikan menggunakan Trimethylamine Oxide (TMAO)

sebagai osmoregulan untuk mencegah dehidrasi pada lingkungan air laut

dan penumpukan air dalam lingkungan air biasa. Bakteri-bakteri seperti

Shewanella putrifaciens, Aeromonas spp., psychrotolerant

Enterobacteriacceae, P. phosphoreum dan Vibrio spp. bisa memperoleh

energi dengan mengubah TMAO menjadi TMA, dan menghasilkan senyawa

seperti amonia yang bisa menghilangkan atau mengurangi flavor ikan.

Pada tabel 2 dapat dilihat aktivitas dari beberapa mikroba pembusuk yang

biasa mengontaminasi ikan.

Tabel 2. Aktivitas pembusukan oleh bakteri1

Spoilage activity Microorganism

High Pseudomonas (Alteronomas)

putrifaciens,

Pseudomonas (altreomonas)

fluorescens,

Fluorescent pseudomonads

Moderate Moraxella, Acinetobacter and

Alcaligenes

Low (Specific conditions) Aerobacter, Lactobacillus,

Flavobacterium, Micrococcus,

Bacillus and Staphylococcus

2.1.2 DagingPenanganan sebelum penyembelihan dan setelah

penyembelihan merupakan hal-hal penting yang ikut menjadi faktor penentu

dalam kebusukan daging yang akan terjadi. Simpanan glikogen yang

terdapat pada otot hewan akan berkurang ketika hewan mengalami stress

sesaat sebelum disembelih. Hal ini akan menyebabkan terjadinya

Page 10: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

perubahan pH dalam tubuh hewan, bisa menjadi rendah atau bahkan

sangat rendah tergantung pada jumlah asama laktat yang diproduksi. Pada

hewan yang telah mengalami stress berkepanjangan sebelum disembelih,

akan didapatkan daging dengan pH tinggi yang menghasilkan daging yang

berwarna gelap, keras dan kering. Daging jenis ini memiliki umur simpan

yang lebih pendek. Sedangkan pada hewan yang mengalami stress hanya

dalam waktu yang singkat sebelum disembelih akan menghasilkan daging

yang berwarna lebih muda/terang, lunak, dan mengandung cukup air, serta

pH yang rendah. Dengan pH yang rendah, pemecahan protein dalam

daging akan menjadi lebih mudah terjadi, dan proses tersebut akan

menghasilkan medium yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri.2

Terdapat tiga mekanisme utama kontaminasi dan kebusukan yang terjadi

pada daging setelah penyembelihan dan selama proses penyimpanan dan

pengolahan, yaitu :

a. Pembusukan oleh mikroba

Daging dan produk olahannya merupakan media pertumbuhan

yang sangat menguntungkan bagi mikroflora (bakteri, khamir, dan kapang),

dimana beberapa jenis diantaranya adalah organisme patogen. Di dalam

tubuh hewan sendiri terdapat organ-organ yang menjadi sumber

mikroorganisme tersebut, yaitu saluran pencernaan dan kulit hewan.

Komposisi mikroba yang terdapat pada daging tergantung pada beberapa

faktor, yaitu: (a) sistem peternakan yang digunakan (ternak di dalam

kandang atu ternak yang digembalakan secara bebas di alam), (b) umur

hewan saat akan disembelih, (c) penanganan saat penyembelihan dan

pembersihan, (d) kontrol suhu saat penyembelihan, penanganan pasca

mortem, dan distribusi, (e) metode pengawetan yang digunakan, (f) tipe

pengemasan, (g) penanganan dan penyimpanan oleh konsumen. Tabel 3

dan 4 akan menyajikan beberapa bakteri, khamir, dan kapang yang banyak

mengontaminasi daging.2

Page 11: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan
Page 12: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

Di negara bagian Iowa, Hayes et al. menemukan bahwa

Enterococcus spp. merupakan bakteri yang dominan mengontaminasi pada

semua daging (ayam, kalkun, babi, dan sapi), yaitu berjumlah 971 dari 981

sampel yang diuji (99%). Selain itu, Cerveny et al. menyatakan bahwa

kondisi penyimpanan akan berpengaruh pada jenis mikroba yang

mengontaminasi daging dan produk olahannya. Bakteri Pseudomonas spp.,

Moraxella spp., Psychrobacter spp., Acinetobacter spp. dan keluarga dari

gram-negative psychrotrophic, seperti Enterobacteriaceae banyak

ditemukan pada daging yang disimpan dalam kondisi pengawetan dingin.

Sedangkan, bakteri asam laktat psikotropik, seperti Enterococci, Micrococci

dan khamir banyak ditemukan pada daging yang mentah, serta produk

curing dengan garam seperti kornet sapi, ham mentah, dan bacon.2

Page 13: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

b. Oksidasi Lemak

Autoksidasi lemak dan produksi radikal bebas merupakan proses

alamiah yang mempengaruhi asam lemak dan menyebabkan terjadinya

kerusakan oksidatif pada daging serta mengakibatkan hilangnya flavor.

Setelah mengalami penyembelihan, asam lemak dalam jaringan akan

mengalami oksidasi ketika aliran darah sudah berhenti dan proses

metabolisme terhalangi. Seperti yang terjadi pada ikan, oksidasi pada

daging juga melalui beberapa tahapan, yaitu inisiasi, propagasi, dan

terminasi.

Oksidasi lemak pada daging dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya komposisi asam lemak, jumlah antioksidan dari vitamin E (α-

tokoferol) dan prooksidan seperti zat besi bebas yang terdapat di dalam

molekul. Polysaturated fatty acids merupakan jenis asam lemak yang paling

rentan teroksidasi. Hidroperoksida merupakan hasil dari putusnya ikatan

asam lemak tak jenuh pada membran fosfolipid pada proses oksidasi

lemak. Putusnya asam lemak tersebut menghasilkan produk reaksi

sekunder, seperti pentanal, heksanal, 4-hidroksinonenal dan

malondialdehida (MDA) disamping senyawa-senyawa teroksigenasi, seperti

aldehida, asam dan keton. Senyawa hasil sekunder tersebut dapat

menyebabkan hilangnya warna dan menurunnya nilai nutrisi yang

terkandung di dalam daging, serta dapat juga mengakibatkan karsinogenik

dan terjadinya proses mutagenik.2

c. Autolisis enzimatik

Aktivitas enzim merupakan proses alamiah yang terjadi pada sel

otot hewan setelah mengalami penyembelihan, dan proses ini akan

mengakibatkan kerusakan pada daging. Enzim memiliki kemampuan untuk

berkombinasi secara kimiawi dengan senyawa organik lain dan

bekerjasama sebagai katalis untuk beberapa reaksi kimia yang kemudian

menyebabkan kerusakan pada daging. Pada proses autolisis, senyawa

kompleks (karbohidrat, lemak, dan protein) pada jaringan akan mengalami

Page 14: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

pemecahan menjadi senyawa yang lebih sederhana serta menyebabkan

pelunakan dan menghasilkan warna kehijauan pada daging.

Proteolisis dan hidrolisis lemak termasuk ke dalam perubahan

autolisis yang menjadi salah satu syarat terjadinya pembusukan mikroba.

Autolisis yang berlebihan biasa disebut juga kemasaman. Kerusakan

polipeptida pada masa post mortem merupakan hasil dari protease jaringan

yang mengakibatkan perubahan pada flavor dan tekstur daging. Post

mortem aging pada daging merah akan menghasilkan proses pelunakan.

Autolisis post mortem ini terjadi pada semua jaringan di dalam tubuh

hewan, hanya saja dalam kecepatan yang berbeda pada setiap organ yang

berbeda. Proses ini akan berlangsung lebih cepat pada jaringan kelenjar,

seperti hati, dan akan berlangsung lebih lambat pada otot lurik. Calpains,

cathepsins, dan aminopeptidase merupakan enzim-enzim yang berperan

dalam proses autolisis. Diantara enzim-enzim tersebut, calpains diketahui

sebagai kontributor pertama yang mendahului proses pelunakan proteolisis

daging. Cathepsins juga merupakan kontributor dalam proses pelunakan

daging pada kondisi pH rendah. Enzim-enzim proteolitik ini aktif pada suhu

rendah (5°C).2

2.2 Pengawetan Suhu Rendah Untuk Ikan dan Daging2.2.1 Ikan

Sejak pertengahan abad ke-19, penyimpanan pada suhu rendah

telah digunakan sebagai cara untuk mengawetkan ikan dan hasil laut

lainnya dan mempertahankan kesegarannya. Teknik penyimpanan ini

memang tidak membunuh atau mematikan mikroba-mikroba yang ada pada

ikan, tetapi dinilai cukup ampuh untuk mengurangi metabolisme mikroba

yang dapat menyebabkan kebusukan pada ikan. Bahkan FAO sendiri

merekomendasikan untuk melakukan penyimpanan pada suhu 0°C segera

setelah ikan ditangkap, karena proses pembusukan pada ikan yang dapat

terjadi dengan cepat.1 Secara garis besarnya, pengawetan dengan suhu

rendah pada ikan dapat dikelompokkan menjadi dua metode, yaitu :

Page 15: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

a. Cooling

Dilakukan pada temperatur 4°C sampai -1°C. Dengan

menggunakan cara ini pertumbuhan mikroorganisme akan terhambat,

sehingga kesegaran ikan dapat dipertahankan untuk beberapa waktu yang

singkat.

b. Freezing

Cara penanganan ini dilakukan pada suhu -18°C sampai -30°C.

Dengan disimpan pada suhu serendah itu, pertumbuhan mikroorganisme

akan benar-benar dapat terhenti dan ikan dapat disimpan dalam jangka

waktu yang lebih lama.

Kedua cara pengawetan tersebut cukup efektif digunakan untuk

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada ikan. Akan tetapi,

perubahan enzimatis dan non-enzimatis di dalam tubuh ikan sendiri akan

tetap berlangsung, hanya saja dengan kecepatan yang lebih rendah.1

Sebelum melakukan pengawetan suhu rendah terhadap ikan,

biasa terlebih dulu dilakukan proses pra pendinginan (pre cooling). Proses

pra pendinginan ini dimaksudkan untuk menghilangkan kalor secara cepat.

Seperti yang telah diketahui, terdapat beberapa metode yang dapat

digunakan dalam proses pre cooling ini, yaitu : (a) air cooling, pendinginan

dengan udara yang bergerak cepat; (b) kontak es (contact ice) atau

penimbunan dengan es; (c) hydro cooling atau dengan perendaman dalam

air yang disirkulasikan terus-menerus; (d) pendinginan vakum (vacuum

cooling). Proses pra pendinginan yang biasa dilakukan untuk ikan adalah

dengan metoda air cooling, kontak es, atau hydro cooling. Namun, cara

yang paling bagus untuk digunakan adalah CBC (Combined Blast and

Contact) cooling.3 Dengan menerapkan metoda tersebut, maka kesegaran

ikan dapat lebih dipertahankan dan umur simpannya juga akan lebih

meningkat. Selain itu, metode ini sangat dianjurkan untuk digunakan pada

penjualan segar ikan yang telah difillet.

Segala macam usaha pendinginan yang dilakukan sebelum

pembekuan seperti telah disebutkan di atas, memang sangat diperlukan

untuk menjaga suhu ikan agar tetap rendah. Hal ini dilakukan dengan

Page 16: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

tujuan untuk menjaga suhu rendah pada ikan secara keseluruhan dan

mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh bakteri dan proses autolisis.

Untuk mendapatkan suhu penyimpanan di bawah titik beku air murni, maka

es yang digunakan dalam penyimpanan dingin tersebut sebaiknya dibuat

dari air laut atau air garam. Dengan cara ini maka suhu penyimpanan dapat

diturunkan sampai ke -2.5°C.1

Terdapat teknik pendinginan baru yang dinilai lebih efektif untuk

meningkatkan kualitas ikan, yaitu dengan mengaplikasikan slurry ice. Slurry

ice ini merupakan sistem penyimpanan yang dibentuk oleh bola-bola kristal

es kecil yang dikelilingi oleh air laut pada suhu dibawah nol derajat. Teknik

ini baru diterapkan pada ikan pari (Raja clavata), dimana ikan pari

merupakan produk dagang yang memiliki nilai jual paling tinggi di pasar

Eropa. Penelitian tentang keefektifan slurry ice ini telah dilakukan dengan

cara membandingkan teknik tersebut dengan teknik potongan es yang

biasa diaplikasikan pada ikan. Hasilnya menegaskan bahwa teknik slurry

ice memang lebih bagus daripada teknik penyimpanan dengan potongan-

potongan atau kepingan es. Karena peningkatan umur simpan dan kualitas

ikan dalam penyimpanan secara signifikan dapat terjadi pada aplikasi slurry

ice.4

Dengan menerapkan teknik slurry ice pada penyimpanan ikan

pari, maka umur simpan ikan menjadi lebih lama (6 hari, bila dikondisikan

dalam penyimpanan dengan potongan es hanya bertahan 3 hari). Selain itu

juga dapat memperlambat mekanisme pembusukan secara biokimia dan

mikrobial, yang terjadi di dalam tubuh ikan pari. Sehingga kualitas sensorik

ikan pari yang sangat menentukan nilai jualnya, dapat lebih dipertahankan

dengan lebih baik.4

Selain pendinginan dan pembekuan, proses penyimpanan yang

dapat meningkatkan umur simpan ikan menjadi lebih lama adalah dengan

mengkombinasikan antara penyimpanan dingin dan peraturan komposisi

udara atau atmosfir ruang penyimpanan. Di bawah ini terdapat tiga metode

perubahan komposisi atmosfir yang telah diketahui secara umum :

1. CAS (Controlled – Atmosphere Storage)

Page 17: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

Konsentrasi O2, CO2 dan terkadang juga etilen, dimonitor terus-menerus.

2. MAS (Modified – Atmosphere Storage)

Komposisi gas dalam ruang penyimpanan diatur pada awalnya, tetapi

kemudian dibiarkan berubah karena adanya akibat pernapasan normal

dari produk yang disimpan.

3. MAP (Modified – Atmosphere Packaging)

Komposisi gas dalam kemasan (diketahui permeabilitasnya) diubah

setelah produk dimasukkan, dan sebelum kemasan disegel.

Dari ketiga metode di atas, yang sering digunakan dalam

penyimpanan ikan adalah MAP (Modified – Atmosphere Packaging).

Penggunaan MAP secara umum akan menghasilkan peningkatan sensorik

umur simpan ikan, jika dibandingkan dengan penyimpanan dengan es

secara tradisional. Tetapi besar peningkatan yang terjadi tergantung pada

beberapa faktor, seperti komposisi perpaduan gas, suhu penyimpanan,

kualitas bahan mentah atau dalam hal ini adalah kualitas ikan segarnya,

serta ukuran kemasan yang digunakan. Konsentrasi gas karbondioksida

yang rendah biasanya diterapkan dalam sistem ini, dengan tujuan untuk

mengurangi kehilangan air dan kerusakan tekstur ikan.3

Disamping MAP, terdapat pula dua metode pengemasan lain

yang telah diujikan pada ikan (khususnya pada udang kerang capit merah

(Cherax quadricarinatus)), yaitu pengemasan vakum (vacuum packaging

atau VP) dan PVCP aerobik (aerobic polyvinyl chloride packaging).

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perbandingan

kemampuan dari ketiga metode pengemasan (MAP,VP, dan PVCP) dalam

mengontrol pertumbuhan mikroba beserta pengaruhnya terhadap kualitas

penyimpanan daging udang kerang capit merah selama berada dalam

penyimpanan dingin.5

Dalam penelitian tersebut, yang dimaksud dengan PVCP adalah

cara pengemasan dengan melakukan dua kali pembungkusan atau

pelapisan terhadap kemasan yang sudah disediakan, dengan

menggunakan lapisan tipis PVC yang dapat ditembus udara. Sedangkan

untuk MAP, digunakan pengaturan komposisi gas yaitu 80% CO2, 10% O2,

Page 18: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

dan 10% N2, pada tekanan gas 1.0 bar, yang kemudian dikemas

menggunakan polypropylene-polyethylene sealing film oleh mesin

FoodPack Basic FP372. Dan pengemasan vakum (VP) yang dimaksud

adalah metoda pengemasan yang menempatkan produk yang telah

dikemas ke dalam kantong vakum tipe B2620, yang kemudian dikemas

menggunakan mesin vakum model 600A. Semua metode pengemasan

tersebut tetap ditempatkan pada ruang dengan penyimpanan suhu rendah

(20C). 5

2.2.2 DagingPenyimpanan daging pada suhu rendah dimaksudkan untuk

memperlambat atau membatasi kecepatan pembusukan yang terjadi. Hal

ini didasarkan pada kenyataan bahwa kecepatan pembusukan yang

disebabkan oleh pertumbuhan mikroba dapat dihambat pada suhu dibawah

rata-rata. Terdapat tiga tingkatan teknik penyimpanan suhu rendah yang

biasa diaplikasikan pada daging. Ketiga tingkatan penyimpanan tersebut

dapat menghambat atau bahkan menghentikan pertumbuhan mikroba,

namun pertumbuhan bakteri psikrofilik, khamir, dan kapang tetap tidak

dapat dicegah oleh ketiga tingkatan tersebut. Tiga teknik penyimpanan

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Chilling

Chilling dilakukan tepat setelah hewan disembelih dan selama

hewan berada dalam penyimpanan dan pengangkutan (transport). Teknik

ini dilakukan untuk menurunkan suhu daging sampai 4°C dalam 4 jam

setelah hewan disembelih dan dibersihkan isi perutnya. Disebutkan pula

bahwa chilling merupakan tahapan yang penting dilakukan untuk menjaga

hygiene daging, umur simpan, serta penampakan dan kualitas nutrisi dari

daging (Cassens, 1994; Zhou et al., 2010).2

Terdapat dua metode dalam teknik penyimpanan chilling, yaitu:

(a) immersion chilling, merupakan teknik chilling dengan cara mencelupkan

atau membenamkan produk yang disimpan ke dalam air dingin (0-4°C); (b)

Page 19: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

air chilling, merupakan teknik chilling diman produk atau dalam hal ini

karkas yang disimpan diselimuti oleh kabut air di dalam ruangan dengan

sistem udara dingin yang tersirkulasi (Carroll and Alvarado, 2008).2 Kualitas

dari daging dengan metoda penyimpanan air chilling lebih bagus dibanding

dengan kualitas daging yang dihasilkan dari penyimpanan dengan metode

immersion chilling. Hal ini terjadi karena pada penyimpanan air chilling,

suhu permukaan daging lebih cepat menurun. Sehingga dapat menunjang

pengeringan daging dan menurunkan akibat pembusukan yang dapat

disebabkan oleh mikroba.

b. Freezing

Penyimpanan suhu rendah menggunakan metode freezing

merupakan cara yang paling bagus untuk menjaga sifat-sifat atau

karakteristik asli dari daging segar. Kandungan air yang terdapat di dalam

daging berkisar antara 50-75% dari berat daging secara keseluruhan,

namun besar kandungan tersebut bervariasi tergantung pada jenis daging.

Pada penyimpanan freezing, sebagian besar kandungan air tersebut akan

diubah menjadi es. Freezing yang dilakukan pada daging hanya memakan

waktu yang singkat, dan hampir 75% cairan jaringan yang terdapat di

dalamnya akan membeku pada suhu -5°C.

Kecepatan pembekuan akan meningkat seiring dengan

penurunan suhu. Pada suhu -20°C, hampir 98% air yang terkandung dalam

daging akan membeku, dan pembentukan kristal es secara sempurna akan

terjadi pada suhu -65°C (Rosmini et al., 2004).2 Walaupun demikian, lebih

dari 10% air terikat (secara kimia terikat pada suatu kompleks senyawa

seperti karbonil dan kelompok amino dari ikatan protein dan hidrogen) tidak

akan mengalami pembekuan. Kecepatan pembekuan yang berlangsung

lambat ataupun cepat akan sangat mempengaruhi kualitas dari daging yang

dibekukan. Pembekuan cepat akan menghasilkan kualitas daging yang

lebih tinggi dibanding dengan hasil pembekuan lambat.2

Page 20: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

c. Super chilling

Konsep dari metode super chilling ini berbeda dengan metode

pendinginan dan pembekuan, serta memiliki potensi untuk mengurangi

biaya penyimpanan dan transport yang dikeluarkan. Super chilling

merupakan metode penyimpanan pada suhu dibawah titik beku awal (1-

2°C), tetapi kristal es tidak akan terbentuk. Pada proses ini, sebagai ganti

dari penambahan es pada produk yang disimpan, bagian dari air yang

terdapat di dalamnya akan membeku dan bertindak sebagai pendingin yang

akan memastikan berlangsungnya proses pendinginan selama dalam masa

distribusi dan transportasi (Bahuaud et al., 2008).2 Metabolisme respiratori

dan proses aging akan mengalami penekanan, tetapi aktivitas sel akan

tetap dipertahankan selama masa penyimpanan super chilling. Metode

penyimpanan ini biasa digunakan dalam pengawetan daging unggas.

Kelebihan utama dari metode ini jika dibandingkan dengan metode

penyimpanan yang lain adalah metode ini dapat meningkatkan umur

simpan daging sampai empat kali lipat dari asilnya.2

2.3 Dampak Pengawetan Suhu Rendah Terhadap Kualitas Ikan dan Daging2.3.1 Ikana. Cooling

Proses cooling yang dilakukan pada temperatur 4°C sampai -

1°C, akan menghambat pertumbuhan mikroba yang mungkin

mengontaminasi dalam ikan. Akan tetapi, reaksi fisika, kimia, maupun

biokimia yang terjadi di dalam tubuh ikan tetap dapat berlangsung,

sehingga akan tetap terjadi penurunan kualitas pada ikan. Kesegaran ikan

selama proses cooling hanya dapat dipertahankan dalam waktu yang

singkat. Karena disamping metabolisme dalam tubuh ikan yang tidak

terhenti (hanya melambat), ada pula kelompok mikroorganisme yang tidak

terhambat pertumbuhannya hanya dengan suhu cooling saja. Sehingga

setelah beberapa saat, ikan akan tetap mengalami proses pembusukan

seperti yang telah dijelaskan di awal, dan mengakibatkan terjadinya

penurunan kualitas sensori ikan. Oleh karena itu, metode cooling ini tidak

Page 21: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

dapat dipakai untuk penyimpanan ikan dalam jangka waktu yang cukup

lama.

b. Freezing

Perlakuan freezing untuk pengawetan ikan tidak bisa mencegah

hilangnya kandungan asam amino dalam ikan. Akan tetapi, reaksi fisika dan

biokimia yang dapat menyebabkan kebusukan pada ikan dapat dihambat

oleh proses pembekuan ini. Selain itu, pertumbuhan mikroba juga benar-

benar dapat dihambat dalam proses ini. Ketahanan mikroba selama dalam

penyimpanan ini bergantung pada tipe mikroorganismenya dan spesies

ikan, serta asal-usul ikan dan metode penangkapan serta penanganan

yang telah dilakukan sebelumnya.

Kualitas akhir dari ikan tergantung pada kualitas ikan dalam

masa pengawetan pembekuan, yang juga berkaitan dengan suhu

pembekuan, serta kecepatan pembekuan dan distribusi. Dari faktor-faktor

tersebut, kecepatan pembekuan menjadi faktor utama yang berperan

penting dalam menentukan kualitas akhir ikan hasil pembekuan.

Pembekuan cepat dapat menghasilkan kualitas ikan beku yang lebih baik

daripada pembekuan lambat. Karena pada pembekuan lambat akan

terbentuk kristal-kristal es yang lebih besar, yang dapat merusak dinding sel

ikan dan menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Di sisi lain, denaturasi

protein juga bergantung pada konsentrasi enzim dan senyawa lainnya yang

terdapat di dalam tubuh ikan. Perubahan yang terjadi pada protein ikan

akan mengakibatkan kepudaran dan kekeruhan pada tekstur serta

melunaknya jaringan di tubuh ikan, yang sangat mempengaruhi kualitas

akhir ikan.

Selama masa penyimpanan dingin, dekomposisi

Thimethyalamine Oxide (TMAO) pada ikan dan hasil laut lainnya, akan

menghasilkan pembentukan trimethylamine dan dimethyalamine yang

dapat menyebabkan hilangnya aroma asli dari ikan segar.1 Selain itu, pada

pengawetan beku yang berkelanjutan, ikan juga akan mengalami

penurunan nilai protein dan lemak, serta mengalami peningkatan jumlah

Page 22: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

mikroba pembusuk. Seperti pada percobaan yang dilakukan oleh

Arannilewa et al. (2005), menunjukkan bahwa terjadi penurunan protein dan

lemak sebesar 27.9 and 25.92%, serta peningkatan jumlah koliform dari 3.0

× 103 sampai 7.5 × 106 selama masa penyimpanan.1

CBC (Combined Blast and Contact) cooling, yang banyak dipakai

dalam penyimpanan daging ikan yang telah difillet, dapat meningkatkan

waktu kesegaran daging serta umur simpannya secara signifikan. Sebagai

contoh, CBC fillet yang disimpan pada suhu -1.3 °C, akan mengalami

peningkatan waktu atau periode kesegaran ikan sampai 10 hari, serta umur

simpan yang mencapai 16 hari. Penurunan suhu rata-rata pada fillet ikan

dalam penyimpanan CBC sampai pada suhu -0.8 °C atau -1.3 °C, akan

meningkatkan periode kesegaran ikan selama 1,5 hari (atau menjadi 9,5

hari) dan peningkatan satu hari umur simpan (atau menjadi 14 hari).3

Cara pengawetan dengan slurry ice yang diujikan pada ikan pari

memperlihatkan kualitas akhir yang bagus secara keseluruhan, bahkan

hasil kualitas tersebut termasuk dalam kategori kualitas A, sampai 6 hari

masa penyimpanan. Setelah hari keenam makan kualitasnya menurun

secara drastis, dan pada hari kedelapan sampai sepuluh, kualitas ikan pari

yang disimpan dengan teknik slurry ice tidak bisa diterima lagi. Parameter

negatif utama yang berhubungan dengan penurunan kualitas pada teknik

penyimpanan slurry ice ini adalah aroma ikan. Perubahan aroma ikan yang

terjadi karena pembentukan senyawa ammonia oleh proses enzimatis,

menjadi faktor pembatas dari daya terima/ kualitas terendah dari ikan pari

yang masih diterima. Sedangkan parameter kualitas yang memiliki nilai

tertinggi pada penyimpanan ikan pari dengan teknik slurry ice adalah aspek

kulit dan insang, serta konsistensi daging dan aspek sisi perut ikan.4

Cara pengawetan suhu rendah yang lain adalah dengan

memadukan antara pengawetan suhu rendah dengan pengaturan atmosfer,

salah satunya yaitu MAP. Penelitian yang dilakukan untuk menguji

keefektifan teknik pengemasan antara MAP, VP, dan PVCP, telah

mengarahkan pada suatu hasil dimana pada penyimpanan MAP diketahui

jumlah mikroba yang tumbuh dan mengontaminasi jauh lebih rendah

Page 23: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

dibanding dengan pengemasan yang lainnya. Akan tetapi MAP menaikkan

besar susut produk yang terjadi pada saat pemasakan. Dari ketiga kondisi

pengemasan yang dilakukan, PVCP merupakan teknik pengemasan yang

paling bisa mempertahankan berat atau menekan besarnya susut produk

yang terjadi pada saat pemasakan. Namun, pada pengemasan PVCP

dapat terjadi penurunan rasa atau kehilangan flavor yang lebih besar

daripada yang terjadi pada MAP dan VP. Kebalikannya, udang yang

disimpan secara MAP dan VP memiliki tingkat juicyness yang lebih rendah

dibanding udang dalam penyimpanan PVCP. Namun, secara umum sampel

udang kerang capit merah yang diuji dengan penggunaan ketiga teknik

penyimpanan tersebut, tidak mengalami perubahan sensori yang signifikan.

Sehingga udang yang telah diawetkan dengan teknik pengemasan tersebut

tetap memiliki daya terima yang cukup tinggi di kalangan konsumen.5

2.3.2 Daginga. Chilling

Young and Smith (2004) mengatakan bahwa sebelum

pemotongan, karkas yang diawetkan dengan metode air-chilled akan

mengalami kehilangan berat sebesar 0,68% dari berat setelah

penyembelihan, tetapi tidak akan mengalami kehilangan berat lagi saat

atau setelah pemotongan dilakukan. Di lain sisi, karkas yang diawetkan

menggunakan metode water chilled akan mengalami pertambahan

kelembapan sampai 11,7% dalam penyimpanannya. Namun kemudian,

kelembapan tersebut akan hilang 4,72% dalam 24 jam penyimpanan

pertama, 0,98% pada saat pemotongan, dan 2,10% selama masa

penyimpanan, sehingga menghasilkan 3,9% air yang masih berada atau

terkandung di dalam daging. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Tuncer dan Sireli (2008), dapat disimpulkan bahwa metode air chilling lebih

aman daripada metode water chilling, dalam kaitannya dengan jumlah

mikroorganisme yang dapat mengontaminasi di dalamnya. Dengan

memperhatikan umur simpannya, penyimpanan pada suhu 0°C akan lebih

baik daripada penyimpanan pada suhu 4°C dan 7°C untuk mencegah

terjadinya pembusukan. Zhou et al. (2010) menyatakan bahwa pendinginan

Page 24: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

(chilling) yang cepat juga akan membantu untuk mencegah denaturasi

protein, dimana bakteri akan lebih cepat tumbuh pada medium protein yang

telah terdenaturasi.2

b. Freezing

Dalam pembekuan lambat, pembentukan kristal es yang besar

akan merusak sel dan menyebabkan terjadinya denaturasi protein.

Konsentrasi enzim dan adanya senyawa lain yang terkandung pada daging

akan berpengaruh pada proses denaturasi protein. Jika dilihat secara

umum, besar pengaruh pengawetan yang terjadi pada daging yang telah

dibekukan adalah terbatas. Hal ini dikarenakan reaksi fisika, kimia maupun

biokimia yang terjadi pada jaringan tubuh hewan yang telah disembelih,

tidak sepenuhnya terhenti setelah dilakukan pengawetan dingin.

Pertumbuhan mikroba dapat dihentikan pada suhu -12°C, sedangkan

penghambatan metabolisme selular di jaringan tubuh hewan akan terjadi

pada suhu dibawah -18°C. Perubahan kualitas total pada daging dapat

dicegah pada suhu -55°C. Akan tetapi, reaksi enzimatis, ketengikan karena

oksidasi, dan kristalisasi es yang terjadi akan tetap memacu terjadinya

kebusukan pada daging. Selama dalam penyimpanan beku, sekitar 60%

dari populasi mikroba yang hidup akan mengalami kematian, namun sisa

yang masih dapat bertahan hidup akan dapat meningkat secara berangsur-

angsur.2 Spesies bakteri yang masih dapat bertahan pada produk beku

tergantung pada jumlah populasi awalnya (Gill, 2002).6 Beberapa bakteri

akan mati, tetapi beberapa diantaranya berada dalam fase sublethal

(dimana aktivitas bakteri akan kembali seperti semula jika terjadi proses

thawing), jika penyimpanan dilakukan diatas suhu -10°C (dibawah suhu -

10°C, bakteri sublethal akan mengalami kematian seiring dengan

berjalannya waktu penyimpanan). Oleh karena itu disarankan untuk

menyimpan daging dalam penyimpanan beku pada suhu sekitar -18°C.

Page 25: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

c. Super chilling

Vacinek and Toledo (1973) mengemukakan bahwa tidak akan

terjadi masalah pada kualitas daging, yang disimpan dengan teknik super

chilling dan yang kemudian dijaga suhunya pada suhu sekitar 4°C. Peneliti

lain juga mengatakan bahwa daging ayam yang disimpan pada suhu 1-2°C

(mendekati titik beku), akan mempunyai kualitas yang lebih stabil dan juga

tetap dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Belum ada dokumen yang

menyebutkan secra pasti mengenai titik beku daging unggas, tetapi secara

umum telah disetujui bahwa titik beku daging unggas berada diantara -

1.5°C dan -2°C (James et al., 2007).2

2.4 Jenis Pengawetan Suhu Rendah Terbaik Untuk Ikan dan Daging2.4.1 Ikan

Dari beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengawetan

suhu rendah untuk ikan, terdapat beberapa metode yang paling cocok

sesuai dengan jenis atau bentuk ikan yang akan diawetkan, yaitu:

a. CBC (Combined Blast and Contact) cooling

Teknik pendinginan CBC ini cocok digunakan untuk mengawetkan

daging ikan yang telah difillet. Dengan menerapkan teknik ini, maka fillet

ikan yang dijual akan mempunyai umur simpan yang cukup lama dan

periode atau masa kesegaran yang cukup panjang pula. Sehingga fillet ikan

tersebut akan lebih menarik bagi konsumen karena terlihat lebih segar.

b. Slurry ice

Teknik pengawetan dengan slurry ice ini cocok untuk

dipraktekkan pada ikan pari, ikan sardin, dan udang. Dengan menggunakan

teknik pengawetan ini sebagai metode awal dari proses pengawetan pada

suhu rendah, akan memberi efek yang bagus pada kualitas ikan yang

diawetkan.

c. MAP (Modified – Atmosphere Packaging)

Pengawetan suhu rendah yang diapdukan dengan pengaturan

atmosfer ini merupakan salah satu jenis pengawetan yang

direkomendasikan untuk pengawetan ikan dalam kemasan. Karena dengan

Page 26: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

MAP, kontaminasi mikroba yang dapat terjadi pada ikan bisa lebih dihambat

secara signifikan, dan hasil ikan yang diawetkan juga tetap memiliki kualitas

sensori yang baik.

2.4.2 Daginga. Air –chilling

Metode pendinginan dengan udara ini dinilai cukup baik untuk

tahap pertama dalam proses pengawetan suhu rendah pada daging.

Dengan memakai metode air chilling, pertumbuhan dari mikroba yang

mengontaminasi daging dapat lebih ditekan. Hal penting yang harus

diperhatikan dalam metode penyimpanan ini adalah kontrol suhu yang

sebaiknya berada disekitar 0oC.

b. Quick freezing

Metode pembekuan cepat ini sangat cocok untuk digunakan

pada pengawetan daging. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa proses

pembekuan ini harus dilakukan pada suhu minimal -24°C. Karena selain

menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba dan aktivitas

metabolismenya, proses denaturasi protein juga dapat dicegah.

c. Super chilling

Metode penyimpanan ini cocok untuk digunakan dalam

pengawetan daging unggas. Kelebihan utama yang menjadikannya bagus

unutk digunakan dalam pengawetan daging unggas adalah metode ini

dapat meningkatkan umur simpan daging sampai empat kali lipat dari

asilnya.

Page 27: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan3.1.1 Kontaminasi dan kebusukan yang terjadi pada ikan dan daging

disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu autolisis enzimatik, oksidasi,

dan kontaminasi oleh mikroba.

3.1.2 Pengawetan suhu rendah pada daging dan ikan secara umum

meliputi proses pendinginan dan pembekuan.

3.1.3 Jenis pengawetan suhu rendah untuk ikan, antara lain yaitu: (a)

cooling; (b) freezing; (c) CBC (Combined Blast and Contact) cooling;

(d) Slurry ice; (e) MAP (Modified-Atmosphere Packaging)

3.1.4 Jenis pengawetan suhu rendah untuk daging, antara lain yaitu: (a)

chilling; (b) freezing; (c) super chilling

3.1.5 Setiap jenis pengawetan yang digunakan pada ikan maupun aging

memiliki dampak atau efeknya masing-masing terhadap kualitas

produk yang diawetkan.

3.1.6 Dari beberapa jenis pengawetan suhu rendah yang digunakan pada

ikan dan daging, terdapat beberapa jenis pengawetan yang dapat

digunakan secara spesifik pada jenis ikan atau daging tertentu

karena dinilai mempunyai efek yang lebih signifikan.

3.2 SaranSebelum melakukan pengawetan suhu rendah terhadap ikan

atau daging, akan lebih baik apabila kita telah mengetahui jenis

pengawetan yang spesifik dan cocok untuk digunakan dalam produk yang

akan kita simpan. Dengan demikian, kualitas produk yang disimpan akan

lebih terjaga serta resiko kontaminasi dan kebusukan juga dapat lebih

diminimalisir.

Page 28: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

DAFTAR PUSTAKA

1. A.E. Ghaly, D. Dave, S. Budge and M.S. Brooks. Fish Spoilage

Mechanisms anda Preservation Techniques: Review. American Journal

of Applied Sciences [Internet]. 2010 [cited 2012 June 22]; 7 (7): 859-877.

Available from : http://thescipub.com/pdf/10.3844/ajassp.2010.859.877.

2. D. Dave and A.E. Ghaly. Meat Spoilage Mechanisms and Preservation

Techniques: A Critical Review. American Journal of Agricultural and

Biological Sciences [Internet]. 2011 [cited 2012 June 22]; 6 (4): 486-510.

Available from: http://thescipub.com/pdf/10.3844/ajabssp.2011.486.510.

3. Hélène L. Lauzon, Björn Margeirsson, Kolbrún Sveinsdóttir, María

Guðjónsdóttir, Magnea G. Karlsdóttir and Emilía Martinsdóttir. Overview

on fish quality research - Impact of fish handling, processing, storage

and logistics on fish quality deterioration [Internet]. Matis; 2010 Nov [cited

2012 June 22]. 66p. Report No.: Matís Report 39-10. Available from:

http://www.kaeligatt.is/media/uppsetning/39-10-Overview-fish-quality.pdf.

4. Begoña Múgica, Santiago P. Aubourg, José M. Miranda, and Jorge

Barros-Velázquez. Evaluation of a slurry ice system for the

commercialization of ray (Raja clavata): Effects on spoilage mechanisms

directly affecting quality loss and shelf-life [Internet]. [cited 2012 June 6].

Available from:

http://www.academicjournals.org/ajfs/pdf/pdf2010/Jun/Tortoe.pdf.

5. G. Chen, Y.L. Xiong, B. Kong, M.C. Newman, K.R. Thompson, L.S.

Metts, and C.D. Webster. Microbiological and Physicochemical

Properties of Red Claw Crayfish (Cherax quadricarinatus) Stored in

Different Package Systems at 2oC. Journal of Food Science; 2007; Vol.

72, Nr. 8. doi: 10.1111/j.1750-3841.2007.00482.x

Page 29: PENGAWETAN SUHU RENDAH PADA IKAN DAN DAGING · PDF fileBAB II PEMBAHASAN 2.1 Kontaminasi dan Kebusukan Pada Ikan dan Daging Pasca Mortem Kerusakan atau kebusukan pada produk makanan

6. R.J. Whyte, J.A. Hudson and N.J. Turner. Effect of Low Temperature on

Campylobacter on Poultry Meat [Internet]. New Zealand: Institute of

Environmental Science & Research Limited Christchurch Science

Centre; 2005 Aug [cited 2012 June 22]. Available from:

http://foodsafety.govt.nz/elibrary/industry/Effect_Temperature-

Assessment_Freezing.pdf.