Click here to load reader
Upload
lephuc
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Ilmu Hukum ISSN 2302-0180
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp. 135- 141
135 - Volume 2, No. 1, Agustus 2013
PENGELOLAAN SISTEM JARINGAN DOKUMENTASI DAN
INFORMASI HUKUM PADA BAGIAN HUKUM
SEKRETARIAT DAERAH KOTA BANDA ACEH
Irfan Ishak1, Iskandar A. Gani
2, Mujibussalim
2
1) Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala
2)Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Abstract : Advances in information technology that is a combination of the computer and
communications can provide enormous benefits to the progress of the Indonesian nation, realized
that one of them is the dissemination of legal information, because the public can participate So
also play a role in the formation process of law, abide by and watched, in addition to it is also very
supportive of the tasks in making a decision because the availability of a complete and fast
information. Realizing the importance of the Network Documentation and Information Law
(JDIH) government issued Presidential Decree. 91 Year 1999 on National Legal Systems
Documentation Network. And the City of Banda Aceh have started in 2007, but after more than
five years of existence JDIH Banda Aceh was not considered sitnifikan role. Based on the survey
results revealed that the legal basis for the implementation of the Law Information Network
Documentation (JDIH) up to this time has been very inadequate both in principle and technically,
from 1999 to 2012 there were at least 8 Regulation Legislation that can be used as the legal basis
for the management and development JDIH. JDIH and implementation are still many obstacles
that has not been properly JDIH maxima it is evident from the number of visits and the benefits felt
by the public. It is recommended that JDIH Banda Aceh to improve understanding of the human
resources komprensif studied all legislation relating to JDIH order to better understand the
purpose and role JDIH existence. And to all parts associated with JDIH management would be
able to see the obstacles faced in order to find a way out, so JDIH Banda Aceh was empowered as
opinion networking media, building community participation in the discussion of each of Banda
Aceh Qanun also as a means of dissemination of all forms legal information that can be known
and accessible to the public easily, cheaply and quickly.
Keywords: Documentation, Information Law, Banda Aceh
Abstrak : Kemajuan teknologi informasi yang merupakan perpaduan dari pada komputer dan
komunikasi dapat memberikan manfaat yang sangat besar terhadap kemajuan bangsa Indonesia,
menyadari hal tersebut salah satunya adalah penyebarluasan informasi hukum, karena dengan
bagitu masyarakat dapat turut serta berperan dalam proses pembentukan hukum, mematuhi dan
mengawasi, disamping itu juga sangat mendukung tugas-tugas dalam mengambil keputusan karena
ketersedian informasi yang lengkap dan cepat. Menyadari arti penting dari pada Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) pemerintah menerbitkan KeputusanPresiden No. 91
Tahun 1999 tentangSistemJaringanDokumentasiHukumNasional. Dan Pemerintah Kota Banda
Aceh telah memulainya pada tahun 2007, namun setelah lebih dari lima tahun keberadaan JDIH
Kota Banda Aceh belum dirasa sitnifikan perannya.Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
dasar hukum pelaksanaan Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum (JDIH) sampai dengan saat ini
sudah sangat memadai baik secara prinsip maupun teknis, sejak tahun 1999 sampai dengan 2012
setidaknya terdapat 8 Peraturan Perundang-Undangan yang dapat dijadikan landasan hukum bagi
pengelolaan maupun pengembangan JDIH. Dan dalam implementasinya JDIH masih banyak
terdapat kendala yang menyebabkan belum maksimanya JDIH sebagaimana mestinya hal tersebut
terlihat dari jumlah kunjungan maupun manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Disarankan agar
JDIH Banda Aceh dapat meningkatkan pemahaman SDM dengan dipelajari secara komprensif
seluruh Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan JDIH agar dapat lebih memahami
tujuan keberadaan JDIH serta perannya. Dan kepada seluruh bagian yang terkait dengan
pengelolaan JDIH kiranya dapat melihat kendala-kendala yang dihadapi agar dapat ditemukan
jalan keluarnya, sehingga JDIH Banda Aceh benar diberdayakan sebagai media penjaringan opini,
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Agustus 2013 - 136
membangun partisipasi masyarakat dalam pembahasan setiap Qanun Kota Banda Aceh juga
sebagai sarana sosialisasi segala bentuk informasi hukum agar dapat diketahui dan diakses oleh
masyarakat secara mudah, murah dan cepat.
Kata Kunci : Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum Kota Banda Aceh
PENDAHULUAN
Meningkatnya kesadaran hukum
masyarakat dengan mematuhi dan menjalankan
hukum dengan baik, maka masyarakat semakin
merasakan bahwa hukum adalah suatu
kebutuhan. Begitupun juga kelancaran arus
informasi hukum yang disebarluaskan melalui
saluran komunikasi atau infrastruktur informasi
modern yang pada prinsipnya sangat banyak
membantu dalam pelaksanaan tugas
penyelenggara negara, penegak hukum,
akademisi bahkan bagi masyarakat itu sendiri.
Sesudah adanya komputer, timbul
kecendrungan pada hamper semua Negara di
dunia untuk memuat peraturan perundang-
undangan dalam system teknologi informasi
yang dapat memuat semua peraturan
perundang-undangan dan dokumentasi hokum
lainnya untuk diakses semua orang baik di
dalam maupun luar negeri.
Teknologi informasi pada bidang hukum,
khususnya dalam pelaksanaan dokumentasi dan
penyebarluasan informasi mengenai produk-
produk hukum dan peraturan perundang-
undangan sangat diperlukan bagi pembangunan
dibidang hukum itu sendiri pada khususnya
sebagai bagian dari pembangunan nasional pada
umumnya. Dokumentasi hukum yang tertata
dengan baik dan lengkap serta penyebaran
informasi hukum yang terselenggara dengan
cepat dan akurat sangat penting arti dan
perannya dalam upaya peningkatan pemahaman
terhadap pengetahuan hokum bagi aparat
penegak hukum, aparatur pemerintah dan
segenap lapisan masyarakat.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Dokumentasi Sebagai Sumber Informasi
Penerapan e-Government akan menghasilkan
sejumlah dokumen dalam bentuk elektronik.
Dokumen tersebut dihasilkan melalui proses
elektronik yang melibatkan masyarakat, dunia
usaha, dan lembaga pemerintah. Sistem
Manajemen Dokumen Elektronik (E-Record
Management/ERM) yang baik akan
mendukung :
a. pertukaran informasi yang efektif serta
interoperabilitas yang lebih baik antar
lembaga pemerintah;
b. menyediakan sumber informasi yang
berkualitas dan otentik;
c. prinsip-prinsip administrasi, proteksi
ataupun transparansi informasi;
d. pertukaran, ekstrasi, dan perangkuman
informasi lintas lembaga pemerintah.
(Indarjit, Richardus Eko, 2004 : 122)
Untuk memenuhi persyaratan akuntabilitas dan
melayani kebutuhan internal, maka setiap
lembaga pemerintah harus dapat menyimpan
dokumen yang terkait dengan keputusan dan
transaksi yang dilakukannya. Dokumen perlu
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
137 - Volume 2, No. 1, Agustus 2013
diakui sisi, dikelola, dan disimpan dalam
sebuah sistem yang mampu memelihara
integritas serta keasliannya. Untuk menerapkan
sistem ERM yang baik dibutuhkan pemahaman
yang baik tentang dokumen dan system
informasi yang mendukungnya;
a. Prosedur akuisisi dan penciptaan dokumen
sebagai bagian dari sistem administrasi;
b. Prosedur penyimpanan dokumen
elektronik yang dirancang untuk menjamin
integritas, kualitas dan keamanan
dokumen;
c. Prosedur untuk menjamin kemudahan dan
kelancar-an akses semua dokumen selama
diperlukan;
d. Prosedur untuk evaluasi, audit,
penjadwalan, serta pemusnahan dokumen
sesuai dengan peraturan yang berlaku;
e. Budaya kerja yang berorientasi pada
pemanfaatan teknologi informasi;
f. Ketrampilan dan kompetensi pada bidang
ERM untuk semua pengguna dan
pengelola dokumen.
Sistem pengelolaan dokumen elektronik yang
baik harus memiliki tiga unsure utama, yaitu :
a. Kebijakan, strategi, dan budaya kerja;
b. Prosedur pengelolaan dokumen elektronik
dalam suatu siklus hidup dokumen;
c. Sistem informasi yang mendukung
manajemen dokumen.
Teknologi Informasi Sebagai Alat Kerja
Pemanfaatan sistem informasi dalam
berbagai bidang pekerjaan meningkat secara
signifikansejak era 1980-an, dalam suatu
penelitian dilansir bahwa secara global sekitar
50% modal baru digunakan untuk
pengembangan sistem informasi untuk
menunjang pencapaian tujuan organisasi,
menunjang dan mempermudah aktifitas
pelaksanaan tugas/pekerjaan pada semua
tingkatan organisasi, agar pelaksanan
tugas/pekerjaan dapat dicapai secara maksimal,
efektif, dan efisien.
Sesungguhnya yang dimaksud dengan
system informasi tidak harus melibatkan
komputer. Sistem Informasi yang menggunakan
komputer biasa disebut system informasi
berbasis komputer (Computer-Based
Information Systemsatau CBIS). Dalam
prakteknya, istilah system informasi lebih
sering dipakai tanpa embel-embel berbasis
komputer walaupun dalam kenyataannya
komputer merupakan bagian yang penting.
Yang dimaksudkan dengan system informasi
disini adalah sistem informasi yang berbasis
komputer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
LandasanHukumImplementasiSistem
Jaringan Dokumentasi dan Informasi
Hukum
Momentum orde reformasi sebagai babak
baru penyelengaraan pemerintahan secara
demokratis, dibuktikan melalui amandemen
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indoensia yang banyak membawa perubahan
termasuk sisi pelayanan public sebagaimana
kita ketahui bahwa amandemen UUD 1945
sedikit banyak telah member warna dalam
ketatanegaraan Indonesia, sejumlah peraturan
Perundang-Undangan juga lahir sebagai
konsekuensi daripada amandemen konsitusi,
termasuk di dalamnya Peraturan Perundang-
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Agustus 2103 - 138
Undangan yang dapat dijadikan sebagai
landasan Implementasi Jaringan Dokumentasi
dan Informasi Hukum, di antaranya :
1. Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal28F “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia”.
2. Inpres nomor 6 Tahun 2001 tentang
Kebijakan Pengembangan dan
Pemanfaatan Telematika. Pada intinya
Inpres ini menginstruksikan kepada
seluruh Pejabat Negara Untuk
melaksanakan lebih lanjut pengembangan
dan pendayagunaan Telematika dengan
berpedoman pada kerangka kebijakan
Pengembangan dan Pendayagunaan
telematika. Juga memfasilitasi masyarakat
untuk turut serta dalam pengembangan dan
pendayagunaan telematika.
3. Inpres Nomor 3 Tahun 2003 tentang
Kebijakan Pengembangan e-Government..
Adapun kebijakan yang tersebut dalam
Inpres tersebut adalah Menginstruksikan
kepada seluruh Pejabat Negara untuk
mengimplementasikan e-Government.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Lahirnya Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) merupakan sabuah langkah maju
bagi Bangsa Indonesia dalam
pengembangan cyber law, UU ITE
mengatur beberapa hal yang sangat krusial
dalam memberikan jaminan bagi
pemanfaatan teknologi informasi oleh
pemerintah dalam memberikan layanan
publik, tentu sangat mendukung pula
implementasi JDIH.
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Hadirnya Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik merupakan sebuah
terobosan, karena Undang-undang tersebut
menunjukan keseriusan Pemerintah akan
penyelengaraan pemerintahan berdasarkan
asas-asas pemerintahan yang baik (good
governance).
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik
Kehadiran Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
telah memberikan standar mengenai
bagaimana penyediaan layanan terhadap
masyarakat oleh pemrintah. Undang-
Undang ini juga semakin menguatkan
peran JDIH.
7. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan.
Sebagai Undang-Undang yang disahkan
pada akhir tahun 2009, Undang-undang ini
semakin melengakapi landasan hukum
implementasi JDIH, melalui
UndangUndang ini yang juga mengantikan
UU sebelumnya yaitu Undang-Undang
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
139 - Volume 2, No. 1, Agustus 2013
Nomor 7 Tahun 1971. tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kearsipan. Melalui
Undang-Undang yang baru definisi arsip
sudah diperluas tidak saja dokumen
hardcopy akan tetapi juga dokumen
softcopy.
8. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012
tentang Jaringan Dokumentasi dan
Informasi Hukum Nasional
Disahkannya Peraturan Presiden Nomor
33 Tahun 2012 tentang Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum
Nasional. Pada tanggal 20 Maret 2012 juga
sekaligus mencabut Keputusan Presiden
No. 91 tahun 1999 tentang Sistem Jaringan
Dokumentasi Hukum Nasional. Dalam
Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa
“Jaringan Dokumentasi dan Informasi
Hukum Nasional yang selanjutnya
disingkat JDIHN adalah wadah
pendayagunaan bersama atas dokumen
hokum secara tertib, terpadu, dan
berkesinambungan, serta merupakan
sarana pemberian pelayanan informasi
hokum secara lengkap, akurat, mudah, dan
cepat.”
Kendala dalam pengelolaan Sistem Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum di Bagian
Hukum Sekretariat Daerah Kota Banda Aceh
Sampai dengan Saat ini JDIH Banda
Aceh telah memasuki tahun kelima, namun
harus diakui belum dirasakan manfaat
signifikan dari keberadaan JDIH Kota Banda
Aceh, hal tersebut karena masih terdapat
berbagai kendala yang dihadapai, dari hasil
pengamatan dan wawancara dapat diinventarisir
beberapa kendala maupun permasalahan yang
dihapi oleh Bagian JDIH Kota Banda Aceh,
diantaranya :
1. Tidak adanya standar blue print Sitem
Jaringan Dokumentai dan Informasi
Hukum
Tidak adanya Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang dapat dijadikan
acuan bagi Subbag JDIH menyebabkan
staf JDIH kesulitan dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Sehingga sampai saat ini
pengelolaannya masih sangat tergantung
kepada kemampuan Sumberdaya yang ada.
2. Tidak Optimal dalam Penganggaran
Minimnya alokasi anggaran sering
kali disebutkan sebagai salah satu kendala
dalam berbagai kegiatan pemerintah,
namun sebaliknya ketersediaan angaran
yang cukup juga bukan suatu jaminan
bahwa suatu program kerja dapat
terlaksana dengan baik. Justru tidak sedikit
contoh penyalahgunaan anggaran terhadap
suatu proyek yang anggarannya berlimpah.
Maka mestinya dengan segala keterbatasan
yang ada menuntut aparatur pemerintah
khususnya bagian JDIH agar dapat
mengoptimalkan sumber dana yang
tersedia.
3. Kurangnya Perhatian oleh Pejabat Pemko
Kurangnya perhatian oleh Pjabat
Pemko Banda Aceh sangat dirasakan sejak
dibentuknya JDIH sampai saat ini, hal
tersebut terbukti dalam penganggaran,
dimana bisa dilihat dalam pengajuan
anggaran operasional tahunan, JDIH belum
mendapat perhatian sebagaimana mestinya,
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Agustus 2103 - 140
sehingga apa yang menjadi rencana
pengembangan tidak dapat dilaksanakan
dengan baik dan cepat.
4. Kurangnya Pemahaman dan Kesadaran
Dalam merumuskan tolok ukur
kinerja dan capaian program tidak
dimasukkan mempublikasi rancangan
qanun juga membangun partisipasi
masyarakat melalui komentar ataupun
diskusi yang interaktif. padahal sejak tahun
2011 belanja publikasi Rancangan Qanun
(Raqan) melalui koran senilai 40 juta/1
Raqan sudah tidak ada lagi maka mestinya
harus ditambahkan memasukkan setiap
rancangan qanun kedalam website agar
mendapat masukan dari masyarakat.
5. Tidak Terintegrasi dengan Sosial Media
Tidak diragukan lagi kekuatan social
media dalam membangun partisipasi
publik, sosialisasi, maupun kampanye
bahkan bertransaksi sekalipun. Telah
banyak bukti bagaimana kekuatan social
media dalam hal publikasi, sosialisai,
upaya membangun partisipasi publik,
maupun kampanye.
6. Struktur Birokrasi yang kaku
Karakter birokrasi yang cenderung
kaku menyebabkan kekhawatiran para staf
JDIH dalam merespon setiap permintaan,
misalnya dalam memberikan jawaban atau
komentar dari berbagai pertanyaan
masyrakat yang disampaikan langsung
maupun yang dikirimkan melalui website
JDIH.
7. Minimnya sosialisasi dan publikasi
(internal) dan ekternal tidak pernah ada
Kurangnya sosialisasi JDIH diakui
oleh banyak pihak, baik oleh internal
Pemko Banda Aceh, Dinas-dinas atau
Bandan-badan kelengkapan lainnya,
akademisi maupun masyarakat luas.
Dengan minimnya sosialisai menyebabkan
ketidaktahuan mengenai keberadaan JDIH
maupun manfaat daripada JDIH itu sendiri,
sehingga manfaat daripada JDIH itu
sendiri tidak dirasakan oleh masyarakat
luas.
8. Tidak adanya feedback atas layanan JDIH
Sejak terbentuknya JDIH Kota
Banda Aceh sampai saat ini (Februari
2013) Subbag JDIH belum pernah
mendapat respon balik baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh
masyarakat pada umumnya terhadap
sistem dokumentasi dan informasi hukum
yang telah dikembangkan, sehingga hal-hal
apa saja yang perlu dibenahi juga sulit
untuk diketahui.
9. Perubahan Struktur JDIH
Salah satu Permasalahan mendasar dalam
Organisasi JDIHN adalah seringkali terjadi
perubahan struktur, dimana setiap terjadi
perubahan struktur maka seperti
membangun kembali SDM yang
sebelumnya telah dilatih dengan berbagai
pelatihan ke-dokumentasian dan lebih jauh
lagi tidak menciptakan kaderisasi,
sehingga tidak ada kesinambungan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
141 - Volume 2, No. 1, Agustus 2013
1. Dasar hukum pelaksanaan Jaringan
Dokumentasi Informasi Hukum (JDIH)
sampai dengan saat ini sudah sangat
memadai baik secara prinsip maupun
teknis, sejak tahun 1999 sampai dengan
2012 setidaknya terdapat 8 Peraturan
Perundang-Undangan yang dapat
dijadikan landasan hukum bagi
pengelolaan maupun pengembangan
JDIH.
2. Dalam implementasinya JDIH masih
banyak terdapat kendala yang
menyebabkan belum maksimanya JDIH
sebagaimana mestinya hal tersebut
terlihat dari jumlah kunjungan maupun
manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat. sebagaimana kita ketahui
bahwa akses informasi juga merupakan
bagian daripada hak setiap orang,
apalagi informasi mengenai hukum dan
kebijakan yang memang menginginkan
partisipasi masyarakat luas baik dalam
proses penyusunan maupun
penerapannya.
Saran
1. Untuk meningkatkan pemahaman SDM
Subbag JDIH perlu dipelajari secara
komprensif seluruh Peraturan
Perundang-undangan yang berkaitan
dengan JDIH agar dapat lebih
memahami tujuan keberadaan JDIH
serta perannya, agar bagian JDIH
Pemko Banda Aceh dapat lebih efektif
lagi dalam menjalankan tugasnya.
2. Kepada seluruh bagian yang terkait
dengan pengelolaan JDIH kiranya dapat
melihat kendala-kendala yang dihadapi
agar dapat ditemukan jalan keluarnya,
sehingga dapat tercapai apa yang
menjadi tujuan JDIH. Selain itu JDIH
harus benar-benar diberdayakan sebagai
media penjaringan opini, membangun
partisipasi masyarakat dalam
pembahasan setiap Qanun Kota Banda
Aceh juga sebagai sarana sosialisasi
segala bentuk informasi hukum agar
dapat diketahui dan diakses oleh
masyarakat secara mudah, murah dan
cepat.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Agus, D., 2005. Mewujudkan good governance
melalui pelayanan public. Jakarta: Gadjah
Mada University Press
Indarjit, R.C., 2004. Electronic Government.
Yogyakarta: Penerbit Andi,
Trilestari, E, W., 2004. Keikutsertaan Masyarakat
dalam Membangun Kualitas Pelayanan
Publik. Jurnal Ilmu Administrasi Vol. 1 No. 1.
STIA LAN. Bandung.