5
I-13-1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2007 ISSN : 1411 – 4216 PENGHILANGAN WARNA LIMBAH TEKSTIL DENGAN Marasmius sp. DALAM BIOREAKTOR UNGGUN TETAP TERMODIFIKASI (MODIFIED PACKED BED) Guswandhi 1 , James S.P. Panjaitan 1 , Sri Harjati Suhardi 2 , Wardono Niloperbowo 2 , Tjandra Setiadi 1 1 Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung 2 Pusat Ilmu Hayati, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa 10, Bandung 40132 Telp. (022) 2500989 Email : [email protected] Intisari Industri tekstil merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah yang sulit diatasi karena kandungan pewarna yang dimilikinya. Pada pengolahan limbah tekstil perlu disertakan proses penghilangan warna agar limbah yang sudah diolah tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Penelitian sebelumnya telah mempelajari teknologi penghilangan warna limbah dengan menggunakan jamur lapuk putih (white-rot fungi) dalam bioreaktor dengan sistem unggun tetap termodifikasi dengan hasil penghilangan warna hampir 90%. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kinerja jamur dalam mendegradasi pewarna indigo dan daya tahannya untuk digunakan dalam beberapa siklus. Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi lanjutan yang lebih rinci mengenai potensi penggembangan sistem pengolahan limbah berwarna dengan menggunakan kultur jamur (mycotreatment). Metode yang digunakan adalah pengambilan data primer yang dilakukan melalui penelitian laboratorium. Variabel penelitian adalah waktu imersi limbah di dalam reaktor (15 menit dan 30 menit) dengan selang waktu antar perendaman selama 6 jam. Analisis sampel yang dilakukan adalah pengukuran intensitas warna, penentuan konsentrasi protein, serta analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap kehadiran enzim lakase sebagai salah satu agen pendegradasi zat warna. Penelitian dilakukan dengan menggunakan jamur isolat Indonesia, Marasmius sp., yang ditumbuhkan di media luffa. Limbah yang digunakan dalam penelitian adalah limbah sintetik berupa larutan pewarna indigo dengan konsentrasi 100 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur Marasmius sp. dapat tumbuh dengan baik pada medium luffa yang telah direndam dalam mediumpertumbuhan spesifik, yaitu medium Kirk. Inokulasi Marasmius sp. tanpa penambahan medium Kirk memperlihatkan pertumbuhan miselium yang lambat. Degradasi warna oleh jamur Marasmius sp. pertama kali dilihat dengan membandingkan sampel yang diambil tiap hari. Penghilangan warna signifikan terjadi pada hari keempat untuk setiap siklus. Sampel hari kedelapan menunjukkan secara visual bahwa warna telah terdegradasi dan warna medium kembali ke warna semula, yaitu warna kuning. Analisis warna indigo dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang maksimumnya, yaitu 661 nm. Hasil analisis warna menunjukkan penurunan absorban pada panjang gelombang maksimum (661 nm) dari 1,556 A ke 0,701 A. Uji lakase menunjukkan aktivitas lakase tertinggi sebesar 0,007-0,008 U/mL pada hari ke empat siklus terakhir proses degradasi. Pola produksi enzim dari siklus pertama ke siklus selanjutnya menunjukkan peningkatan aktivitas enzim. Konsentrasi total protein pada medium yang mengandung warna menunjukkan konsentrasi protein tertinggi sebesar 30 mg/ml. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi protein terus meningkat dalam setiap siklus dan mencapi puncak pada siklus ketiga. Waktu imersi yang baik digunakan untuk sistem bioreaktor unggun tetap termodifikasi dengan selang waktu perendaman selama 6 jam adalah selama 15 menit. Sistem ini dapat digunakan untuk mendegradasi warna indigo dengan baik. Enzim lakase merupakan salah satu agen pendegradasi warna yang dihasilkan oleh jamur Marasmius sp. Namun, degradasi warna oleh Marasmius sp. diperkirakan terjadi bukan hanya karena keberadaan enzim lakase. Dengan demikian disimpulkan bahwa degradasi limbah pewarna dengan sistem unggun tetap termodifikasi menggunakan jamur Marasmius sp. menunjukkan hasil yang memuaskan dan mempunyai potensi untuk dikembangkan ke arah skala pilot.

Penghilangan Warna Limbah Tekstil dengan Marasmius sp. dalam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penghilangan Warna Limbah Tekstil dengan Marasmius sp. dalam

I-13-1

PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2007 ISSN : 1411 – 4216

PENGHILANGAN WARNA LIMBAH TEKSTIL DENGAN Marasmius sp. DALAM BIOREAKTOR UNGGUN TETAP TERMODIFIKASI

(MODIFIED PACKED BED)

Guswandhi1, James S.P. Panjaitan1, Sri Harjati Suhardi2, Wardono Niloperbowo2, Tjandra Setiadi1

1Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung 2Pusat Ilmu Hayati, Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesa 10, Bandung 40132 Telp. (022) 2500989

Email : [email protected]

Intisari

Industri tekstil merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah yang sulit diatasi karena kandungan pewarna yang dimilikinya. Pada pengolahan limbah tekstil perlu disertakan proses penghilangan warna agar limbah yang sudah diolah tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Penelitian sebelumnya telah mempelajari teknologi penghilangan warna limbah dengan menggunakan jamur lapuk putih (white-rot fungi) dalam bioreaktor dengan sistem unggun tetap termodifikasi dengan hasil penghilangan warna hampir 90%. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kinerja jamur dalam mendegradasi pewarna indigo dan daya tahannya untuk digunakan dalam beberapa siklus. Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi lanjutan yang lebih rinci mengenai potensi penggembangan sistem pengolahan limbah berwarna dengan menggunakan kultur jamur (mycotreatment). Metode yang digunakan adalah pengambilan data primer yang dilakukan melalui penelitian laboratorium. Variabel penelitian adalah waktu imersi limbah di dalam reaktor (15 menit dan 30 menit) dengan selang waktu antar perendaman selama 6 jam. Analisis sampel yang dilakukan adalah pengukuran intensitas warna, penentuan konsentrasi protein, serta analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap kehadiran enzim lakase sebagai salah satu agen pendegradasi zat warna. Penelitian dilakukan dengan menggunakan jamur isolat Indonesia, Marasmius sp., yang ditumbuhkan di media luffa. Limbah yang digunakan dalam penelitian adalah limbah sintetik berupa larutan pewarna indigo dengan konsentrasi 100 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur Marasmius sp. dapat tumbuh dengan baik pada medium luffa yang telah direndam dalam mediumpertumbuhan spesifik, yaitu medium Kirk. Inokulasi Marasmius sp. tanpa penambahan medium Kirk memperlihatkan pertumbuhan miselium yang lambat. Degradasi warna oleh jamur Marasmius sp. pertama kali dilihat dengan membandingkan sampel yang diambil tiap hari. Penghilangan warna signifikan terjadi pada hari keempat untuk setiap siklus. Sampel hari kedelapan menunjukkan secara visual bahwa warna telah terdegradasi dan warna medium kembali ke warna semula, yaitu warna kuning. Analisis warna indigo dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang maksimumnya, yaitu 661 nm. Hasil analisis warna menunjukkan penurunan absorban pada panjang gelombang maksimum (661 nm) dari 1,556 A ke 0,701 A. Uji lakase menunjukkan aktivitas lakase tertinggi sebesar 0,007-0,008 U/mL pada hari ke empat siklus terakhir proses degradasi. Pola produksi enzim dari siklus pertama ke siklus selanjutnya menunjukkan peningkatan aktivitas enzim. Konsentrasi total protein pada medium yang mengandung warna menunjukkan konsentrasi protein tertinggi sebesar 30 mg/ml. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi protein terus meningkat dalam setiap siklus dan mencapi puncak pada siklus ketiga. Waktu imersi yang baik digunakan untuk sistem bioreaktor unggun tetap termodifikasi dengan selang waktu perendaman selama 6 jam adalah selama 15 menit. Sistem ini dapat digunakan untuk mendegradasi warna indigo dengan baik. Enzim lakase merupakan salah satu agen pendegradasi warna yang dihasilkan oleh jamur Marasmius sp. Namun, degradasi warna oleh Marasmius sp. diperkirakan terjadi bukan hanya karena keberadaan enzim lakase. Dengan demikian disimpulkan bahwa degradasi limbah pewarna dengan sistem unggun tetap termodifikasi menggunakan jamur Marasmius sp. menunjukkan hasil yang memuaskan dan mempunyai potensi untuk dikembangkan ke arah skala pilot.

Page 2: Penghilangan Warna Limbah Tekstil dengan Marasmius sp. dalam

Guswandhi1, James S.P. Panjaitan1, Sri Harjati Suhardi2, Wardono Niloperbowo2, Tjandra Setiadi1

I-13-2

Kata kunci : bioreaktor unggun tetap termodifikasi; lakase; limbah tekstil; Marasmius sp. Pendahuluan

Industri tekstil adalah salah satu industri yang berkembang dengan pesat. Industri tekstil merupakan salah satu industri terpenting dalam suatu negara. Di Indonesia, industri tekstil mengalami perkembangan sebesar 0,85% per tahun. Perkembangan yang terjadi membawa manfaat yang baik bagi kehidupan masyarakat. Namun, seperti halnya perkembangan industri lainnya, perkembangan industri tekstil akan meningkatkan risiko kerusakan lingkungan jika limbah yang dihasilkan tidak diolah dengan baik. Limbah industri pewarna yang dihasilkan di Propinsi Jawa Timur mencapai 7.596.605 m3/bulan. Kebanyakan industri tekstil di Indonesia langsung membuang limbah yang dihasilkan ke perairan tanpa melalui pengolahan yang baik. Beberapa investigasi menunjukkan bahwa limbah industri tekstil yang dibuang ke perairan masih mengandung kandungan zat warna dan COD (Chemical Oxygen Demand) yang tinggi. Kondisi ini terjadi akibat belum berkembangnya teknologi pengolahan limbah yang murah.

Salah satu masalah yang paling mengganggu dari limbah industri tekstil adalah kandungan zat warna. Dalam

industri tekstil, zat warna merupakan salah satu bahan baku utama, Sekitar 10-15% dari zat warna yang sudah digunakan tidak dapat dipakai ulang dan harus dibuang. Zat warna yang dikandung limbah industri tekstil dapat mengganggu kesehatan, misalnya iritasi kulit dan iritasi mata hingga menyebabkan kanker. Selain itu, zat warna juga dapat menyebabkan terjadinya mutagen (Mathur, 2005).

Sebagian besar zat warna yang digunakan dalam pabrik tekstil mengandung senyawa benzen. Limbah yang

mengandung senyawa aromatik memerlukan pengolahan khusus sebelum dibuang. Biaya pengolahan limbah untuk senyawa aromatik relatif mahal. Hal ini menyebabkan industri enggan melakukan pengolahan limbah yang baik dan tepat. Akibat pengolahan yang memadai, limbah industri tekstil akhirnya mengotori perairan sehingga masyakat tidak dapat menggunakan air dari perairan tersebut. Dalam Gambar 1 ditunjukkan salah satu jenis pewarna indigo yang biasa digunakan dalam industri tekstil, yaitu pewarna indigo.

Belakangan ini, proses pengolahan limbah berkembang menuju pengolahan biologis. Pengolahan limbah

dengan bahan kimia mulai ditinggalkan karena biaya yang relatif mahal. Salah satu agen biologis yang sekarang diteliti berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki dalam degradasi zat warna adalah jamur lapuk putih (white rot fungi). Banyak penelitian telah membuktikan bahwa jamur lapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi limbah zat warna lebih baik dibandingkan bakteri. Jamur lapuk putih memiliki kemampuan untuk mendegradasi lignoselulosa, selulosa, dan lignin.

Substrat berupa lignin dapat didegradasi secara tuntas oleh jamur ini. Degradasi lignin dilakukan melalui

aktivitas sekelompok enzim, yaitu lignin peroksidase, mangan peroksidase, enzim penghasil H2O2, dan lakase. Enzim utama yang memulai pemecahan cincin karbon adalah lakase. Enzim lainnya terutama bermanfaat dalam pembuatan dan transfer oksidan. Aktivitas kelompok enzim pendegradasi lignin dapat dilihat dalam Gambar 2.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap kemampuan jamur lapuk putih dalam proses penghilangan warna menunjukkan hasil yang menjanjikan. Beberapa penelitian pengolahan limbah pewarna menghasilkan 90% penghilangan warna dengan biaya operasi relatif kecil. Konfigurasi reaktor yang sekarang sedang dikembangkan adalah reaktor unggun tetap termodifikasi (modified packed bed).

Dalam bioreaktor unggun tetap termodifikasi, limbah yang mengandung zat warna dimasukkan ke dalam bioreaktor dalam jangka waktu perendaman tertentu. Limbah kemudian dikeluarkan dari bioreaktor untuk memberi jamur kesempatan tumbuh dan menghasilkan enzim. Setelah jangka waktu tertentu, limbah kembali dimasukkan ke dalam bioreaktor untuk diolah lebih lanjut.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membandingkan dua waktu imersi limbah di dalam reaktor (15 menit dan 30 menit) dengan selang waktu yang sama antara tiap perendaman (6 jam). Penelitian juga bertujuan untuk melihat kinerja kerja jamur dalam degradasi pewarna indigo. Selain itu, dalam penelitian dipelajari daya tahan jamur dalam degradasi limbah pewarna untuk empat siklus pengolahan limbah. Manfaat dari penelitian ini adalah

Gambar 1.

Page 3: Penghilangan Warna Limbah Tekstil dengan Marasmius sp. dalam

PENGHILANGAN WARNA LIMBAH TEKSTIL DENGAN Marasmius sp. DALAM BIOREAKTOR UNGGUN TETAP TERMODIFIKASI (MODIFIED PACKED BED)

I-13-3

diperolehnya waktu perendaman terbaik bagi proses degradasi warna limbah tekstil dalam bioreaktor unggun tetap termodifikasi.

Gambar 2. Oksidasi zat warna oleh lakase dan mangan peroksidase Metodologi

Penelitian diawali dengan penyiapan biakan jamur dalam cawan Petri berisi medium padat potato dextrose agar (PDA). Biakan kemudian dikultivasi ke spons luffa yang telah direndam dalam medium Kirk. Setelah biakan siap, spons dimasukkan ke dalam bioreaktor pengolahan limbah. Limbah yang digunakan adalah limbah sintetik yang dibuat dari pewarna indigo dengan konsentrasi 100 ppm. Perendaman limbah dilakukan selama 15 menit dan 30 menit dengan selang waktu antar perendaman selama 6 jam. Setelah 8 hari, dilakukan penambahan pewarna dengan konsentrasi yang sama. Penambahan pewarna dilakukan sebanyak 3 kali.

Gambar 3. Diagram dan gambar sistem bioreaktor unggun tetap termodifikasi

untuk pengolahan limbah pewarna Sampel awal diambil sesaat setelah setiap penambahan pewarna. Sampel selanjutnya diambil setiap hari

setelah limbah mengalami 4 kali perendaman. Analisis sampel yang dilakukan adalah analisis intensitas warna, konsentrasi protein, dan aktivitas enzim lakase.

Analisis awal intensitas warna dilakukan dengan menggunakan Spectrofotometer UV-Vis. Pengamatan intensitas warna selanjutnya dilakukan dengan menggunakan Spectrofotometer Spectronic 20 pada panjang gelombang 661 nm. Analisis konsentrasi protein dilakukan dengan menggunakan uji Bradford sesuai prosedur yang dijelaskan Bradford (Bradford, 1976). Sementara itu, aktivitas enzim lakase diuji dengan bantuan reagen ABTS (2,2'-AZINO-bis [3-ethylbenziazoline-6-sulfonic acid]) (Bar, 2001). Hasil Dan Diskusi

Dengan menggunakan metodologi di atas, terjadi penghilangan warna limbah tekstil yang cukup signifikan. Gambar 4 menunjukkan deretan sampel pengolahan limbah tekstil selama delapan hari pada pengolahan indigo dengan sistem waktu imersi 15 menit. Vial paling kiri (bertutup merah) pada Gambar 4 merupakan limbah yang belum mengalami pengolahan dan delapan vial berikutnya adalah sampel yang diambil setiap hari. Secara visual, dapat terlihat terjadinya penghilangan warna indigo (biru) secara signifikan. Pada hari kedelapan, warna sampel menjadi berwarna kuning yang merupakan warna dari medium awal. Penghilangan warna yang cukup memuaskan

Marasmius sp. di spons luffa

Fungi support

tray

Bioreaktor unggun

tetap aliran limbah

: aliran

Tangki limbah

: pompa

Page 4: Penghilangan Warna Limbah Tekstil dengan Marasmius sp. dalam

Guswandhi1, James S.P. Panjaitan1, Sri Harjati Suhardi2, Wardono Niloperbowo2, Tjandra Setiadi1

I-13-4

sudah dapat dicapai pada hari keempat. Kedua variasi yang dilakukan memiliki pola pengurangan warna yang sama. Hasil pengolahan limbah pewarna untuk siklus pertama dapat dilihat dalam Gambar 4.

Gambar 4. Sampel pengolahan limbah tekstil selama delapan hari.

Secara kuantitatif, terjadinya penghilangan warna dapat dilihat pada Gambar 5a dan 5b. Gambar 5a adalah

kurva absorbansi sampel pada panjang gelombang 190-790 A sebelum dilakukan pengolahan sementara Gambar 5b adalah kurva absorbansi sampel pada panjang gelombang 190-790 A pada hari kedelapan sesudah dilakukan pengolahan. Pada sampel yang belum mengalami pengolahan, terlihat adanya satu puncak pada rentang panjang gelombang warna tampak, yaitu pada 661 nm. Puncak ini adalah puncak untuk warna indigo. Pada sampel yang telah diolah delapan hari, terlihat bahwa puncak pada panjang gelombang 661 nm telah tidak ada dan tidak ada lagi puncak gelombang pada panjang gelombang warna tampak. Bila setelah mengalami pengolahan ternyata terdapat puncak pada panjang gelombang lain pada rentang sinar tampak, maka peristiwa yang terjadi hanyalah perubahan struktur indigo menjadi struktur aromatik yang lain. Ketidakadaan puncak pada panjang gelombang sinar tampak menunjukan bahwa rantai aromatik pada pewarna indigo telah sepenuhnya teruraikan. Kedua variasi yang dilakukan memiliki pola pengurangan puncak absorbansi yang sama. Pengurangan puncak absorbansi pada sampel sebelum perlakuan dan sampel akhir pada siklus pertama dapat dilihat dalam Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5. Kurva absorbansi sampel pada panjang gelombang 190-790 Å pada: (a) sampel sebelum diolah, (b) sampel setelah diolah delapan hari. Analisis konsentrasi protein menunjukkan kenaikan jumlah protein setiap penambahan pewarna. Konsentrasi

protein total tertinggi teridentifikasi pada akhir siklus ketiga. Hasil pengujian keseluruhan penelitian penghilangan warna pada pewarna indigo pada panjang gelombang 661 nm memberikan data yang tertera pada Gambar 6. Pada Gambar ini, terlihat bahwa pada siklus pertama, laju pengurangan warna untuk waktu imersi 30 menit lebih cepat dibandingkan laju pengurangan warna untuk waktu imersi 15 menit. Namun demikian, pada siklus kedua, laju pengurangan warna untuk waktu imersi 30 menit mengalami penurunan kecepatan sementara laju pengurangan warna untuk waktu imersi 15 menit tidak banyak berubah. Pada siklus ketiga, laju pengurangan warna untuk waktu imersi 30 menit mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan laju pengurangan ini disebabkan karena pada waktu imersi 30 menit telah terjadi wash out.

Seperti yang telah diketahui, penguraian zat warna terjadi karena adanya berbagai enzim pendegradasi lignin

yang dikeluarkan oleh jamur lapuk putih (Champagne, 2005). Pada penelitian yang telah dilakukan terhadap jamur lapuk putih, diketahui bahwa enzim yang berperan pada sebagian besar penghilangan zat warna adalah enzim lakase (Couto, 2004). Pada pengujian dengan menggunakan ABTS, aktivitas enzim lakase bervariasi dari waktu ke waktu. Aktivitas enzim lakase tertinggi yang tercapai pada proses pengolahan indigo adalah 0,0079 U/mL pada waktu imersi 15 menit dan 0,007 U/mL pada waktu imersi 30 menit. Dari hasil ini, dapat terlihat bahwa sistem imersi 15 menit memberikan waktu yang lebih banyak bagi Marasmius sp. untuk memproduksi enzim. Namun demikian, dari gambar 6, terlihat bahwa perbedaan pengurangan warna untuk waktu imersi 15 dan 30 menit tidak berbeda jauh. Selain itu, terkadang aktivitas enzim sangat rendah hingga terdeteksi setelah waktu yang lama. Namun demikian, penghilangan warna tetap terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan bahwa enzim ligninolitik lain turut berperan dalam penghilangan zat warna.

Page 5: Penghilangan Warna Limbah Tekstil dengan Marasmius sp. dalam

PENGHILANGAN WARNA LIMBAH TEKSTIL DENGAN Marasmius sp. DALAM BIOREAKTOR UNGGUN TETAP TERMODIFIKASI (MODIFIED PACKED BED)

I-13-5

0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.8

0 1 2 3Cycle

Abs

orba

nce

(A)

15' 30'

Gambar 6. Penghilangan zat warna pada tiga siklus

Kesimpulan

Dengan menggunakan sistem bioreaktor unggun tetap termodifikasi dengan jamur lapuk putih dapat dilakukan penghilangan warna limbah tekstil yang efektif dan murah. Waktu imersi harus dipilih sebaik mungkin agar sistem tetap stabil dalam jangka waktu yang lama. Pada hasil penelitian ini, ditunjukkan bahwa waktu imersi 15 menit lebih baik dari waktu imersi 30 menit. Selain itu, terlihat bahwa penghilangan warna oleh Marasmius sp. terjadi bukan hanya karena keberadaan enzim lakase. Daftar Pustaka Bar, M., (2001), “Kinetics and Physico-Chemical Properties Of White-Rot Fungal Laccases”, Department of Microbiology and Biochemistry, University of the Free State, Bloemfontein.

Böhmer, U., Suhardi, S. H. dan Bley, T., (2006), “Decolorizing Reactive Textile Dyes with White-Rot Fungi by Temporary Immersion Cultivation”, Engineering in Life Sciences, Volume 6, Issue 4 , Pages 417 - 420

Bradford, M. M. A, (1976), “Rapid and Sensitive for The Quantitation of Microgram Quantities of Protein Utilizing The Principle of Protein Dye Binding”, Analytical Biochemistry, 72:248-254. 1976

Champagne, P. P., J. A. Ramsay, (2005), “Contribution of manganese peroxidase and laccase to dye decoloration by Trametes versicolor”. Appl Microbiol Biotechnol 69: 276–285.

Mathur, N., P. Bhatnagar, P. Bakre, (2005), “Assessing Mutagenicity of Textile Dyes From Pali (Rajasthan) Using Ames Bioassay”. Applied ecology and environmental research 4(1): 111-118.

Couto, S. R. , M. A. Sanroman, D. Hofer, G. M. Gübitz, (2004), “Production of Laccase by Trametes hirsuta Grown in an Immersion Bioreactor and its Application in the Decolorization of Dyes from a Leather Factory”, Eng. Life Sci., 4, No. 3 (233-237).

end