13
PKMP-1-10-1 PENGOLAHAN AIR BAKU MENJADI AIR MINUM DENGAN TEKNOLOGI MEMBRAN MIKROFILTRASI DAN ULTRAFILTRASI Nila Sari Mahardani, Ferdyan Hijrah Kusuma Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS, Surabaya ABSTRAK Air baku PDAM Surabaya yang berasal dari Kali Surabaya telah tercemar limbah dari kawasan industri Driyorejo (Kali Tengah). Penurunan kualitas air Kali Tengah (anak Kali Surabaya) berpengaruh pada kualitas air PDAM Surabaya sehingga dapat mengancam konsumen PDAM. Hal ini menyebabkan diperlukannya teknologi untuk menghasilkan kualitas air PDAM yang dapat langsung diminum. Teknologi yang digunakan adalah teknologi membran dengan variasi jenis membran Mikrofiltrasi, Ultrafiltrasi dan rangkaian membran Mikrofiltrasi dan Ultrafiltrasi. Jenis membran yang menghasilkan persen rejeksi kontaminan terbaik adalah rangkaian KFS-MF-UF untuk parameter pH, suhu, TDS, TSS, dan E. coli. Sementara untuk parameter warna dan kekeruhan, yang terbaik dihasilkan oleh rangkaian KFS-MF. Pengolahan air dengan teknologi membran telah menghasilkan air olahan dengan kualitas air minum yang disyaratkan KEPMENKES RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 (untuk 7 parameter penting, yaitu pH, suhu, warna, kekeruhan, TSS, TDS, dan kandungan bakteri E. coli), bukan hanya sekedar menghasilkan air bersih, sehingga air olahan teknologi membran dapat dikonsumsi manusia secara aman. Kata kunci: air baku, air minum, teknologi membran, mikrofiltras, ultrafilrasi PENDAHULUAN Kali Surabaya merupakan sumber air baku air minum bagi kota Surabaya. Air minum sangat penting dalam kehidupan manusia. Produsen air bersih yang ada di Surabaya saat ini, PDAM, hanya mampu menghasilkan air bersih tetapi bukan air yang dapat langsung di minum. Hal ini, salah satunya, disebabkan oleh air baku PDAM yang berasal dari Kali Surabaya, telah tercemar limbah dari kawasan industri Driyorejo (Kali Tengah). Sehingga penurunan kualitas air Kali Tengah (anak Kali Surabaya) berpengaruh pada kualitas air PDAM Surabaya sehingga dapat mengancam konsumen PDAM. Dalam proses pengolahan air baku menjadi air minum, diperlukan pengolahan yang memenuhi standar kualitas yang ada, agar produk yang dihasilkan berkualitas tinggi dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Pengolahan air minum yang sudah diterapkan di Indonesia berupa pengolahan konvensional yang terdiri dari Koagulasi-Flokulasi, Sedimentasi dan Filtrasi. Akan tetapi pengolahan konvensional ini memiliki keterbatasan seperti membutuhkan luas lahan besar, operasional dan perawatan yang rumit hingga kualitas air yang masih dibawah standar. Hal ini menimbulkan pemikiran untuk mengembangkan lebih jauh bahkan hingga memodifikasinya dengan teknologi baru. Akhir-akhir ini, salah satu teknologi yang banyak digunakan di negara- negara maju adalah Teknologi Membran. Teknologi ini merupakan teknologi

Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

  • Upload
    farah

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pengolahan air

Citation preview

Page 1: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-1

PENGOLAHAN AIR BAKU MENJADI AIR MINUM DENGAN

TEKNOLOGI MEMBRAN MIKROFILTRASI DAN ULTRAFILTRASI

Nila Sari Mahardani, Ferdyan Hijrah Kusuma

Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS, Surabaya

ABSTRAK

Air baku PDAM Surabaya yang berasal dari Kali Surabaya telah tercemar

limbah dari kawasan industri Driyorejo (Kali Tengah). Penurunan kualitas air

Kali Tengah (anak Kali Surabaya) berpengaruh pada kualitas air PDAM

Surabaya sehingga dapat mengancam konsumen PDAM. Hal ini menyebabkan

diperlukannya teknologi untuk menghasilkan kualitas air PDAM yang dapat

langsung diminum. Teknologi yang digunakan adalah teknologi membran dengan

variasi jenis membran Mikrofiltrasi, Ultrafiltrasi dan rangkaian membran

Mikrofiltrasi dan Ultrafiltrasi. Jenis membran yang menghasilkan persen rejeksi

kontaminan terbaik adalah rangkaian KFS-MF-UF untuk parameter pH, suhu,

TDS, TSS, dan E. coli. Sementara untuk parameter warna dan kekeruhan, yang

terbaik dihasilkan oleh rangkaian KFS-MF. Pengolahan air dengan teknologi

membran telah menghasilkan air olahan dengan kualitas air minum yang

disyaratkan KEPMENKES RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 (untuk 7 parameter

penting, yaitu pH, suhu, warna, kekeruhan, TSS, TDS, dan kandungan bakteri E.

coli), bukan hanya sekedar menghasilkan air bersih, sehingga air olahan

teknologi membran dapat dikonsumsi manusia secara aman.

Kata kunci: air baku, air minum, teknologi membran, mikrofiltras, ultrafilrasi

PENDAHULUAN

Kali Surabaya merupakan sumber air baku air minum bagi kota Surabaya.

Air minum sangat penting dalam kehidupan manusia. Produsen air bersih yang

ada di Surabaya saat ini, PDAM, hanya mampu menghasilkan air bersih tetapi

bukan air yang dapat langsung di minum. Hal ini, salah satunya, disebabkan oleh

air baku PDAM yang berasal dari Kali Surabaya, telah tercemar limbah dari

kawasan industri Driyorejo (Kali Tengah). Sehingga penurunan kualitas air Kali

Tengah (anak Kali Surabaya) berpengaruh pada kualitas air PDAM Surabaya

sehingga dapat mengancam konsumen PDAM.

Dalam proses pengolahan air baku menjadi air minum, diperlukan

pengolahan yang memenuhi standar kualitas yang ada, agar produk yang

dihasilkan berkualitas tinggi dan tidak membahayakan kesehatan manusia.

Pengolahan air minum yang sudah diterapkan di Indonesia berupa pengolahan

konvensional yang terdiri dari Koagulasi-Flokulasi, Sedimentasi dan Filtrasi.

Akan tetapi pengolahan konvensional ini memiliki keterbatasan seperti

membutuhkan luas lahan besar, operasional dan perawatan yang rumit hingga

kualitas air yang masih dibawah standar. Hal ini menimbulkan pemikiran untuk

mengembangkan lebih jauh bahkan hingga memodifikasinya dengan teknologi

baru.

Akhir-akhir ini, salah satu teknologi yang banyak digunakan di negara-

negara maju adalah Teknologi Membran. Teknologi ini merupakan teknologi

Page 2: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-2

bersih yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan dampak yang buruk

bagi lingkungan Teknologi membran ini dapat mengurangi senyawa organik dan

anorganik yang berada dalam air tanpa adanya penggunaan bahan kimia dalam

pengoperasiannya. (Wenten 1999).

Inovasi baru yang akan dilakukan yaitu memodifikasi pengolahan secara

konvensional (Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi) dengan membran Mikrofiltrasi

dan Ultrafiltrasi untuk mendapatkan air dengan kualitas yang jauh lebih baik

bahkan dapat langsung di minum.

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa besarkah efektifitas antara variabel jenis membran yaitu membran

mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi dan gabungan antara membran

ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi?

2. Bagaimanakah korelasi masing-masing parameter air minum dikaitkan

dengan jenis membran yang berbeda yaitu membran mikrofiltrasi, membran

ultrafiltrasi dan gabungan antara membran ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi?

3. Dapatkah menghasilkan air dengan kualitas lebih baik yaitu tidak hanya air

yang bersih melainkan juga air minum yang sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002?

Tujuan yang ingin dicapai melalui Penelitian ini adalah:

1. Menguji efektifitas antara variabel jenis membran yaitu membran

mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi dan gabungan antara membran

ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi.

2. Mengetahui korelasi masing-masing parameter air minum dikaitkan dengan

jenis membran yang berbeda yaitu membran mikrofiltrasi, membran

ultrafiltrasi dan gabungan antara membran ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi .

3. Mendapatkan air dengan kualitas lebih baik yaitu tidak hanya air yang bersih

melainkan juga air minum.

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini dapat menghasilkan air minum

dari teknologi membran yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.

907/ MENKES/SK/VII/2002.

Pengolahan pendahuluan berupa proses koagulasi dan flokulasi secara

umum merupakan suatu proses penambahan bahan kimia pembentuk flok pada air

minum atau air buangan, untuk bergabung dengan padatan koloid yang sulit

mengendap, sehingga dapat dihasilkan flok-flok yang mudah mengendap serta

proses pengendapan secara perlahan dari suspended solid (Reynolds 1996).

Kata membran berasal dari bahasa Latin “Membrana” yang berarti potongan kain.

Saat ini istilah membran didefinisikan sebagai lapisan tipis (film) yang fleksibel,

pembatas antara dua fasa yang bersifat semipermiabel. Membran dapat berupa

padatan atau cairan dan berfungsi sebagai media pemisahan yang selektif

berdasarkan perbedaan koefisien difusifitas, muatan listrik atau perbedaan

kelarutan (Wenten 1999). Secara definitif menurut Wenten (1999), membran

memiliki arti sebagai lapisan tipis yang berada diantara dua fasa dan berfungsi

sebagai pemisah selektif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1

berikut ini.

Page 3: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-3

Gambar 1. Pemisahan Partikel oleh Membran (Wenten 1999).

Pengelompokkan membran dapat dilakukan atas dasar berbagai hal. Atas

dasar material yang digunakan, membran dapat dikelompokkan menjadi membran

polimer, liquid membran, padatan (keramik) dan membran penukar ion (Scott

1995). Berdasarkan konfigurasinya, membran dapat dikelompokkan menjadi

membran lembaran, lilitan spiral (spiral wound), tubular, dan emulsi. Dan

berdasarkan ukuran pori, membran dapat dikelompokkan menjadi mikrofiltrasi,

ultrafiltrasi, dan nanofiltrasi (Wenten 1999).

Membran mikrofiltrasi (MF) mengalami perkembangan yang sangat cepat

pada 40-50 tahun terakhir ini. Membran MF dikomersilkan pertama kali pada

tahun 1927 oleh Sartorius Werke di Jerman. Membran MF dapat dibedakan dari

membran reverse osmosis (RO) dan ultrafiltrasi (UF) berdasarkan partikel yang

dapat dipisahkannya. Membran mikrofiltrasi dapat dibuat dari berbagai macam

material, baik organik maupun anorganik. Membran anorganik banyak digunakan

karena ketahanannya pada suhu tinggi dan zat kimia. Membran MF memiliki

ukuran pori antara 0,05-10 μm dan tebal antara 10-150 μm. Membran Polyolefin

(PE) adalah salah satu kelas terpenting dari material polimer. Beberapa

keuntungan dari membran polyolefine adalah :

Tidak mengeluarkan gas yang berbahaya apabila dibakar Terdiri dari beberapa ukuran diameter pori, dari 0.05 sampai 0.5 μm, yang

dipakai dalam penelitian ini adalah 0,1 μm.

Tidak terdegradasi oleh larutan asam maupun basa.

Membran polyolefine mudah untuk dibersihan dan tidak mudah robek.

Membran ultrafiltrasi (UF) memiliki peranan penting pada pengolahan air,

baik air baku menjadi air minum maupun pengolahan air limbah. Hal ini

disebabkan ukuran pori membran yang sangat kecil untuk bisa menahan

(mereject) partikel-partikel kecil berukuran makromolekul hingga virus sekalipun

dari larutan. Membran ini cocok diterapkan untuk memisahkan senyawa berberat

molekul tinggi dari senyawa berberat molekul rendah atau memisahkan

makromolekul dan koloid dari larutannya. Tekanan kerja yang dibutuhkan relatif

besar yaitu 1-10 bar. Bahan ini terbuat dari selulosa diasetat dan selulosa triasetat.

Peningkatan kandungan acetyl memberikan stabilitas kimia dan rejeksi garam

yang baik, namun akan memberikan penurunan fluks (Nasrul 2002). Gambar 2

memperlihatkan struktur kimia dari selulosa asetat.

Ada beberapa keuntungan selulosa asetat dan derivatnya sebagai material

membran yaitu :

Sifatnya merejeksi fluks dan garam yang tinggi, kombinasi yang jarang ada

pada material membran lainnya.

Relatif mudah untuk manufaktur.

Bahan mentahnya merupakan sumber yang dapat diperbarui (renewable)

Page 4: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-4

Gambar 2. Struktur Kimia Selulosa Asetat (Rautenbach 1989).

Selain memiliki keuntungan, juga ada kerugiannya yaitu :

Memiliki range temperatur yang sempit. Temperatur maksimum adalah 30 oC. Temperatur yang tinggi akan mempercepat degradasi. Yang tidak

menguntungkan dari hal tersebut adalah perolehan fluks (karena temperatur

tinggi menyebabkan difusitas semakin tinggi dan viskositas menjadi lebih

rendah, keduanya menyebabkan fluks lebih banyak) dan sanitasi karena

keadaan ini menghasilkan keadaan istimewa bagi pertumbuhan mikroba.

Memiliki range pH yang cukup pendek. Kebanyakan dibatasi pada pH antara 2-8, kadang-kadang 3-6.

Resistansinya lemah terhadap klorin, pada keadaan kontinu hanya tahan

hingga konsentrasi 1 mg klorin/L. Oksidasi klorin terhadap selulosa asetat

menyebabkan waktu operasi menjadi sangat sebentar.

Selulosa asetat mengalami creep atau fenomena pemadat yang sedikit lebih

besar dibandingkan dengan material lainnya yaitu secara gradual kehilangan

properti membran (khususnya fluks) pada tekanan diatas waktu operasinya.

Selulosa asetat sangat biodegradable yaitu sangat rentan terhadap mikroba

yang terdapat di alam.

Membran ini biasanya terbuat dari polimer dan teknik yang digunakan

dalam pembuatannya adalah teknik inversi fasa. Polimer ruang umum digunakan

antara lain polisulfon, polietersulfon, polivinilidin fluorida, poliakrilonitril,

selulosa asetat, poliamida, polieter keton dan lain sebagainya. Selain polimer

material organik lainnya yang dapat digunakan seperti alumina, zirconia juga

mulai digunakan akhir-akhir ini.

Adapun karakteristik membran MF dan UF terdapat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Karakteristik Membran Mikrofiltrasi dan Ultrafiltrasi.

Membran

Kekuatan

Dorong

Mekanisme

Pemisahan

Struktur

Operasi

(Ukuran Pori)

Range

Operasi

Tipikal (μm)

Deskripsi

Permeat

Konstituen

Yang

Direduksi

MF Perbedaan

Tekanan

hidrostatik

saringan Makropori (> 50 nm)

0,08-2,0 Air +

Senyawa

terlarut

TSS,Kekeruha

n, Protozoa,

Oocysts,

Cysts,

Beberapa Bakteri dan

virus UF Perbedaan

tekanan

hidrostatik

Saringan, difusi

Mikropori (< 2 nm)

0,001-0,01 Air +

molekul

sangat

kecil,

cairan ionik

Molekul-

molekul kecil,

kesadahan dan

virus

Sumber: Wenten (1999)

Page 5: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-5

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini akan dibandingkan efektifitas antara variabel jenis

membran yaitu membran mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi dan gabungan antara

membran ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi. Skema rangkaian alat proses membran

untuk variabel jenis membran mikro filtrasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Digunakan jenis pengolahan pendahuluan yaitu KFS. Sedangkan membran yang

digunakan adalah mikrofiltrasi.

Feeding Tank

Slow Mix dan Sedimentasi

Flash Mix

Speed Controller

Pressure Gauge

Air baku

Wadah Efluen KFS Membran MF

Suction Pump

Valve

Reaktor Membran MF

Air Pump

Wadah

Permeat

Gambar 3. Skema Sistem KFS-Membran MF.

Skema rangkaian alat proses membran untuk variabel jenis membran

ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 4. Digunakan jenis pengolahan

pendahuluan yaitu koagulasi flokulasi (KFS). Sedangkan membran yang

digunakan adalah ultrafiltrasi. Keduanya terpasang pada rangkaian sistem. Proses

awalnya tidak jauh berbeda dengan membran mikrofiltrasi hanya ada perbedaan

dalam jenis penggunaan membrannya.

Page 6: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-6

Feeding Tank

Slow Mix dan Sedimentasi

Kran air

Resirkulasi Retentat

Flash Mixing

pembuangan

Resirkulasi pendingin

Wadah Efluen KFS

By Pass Reaktor

Membran UF

Pressure Gauge

Valve

Air baku

Air buangan

Resirkulasi

Pompa

Wadah

Permeat

Gambar 4. Skema Sistem KFS-Membran UF.

Skema rangkaian alat proses membran untuk variabel jenis membran mikro

filtrasi dan ultra filtrasi dapat dilihat pada Gambar 5. Digunakan jenis pengolahan

pendahuluan yaitu KFS. Sedangkan membran yang digunakan adalah mikrofiltrasi

dan ultra filtrasi. Rangkaian sistem adalah sebagai berikut:

Page 7: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-7

Speed Controller

Feeding Tank Slow Mix dan Sedimentasi

Flash Mix

Membran MF

pembuangan

Resirkulasi pendingin

Wadah Efluen KFS

Suction Pump

Reaktor Membran MF

By Pass

Air Pump

Wadah

Permeat

MF

Reaktor Membran UF

Pressure Gauge

Valve

Air baku

Air buangan

Resirkulasi

Wadah

Permeat

Pompa

Kran air

Gambar 5. Skema Sistem KFS-Membran MF –Membran UF.

Prosedur penelitian yang dilakukan yaitu air baku yang digunakan diambil

dari intake PDAM Ngagel Surabaya. Air baku tersebut dianalisa di laboratorium

untuk mengetahui kualitasnya. Parameter yang dianalisa adalah pH, suhu, warna,

kekeruhan, TSS, TDS, dan E. coli. Kemudian air baku tersebut dimasukkan dalam

feeding tank yang dialirkan menuju wadah flash mix (koagulasi) secara gravitasi

dengan kecepatan pengadukan 60 rpm selama 30 detik. Pada wadah tersebut akan

dibubuhkan koagulan tawas (alum) sesuai dengan dosis optimum yang telah

dihasilkan pada analisa jartest. Dari koagulasi, air mengalir secara gravitasi ke

slow mix (flokulasi) dan secara perlahan-lahan mulai terbentuk flok-flok halus

dengan kecepatan pengadukan 20 rpm selama 5 menit (Jahn, 1979) . Proses ini

berlangsung terus-menerus hingga air mengalir menuju bak sedimentasi. Pada bak

sedimentasi ini, flok-flok berukuran semakin besar sehingga dapat cepat

mengendap. Di sini, air olahan diendapkan selama ± 1 jam lamanya. Supernatan

dari sedimentasi ini akan ditampung pada bak penampung efluen koagulasi-

flokulasi-sedimentasi (KFS).

Selanjutnya, dilakukan proses filtrasi dengan teknologi membran. Untuk

rangkaian KFS-MF, supernatan dialirkan ke reaktor membran MF dengan

menggunakan pompa hisap dengan tekanan sebesar 1,5 bar. Untuk rangkaian

KFS-UF, supernatan dialirkan ke membran UF dengan menggunakan pompa

tekan dengan variasi TMP sebesar 1,6 -3,6 bar. Sedangkan untuk rangkaian KFS-

MF-UF, digunakan pompa hisap dengan tekanan sebesar 1,5 bar untuk

Page 8: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-8

mengalirkan supernatan ke reaktor membran MF, kemudian digunakan pompa

tekan dengan variasi TMP sebesar 1,6 -3,6 bar untuk mengalirkan permeat MF ke

membran UF.

Pompa hisap berfungsi untuk menghisap hasil efluen KFS (supernatan) yang

telah dialirkan ke dalam reaktor membran MF yang kemudian hasilnya (permeat)

akan ditampung dalam ember kecil.Sedangkan pompa tekan berfungsi untuk

mengalirkan efluen KFS (rangkaian KFS-UF) atau permeat MF (rangkaian KFS-

MF-UF) ke dalam reaktor membran UF yang kemudian hasilnya (permeat UF)

akan ditampung dalam wadah kecil. Sistem dirancang sedemikian rupa dengan

resirkulasi sehingga permeat (efluen membran MF/UF/MF dan UF) tertampung

pada wadah tersendiri sedangkan retentat kembali menuju wadah efluen KFS.

Selanjutnya permeat (efluen membran MF, UF, dan MF-UF)yang telah

tertampung diambil sampel ± 130 mL dan dianalisa 7 parameter (pH, suhu, warna,

kekeruhan, TSS, TDS, dan E. coli). Hasil analisa akhir yang berasal dari permeat

MF, UF, dan MF-UF dibandingkan dengan standar kualitas air minum

(Kepmenkes No.907/MENKES/SK/VII/2002) agar dapat diketahui hasilnya

apakah layak disebut sebagai air minum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian, air baku dianalisa untuk mengetahui karakteristiknya.

Parameter yang dianalisa adalah pH, suhu, warna, kekeruhan, TSS, TDS, dan E.

coli. Tabel 2 berikut memperlihatkan karakteristik air baku.

Tabel 2. Hasil Analisa Karakteristik Air Baku

Parameter

Satuan Air Baku KEPMENKES

907/2002 Uji I Uji II Uji III Rata-rata pH - 6,98 7,06 7,2 7,08 6,5-8,5 Suhu air 0

C 28,4 28,8 28,6 28,6

Suhu ruang ± 30C

Suhu ruang 28 28 28 28 Warna Mg/LPtCo 18,27 17,86 18,05 18,06 Maks. 15 Kekeruhan NTU 112 98 117 109 Maks. 5 TSS mg/L 157 148 139 148 Maks. 50 TDS mg/L 283 268 262 271 Maks. 1000 E.coli MPN/100

mL 8

7,08x10

-

- 8 7,08x10

Maks. 0

Dari hasil analisa diatas menunjukkan bahwa kualitas air tidak memenuhi

standar kualitas air minum (Kepmenkes No. 907/MENKES/SK/VII/2002)

terutama untuk parameter warna, kekeruhan, TSS dan E.coli, maka dari itu perlu

dilakukan pengolahan sebelum dikonsumsi.

Kemudian dilakukan pengolahan pendahuluan dengan tujuan untuk

menurunkan kandungan kontaminan yang terkandung dalam air baku sebelum

menuju proses pengolahan lanjut menggunakan teknologi membran. Pengolahan

pendahuluan yang dilakukan menggunakan sistem KFS. Pengolahan pendahuluan

menggunakan KFS ini diawali dengan melakukan analisa jartest yang ditujukan

untuk menentukan dosis optimum dari koagulan.. Koagulan yang digunakan

adalah alum.. Hasil analisa jartest selengkapnya pada Tabel 3 dan Gambar 6.

Page 9: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-9

Gambar 6. Hasil Analisa Jartest.

Tabel 3. Hasil Analisa Jartest

No.

Dosis

Alum

(mg/L)

pH

Suhu

(0C)

Warna

(mg/L

PtCo)

Kekeruhan

(NTU)

1 40 6,75 27,1 4, 00 2,85

2 50 6,71 27,1 2, 75 2,20

3 60 6,65 27,1 2,13 1,05

4 70 6,56 27,2 1,81 0,85

5 80 6,46 27,1 1,34 0,55

6 90 6,51 27,2 1,81 1,05

7 100 6,65 27,1 2,13 1,35

8 110 6,74 27,2 3,38 1,80

4.5

4

3.5

3

2.5

2

1.5

1

0.5

0

GRAFIK ANALISA WARNA HASIL JARTEST

30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

D O S I S K O A G U L A N ( m g / L )

3

2.5

2

1.5

1

0.5

0

GRAFIK ANALISA KEKERUHAN HASIL JAERTEST

30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

D O S I S KO A G U LA N ( mg / L)

Pada gambar di atas terlihat kekeruhan menurun seiring dengan penambahan

koagulan hingga 80 mg/L, hal ini disebabkan penambahan koagulan mempercepat

timbulnya flok. Sedangkan setelah dosis koagulan di atas 80 mg/L, kekeruhannya

meningkat kembali. Hal ini dikarenakan kondisi air sudah jenuh yang

menyebabkan flok terpecah kembali.

Selanjutnya dilakukan pengenceran konsentrasi alum supaya memudahkan

dalam mengatur flow rate pembubuhan. Pengenceran dilakukan sebanyak 5 kali

sehingga konsentrasi alum yang ada menjadi 4000 ppm. Alum dengan konsentrasi

4000 ppm ini kemudian digunakan untuk KFS. Pada sistem pilot plan KFS, air

baku memiliki flow rate 0,75 L/menit dan flow rate alum untuk konsentrasi 4000

ppm sebesar 15 mL/menit.

Perangkat proses KFS dapat di lihat pada Gambar 7. Sedangkan hasil

analisa efluen KFS yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 7. Perangkat Proses KFS.

Page 10: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-10

Tabel 4. Hasil Analisa Efluen dan % Rejeksi KFS

Parameter

Satuan

Air Baku Efluen

KFS

% Rejeksi KEPMENKES

907/2002

pH - 7,08 6,47 - 6,5-8,5 Suhu 0

C 30 27,75 -

Suhu ruang ± 30C

Suhu ruang 29 29 Warna mg/L PtCo 18,06 5,25 70,93 Maks. 15 Kekeruhan NTU 109 6,55 93,99 Maks. 5 TSS mg/L 148 47 68,24 Maks. 50 TDS mg/L 271 170 37,24 Maks. 1000 E.coli MPN/100 mL 7,08x10

8 1550 99,9994 Maks. 0

Pada proses KFS, penambahan koagulan ini dilakukan untuk membantu

pengendapan koloid, koloid merupakan partikel yang tidak dapat mengendap

secara alami karena adanya stabilitas suspensi koloidal. Hidrolisa atom Al dalam

air menurut reaksi sebagai berikut :

Al2(SO4)3 + 6 H2O ↔ 2 Al(OH)3 + 6 H+

+ SO42-

Reaksi diatas menyebabkan pembebasan ion H+

sehingga pH larutan

berkurang. Jika dilihat pada Tabel 3 diatas, dimana pH air baku 7,08 kemudian pH

efluen KFS menjadi 6,47, hal ini sesuai dengan proses hidrolisa atom Al seperti

telah dijelaskan diatas. Selain itu, pH 6,47 untuk efluen KFS ini menunjukkan

bahwa berada pada kondisi rentang pH dimana alum dapat bekerja optimum yaitu

berkisar antara 6-8 (Alaerts dan Santika 1987).

Setelah air baku diolah menggunakan pengolahan pendahuluan, seelanjutnya

dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air baku tersebut menggunakan teknologi

membran, dalam hal ini membran mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Membran

mikrofiltrasi (MF) dan ultrafiltrasi (UF).

Gambar 8. Membran Mikrofiltrasi dan Perangkat Membran Mikrofiltrasi

Gambar 9. Membran Ultrafiltrasi dan Perangkat Membran Ultrafiltrasi

Page 11: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-11

Flu

ks

(L/m

2 .j

am

)

Sebelum digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji kompaksi dan

permeabilitas untuk mengetahui karakteristik membran yang dihasilkan.

Berdasarkan uji kompaksi dan permeabilitas terhadap membran MF dan UF.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa nilai rejeksi

untuk membran MF yang paling tinggi dicapai oleh tekanan hisap pompa sebesar

1,5 bar (Susilowati, 2005). Luas permukaan dari membran adalah 0.0828 m2

sehingga dihasilkan fluks sebesar 105,797 L/m2.jam. Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 10 berikut.

120

100

80

60

40

20

0

0 20 40 60 8 0

W akt u ( me ni t )

Gambar 10. Uji Kompaksi Membran MF dengan Tekanan Hisap Pompa 1,5 bar.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diketahui untuk uji kompaksi ini

digunakan TMP 1,25 bar karena membran UF memiliki range TMP 1-10 bar

sehingga digunakan TMP minimum untuk mendapatkan fluks konstan yang paling

rendah (Arfiantinosa, 2004). Hasil uji kompaksi untuk membran ultrafiltrasi ini

dapat dilihat pada gambar 11 berikut.

102

82

62

42

22

2

0 2 4 6 8 10

W aktu (m e n i t)

Gambar 11. Uji Kompaksi Membran Ultrafiltrasi.

Nilai permeabilitas membran UF adalah 10-50 L/m2.jam.bar (Mulder, 1996).

Dan berdasarkan penelitian sebelumnya untuk TMP 1,6-3,6 nilai permeabilitasnya

antara 13-25 yang menunjukkan bahwa membran yang digunakan merupakan

membran UF. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Nilai Permeabilitas Membran UF

Membran UF No.

TMP (bar)

K

(L/m2.jam.bar)

KFS-1 1,6 14,208 KFS-2 2,0 17,891 KFS-3 2,4 14,683 KFS-4 2,8 21,398 KFS-5 3,2 24,291 KFS-6 3,6 19,638

Sumber : Hasil Penelitian (Dipareza, 2004).

Page 12: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-12

Parameter

Satuan

Air Baku Permeat

MF %

Rejeksi Permeat

UF %

Rejeksi Permeat

MF-UF %

Rejeksi KEPMENKES

No. 907/2002 pH - 7,08 7,81 - 6,40 - 7,68 - 6,5-8,5 Suhu air 0C 30

29 26,5 - 28,60 - 29 -

-

deviasi 3 Suhu ruang 28 - 28 - 28

Warna mg/L PtCo 18,06 0,41 97,73 2,13 88,21 2,12 88,26 15

Kekeruhan NTU 109 0,54 99,5 1,00 99,08 4,76 95,63 5 TSS mg/L 148 ND 100 ND 100 ND 100 50 TDS mg/L 271 150 44,65 77,5 71,4 75,3 72,21 1000

E.coli MPN/100 mL

8 0 100 0 100 0 100 0

Rangkaian proses membran dan perbandingan hasil analisa permeat dapat dilihat

pada Gambar 12 dan Tabel 6.

Gambar 12. Rangkaian Proses Membran dan Perbandingan Air Baku, Efluen KFS, Permeat

MF, UF, dan Gabungan MF-UF

Tabel 6. Hasil Analisa Permeat dan % Rejeksi Membran MF, UF dan MF-UF

7,08x10

KESIMPULAN

Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

yaitu berdasarkan variabel jenis membran yang digunakan dalam penelitian ini,

maka dapat diketahui bahwa jenis membran yang menghasilkan persen rejeksi

kontaminan terbaik adalah rangkaian KFS-MF-UF untuk parameter pH, suhu,

TDS, TSS, dan E. coli. Sementara untuk parameter warna dan kekeruhan, yang

terbaik dihasilkan oleh rangkaian KFS-MF.

Berdasarkan KEPMENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002, maka dapat

diketahui bahwa permeat dari ketiga variasi sistem membran yaitu membran

mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi, dan rangkaian membran mikrofiltrasi dan

ultrafiltrasi, telah memenuhi persyaratan air minum untuk 7 parameter penting,

yaitu pH, suhu, warna, kekeruhan, TSS, TDS, dan kandungan bakteri E.coli.

Pengolahan air dengan teknologi membran telah menghasilkan air olahan

dengan kualitas air minum yang disyaratkan (untuk 7 parameter penting, yaitu pH,

suhu, warna, kekeruhan, TSS, TDS, dan kandungan bakteri E. coli), bukan hanya

sekedar menghasilkan air bersih, sehingga air olahan teknologi membran dapat

dikonsumsi manusia secara aman.

Page 13: Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

PKMP-1-10-13

DAFTAR PUSTAKA Alaerts G, Santika SS. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Arfiantinosa N. 2004. Aplikasi Membran Ultrafiltrasi Untuk Pemurnian Air.

Tugas Akhir. Surabaya: Teknik Lingkungan ITS.

AWWA. 1998. Standard Methods for Examination of Water and Wastewater. 20th

edition. USA

Dipareza A. 2004. Studi Pengaruh Tans Membrane Pressure dan Sistem

Pengaliran Terhadap Fluks Pada Membran Ultrafiltrasi. Tugas Akhir..

Surabaya: Teknik Lingkungan ITS.

Jahn. 1979. Traditional Water Purification in Tropical Developing Countries :

Existing Methods and Potential Application. GTZ. Eschborn

Mulder M. 1996. Basic Principles of Membrane Technology . 2nd

edition. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.

Nasrul. 2002. Kemampuan Membran Selulose Asetat Sebagai Media Filter

Terhadap Penyisihan Kekeruhan dan Escheria Coli Pada Proses Pemurnian

Air. Thesis. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan ITS.

Rautenbach RR, Albrecht. 1989. Membrane Process. Translated by Valerie

Cottrel. John Willey and Sons

Reynold, Richards. 1996. Unit Operations and Process in Environmental

Engineering. 2nd

editon. PWS Publishing Company.

Susilowati. 2005. Studi Pengolahan Lindi LPA Benowo Dengan Menggunakan

Koagulan Biji Kelor (Moringa oleifera) dan Membran Mikrofiltrasi. Tugas

Akhir. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan ITS.

Scott K. 1995. Handbook of Industrial Membrane. 1st

edition. Elsevier Advanced Tecnology.

Wenten IG. 1999. Teknologi Membran Industri. Bandung.