11
PENGOLAHAN LIMBAH Limbah Cair Limbah cair yang dihasilkan oleh unit proses di pabrik keju sebagian besar adalah whey. Whey dengan kata lain adalah serum susu yang komponen utamanya yaitu: Laktosa (4-7%) dan Protein (0.6 - 1%). Limbah cair tersebut akan mengakibatkan pencemaran lingkungan jika langsung dibuang tanpa diproses terlebih dahulu. Oleh karena itu, untuk mencegah pencemaran lingkungan, pabrik keju ini memiliki unit pengolahan limbah cair tersendiri yang disebut unit waste water treatment (WWT). Secara umum, unit WWT terdiri atas: bak penampung whey, bak ekualisasi, bak anaerobik, bak lumpur aktif, bak sedimentasi, bak koagulasi, bak flokulasi. Diagram alir proses pengolahan limbah cair disajikan dalam Gambar 4.1 1. Bak Penampung Whey Bak penampung ini digunakan untuk menampung setiap limbah yang dihasilkan dari unit proses, limbah whey yang ditampung dalam bak ini berkapasitas 27 ton per batch. Dalam bak penampung ini belum dilakukan proses apapun terhadap limbah whey karena sifat dari bak ini adalah penampung sementara yang dalam sekian detik limbah whey yang telah mencapai level tingginya di dalam bak maka limbah tersebut mengalir ke dalam bak ekualisasi.

Pengolahan Limbah Pabrik Keju

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengolahan Limbah Pabrik Keju

PENGOLAHAN LIMBAH

Limbah Cair Limbah cair yang dihasilkan oleh unit proses di pabrik keju sebagian besar

adalah whey. Whey dengan kata lain adalah serum susu yang komponen utamanya yaitu:

Laktosa (4-7%) dan Protein (0.6 - 1%). Limbah cair tersebut akan mengakibatkan

pencemaran lingkungan jika langsung dibuang tanpa diproses terlebih dahulu. Oleh karena

itu, untuk mencegah pencemaran lingkungan, pabrik keju ini memiliki unit pengolahan

limbah cair tersendiri yang disebut unit waste water treatment (WWT). Secara umum, unit

WWT terdiri atas: bak penampung whey, bak ekualisasi, bak anaerobik, bak lumpur aktif, bak

sedimentasi, bak koagulasi, bak flokulasi. Diagram alir proses pengolahan limbah cair

disajikan dalam Gambar 4.1

1. Bak Penampung Whey

Bak penampung ini digunakan untuk menampung setiap limbah yang dihasilkan dari

unit proses, limbah whey yang ditampung dalam bak ini berkapasitas 27 ton per batch. Dalam

bak penampung ini belum dilakukan proses apapun terhadap limbah whey karena sifat dari

bak ini adalah penampung sementara yang dalam sekian detik limbah whey yang telah

mencapai level tingginya di dalam bak maka limbah tersebut mengalir ke dalam bak

ekualisasi.

Gambar 4.1.1 Bak Penampung Whey

Page 2: Pengolahan Limbah Pabrik Keju

2. Bak Ekualisasi

Bak ekualisasi berguna untuk meratakan fluktuasi debit harian, terutama pada saat

proses pembuatan curd berlangsung yang secara bersamaan limbah whey dihasilkan,

sehingga dengan stabilnya debit yang masuk maka limbah whey dapat dipompa secara

seragam dan kontinyu ke bak anaerobik.

Gambar 4.1.2 Bak Ekualisasi

3. Bak Anaerobik

Proses fermentasi anaerob pada dasarnya adalah proses yang mengubah senyawa

organik menjadi metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) tanpa kehadiran oksigen (O2).

Dekomposisi senyawa organik melalui proses anaerob ini terjadi melalui tiga tahapan proses,

yaitu tahap reaksi hidrolisis, tahap reaksi pembentukan asam, dan tahap reaksi pembentukan

metana. Reaksi hidrolisis merupakan proses pelarutan senyawa organik yang mulanya tidak

larut dan proses penguraian seenyawa tersebut menjadi senyawa dengan berat molekul yang

cukup kecil untuk dapat melewati membram sel. Reaksi ini dikatalis oleh enzim yang

dikeluarkan oleh bakteri anaerob. Zat-zat organik seperti polisakarida, lemak, dan protein,

dihidrolisa menjadi gula dan asam-asam amino. Proses pembentukan asam melibatkan dua

golongan besar bakteri, yaitu bakteri asidogenik dan bakteri asetogenik. Bakteri asidogenik

Page 3: Pengolahan Limbah Pabrik Keju

pada mulanya memfermentasikan hasil hidrolisa menjadi asam-asam lemak volatil berantai

pendek seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, H2, CO2, asam laktat, asam valerat,

etanol, amonia, dan sulfida. Konsentrasi H2 memegang peranan penting dalam mengontrol

proporsi berbagai produk bakteri asidogenik. Asam propionat dan asam-asam lemak lainnya

yang dihasilkan oleh bakteri asidogenik dikonversi oleh bakteri asetogenik menjadi asam

asetat, H2, dan CO2.

Pada proses pembentukan metana, gas metana yang dihasilkan terutama berasal dari

asam asetat, tetapi ada juga gas metana yang terbentuk dari hidrogen dan karbon dioksida.

Ada dua kelompok bakteri yang berperan, yaitu bakteri metana asetoklasik dan bakteri

metana pengkonsumsi hidrogen. Bakteri metana asetoklasik mengubah asam asetat menjadi

karbon dioksida dan metana. Bakteri ini mampu mengontrol nilai pH proses fermentasi

dengan jalan mengkonsumsi asam asetat dan membentuk CO2. Bakteri pengkonsumsi

hidrogen mengubah hidrogen bersama-sama dengan karbon dioksida menjadi metana dan air.

Sisa hidrogen yang tertinggal mengatur laju produksi asam total dan campuran asam yang

diproduksi oleh bakteri pembentuk asam. Hidrogen juga mengendalikan laju konversi asam

propionat dan asam butirat menjadi asam asetat. Pelaksanaan tahapan proses yang terlibat

dalam proses anaerob melibatkan bakteri yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Bakteri hidrolitik memiliki populasi sebesar 108-109 bakteri untuk setiap mililiter lumpur

buangan mesofilik atau 1010-1011 bakteri untuk setiap gram padatan volatil yang diperoleh.

Contoh bakteri hidrolitik antara lain adalah Bacteroides, Clostridia, Bifidobacteria, bakteri

fakultatif Steptococci dan Enterobacteriaceae, serta beberapa bakteri gram positif dan gram

negatif. Bakteri asidogenik termasuk bakteri yang dapat tumbuh dengan cepat (waktu

penggandaan sekitar 30 menit), yang memfermentasikan glukosa menjadi campuran asan-

asam volatil.

Anaerob Baffled Reactor

Reaktor jenis ini dikembangkan oleh Bachman dan Mc Carty di Stanford University

tahun 1982, berbentuk tangki persegi panjang, dibagi 4 kompartemen berukuran sama.

Masing-masing kompartemen dipisahkan dinding dari arah atap dan dasar tangki, zat cair

dialirkan menuju ke atas lalu ke bawah antar dinding dan menuju ke atas lagi melalui sludge

anaerobik blanket hingga melewati kompartemen ke 4. Dalam reaktor ini terjadi kontak

antara air limbah dengan biomassa aktif, dimana direncanakan dengan reaktor ini biomassa

akan tertahan sebanyak mungkin. Berdasarkan hasil penelitian Bachman et al (1982), reaktor

jenis ini mampu menyisihkan COD hingga 80%. Uji yang sama telah dilakukan dengan air

Page 4: Pengolahan Limbah Pabrik Keju

buangan yang diencerkan (0,48 gr/l COD) dan unjuk kerja yang sama diperoleh pada suhu

25oC.(Chariton,AP & Whono,H.2000)

Penelitian yang dilakukan oleh Chariton AP dan Wahono, H (2000) menunjukan

bahwa penggunaan Reaktor Aliran Horisontal Buffled Reaktor (AHBR) mampu menerima

beban organik hingga 8,0 kg COD/m3 hari, dan produksi biogas tertinggi dihasilkan pada

beban organik 5,3 kg COD/m3 hari. Yuliati, S dan Sarwoko Mangkudiharjo (2001)

mengemukan hasil penelitiannya bahwa menggunakan reaktor AHBR dengan komposisi

nutrien (COD : N : P = 8738 mg/l : 23,77 mg / l : 1,92 mg/l atau 300 : 0,8 : 0,06)

menunjukkan efisiensi penurunan COD air limbah tempe sebesar 81,92 %. Pengolahan air

limbah yang dilakukan dengan menggunakan proses anaerobik dengan bentuk reaktor

bersekat (anaerobik baffled reaktor), mempunyai keuntungan karena cocok untuk daerah

tropis (mikroorganisme mesofilik), sedangkan bentuk reaktor memberikan keuntunngan

karena memberi kontak yang lebih baik antar lumpur aktif yang ada dengan air limbah

(upflow dan down flow).

Sumber : (http://eprints.undip.ac.id/17365/1/Elly_Yuniarti_Sani.pdf.)

Gambar 4.1.3 Bak Anaerobik jenis Baffle Reaktor

4. Bak Lumpur Aktif

Pengolahan limbah dengan aerobic activated sludge (lumpur aktif) merupakan proses

biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang

terkandung dalam limbah whey secara aerobik. Kualitas effluent tergantung pada karakter

mikroorganisme pembentuk lumpur aktif, antara lain sifat pengendapannya dan kondisi bak

sedimentasi (William, 1999). Dalam pengolahan limbah whey ini, desain reaktor lumpur aktif

sederhana dan efisiensi pengolahannya cukup tinggi karena kandungan organik pada whey

masih berada dalam rentang yang sesuai.

Page 5: Pengolahan Limbah Pabrik Keju

Gambar 4.1.4 Sistem Lumpur Aktif

5. Sedimentasi

Unit sedimentasi berfungsi untuk menurunkan materi padatan dalam limbah whey

dengan cara pengendapan. Pengendapan dapat terjadi karena berat jenis materi dari whey > 1

sehingga mudah untuk mengendap secara gravitasi. Prinsip dasar sedimentasi adalah proses

pemisahan padatan dengan air, syaratnya partikel padatan memiliki berat yang cukup dan

kecepatan jatuhnya partikel padatan masih lebih besar daripada kecepatan aliran yang

berbeda arah.

Mekanisme sedimentasi adalah sebagai berikut:

a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.

b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin

besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.

c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam bak

harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan Reynold (NRe) dan bilangan

Froud (NFr).

d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu

pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall / perforated baffle untuk meratakan aliran ke

bak pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung menerima

air dari outlet bak flokulator.

Page 6: Pengolahan Limbah Pabrik Keju

e. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak mengganggu flok yang

telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir) dengan tinggi air di atas weir yang cukup

tipis (1,5 cm).

Bentuk bak sedimentasi yang digunakan pada pengolahan limbah whey adalah segi empat

(rectangular). Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet, sementara

partikel mengendap ke bawah (Gambar 4.1.5).

Gambar 4.1.5 Bak Sedimentasi

Bentuk bak sedimentasi yang digunakan pada pengolahan limbah whey adalah lingkaran

(circular) – center feed. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian

tengah bak, kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak,

sementara partikel mengendap ke bawah (Gambar 4.1.5). Secara tipikal bak persegi

mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 sampai 3 : 1.

Gambar 4.1.5 Bak Sedimentasi

6. Bak Koagulasi

Pada unit ini partikel-partikel koloid whey akan digumpalkan sehingga membentuk partikel

endapan. Koagulasi adalah suatu proses untuk menggumpalkan partikel-partikel koloid

Page 7: Pengolahan Limbah Pabrik Keju

menjadi partikel-partikel kecil dengan bantuan penambahan bahan kimia. Bahan kimia yang

ditambahkan disebut sebagai koagulan. Koagulan memiliki muatan listrik yang berlawanan

dengan muatan listrik partikel koloid. Penambahan koagulan yang memiliki muatan

berlawanan akan mengganggu kestabilan lapisan-lapisan luar partikel koloid. Gaya tolak

akan diperkecil sehingga gaya tarik akan bebas bekerja. Akibatnya, sesama partikel koloid

dapat saling mendekat dan menggumpal.

7. Bak Flokulasi

Unit flokulasi dan koagulasi merupakan tahapan yang saling terkait, setelah proses koagulasi

maka dilanjutkan dengan proses flokulasi. Flokulasi adalah proses pengadukan lambat agar

campuran koagulan dan air baku yang telah merata membentuk gumpalan atau flok dan dapat

mengendap dengan cepat.

Tujuan utama flokulasi adalah membawa partikel ke dalam hubungan sehingga partikel-

partikel tersebut saling bertabrakan, kemudian melekat, dan tumbuh mejadi ukuran yang siap

turun mengendap. Pengadukan lambat sangat diperlukan untuk membawa flok dan

menyimpannya pada bak flokulasi.

8. Bak Filtrasi

Setelah melalui tahap koagulasi dan flokulasi, maka bagian yang tidak terendapkan atau

lapisan air limbah (whey) yang sudah memenuhi baku mutu akan mengalir ke dalam bak

filtrasi dimana partikel-partikel kecil tidak akan lolos melalui bak filtrasi ini, jadi hanya air

jernih saja yang mengalir ke bak selanjutnya.

Gambar 4.1.6 Bak Filtrasi

Page 8: Pengolahan Limbah Pabrik Keju

9. Bak Stabilisator

Di dalam bak stabilisator ini air limbah yang sudah memenuhi baku mutu akan distabilkan

kembali debitnya sebelum dibuang ke Sungai Cikapundung. Dengan kata lain air limbah

tersebut akan dihimpun di dalam bak ini, kemudian setelah mencapai ketinggian tertentu

maka akan dialirkan ke Sungai Cikapundung. Tujuan bak ini diletakkan sebelum akhir

pembuangan supaya tidak terjadi kekosongan yang terlalu cepat atau terlalu lama saat

pembuangan ke Sungai Cikapundung.