Upload
sondang-purnama-wm-sinaga
View
632
Download
65
Embed Size (px)
Citation preview
PENGOLAHAN LIMBAH
Limbah Cair Limbah cair yang dihasilkan oleh unit proses di pabrik keju sebagian besar
adalah whey. Whey dengan kata lain adalah serum susu yang komponen utamanya yaitu:
Laktosa (4-7%) dan Protein (0.6 - 1%). Limbah cair tersebut akan mengakibatkan
pencemaran lingkungan jika langsung dibuang tanpa diproses terlebih dahulu. Oleh karena
itu, untuk mencegah pencemaran lingkungan, pabrik keju ini memiliki unit pengolahan
limbah cair tersendiri yang disebut unit waste water treatment (WWT). Secara umum, unit
WWT terdiri atas: bak penampung whey, bak ekualisasi, bak anaerobik, bak lumpur aktif, bak
sedimentasi, bak koagulasi, bak flokulasi. Diagram alir proses pengolahan limbah cair
disajikan dalam Gambar 4.1
1. Bak Penampung Whey
Bak penampung ini digunakan untuk menampung setiap limbah yang dihasilkan dari
unit proses, limbah whey yang ditampung dalam bak ini berkapasitas 27 ton per batch. Dalam
bak penampung ini belum dilakukan proses apapun terhadap limbah whey karena sifat dari
bak ini adalah penampung sementara yang dalam sekian detik limbah whey yang telah
mencapai level tingginya di dalam bak maka limbah tersebut mengalir ke dalam bak
ekualisasi.
Gambar 4.1.1 Bak Penampung Whey
2. Bak Ekualisasi
Bak ekualisasi berguna untuk meratakan fluktuasi debit harian, terutama pada saat
proses pembuatan curd berlangsung yang secara bersamaan limbah whey dihasilkan,
sehingga dengan stabilnya debit yang masuk maka limbah whey dapat dipompa secara
seragam dan kontinyu ke bak anaerobik.
Gambar 4.1.2 Bak Ekualisasi
3. Bak Anaerobik
Proses fermentasi anaerob pada dasarnya adalah proses yang mengubah senyawa
organik menjadi metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) tanpa kehadiran oksigen (O2).
Dekomposisi senyawa organik melalui proses anaerob ini terjadi melalui tiga tahapan proses,
yaitu tahap reaksi hidrolisis, tahap reaksi pembentukan asam, dan tahap reaksi pembentukan
metana. Reaksi hidrolisis merupakan proses pelarutan senyawa organik yang mulanya tidak
larut dan proses penguraian seenyawa tersebut menjadi senyawa dengan berat molekul yang
cukup kecil untuk dapat melewati membram sel. Reaksi ini dikatalis oleh enzim yang
dikeluarkan oleh bakteri anaerob. Zat-zat organik seperti polisakarida, lemak, dan protein,
dihidrolisa menjadi gula dan asam-asam amino. Proses pembentukan asam melibatkan dua
golongan besar bakteri, yaitu bakteri asidogenik dan bakteri asetogenik. Bakteri asidogenik
pada mulanya memfermentasikan hasil hidrolisa menjadi asam-asam lemak volatil berantai
pendek seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, H2, CO2, asam laktat, asam valerat,
etanol, amonia, dan sulfida. Konsentrasi H2 memegang peranan penting dalam mengontrol
proporsi berbagai produk bakteri asidogenik. Asam propionat dan asam-asam lemak lainnya
yang dihasilkan oleh bakteri asidogenik dikonversi oleh bakteri asetogenik menjadi asam
asetat, H2, dan CO2.
Pada proses pembentukan metana, gas metana yang dihasilkan terutama berasal dari
asam asetat, tetapi ada juga gas metana yang terbentuk dari hidrogen dan karbon dioksida.
Ada dua kelompok bakteri yang berperan, yaitu bakteri metana asetoklasik dan bakteri
metana pengkonsumsi hidrogen. Bakteri metana asetoklasik mengubah asam asetat menjadi
karbon dioksida dan metana. Bakteri ini mampu mengontrol nilai pH proses fermentasi
dengan jalan mengkonsumsi asam asetat dan membentuk CO2. Bakteri pengkonsumsi
hidrogen mengubah hidrogen bersama-sama dengan karbon dioksida menjadi metana dan air.
Sisa hidrogen yang tertinggal mengatur laju produksi asam total dan campuran asam yang
diproduksi oleh bakteri pembentuk asam. Hidrogen juga mengendalikan laju konversi asam
propionat dan asam butirat menjadi asam asetat. Pelaksanaan tahapan proses yang terlibat
dalam proses anaerob melibatkan bakteri yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Bakteri hidrolitik memiliki populasi sebesar 108-109 bakteri untuk setiap mililiter lumpur
buangan mesofilik atau 1010-1011 bakteri untuk setiap gram padatan volatil yang diperoleh.
Contoh bakteri hidrolitik antara lain adalah Bacteroides, Clostridia, Bifidobacteria, bakteri
fakultatif Steptococci dan Enterobacteriaceae, serta beberapa bakteri gram positif dan gram
negatif. Bakteri asidogenik termasuk bakteri yang dapat tumbuh dengan cepat (waktu
penggandaan sekitar 30 menit), yang memfermentasikan glukosa menjadi campuran asan-
asam volatil.
Anaerob Baffled Reactor
Reaktor jenis ini dikembangkan oleh Bachman dan Mc Carty di Stanford University
tahun 1982, berbentuk tangki persegi panjang, dibagi 4 kompartemen berukuran sama.
Masing-masing kompartemen dipisahkan dinding dari arah atap dan dasar tangki, zat cair
dialirkan menuju ke atas lalu ke bawah antar dinding dan menuju ke atas lagi melalui sludge
anaerobik blanket hingga melewati kompartemen ke 4. Dalam reaktor ini terjadi kontak
antara air limbah dengan biomassa aktif, dimana direncanakan dengan reaktor ini biomassa
akan tertahan sebanyak mungkin. Berdasarkan hasil penelitian Bachman et al (1982), reaktor
jenis ini mampu menyisihkan COD hingga 80%. Uji yang sama telah dilakukan dengan air
buangan yang diencerkan (0,48 gr/l COD) dan unjuk kerja yang sama diperoleh pada suhu
25oC.(Chariton,AP & Whono,H.2000)
Penelitian yang dilakukan oleh Chariton AP dan Wahono, H (2000) menunjukan
bahwa penggunaan Reaktor Aliran Horisontal Buffled Reaktor (AHBR) mampu menerima
beban organik hingga 8,0 kg COD/m3 hari, dan produksi biogas tertinggi dihasilkan pada
beban organik 5,3 kg COD/m3 hari. Yuliati, S dan Sarwoko Mangkudiharjo (2001)
mengemukan hasil penelitiannya bahwa menggunakan reaktor AHBR dengan komposisi
nutrien (COD : N : P = 8738 mg/l : 23,77 mg / l : 1,92 mg/l atau 300 : 0,8 : 0,06)
menunjukkan efisiensi penurunan COD air limbah tempe sebesar 81,92 %. Pengolahan air
limbah yang dilakukan dengan menggunakan proses anaerobik dengan bentuk reaktor
bersekat (anaerobik baffled reaktor), mempunyai keuntungan karena cocok untuk daerah
tropis (mikroorganisme mesofilik), sedangkan bentuk reaktor memberikan keuntunngan
karena memberi kontak yang lebih baik antar lumpur aktif yang ada dengan air limbah
(upflow dan down flow).
Sumber : (http://eprints.undip.ac.id/17365/1/Elly_Yuniarti_Sani.pdf.)
Gambar 4.1.3 Bak Anaerobik jenis Baffle Reaktor
4. Bak Lumpur Aktif
Pengolahan limbah dengan aerobic activated sludge (lumpur aktif) merupakan proses
biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang
terkandung dalam limbah whey secara aerobik. Kualitas effluent tergantung pada karakter
mikroorganisme pembentuk lumpur aktif, antara lain sifat pengendapannya dan kondisi bak
sedimentasi (William, 1999). Dalam pengolahan limbah whey ini, desain reaktor lumpur aktif
sederhana dan efisiensi pengolahannya cukup tinggi karena kandungan organik pada whey
masih berada dalam rentang yang sesuai.
Gambar 4.1.4 Sistem Lumpur Aktif
5. Sedimentasi
Unit sedimentasi berfungsi untuk menurunkan materi padatan dalam limbah whey
dengan cara pengendapan. Pengendapan dapat terjadi karena berat jenis materi dari whey > 1
sehingga mudah untuk mengendap secara gravitasi. Prinsip dasar sedimentasi adalah proses
pemisahan padatan dengan air, syaratnya partikel padatan memiliki berat yang cukup dan
kecepatan jatuhnya partikel padatan masih lebih besar daripada kecepatan aliran yang
berbeda arah.
Mekanisme sedimentasi adalah sebagai berikut:
a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.
b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin
besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.
c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam bak
harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan Reynold (NRe) dan bilangan
Froud (NFr).
d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall / perforated baffle untuk meratakan aliran ke
bak pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung menerima
air dari outlet bak flokulator.
e. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak mengganggu flok yang
telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir) dengan tinggi air di atas weir yang cukup
tipis (1,5 cm).
Bentuk bak sedimentasi yang digunakan pada pengolahan limbah whey adalah segi empat
(rectangular). Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet, sementara
partikel mengendap ke bawah (Gambar 4.1.5).
Gambar 4.1.5 Bak Sedimentasi
Bentuk bak sedimentasi yang digunakan pada pengolahan limbah whey adalah lingkaran
(circular) – center feed. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian
tengah bak, kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak,
sementara partikel mengendap ke bawah (Gambar 4.1.5). Secara tipikal bak persegi
mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 sampai 3 : 1.
Gambar 4.1.5 Bak Sedimentasi
6. Bak Koagulasi
Pada unit ini partikel-partikel koloid whey akan digumpalkan sehingga membentuk partikel
endapan. Koagulasi adalah suatu proses untuk menggumpalkan partikel-partikel koloid
menjadi partikel-partikel kecil dengan bantuan penambahan bahan kimia. Bahan kimia yang
ditambahkan disebut sebagai koagulan. Koagulan memiliki muatan listrik yang berlawanan
dengan muatan listrik partikel koloid. Penambahan koagulan yang memiliki muatan
berlawanan akan mengganggu kestabilan lapisan-lapisan luar partikel koloid. Gaya tolak
akan diperkecil sehingga gaya tarik akan bebas bekerja. Akibatnya, sesama partikel koloid
dapat saling mendekat dan menggumpal.
7. Bak Flokulasi
Unit flokulasi dan koagulasi merupakan tahapan yang saling terkait, setelah proses koagulasi
maka dilanjutkan dengan proses flokulasi. Flokulasi adalah proses pengadukan lambat agar
campuran koagulan dan air baku yang telah merata membentuk gumpalan atau flok dan dapat
mengendap dengan cepat.
Tujuan utama flokulasi adalah membawa partikel ke dalam hubungan sehingga partikel-
partikel tersebut saling bertabrakan, kemudian melekat, dan tumbuh mejadi ukuran yang siap
turun mengendap. Pengadukan lambat sangat diperlukan untuk membawa flok dan
menyimpannya pada bak flokulasi.
8. Bak Filtrasi
Setelah melalui tahap koagulasi dan flokulasi, maka bagian yang tidak terendapkan atau
lapisan air limbah (whey) yang sudah memenuhi baku mutu akan mengalir ke dalam bak
filtrasi dimana partikel-partikel kecil tidak akan lolos melalui bak filtrasi ini, jadi hanya air
jernih saja yang mengalir ke bak selanjutnya.
Gambar 4.1.6 Bak Filtrasi
9. Bak Stabilisator
Di dalam bak stabilisator ini air limbah yang sudah memenuhi baku mutu akan distabilkan
kembali debitnya sebelum dibuang ke Sungai Cikapundung. Dengan kata lain air limbah
tersebut akan dihimpun di dalam bak ini, kemudian setelah mencapai ketinggian tertentu
maka akan dialirkan ke Sungai Cikapundung. Tujuan bak ini diletakkan sebelum akhir
pembuangan supaya tidak terjadi kekosongan yang terlalu cepat atau terlalu lama saat
pembuangan ke Sungai Cikapundung.