10
Penilaian Cedera Saraf Setelah Pencabutan Bedah Molar Tiga Bawah: Penelitian Prospektif Walaupun ekstraksi molar tiga merupakan prosedur yang umum dilakukan di praktek kedokteran gigi, namun ini ditakuti oleh pasien dan dokter gigi karena beberapa komplikasi yang berhubungan dengannya, khususnya dalam bentuk cedera saraf. Karena itu, sebelum melakukan prosedur tersebut, penting bagi dokter gigi untuk menilai kasus secara keseluruhan untuk mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan untuk meminimalkan akibat traumatik prosedur dan memberikan perawatan maksimal bagi pasien, yang kemudian dapat menyelamatkan dokter dari pengadilan. Pendahuluan Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi yang erupsi normalnya dihambat oleh gigi tetangganya, tulang atau jaringan lunak di atasnya, malposisi dan kurangnya ruang di lengkung rahang, atau hal lainnya. Impaksi molar 3 bawah merupakan salah satu kasus yang sering ditemui dalam pemeriksaan gigi rutin. Namun, pasien mencari perawatan saat terdapat rasa sakit, pembengkakan, atau ketidaknyamanan lainnya. Walaupun angka komplikasi rendah dan sebagian besar komplikasi minor, pencabutan molar tiga sangat sering dilakukan sehingga morbiditas komplikasi dalam populasi merupakan hal yang penting. Karena itu, usaha untuk mengurangi komplikasi intraoperatif atau postoperatif dapat memberi pengaruh yang besar dalam hal menyempurnakan hasil akhir pada pasien. Impaksi gigi molar tiga berhubungan dekat dengan saraf lingual, inferior alveolar, mylohyoid, dan bukal (Gambar 2). Saat pembedahan, tiap saraf ini beresiko mengalami cedera, tapi komplikasi yang paling menyusahkan yaitu cedera saraf inferior alveolar atau lingual. Sebagian besar cedera diakibatkan karena gangguan sensorik sementara, tapi pada beberapa kasus parestesi permanen (sensasi abnormal), hypoesthesia (sensasi berkurang), atau lebih parah, dapat

Penilaian Cedera Saraf Setelah Pencabutan Bedah Molar Tiga Mandibula

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Journal translate

Citation preview

Page 1: Penilaian Cedera Saraf Setelah Pencabutan Bedah Molar Tiga Mandibula

Penilaian Cedera Saraf Setelah Pencabutan Bedah Molar Tiga Bawah: Penelitian Prospektif

Walaupun ekstraksi molar tiga merupakan prosedur yang umum dilakukan di praktek kedokteran gigi, namun ini ditakuti oleh pasien dan dokter gigi karena beberapa komplikasi yang berhubungan dengannya, khususnya dalam bentuk cedera saraf. Karena itu, sebelum melakukan prosedur tersebut, penting bagi dokter gigi untuk menilai kasus secara keseluruhan untuk mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan untuk meminimalkan akibat traumatik prosedur dan memberikan perawatan maksimal bagi pasien, yang kemudian dapat menyelamatkan dokter dari pengadilan.

Pendahuluan

Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi yang erupsi normalnya dihambat oleh gigi tetangganya, tulang atau jaringan lunak di atasnya, malposisi dan kurangnya ruang di lengkung rahang, atau hal lainnya. Impaksi molar 3 bawah merupakan salah satu kasus yang sering ditemui dalam pemeriksaan gigi rutin. Namun, pasien mencari perawatan saat terdapat rasa sakit, pembengkakan, atau ketidaknyamanan lainnya.

Walaupun angka komplikasi rendah dan sebagian besar komplikasi minor, pencabutan molar tiga sangat sering dilakukan sehingga morbiditas komplikasi dalam populasi merupakan hal yang penting. Karena itu, usaha untuk mengurangi komplikasi intraoperatif atau postoperatif dapat memberi pengaruh yang besar dalam hal menyempurnakan hasil akhir pada pasien.

Impaksi gigi molar tiga berhubungan dekat dengan saraf lingual, inferior alveolar, mylohyoid, dan bukal (Gambar 2). Saat pembedahan, tiap saraf ini beresiko mengalami cedera, tapi komplikasi yang paling menyusahkan yaitu cedera saraf inferior alveolar atau lingual. Sebagian besar cedera diakibatkan karena gangguan sensorik sementara, tapi pada beberapa kasus parestesi permanen (sensasi abnormal), hypoesthesia (sensasi berkurang), atau lebih parah, dapat terjadi dysaesthesia (sensasi abnormal yang tidak menyenangkan).

Gangguan sensorik ini dapat sangat mengganggu, menyebabkan masalah dengan pengucapan dan pengunyahan dan dapat memberikan efek buruk bagi kualitas hidup pasien. Ini juga merupakan salah satu penyebab paling sering pengaduan dan tuntutan pengadilan.

Bahan dan Metode

Data penelitian prospektif diambil dari 147 pasien yang datang ke Departemen Bedah Mulut Swargiya Dadasaheb Kalmegh Smruti Dental College & Hospital, Nagpur, untuk ekstraksi bedah impaksi molar tiga bawah. Penilaian postoperatif parestesi/anestesi dilakukan seminggu kemudian pada saat pembukaan jahitan dengan menanyakan mengenai kepekaan lidah, dagu, dan bibir serta dilakukan tes neurosensoris seperti 2-point discrimination, pinprick, dan light touch. Pasien dengan gangguan neurosensorik di-follow-up selama enam bulan.

Page 2: Penilaian Cedera Saraf Setelah Pencabutan Bedah Molar Tiga Mandibula

Pada kunjungan postoperatif, tiap pasien ditanyakan secara khusus jika ada perbedaan sensasi pada bibir bawah atau dagu antara daerah yang dioperasi dan yang tidak. Pertanyaan khusus juga ditanyakan tentang menggigit dagu secara tidak sengaja, air liur menetes/makanan mengalir ke dagu, dan rasa terbakar, sakit atau geli.

Dilakukan penilaian cedera saraf setelah tes neurosensori klinis. Sebelum dan saat tes, pasien diminta menutup mata kemudian tes dilakukan.

2.1. Two-Point Discrimination Test (TPD). Pada tes neurosensori ini, probe kaliper ditarik di permukaan kulit atau mukosa dengan tekanan tetap dan pasien ditanya apakah merasakan salah satu atau kedua titik tersebut. Satu persatu dual probe tumpul disentuhkan pada kulit atau mukosa, dan pasien diminta mengangkat tangan kirinya jika merasakan kedua titik tersebut. Batas minimal yang terus-menerus dilaporkan sebagai dua titik dinamakan sebagai ambang batas two-point discrimination. Jarak batas dimana pasien mampu membedakan dua titik dalam 5 atau 6 kali percobaan dicatat untuk daerah khusus itu. Saat memberikan jawaban salah, dipilih probe dengan jarak batas besar berikutnya. Saat memberikan jawaban benar, dipilih probe dengan jarak batas yang lebih kecil (Gambar 1).

2.2. Pinprick Test (PP). Dalam tes ini, probe dental yang tajam disentuhkan pada kulit dengan gerakan menusuk yang cepat dan dinilai persepsi rasa sakit pasien. Tiap daerah uji ditusuk tiga kali pada kedua sisi, dan pasien ditanyakan apakah ada perbedaan yang dirasakan antara kedua sisi. Sensasi diperiksa dengan menusuk lidah, mukosa bibir, dan kulit di daerah dagu. Parestesia didefinisikan sebagai perubahan postoperatif pada sensitivitas jaringan yang dipersarafi oleh saraf trigeminus setelah penilaian tes (Gambar 2).

2.3. Penilaian Light touch (LT). Metode ini digunakan dalam tes dengan cara menyentuh dengan lembut (stimulasi taktil) kulit dan menilai ambang batas deteksi pasien. Untuk tes ini, digunakan cotton stick untuk melakukan tes. Stimulus diberikan secara acak dan daerah anestesi dipetakan dengan bergerak ke luar dalam gerakan kecil sampai stimulus dirasakan. (Gambar 3).

3. Hasil

Data penelitian prospektif diambil dari 147 pasien yang mengunjungi departemen bedah mulut Swargiya Dadasaheb Kalmegh Smruti Dental College & Hospital, Nagpur, untuk ekstraksi bedah impaksi molar tiga bawah.

Dari 147 pasien, 95 pasien laki-laki dan 52 perempuan. Usia pasien dari 15 sampai 57 tahun dengan rata-rata 26,3 tahun (Tabel 1). Dari 147 pasien, 62 (42,1%) pasien memiliki impaksi mesioangular, 37 (25,1%) pasien horisontal, 36 (24,4%) pasien vertikal, 10 (6,8%) pasien impaksi distoangular, dan 1 (0,68%) pasien masing-masing impaksi linguoversi dan inverted. (Tabel 2).

Parestesi saraf lingual dilaporkan pada 2 pasien (1,36%) dari 147 pasien, dan tipe impaksinya horisontal klas II posisi C dan distoangular klas II posisi A. Parestesi saraf inferior alveolar dilaporkan pada 1 pasien (0,86%) yang memiliki impaksi mesioangular klas II posisi A (Tabel 3).

Page 3: Penilaian Cedera Saraf Setelah Pencabutan Bedah Molar Tiga Mandibula

4. Diskusi

Pencabutan bedah impaksi molar tiga bawah merupakan salah satu prosedur dentoalveolar yang umum dilakukan dalam bedah mulut. Dokter juga dapat menghadapi beragam komplikasi yang berhubungan dengan pencabutan bedah impaksi molar tiga bawah, dan diantaranya komplikasi postoperatif utama yaitu berkurangnya sensori saraf. Hal ini dapat mengenai saraf inferior alveolar atau lebih sering saraf lingual yang menyebabkan kekakuan pada anterior dua pertiga lidah di sisi yang sama dan gangguan pengecapan.

Dalam artikel Howe dan Poyton tahun 1960, setelah menilai secara klinis dan radiografi 1.355 impaksi molar bawah pada saat ekstraksi bahwa hubungan benar muncul pada kira-kira 7,5%. “Hubungan benar” didefinisikan sebagai tampak berkas neurovaskular pada saat pencabutan gigi. Hubungan “nyata” didefinisikan dengan radiografi sebagai keadaan dimana akar gigi memiliki hubungan dekat dengan saraf inferior alveolar. Ini terjadi pada 61,7% gigi.

Dari 70 kasus yang muncul gangguan saraf, diatas 50% memiliki hubungan benar yang mewakili insidensi 35,64%. Insidensi ini 13 kali lebih besar daripada gigi yang memiliki hubungan nyata. Mereka mencatat meningkatnya insidensi pada pasien yang lebih tua: gigi yang tertanam sangat dalam, gigi yang mengalami grooving, notching, atau perforasi, dan meningkat tiga sampai empat kali pada impaksi gigi mesial dan horisontal dengan linguoversi.

Pada tahun 1990, Rood dan Nooraldeen Shebab, dalam tinjauan literatur mengumpulkan 7 indikator radiografi hubungan dekat antara impaksi molar 3 dan kanal inferior alveolar. Empat tanda diamati pada akar gigi (darkening, pembelokan, dan penyempitan akar, dan apeks akar bifid) dan 3 tanda pada kanal (penyimpangan, penyempitan, gangguan pada garis putih kanal) (Gambar 4). Penulis mengumpulkan data retrospektif pada 533 pasien dan data prospektif pada 552 pasien, mengamati tampilan beberapa indikator radiografi hubungan dekat antara impaksi molar 3 dan kanal inferior alveolar dalam foto panoramik pada masing-masing 9,1% dan 16,4%. Pada penelitian retrospektif, cedera saraf berkaitan secara statistik dengan semua tanda radiografi kecuali apeks akar bifid dan darkening kanal. Pada penelitian prospektif, cedera saraf berhubungan dengan pembelokan kanal, diikuti dengan darkening akar dan gangguan pada kanal.

Cedera iatrogenik yang tidak disengaja pada saraf lingual dapat terjadi saat bedah molar tiga karena kedekatan secara anatomis korteks molar dengan saraf, yang hanya dipisahkan oleh periosteum (Gambar 5).

Walaupun gejala dapat hilang seiring waktu pada sebagian besar kasus, perkiraan jenis cedera harus dilakukan untuk menentukan rencana perawatan dan memungkinkan penyembuhan. Keputusan dapat diambil berdasarkan beragam sistem klasifikasi cedera saraf, yang pertama diperkenalkan pada tahun 1943 yaitu klasifikasi Seddon yang meliputi tiga kategori di bawah ini.

Page 4: Penilaian Cedera Saraf Setelah Pencabutan Bedah Molar Tiga Mandibula

(1) Neuropraxia. Ini merupakan gangguan konduksi impuls ke serabut saraf. Pemulihan kasus ini berlangsung tanpa degenerasi Wallerian, sehingga dianggap sebagai cedera saraf paling ringan.

(2) Axonotmesis. Merupakan hilangnya hubungan kontinuitas akson dan myelin yang menutupinya, tapi rangka jaringan ikat saraf masih terpelihara

(3) Neurotmesis. Merupakan hilangnya kontinuitas, tidak hanya akson, namun juga jaringan ikat enkapsulasi.

Sistem lain diberikan oleh Sunderland pada tahun 1951 yang meliputi lima kelas.

Derajat satu. Mirip dengan neuropraxia Seddon dan terjadi karena kompresi atau iskemi, hambatan konduksi lokal dan terjadi fokal demyelinisasi yang sembuh dalam 2-3 minggu.

Derajat dua. Mirip dengan axonotmesis Seddon dan penyembuhan terjadi dengan kecepatan 1 mm/hari selama akson mengikuti “tubule”.

Derajat tiga. Pada kelas ini, endonerium rusak sementara epineurium dan perineurium tetap melekat. Penyembuhan dapat terjadi dari kurang sampai sempurna dan tergantung derajat fibrosis intrafascicular

Derajat empat. Pada kelas ini terdapat gangguan semua neural dan elemen pendukungnya walaupun epineurium tetap melekat dan saraf biasanya membesar.

Derajat lima. Kelas ini melibatkan terpotongnya seluruh saraf dengan kehilangan kontinuitas.

Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa jika parestesia terjadi setelah pencabutan, kemungkinan hanya berlangsung sementara dan dapat sembuh pada 6 bulan pertama. Namun, jika tidak ada perkembangan setelah follow-up selama 2 tahun, sensasi yang berubah mungkin mewakili disfungsi saraf yang dapat terjadi dalam bentuk cacat neurosensorik permanen, kehilangan seluruh fungsi sensori, dan gejala neurogenik. Meski begitu, tampaknya kompresi seharusnya tidak menyebabkan anestesi selama lebih dari 4 bulan dan sectioning seharusnya tidak menyebabkan anestesi selama lebih dari 8 bulan. Anestesi tanpa perkembangan setelah 1 bulan kemungkinan juga meninggalkan beberapa cacat residual permanen. Variabel kecepatan penyembuhan dan perkembangan gejala dapat dijelaskan berdasarkan fakta bahwa cedera saraf inferior alveolar dan lingual merupakan jenis yang berbeda. Lesi yang sembuh dalam 3 bulan pertama biasanya neurapraxias atau cedera derajat satu atau dua Sunderland yang lebih sering, dan cedera yang bertahan lama dapat mewakili yang lebih parah, yaitu axonotmesis atau cedera Sunderland derajat tiga atau empat. Terhambatnya penyembuhan cedera saraf inferior alveolar setelah lebih dari 1 tahun juga dilaporkan dalam literatur.

Insidensi dysaesthesia postoperatif saraf inferior alveolar dan lingual sangat bervariasi dalam penelitian yang dipublikasi selam ini. Pada penelitian yang dipublikasi tahun 2000 oleh Gargallo-Albiol,dkk., insidensi gangguan sementara saraf inferior alveolar atau lingual berada antara 0,278% sampai 13%.

Page 5: Penilaian Cedera Saraf Setelah Pencabutan Bedah Molar Tiga Mandibula

Pada penelitian lain di Zuniga, insidensi cedera permanen saraf inferior alveolar dan lingual berada masing-masing antara 0,4% dan 25%, serta 0,04% dan 0,6%. Tay dan Go melakukan penelitian pada tahun 2004 untuk menentukan insidensi parestesi saraf inferior alveolar pada pasien yang terlihat berkas saraf inferior alveolar saat pembedahan molar tiga, dan diputuskan bahwa keadaan ini merupakan petunjuk kemungkinan yang besar hubungan dekat saraf dengan gigi dan membawa 20 % parestesi dengan 70% kemungkinan penyembuhan satu tahun setelah pembedahan.

Baru-baru ini Cheung, dkk melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa semua ekstraksi molar tiga yang dilakukan oleh operator yang berbeda-beda, 0,35% menimbulkan kekurangan saraf inferior alveolar dan 0,69% menimbulkan kekurangan saraf lingual. Disimpulkan bahwa impaksi distoangular meningkatkan resiko kekurangan saraf lingual secara signifikan, sementara dalamnya impaksi berhubungan dengan resiko kekurangan saraf inferior alveolar. Selain itu, jenis kelamin, usia, pembukaan flap lingual, perlindungan saraf lingual dengan retraktor, pembuangan korteks distolingual, pemotongan gigi, dan kesulitan elevasi gigi tidak memiliki hubungan signifikan dengan cedera saraf inferior alveolar dan lingual.

Penelitian oleh Anwar Bataineh menunjukkan parestesi saraf lingual postperatif yang terjadi pada 2,6% pasien. Terdapat peningkatan signifikan pada insidensi yang berhubungan dengan pembukaan flap lingual. Insidensi parestesi saraf inferior alveolar sebanyak 3,9%. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pembukaan flap lingual dan pengalaman operator merupakan faktor yang berperan secara signifikan terhadap parestesi saraf lingual dan inferior alveolar.

Pertimbangan mengenai angulasi molar tiga pada kasus kami, gigi dengan angulasi mesial dilaporkan pada 42,1%, angulasi horisontal pada 25,1%, angulasi vertikal pada 24,4% dan angulasi distal pada 6,8%, terdapat pula satu pada masing-masing linguoversi dan inverted.

Kedalaman impaksi molar tiga dan angulasi lingual merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya cedera saraf. Eduard Valmaseda Castellon,dkk melakukan penelitian untuk memeriksa resiko cedera saraf lingual setelah pencabutan bedah molar tiga bawah dan menympulkan bahwa faktor anatomi seperti angulasi lingual molar tiga, gerakan dalam pembedahan seperti retraksi flap lingual, atau pemotongan gigi secara vertikal, dan kurangnya pengalaman dokter, semua meningkatkan resiko cedera saraf lingual, walaupun lesi permanen sangat jarang terjadi.

Pada penelitian ini, dari 147 jumlah pasien, 2 pasien mengalami parestesi saraf lingual (1,36%) yang memiliki impaksi horisontal klas II posisi C dan distoangular klas II posisi A serta satu pasien mengalami parestesi saraf inferior alveolar yang memiliki impaksi mesioangular klas II posisi A.

Banyak faktor yang bertanggung jawab atas cedera saraf inferior alveolar dan ingual pada pembedahan molar tiga. Pada penelitian ini, insidensi cedera saraf inferior alveolar dan lingual sangat rendah dan semua kasus hanya parestesi sementara. Semua tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah cedera saraf inferior alveolar atau lingual.

Page 6: Penilaian Cedera Saraf Setelah Pencabutan Bedah Molar Tiga Mandibula

5. Kesimpulan

Ekstraksi molar tiga bawah merupakan prosedur yang sangat sering dilakukan dalam praktek sehari-hari dan berhubungan dengan beberapa resiko khususnya cedera saraf dan karena itu dengan bukti yang ada, penilaian preoperatif pasien yang adekuat serta teknik bedah yang sangat teliti dengan meminimalkan pembukaan flap lingual merupakan hal yang paling penting untuk mengurangi insidensi cedera saraf.

Walaupun pembedahan molar tiga merupakan prosedur yang aman dan kurang morbiditas, resiko komplikasi akan selalu ada dan meningkat dengan meningkatnya kesulitan bedah, sehingga pasien harus selalu diedukasi mengenai resiko dan keuntungan pembedahan untuk menjamin penanganan bedah impaksi molar tiga bawah yang adekuat.

Gambar 1. Two-point discrimination test

Gambar 2. Pinprick test

Gambar 3. Penilaian light touch

Tabel 1. Distribusi jenis kelamin

Jenis kelamin N %Laki-lakiPerempuan

9552

64,6%35,3%

Jumlah 147 100%

Tabel 2. Angulasi impaksi molar tiga

Jenis impaksi Jumlah pasien PersentaseMesioangularHorisontalVertikalDistoangularLinguoversiInverted

6237361011

42,1%25,1%24,4%6,8%0,68%0,68%

Tabel 3. Distribusi sampel komplikasi cedera saraf

Cedera saraf Laki-laki Perempuan InsidensiSaraf lingualSaraf inferior alveolar

10

11

1,36%0,86%

Gambar 4. Hubungan saraf inferior alveolar dengan akar impaksi molar tiga. (a) Darkening akar. (b) Pembelokan akar. (c) Penyempitan akar. (d) Apeks akar bifid. (e) penyimpangan kanal. (f) Penyempitan kanal. (g) Gangguan garis putih pada kanal.

Gambar 5. Struktur vital hubungannya dengan impaksi molar 3.