Upload
iman-usman-gani
View
259
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia, selama
manusia hidup sampai kapapun pendidikan akan selalu mengikutinya sesuai
dengan kebutuhan dan situasi jamannya, karena dengan pendidikan manusia akan
hidup lebih sejahtera, dan dapat meningkatkan segala potensi yang dimiliki oleh
manusia, sebagaimana yang dijelaskan oleh agama bahwa manusia merupakan
khalifah di muka Bumi ini.
Dengan demikian pendidikan akan selalu berubah dan berkembang sesuai
dengan perubahan pemikiran dan situasi masyarakat sebagai dampak dari
kemajuan ilmu dan teknologi. Mengingat pentingnya pendidikan tersebut, maka
pemerintah dengan segala kebijakan yang berhubungan dengan pendidikan
berusaha untuk mengelola system pendidikan secara nasional. Dalam
implementasi penyelenggaraan pendidikan pemerintah berdasarkan perundang-
undangan yang berlaku, yaitu menyelenggarakan lembaga pendidikan formal,
baik yang dikelola Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen Agama.
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah :
Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
1
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa, pada hakekatnya dari
tujuan pendidikan nasional adalah usaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka meningkatkan dan mendidika warga Negara yang memiliki budi pekerti
dan akhlaq mulia serta bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sehingga segala upaya yang dilakukan oleh lembaga pendidikan formal,
non formal, maupun informal seyogianya harus memperhatikan tujuan pendidikan
nasional tersebut, dengan harapan akan terciptanya masyarakat yang memiliki
akhlaq mulia, berpengetahuan, dan memiliki kecakapan hidup, yang dapat
bermanfaat bagi kehidupannya.
Berdasarkan kenyataan bahwa dalam pendidikan formal harapan yang
dikemukakan dalam tujuan pendidikan nasional masih belum dapat memenuhi
harapan tersebut, sebagai indikator dari hasil pendidikan formal tersebut
diantaranya :
1. Pendidikan formal masih terpusat pada aspek kognitif dan psikomotor saja.
2. Belum secara khusus memiliki program dalam peningkatan aspek afektif.
3. Sulitnya melakukan penilaian untuk aspek afektif terhadap peserta didiknya.
4. Akibat pengaruh kemajuan informasi dan teknologi yang mempengaruhi pola
piker masyarakat, sehingga kepedulian terhadap peningkatan aspek afektif
menurun.
Sebenarnya pada pendidikan formal dari sisi pengelolaan telah mendapat
bantuan dari pihak pemerintah baik sarana prasarana maupun sumber daya
2
manusianya telah disiapkan oleh pemerintah, baik pendidikan formal di bawah
naungan Depdiknas maupun Depag.
Mengingat pentingnya pendidikan yang berorientasi kepada peningkatan
akhlaq (aspek afektif) dalam pendidikan formal mengalami hambatan, maka pada
kesempatan ini akan diteliti pada pada pendidikan nonformal terutama yang
berhubungan dengan peningkatan akhlakulkarimah.
Pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 ayat (4) tentang
pendidikan nonformal dijelaskan sebagai berikut :
“Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis
hakim, serta satuan pendidikan yang sejenis.”
Majelis Taklim adalah suatu lembaga pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan ketaqwaan dan peribadahan
ummat khususnya muslim.
Dalam kegiatannya Majlis Taklim menyelenggaran pengajian untuk anak-
anak serta orang dewasa pada waktu yang telah ditetapkan, biasanya untuk anak-
anak tiap hari sedangkan untuk orang dewasa dilaksanakan dalam satu minggu
sekali, selain itu pula dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
peringatan hari besar agama.
3
Majlis Taklim biasanya dikelola oleh DKM di tiap-tiap Mesjid Jami, atau
tersendiri yang murni dikelola oleh golongan masyarakat tertentu. Dan tentunya
ada seorang penanggung jawab yaitu oleh tokoh masyarakat atau ulama setempat.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang Pelaksanaan Program Majlis Taklim Murmayasari dalam meningkatkan
Ukhuwah Islamiah di Desa Margaluyu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus masalah yang telah dipaparkan di atas maka rumusan
masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah berdirinya Majlis Ta’lim Nurmayasari di Desa Margaluyu
Kecamatan Campaka Kabupaten Cianjur.
2. Bagaimana peranan Metode Da’wah dalam membentuk ukhuwah Islamiyah di
Majlis Ta’lim Nurmayasari Desa Margaluyu Kecamatan Campaka kabupaten
Cianjur.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejaran berdirinya Majlis Ta’lim Nurmayasari Desa
Margaluyu Kecamatan Campaka.
2. Untuk mengetahui sampai sejauh mana Metode Da’wah di Majlis Taklim
Murmayasari dapat meningkatkan Ukhuwah Islamiyah di Desa Margaluyu
Kecamatan Campaka.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
ilmiah dalam menggali persoalan-persoalan yang berhubungan dengan
4
peningkatan Ukhuwah Islamiyah di Desa Margaluyu yang dilaksanakan oleh
Majlis Taklim.
2. Memberikan gambaran terhadap instansi terkait bahwa peran Majlis Taklim
dapat memberikan sumbangsih yang berarti dalam peningkatan Ukhuwah
Islamiyah terhadap masyarakat.
3. Sebagai masukan terhadap pengelola Majlis Taklim dalam menyusun
program kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan akhlaq dan
peribadahan masyarakat.
1.5 Kerangka Pemikiran
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, oleh sebab itu pada saat
ini ada istilah pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Manusia diperintahkan
untuk menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat. Sebagaimana hadits Nabi
SAW yang berbunyi :
Artinya : .Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat..
Konsep pendidikan seumur hidup (Life Long Education) mulai dari
masyarakat melalui kebijaksanaan Negara (Tap MPR No. IV/MPR/1973 JO. Tap
MPR No. IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan antara lain dalam bab
IV bagian pendidikan bahwa .Pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena
itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
5
Oleh karena pendidikan adalah tanggung jawab bersama, maka lembaga
pendidikan yang bermunculan di masyarakat merupakan suatu hal yang sangat
mutlak keberadaannya. Lembaga pendidikan Islam yang bermunculan di
masyarakat seperti majelis ta.lim adalah lembaga pendidikan Islam yang dapat
mengantisipasi dalam menangkal berbagai hal yang negatif yang diakibatkan oleh
pengaruh IPTEK yang semakin maju.
1.6 Langkah-langkah Penelitian
1.6.1 Variabel Penelitian
Variabel adalah .segala sesuatu yang dijadikan objek pengamatan penelitian,
dalam kata lain variabel dapat didefinisikan sebagai suatu sifat yang dapat dimiliki
berbagai macam nilai, segala sesuatu yang menjadi objek penelitian.
Yang menjadi variabel dalam penelitian ada dua yaitu:
a. Peranan Majelis Ta.lim (X)
b. Pembentukan sikap keagamaan remaja (Y)
VARIABEL DIMENSI INDIKATOR
(X) Peranan Metode da’wah
- Kegiatan Pengajian
- Aktivitas keagamaan
- Meningkatkan Pengetahuan agama para jemaah.
- Praktek ibadah- Pengembangan pengajaran agama
Islam- Menciptakan suasana yang
khitmat- Meningkatkan aktivitas dan
kreativitas para jemaah dan tanya jawab.
- Mengikut sertakan para jemaah dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Majlis Ta’lim.
- Menciptakan para jemnaah yang bertanggung jawab dan mencintai silaturahmi.
6
- Menumbuh kembangkan sikap ukhuwah islamiyah
(Y) Sikap Ukhuwah Islamiyah
- Sikap, tingkah laku, dan sikap bermasyarakat
- Sikap ukhuwah islamiyah di keluarga.
- Mengembangkan sikap islamiyah dalam bermasyarakat.
1.6.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Majelis Ta’lim Nurmayasari Rt.04/02 Desa Margaluyu
Kecamatan Campaka Cianjur, karena letak Majelis Ta'lim tersebut dekat dengan
domisili penulis, selain itu penulis merupakan salah satu jama'ah dari Majelis
Ta'lim tersebut, hal ini mendorong penulis untuk mengetahui dan meneleti lebih
mendalam peranan Metode Da’wah di Majelis Ta'lim tersebut dalam membentuk
sikap ukhuwah islamiyah disekitarnya. Adapun waktu penelitian dilakukan sejak
Bulan Juni sampai bulan Juli 2010.
1.6.3 Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Yang dimaksud populasi adalah .Keseluruhan Subjek Penelitian. Apabila orang
ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian
merupakan penelitian populasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh anggota
jamaah majelis ta’lim Nurmayasari yang berjumlah 60 Orang.
2. Sampel
Yang dimaksud sampel adalah .sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Menurut pendapat DR. Suwarno Surachmad, (1998:115) yang antara lain :
"untuk pedomanumum yang saya dapat katakan bahwa populasi cukup homogen terdapat populasidibawah seratus (100) maka dapat digunakan sampel sebanyak
7
50 %, bila populasidibawah seribu (1000) maka dapat digunakan sampel sebanyak 25 % dan bilaterdapat diatas seribu (1000) maka dapat digunakan sampel sebanyak 15 %".
Oleh karena itu yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 66 % dari 60
jama'ah pengajian Majelis Ta'lim Nurmayasari di Desa Margaluyu Kecamatan
Campaka Kabupaten Cianjur. Maka dalam tekhnik pengambilan sampel
digunakan teknik random sampling.
1.6.4 Tehnik Pengumpulan Data
Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai
tujuan maka dalam penelitian ini penulis menggunakan riset kepustakaan dan riset
lapangan.
Riset kepustakaan (library research) adalah penelitian dengan membaca, dan
menelaah buku-buku, tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan variable yang
diteliti, dan riset lapangan (filed research) adalah penelitian dengan mencari dan
mengumpulkan informasi dan data tentang masalah yang diteliti ke objek
penelitian, yaitu ke pengurus majelis ta'lim Nurmayasari. Pengolahan data
digunakan dalam penelitian adalah metode analitis uji korelasi, yaitu prosedur
pemecahan masalah dengan mengumpulkan data, menganalisa dan
menginterpretasikan hasil dari data yang didapat pada waktu di lapangan,
sehingga dapat diambil kesimpulan apakah masalah yang diteliti terdapat korelasi
yang signifikan. Data penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara dan
angket.
a. Observasi adalah .pengamatan dan pencatatan terhadap sistematika fenomena-
fenomena yang diselidiki. Dalam mengadakan observasi ini penulis mendatangi
8
langsung serta mengamati dari dekat kegiatan-kegiatan dan berbagai kegiatan
yang dilakukan Majelis Ta’lim Nurmayasari yang tujuannya untuk menambah
informasi secara nyata bagaimana peranan metode da.wah yang dilakukan majelis
ta’lim ini dalam membentuk ukhuwah islamiyah.
b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya
jawab dengan pengurus Majelis Ta'lim Nurmayasari. Metode ini penulis gunakan
untuk mendapatkan informasi tentang sejarah berdirinya Majelis Ta.lim
Nurmayasari, struktur organisasi, kegiatan jamaah dan kegiatan-kegiatan Majelis
Ta.lim Nurmayasari, fasilitator dan pihak lain yang terlibat dalam kegiatan majelis
ta.lim. Wawancara dilakukan dengan para pengurus Majelis Ta’lim Nurmayasari.
c. Angket penelitian, yakni pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden
dengan berbagai alternatif jawaban. Penulis menyebarkan angket kepada anggota
jemaah majelis ta’lim untuk mendapat data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Jumlahnya sebanyak 22 buah yang dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:
a. Angket tentang metode da’wah di majelis ta.lim sebanyak 11 item. Angket
tentang sikap ukhuwah islamiyah sebanyak 13 item.
1.6.5 Tehnik Pengolahan dan Analisis Data
Dalam pengolahan data penulis menempuh cara sebagai berikut:
1. Editing
pada tahap ini, penulis memeriksa satu persatu angket yang telah diisi dan
dikembalikan oleh responden. Sehingga, apabila ada kekeliruan dalam pengisian
angket tersebut, maka penulis dapat mengetahuinya dan bias meminta responden
untuk melengkapinya.
9
2. Tabulating dan Analisis
setelah melakukan pengumpulan data, maka selanjutnya data tersebut diolah dan
dianalisa secara deskriptif analisa dengan menggunakan rumusan distribusi
frekuensi:
P = fn
X 100%
Keterangan:
P = Angka persentase
f = Frekuensi yang diperoleh dari jawaban responden
N = Number of Cases (Jumlah banyaknya individu)
100 % = Bilangan tetap
Setelah penulis melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus peresentase,
maka kemudian penulis mengklasifikasikan hasil perhitungan tersebut dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. 100 % = Seluruhnya
b. 90-99 % = Hampir seluruhnya
c. 60-89 % = Sebagian besar
d. 51-59 % = Lebih dari setengahnya
e. 50 % = Setengahnya
f. 40-49 % = Hampir setengahnya
g. 10-39 % = Sebagian kecil
h. 1-9 % = Sedikit sekali
i. 0 % = Tidak sama sekali
1.6.6 Hipotesa Penelitian
10
Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu anggapan yang dianggap sah dan
memerlukan jawaban dan pengujian hipotesis sering digunakan untuk dasar
pembuatan keputusan dan penelitian mendalam.
Berdasarkan kerangka berfikir di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan yaitu:
Ha (Hipotesa kerja) : Terdapat hubungan positif antara peranan metode da’wah
majelis ta’lim dalam membentuk ukhuwah islamiyah, sedangkan
Ho (Hipotesa nihil): Tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara peranan
metode da’wah majelis ta.’lim dalam membentuk ukhuwah islamiyah.
BAB II
11
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERANAN METODE DA’WAHMAJLIS TA’LIM DALAM MEMBENTUK UKHUWAH ISLAMIYAH
2.1 Studi kepustakaan.
2.1.1 Metode Da’wah Menurut Muthahhari
Lebih jauh, berikut ini akan disajikan mengenai metode dakwah menurut
pandangan Muthahhari. Pertama, dakwah tidak diperbolehkan melalui usaha-
usaha yang menipu dan cara-cara yang keliru. Seperti dikemukakan oleh
Muthahhari (2000:15), bahwa Islam sama sekali tidak dapat berdamai dengan
kesalahan, dan Islam dengan alasan apapun tidak membolehkan untuk
menggunakan jalan kebohongan untuk mencapai kebenaran.
Dengan mengutip pandangan dari Haji Mirza Husain Nuri, guru dari
Almarhum Haji Syaikh ‘Abbas Qumi, Muthahhari menyebutkan dua kesalahan
yang sering dilupakan oleh para da’i:
1. Mereka tidak berkata benar, dengan mengatakan jika mereka menyebutkan
sebuah hadits lemah yang kemudian terbukti palsu, maka hal itu dianggap tidak
akan menjadi masalah karena tujuan mereka lebih penting.
2. Mereka yakin bahwa tujuan mereka adalah untuk mendorong orang untuk
menangisi Imam Husain; dan karenanya dianggap sebagai tujuan yang luhur.
Mengenai poin pertama, Muthahhari mengatakan bahwa Islam secara tegas
melarang penggunaan kebohongan di bawah kondisi apa pun, sekalipun untuk
menyiarkan agama.
Sehubungan dengan poin kedua, Muthahhari pun mengajukan kritik
khususnya terhadap para da’i yang lebih menekankan untuk menangisi Imam
12
Husain meskipun dengan cara-cara yang salah. Berkenaan dengan hal tersebut,
Muthahhari mengutip contoh yang dibawakan oleh Haji Mirza Husain Nuri.
Yakni kisah tentang sarjana dari kelompok Yazdi yang sedang dalam perjalanan
melewati padang pasir untuk mengunjungi tempat suci Imam Ridha As di
Masyhad.
Karena perjalanan ini terjadi di bulan Muharram dan malam Asyura, ia
sangat kecewa karena takut tidak sampai ke Masyhad agar ia dapat menghadiri
upacara perkabungan untuk Imam Husain As. Karena tidak ada pilihan lain, ia
memutuskan untuk tinggal di sebuah desa dan menghadiri upacara berkabung di
sana. Seorang khatib naik ke mimbar dan orang-orang yang hadir di masjid
membekalinya dengan sekantung batu. Sang khatib kaget ketika tak seorang pun
yang menangis selama khutbah. Lalu si khatib mematikan lampu dan mulai
melemparkan batu-batu itu kepada orang-orang yang hadir.
Orang-orang mulai menangis dan berteriak. Setelah upacara selesai,
cendekiawan Yazdi bertanya kepada khatib, mengapa ia melakukan kejahatan
seperti itu. Ia menjawab, “Ini adalah satu-satunya cara untuk membuat orang-
orang itu menangisi Imam Husain As, dan saya harus menggunakan cara apa pun
yang mungkin untuk dapat membuat mereka menangis”. Cendekiawan itu
mengatakan bahwa sang khatib tersebut salah dan mengatakan bahwa kesyahidan
Imam Husain memiliki cerita yang cukup menyedihkan hati untuk membuat
orang-orang itu mencucurkan air mata, jika memang mereka benar-benar cinta
dan pengikut setia Imam Husain.
13
Tetapi jika orang-orang itu tidak mengetahui siapa Imam Husain, mereka
tidak akan menangis bahkan untuk ratusan tahun mendatang. Dari kisah yang
dikutip Muthahhari di atas, beliau sesungguhnya hendak mengatakan bahwa
tujuan utama para da’i adalah bukan membuat orang-orang untuk menangisi
Imam Husain, melainkan memberikan pengajaran mengenai kepribadian dan
keteladanan dari Imam Husain. Setelah mereka mengenalnya, maka dengan
sendirinya mereka tidak usah dipaksa untuk menangisi Imam Husain karena
mereka akan menyelaminya sendiri berdasarkan pengajaranpengajaran yang telah
diberikan. Kedua, berdakwah harus dimaksudkan untuk “melapangkan dada
seseorang”, yaitu meningkatkan kapasitas iman dalam hatinya. Terkadang
penyampaian perintah melalui penjelasan-penjelasan yang nyata tidaklah cukup;
seorang da’i harus juga mempengaruhi akal dengan menyampaikan pesan-pesan
itu secara benar.
Apa yang disampaikan kepada mata dan telinga tidak selalu diterima oleh
kesadaran dan pengetahuan. Apa yang mengubah pesan menjadi kesadaran
bukanlah suara ataupun bentuk dari simbol-simbol tulisan, namun sesuatu yang
disebut dengan nalar dan logika. Pengetahuan tidak menerima selain nalar dan
logika. Muthahhari lalu mengutip ayat al-Qur’an surat an-Nahl (16:125):
Artinya: “Serulah manusia menuju jalan Tuhanmu dengan hikmat (pengetahuan),
pengajaran yang baik, dan ajaklah mereka berdebat dengan caracara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa saja yang telah sesat dari jalan-
Nya dan Dia lebih mengetahui siapa saja yang diberikan petunjuk”.
14
Ayat di atas dikutip oleh Muthahhari untuk menunjukkan bahwa al-Qur’an
pun telah menggariskan metode dakwah yang relevan, yang salah satunya melalui
metode hikmat, yaitu pengetahuan yang berbasis kepada nalar dan logika. Ketiga,
dakwah mesti disampaikan dengan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami
yang dapat meresap ke dalam hati dan jiwa manusia yang paling dalam.
Muthahhari menegaskan, bahwa di dalam menyampaikan pesan-pesan Ilahi
seorang Nabi sangat berbeda dengan seorang filosof.
Seorang filosof, bagaimanapun pun beratnya ia berupaya, hanya dapat
mempengaruhi pikiran manusia saja. Dan itu pun hanya untuk kalangan tertentu.
Selain itu, dalam menyampaikan gagasannya seorang filosof perlu menggunakan
terminologi khusus dengan ratusan frase dan istilah yang sulit untuk dipahami
secara sekilas.
Sebenarnya mereka melakukan hal demikian karena ketidakmampuan
mereka dalam mengungkapkan secara sederhana. Di sisi lain, para nabi tidak
memerlukan ungkapan terminologi yang demikian. Mereka mengungkapkan
seluruh gagasannya dalam kata-kata yang sangat jelas dan mudah dipahami. Apa
yang telah dikatakan dalam fraseologi filosofis yang membingungkan mengenai
masalah Keesaan Tuhan, diungkapkan oleh para Rasul dalam dua kalimat
sederhana, mudah dipahami, dan meresap ke dalam hati siapa saja yang
mendengarnya.
15
Artinya: “Dia-lah Allah Yang Maha Esa, Allah Maha Utuh. Dia tidak beranak dan
tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia” (QS.
Al-Ikhlas [114]:1-4).
Pada ayat di atas, prinsip filosofis mengenai keesaan Allah diungkapkan
dalam kata-kata yang sederhana dan sangat mudah dipahami. Selanjutnya
Muthahhari menekankan, bahwa hanya seorang da’i yang pesan-pesannya
disampaikan dengan menggunakan kata-kata yang benar dan kuat, namun
sederhana dan memberi penerangan yang akan berhasil dalam menyeru manusia
kepada Allah.
Khutbah Imam Ali, misalnya, yang amat fasih, masih dapat dimengerti
oleh orang awam dan orang yang hadir dapat menarik manfaat dari khutbah-
khutbah ini berdasarkan tingkat pemahaman mereka masing-masing. Keempat,
dakwah harus mengandung kabar gembira dan peringatan. Hal ini terkait dengan
karakteristik utama kenabian sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi
peringatan, sebagaimana yang termaktub dalam ayat al-Qur’an yang artinya:
“Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa
kabar gembira, dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada agama
Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi. Dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang mukmin bahwa
sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah (QS. Al-Ahzâb [33]:45-
47). Muthahhari menjelaskan bahwa membawa berita gembira adalah sesuatu
yang membesarkan hati. Ketika seseorang hendak mengajak anak-anaknya untuk
mengerjakan sesuatu, ada dua cara untuk melakukannya, apakah dengan memakai
16
kabar gembira atau dengan memberikan peringatan, atau keduanya pada waktu
yang bersamaan, sama-sama akan membawa keberhasilan.
1. Membesarkan hati dengan berita gembira. Sebagai contoh, jika seseorang ingin
mengirim anaknya ke sekolah, ia akan bercerita tentang segala sesuatu yang
menarik tentang sekolah dan manfaat yang akan ia peroleh dari sekolah itu.
Cerita ini akan membesarkan hati si anak dan mendorong perasaan dan
cintanya terhadap sekolah.
2. Memberi peringatan tentang akibat buruk. Seorang anak yang telah diterangkan
tentang akibat buruk tidak bersekolah dan tetap buta huruf, akan lebih senang
pergi ke sekolah daripada tidak. Membesarkan hati dan membawa kabar
gembira harus selalu diutamakan dan peringatan mengikutinya sebagai
pendorong. Kadang-kadang kedua metode tersebut dipergunakan karena
keduanya diperlukan dan terkadang berita gembira saja tidak mencukupi.
Membawa berita gembira sangat diperlukan, tetapi bukanlah metode yang
cukup. Hal ini berlaku pula dalam memberi peringatan. Alasan mengapa al-
Qur’an disebut sebagai Sab’u al-Matsani, adalah karena al- Qur’an menggunakan
secara selaras antara berita gembira dan peringatan.
Demikian pula dalam berdakwah, seperti disebutkan oleh Muthahhari, dua
metode ini seharusnya dipergunakan hingga yang satu menjadi pelengkap bagi
yang lainnya. Sangat salah apabila hanya menekankan pada kabar gembira
sajadan melupakan peringatan. Keduanya harus dipergunakan, meskipun lebih
banyak “kabar gembira” yang diberikan dan lebi sedikit “peringatan”. Karena
itulah, dalam kitab suci al-Qur’an kata “membawa kabar gembira” selalu
17
mendahului “memberi peringatan” dalam banyak ayat-ayatnya. Itulah
pembahasan mengenai metode dakwah yang digagas oleh Muthahhari.
Metode-metode dakwah yang telah dijelaskan di atas terlihat sangat
spektakuler sebagai sebuah metode dakwah yang original, sangat mendasar, dan
aplikatif sebagai sebuah metode ideal dalam kegiatan dakwah di masa kini. Ideide
mengenai dakwah Muthahhari di atas adalah sebuah jawaban dan harapan yang
cerah untuk perkembangan ilmu dakwah, dan untuk memajukan masyarakat Islam
yang memang sedang membutuhkan pemikiran cemerlang untuk kembali
membangun peradaban dunia.
2.1.2 Tujuan dan Fungsi Da’wah
Adapun mengenai tujuan da'wah, yaitu: pertama, mengubah pandangan
hidup. Dalam QS. Al Anfal: 24 di sana di siratkan bahwa yang menjadi maksud
dari da'wah adalah menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya. Hidup
bukanlah makan, minum dan tidur saja.
Manusia dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya. Kedua,
mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju terang-benderang. Ini
diterangkan dalam firman Allah: "Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu
untuk mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang-benderang denga
izin Tuhan mereka kepada jalan yang perkasa, lagi terpuji." (QS. Ibrahim: 1).
Selain itu da’wah juga untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup di dunia dan di akhirat yang diridlai oleh Allah Swt. Nabi Muhammad
Salallaahu 'alaihi wa salam mencontohkan da'wah kepada ummatnya dengan
berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Dimulai dari istrinya,
18
keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat
itu.
Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Nabi Saw adalah
kaisar Heraclius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kista dari Persia(Iran) dan
Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia). Suatu kaum yang senantiasa berpegang
teguh pada prinsip ber-amar ma'ruf nahi munkar akan mendapatkan balasan dan
pahala dari Allah Swt. Yang antara lain berupa:
1. Ditinggikan derajatnya ke tingkatan yang setinggi-tingginya (QS. Ali Imran:
110).
2. Terhindar dari kebinasaan sebagaimana dibinasakannya Fir'aun besert orang-
orang yang berdiam diri ketika melihat kedzalimannya.
3. Mendapatkan pahala berlipat dari Allah sebagaimana sabda Nabi Saw.:
"Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan
pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat, tanpa
mengurangi pahala mereka sedikitpun".
4. Terhindar dari laknat Allah sebagai mana yang terjadi pada Bani Isra'il karena
keengganan mereka dalam mencegah kemunkaran. (QS. Al- Maidah: 78-79).
Secara prinsipil seorang Muslim dituntut untuk tegas dalam menyampaikan
kebenaran dan melarang dari kemunkaran. Rasul Saw. bersabda: "Barang siapa
di antara kamu menjumpai kemunkaran maka hendaklah ia rubah dengan
tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak mampu hendaklah dengan lisannya, dan
jika masih belum mampu hendaklah ia menolak dengan hatinya. Dan (dengan
hatinya) itu adalah selemah-lemahnya iman".
19
Hadits ini memberikan dorongan kepada orang Muslim untuk ber-amar
ma'ruf dengan kekuasaan dalam arti kedudukan dan kemampuan fisik dan
kemampuan finansial. Amar ma'ruf dan khususnya nahi munkar minimal
diamalkan dengan lisan melalui nasihat yang baik, ceramah-ceramah, ataupun
khutbah-khutbah, sebab semua. Muslim tentunya tidak ingin bila hanya termasuk
di dalam golongan yang lemah imannya. Da'wah dan amar ma'ruf nahi munkar
dengan metode yang tepat akan menghantarkan dan menyajikan ajaran Islam
secara sempurna.
Metode yang di terapkan dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar
tersebut sebenarnya akan terus berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi
masyarakat yang dihadapi para da'i. Amar ma'ruf dan nahi munkar tidak bertujuan
memperkosa fitrah seseorang untuk tunduk dan senantiasa mengikuti tanpa
mengetahui hujjah yang dipakai, tetapi untuk memberikan koreksi dan
membangkitkan kesadaran dalam diri seseorang akan kesalahan dan kekurangan
yang dimiliki. Ketegasan dalam menyampaikan amar ma'ruf dan nahi munkar
bukan berarti menghalalkan cara-cara yang radikal. Implementasinya harus
dengan strategi yang halus dan menggunakan metode tadarruj (bertahap) agar
tidak menimbulkan permusuhan dan keresahan di masyarakat.
Penentuan strategi dan metode amar ma'ruf nahi munkar harus
mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang dihadapi. Jangan sampai
hanya karena kesalahan kecil dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar
justru mengakibatkan kerusakan dalam satu umat dengan social cost yang tinggi.
Dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar hendaknya memperhatikan
20
beberapa poin yang insya Allah bisa diterapkan dalam berbagai bentuk
masyarakat:
1. Hendaknya amar ma'ruf nahi munkar dilakukan dengan cara yang ihsan agar
tidak berubah menjadi penelanjangan aib dan menyinggung perasaan orang
lain. Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Musa dan Harun agar berbicara
dengan lembut kepada Fir'aun (QS. Thaha: 44).
2. Islam adalah agama yang berdimensi individual dan sosial, maka sebelu
memperbaiki orang lain seorang Muslim dituntut berintrospeksi dan berbenah
diri, sebab cara amar ma'ruf yang baik adalah yang diiringi dengan
keteladanan.
3. Menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar disandarkan kepada keihklasan
karena mengharap ridla Allah, bukan mencari popularitas dan dukungan
politik.
4. Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan menurut Al-Qur'an dan Al-Sunnah, serta
diimplementasikan di dalam masyarakat secara berkesinambungan. Dalam
menyampaikan da'wah amar ma'ruf nahi munkar, para da'i dituntut memiliki
rasa tanggung jawab yang tinggi, baik kepada Allah maupun masyarakat dan
negara.
Bertanggung jawab kepada Allah dalam arti bahwa da'wah yang ia
lakukan harus benar-benar ikhlas dan sejalan dengan apa yang telah digariskan
oleh Al Qur'an dan Sunnah. Bertanggung jawab kepada masyarakat atau umat
menganduang arti bahwa da'wah Islamiyah memberikan kontribusi positif bagi
kehidupan sosial umat yang bersangkutan.
21
Bertanggung jawab kepada negara mengandung arti bahwa pengemban
risalah senantiasa memperhatikan kaidah hukum yang berlaku di negara dimana ia
berda'wah. Jika da'wah dilakukan tanpa mengindahkan hukum positif yang
berlaku dalam sebuah negara, maka kelancaran da'wah itu sendiri akan terhambat
dan bisa kehilangan simpati dari masyarakat.
2.1.3 Macam-macam Metode Da’wah secara Langsung
1. Metode Dakwah Walisongo
Secara konseptual metode dakwah walisongo biasa disebut dengan istilah
”Mau’izatul hasanah wa mujahadah billati hiya ahsan.” Metode ini biasa
digunakan untuk tokoh-tokoh khusus (pemimpin), misalnya para bupati, adipati,
para raja, maupun para tokoh-tokoh masyarakat setempat. Dasar metode ini
adalah QS An-Nahl (16) : 125, yang artinya :”Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk”.
Para tokoh khusus itu diperlakukan secara personal, dihubungi secara
istimewa. Kepada mereka diberikan keterangan, pemahaman tentang islam,
peringatan-peringatan secara lemah lembut, tukar pikiran dari hati ke hati dan
penuh toleransi. Ini yang dimaksud Mau’izatul Hasanah. Namun apabila cara
tersebut belum juga berhasil, barulah menggunakan cara berikutnya, yakni Al
Mujadalah billati hiya ihsan. Cara kedua ini diterapkan kepada tokoh yang secara
terus terang menunjukkan sikap kurang setuju terhadap islam.
22
Rangkain cara ini bisa dilihat ketika Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan
kawan-kawan berdakwah kepada Arya Damar dari Palembang. Berkat keramahan
dan kebijakan Raden Rahmat, maka Arya Damar kemudian masuk islam bersama
istrinya. Dan tak lama kemudian diikuti pula oleh hampir segenap anak negerinya.
Demikian pula halnya ketika beliau berdakwah terhadap Prabu Brawijaya Ketika
mendengar wejangan yang demikian bagus dari Sunan Ampel, sesunggunya terasa
sulit bagi Prabu Brawijaya untuk menolak. Tapi karena beliau berkedudukan
sebagai raja, tentu banyak pertimbangan yang membuatnya tidak mudah begitu
saja menerima pendapat orang lain, terutama dalam hal keagamaan.
Meski repot mengelak, akhir nya beliau menolak secara halus, dengan
alasan bahwa sebagai raja dia terikat adat kebiasaan kerajaan dan tradisi rakyatnya
tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun lain halnya dengan sang permaisuri yang
tidak mempunyai beban berat. Prabu tidak keberataan bila permaisuri memang
berkehendak masuk Islam. Metode seperti ini digunakan pula oleh Sunan Kalijaga
ketika berdakwah kepada Adipati Pandanarang di Semarang. Pada mulanya terjadi
perdebatan seru, dan perdebatan itu berakhir dengan tunduknya Adipati untuk
masuk Islam. Ia sangat terkesan dengan anjuran Sunan Kalijaga tentang peri
kesopanan (akhlaq). Bahkan saking tertariknya dengan Sunan Kalijaga, maka dia
rela mengorbankan pangkat dan keduniaan, harta dan keluarganya demi menuruti
syarat-syarat yang diajukan Sunan Kalijaga agar dapat diteriama sebagai murid
untuk berguru ilmu keislaman. Lain halnya dengan Sunan Kudus.
Beliau ini berdakwah dengan lembunya yang dihias istimewa. Diberitakan
bahwa Sunan Kudus pernah mengikat seekor lembu di halaman masjid, sehingga
23
masyarakat yang ketika itu masih memeluk agama Hindu datang berduyun-duyun
menyaksikan lembu yang diperlakukan istimewa itu. Setelah mereka datang
berkerumun di sekitar masjid, Sunan Kudus lalu menyampaikan dakwahnya.
Cara ini sangat praktis dan strategis. Seperti diketahui, lembu merupakan
binatang ke ramat bagi umat Hidu. Menyaksikan bahwa lembu tidak dihinakan
oleh Sunan Kudus, terbitlah niat dan simpati masyarakat penganut Hindu.
Berangkat dari titik perhatian inilah masyarakat kemudian berhasil diislamkan.
Metode tadarruj atau tarbiyatul ummah dipergunakan sebagai proses
pengelompokan yang disesuaikan dengan tahap pendidikan ummat.
Agar ajaran islam dapat dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh
masyarakat secara merata. Maka tampaklah metode yang ditempuh walisongo
didasarkan pada pokok pikiran ‘li kulli maqam maqat’, yakni memperhatikan
bahwa setiap jenjang dan bakat ada tingkat, bidang materi dan kurikulumnya.
Begitu pula saat menyampaikan ajaran fiqih yang ditujukan terutama bagi
masyarakat awam dengan jalan pesantren dan melalui lembaga sosial.
Metode lembaga ssosial melalui pendidikan sosial atau usaha
kemasyarakatan diupa yakan agar ajaran-ajaran islam bersiat praktis (mudah
diterapkan) dapat menjadi tradisi yang memungkinkan terciptanya adat islami dan
bersifat normatif. Dengan begitu diharapkan ajaran islam secara sadar atau tidak
sadar masyarakaat telah menjalankan ajaran serta amalan yang islami, karena
memang sudah menjadi adat istiadat. Misalnya, menjadikan masjid sebagai
lembaga pendidikan, merayakan upacara kelahiran, pernikahan, kematian,
24
khitanan, dll. Sesuai karakter yang termuat di dalamnya, maka ilmu kalam atau
tauhid disampaikan sebagai taklim (pengajaran) melaliu pesantren.
Sedang penyampaiannya kepada masyarakat ditempuh melalui cerita-
cerita wayang. Untuk keperluan itu, maka diciptakan lakon Dewa Ruci, Jimaat
Kalima Sada, dan dikarang pula buku-buku bacaan umum, misalnya Kitab
Ambiyo (kitab Al Anbiyaa), berisi kisah para nabi. Selanjutnya ilmu tasawuf,
yang oleh Sunan Bonang disebut sebagai ilmu suluk. Ilmu ini di sampaikan
melalui wirid, yaitu pengajaran dengan wejangan, tertutup dan sangat ekslusif.
Tempat dan waktunya ditentukan. Ilmu ini hanya disediakan untuk orang-orang
tertentu yg sudah memiliki dasar yang diperlukan untuk laku tasawuf.
Ketentuan ini di samping atas suatu kelaziman karena tasawuf merupakan
ilmu lanjut yang dengan sendirinya menuntut suatu ilmu dasar, juga demi menjaga
salah paham, salah pengertian dan salah penggunaan terhadap ilmu ini. Contoh
masalah ini adalah ketika Raden Fatah menyatakaan keinginan untuk berguru
kepada Sunan Ampel, maka Raden Fatah ditanya lebih dulu apakah sudah
memiliki dasar. Dan karena ternyata Raden Fatah memilikinya, maka tidak
diharuskan masuk pondok pesantren, tetapi langsung ditempatkan dalam
kelompok wirid, Raden Fatah memang telah memiliki dasar ilmu yang dibawanya
sejak dari Palembang.
Metode lainnya adalah kaderisasi dan penyebaran juru dakwah ke berbagai
daerah. Tempat yang dituju adalah daerah-daerah yang sama sekali kosong
penghuni atau kosong pengaruh islamnya. Sunan Kalijaga mengkader Kyai Gede
Adipati Pandanarang untuk berhijrah ke Tembayat dan mengislamkan masyarakat
25
di daerah tersebut dan sekitarnya, hingga kemudian Pandanarang dikenal sebagai
Sunan Tembayat. Sunan Kalijaga juga mengutus Ki Cakrajaya dari Purworejo dan
setelah berhasil mengislamkan daerah tersebut, maka dianjurkan pindah ke daerah
Lowanu, dan terus mengalami keberhasilan dalam penyebaran islam. Adaapun
Sunan Ampel memerintahkan Raden Fatah berhijrah ke hutan Bintara, membuka
hutan tersebut dan membuat kota baru, dan sekaligus mengimami masyarakat
yang akan terbentuk nantinya.
Ternyata Bintara ini berkembang hingga menjadi Demak, basis perjuangan
Islam pada tahun-tahun berikutnya. Selain itu Sunan Ampel juga mengirim utusan
(mubaligh) kepada raja-raja, misalnya Sayyid Ya’qub (Syaikh Wali Lanang)
dikirim ke Blambangan untuk mengislamkan Prabu Satmudha. Sedang Khalifah
Kusen (Husain) ke Madura untuk mengislamkan Arya Lembupeteng, dan lain-
lain. Mengamati metode dakwah walisongo ini berikut bukti-buktinya, maka tidak
berlebihan bila dikatakan, bahwa walisongo telah meneladani metode dakwah
sebagaimana pernah dilakukan oleh rasulullah saw. Wallahu ‘alam.
2. Da'wah Fardiah
Metode da'wah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang)
atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya
da'wah fardiah terjadi tanpa persiapan yang matang dan tersusun secara tertib.
Termasuk kategori da'wah seperti ini adalah: menasihati teman sekerja, teguran,
anjuran memberi contoh. Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang
sakit, pada waktu ada acara tahniah (ucapan selamat), dan pada waktu upacara
kelahiran (tasmiyah).
26
3. Da'wah Ammah
Merupakan jenis da'wah yang dilakukan oleh seseorang dengan media
lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh
kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khitabah (pidato).
Da'wah Ammah ini kalau ditinjau dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh
perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung
dalam soal-doal da'wah. Hidayah Petunjuk Allah Swt kepada manusia mengenai
keimanan dan keislaman.
Dalam al-Qur'an tidak didapati kata hidayah tersebut. Kata hidayah
merupakan bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja hada (telah menunjuki atau
membimbing) dan yahdi (akan atau sedang menunjuki atau membimbing), yang
sangat banyak dalam al-Qur'an. Selain itu pengertian petunjuk atau bimbingan
yang terkandung dalam kata hidayah itu persis sama dengan kata al-huda, yang
amat banyak kita jumpai dalam al-Quranul karim.
Pengertian hidayah yang terkandung dalam kata hada, yahdi dan al-huda
itu pada umumnya mengacu kepada bimbingan atau petunjuk bagi manusia
kepada jalan yang lurus (as-sirath-al-mustaqim), yang baik (at-thayyib) yang
benar (al-haq), atau jalan yang terpuji (as-sirat al-hamid). Hidayah itu diberikan
oleh Allah kepada manusia supaya manusia mengikutinya dengan baik, agar
mereka berhasil memperoleh apa yang mereka butuhkan di dunia ini dengan cara
yang baik, benar, lurus, atau terpuji, sehigga mereka berbahagia dunia dan akhirat.
Tugas muballigh dalam hal ini adalah memberikan penerangan kepada ummat
manusia agar mereka dapat memperoleh hidayat dari Allah Swt.
27
4. Da'wah bil-Lisan
Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan da'wah melalui
lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek da'wah).
Da'wah jenis ini akan menjadi efektif bila: disampaikan berkaitan dengan hari
ibadah seperti khutbah Jum'at atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan
menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan dengan
metode dialog dengan hadirin.
5. Dakwah bil-Haal
Da'wah bil al-Hal adalah da'wah yang mengedepankan perbuatan nyata.
Hal ini dimaksudkan agar si penerima da'wah (al-Mad'ulah) mengikuti jejak dan
hal ikhwal si da'i (juru da'wah). Da'wah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar
pada diri penerima da'wah. Pada saat pertama kali Rasulullah Saw batu tiba di
kota Madinah beliau mencontohkan dakwah bil al hal ini dengan mendirikan
masjid Quba, dan mempersatukan kaum anshor dan kaum muhajirin dalam ikatan
ukhuwah Islamiyah.
6. Da'wah bit-Tadwin
Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini pola da'wah bit at-
Tadwin (da'wah melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku,
majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan da'wah
sangat penting dan efektif. Keuntungan lain dari da'wah model ini tidak menjadi
musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut da'wah bit-
Tadwim ini Rasulullah saw bersabda," Sesungguhnya tinta para ulama adalah
lebih baik dari darahnya para syuhada."
28
7. Da'wah bil Hikmah
Yakni menyampaikan da'wah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu
melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek da'wah mampu
melaksanakan da'wah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan,
tekanan maupun konflik. Dengan kata lain da'wah bi al-hikmah merupakan suatu
metode pendekatan komunikasi da'wah yang dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al Da'wah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-
Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa; adil, ilmu, sabar, kenabian,al-Qur'an dan Injil;
memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan;
ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama; obyek
kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal; pengetahuan atau ma'rifat.
Menurut istilah Syar'i; valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang
benar dan mengamalkannya, wara' dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada
tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.
2.2 .Majlis Taklim
2.2.1 Pengertian Majlis Ta’lim
Menurut akar katanya, istilah majelis taklim terssusun dari gabungan dua
kata : majlis yang berarti (tempat) dan taklim yang berarti (pengajaran) yang
berarti tempat pengajaran atau pengajian bagi orang-orang yang ingin
mendalami ajaran-ajaran islam sebagai sarana dakwah dan pengajaran agama.
Majelis taklim adalah salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang
29
bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan
akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.
Dalam prakteknya, majelis taklim merupakan tempat pangajaran atau
pendidikan agama islam yang paling fleksibal dan tidak terikat oleh waktu.
Majelis taklim bersifat terbuka terhadap segla usia, lapisan atau strata social, dan
jenis kelamin.
Waktu penyelenggaraannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore, atau
malam . tempat pengajarannya pun bisa dilakukan dirumah, masjid, mushalla,
gedung. Aula, halaman, dan sebagainya. Selain tiu majelis taklim memiliki dua
fungsi sekaligus, yaitu sebagai lembaga dakwah dan lembaga pendidikan non-
formal. Fleksibelitas majelis taklim inilah yang menjadi kekuatan sehingga
mampu bertahan dan merupakan lembaga pendidikan islam yang paling dekat
dengan umat (masyarakat). Majelis taklim juga merupakan wahana interaksi dan
komunikasi yang kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan antara
sesama anggot jamaah majelis taklim tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu.
Dengan demikian majelis taklim menjadi lembaga pendidikan keagamaan
alternative bagi mereka yang tidak memiliki icukup tenaga, waktu, dan
kesempatan menimba ilmu agama dijulur pandidikan formal. Inilah yang
menjadikan majlis taklim memiliki nilai karkteristik tersendiri dibanding
lembaga-lembaga keagamaan lainnya.
Dasar Hukum Majelis Taklim Majelis taklim merupakan lembaga
pendidikan diniyah non-formal yang keberadaannya di akui dan diatur dalam :
a. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.
30
b. Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tantang standar nasional
pendidikan.
c. Peraturan pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan.
d. Keputusan MA nomor 3 tahun 2006 tentang strutur departement agama tahun
2006.
2.2.2 Tujuan Majlis Ta’lim
Tujuan majelis taklim adalah membina dan mengembangkan hubungan yang
santun dan sesuai atau serasi antara manusia dengan Allah, antara manusia
dengan manusia lainnya, antara manusia dengan tempat tinggal sekitarnya
atau lingkungan, dalam rangka meningkatkan ketaqwaan mereka kepada
Allah SWT.
Tujuan umum suatu majlis taklim adalah membina dan mengembangkan
hubungan yang santun dan serasi antara manusisa dengan Allah, sesama
manusia, dan lingkungannya dalam membina masyarakat yang bertaqwa
kepada Allah SWT. Sedangkan tujuan khusus dari mjlis taklim adalh
memasyarakatkan ajaran islam.
Tujuan majlis taklim dilihat dari fungsinya :
1) berrfungsi sebagai tempat belajar
2) berfungsi sebagai tempat kontak social
3) berfungsi sebagai mewujudkan minat social
kedudukan majlis taklim adalah sebagai tempat lembaga pendidikan non-
formal, dan berfungsi sebagai :
31
a) membina dan mengmbangkan ajaran islam dalam rangka membentuk
masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
b) Sebagai taman rekreasi rahaniyah, karena penyelenggaraannya yang santai.
c) Ajang berlangsungnya silaturahmi missal yang dapat menghidup-suburkan
dakwah dan ukhuwah islamiyah.
d) Sebagai sarana dialog yang berkesinambungan antara para ulama dengan
umat.
e) Media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat
khususnya dan bangsa umumnya.
2.2.3 Peran dan Fungsi Majlis Ta’lim
Majelis ta’lim bila dilihat dari struktur organisasinya, termasuk organisasi
pendidikan luar sekolah yaitu lembaga pendidikanyang sifatnya non formal,
karena tidak di dukung oleh seperangkat aturan akademik kurikulum, lama waktu
belajar, tidak ada kenaikan kelas, buku raport, ijazah dan sebagainya sebagaimana
lembaga pendidikan formal yaitu sekolah.
Dilihat dari segi tujuan, majelis ta.lim termasuk sarana dakwah Islamiyah yang
secara self . standing dan self disciplined mengatur danmelaksanakan berbagai
kegiatan berdasarkan musyawarah untuk mufakat demi untuk kelancaran
pelaksanaan ta’lim Islami sesuai dengan tuntutan pesertanya. Dilihat dari aspek
sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang banyak terdapat
lembaga pendidikan Isla memegang peranan sangat penting dalam penyebaran
ajaran Islam di Indonesia.
32
Di samping peranannya yang ikut menentukan dalam membangkitkan
sikap patriotisme dan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan
Indonesia, lembaga ini ikut serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan
nasional. Dilihat dari bentuk dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga
pendidikan Islam tersebut ada yang berbentuk langgar, suarau, rangkang. Telah
dikemukakan bahwa majelis ta.lim adalah lembaga pendidikan non formal Islam.
Dengan demikian ia bukan lembaga pendidikan formal Islam seperti
madrasah, sekolah, pondok pesantren atau perguruan tinggi. Ia juga bukan
organisasi massa atau organisasi politik. Namun, majelis ta.lim mempunyai
kedudukan tersendiri di tengah-tengah masyarakat yaitu antara lain:
a. Sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama
dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.
b. Taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya bersifat santai.
c. Wadah silaturahmi yang menghidup suburkan syiar Islam.
d. Media penyampaian gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan
umat dan bangsa.
Secara strategis majelis-majelis ta.lim menjadi sarana dakwah dan tabligh
yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat
agama Islam sesuai tuntunan ajaran agama. Majelis ini menyadarkan umat Islam
untuk, memahami dan mengamalkan agamanya yang kontekstual di lingkungan
hidup sosial. budaya dan alam sekitar masing-masing, menjadikan umat Islam
sebagai ummatan wasathan yang meneladani kelompok umat lain.
33
Untuk tujuan itu, maka pemimpinnya harus berperan sebagai penunjuk
jalan ke arah kecerahan sikap hidup Islami yang membawa kepada kesehatan
mental rohaniah dan kesadaran fungsional selaku khalifah dibuminya sendiri.
Dalam kaitan ini H.M. Arifin mengatakan: Jadi peranan secara fungsional majelis
ta’lim adalah mengokohkan landasan hidup manusia muslim Indonesia pada
khususnya di bidang mental spiritual keagamaan Islam dalam upaya
meningkatkan kualitas hidupnya secara integral, lahiriah dan batiniahnya, duniawi
dan ukhrawiah bersamaan (simultan), sesuai tuntunan ajaran agama Islam yaitu
iman dan taqwa yang melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang
kegiatannya. Fungsi demikian sejalan dengan pembangunan nasional kita.
2.3 Ukhuwah Islamiyah
2.3.1 Pengertian Ukhuwah Islamiyah
Menurut Imam Hasan Al-Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan
jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.
2.3.2 Hakekat Ukhuwah Islamiyah
1) Nikmat Allah :
Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
34
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS 3:103)
2) Perumpamaan tali tasbih
Artinya :Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.
3) Merupakan arahan Rabbani
Artinya :Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman)[622]. walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah Telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana.(QS.8:63)
4) Merupakan cermin kekuatan iman
Artinya :Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.(QS 49:10)
Perbedaan Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Jahiliyah Ukhuwah Islamiyah
bersifat abadi dan universal karena berdasarkan aqidah dan syariat Islam.
Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer (terbatas pada waktu dan tempat), yaitu
ikatan selain ikatan aqidah (misal: ikatan keturunan (orang tua-anak),
perkawinan, nasionalisme, kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi).
35
2.3.3 Hal-hal yang menguatkan Ukhuwah Islamiyah:
1. Memberitahukan kecintaan pada yang kita cintai
2. Memohon didoakan bila berpisah
3. Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim)
5. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan.
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu.
7. Sering bersilaturahmi.
8. Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya
9. Memenuhi hak uhkuwah saudaranya
2.3.4 Manfaat ukhuwah Islamiyah
2. Bermusyawarah dan memilih orang yang bertakwa dan berakhlaq karimah
sebagai pemimpin.
2. Tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan
3. Bersikap sopan dan lemah lembut
4. Menjalin hubungan sillaturrahmi dan melakukan rekonsiliasi (perdamaian)
5. Menghormati ulama shaleh/ahli ilmu
6. Dilarang mencela diri sendiri dan meremehkan sesama mukmin
7. Dilarang menggunjing kepada sesama manusia
8. Dilarang memanggil dengan panggilan yang tidak baik/ “paraban/
wadanan” yang dapat merendahkan martabat orang ybs.
9. Hormat kepada orang tua dan sayang pada orang yang lebih muda
10. Berbuat kebaikan kepada kaum kerabat yang dekat dan jauh
36
11. Berbuat kebaikan kepada tetangga dekat dan tetangga yang jauh
12. Menolong orang fakir miskin, ibnu sabil, dan anak yatim
13. Menghormati/ mengasihi mualaf (orang yang baru masuk Islam)
14. Semangat berqurban untuk kepentingan ukhuwah
15. Mendoakan dan memohonkan ampunan kepada Allah untuk kaum
mukminin
BAB III
HASIL PENELITIAN
37
Penelitian tentang peranan Metode Da’wah Majelis Ta'lim Nurmayasari
dalam membentuk Ukhuwah Islamiyah yang dilakukan pada tanggal 21-25 Juni
telah berhasil mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk menjawab
persoalan dalam pembahasan skripsi ini. Data-data tersebut akan dideskripsikan
secara lengkap untuk selanjutnya diolah dan dianalisa secara statistic serta
diinprestasikan sehingga diperoleh suatu kesimpulan sebagai jawaban dari
persoalan skripsi ini.
3.1 Deskripsi Data
3.1.1 Sejarah Berdiri dan Tujuan Majelis Ta'lim Nurmayasari
Majelis Ta'lim Nurmayasari berawal dari sebuah pengajian sederhana yang
dirintis pada tahun 1968 oleh para ulama disekitarnya, antara lain: KH.Hilman
Mubarok, KH. Yusuf Toji’i, KH. Muslim, dan KH. Masyhud.
Majelis Ta'lim ini awalnya hanya mengadakan pengajian kaum bapak dan
ibu saja, pada setiap malam Rabu dan Sabtu setelah shalat Isya bertempat di
Masjid Al-Mujahidin Rt.04/02 Desa Margaluyu Kec.Campaka Kabupaten
Cianjur.
Setelah pengajian tersebut berlangsung selama 28 tahun, maka timbul
gagasan dari para jama'ah pengajian untuk mendirikan pengajian khusus untuk
ibu-ibu dan remaja. Pada tanggal 2 sya'ban 1411 H bertepatan pada tanggal 17
Agustus 1991 M, didirikanlah pengajian ibu-ibu dan remaja yang dilaksanakan
setiap hari Jum’at tiap pukul 4 sore setelah ba’da shalat Asyar bertempat di Masjid
Al-Mujahidin. Latar belakang didirikannya pengajian ibu-ibu dan remaja ini
karena remaja dan ibu-ibu di sekitar Majelis Ta'lim Nurmayasari ada sebagian
38
yang hanya mengenyam pendidikan umum saja, dan juga ada sebagian remaja
yang putus sekolah.
Hal ini mendorong para perintis merasa perlu untuk memberi perhatian
kepada para remaja tersebut agar memiliki pengetahuan agama yang luas.
Pengajian ibu-ibu dan remaja ini mulai mengalami perkembangan, hal ini terlihat
dari jumlah jama'ahnya yang semakin bertambah. Besarnya minat ibu-ibu dan
remaja yang mengikuti pengajian akhirnya timbul pemikiran untuk menambah
waktu pengajian, maka diadakanlah pengajian bulanan yang jama'ahnya adalah
jama'ah pengajian khusus remaja. Pengajian bulanan dilaksanakan setiap hari
Minggu pertama jam 08.00 sampai dengan selesai, dengan bentuk pengajian yaitu
mendengarkan ceramah dari para ulama yang di undang untuk memberikan
ceramah agama.
3.1.2 Tenaga Pengajar dan Jama’ah
Tenaga pengajar pengajian remaja pada awalnya dipimpin oleh para perintis
Majelis Ta'lim, dan guru dari luar antara lain: KH. Sumarno Syafi'i dan KH.
Munahar. Mengingat usia para perintis sudah tua, KH. Muhammad Yusuf (Al-
Marhum), KH. Muslim (umur 67 tahun), KH. Masyhud (Al-Marhum), KH.
Zamakhsyari HM (Al-Marhum), KH. Abdussalam HM (umur 60 tahun). Maka
pada saat ini yang mengajar pengajian remaja antara lain: Ustadz Fathurrahman
(fiqh), Ustadz Muhammad Syahru (Tafsir), Alwi Husin (akhlaq), Ustadzah Wafa.
S (hadits). Tampaknya semangat para pengajar ini antusias dalam memberikan
pengajian. Jama'ah pengajian ibu-ibu dan remaja yang mengikuti pengajian juga
antusias jumlah mereka 60 orang, mulai usia 12 sampai 27 tahun. Sebagian besar
39
dari jama'ah adalah para pelajar dan ibu rumahtangga, dan sebagian lagi
jama'ahnya sudah bekerja. Dalam setiap pengajian jama'ah harus mengisi absen
yaitu untuk mengetahui kehadiran jama'ah disetiap minggunya. Pakaian yang
dipakai dalam mengikuti pengajian adalah busana muslim atau muslimah.
3.1.3 Sarana dan Prasarana
Sarana merupakan komponen pendukung bagi kelangsungan Majelis Ta'lim ini.
Menurut data yang penulis peroleh dari hasil observasi dan survey, Majelis Ta'lim
Nurmayasari memiliki sarana dan prasara pendukung dalam melaksanakan proses
belajar mengajar, seperti: spidol, white board (papan tulis), alat pengeras suara
(sound system), komputer, serta kitab-kitab serta secretariat yang digunakan
sebagai tempat untuk menyimpan sarana tersebut dan juga digunakan sebagai
ruang baca. Proses belajar mengajar dilaksanakan di Masjid Al-Mujahidin lantai
dasar atau tempat biasa jama'ah masjid Al-Mujahidin melaksanakan sholat lima
waktu.
3.1.4 Materi dan Metode Mengajar Yang Digunakan
Materi yang diajarkan di Majelis Ta'lim Nurmayasari, antara lain:
1. Minggu pertama Hadits oleh Ustadzah Wafa. S
2. Minggu kedua Fiqh oleh Ustadz Fathurrahman
3. Minggu ketiga Tafsir oleh Ustadz Muhammad Syahru
4. Minggu keempat Akhlaq oleh Ustadz Alwi Husin
Proses pengajian dilaksanakan selama 2 Jam yaitu pukul 19.30 sampa 21.30,
pengajian di awali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an oleh salah satu jama'ah,
kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Shalawat Nabi yang dibacakan oleh tiga
40
sampai empat orang jama'ah, setelah itu penyampaian materi oleh guru. Metode
yang digunakan adalah metode ceramah, yaitu seorang guru menyampaikan
pelajaran di depan para jama'ah dan jama'ah mendengarkan serta menyimak
bacaan yang sedang dijelaskan, dan tanya jawab.
3.1.5 Struktur Organisasi dan Pengolahan Majelis Ta'lim Nurmayasari
Majelis Ta'lim Nurmayasari adalah pendidikan non-formal dengan berbagai
kegiatan keagamaan, yang dikelola oleh seluruh pengurus yang struktur
organisasinya sebagai berikut:
Penasehat : KH. Hilman Mubarok
Pembina : M. Huh
Ketua : Mulyadi
Wakil Ketua : H. Juanda
Sekretaris I : Hildan
Bendahara I : Ade. S
BADAN PELAKSANA KEGIATAN ORGANISASI
Seksi Pendidikan dan Da'wah :
1. Siti Muthiah
2. Fitri
Seksi Sosial dan Humas :
1. H. Asep
2. Sanuddin
Seksi Kepemudaan
1. S. Yusuf. H
41
2. Abdillah
Seksi Kaderisasi dan Organisasi
1. Misbahul Khoir
2. Ahmad Rifa'i
Berikut ini dikemukakan bagan organisasi Majelis Ta'lim Nurmayasari
Struktur Organisasi Majelis Ta'lim Nurmayasari
Pengurus inilah yang mengelola kegiatan yang ada di Majelis Ta'lim sehingga
berbagai kegiatan keagamaan berjalan dengan baik. Kegiatan Majelis Ta'lim
Nurmayasari dilaksanakan satu kali seminggu, yaitu malam Kamis setelah shalat
Isya. Materi yang dikaji adalah Hadits, Tafsir, Akhlaq, Fiqh, yang diajarkan
secara bergiliran oleh para guru dalam satu minggu.
Selain kegiatan pengajian Mingguan, pengajian remaja Majelis Ta'lim Al-
Mujahidin juga melaksanakan pengajian bulanan, dengan mengundang para ulama
atau kyai untuk memberikan siraman rohani atau pengetahuan agama Islam
42
Penasehat
Pembina
Ketua
Wakil Ketua
Ketua Ketua
Ketua Ketua
Seksi-seksi
(ceramah). Pengajian remaja Majelis Ta'lim Al-Mujahidin juga mempunyai
berbagai kegiatan yang dikelola para pengurus untuk memenuhi kebutuhan
jama'ah. Kegiatan tersebut antara lain:
1. Memperingati hari-hari besar Islam yang secara rutin dilaksanakan, yaitu:
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Peringatan Isra Mi'raj Nabi
Muhammad SAW, Peringatan Tahun Baru Islam.
2. Kunjungan ke Majelis Ta'lim-Majelis Ta'lim lain (Stady Comperative).
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk menambah wawasan para jama'ah dan
mempererat tali silaturahim antar sesama muslim.
3. Memperingati Hari Ulang Tahun HIPMA (Himpunan Pemuda Majelis Ta'lim
Al-Mujahidin. Kegiatan ini diisi dengan berbagai perlombaan, antara lain:
membaca Al-Qur'an, membaca Kitab, membaca Rawi, Pidato, Khutbah, Shalawat,
Adzan, Hifzil Qur'an, Pawai Ta'aruf, dan lain-lain. Kegiatan ini diselenggarakan
setiap empat tahun sekali, dengan lama kegiatan 7 sampai 10 hari. Sedangkan para
peserta berasal dari mushola-mushola atau pengajian-pengajian yang ada
disekitarnya. Seluruh kegiatan di atas dikelola oleh para pengurus pengajian
remaja dan dihadiri oleh jama'ah pengajian remaja, para undangan, dan
masyarakat sekitarnya.
3.1.6 Peranan Majelis Ta'lim Nurmayasari
Peranan Majelis Ta'lim Al-Mujahidin secara umum dapat terlihat dari berbagai
kegiatan yang telah diselenggarakan. Kegiatan-kegiatan tersebut pada akhirnya
43
akan membawa dampak positif bagi jama'ah yang selanjutnya menjadi landasan
kehidupan sehari-hari. Peranan Majelis Ta'lim Nurmayasari, antara lain:
1. Memberikan wawasan keagamaan yang luas kepada para jama'ah
Peran Majelis Ta.lim Nurmayasari dalam pengembangan wawasan keagamaan
para jama.ahnya, terlihat dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Dari berbagai
kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung para jama.ah majelis ta.lim tersebut
dapat mengetahui dan memahami lebih mendalam tentang wawasan agama Islam
dan akhirnya menambah pengetahuan mereka tentang Islam sebagai agama yang
mereka yakini serta mereka jadikan sebagai landasan hidup sehari-hari.
2. Mempererat tali silaturrahim antar sesama muslim (Ukhuwah Islamiyah)
Dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan Majelis Ta.lim Nurmayasari, tidak
hanya untuk menambah wawasan keagamaan Islam saja tetapi juga menjadi ajang
untuk mempererat tali silaturrahmi sesama jama.ah.
3. Mengkaderisasi calon ulama yang ada disekitar
Kegiatan-kegiatan dan pemahaman-pemahaman tentang agama Islam yang
dilaksanakan di Majelis Ta.lim Nurmayasari seluruhnya berorientasi pada
pengkaderan calon ulama seperti kegiatan latihan dasar kepemimpinan (LDK),
Pelatihan Bilal, Khotib dan Imam. Hal ini dilakukan agar remaja yang ada
disekitar (Majelis Ta.lim Nurmayasari) memahami ajaran agama Islam dan
mewariskannya kepada generasi-generasi penerusnya.
4. Menciptakan masyarakat yang bertaqwa serta memiliki akhlaqul karimah
Peran Majelis Ta.lim Nurmayasari dalam menciptakan masyarakat yang bertaqwa
serta berakhlaqul karimah, dilakukan dengan cara memberikan pemahaman
44
tentang pentingnya pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini yang
akan menjadikan benteng pertahanan untuk menghadapi kemajuan tekhnologi dan
perkembangan jaman.
5. Melahirkan pribadi-pribadi yang bertanggung jawab, baik di lingkungan
keluarga, masyarakat, serta bangsa dan negara. Dengan kegiatan-kegiatan dan
pemahaman tentang agama yang diberikan di Majelis Ta.lim Nurmayasari
diharapkan para jama.ah mampu menerapkan dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara serta menjadi pribadi yang bertanggung jawab di berbagai aspek
kehidupan.
3.2 Analisa dan Interpretasi Data
Pada pengumpulan data ini dideskripsikan dengan mengambil pembuatan table-
tabel. Mengingat terbatasnya kemampuan penulis maka penelitian ini
menggunakan sampel sebesar 66 % dari 60 jama'ah pengajian remaja Majelis
Ta'lim Al-Mujahidin. Data-data yang terkumpul dari responden sebanyak 40
jama'ah. Untuk mempermudah menganalisa data angket wawancara, maka tiap
yang ditanyakan dalam angket diolah dalam bentuk tabel
.
3.2.1 Kegiatan Keagamaan Majelis Ta'lim
Tabel 1Bagaimanakah Keberadaan Majelis Ta'lim Nurmayasari
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
45
A Sangat penting 24 60 %
B Penting 16 40 %
C Kurang penting - -
D Tidak penting - -
Jumlah N=40 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar jama'ah menganggap keberadaan
Majelis Ta'lim Nurmayasari sangat penting yaitu sekitar 60 % dan yang menjawab
penting sebayak 40 %. Hal ini membuktikan bahwa Majelis Ta'lim Nurmayasari
mempunyai kontribusi dalam memberikan wawasan Islam. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa Majelis Ta'lim Al-Mujahidin mempunyai peranan yang
cukup penting.
Tabel 2Bagaimanakan Frekwensi kehadiran mengaji
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 13 32,5 %
B Sering 16 40 %
C Kadang-kadang 11 27,5 %
D Tidak pernah - -
Jumlah N= 40 100 %
Bila dilihat dari prosentase di atas sekitar 32,5 % dari jama'ah selalu mengikuti
pengajian dan yang menjawab sering mengikuti pengajian secara rutin sebanyak
40 %. Sedangkan 27,5 % menyatakan kadang-kadang mengikuti pengajian secara
46
rutin. Dari tabel di atas mununjukan bahwa Majelis Ta'lim Nurmayasari
mempunyai daya tarik bagi jama'ah sehingga sebagian besar sering menghadiri
kegiatan tersebut.
Tabel 3
Apakah Alasan Menghadiri Pengajian di Majelis Ta'lim Nurmayasari
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Atas kemauan sendiri 30 75 %
B Ajakan teman/pengurus 7 17,5 %
C Perintah keluarga 3 7,5 %
D Ikut-ikutan - -
Jumlah N=40 100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar jama'ah yang mengikuti aktivitas
di Majelis Ta'lim atas kemauan sendiri, yaitu sebanyak 75 %. Sedangkan jama'ah
yang mengikuti Majelis Ta'lim karena ajakan teman atau pengurus sebanyak 17,5
% dan 7,5 % atas perintah keluarga. Dengan demikian kesadaran agama dalam
diri muslim/muslimat sudah melekat dan tidak harus dipaksa lagi.
Tabel 4Apa Alasan Bergabung di Majelis Ta'lim Nurmayasari
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Menambah pengetahuan agama 35 87,5%
47
B Memperbanyak teman 3 7,5%
C Mengisi waktu luang 2 5%
D Iseng-iseng saja - -
Jumlah N= 40 100 %
Berdasarkan hitungan prosentase di atas yaitu 87,5 % sebagian besar jama'ah
mengikuti pengajian di Majelis Ta'lim Nurmayasari untuk menambah
pengetahuan agama, di samping itu ada juga yang beralasan untuk memperbanyak
teman yaitu sekitar 7,5 % dan mengisi waktu luang 5 %. Hal ini menunjukan
bahwa Majelis Ta'lim sebagai lembaga pendidikan non-formal dapat menambah
pengetahuan agama khususnya bagi para jama'ahnya.
Tabel 5Bagaimana Keaktifan Mengikuti Kegiatan Keagamaaan
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Sangat aktif 11 27,5%
B Aktif 20 50%
C Kurang aktif 9 22,5%
D Tidak aktif - -
Jumlah N=40 100%
Bila dilihat prosentase di atas 27,5 % dari jama'ah terbilang sangat aktif dan 50 %
jama'ah menyatakan aktif, sedangkan 22,5 % jama'ah kurang aktif. Hal ini
menunjukan antusias para jama'ah untuk mempelajari pengetahuan agama yang
diajarkan di Majelis Ta'lim Nurmayasari.
48
Tabel 6Apakah Pengetahuan Bertambah Setelah Mengikuti Pengajian
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Sangat Bertabah 20 50%
B Cukup bertambah 20 50%
C Kurang bertambah - -
D Tidak sama sekali - -
Jumlah N=40 100%
Tabel di atas menunjukan bahwa setelah mereka mengikuti pengajian di Majelis
Ta'lim Nurmayasari pengetahuan agama mereka sangat bertambah yaitu 50 % dan
50 % lagi menyatakan cukup bertambah. Ini menunjukan bahwa Majelis Ta'lim
Nurmayasari berperan dalam menambah wawasan keagamaan bagi para
jama'ahnya.
Tabel 7Bagaimana Cara Penyampaian Materi
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Sangat sistematis sehingga mudah dipahami 18 45%
B Cukup sederhana 20 50%
C Sering berbelit-belit sehingga sukar dipahami 2 5%
D Tidak menarik/membosankan - -
Jumlah N=40 100%
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa 45 % jama'ah menyatakan bahwa
dalam penyampaian materi mereka dapat memahami dengan baik karena sangat
sistematis dan ada pula yang menyatakan cukup sederhana yaitu 50 %. Sedangkan
49
yang menyatakan sering berbelit-belit adalah sebanyak 5 %. Hal ini menunjukan
bahwa para pengajar di Majelis Ta'lim Nurmayasari dalam menyampaikan materi
cukup jelas sehingga mudah dipahami oleh jama'ah.
Tabel 8Metode apa yang Diinginkan dalam pengajian
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Ceramah, diskusi, dan tanya jawab 34 85%
B Ceramah 3 7,5%
C Diskusi 1 2,5%
D Tanya jawab -
Jumlah N=100 100%
Tabel di atas menunjukan bahwa 85 % dari responden menyatakan bahwa mereka
menginginkan metode ceramah, diskusi dan Tanya jawab yang dipakai di Majelis
Ta'lim Nurmayasari. Sedangkan metode ceramah saja 7,5 %, metode diskusi saja
2,5 % dan metode Tanya jawab saja 5 %. Dengan demikian tabel di atas
menunjukkan metode yang dipakai harus bervariasi.
Tabel 9Bagaimanakah Pengamalan Ilmu dalam Kehidupan Sehari-hari
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 7 17,5%
B Sering 29 72,5%
C Kadang-kadang 4 10%
D Tidak pernah - -
Jumlah N=40 100%
50
Pada tabel di atas 17,5 % responden menyatakan selalu dan 72,5 % menyatakan
sering mengamalkan ilmu yang telah diajarkan dalam kehidupan seharihari.
Sedangkan yang menyatakan kadang-kadang sebanyak 10 %. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar jama'ah Majelis Ta'lim Nurmayasari
mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
Tabel 10Bagaimana Peran Majelis Ta'lim dalam Mempengaruhi Sikap dan Perilaku
KeagamaanNO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Sangat berperan 24 60%
B Cukup berperan 16 40%
C Kurang berperan - -
D Tidak berperan - -
Jumlah N=40 100%
Prosentase di atas 60 % dari responden menyatakan bahwa Majelis Ta'lim
Nurmayasari mempunyai peranan dalam mempengaruhi sikap keagamaan.
Sedangkan 40 % dari responden menyatakan cukup berperan. Dengan demikian
Majelis Ta'lim Nurmayasari sebagai pendidikan non-formal mempunyai peranan
penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku keagamaan remaja.
Tabel 11Faktor-faktor apa yang Berperan Terhadap Sikap dan Perilaku Keagamaan
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Bimbingan keluarga 21 52,5%
B Pendidikan agama di sekolah 6 15%
51
C Bimbingan guru ngaji 5 12,5%
D Baca buku agama 8 20%
Jumlah N=40 100%
Berdasarkan tabel di atas meninjukan bahwa 52,5 % dari jama'ah menyatakan
bahwa bimbingan orang tua sangat berperan penting dalam membentuk sikap dan
perilaku keagamaan selain Maj;is Ta'lim Nurmayasari. 15 % menunjukan
bimbingan pendidikan agama di sekolah juga mempunyai peran dalam
membentuk sikap dan perilaku keagamaan. Sedangkan 12,5 % dan 20 % adalah
bimbingan guru ngaji dan baca buku agama juga berperan penting dalam
membentuk sikap dan perilaku keagamaan seorang remaja.
3.2.2 Sikap Ukhuwah Islamiyah
Tabel 12Apakah Pelaksanaan sikap Bermusyawarah dan memilih orang yang bertaqwa dan
berakhlak karimah sebagai pemimpin dalam kehidupan sehari-hari
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 23 57,5%
B Kadang-kadang 9 22,5%
C Tergantung keadaan 8 20%
D Belum pernah - -
Jumlah N=40 100%
Tabel hitungan presentase di atas 57,5 % dari responden selalu dalam
bermusyawarah dan memilih orang yang bertaqwa dan berakhlak karimah sebagai
pemimpin. Sedangkan 22,5 % menyatakan kadang-kadang. 20 % menyatakan
52
tergantung keadaan. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar selalu
mengutamakan dalam bermusyawarah dan memilih orang yang bertaqwa dan
berakhlak karimah sebagai pemimpin setelah mengikuti pengajian di Majelis
Ta'lim ini.
Tabel 13Apakah selalu Tolong menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 27 67,5%
B Sering 8 20%
C Kadang-kadang 5 12,5%
D Tidak pernah - -
Junlah N=40 100%
Presentase di atas menyatakan bahwa 67,5 % dari responden menyatakan selalu
melaksanakan tolong menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan. 20 %
menyatakan sering dan 12,5 % menyatakan kadang-kadang melaksanakan tolong
menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan. Hal ini menunjukan bahwa sebagia
besar jama'ah menyadari bahwa tolong –menolong dalam kebajikan dan
ketaqwaan merupakan perintah yang harus dilaksanakan.
Tabel 14Apakah selalu Bersikap sopan dan lemah lembut
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 23 57,5%
53
B Sering 9 22,5%
C Kadang-kadang 8 20%
D Tidak pernah - -
Jumlah N=40 100%
Tabel di atas menunjukan presentase 57,5% dari jama'ah Majelis Ta'lim
Nurmayasari selalu bersikap sopan dan lemah lembut. Sedangkan 22,5% dari
responden menyatakan sering bersikap sopan dan lemah lembut dan 22,5 %
menyatakan kadang-kadang.
Tabel 15Apakah selalu Menjalin hubungan silaturahmi dan melakukan rekonsiliasi
(perdamaian)
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 9 22,5%
B Sering 12 30%
C Kadang-kadang 19 47,5%
D Tidak pernah - -
Jumlah N=40 100%
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa 22,5 5 dari responden menyatakan
bahwa mereka selalu menjalin hubungan silaturahmi dan melakukan rekonsiliasi
dan 30 % menyatakan sering menjalin hubungan silaturahmi dan melakukan
rekonsiliasi sedangkan 47,5 % dari responden menyatakan kadang-kadang
menjalin hubungan silaturahmi dan melakukan rekonsiliasi.
Tabel 16
54
Apakah selalu Menghormati ulama shaleh/ahli ilmu
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 36 90%
B Sering 4 10%
C Kadang-kadang - -
D Tidak pernah - -
Jumlah N=40 100%
Berdasarkan hitungan presentase di atas 90 % dari responden menyatakan bahwa
mereka selalu menghormati ulama shaleh/ahli ilmu dan 10% menyatakan sering
menghormati ulama shaleh/ahli ilmu. Hal ini menyatakan bahwa kesadaran
menghormati ulama shaleh/ahli ilmu sudah melekat dalam diri mereka, walaupun
ada juga yang menyatakan sering.
Tabel 17Bagaimana dalam Mentaati larangan mencela diri sendiri dan meremehkan
sesama mukmin
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Mentaati dengan senang hati 34 85%
B Mentaati dengan kesal hati - -
C Biasa saja 6 15%
D Membantah perintahnya - -
Jumlah N=40 100%
Tabel di atas menunjukan bahwa 85 % dari responden menyatakan bahwa mereka
selalu mentaati dengan senang hati larangan mencela diri sendiri dan meremehkan
55
sesama mukmin. Sedangkan sekitar 15 % dari responden menyatakan biasa saja
dalam mentatati larangan mencela diri sendiri dan meremehkan sesama mukmin.
Tabel 18Bagaimana Mentaati larangan menggunjing kepada sesama manusia
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Mentaati dengan senang hati 40 100%
B Mentaati dengan kesal hati - -
C Biasa saja - -
D Membantah perintahnya - -
Jumlah N=40 100%
Tabel di atas menunjukan bahwa 100 % dari responden menyatakan bahwa
mentaati dengan senang hati untuk tidak menggunjing kepada sesama manusia.
Tabel 19Apakah selalu Hormat kepada Orang tua dan sayang pada orang yang lebih muda
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 21 52,5%
B Sering 18 45%
C Kadang-kadang 1 2,5%
D Tidak pernah - -
Jumlah N=40 100%
Tabel di atas menunjukan 52,5 % dari responden menyatakan bahwa mereka
selalu hormat kepada orang tua dan sayang pada orang yang lebih muda,
sedangkan 45 % sering dan 2,5 % kadang-kadang hormat kepada orang tua.
Tabel 20
56
Berbuat kebaikan kepada kaum kerabat yang dekat dan jauh
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 14 35%
B Sering 20 50%
C Kadang-kadang 4 10%
D Tidak pernah 2 5%
Jumlah N=40 100%
Berdasarkan hitungan presentase di atas 35 % dari responden selalu beebuat
kebaikan kepada kaun kerabat yang dekat dan jauh, sedangkan 50 % sering, 10 %
Kadang-kadang dan 5 % tidak pernah.
Tabel 21
Berbuat Kebaikan kepada Tetangga dekat dan jauh
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 14 35%
B Sering 20 50%
C Kadang-kadang 4 10%
D Tidak pernah 2 5%
Jumlah N=40 100%
Berdasarkan tabel di atas 35 % dari responden menyatakan selalu berbuat
kebaikan kepada tetangga jauh dan dekat, sedangkan 50% dari anggota jama'ah
menyatakan sering, dan 10 % menyatakan kadang-kadang, sedang 5% tidak
pernah.
57
Tabel 22
Menolong orang fakir miskin, ibnu sabil, dan anak yatim
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 15 37,5%
B Sering 25 62,5%
C Kadang-kadang - -
D Tidak pernah - -
Jumlah N=40 100%
Berdasarkan tabel di atas 37,5 % dari jama'ah Majelis Ta'lim menyatakan selalu
menolong orang fakir, ibnu sabil dan anak yatim, sedangkan 62,5 % mereka
sering menolong.
Tabel 23
Semangat berqurban untuk kepentingan ukhuwah islamiyah
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 30 75%
B Sering 10 25%
C Kadang-kadang - -
D Tidak pernah - -
Jumlah N=40 100%
Berdasarkan tabel di atas 75 % dari jama'ah Majelis Ta'lim menyatakan selalu
memiliki semangat berqurban untuk kepentingan ukhuwah, sedangkan 25 %
mereka selalu.
58
Tabel 24
Mendo’akan dan memohonkan ampunan kepada Allah SWT untuk kaum mukminin
NO Alternatif Jawaban (F) ( P )
A Selalu 15 37,5%
B Sering 25 62,5%
C Kadang-kadang - -
D Tidak pernah - -
E Jumlah N=40 100%
Berdasarkan tabel di atas 37,5 % dari jama'ah Majelis Ta'lim menyatakan selalu
mendoakan dan memohonkan ampun kepada Allah SWT untuk kaum mukminin,
sedangkan 62,5 % mereka sering mendo’akan dan memohonkan ampunan bagi
semua mukminin.
Dari semua tabel di atas menunjukan bahwa keberadaan Majelis Ta'lim
Nurmayasari mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk
ukhuwah Islamiyah. Pernyataan ini bisa dibuktikan dari rata-rata jawaban
responden yang menjawab selalu dan sering. Meskipun sebagian kecil responden
menyatakan Majelis Ta'lim hanya sedikit berperan dalam membentuk ukhuwah
islamiyah, ini dapat dilihat dari jawaban responden yang menjawab kadang-
kadang dan tidak pernah. Apabila dilihat dari ilmu pengetahuan, responden
menyatakan bahwa setelah mengikuti pengajian di Majelis Ta'lim Nurmayasari
pengetahuan agama sangat bertambah sekitar 50 %, adapun yang mengikuti
pengajian di Majelis Ta'lim atas kemauan sendiri yaitu sekitar 75 %. Hal ini
59
menunjukan bahwa pengetahuan tentang agama mereka sangat bertambah setelah
mengikuti pengajian di Majelis Ta'lim Nurmayasari. Motivasi itu timbul dari diri
parajama’ah tersebut tanpa paksaan dari orang lain. Ini terlihat kesadaran tentang
ukhuwah islamiyah sudah melekat di para jema’ah.
Metode Daiwah Majelis Ta'lim Nurmayasari dalam peranannya membentuk
ukhuwah islamiyah diaplikasikan dengan melakukan berbagai macam kegiatan
yang telah mendidik dan mengarahkan para jema’ah agar jangan sampai mereka
melakukan perbuatan yang dilarang. Melalui kegiata-kegiatan itulah para jema’ah
akan mendapat pengetahuan dan pendidikan agama maupuan umum dan dapat
membawa jema’ah menjadi manusia manusia yang berkepribadian muslim yang
diharapkan semua orang baik keluarga, masyarakat dan agama. Berdasarkan
penelitian ternyata hipotesa alternatif (Ha) diterima karena teruji kebenarannya,
berarti: pengaruh yang signifikan antara peranan Metode Da’wah Majelis Ta'lim
dalam membentuk ukhuwah islamiyah, dan sebaliknya hipotesa nihil (Ho) ditolak
karena tidak teruji kebenarannya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
60
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan untuk menulis
skripsi dengan judul .Peranan Majelis Ta.lim Al-Mujahiddin dalam Pembentukan
Sikap Keagamaan Remaja di Desa Belendung Batu Ceper Tangerang., penulis
mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Majelis Ta'lim Al-Mujahidin yang dirintis tahun 1968 awalnya hanya
melaksanakan pengajian anak-anak saja. Akan tetapi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, maka didirikanlah Pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu .Majelis
Ta'lim Nurmayasari pada tanggal 17 Agustus 1991, dengan waktu pengajian
setiap malam Jum'at ba'da Isya bertempat di Masjid Al-Mujahidin. Pengajian di
Majelis Ta'lim Nurmayasari inipun mulai mengalami perkembangan dan
akhirnya muncul pengajian bulanan.
2. Peranan Metode Da’wah dalam membentuk Ukhuwah Islamiyah di Majlis
Ta’lim Nurmayasari ini adalah sangat berperan hal ini dapat dilihat dari hasil
angket yang disebarkan kepada para jemaah, diantara indikator yang dapat
dijelakan di bawah ini antara lain :
1. Para jemaah sebagian besar telah dapat memilih calon pemimpin orang
yang bertaqwa dan berakhlak karimah.
2. Hampir seluruh jemaah telah melaksanakan tolong menolong dalam
kebajikan dan ketaqwaan.
3. Para jema’ah majlis ta’lim telah dapat melaksanakan sikap, dan perilaku
ukhuwah islamiyah sebagai hasil dari mengikuti pengajian di majlis
ta’lim Nurmayasari dalam kehidupan sehari-hari, sehingga masyarakat
61
di lingkungan majlis ta’lim suasana silaturahmi telah terjalin dengan
baik.
B. saran
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Majelis Ta'lim Nurmayasari
yang terletak di Desa Margaluyu Kecamatan Campaka Kebupaten Cianjur, telah
dapat penulis simpulkan sebagaimana tertulis sebelumnya di atas. Bertolak dari
kesimpulan tersebut, maka penulis menganjurkan saran sebagai berikut:
1. Untuk lebih meningkatkan intelektualitas para jama'ah, hendaklah jama'ah tidak
hanya mendengarkan dan menerima materi yang diajarkan saja. Akan tetapi
usahakan materi yang akan dibahasn terlebih dahulu dibaca oleh jama'ah secara
bergiliran, sehingga jama'ah lebih memperhatikan materi yang akan dibahas.
2. Dalam menjelaskan materi yang sedang dibahas janganlah bersifat monoton
yang selajutkan akan membuat bosan jama'ah, usahakan penjelasan materi
dikaitkan dengan perkembangan zaman yang sedang berkembang, sehingga
para jama'ah mudah memahami dan merealisasikan dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan Majelis Ta'lim Nurmayasari
hendaklah lebih bervariasi sehingga menarik minat para jama'ah untuk ikut
menghadiri.
4. Majelis Ta'lim Nurmayasari sebagai lembaga pendidikan non-formal yang telah
lama berdiri dan telah mengalami perkembangan, hendaklah diimbangi dengan
sistem pengelolaan yang baik. Kemandirian dan ketangguhan dalam
mengantisipasi setiap perubahan, baik yang berskala lokal, nasional dan
62
internasional menjadi suatu hal yang penting yang harus diperhatikan para
pengurus.
63