22
PERANCANGAN INDUSTRI HASIL PERTANIAN Dalam memenuhi kebutuhan produksi karet remah (Crumb Rubber) nasional, diperlukan pabrik pengolahan Crumb Rubber untuk menunjang kapasitas produksi karet remah nasional. Dalam perancangan kali ini, PT. PRATAMA RUBBERINDO memiliki kemampuan untuk mendirikan sebuah pabrik Crumb rubber Processing untuk memenuhi tuntutan itu PROSPEK PEDAGANGAN CRUMB RUBBER Indonesia merupakan negara produsen karet alam kedua terbesar di dunia setelah Thailand. Pada tahun 2006, produksi karet alam mencapai 2,64 juta ton, lebih dari 90% nya (2,45 juta ton) adalah jenis Crumb Rubber yang dihasilkan oleh sekitar 115 pabrik Crumb Rubber di seluruh Indonesia. Industri Crumb Rubber (karet remah) memiliki arti yang sangat penting bagi perolehan devisa sekaligus penyerapan tenaga kerja. Sebagai gambaran pada tahun 2006, industri crumb rubber berhasil meraup devisa ekspor senilai US$ 3,77 Milyar, hampir 50% dari nilai ekspor produk pertanian. Tenaga kerja yang terserap di bidang produksi crumb rubber mencapai + 100.000, sedangkan dibidang penyediaan bahan baku (petani karet) lebih dari 6 juta orang, belum termasuk para pedagang pengumpul. Luas areal tanaman karet di Indonesia pada saat ini 3,309 juta ha, dimana 84,49% (2,796 ha) merupakan perkebunan rakyat. Oleh karena

Perancangan Industri Hasil Pertanian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perancangan Industri Hasil Pertanian

PERANCANGAN INDUSTRI HASIL PERTANIAN

Dalam memenuhi kebutuhan produksi karet remah (Crumb Rubber)

nasional, diperlukan pabrik pengolahan Crumb Rubber untuk menunjang

kapasitas produksi karet remah nasional. Dalam perancangan kali ini, PT.

PRATAMA RUBBERINDO memiliki kemampuan untuk mendirikan sebuah

pabrik Crumb rubber Processing untuk memenuhi tuntutan itu

PROSPEK PEDAGANGAN CRUMB RUBBER

Indonesia merupakan negara produsen karet alam kedua terbesar di dunia

setelah Thailand. Pada tahun 2006, produksi karet alam mencapai 2,64 juta ton,

lebih dari 90% nya (2,45 juta ton) adalah jenis Crumb Rubber yang dihasilkan

oleh sekitar 115 pabrik Crumb Rubber di seluruh Indonesia. Industri Crumb

Rubber (karet remah) memiliki arti yang sangat penting bagi perolehan devisa

sekaligus penyerapan tenaga kerja. Sebagai gambaran pada tahun 2006, industri

crumb rubber berhasil meraup devisa ekspor senilai US$ 3,77 Milyar, hampir

50% dari nilai ekspor produk pertanian. Tenaga kerja yang terserap di bidang

produksi crumb rubber mencapai + 100.000, sedangkan dibidang penyediaan

bahan baku (petani karet) lebih dari 6 juta orang, belum termasuk para pedagang

pengumpul. Luas areal tanaman karet di Indonesia pada saat ini 3,309 juta ha,

dimana 84,49% (2,796 ha) merupakan perkebunan rakyat. Oleh karena itu, maju

mundurnya kinerja industri karet alam di dalam negeri akan memberikan dampak

yang cukup luas bagi kesejahteraan rakyat.

. Menurut data International Rubber Study Group (2007), dalam kurun

waktu 5 tahun terakhir konsumsi karet alam di dalam negeri meningkat rata-rata

sebesar 10,98 % per tahun, sedangkan di dunia internasional meningkat rata-rata

4,72 % per tahun. Peningkatan harga minyak bumi yang sangat tajam di pasaran

internasional, menyebabkan permintaan terhadap karet alam naik pesat, karena

karet sintetis yang bahan bakunya berasal dari fraksi minyak bumi harganya ikut

meningkat tajam. Terkait dengan hal itu beberapa lembaga perkaretan

internasional memprediksi permintaan karet alam dunia ke depan akan meningkat

lebih tinggi yaitu pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,2 % dan tahun 2008

sebesar 7,5 %.

Page 2: Perancangan Industri Hasil Pertanian

Peluang yang cerah bagi perkaretan nasional tentunya hanya bisa diraih

jika Indonesia mampu meningkatkan kinerja agroindustri karetnya, antara lain

melalui peningkatan mutu crumb rubber. Terkait dengan itu, akhir-akhir ini

banyak muncul keluhan (complaint) dari beberapa pihak pengimport karet alam

(terutama pabrik ban) terhadap mutu Crumb Rubber asal Indonesia, karena

disinyalir mengandung kontaminan kimiawi yang sangat berpengaruh terhadap

mutu produk karet hilirnya.

Bagi perekonomian nasional, karet merupakan komoditas perkebunan

yang sangat penting. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga

memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-

migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong

pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan

karet. Karet bersama-sama dengan kelapa sawit merupakan dua komoditas utama

penghasil devisa terbesar dari subsektor perkebunan. dalam kurun waktu 5 tahun

terakhir, karet menyumbang devisa dari 25% hingga 40% terhadap total ekspor

produk perkebunan.

Hasil kajian para pakar memperlihatkan bahwa prospek perdagangan karet

alam dunia sangat baik. Dalam jangka panjang, perkembangan produksi dan

konsumsi karet menurut ramalan ahli pemasaran karet dunia yang juga Sekretaris

Jenderal International Rubber Study Group, Dr. Hidde P. Smit, menunjukkan

bahwa konsumsi karet alam akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan

dari 8,5 juta ton di tahun 2005, naik menjadi 9,23 pada tahun 2006, dan diprediksi

menjadi 11,9 juta ton pada tahun 2020.

Prospek bisnis pengolahan crumb rubber ke depan diperkirakan tetap

menarik, karena marjin keuntungan yang diperoleh pabrik relatif pasti. Marjin

pemasaran, antara tahun 2000-2006 berkisar antara 3,7%-32,5% dan marjin

keuntungan pabrik pengolahan antara 2-4% dari harga FOB, tergantung pada

tingkat harga yang berlaku. Tingkat harga FOB itu sendiri sangat dipengaruhi oleh

harga dunia yang mencerminkan permintaan dan penawaran karet alam, dan harga

beli pabrik dipengaruhi kontrak pabrik dengan pembeli/buyer (biasanya pabrik

ban) yang harus dipenuhi. Pada umumnya marjin yang diterima pabrik akan

semakin besar jika harga meningkat.

Page 3: Perancangan Industri Hasil Pertanian

Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia diperdagangkan dalam

bentuk karet lembaran yakni karet sit asap (RSS = ribbed smoked sheet), Namun

sejak diperkenalkan teknologi karet remah (crumb rubber) pada tahun 1968,

produksi karet sit secara dramastis menurun, beralih ke karet remah, tidak kurang

dari 90% produksi karet alam nasional setiap tahunnya merupakan karet remah.

Tingginya permintaan pasar terhadap karet remah untuk dijadikan bahan

pembuatan komponen teknik terutama ban kendaraan bermotor, dan ditunjang

dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya (bahan olah karet), menyebabkan

perkembangan teknologi karet remah saat ini sudah sedemikian pesat. Pada tahun

1969 terdapat 65 pabrik, kini sekitar 115 pabrik karet remah yang aktif beroperasi

di Indonesia.

Tuntutan permintaan yang tinggi dari sektor transportasi terhadap karet

alam sukar dipenuhi oleh karet lembaran, karena karet jenis ini memerlukan

waktu pengolahan yang cukup lama yakni 7-14 hari. Dengan teknologi karet

remah, bahan olah karet secara cepat, kurang dari 1 hari dapat diolah menjadi

karet mentah yang siap untuk dijual. Selain itu, mutu karet remah dinilai

berdasarkan hasil analisis fisiko-kimia, sehingga dianggap lebih "fair "

dibandingkan mutu karet lembaran yang dinilai hanya berdasarkan pengamatan

visual dan bersifat subyektif.

Pada saat karet lembaran masih mendominasi produksi karet alam, petani

berperan sebagai penghasil lateks, dan banyak juga yang sekaligus sebagai

pengolahnya untuk dijadikan karet sit. Namun sejak penerapan teknologi karet

remah, petani umumnya hanya berperan sebagai penyedia bahan olah berupa lump

dan slab. Lump merupakan bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang

digumpalkan menjadi berbentuk mangkok berdiameter sekitar 10-15 cm,

sedangkan slab berbentuk balok tipis hingga berukuran sekitar 35cmx50cm, tebal

20 cm.

Bahan olah karet dari petani dijual ke prosesor akhir yakni pabrik karet

remah untuk diolah menjadi karet remah jenis SIR (Standard Indonesian Rubber)

10, atau SIR 20. Pengolahan melibatkan serangkaian proses mulai dari pengecilan

ukuran, pencucian, homogenisasi, pengeringan dan pengemasan.

Page 4: Perancangan Industri Hasil Pertanian

Sejak dimulainya era karet remah, SIR 20 senantiasa mendominasi jenis

karet remah yang diproduksi. Saat ini ekspor karet remah SIR 20 sekitar 85%.

Dengan demikian tampak bahwa bahan olah karet lump dan slab sangat penting

peranannya sebagai bahan baku untuk pembuatan karet remah. Pada Tabel 2.1

berikut ditampilkan perkembangan volume ekspor karet alam selama beberapa

tahun terakhir. Tampak untuk kurun waktu 5 tahun terakhir, karet SIR 20 sangat

dominan sebagai produks ekspor, rata-rata porsinya mencapai hampir 90%.

KLASIFIKASI INDUSTRI

Berdasarkan klasifikasi industri dari sektor ekonomi, pabrik Crumb

Rubber Processing ini tergolong kedalam Industri Primer, karena memproduksi

produk antara dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari smberdaya

alam, yakni Lateks. Sedangkan berdasarkan skala usaha, pabrik Crumb rubber

Processing PT. PRATAMA RUBBERINDO ini tergolong kedalam Industri Besar,

karena membutuhkan modal inestasi diatas Rp. 500 Jt, yang mampu menyerap

tenaga kerja diatas 100 orang dan menggunakan teknologi mutakhir dalam proses

produksinya.

JENIS PRODUKSI

Komoditas karet saat ini diperdagangkan dalam bentuk primer dan turunan

atau hasil olahannya. Pada produk primer terdapat 3 golongan utama yaitu crumb

rubber, karet konvensional dan lateks pekat. Crumb rubber dalam istilah teknis

disebut juga sebagai TSR (technically spesified rubber) dan dalam perdagangan

karet alam dunia crumb rubber produksi Indonesia disebut sebagai SIR (Standard

Indonesian Rubber) yang terdiri atas beberapa jenis mutu, yaitu SIR 3L, SIR 3CV,

SIR 3WF, SIR 10 dan SIR 20. Jenis SIR 20 adalah jenis crumb rubber yang

sangat dominan, menguasai hampir 80% pangsa pasar dunia karena merupakan

bahan baku utama untuk ban kendaraan bermotor.

Page 5: Perancangan Industri Hasil Pertanian

TENAGA KERJA

Untuk keperluan manajemen pabrik dan pengendalian mutu, untuk bagian

pengolahan lain, tenaga kerja yang diperlukan tidak mempersyaratkan pen-didikan

tinggi. Pendirian pabrik crumb rubber akan berdampak positif bagi penyerapan

tenaga kerja dari derah tersebut. Dalam perencanaan tenaga kerja langsung,

digunakan standar norma sebesar 4-6 HOK per ton crumb rubber. Oleh karena itu

Industri crumb rubber termasuk industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Di

Page 6: Perancangan Industri Hasil Pertanian

samping itu diperlukan tenaga kerja tidak langsung untuk administratif,

pengendalian mutu dan pimpinan yang jumlahnya ditentukan olah kapasitas

pabrik. Tenaga kerja untuk pabrik Crumb Rubber Processing PT. PRATAMA

RUBBERINDO ini setidaknya membutuhkan 138 orang.

LOKASI

Pabrik Crumb Rubber Processing PT. PRATAMA RUBBERINDO

didirikan diatas lahan seluas 5 ha di Kec. Muara Tebo, Kab. Tebo, Jambi.

Pemilihan lokasi ini menyangkut ketersediaan bahan baku yang sebagian besar

terdapat di wilayah Muara Bungo dan Muara Tebo. Wilayah Muara Bungo dan

Muara Tebo merupakan wilayah dengan luas perkebunan karet rakyat yang

mendekati 65% luas keseluruhan perkebunan karet rakyat di provinsi Jambi.

Pertimbangan pemilihan lokas ini juga didasari pada jarak distribusi ke

perusahaan mitra, yakni PT. GAJAH TUNGGAL, Tbk yang berlokasi di Kab.

Muara Tebo, Jambi. Distribusi Crumb Rubber ini nantinya akan memakai jalur

Lintas Barat (Jl. Lintas Sumatra) untuk mencapai efektifitas dalam distribusi

barang. Selain itu Crumb Rubber ini nantinya akan diekspor sebagai langkah

memaksimalkan market share dari PT. PRATAMA RUBBERINDO di mata

Internasional

TATA NIAGA BAHAN BAKU

Hingga saat ini produksi dan ekspor karet Indonesia didominasi oleh jenis

mutu SIR 20. Karena orientasi pemasaran karet adalah ekspor maka sistem

tataniaga bokar berfungsi sebagai penghubung antara petani sebagai produsen

bokar dengan ekportir yang pada umumnya juga sekaligus sebagai

prosesor/pengolah. Dengan teknologi pengolahan crumb rubber, peran petani

dalam sistem tataniaga bokar hanya terbatas sebagai penyedia bahan olah yang

bentuk dan mutunya masih sangat bervariasi.

Selanjutnya pengolahan bokar tersebut dilakukan secara terpusat di pabrik-

pabrik crumb rubber yang umumnya berlokasi jauh dari pusat-pusat produksi

karet rakyat. Setiap wilayah produksi karet rakyat memiliki variasi dalam saluran

tataniaganya, tetapi sebagai pola umum digambarkan secara skematis seperti

Page 7: Perancangan Industri Hasil Pertanian

terlihat pada Gambar 4.1. Di dalam pola ini terlibat petani, pedagang perantara

tingkat desa, pedagang perantara tingkat kecamatan, pedagang perantara tingkat

kabupaten/propinsi dan pabrik pengolahan. KUD, kelompok tani, dan pasar lelang

telah masuk dalam sistem tataniaga bokar.

Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa sebagian besar rumah tangga

petani menjual karetnya kepada pedagang perantara, hanya sebagian kecil saja

petani yang menjual bokarnya ke pasar atau langsung ke pabrik pengolahan. Fakta

ini menunjukkan bahwa saluran tataniaga melalui pedagang perantara masih

dianggap lebih ‘menguntungkan’ dibandingkan dengan saluran lainnya.

Gambar 3.1. Pola umum pemasaran bahan olah karet rakyat

Secara historis terlihat bahwa dalam tataniaga bokar secara alamiah telah

terbentuk suatu sistem kelembagaan yang mengatur interaksi di antara pelaku-

pelaku pada sistem pemasaran bokar. Pada awal perkembangannya, karet ekspor

Indonesia termasuk karet rakyat masih dalam bentuk karet konvensional. Petani

menjual karetnya kepada pedagang tingkat desa yang pada umumnya juga sebagai

pedagang kebutuhan pokok atau pemilik rumah asap. Hubungan petani dengan

pedagang tingkat desa tersebut terbentuk dalam suatu kelembagaan dalam bentuk

aturan-aturan yang disepakati bersama yang mengatur tidak hanya terbatas pada

transaksi bokar tetapi juga dalam hal kebutuhan pokok petani. Karena unit

pengolahan rumah asap juga cukup tersebar, maka banyak petani yang juga

memperoleh keterampilan dalam pengolahan misalnya dalam pembuatan sit angin

atau malahan sit asap atau RSS. Dalam bentuk kelembagaan seperti ini

Page 8: Perancangan Industri Hasil Pertanian

kebanyakan petani mengetahui benar mengenai mutu bokar yang dihasilkan untuk

bisa diolah menjadi RSS, sehingga menjadi insentif bagi petani untuk

menghasilkan bokar dengan mutu yang lebih baik.

Dalam perkembangan selanjutnya dengan sistem pengolahan crumb

rubber, pabrik pengolahan SIR tumbuh demikian cepatnya pada lokasi yang jauh

dari kebun petani untuk menampung bahan olah karet rakyat yang lokasinya

terpencar-pencar. Kapasitas terpasang pabrik SIR jauh melebihi bahan olah yang

dapat ditampung. Adanya permintaan yang meningkat terhadap bokar

mengakibatkan kecenderungan semakin besarnya peranan pedagang perantara dan

pembelian bokar di tingkat petani cenderung tidak lagi selektif terhadap mutu.

Petani hampir tidak memiliki jalinan hubungan dengan pabrik pengolahan

dan hubungan mereka terbatas hanya dengan pedagang pengumpul tingkat desa

yang secara langsung melakukan transaksi bokar dengan petani. Petani

menghasilkan bokar seolah-olah hanya memenuhi komitmen dengan pedagang

pengumpul yang hampir tidak pernah membedakan antara bokar mutu baik dan

jelek. Di pihak lain kondisi demikian mendorong meningkatnya jumlah pedagang

perantara sehingga secara teoritis akan meningkatkan persaingan di antara

pedagang dalam mendapatkan bokar dari petani, dan memberikan alternatif opsi

bagi petani dalam menjual bokarnya.

Program-program pengembangan karet rakyat di pusat-pusat produksi

karet rakyat melalui berbagai proyek, baik secara terpadu maupun secara parsial

dalam skala yang lebih kecil, telah memasukkan konsep kelembagaan formal

dalam sistem tataniaga bokar. Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani,

Asosiasi Petani, Koperasi/KUD, pool lelang, kemitraan merupakan kelembagaan

formal dengan seperangkat aturan formal yang masuk dalam sitem kelembagaan

tataniaga karet rakyat. Organisasi pemasaran tersebut secara konsepsi tidak hanya

diperuntukkan bagi petani peserta proyek tetapi juga bisa dimanfaatkan sebagai

alternatif kelembagaan tataniaga bagi petani karet tradisional yang berada di

sekitar proyek.

Page 9: Perancangan Industri Hasil Pertanian

PROSES PRODUKSI

Secara garis besar skema proses pengolahan crumb rubber disajikan pada

Gambar 5. Tahap-tahap utama pada pengolahan crumb rubber terdiri atas tahap

sortasi bahan olah, pencacahan dan pencampuran, pembuatan blanket (krep),

pengeringan awal (pre-drying), peremahan, pengeringan, dan pengemasan. Dilihat

dari diagram alir proses produksi seperti terlihat pada Gambar 5, teknologi proses

pengolahan crumb rubber relatif sederhana dan hanya pada umumnya menyangkut

transformasi fiksik bahan.

Pada bagian berikut dijelaskan secara garis besar proses pengolahan crumb

rubber khususnya untuk jenis mutu SIR 10/SIR 20. Secara garis besar proses

pengolahan crumb rubber terdiri atas sortasi bahan olah, pencacahan dan

pencampuran, pembuatan blanket/krep, pengeringan awal (pre-drying),

peremahan, pengeringan dan pengemasan.

INDIKASI KELAYAKAN

Analisis kelayakan industri crumb rubber dilakukan dengan tujuan untuk

memperoleh informasi kelayakan pendirian industri crumb rubber dengan

kapasitas 36.000 ton per tahun sesuai dengan daya dukung bahan baku dari suatu

wilayah sentra produksi dan skala ekonomi usaha industtri. Penilaian kelayakan

dilakukan menggunakan kriteria kelayakan investasi, yakni 1) net present value

Page 10: Perancangan Industri Hasil Pertanian

(NPV), 2) internal rate of return (IRR), 3) net benefit cost ratio (Net B/C), dan 4)

pay back periode (PBP).

Analisis finansial didasarkan pada beberapa asumsi dasar sesuai dengan

kondisi aktual pada saat analisis dan hasil prediksi yang telah dilakukan. Di

samping itu analisis juga didasarkan pada standar norma yang telah baku

digunakan dalam analisis industri sejenis, hasil perhitungan yang telah dilakukan

pada aspek lain serta peraturan pemerintah. Asumsi- asumsi yang digunakan

dalam analisis ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis finansial dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun, di mana tahun

ke-0 digunakan sebagai tahap persiapan.

b. Kapasitas pabrik crumb rubber adalah 36.000 ton crumb rubber per tahun.

c. Dalam satu tahun ditetapkan sebanyak 300 hari kerja dan setiap hari

digunakan dua shift masing-masing 8 jam kerja.

d. Perhitungan finansial dilakukan dalam mata uang rupiah dengan nilai

tukar (exchange rate) terhadap US $ adalah Rp 9.300/US $.

e. Besarnya biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus

(straightline method) yang disesuaikan dengan umur ekonomis masing-

masing modal tetap. Umur ekonomis bangunan adalah 20 tahun, mesin

dan peralatan 10 tahun dan kendaraan 5 tahun.

f. Biaya pemeliharaan dihitung sebesar 1% dari nilai sisa aset untuk

bangunan, 2% untuk mesin dan peralatan, 1,5% untuk instalasi

pendukung, 2% untuk peralatan kantor dan 3% untuk kendaraan.

g. Debt equity ratio (DER) adalah 70:30 yakni 70% modal pinjaman yang

diperoleh dari lembaga keuangan bank konvensional dan 30% modal

sendiri.

h. Harga karet jenis mutu SIR 20 dengan sistem FOB ditetapkan sebesar US

$ 2,3 per kg dan harga bokar di tingkat pabarik adalah sebesar 85% dari

harga FOB SIR 20.

i. Tingkat suku bunga pinjaman, baik untuk investasi maupun modal kerja,

ditetapkan masing-masing sebesar 13% per tahun.

Page 11: Perancangan Industri Hasil Pertanian

Hasil analisis berdasarkan nilai kriteria kelayakan investasi untuk industri

crumb rubber dengan kapasitas 36.000 ton per tahun disajikan pada Tabel 4 dan

Tabel 5. Indusri crumb rubber dengan kapasitas 36.000 ton memerlukan invesasi

sebesar Rp 39,2 milyar dan modal kerja sebesar Rp 136,9 milyar. Komponen

investasi yang relatif menonjol adalah bangunan ruang produksi (44%) dan

mesin/peralatan (37%).

Tabel 4. Biaya investasi dan modal kerja industri crumb rubber (kap 36.000

ton/thn)

Secara finansial industri crumb rubber layak dikembangkan (Tabel 5).

Kriteria NPV bernilai positif yakni Rp 106,2 milyar, nilai IRR lebih besar dari

bunga bank yang ditetapkan yakni 37,3%, net B/C bernilai lebih dari satu yakni

1,7. Seluruh modal yang digunakan dalam industri ini dapat dikembalikan dalam

jangka waktu 7 tahun. Keempat kriteria kelayakan finansial tersebut memiliki

nilai yang searah mendukung bahwa investasi industri crumb rubber layak

dilakukan.

Page 12: Perancangan Industri Hasil Pertanian

Tabel 5. Indikasi kelayakan finansial industri crumb rubber kapasitas 36.000

ton/thn

Tabel 6 menyajikan struktur biaya produksi pada industri crumb rubber.

Biaya produksi setiap kg produk crumb rubber adalah Rp 19.634 yang tersusun

atas beberapa komponen biaya. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa industri

crumb rubber pada dasarnya merupakan industri yang sangat sederhana, hanya

mentransformasi fisik bahan. Konsekuensi dari industri ini adalah proporsi biaya

untuk bahan baku utama berupa bahan olah karet merupakan proporsi yang sangat

dominan yaitu sebesar 96,6% dari total biaya produksi. Komponen lain yang

relatif besar peranannya adalah biaya utilitas dan biaya modal.

Tabel 6. Struktur biaya produksi industri crumb rubber

Page 13: Perancangan Industri Hasil Pertanian

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI

Untuk mempercepat laju investasi di bidang agribisnis karet, diperlukan beberapa

kebijak-an pendukung sebagai berikut :

I. Penciptaan iklim investasi yang makin kondusif:

a. Pemberian kemudahan dalam proses perijinan.

b. Pembebasan pajak (tax holiday) selama tanaman atau pabrik belum

berproduksi.

c. Pemberian rangsangan kepada pengusaha untuk menghasilkan end product

bernilai tambah tinggi dengan prospek pasar yang cerah.

d. Adanya kepastian hukum dan keamanan baik untuk usaha maupun lahan

bagi perkebunan.

e. Penghapusan berbagai pungutan dan beban terhadap iklim usaha.

II. Pengembangan sarana dan prasarana berupa jalan, jembatan, pelabuhan, alat

transportasi, komunikasi, dan sumber energi (tenaga listrik).

III. Penyediaan dana untuk membiayai pengembangan industri hilir, peremajaan,

promosi dan peningkatan kapasitas SDM karet. Salah satu alternatif adalah

menghidupkan kembali penghimpunan dana dari hasil produksi/ekspor

(semacam CESS). Kelembagaan CESS tidak seperti dulu lagi tetapi

mengambil bentuk sebagai institusi yang bersifat independen di bawah

Departemen Keuangan dengan aturan main yang jelas dan sedemikian rupa

sehingga penggunaan dana mudah diawasi dan kembali untuk kepentingan

investasi di bidang perkebunan.

IV. Pengembangan sistem kemitraan antara petani dan perusahaan, misalnya

dengan pola ”PIR Plus”. Mulai pola ini, salah satu disainnya adalah : petani

tetap memiliki kebun beserta pohon karetnya, dan ikut sebagai pemegang

saham perusahaan yang menjadi mitranya. Dengan cara demikian, maka

kepastian bagi perusahaan untuk memperoleh bahan baku dalam jumlah

cukup lebih terjamin.

Page 14: Perancangan Industri Hasil Pertanian

PENUTUP

- Investasi di sektor produksi crumb rubber dinilai memiliki peluang pasar yang

sangat cerah, seiring dengan pesatnya permintaan crumb rubber dari konsumen

utama terutama China, lalu disusul oleh Jepang, dan Amerika Serikat.

- Pra-FS industri crumb rubber ini merupakan tahap awal pada peren-canaan

pembangunan pabrik crumb rubber dengan sasaran pemasaran difokuskan untuk

ekspor.

- Hasil analisis finansial menampilkan indikasi awal bahwa investasi pabrik

berkapasitas 36.000 ton/th, dinilai layak ditinjau dari beberapa kriteria kelayakan

investasi, yakni NPV bernilai positif, nilai IRR lebih besar dari bunga bank yang

ditetapkan, dan net B/C bernilai lebih dari satu,

- Pemilihan lokasi pabrik sangat kritis karena akan menentukan kelancaran

pemenuhan seluruh parameter biaya input-output. Provinsi Jambi terpilih sebagai

provinsi yang paling sesuai untuk pengembangan investasi pem-bangunan pabrik

crumb rubber yang baru, berdasarkan berbagai pertim-bangan kriteria-kriteria

penentu-nya yakni: (a) ketersediaan bahan baku, (b) kondisi infra struktur, (c)

ketersediaan sumberdaya air, (d) ketersediaan sumber daya listrik dan bahan

bakar, dan (e) dukungan kebijakan pemerintah daerah. Selanjutnya ditetap-kan

Kab. Muara Tebo sebagai lokasi

Investasi, dengan pertimbangan utama adalah masih tersedianya pasokan

bahan baku, dimana Kab. Muara Tebo yang berdampingan dengan Kab. Muara

Bungo memiliki areal dan produksi paling besar di Provinsi Jambi.