Perancangan Operasi Lapan-tubsat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ij

Citation preview

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    PERANCANGAN OPERASI SATELIT LAPAN-TUBSAT UNTUK PEROLEHAN DATA SELURUH

    WILAYAH INDONESIA

    Chusnul Tri Judianto Peneliti Bidang Teknologi Ruas Bumi Dirgantara Pusat Teknologi Elektronika Dirgantara - LAPAN

    Abstrak

    Sejak peluncuran satelit LAPAN-TUBSAT dengan misi surveillance hampir 3 tahun yang lalu, telah begitu banyak data yang diperoleh hampir diseluruh bagian wilayah Indonesia. Kemampuan satelit yang memiliki 2 (dua) kamera yaitu kamera resolusi rendah dengan panjang fokus 50 mm, resolusi ground track 200 m dan swath width 81,48 km juga kamera 1000 mm dengan resolusi ground track 5 m dan swath width 3,5 km. Kemampuan kamera resolusi tinggi tersebut sangat membantu dalam mengenali objek yang menjadi target misi. Sedangkan kamera dengan resolusi rendah dapat membantu pengenalan posisi satelit terhadap objek dan ground tracknya. Kesiapan stasiun bumi dalam mendukung misi operasi satelit untuk perolehan data surveillance dari seluruh wilayah Indonesia adalah sangat penting. Operasi satelit dengan menggunakan beberapa stasiun bumi dibeberapa lokasi strategis di wilayah Indonesia dapat memperluas cakupan perolehan data satelit tersebut. Dalam tulisan ini dijelaskan pola operasi yang dirancang untuk efisiensi perolehan data surveillance dan penyiapan stasiun bumi LAPAN-TUBSAT untuk mencakup seluruh wilayah negara Indonesia. Kata Kunci: Operasi Satelit LEO, LAPAN-TUBSAT

    Abstract

    Since the launch of LAPAN-TUBSAT satellite for surveillance mision almost three years of service, a lot of video data have been collected from entire Indonesia region. The satellite performance that has two cameras such as low resolution camera (Kappa) with focal length 50mm, ground track resolution 200 m and swath width 81.48 km and high resolution camera (sony) with focal length 1000mm, ground track resolution 5 m and swath width 3.5 km as well. The high resolution camera could catch the target clearly meanwhile the other one could guide the satellite to get the object by knowing the satellite position with respect to the earth. The readiness of ground station to support satellite mission operation to obtain the data from entire Indonesia region are very important. Satellite operation of LAPAN-TUBSAT using four ground station located in properly location for widen the coverage, therefore almost every Indonesia region can be covered. In this paper will describe the method of satellite operation for efficiency in obtaining surveillance data and conducting the telemetry analisys data as well as well as ground station preparation to cover the entire Indonesia region. Keywords: LEO Satellite Operation, LAPAN-TUBSAT

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    1. PENDAHULUAN

    Satelit LAPAN-TUBSAT yang merupakan satelit mikro pertama yang dibangun LAPAN Indonesia yang bekerja sama dengan Technical University of Berlin (TU-Berlin, Jerman) dan berhasil diluncurkan tepat pada tanggal 10 Januari 2007, hingga kini telah dapat menghasilkan gambar video daerah-daerah di wilayah Indonesia sesuai misinya yaitu sebagai satelit surveillance yang

    mengamati permukaan bumi. Secara teknis sistem muatan satelit ini terdiri dari dua kamera dengan resolusi berbeda. Kamera pertama adalah tipe KAPPA yang memiliki panjang fokal 50 mm dengan ground resolution 200 m dan swath 81,48

    km. Kamera ini difungsikan untuk mengarahkan satelit pada objek tertentu karena memiliki sudut pengamatan yang luas (wide angle camera) sehingga target dapat dijejak dan diamati. Kamera lainnya adalah tipe SONY yang memiliki panjang fokal 1000 mm dengan ground resolution 5 m dan swath 3,5 km.

    Satelit LAPAN-TUBSAT ini beredar pada orbit polar, bergerak dan melingkupi seluruh daerah di Indonesia dari timur ke barat seiring dengan rotasi bumi. Untuk memanfaatkan satelit ini secara maksimal maka perlu disiapkan stasiun bumi kendali dan penerima data payload (muatan) satelit tersebut. Hingga saat ini LAPAN telah menempatkan stasiun bumi satelit LAPAN-TUBSAT di empat tempat berbeda yaitu di Rancabungur (Bogor), Rumpin (Bogor), Biak (Papua) dan Kototabang (Sumatra Barat). Bila melihat posisi stasiun bumi yang dimiliki saat ini, maka belum semua daerah dapat tercakup secara maksimal sehingga ada beberapa daerah yang belum dapat memanfaatkan perolehan data satelit LAPAN-TUBSAT tersebut. Dari analisa yang dibuat selama melakukan proses tracking, ternyata dengan memiliki ke 4 (empat) stasiun bumi tersebut, cakupan satelit LAPAN-TUBSAT hanya melingkupi wilayah Indonesia, sehingga ada wilayah-wilayah tertentu yang masih belum dapat dijangkau untuk perolehan datanya. Hal ini sangat dimungkinkan karena mengingat luas wilayah Indonesia yang membentang sejauh 5.000 km dari timur ke barat dan sekitar 3.000 km dari utara ke selatan. Sesuai data tahun 2008, Indonesia memiliki 17.504 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar disekitar katulistiwa. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6 LU - 1108' LS dan dari 9545' BB - 14145' BT serta terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia/ Oseania. Dengan adanya stasiun bumi LAPAN yang ditempatkan diseluruh bagian wilayah Indonesia untuk melakukan operasi misi satelit LAPAN, maka kesiapan dan koordinasi antar stasiun bumi dalam melaksanakan fungsi kendali, penerimaan data video dan analisis data telemetri satelit menjadi hal penting yang harus diperhatikan mengingat wilayah cakupan stasiun bumi yang dimiliki saling berpotongan. Untuk itu perencanaan operasi satelit harus dilakukan agar diperoleh hasil penerimaan data video dari seluruh wilayah Indonesia dengan tepat dan data telemetri yang diterima terstruktur sehingga analisis kondisi satelit dapat diketahui dan dapat dikendalikan juga dapat diketahui masalah yang terjadi untuk segera diatasi.

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    2. SISTEM SATELIT LAPAN-TUBSAT

    Satelit LAPAN-TUBSAT telah menunjukkan kinerjanya dengan sangat baik selama tiga tahun terakhir. Kamera wide angle (KAPPA) dan kamera resolusi tinggi (SONY) telah mampu mendapatkan hasil video surveillance yang baik untuk dimanfaatkan sebagai data survey real time pada daerah tertentu. Saat ini

    data tersebut lebih dimanfaatkan dalam memberikan data kondisi terkini daerah tertentu. Hingga saat ini data video dan citra yang dihasilkan sudah digunakan untuk memantau pembangunan Jembatan Suramadu dari tahun 2007 hingga peresmiannya pada tahun 2009, aktifitas gunung Merapi, Bromo, daerah pesisir pantai dan dermaga kapal di hampir seluruh Indonesia serta perkembangan daerah perkotaan dan lapangan udara. Hal ini dimungkinkan karena penerapan operasi kendali satelit dan sinkronisasi penggunaan beberapa stasiun bumi dapat dilakukan secara tepat dan terkoordinasi.

    Kinerja satelit terus dipantau dengan menganalisis data telemetri yang diambil setiap hari dari beberapa lokasi stasiun bumi yang berbeda, sehingga kondisi satelit dapat selalu dipantau dari hari ke hari. Disamping itu pengamatan kondisi cuaca, jadwal lintasan satelit (satellite path) dan target lokasi yang akan diambil juga dijadikan acuan untuk melakukan persiapan pengambilan video sesuai target yang telah ditentukan.

    2.1 Sistem Kamera

    Sistem muatan (payload) utama satelit LAPAN-TUBSAT yang telah diluncurkan ini terdiri dari beberapa bagian yaitu: 1) Short text Store and Forward experiment; 2) Kamera Sony: CCD with color splitter prism; effective picture element:

    752x582; swath 3.5 km; ground resolution 5 m; focal length 1000 mm Casegrain lens;

    3) Kamera Kappa: Color CCD; effective picture element: 752x582; swath 81 km; ground resolution 200 m; focal length 50 mm.

    Dua buah Kamera yang digunakan adalah jenis kamera Sony Color Video

    Camera DXC-990P. DXC 990P merupakan video camera analog, yang memiliki 3 buah chip CCD dengan prisma beam splitter sebagai filter warna dan Exwave

    HAD technology yang dapat meningkatkan ketajaman sinyal gambar video. CCD chip ini mempunyai area pixel aktif 752x582 yang dengan menggunakan lensa

    1000 mm dapat dihasilkan resolusi gambar permukaan hingga 5 meter dengan swath 3,5 km. Kebutuhan daya kamera ini hanya 7,6 watt pada tegangan 12 Volt

    dengan besar arus listrik 0,66 Ampere. Sedangkan kamera yang digunakan untuk melakukan pengamatan yang lebih luas (wide angle) sebagai acuan awal dalam operasi pengambilan gambar suatu target, digunakan kamera Kappa dengan format PAL jenis CF142 yang merupakan kamera video analog dengan memiliki 1 chip CCD color filter dan Exview HAD CCD yang mampu memperbaiki sinyal videonya. CCD chips tersebut memiliki area active pixel 752x582 yang dengan dengan focal length 50 mm dapat menghasilkan ground resolution 200 m dan swath 81 km. Moda operasi kamera tersebut adalah all auto mode (gain, white balance dan shutter speed) dengan konsumsi daya sebesar 3 Watt pada tegangan 12 Volt.

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    Metoda operasi pengambilan gambar yang dilakukan adalah dengan menggunakan kamera Kappa sebagai referensi yang akan mengambil gambar video dari sudut pandang yang sangat luas sehingga sebagai acuan untuk melihat posisi horizon bumi. Posisi horizon bumi inilah yang menjadi acuan awal dalam menentukan posisi sumbu satelit baik sumbu X, Y dan Z terhadap bumi sehingga selanjutnya akan mampu menentukan target daerah tertentu yang akan direkam gambarnya sesuai jalur lintasan satelit tersebut. Pengambilan gambar video daerah tertentu dilakukan secara real time, sehingga dalam operasinya satelit ini membawa misi pengawasan dan pengamatan permukaan bumi (surveillance). Oleh karena itu disebut sebagai satelit untuk survey permukaan bumi (surveillance satellite).

    2.2 Sistem Komunikasi

    Sistem komunikasi yang dimiliki satelit LAPAN-TUBSAT pada dasarnya digunakan untuk melayani pengiriman data telemetri, data komando (command data) dan juga sistem muatannya. Spesifikasi sistem komunikasi ini dapat

    dijelaskan secara lengkap seperti dibawah ini:

    Payload Data Communication

    Frekuensi 2220 MHz

    Modulasi FM

    Daya RF Luaran (Output) 5 Watt

    Sistem Antena

    Frekuensi 437,325 MHz

    Tipe Half dipole Antenna

    Return Loss 25 dB 1 % reflection 1.2:1 (VSWR) Gain 3 dB

    Polarisasi Linear

    Lebar Pancaran (Beamwidth) Omni directional (typical 45o x 360

    o)

    TTC Transceiver

    Frekuensi 437,325 MHz

    Daya RF Luaran 3.5 Watt (nom)

    Lebar pita (Bandwidth) 7,6 KHz (max, no guard band)

    Modulasi FFSK

    Indeks Modulasi 1.1

    Deviasi Frekuensi 1,4 KHz for 1,2 KHz (FM) & 2 KHz for 1,8 KHz (FM)

    Konektor SMA

    Berdasarkan data spesifikasi sistem komunikasi satelit LAPAN-TUBSAT diatas maka ada beberapa parameter penting yang harus diperhatikan dalam penghitungan link budget, yaitu:

    No Parameter Nilai Satuan

    1. Satellite altitude (pada jarak maximum) 2904 Km

    2. Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) (Approx) 7,94 dBW

    3. Free Space Loss 154,48 dB

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    3. METODOLOGI

    Dalam perancangan sistem operasi satelit LAPAN-TUBSAT untuk peningkatan kinerja stasiun bumi agar penerimaan data telemetri, analisis sikap satelit dan penerimaan data video dapat dilakukan dengan baik diseluruh stasiun bumi, maka pendekatan metodologi yang digunakan adalah:

    1) Metodologi Survey:

    a) Melakukan survey kemampuan sistem penerima dan kendali satelit pada stasiun bumi satelit mikro LAPAN-TUBSAT yang ditempatkan diseluruh Indonesia (Rancabungur, Rumpin, Kototabang dan Biak);

    b) Survey lokasi dan posisi stasiun bumi yang berhubungan dengan luas area cakupan dengan melihat kemungkinan adanya halangan penerimaan sinyal (obstacle) yang berpengaruh pada elevasi minimum penerimaan sistem antena.

    2) Metodologi Analisis:

    a) Melakukan analisis data hasil pengambilan data real telemetry dan long telemetry untuk melihat kondisi sistem satelit yang sedang

    dioperasikan dari masing-masing stasiun bumi sesuai jadual yang ditetapkan;

    b) Melakukan analisis cakupan (coverage) pada seluruh stasiun bumi

    satelit mikro yang berada di Rancabungur, Rumpin, Kototabang dan Biak;

    c) Melakukan anasis data video yang diterima untuk melihat posisi satelit dan tingkat akurasi pengambilan gambarnya. Hal ini berhubungan dengan upaya untuk memaksimalkan cakupan stasiun bumi pada posisi terbaiknya.

    Dari hasil analisis dan survey lapangan tersebut maka dapat ditentukan pola operasi satelit yang tepat untuk menjamin keakuratan pengambilan data satelit pada masing-masing stasiun bumi juga pola koordinasi yang dapat dilaksanakan untuk menjamin kesinambungan operasi satelit dalam sistem jaringan stasiun bumi pendukung misi satelit LAPAN-TUBSAT.

    4. RANCANGAN OPERASI SATELIT LAPAN-TUBSAT

    Secara umum operasi satelit LAPAN-TUBSAT yang dilakukan melingkupi 2 (dua) hal pokok yaitu operasi pengamatan kondisi kesehatan satelit dan operasi muatan satelit dalam perolehan data video. Sementara fungsi dasar operasi satelit ini melakukan fungsi Telemetry Tracking and Command (TT&C) yaitu melakukan operasi telemetri, penjejakkan (Tracking) satelit dan operasi pengiriman data komando (command) ke satelit untuk melaksanakan misi

    operasinya. Sehingga dalam operasi satelit ini secara kontinu dilakukan proses verifikasi dan pemeliharaan kesehatan satelit, konfigurasi data komando ke satelit, mendeteksi, mengidentifikasi dan menyelesaikan seluruh masalah yang terjadi.

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    Untuk melaksanakan misi operasi surveillance satelit LAPAN-TUBSAT

    maka disiapkan sistem stasiun bumi yang akan melakukan kendali misi dan operasi penerimaan data video satelit. Proses kendali dilakukan setiap hari dengan mengambil data telemetri sesuai jadwal lintasan satelit. Dengan melakukan analisis data satelit yang diambil pada data long telemetri dan real time telemetry saat tracking, maka dapat diketahui kondisi kesehatan satelit dengan melihat beberapa parameternya seperti:

    1) Kondisi konsumsi arus listrik (mA) pada masing-masing modul; 2) Kondisi temperatur satelit; 3) Status penggunaan payload (pita-S antenna, UHF antena dan

    Kamera); 4) Waktu operasi satelit.

    Dari data telemetry yang dianalis maka dapat diketahui kondisi kesehatan

    satelit dan bila ditemukan perubahan parameter diluar standar (anomaly) maka

    segera dilakukan tindakan yang sebelumnya telah ditentukan dengan melakukan beberapa manuver terhadap posisi satelit. Dalam beberapa hal terjadi peningkatan suhu (temperature) satelit yang bisa meningkat tajam (latch up) dimana arus listrik satelit bisa mencapai 390 mA (payload off) dalam kondisi muatan satelit tidak dioperasikan yang dalam kondisi normal hanya mengkonsumsi arus listrik sebesar 180 mA sehingga perlu dilakukan serangkaian manuver atau operasi kendali lainnya.

    Pelaksanaan operasi satelit LAPAN-TUBSAT untuk menjaga dan meningkatkan kinerja satelit dalam mendapatkan data video surveillance yang

    diinginkan melibatkan sistem stasiun bumi TT&C dan penerima data S band. Dalam operasinya, 4 (empat) stasiun bumi TT&C dilibatkan dalam jaringan stasiun bumi diseluruh Indonesia. Karena wilayah Indonesia yang sangat luas dari timur ke barat disepanjang katulistiwa maka jaringan stasiun bumi TT&C yang dibangun tersebar mulai dari Sumatera (Kototabang), Jawa (Rancabungur dan Rumpin), Papua (Biak) dan untuk melengkapi area cakupan penerimaan data satelit ini maka direncanakan akan dibangun stasiun bumi di pulau Sulawesi (Pare-Pare). Tabel 4.1 menjelaskan posisi dan cakupan stasiun bumi satelit LAPAN-TUBSAT yang dimiliki LAPAN saat ini dan beroperasi untuk mendukung satelit LAPAN-TUBSAT yang melaksanakan misi satelit surveillance.

    Sedangkan Gambar 4.1. memperlihatkan kondisi operasi satelit dan perawatan sistem stasiun bumi sedang dilakukan pada salah satu stasiun bumi satelit LAPAN-TUBSAT yang dimiliki.

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    Tabel 4.1. Stasiun Bumi LAPAN-TUBSAT di Indonesia

    No Stasiun Bumi Posisi Luas Cakupan

    1 Rumpin 106o3752 BT - 6

    o2216 LS Mencakupi seluruh pulau Jawa dan Bali

    2 Rancabungur 106o4204 BT - 6

    o3209 LS Mencakupi seluruh pulau Jawa dan Bali

    3 Biak 136o0607 BT - 1

    o1041 LS

    Mencakupi Seluruh daerah di Papua dan Utara Australia

    4 Bukittinggi 100o2232 BT - 0

    o1553 LS

    Mencakupi Seluruh Sumatera dan Sebagian Kalimantan.

    Gambar 4.1. Kegiatan Operasi Misi Stasiun Bumi Satelit LAPAN-TUBSAT

    Seluruh data hasil operasi misi satelit dilakukan secara terpusat dikirim kebagian analisis data satelit untuk ditelaah dan dianalisis kondisi satelit. Dua data penting yang diambil adalah data Telemetri dan data video. Data telemetri yang berisikan kondisi terkini satelit tersebut dilakukan dalam 2 (tahap) yaitu pengambilan data real telemetri dan data long telemetri sehingga seluruh data telemetri dapat terkumpul dengan baik. Karena posisi stasiun bumi kendali dan penerima data satelit LAPAN-TUBSAT yang tersebar diseluruh Indonesia, maka dengan berpusat di Stasiun Bumi Rancabungur seluruh data tersebut dikirim ke sistem data base yang akan dibangun dan selanjutnya akan diproses.

    Sehingga perancangan sistem operasi satelit LAPAN-TUBSAT yang dilakukan adalah sebagai berikut:

    1) Penjadwalan operasi TT&C dan penerimaan data muatan (payload)

    satelit untuk semua stasiun bumi pada malam hari: (1) 2 hari night pass untuk stasiun bumi Rancabungur; (2) 2 hari night pass untuk stasiun bumi Rumpin; (3) 2 hari night pass untuk stasiun bumi Biak; (4) 2 hari night pass untuk stasiun bumi Kototabang.

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    2) Karena adanya perpotongan area cakupan antara daerah barat dan timur Indonesia maka operasi pengambilan data video dilakukan tetap sesuai jadwal lintasan satelit pada tiap area cakupan stasiun bumi tetapi seluruh operasi satelit wajib dihentikan pada waktu 01.00 UTC atau tepat jam 08.00 local time.

    3) Untuk area cakupan stasiun bumi Rancabungur, Rumpin dan

    Kototabang yang hampir sama, maka jadwal pengambilan gambar video dilakukan sebagai berikut: (1) Untuk daerah lintasan Sumatera dan Kalimantan barat akan

    dilakukan oleh Stasiun Bumi Kototabang.

    (2) Untuk daerah jawa dan bali:

    a. Rancabungur : Senin-Rabu-Jumat

    b. Rumpin : Selasa-Kamis-Sabtu

    Karena ada koneksi jaringan antara ke dua stasiun bumi maka proses pengambilan gambar dapat dilakukan secara bersamaan/bergantian dengan sama-sama dapat mengamati proses operasi satelit pada masing-masing stasiun bumi melalui video over internet.

    4) Seluruh data telemetri dikumpulkan dalam log file dan dikirim ke SCC

    Rancabungur untuk dianalisis. Hal ini dilakukan setiap hari segera setelah operasi penerimaan data telemetri berakhir.

    5) Seluruh data video dari setiap stasiun bumi (dalam format vob) disimpan

    dalam server masing-masing dan juga dikirim ke server SCC Rancabungur untuk diproses ke dalam format avi dan dilakukan stitching untuk mendapatkan gambar/citra dalam format jpg.

    5. ANALISIS OPERASI SATELIT LAPAN-TUBSAT

    Saat ini misi operasi satelit LAPAN-TUBSAT didukung oleh 4 Stasiun Bumi kendali dan penerima yang tersebar diseluruh Indonesia yaitu di Rumpin (Bogor), Rancabungur (Bogor), Pulau Biak (Papua) dan Kototabang (Sumatera Barat). Dari kondisi lokasi stasiun bumi yang dimiliki saat ini cakupan satelit terhadap luas wilayah Indonesia masih belum tercakupi seluruhnya.

    1) Analisis Cakupan Kamera

    Dari data payload kamera yang diperoleh dapat dianalisa sebagai berikut: (1) CCD kamera resolusi tinggi (Sony) memiliki panjang fokus 1000 mm

    dengan ukuran array 752 x 582 piksel dan ukuran piksel 8,6x8,3 m

    (2) CCD kamera resolusi rendah (Kappa) memiliki panjang fokus 50 mm. Kamera ini terdiri dari array 752x582 piksel, dengan ukuran piksel 8,6

    x 8,3 m .

    Sehingga dengan menggunakan parameter-parameter tersebut maka dapat dihitung cakupan (swath width) juga ground resolution kamera

    sebagai berikut:

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    Untuk kamera Sony:

    Swath Width = 752 X 8,6 m X 630 km = 4,07 km 1000mm

    Ground Resolution = 8,6 m X 630 km = 5,42 m 1000 mm Dengan luas area yang dicakupi (coverage) adalah: Coverage = Ground resolution X (752 X 582)

    = 5,42 X (752 X 582) = (4,07 X 3,15) km Untuk kamera Kappa: Swath Width = 752 X 8,6 um X 630 km = 81,49 km ............. (5.1)

    50mm

    Ground Resolution = 8,6 m X 630 km = 108,36 m .................... (5.2) 50 mm dengan luas area yang dicakupi (coverage) adalah:

    Coverage = Ground resolution X (752 X 582) .... (5.3) = 108,36 X (752 X 582) = (81,49 X 63,07) km

    Ilustrasi penggunaan lensa dan luas area cakupan yang dapat diperoleh dapat dilihat pada Gambar 5.1.

    (a) (b)

    Gambar 5.1. (a) Ilustrasi Luas Area Cakupan Kamera dan (b) Pola Pengambilan Gambar Satelit LAPAN-TUBSAT

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    2) Sistem Operasi Satelit

    Sistem operasi satelit yag dilakukan melingkupi pengambilan data telemetri secara kontinu dari 4 stasiun bumi kendali yang beroperasi dan data video analog. Seperti yang dijelaskan diatas, penjadwalan operasi pengambilan data telemetri dilakukan sebagai berikut: 2 hari night pass untuk Stasiun Bumi Rancabungur; 2 hari night pass untuk Stasiun Bumi Rumpin; 2 hari night pass untuk Stasiun Bumi Biak; 2 hari night pass untuk Stasiun Bumi Kototabang.

    Sesuai standar operasi, setiap operator akan menyimpan file data Long Telemetry yang diambilnya dan mengirimnya langsung ke email [email protected] setelah selesai melakukan operasi tracking.

    Seluruh data yang ada di email tersebut secara rutin akan diakses oleh tim analisis data untuk diproses. Pola ini akan dirubah setelah masing-masing stasiun bumi membangun server untuk menyimpan seluruh data (telemetri dan video) yang secara kontinu dapat diakses melalui file transfer protocol (ftp). Main server akan dibangun di Rancabungur Bogor sebagai pusat kendali dan operasi juga prosesing data payload satelit. Untuk operasi pengambilan data Video dilakukan secara mandiri oleh masing-masing stasiun bumi sesuai dengan area cakupannya. Kecuali untuk stasiun bumi yang memiliki area cakupan yang saling beririsan seperti stasiun bumi Rumpin, Rancabungur dan Kototabang. Untuk stasiun bumi ini penjadwalan tracking dilakukan secara bergantian setiap

    2 hari sekali sehingga dalam satu minggu operasi satelit pengambilan gambar dapat dilakukan secara utuh. Operasi ini dilakukan sesuai target daerah yang telah ditentukan dan sesuai jadwal lintasan satelit. Pada umumnya target pengambilan gambar video yang dilakukan selama ini adalah daerah gunung, perkotaan, persawahan, hutan, objek vital (pelabuhan udara, laut, kilang minyak dll) juga target sesuai kondisi yang terjadi pada saat itu (bencana gempa, banjir, longsor atau karena adanya aktivitas Gunung Merapi). Seluruh raw data video yang diperoleh dari seluruh stasiun bumi secara kontinu disimpan dalam Hard Disk dan DVD. Data tersebut selanjutnya diproses menjadi file video dalam format avi dan dilakukan stitching untuk mendapatkan data gambar dalam format jpeg. Pada Gambar 5.2 dapat dilihat contoh lintasan satelit dan jadwal operasinya. Sedangkan contoh hasil perolehan gambar satelit dapat dilihat pada Gambar 5.3.

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    Gambar 5.2. Jadwal dan Lintasan satelit

    Gunung Bromo Jembatan Suramadu Kilang Minyak Balongan

    Gambar 5.3. Contoh Hasil Data Gambar Satelit LAPAN-TUBSAT

    3) Stasiun Pendukung Operasi Satelit

    Untuk mendukung operasi satelit LAPAN-TUBSAT yang saat ini sedang beroperasi maupun satelit LAPAN generasi berikutnya yaitu LAPAN-A2 dan LAPAN-A3 yang akan diluncurkan pada tahun 2011 secara bersamaan, maka ketersediaan dan kesiapan stasiun bumi kendali dan penerima data payload menjadi sesuatu yang mutlak dan harus dilakukan

    segera. Gambar 4.4. memperlihatkan sistem konfigurasi stasiun bumi yang dimiliki LAPAN untuk mendukung program satelitnya.

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    Gambar 5.4. Konfigurasi Stasiun Bumi Kendali dan Penerima Data Satelit LAPAN

    Dalam konfigurasi jaringan stasiun bumi pada Gambar 5.4 diatas,

    saat ini jaringan stasiun bumi pendukung misi satelit LAPAN terdiri dari 4 buah stasiun bumi. Stasiun bumi Rancabungur difungsikan sebagai pusat kendali satelit (Spacecraft Control Centre). Sebagai Pusat Kendali Satelit (Spacecraft Control Centre), tugas utama stasiun bumi kendali ini adalah melakukan pengamatan (monitoring) dan operasi kendali satelit (satellite control operations). Dalam melakukan fungsi pengamatan dan kendali

    satelit, stasiun bumi ini dilengkapi perangkat komunikasi, komputer hardware dan software (satellite tracking, telemetry data receiving dan antenna control). Selain itu tim dalam stasiun kendali ini akan

    menentukan dan menjalankan misi operasi satelit di orbit. Dalam mendukung fungsi tersebut diatas, SCC Rancabungur

    terhubung dalam jaringan stasiun bumi lainnya. Secara rinci sistem yang dibangun pada setiap stasiun bumi yang dimiliki LAPAN saat ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Stasiun Bumi Rumpin (106o3752 BT 6o2216 LS)

    Stasiun bumi satelit ini dilengkapi dengan sistem antena prime fokus berdiameter 4.5 meter dual band (S-band dan X-band) dengan mengandalkan sistem connical scan antena untuk melakukan penjejakan

    sinyal yang dipancarkan satelit. Cakupan penerimaan data telemetri melalui sistem antena UHF (437,325 MHz) bisa dilakukan ketika AOS (Aquisition of Signal) pada sudut elevasi 5o. Sedangkan penerimaan data video pada jalur frekuensi S band (2220 MHz) dapat mencakup sebagian besar Pulau Sumatera terutama Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, seluruh Pulau Jawa dan Bali.

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    2) Stasiun Bumi Rancabungur (106o4204 BT 6o3209 LS)

    Stasiun bumi yang dilengkapi sistem kendali UHF (437,325 MHz) dan sistem antena penerima sinyal pita-S (2.220 MHz) berdiameter 2,8 meter dengan backup antena 4 meter cukup bisa diandalkan untuk menerima

    data video dan telemetri. Cakupan sinyal pita-S dapat dilakukan seperti halnya Stasiun Bumi Rumpin. Sehingga kedua stasiun ini saling backup

    dalam melakukan operasi satelit. 3) Stasiun Bumi Biak (136o0607 BT 1o1041 LS)

    Stasiun bumi yang dilengkapi dengan antena UHF (437,325 MHz) dan parabola 4 meter pita-S (2220 MHz) dapat diandalkan untuk menerima data telemetri dan video analog untuk mencakupi seluruh daerah Papua hingga sebagian besar daerah Maluku dan juga bagian utara Australia. 4) Stasiun Bumi Kototabang (100o2232 BT 0o1553 LS)

    Stasiun bumi yang berada di Sumatera Barat yang saat ini masih melakukan fungsi kendali satelit dengan mengambil data telemetri melalui jalur frekuensi UHF (437,325 MHz). Rencananya akan segera diintegrasi sistem antena S-band 3 meter dengan full system untuk melakukan

    penerimaan data Video dari puncak bukit Kototabang, Sumatera Barat.

  • SATELIT MIKRO UNTUK MITIGASI BENCANA DAN KETAHANAN PANGAN, IPB Press, Juni 2010 ISBN: 978-979-1458-35-1

    6. KESIMPULAN

    Dari hasil analisis untuk perencanaan sistem operasi satelit LAPAN yang akan dilakukan untuk mendapatkan sistem operasi pengambilan data telemetri dan video secara efektif dan efisien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

    1) Proses operasi satelit dilakukan dengan membuat penjadwalan operasi berdasar area cakupan, waktu akses satelit dan posisi target optimal;

    2) Pengoperasian satelit pada Stasiun Bumi Biak (wilayah timur Indonesia) dihentikan tepat pada pukul 01.00 UTC untuk menghindari operasi yang bersamaan dengan stasiun bumi di wilayah barat Indonesia;

    3) Stasiun Bumi Rancabungur difungsikan sebagai Spacecraft Control Centre (SCC) yang melakukan monitoring kesehatan satelit, analisis data telemetri dan pusat kendali operasi satelit;

    4) Seluruh stasiun bumi pendukung misi satelit LAPAN mengirim data payload dan telemetri ke sentral data di SCC Rancabungur;

    5) Dengan kamera Sony 1000mm, luas cakupan (swath width) yang dapat dicapai adalah 4,07 X 3.15 km2;

    6) Sebagai acuan awal dalam proses pengambilan gambar video, digunakan kamera Kappa 50mm dengan luas cakupan (swath width) sebesar 81,49 X 63,07 km2;

    7) Masih dibutuhkan stasiun bumi lagi untuk dapat meliput wilayah yang belum terpantau.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Chusnul Tri Judianto, 2009, Analisis Misi Launch and Early Orbit Phase

    (LEOP) Satelit LAPAN-TUBSAT, Buku Ilmiah: Analisa Sistem Satelit, Pustekelegan, ISBN:978-602-8564-04-5, Massma Sikumbang, Jakarta.

    [2] Udo Renner, Matthias Buhl, 2008, Proceedings of the 4S Symposium Small Satellites, Systems and Services, Rhodos, Greece.

    [3] R. Dean Straw, N6BV, 2005, The ARRL Antenna Book 20 th Edition, The National Association for Amateur Radio, Newington, CT, USA

    [4] Raja Rao, K.N, 2004, Fundamentals of Satellite Communication, Prentice-Hall of India, New Delhi, India.

    [5] James R. Wertz, Wiley J. Larson, 1999, Space Mision Analisys and Design, Microcosm Press, El Segundo CA.