76
PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Ngawi dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha; c. bahwa strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi Tahun 2010 - 2030. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI TENTANG …tataruangpertanahan.com/regulasi/pdf/perda/rtrw/kab/kab_ngawi_10... · PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR

  • Upload
    ngodat

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI

NOMOR 10 TAHUN 2011

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NGAWI,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Ngawi dengan

memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras,

seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang

Wilayah;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah,

dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi

investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau

dunia usaha;

c. bahwa strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu

dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,

dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Ngawi Tahun 2010 - 2030.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah

Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia

Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok

Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3274);

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3317);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990

Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3470);

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);

8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49);

9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3881);

10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

11. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4169);

12. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4377);

13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

14. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

15. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4433);

16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4844);

17. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 132);

18. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkereta-apian (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65 );

19. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723 );

20. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4725);

21. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69 );

22. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4966);

23. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu

Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4);

24. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96);

25. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan

Lembaran Negara Nomor 5059);

26. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

149) ;

27. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

28. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3445);

29. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

30. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta untuk

Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

31. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

32. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4489);

33. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4593);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4624);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan

Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4663);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan

Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4737);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4814);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional (RTRWN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

42. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya

Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

43. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4859);

44. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);

45. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Pereturan

Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5019);

46. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk Peran serta

Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

47. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

48. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang di Daerah;

49. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman

Perencanaan Kawasan Perkotaan;

50. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi

Raperda tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

51. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02/PER/M.KOMINFO/2008

tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama

Telekomunikasi;

52. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman

Persetujuan Substansi dalam Penetapan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

53. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

54. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman

Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

55. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis

Kawasan Industri;

56. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Timur tahun 2005 – 2025

(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 Nomor 1);

57. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2006 tentang Pemanfaatan

Ruang pada Kawasan PengendalianKetat Skala Regional di Provinsi Jawa Timur;

58. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2014.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGAWI

dan

BUPATI NGAWI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Kabupaten adalah Kabupaten Ngawi.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Ngawi.

3. Bupati adalah Bupati Ngawi.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten Ngawi sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang

didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan

kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.

6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana

yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki

hubungan fungsional.

8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang

untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang.

10. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,

pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.

11. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.

12. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang

diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat.

13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan

perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

14. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

15. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang

meliputi penyusunan pan penetapan rencana tata ruang.

16. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan

rencana tata ruang melalui penyusunan dan program beserta pembiayaannya.

17. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan

rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

18. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

19. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW adalah hasil perencanaan tata ruang

wilayah Kabupaten Ngawi.

20. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas

dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

21. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya.

22. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian

lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

23. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas

dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

24. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa

kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau

lingkungan hunian dan tempat kegitaan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

25. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan

sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan

jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

26. Kawasan perkotaan wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan

fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

27. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah

perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang

ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman

dan sistem agrobisnis.

28. Kawasan perikanan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan

dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

29. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk

melindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian,

ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

30. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai

pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan

negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan

sebagai warisan dunia.

31. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai

pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau

lingkungan.

32. Kawasan strategis Daerah adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai

pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau

lingkungan.

33. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk

kepentingan pertahanan.

34. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

35. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi

untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

36. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi

untuk melayani kegiatan skala antar desa.

37. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya

lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang

sengaja ditanam.

38. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

39. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

40. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang.

41. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat,

korporasi, dan/ atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan

ruang.

42. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

43. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-

hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi

penataan ruang di wilayah kabupaten.

BAB II

RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi ini mencakup

tujuan, kebijakan, strategi, struktur dan pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi ruang daratan,

dan ruang udara menurut peraturan perundang-undangan.

(2) Ruang Lingkup dan muatan RTRW mencakup :

a. Visi, Misi dan Azas dan Sasaran Penataan Ruang Wilayah Kabupaten.

b. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten.

c. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten;

d. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten;

e. Penetapan kawasan strategis Kabupaten;

f. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten;

g. Ketetentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten;

h. Hak, Kewajiban, Peran masyarakat dan Kelembagaan.

BAB III

VISI, MISI, AZAS DAN SASARAN

PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Pertama

Visi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 3

Visi penataan ruang wilayah Kabupaten adalah Terwujudnya Tata Ruang Kabupaten yang dapat

meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan bertumpu pada potensi pertanian, industri dan perdagangan

yang maju dan berkelanjutan.

Bagian Kedua

Misi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 4

Misi penataan ruang Kabupaten adalah:

a. mengembangkan tata ruang yang dapat mendukung integrasi usaha dalam rangka optimalisasi

pemberdayaan potensi pertanian, industri dan perdagangan secara berkelanjutan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk struktur ruang dan pola ruang serta kawasan

strategis yang didukung oleh fasilitas, sarana dan prasarana pendukung yang merata di seluruh

wilayah sesuai dengan kebutuhan setiap kawasan.

b. mengembangkan struktur ruang dan pola ruang yang dapat mendukung peningkatan kualitas sumber

daya manusia melalui kemudahan mendapatkan akses pelayanan pendidikan dan kesehatan yang maju

dan berkualitas.

c. mewujudkan pola ruang wilayah yang seimbang antara kawasan lindung dan budidaya sesuai dengan

daya dukung wilayah.

d. mewujudkan tata ruang wilayah yang unggul di bidang agraris.

e. mewujudkan tata ruang wilayah yang memiliki infrastruktur yang baik yang mendukung

pengembangan agraris.

Bagian Ketiga

Azas Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 5

Azas penataan ruang wilayah Kabupaten adalah:

a. keterpaduan;

b. keserasian, keselarasan dan keseimbangan;

c. keberlanjutan;

d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;

e. keterbukaan;

f. kebersamaan dan kemitraan;

g. perlindungan kepentingan umum;

h. kepastian hukum dan keadilan; dan

i. akuntabilitas.

Bagian Keempat

Sasaran Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 6

Sasaran Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, adalah:

a. terkendalinya pembangunan di wilayah, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat

sehingga dapat mendukung pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan

perdagangan penunjang pertanian;

b. terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mendukung

pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian;

c. tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan yang mendukung

pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian;

d. terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha yang mendukung pengembangan pertanian

wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian; dan

e. terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan yang mendukung

pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian.

BAB IV

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu

Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 7

Tujuan penataan ruang kabupaten adalah untuk mewujudkan ruang wilayah kabupaten sebagai lumbung

pertanian Jawa – Bali yang didukung oleh industri dan perdagangan.

Bagian Kedua

Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 8

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan

dengan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten.

(2) Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. peningkatan fungsi kawasan perkotaan secara berjenjang dan bertahap sesuai pengembangan

perkotaan secara keseluruhan;

b. pengembangan kegiatan pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata yang didukung oleh

sistem jaringan sarana dan prasarana wilayah;

c. penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan;

d. pengembangan sistem agropolitan dan perikanan pada kawasan potensial;

e. peningkatan fungsi wilayah perdesaan melalui pengembangan produk unggulan perdesaan; dan

f. pengoptimalan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan untuk menghindari dampak dan

resiko bencana.

Bagian Ketiga

Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 9

(1) Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

ditetapkan dengan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.

(2) Strategi peningkatan fungsi kawasan perkotaan secara berjenjang dan bertahap sesuai

pengembangan perkotaan secara keseluruhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf

a, meliputi:

a. mengembangkan perkotaan utama Kabupaten Ngawi sebagai Pusat Kegiatan Lokal di Perkotaan

Ngawi dengan penetapan kawasan primer, sekunder satu, sekunder dua, sekunder tiga,

perumahan dan persil.

b. mendorong dan mempersiapkan Perkotaan Ngawi sebagai perkotaan yang menunjang

perkembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba);

c. mendorong pengembangan Perkotaan Ngrambe sebagai perkotaan dengan fungsi utama

transportasi dan Agropolitan; dan

d. mendorong pengembangan Perkotaan Bringin sebagai perkotaan dengan fungsi utama

Perikanan.

(3) Strategi pengembangan kegiatan pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata yang didukung

oleh sistem jaringan sarana dan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)

huruf b, meliputi :

a. mengembangkan sistem sarana dan prasarana wilayah secara berhirarki dan merata; dan

b. mengembangkan sistem sarana dan prasarana wilayah yang mendorong interaksi kegiatan antar

wilayah pengembangan, mendorong pemerataan pembangunan, mengembangkan potensi

pariwisata dan memudahkan pergerakan serta distribusi hasil produksi.

(4) Strategi penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (2) huruf c , meliputi:

a. meningkatkan sarana dan prasarana pertanian untuk meningkatkan nilai produktivitas pertanian;

b. melakukan pemberian insentif pada lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan

berkelanjutan; dan

c. mengendalikan secara ketat kawasan yang telah ditetapkan sebagai pertanian pangan

berkelanjutan.

(5) Strategi pengembangan sistem agropolitan dan perikanan pada kawasan potensial sebagaimana

dimaksud pada Pasal 8 ayat (2) huruf d, meliputi :

a. mengembangkan produk unggulan disertai pengolahan dan perluasan jaringan pemasaran;

b. menetapkan prioritas pengembangan kawasan agropolitan dengan mengarahkan pada

Kecamatan Ngrambe sebagai Kota Tani Utama (KTU) sedangkan untuk Kota Tani (KT) dan

Kawasan Senta Produksi (KSP) adalah desa – desa disekitarnya dan desa – desa di Kecamatan

Sine, Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal;

c. menetapkan prioritas pengembangan kawsasan perikanan dengan mengarahkan pada Kecamatan

Bringin sebagai Kota Perikanan Utama sedangkan untuk Kawasan Senta Produksi (KSP) adalah

desa – desa disekitarnya;

d. meningkatkan kemampuan permodalan melalui kerjasama dengan swasta dan pemerintah; dan

e. mengembangkan sistem informasi dan teknologi pertanian berupa Balai Pengkajian Penerapan

Teknologi Pertanian (BP2TP) di Kecamatan Ngrambe (sebagai Kota Tani Utama).

(6) Strategi penetapan fungsi wilayah perdesaan melalui pengembangan produk unggulan perdesaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e, meliputi :

a. mengembangkan fungsi kawasan perdesaan sesuai potensi wilayah, yakni perdesaan yang

terletak di kawasan pegunungan untuk hutan produksi, perkebunan dan hortikultura, sedangkan

perdesaan di dataran rendah untuk pertanian tanaman pangan;

b. meningkatkan nilai tambah produk pertanian dengan pengolahan hasil;

c. mendorong eksport hasil pertanian unggulan daerah; dan

d. mengembangkan fasilitas sentra produksi pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di

Kecamatan Ngrambe dan Kecamatan Bringin.

(7) Strategi pengoptimalan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan untuk menghindari dampak

dan resiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f, meliputi :

a. mengendalikan secara ketat kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung;

b. mengefektifkan pengelolaan kawasan budidaya melalui pendekatan kajian lingkungan hidup

berdasarkan daya dukung dan daya tampung;

c. menghindari pengembangan kawasan yang rawan terhadap bencana alam gunung api, banjir

dan longsor;

d. mengembangkan sistem peringatan dini dari kemungkinan adanya bencana alam;

e. mengembangkan bangunan tahan gempa pada daerah terindikasi rawan gempa; dan

f. menetapkan jalur evakuasi pada setiap kawasan bencana.

BAB V

STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Pertama

Umum

Pasal 10

Struktur ruang wilayah diwujudkan berdasarkan rencana sistem pusat pelayanan dan rencana sistem

prasarana wilayah.

Bagian Kedua

Rencana Sistem Pusat Pelayanan

Pasal 11

Rencana sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 terdiri atas rencana

pengembangan sistem perdesaan dan rencana pengembangan sistem perkotaan.

Pasal 12

Penetapan kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan meliputi 90 (sembilan puluh) kawasan perkotaan

dan 127 (seratus dua puluh tujuh) kawasan perdesaan.

Pasal 13

Rencana pengembangan sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 terdiri atas :

a. pengembangan kawasan perdesaan sesuai potensi masing-masing kawasan yang dihubungkan dengan

pusat kegiatan pada setiap kawasan perdesaan; dan

b. pengembangan pusat desa mulai dari tingkat dusun sampai pusat desa secara berhirarki.

Pasal 14

Rencana pengembangan pusat desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf b, meliputi :

a. pembentukan pusat pelayanan permukiman perdesaan pada tingkat dusun terutama pada permukiman

perdesaan yang berbentuk cluster;

b. pengembangan pusat kawasan perdesaan secara mandiri;

c. pengembangan kawasan perdesaan potensial secara ekonomi melalui desa pusat pertumbuhan; dan

d. meningkatkan interaksi antara pusat kegiatan perdesaan dan perkotaan secara berjenjang.

Pasal 15

Rencana pengembangan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, terdiri atas :

a. Rencana hierarki sistem perkotaan; dan

b. Rencana fungsi pelayanan dan pengembangan perkotaan.

Pasal 16

(1) Rencana hierarki sistem perkotaan yang dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, meliputi :

a. penetapan PKL adalah perkotaan Ngawi;

b. penetapan PKLp adalah perkotaan Karangjati, Widodaren dan Ngrambe;

c. penetapan PPK adalah perkotaan Karanganyar, Pitu, Kasreman, Bringin, Padas, Pangkur,

Kwadungan, Geneng, Gerih, Kendal, Jogorogo, Sine, Kedunggalar, Paron dan Mantingan; dan

d. penetapan PPL adalah masing-masing pusat desa.

(2) Rencana fungsi pelayanan dan pengembangan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15

huruf b meliputi:

a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Ngawi, mempunyai wilayah pelayanan dari Pusat Kegiatan Lokal

Promosi (PKLp) Karangjati, Widodaren dan Ngrambe serta melayani wilayah Kecamatan Geneng,

Paron, Kwadungan dan Gerih, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan dan

ibukota Kabupaten meliputi fasilitas pusat Perindustrian, Pertanian, Perkebunan, Pariwisata,

Perikanan dan Perhubungan;

b. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Karangjati, mempunyai wilayah pelayanan Kecamatan

Padas, Bringin, Pangkur dan Kasreman, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan

meliputi fasilitas pusat Perindustrian, Pertanian, Perkebunan, Pariwisata, Perikanan dan

Peternakan;

c. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Widodaren, mempunyai wilayah pelayanan Kecamatan

Kedunggalar, Pitu, Mantingan dan Karanganyar, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat

pelayanan meliputi Perindustrian, Pertanian, Pariwisata, dan Peternakan;

d. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Ngrambe, mempunyai wilayah pelayanan Kecamatan

Jogorogo, Kendal dan Sine, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan meliputi

fasilitas pusat Perindustrian, Pertanian, Perkebunan dan Pariwisata; dan

e. Pelayanan Kawasan (PPK), mempunyai wilayah pelayanan desa-desa di dalam wilayah

kecamatan tersebut, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan kecamatan meliputi

fasilitas kesehatan Puskesmas, Pasar, Perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan

SMU/SMK, kantor kecamatan, lapangan olahraga skala kecamatan, dan pusat pemasaran dan

industri pengolahan komoditi unggulan setiap kecamatan.

Bagian Ketiga

Rencana Sistem Prasarana Wilayah

Pasal 17

Rencana sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, terdiri atas :

a. rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi;

b. rencana sistem jaringan prasarana energi;

c. rencana sistem jaringan telekomunikasi;

d. rencana sistem jaringan sumber daya air; dan

e. rencana sistem jaringan prasarana lingkungan.

Paragraf 1

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 18

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

17 huruf a, adalah sistem jaringan prasarana transportasi darat yang meliputi jaringan jalan dan

jaringan kereta api.

(2) Sistem jaringan transportasi udara di wilayah udara Kabupaten merupakan bagian teritotrial dari

wilayah pertahanan udara Republik Indonesia sehingga tertutup untuk transportasi

Pasal 19

(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) meliputi sistem jaringan jalan, fungsi

jalan, status jalan, kelas jalan, prasarana terminal penumpang dan barang, serta angkutan massal

perkotaan.

(2) Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan

sistem jaringan jalan sekunder.

(3) Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal

dan jalan lingkungan.

(4) Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan provinsi, dan

jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.

(5) Rencana pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan bagi jalan nasional jalan

bebas hambatan, jalan nasional bukan jalan bebas hambatan, jalan provinsi, jalan lintas Kabupaten

dan jalan lingkar.

Pasal 20

(1) Jalan nasional yang dikembangkan sebagai jalan arteri primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), meliputi ruas jalan Mantingan – Batas Kota Ngawi, Jalan Gubernur

Suryo, Jalan PB. Sudirman, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Sukowati, Jalan Batas Kota Ngawi – Batas

Kab. Madiun.

(2) Jalan nasional yang dikembangkan sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada Pasal

19 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), meliputi ruas jalan A. Yani, Jalan Klitik – Banyakan, Jalan Lombok,

Jalan Batas Kota Ngawi – Batas Kab. Magetan. Selain itu juga jalan Padangan – Batas Kab. Ngawi,

Batas Kab. Bojonegoro – Batas Kota Ngawi dan Jalan Raya Padangan.

(3) Jalan kabupaten yang dikembangkan sebagai jalan lokal primer sebagaimana dimaksud pada Pasal

19 ayat (3)dan ayat (4), meliputi :

a. jalan-jalan yang menghubungkan antar kecamatan dan menghubungkan sistem perkotaan;

b. rencana pengembangan jalan lingkar (ring road) utara ngawi;

c. jalan-jalan utama yang menghubungkan antara jalan lingkar (ring road), jalan arteri primer dan

jalan kolektor primer dengan jalan-jalan yang menghubungkan sistem perkotaan;

d. rencana pengembangan jalan lokal primer yang berfungsi sebagai jalan lintas strategis

kabupaten dan jalan penghubung antar kabupaten, meliputi :

1) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Bojonegoro.

2) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Blora.

3) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Grobogan.

4) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Karanganyar.

(4) Rencana pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5),

meliputi ruas jalan bebas hambatan Solo – Mantingan - Ngawi dan Ngawi – Kertosono.

(5) Mengendalikan secara ketat pemanfaatan ruang dan kecenderungan perubahan fungsi ruang di

sepanjang jalan arteri primer.

(6) Rencana pengembangan terminal penumpang, meliputi:

a. memperbaiki, meningkatkan pelayanan dan mengembangkan terminal Tipe C, di Ngrambe,

Geneng, Karangjati dan Gendingan;

b. memperbaiki, meningkatkan pelayanan dan mengembangkan terminal barang di Kecamatan

Ngawi, Mantingan dan Karangjati;

c. memelihara dan meningkatkan pelayanan Terminal Kertonegoro Tipe A di tepi jalan lingkar

Kecamatan Ngawi; dan

d. peningkatan infrastruktur pendukung pelayanan terminal yang memadai.

(7) Rencana pengembangan terminal barang, meliputi:

a. memperbaiki, meningkatkan pelayanan dan mengembangkan terminal barang di Kecamatan

Ngawi, Mantingan dan Karangjati;

b. peningkatan infrastruktur pendukung pelayanan terminal yang memadai.

(8) Rencana jaringan trayek angkutan penumpang akan dikembangkan untuk menghubungkan jalur

antar kecamatan dan mendukung akses antar sistem perkotaan.

Pasal 21

(1) Rencana pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal

18 ayat (1) meliputi arahan pengembangan jalur perkeretaapian, pengembangan prasarana

perkeretaapian untuk keperluan penyelenggaraan kereta api Regional Antar Kota, terminal barang,

serta konservasi rel mati.

(2) Rencana pengembangan jalur perkeretaapian meliputi arahan pengembangan jalur kereta api ganda,

dan penataan jalur perkeretaapian jalur Barat yaitu Surabaya – Solo yang melewati stasiun Geneng,

Paron dan Walikukun.

(3) Rencana pengembangan prasarana perkeretaapian untuk keperluan penyelenggaraan kereta api

regional antar kota Madiun – Solo melewati Kecamatan Geneng – Paron – Walikukun.

(4) Rencana pengembangan terminal barang di stasiun Paron.

(5) Rencana pengembangan prasarana jalur perkeretaapian berupa penataan jalur yang terdiri dari

tindakan pemasangan jalur ganda, tindakan pemasangan jalur melayang.

Paragraf 2

Rencana Sistem Jaringan Energi

Pasal 22

(1) Rencana sistem jaringan prasarana energi sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 huruf b meliputi

energi listrik dan energi lainnya.

(2) Sumberdaya energi adalah sebagian dari sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber

energi dan atau sumber energi alternatis baik secara langsung maupun melalui proses.

(3) Pengembangan sarana untuk energi listrik meliputi :

a. pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) di Kecamatan Bringin yang

memiliki potensi Sumber Daya Air;

b. pengembangan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 500 KV dan Saluran Udara dan

atau Kabel Tegangan Tinggi 150 KV diperlukan untuk menyalurkan energi listrik yang

dibangkitkan oleh pembangkit baru, yang melintas di Kecamatan Mantingan, Widodaren,

Kedunggalar, Paron, Geneng, Padas dan Karangjati; dan

c. mengendalikan secara ketat pemanfaatan ruang dan kecenderungan perubahan fungsi di

sepanjang jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi untuk kegiatan permukiman.

(4) Pengembangan pelayanan energi listrik, meliputi :

a. peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat pertumbuhan dan daerah

pengembangan berupa pembangunan dan penambahan gardu-gardu listrik di Kecamatan

Widodaren, Ngrambe dan Karangjati;

b. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-daerah yang belum terlayani;

c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi pemerataan pelayanan

diseluruh wilayah daerah, sehingga dapat diasumsikan bahwa setiap rumah tangga akan

memperoleh layanan jaringan listrik, sehingga tidak ada masyarakat yang belum terlayani;

d. pengembangan energi alternatif dan terbarukan untuk pemerataan pelayanan dan mengurangi

beban energi listrik.

Paragraf 3

Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 23

(1) Sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c adalah perangkat

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) beserta jaringannya yang dikembangkan untuk tujuan

pengambilan keputusan di ranah publik ataupun privat.

(2) Prasarana telekomunikasi yang dikembangan, meliputi :

a. infrastruktur telekomunikasi yang menggunakan jaringan kawat, dan optik;

b. infrastruktur telepon nirkabel, yang menggunakan jaringan radio atau sistem elektromagnetik;

dan

c. jaringan telekomunikasi pada wilayah terpencil dengan menggunakan orbit satelit.

(3) Rencana pengembangan sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

harus ditingkatkan perkembangannya hingga mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau.

(4) Untuk meningkatkan pelayanan sampai wilayah terpencil, pemerintah memberi dukungan dalam

pengembangan kemudahan sistem jaringan telekomunikasi.

(5) Rencana penyediaan infrastruktur telekomunikasi, berupa tower/menara BTS (Base Transceiver

Station) harus menggunakan prinsip menara bersama/terpadu.

(6) Rencana penataan, pengembangan dan pengoperasian tower/menara bersama dan atau Cell Plan

(Masterplan menara) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 4

Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 24

(1) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d meliputi

rencana sistem jaringan sumber daya air, wilayah sungai termasuk waduk, situ, dan embung,

jaringan irigasi, jaringan air baku untuk air bersih, jaringan air bersih dan sistem pengendalian banjir.

(2) Pengembangan prasarana sumberdaya air untuk air bersih diarahkan untuk mengoptimalkan

pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah.

(3) Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan irigasi dilakukan dengan peningkatan jaringan sampai ke

wilayah yang belum terjangkau, sedangkan irigasi dengan peningkatan saluran dari sistem setengah

teknis dan sederhana ditingkatkan menjadi irigasi teknis.

(4) Kebutuhan air irigasi meliputi 363 (Tiga Ratus Enam Puluh Tiga) Daerah Irigasi kewenangan

kabupaten, 33 (Tiga Puluh Tiga) Daerah Irigasi kewenangan provinsi dan 3 (Tiga) Daerah Irigasi

kewenangan pusat.

(5) Pengelolaan air irigasi pada wilayah Kabupaten dibagi menurut unit pelayanan Lokal (UPTD) yaitu

UPTD Dero, Walikukun, Ngrambe, Kedunggalar, Kendal dan Guyung.

(6) Pengembangan waduk, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Waduk Pondok;

b. Waduk Sangiran; dan

c. Waduk Kedungbendo.

(7) Rencana pengelolaan sumberdaya air, meliputi :

a. pembangunan prasarana sumber daya air;

b. semua sumber air baku dari dam, embung, waduk, bendungan serta sungai-sungai klasifikasi I

sampai dengan kalsifikasi IV, yang airnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan

dikembangkan untuk berbagai kepentingan;

c. zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi DAS berdasarkan tipologinya;

d. penetapan zona pengelolaan sumber daya air sesuai dengan keberadaan wilayah sungai tersebut

pada zona kawasan lindung tidak diijinkan pemanfaatan sumber daya air untuk fungsi budidaya;

dan

e. kajian kemampuan cadangan air bawah tanah disertai dengan amdal jika akan melakukan

eksplorasi dan eksploitasi.

Paragraf 5

Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan

Pasal 25

(1) Rencana sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e

meliputi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan Tempat Penampungan Sampah (TPS), kebutuhan

sanitasi dan tempat pengelolaan limbah.

(2) Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan, meliputi :

a. kerjasama lintas wilayah administrasi dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah

sampah terutama di wilayah perkotaan;

b. pengalokasian Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sesuai dengan persyaratan teknis diletakkan di

Kecamatan Ngawi, Widodaren, Ngambe dan Karangjati;

c. pengalokasian Tempat Penampungan Sampah (TPS) sesuai dengan persyaratan teknis

diletakkan di pusat kegiatan PPK;

d. pengelolaan sampah dilakukan secara teknologi terpadu yang berbasis ramah lingkungan; dan

e. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan.

(3) Rencana pengembangan sanitasi khusus rumah tangga dibedakan menurut wilayah perkotaan dan

perdesaan, yaitu :

a. pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada pemenuhan fasilitas septic

tank pada masing-masing KK; dan

b. pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga dapat dikembangkan fasilitas

sanitasi pada setiap KK serta fasilitas sanitasi umum.

(4) Rencana penanganan limbah industri di Kecamatan Ngawi, Geneng, Pitu dan Karangjati dilaksanakan

melalui pembangunan IPAL yang memenuhi persyaratan teknis baik sistem individu maupun

komunal.

(5) Rencana pengembangan drainase perkotaan dilaksanakan dengan pemenuhan persyaratan teknis

sesuai daya dukung lingkungan.

BAB VI

POLA RUANG WILAYAH

Bagian Pertama

Umum

Pasal 26

Pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Bagian Kedua

Rencana Pelestarian Kawasan Lindung

Pasal 27

Pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, terdiri atas:

a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan pelestarian alam dan cagar budaya;

e. kawasan rawan bencana alam; dan

f. Kawasan lindung geologi.

Pasal 28

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 huruf a, terletak pada kawasan hutan di

kaki Gunung Lawu Kecamatan Jogorogo, Ngrambe, Sine dan Kendal dengan luas kurang lebih 3.086 ha;

Pasal 29

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 27 huruf b, berupa Kawasan resapan air.

(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di Kecamatan Jogorogo, Ngrambe

Sine dan Kendal dengan luas kurang lebih 17.628 ha.

Pasal 30

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c, terdiri atas :

a. kawasan sempadan sungai;

b. kawasan sekitar danau atau waduk;

c. kawasan sekitar mata air; dan

d. kawasan sempadan irigasi.

(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak pada seluruh

kecamatan yang dilewati oleh DPS Bengawan Solo dan DPS Kali Madiun termasuk sistem sungai

didalamnya dengan luas sempadan sungai secara keseluruhan kurang lebih 3.830 ha.

(3) Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf b, meliputi :

a. Waduk Pondok di Kecamatan Bringin, Waduk Sangiran dan Waduk Kedung Bendo, serta dam

maupun embung yang ada wi wilayah kabupaten; dan

b. luas sempadan waduk kurang lebih 369 Ha.

(4) Kawasan sekitar mata air dengan luas kurang lebih sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf c,

meliputi :

a. Kecamatan Sine 61 mata air, Kecamatan Ngrambe 44 mata air, Kecamatan Jogorogo 3 mata air,

Kecamatan Kendal 12 mata air, Kecamatan Bringin 1 mata air, Kecamatan Padas 8 mata air,

Kecamatan Paron 2 mata air, Kecamatan Kedunggalar 22 mata air, Kecamatan Widodaren 27

mata air; dan

b. luas keseluruhan untuk sempadan mata air di Kabupaten Ngawi kurang lebih 3.960 ha.

(5) Kawasan sempadan irigasi sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf d terletak pada seluruh

Jaringan Irigasi di wilayah kabupaten, yang meliputi saluran irigasi primer dan sekunder.

Pasal 31

(1) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d meliputi :

a. obyek Taman Wisata Alam terdapat di Waduk Pondok (Desa Dero Kecamatan Bringin), Taman

Rekreasi dan Pemandian Tawun (Desa Tawun Kecamatan Kasreman), Air Terjun Srambang

(Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo) dan Perkebunan Teh Jamus (Desa Girikerto Kecamatan

Sine);dan

b. perlindungan terhadap Obyek Taman Wisata Alam dilakukan untuk pengembangan pendidikan

dan perlindungan terhadap flora dan fauna tertentu, peningkatan kualitas lingkungan bagi

wilayah sekitarnya serta perlindungan lingkungan dari pencemaran.

(2) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 huruf d dengan luas kurang lebih

1.715 ha, meliputi :

a. kawasan cagar budaya terdapat di Museum Trinil (Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar),

Benteng Van Den Bosch (Kelurahan Pelem Kecamatan Ngawi), Kediaman Krt. Radjiman

Wedyadiningrat (Desa Kauman Kecamatan Widodaren), Makam Patih Pringgokusumo (Dusun

Banjar Desa Ngawi Kecamatan Ngawi), Makam PH. Kertonegoro (desa Sine Kecamatan Sine),

Makam Patih Ronggolono (Desa Hargomulyo Kecamatan Ngrambe), Arca banteng (Dusun Reco

Banteng Desa Wonorejo Kecamatan Kedunggalar), Candi Pandem (Dusun Pandem Desa

Krandegan Kecamatan Ngrambe), petilasan Kraton Wirotho (Desa Tanjungsari Kecamatan

Jogorogo);

b. perlindungan terhadap Cagar Budaya dilakukan untuk pengembangan kawasan dengan fungsi

pendidikan dan ilmu pengetahuan;

c. penetapan kawasan yang dilestarikan baik di perkotaan maupun perdesaan disekitar benda

cagar budaya, juga menjadikan benda cagar budaya sebagai orientasi bagi pedoman

pembangunan pada kawasan sekitarnya; dan

d. penerapan insentif bagi bangunan cagar budaya yang dilestarikan dan disinsentif bagi bangunan

yang mengalami perubahan fungsi.

Pasal 32

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf e, terdiri atas :

a. kawasan rawan longsor; dan

b. kawasan rawan banjir.

(2) Kawasan rawan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. Kecamatan Sine (Desa Gendol), Jogorogo (Desa Girimulyo), Ngrambe, Kendal, Karangjati, Padas,

Pitu dan Karanganyar, dimana Kecamatan Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal merupakan

wilayah paling rawan bencana tanah longsor karena kedua wilayah ini berdekatan dengan hutan

gundul dan kritis disamping lokasinya berada di lereng Gunung Lawu; dan

b. wilayah kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten Ngawi dengan luas kurang lebih 2.022

ha.

(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berada di sekitar DAS Bengawan

Solo dan DAS Kali Madiun disebabkan oleh semakin berkurangnya kawasan resapan air, dan semakin

rusaknya hutan dan kawasan konservasi di wilayah hulu.

Pasal 33

Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 huruf f, adalah kawasan bencana letusan

Gunung Lawu, meliputi :

a. pegunungan lawu, yaitu Kecamatan Jogorogo, Kendal, Ngrambe, serta Sine; dan

b. kawasan rawan bencana geologi di Kabupaten Ngawi dengan luas kurang lebih 230 ha.

Pasal 34

(1) Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang atau jalur dan/atau

mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang

tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, meliputi:

a. Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik meliputi taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur

hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai; dan

b. Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat meliputi kebun atau halaman rumah/gedung milik

masyarakat/ swasta yang ditanami tumbuhan.

(2) Proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) kawasan perkotaan di wilayah Kabupaten paling sedikit 30 %

dari luas kawasan perkotaan, yang diisi oleh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun

yang sengaja di tanam dengan pembagian Ruang Terbuka Hijau (RTH) ini terdiri dari Ruang Terbuka

Hijau (RTH) publik dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat; sedangkan distribusi Ruang Terbuka Hijau

(RTH) kawasan perkotaan disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan

memperhatikan rencana struktur dan pola ruang wilayah.

(3) Proporsi RTH kawasan perkotaan di Kabupaten Ngawi adalah kurang lebih 12.142 Ha.

Bagian Ketiga

Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya

Pasal 35

Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, terdiri atas :

a. Kawasan peruntukan hutan produksi;

b. Kawasan peruntukan pertanian;

c. Kawasan peruntukan perkebunan;

d. Kawasan peruntukan perikanan;

e. Kawasan peruntukan pertambangan;

f. Kawasan peruntukan industri;

g. Kawasan peruntukan pariwisata;

h. Kawasan peruntukan permukiman;

i. Kawasan peruntukan lainnya; dan

j. Kawasan pertahanan dan keamanan.

Paragraf 1

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 36

Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a dengan luas kurang lebih 34.979

Ha yang tersebar di 16 (enam belas) Kecamatan, meliputi Kecamatan Mantingan, Karanganyar, Widodaren,

Kedunggalar, Paron, Pitu, Ngawi, Kasreman, Padas, Bringin, Karangjati, Gerih, Sine, Ngrambe, Jogorogo,

Kendal.

Paragraf 2

Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 37

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b meliputi: kawasan

pertanian pangan berkelanjutan, tegalan (tanah ladang), lahan kering, dan hortikultura.

(2) Kawasan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak pada bagian

Selatan, Tengah, Timur dan barat dengan luas kurang lebih 41.523 ha.

(3) Kawasan tegalan (tanah ladang) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di seluruh kecamatan

terutama pada daerah yang kurang mendapatkan air dan mengandalkan air hujan (tadah hujan).

(4) Kawasan lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak pada beberapa kecamatan di

wilayah bagian Timur dan Utara dengan luas kurang lebih 9.188 ha.

(5) Kawasan holtikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di Kecamatan Kendal, Sine,

Ngrambe dan Jogorogo.

Paragraf 3

Kawasan Peruntukan Perkebunan

Pasal 38

Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf c dengan luas kurang lebih

10.789 Ha; terletak menyebar di Kecamatan Karangjati, Bringin, Kasreman, Padas, Ngrambe, Sine,

Jogorogo dengan jenis komoditas tembakau, teh, kopi, jahe, cengkeh, coklat, salak.

Paragraf 4

Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 39

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d, terdiri atas :

a. Perikanan Perairan Umum; dan

b. Budidaaya kolam dan keramba.

(2) Perikanan Perairan Umum dengan luas kurang lebih 1.351 ha terletak Daerah Aliran Sungai

Bengawan Solo dan Kali Madiun sengan sistem sungai yang ada di dalamnya; dan

(3) Budidaya Kolam dan keramba dengan luas kurang lebih 23 ha di kecamatan Bringin.

Paragraf 5

Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 40

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, terdiri atas:

a. kawasan batu gunung;

b. kawasan batu gamping;

c. kawasan tanah liat; dan

d. kawasan batu pasir.

(2) Kawasan batu gunung terletak di kecamatan Kendal dan Jogorogo.

(3) Kawasan batu gamping terletak di Kecamatan Pitu, Kasreman dan Bringin.

(4) Kawasan tanah liat terletak di Kecamatan Geneng.

(5) Kawasan batu pasir terletak di Kecamatan Mantingan, Widodaren, Pitu dan Ngawi.

Paragraf 6

Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 41

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf f, terdiri atas :

a. industri besar;

b. industri sedang; dan

c. industri rumah tangga.

(2) Kawasan industri besar diarahkan ke tepi jalan lingkar utara yang meliputi Kecamatan Pitu, Ngawi

dan Kasreman.

(3) Kawasan industri sedang terletak di Kecamatan Ngawi, Geneng dan Karangjati.

(4) Industri rumah tangga dengan luas kurang lebih 1.628 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c, meliputi :

a. Kripik Tempe terdapat di Desa Karangtengah Kecamatan Ngawi, Desa Gendingan Kecamatan

Widodaren, Desa Tulakan, Kecamatan Sine, Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Desa

Purwosari Kecamatan Kwadungan;

b. Genteng terdapat di Desa Pocol Kecamatan Sine, Desa Baderan Kecamatan Geneng, Desa

Kedungharjo Kecamatan Mantingan;

c. Anyaman Bambu terdapat di Desa Sumberejo Desa Gendol Kecamatan Sine, Desa Pangkur

Kecamatan Pangkur, Desa Brubuh, Desa Jaten, Desa Tanjungsari Kecamatan Jogorogo dan Desa

Dero Kecamatan Padas;

d. Anyaman Tas terdapat di Desa Sembung, Desa Brangol, Desa Jatipuro Kecamatan Karangjati,

Desa Kedungprahu, Desa Sukowiyono Kecamatan Padas, Desa Sumberbening Kecamatan

Bringin, Desa Pohkonyal, Desa Padas, Desa Gandri Desa Pangkur;

e. Batik Tulis terdapat di Desa Banyubiru Kecamatan Widodaren;

f. Batu Bata terdapat di Desa Gelung Kecamatan Paron;

g. Parut Kelapa terdapat di Desa Ngalih Kecamatan Paron;

h. Handycraft terdapat di Desa Kedungharjo dan Desa Sidowayah Kecamatan Kedunggalar; dan

i. Supit Dan Sedotan terdapat di Desa Ngawi Kecamatan Ngawi.

Paragraf 7

Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 42

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf g terdiri atas:

a. kawasan pariwisata budaya;

b. kawasan pariwisata alam; dan

c. kawasan pariwisata buatan.

(2) Kawasan pariwisata budaya dengan luas kurang lebih 1.597 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b meliputi :

a. Arca Banteng;

b. Candi Pendem;

c. Pertapaan jaka tarub;

d. Petilasan Kraton Wirotho;

e. Makam PH Kertonegoro dan Patih Ronggolono;

f. Makam Patih Pringgokusum;

g. Kediaman Krt. Radjiman Wedyadiningrat;

h. Monumen Suryo;

i. Pesanggrahan Srigati;

j. Musem Trinil; dan

k. Benteng Van Den Bosch.

(3) Kawasan pariwisata alam dengan luas kurang lebih 13 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

huruf a, meliputi :

a. Air Terjun Srambang;

b. Gunung Liliran;

c. Waduk Pondok;

d. Bumi Perkemahan Selondo; dan

e. Kebun teh Jamus.

(4) Kawasan pariwisata buatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu Tempat Pemandian

Tawun.

Paragraf 8

Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 43

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf h, tediri atas :

a. permukiman perdesaan; dan

b. permukiman perkotaan.

(2) Kawasan permukiman perdesaan dengan luas kurang lebih 11.038 ha sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a meliputi :

a. kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada wilayah pegunungan dan dataran tinggi,

kawasan ini terdapat di Kecamatan Jogorogo, Geneng, Karanganyar, Sine, Ngrambe dan Kendal;

b. kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada dataran rendah; dan

c. kawasan perdesaan berbentuk kawasan agropolitan, yang terdiri atas satu atau lebih pusat

kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber

daya alam tertentu yang ditunjukkan adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan

sistem permukiman dan sistem agrobisnis, terdapat di Kecamatan Ngrambe dan Paron.

(3) Kawasan permukiman perkotaan dengan luas kurang lebih 6.559 ha sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b, meliputi :

a. permukiman di perkotaan Ngawi yang mendukung ibukota Kabupaten;

b. permukiman perkotaan yang merupakan bagian dari ibukota kecamatan;

c. permukiman perkotaan yang padat;

d. kawasan permukiman baru; dan

e. kawasan permukiman perkotaan yang terdapat bangunan lama/kuno.

Paragraf 9

Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 44

(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf i adalah kawasan

peternakan dan kawasan sektor informal.

(2) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : Kecamatan Sine, Jogorogo,

Kendal, Paron, Mantingan, Ngawi, Kedungggalar, Padas, Widodaren, Ngrambe, Pitu, Padas, Bringin,

Karanganyar, Karangjati, Geneng, Pangkur, Kedunggalar, Kasreman untuk ternak ayam potong, ayam

petelur, kambing, seperti sapi potong dan sapi perah.

(3) Kawasan sektor informal disediakan untuk pedagang kaki lima (PKL) atau usaha kecil guna

menumbuhkan ekonomi masyarakat dengan penempakan pada kawasan budidaya.

Paragraf 10 Kawasan Pertahanan dan Keamanan

Pasal 45

Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf j meliputi, Komando

Distrik Militer beserta jajaran teritorialnya, kawasan Artileri Medan 12 dan tempat-tempat latihan

kemiliteran.

BAB VII

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS DAERAH

Pasal 46

(1) Kawasan yang merupakan kawasan strategis kabupaten meliputi :

a. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;

b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya; dan

c. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

meliputi:

a. kawasan Agropolitan di Kecamatan Ngrambe; dan

b. kawasan Perikanan di Kecamatan Bringin.

(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

b, meliputi kawasan Candi Pendem, Arca Banteng, Musium Trinil dan Benteng Vanden Bosch,

Pesanggrahan Srigati, Monumen Suryo.

(4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :

a. kawasan Sekitar Lereng Gunung Lawu;

b. kawasan Sekitar Sungai Bengawan Solo; dan

c. kawasan Sekitar Waduk Pondok, Waduk Sangiran dan Waduk Kedung Bendo.

BAB VIII

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Bagian Pertama

Umum

Pasal 47

(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta

pembiayaannya.

(2) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang

dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air dan penagunaan

sumberdaya alam lain.

Bagian Kedua

Pemanfaatan Ruang Wilayah

Paragraf 1

Perumusan Kebijakan Strategis Operasionalisasi

Pasal 48

(1) Penataan ruang sesuai dengan RTRW dilaksanakan secara sinergis dengan Peraturan Daerah lain

yang ada di Daerah.

(2) Penataan ruang dilaksanakan secara menerus dan sinergis antara perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Paragraf 2

Prioritas dan Tahapan Pembangunan

Pasal 49

(1) Prioritas pelaksanaan pembangunan disusun berdasarkan atas kemampuan pembiayaan dan kegiatan

yang mempunyai efek mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah.

(2) Program pembiayaan terdiri dari 4 (empat) tahapan meliputi :

a. program utama;

b. perkiraan pendanaan;

c. sumber pembiayaan; dan

d. instansi pelaksana.

(3) Waktu pelaksanaan dalam 4 (empat) tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam

pelaksanaannya masing-masing tahapan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun yang dapat dilakukan

evaluasi sesuai kemampuan daerah.

Paragraf 3

Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 50

Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten meliputi :

a. arahan rencana pemanfaatan struktur ruang; dan

b. arahan pemanfaatan pola ruang wilayah.

Pasal 51

(1) Arahan rencana pemanfaatan struktur ruang, sebagaimana dimaksud pada pasal 50 huruf a, meliputi :

a. arahan pemanfaatan sistem perkotaan;

b. arahan pemanfaatan sistem perdesaan;

c. arahan pemanfaatan sistem transportasi;

d. arahan pemanfaatan sistem jaringan energi;

e. arahan pemanfaatan sistem jaringan telekomunikasi;

f. arahan pemanfaatan sistem jaringan sumber daya air; dan

g. arahan pemanfaatan sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

(2) Arahan pemanfaatan sistem perkotaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. pengembangan ibukota kabupaten sebagai PKL, melalui peningkatan akses ke arah pusat;

b. pengembangan perkotaan Ngawi, melalui pengembangan kawasan industri, pengembangan

permukiman, pengembangan jalan kolektor, pembangunan jalan lingkar (ring road);

c. kecamatan Ngawi sebagai PKL yang memberikan pelayanan kepada PKLp dengan fungsi kegiatan

primer, dengan orientasi pelayanan regional, melalui peningkatan sarana-prasarana penunjang

perkotaan;

d. mendorong pembentukan pusat pelayanan yang mendukung pengembangan pertanian dan

kawasan strategis, melalui peningkatan akses ke arah pusat pelayanan ;

e. pengembangan perkotaan Kabupaten Ngawi, melalui pengembangan infrastruktur kawasan;

f. mewujudkan jalan internal provinsi melalui pengembangan jalan tembus, melalui Peningkatan kelas

jalan dari kolektor menjadi arteri dan Peningkatan kualitas jalan;

g. pengembangan perkotaan sebagai pusat pelayanan sosial – ekonomi yang mendukung

pengembangan pertanian dan kawasan strategis, melalui Ngawi sebagai ibukota kabupaten dan

Ngrambe sebagai kota kawasan Agropolitan; dan

h. pemenuhan fasilitas perkotaan dan peningkatan interaksi kawasan yang mendukung

pengembangan pertanian dan kawasan strategis, melalui Penyediaan sarana penunjang.

(3) Arahan pemanfaatan sistem perdesaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :

a. pengembangan kawasan perdesaan berbasis hasil perkebunan di Kecamatan Sine, Kendal,

Ngrambe, Jogorogo dan Padas (Kabupaten Ngawi bagian selatan), melalui Pengembangan pusat

perkebunan dan pasar perkebunan di kecamatan Ngrambe;

b. mendorong pertumbuhan kawasan perdesaan di Kecamatan Ngrambe, melalui promosi hasil produk

pertanian, pengadaan infrastruktur penunjang, berbasis teknologi modern;

c. mendorong eksport hasil pertanian unggulan daerah, melalui pengembangan sentra produksi-

pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di Kecamatan Ngawi; dan

d. pengembangan produk unggulan, pengolahan dan perluasan jaringan di Kecamatan Ngrambe

sebagai Kota Tani Utama dan desa/kecamatan dikawasan sekitarnya sebagai penunjang, melalui

Pengembangan pasar, pengembangan sub terminal agribisnis, dan pengembangan kelembagaan

sistem agribisnis (penyedian agroinput, pengolahan hasil, pemasaran dan penyedia jasa).

(4) Arahan pemanfaatan sistem transportasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi sistem

jaringan jalan dan kereta api yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan strategis,

dilakukan melalui :

a. pengembangan jalan lintas strategis antar wilayah dan jalan sirip perkotaan;

b. pengembangan jalan bebas hambatan Solo – Mantingan – Ngawi dan Ngawi – Mojokerto;

c. pengembangan dan peningkatan kualitas jalan arteri, jalan kolektor, jalan local, jalan penghubung

desa dan kota serta Jalan Lingkar (ring road);

d. pengembangan terminal, pemeliharaan Terminal Kertonegoro type A, Peningkatan pelayanan

terminal dan Infrastruktur pendukung terminal;

e. pengembangan trayek angkutan penghubung akses antar kecamatan dan penghubung sistem

perkotaan; dan

f. pengembangan sistem transportasi massal & infrastruktur pendukungnya bagi transportasi kereta

api, melalui pengembangan jaringan double track dan pengembangan jalur kereta api regional

antar kota.

(5) Arahan pemanfaatan sistem jaringan energi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi

peningkatan kapasitas listrik yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan strategis, melalui

penambahan dan perbaikan jaringan, peningkatan infrastruktur pendukung, dan pengembangan

sumber listrik baru.

(6) Arahan pemanfaatan sistem jaringan telekomunikasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,

meliputi :

a. pengembangan prasarana penunjang yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan

strategis, melalui penyediaan tower BTS (Base Transceiver Station) secara bersama dan pengadaan

sistem internet, 3G dan GPS; dan

b. peningkatan jumlah dan mutu telekomunikasi yang mendukung pengembangan pertanian dan

kawasan strategis, melalui penerapan teknologi telekomunikasi berbasis teknologi modern dan

pembangunan teknologi telekomunikasi pada wilayah - wilayah pusat pertumbuhan seperti di

Kecamatan Ngawi, Ngrambe, Widodaren dan Karangjati.

(7) Arahan pemanfaatan sistem jaringan sumber daya air, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,

meliputi peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan

strategis, melalui pengembangan waduk, bendung, cek dam, pengelolaan DAS Bengawan Solo dan Kali

Madiun, penanaman pohon pencegah longsor dan perbaikan pintu air.

(8) Arahan pemanfaatan sistem prasarana pengelolaan lingkungan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf g, meliputi peningkatan sarana dan prasarana pendukung, melalui pengadaan TPA regional dan

pengadaan TPS skala lokal.

Pasal 52

(1) Arahan pemanfaatan pola ruang wilayah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf b, meliputi :

a. pemanfaatan kawasan lindung; dan

b. pemanfaatan kawasan budidaya.

(2) Arahan pemanfaatan kawasan lindung, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. pemantapan kawasan lindung bernilai strategis dalam penyediaan air, melalui pengembalian fungsi

lindung dengan reboisasi, penanganan secara teknis, pengembangan hutan dan tanaman tegakan

tinggi terutama pada kawasan kaki Gunung Lawu seperti Kendal, Jogorogo, Sine, Ngrambe,

Mantingan;

b. pemantapan kawasan perlindungan setempat, melalui perlindungan setempat sepanjang sungai

dibatasi untuk kepentingan pariwisata dan mengupayakan sungai sebagai latar belakang kawasan

fungsional, pengelolaan DAS Bengawan Solo untuk air baku, waduk dan mata air dibatasi untuk

pariwisata dan menghindari bangunan radius pengamanan kawasan dan mengutamakan vegetasi

yang memberikan perlindungan waduk dan mata air, pemanfaatan sumber air dan waduk untuk

irigasi; dan

c. pemantapan kawasan Cagar Budaya, melalui memelihara nilai dan fungsinya sebagai peninggalan

sejarah, objek penelitian dan pariwisata, serta pelaksanaan kerjasama pengelolaan kawasan.

(3) Arahan pemanfaatan kawasan budidaya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :

a. pengembangan hutan produksi bernilai ekonomi tinggi dengan fungsi lindung, melalui reboisasi

tanaman untuk menahan tanah, pengembangan aneka produk olahan dan mengembangkan hutan

rakyat;

b. pengembangan kawasan pertanian dan pengolahan dihasil produksi berorientasi peningkatan nilai

ekonomi dan ekspor, melalui pengembangan hortikultura untuk eksport, pengembangan breeding

centre, serta pengembangan Industri Perikanan di Kecamatan Ngawi dan Kecamatan Bringin;

c. pengembangan kawasan peruntukan industri, melalui pengembangan kawasan industri di kawasan

potensial yaitu Ngawi, Pitu, Geneng dan Karangjati; dan

d. pengembangan kawasan pariwisata, melalui pengembangan obyek wisata utama yaitu Wisata

Pemandian Tawun, Waduk Pondok, Museum Trinil, Benteng Van Den Bosch, Air Terjun Srambang,

Perkebunan Teh Jamus dan Monumen Suryo, serta mengkaitkan kalender wisata nasional dan

pengadaan kegiatan festival wisata atau gelar seni budaya.

BAB IX

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Pertama

Umum

Pasal 53

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten diselenggarakan melalui penetapan

ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perijinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsentif,

serta arahan pengenaan sanksi.

(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten digunakan sebagai acuan dalam

pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(3) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang, meliputi :

a. ketentuan umum peraturan zonasi;

b. ketentuan perizinan;

c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan

d. arahan pengenaan sanksi.

Bagian Kedua

Paragraf 1

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 54

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (3) huruf a, disusun

sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang, serta berdasarkan rencana rinci tata ruang

untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi disusun sesuai dengan rencana rinci tata ruang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), meliputi :

a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem perkotaan;

b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem perdesaan;

c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi;

d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi;

e. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi;

f. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air;

g. ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lingkungan;

h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung;

i. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budi daya; dan

j. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pada setiap butir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat

tentang apa yang harus ada, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh.

Pasal 55

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 ayat (2)

huruf a, meliputi :

a. fungsi kawasan;

b. kawasan lindung; dan

c. kawasan budidaya.

(2) Pengaturan zonasi untuk fungsi kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

a. boleh dilakukan pengembangan secara terbatas, yakni pada zona yang tidak termasuk dalam

klasifikasi intensitas tinggi tetapi fungsi utama zona harus tetap, dalam arti perubahan hanya

boleh dilakukan sebagian saja, yakni maksimum 25% dari luasan zona yang ditetapkan;

b. dalam pengaturan zona tidak boleh dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi dasarnya;

dan

c. penambahan fungsi tertentu pada suatu zona tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang

bertentangan, misalnya permukiman digabung dengan industri polutif.

(3) Pengaturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. pembatasan perubahan fungsi lindung tetapi dapat digunakan untuk kepentingan lain selama

masih menunjang fungsi lindung seperti wisata alam, jogging track tepi sungai dengan ditata

secara indah dan menarik;

b. upaya konservasi pada kawasan lindung yang berupa bangunan, dan dapat dilakukan sepanjang

menimbulkan nilai tambah misalnya dengan melakukan revitalisasi, rehabilitas, dan sebagainya;

c. kawasan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan

harus tetap dilindungi sesuai dengan fungsi Ruang Terbuka Hijau masing-masing, dan tidak boleh

dilakukan alih fungsi; dan

d. kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan terbuka hijau tetapi bukan sebagai bagian dari Ruang

Terbuka Hijau di kawasan perkotaan (misalnya tegalan di tengah kawasan perkotaan) pada

dasarnya boleh dilakukan perubahan fungsi untuk kawasan terbangun dengan catatan komposisi

atau perbandingan antara kawasan terbangun dan ruang terbuka hijau tidak berubah sesuai

Rencana Detail Tata Ruang Kota masing-masing.

(4) Pengaturan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus

mengupayakan untuk :

a. perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun melalui arahan bangunan vertikal sesuai

kondisi masing-masing ibukota kecamatan dengan tetap menjaga harmonisasi intensitas ruang

yang ada;

b. setiap kawasan terbangun yang digunakan untuk kepentingan publik juga harus menyediakan

ruang untuk pejalan kaki dengan tidak mengganggu fungsi jalan;

c. setiap kawasan terbangun untuk berbagai fungsi terutama permukiman padat harus menyediakan

ruang evakuasi bencana sesuai dengan kemungkinan timbulnya bencana yang dapat muncul;

d. penambahan fungsi ruang tertentu (misalnya pada zona permukiman sebagian digunakan untuk

fasilitas umum termasuk ruko) boleh dilakukan sepanjang saling menunjang atau setidaknya tidak

menimbulkan efek negatif bagi zona yang telah ditetapkan;

e. tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan diluar area yang telah ditetapkan sebagai bagian

dari rumija atau ruwasja, termasuk melebihi ketinggian bangunan seperti yang telah ditetapkan,

kecuali diikuti ketentuan khusus sesuai dengan kaidah design kawasan, seperti diikuti pemunduran

bangunan, atau melakukan kompensasi tertentu yang disepakati oleh stake holder terkait;

f. setiap lingkungan permukiman yang dikembangkan harus disediakan sarana dan prasarana

lingkungan yang memadai sesuai kebutuhan masing-masing;

g. setiap pusat-pusat kegiatan masyarakat harus dialokasikan kawasan khusus pengembangan sektor

informal;

h. lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan di kawasan

perkotaan harus tetap dilindungi dan tidak dilakukan alih fungsi; dan

i. kawasan yang telah ditetapkan batas ketinggian untuk alat komunikasi dan jaringan pengaman

SUTET tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan dalam radius keamanan dimaksud.

Pasal 56

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 ayat (2) huruf

b, meliputi :

a. pengaturan pada rencana kawasan terbangun dengan fungsi meliputi perumahan, perdagangan-jasa,

industri, dan berbagai peruntukan lainnya di perdesaan dapat dilakukan penambahan fungsi yang

masih saling bersesuaian, tetapi harus ditetapkan besaran dan/atau luasan ruang setiap zona dan

fungsi utama zona tersebut;

b. pengaturan pada kawasan tidak terbangun atau ruang terbuka untuk pertanian yang produktif harus

dilakukan pengamanan khususnya untuk tidak dialihfungsikan non pertanian;

c. pada setiap kawasan perdesaan harus mengefisienkan ruang yang berfungsi untuk pertanian dan

perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun hanya dilakukan secara infitratif pada permukiman

yang ada dan harus menggunakan lahan yang kurang produktif;

d. pengembangan permukiman perdesaan harus menyediakan sarana dan prasarana lingkungan

permukiman yang memadai sesuai kebutuhan masing-masing;

e. pada lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan di kawasan

perdesaan harus tetap dilindungi dan tidak dilakukan alih fungsi;

f. kawasan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau di kawasan perdesaan

(misalnya taman lingkungan permukiman) harus tetap dilindungi sesuai dengan fungsi Ruang Terbuka

Hijau masing-masing, dan tidak boleh dilakukan alih fungsi;

g. pada kawasan lindung yang ada di perdesaan diarahkan untuk tidak dilakukan alih fungsi lindung

tetapi dapat ditambahkan kegiatan lain selama masih menunjang fungsi lindung seperti wisata alam,

penelitian, kegiatan pecinta alam dan yang sejenis;

h. pada kawasan lindung berupa bangunan, harus tetap dilakukan upaya konservasi baik berupa situs,

bangunan bekas peninggalan belanda, bangunan / monumen perjuangan rakyat, dan sebagainya;

i. perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu pada kawasan terbangun di perdesaan (misalnya

pada zona permukiman sebagian digunakan untuk fasilitas umum, termasuk kegiatan industri kecil,

pasar desa dan sebagainya) boleh dilakukan sepanjang saling menunjang atau setidaknya tidak

menimbulkan efek negatif bagi zona yang telah ditetapkan;

j. kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan terbuka hijau produktif di perdesaan pada dasarnya boleh

dilakukan alih fungsi untuk kawasan terbangun secara terbatas dan hanya dilakukan pada lahan yang

produktivitasnya kurang tinggi, dengan catatan komposisi atau perbandingan antara kawasan

terbangun dan ruang terbuka hijau tidak berubah sesuai Rencana Detail Tata Ruang Kawasan

Perdesaan masing-masing;

k. dalam pengaturan zona tidak boleh dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi dasarnya, sesuai

Rencana Detail Tata Ruang Kawasan perdesaan masing-masing;

l. penambahan fungsi tertentu pada suatu zona tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan,

misalnya sawah atau permukiman digabung dengan gudang pupuk yang memiliki potensi

pencemaran udara;

m. pada kawasan terbangun di perdesaan yang lokasinya terpencar dalam jumlah kecil tidak boleh

melakukan kegiatan pembangunan dengan intensitas tinggi yang tidak serasi dengan kawasan

sekitarnya, misalnya vila harus dialokasikan secara tersendiri;

n. pada lahan yang telah ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau produktif di perdesaan tidak boleh

dilakukan alih fungsi lahan;

o. pada lahan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari lahan pertanian berkelanjutan di kawasan

perdesaan tidak boleh dilakukan alih fungsi lahan;

p. Pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan untuk keselamatan penerbangan baik terkait

fungsi ruang, intensitas ruang maupun ketinggian bangunan yang telah dietapkan tidak boleh

melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ketentuan zona masing-masing; dan

q. Pada kawasan yang telah ditetapkan batas ketinggian untuk alat komunikasi dan jaringan pengaman

SUTET tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan dalam radius keamanan dimaksud.

Pasal 57

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam pasal

54 ayat (2) huruf c, meliputi :

a. peraturan zonasi untuk jaringan jalan nasional/provinsi/kabupaten; dan

b. peraturan zonasi untuk jaringan jalur kereta api.

(2) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan nasional/provinsi/kabupaten meliputi:

a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan nasional / provinsi/kabupaten dengan tingkat intensitas

menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi sesuai dengan

fungsinya dan ketentuan yang berlaku;

b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan nasional;

dan

c. penetapan garis sempadan bagunan di sisi jalan nasional / provinsi/kabupaten yang memenuhi

ketentuan ruang pengawasan jalan.

(3) Peraturan zonasi untuk jaringan jalur kereta api meliputi :

a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api dilakukan dengan tingkat intensitas

menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi;

b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang pengawasan jalur kereta api yang dapat mengganggu

kepentingan operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian;

c. pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan akibat lalu lintas kereta

api di sepanjang jalur kereta api;

d. pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api dan jalan; dan

e. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan memperhatikan

dampak lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan jalur kereta api.

Pasal 58

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada pasal 54 ayat (2)

huruf d meliputi :

a. keberadaan pembangkit listrik disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar

pembangkit listrik dengan memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain;

b. ketentuan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik disusun dengan memperhatikan ketentuan

pelanggaran pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

c. lahan yang berada di bawah jaringan tegangan tinggi tidak boleh ada fungsi bangunan yang langsung

digunakan masyarakat;

d. dalam kondisi di bawah jaringan tinggi terdapat bangunan maka harus disediakan jaringan

pengamanan; dan

e. Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bahan Bakar Elpiji tidak diletakkan di kawasan permukiman dan

disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 59

Arahan pengaturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 ayat (2)

huruf e disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk penempatan menara pemancar

telekomunikasi yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktifitas kawasan disekitarnya.

Pasal 60

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 54

ayat (2) huruf f meliputi :

a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian

lingkungan dan fungsi lindung kawasan;

b. ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksud untuk pengelolaan badan

air dan/atau pemanfaatan air;

c. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi rekreasi dan konservasi;

d. penetapan lebar sempadan sungai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

e. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas provinsi secara selaras dengan pemanfaatan ruang

di wilayah sungai pada provinsi yang berbatasan dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya

air yang telah ditetapkan.

Pasal 61

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 54

ayat (2) huruf g meliputi :

a. arahan pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan lintas wilayah secara administratif

dengan kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah

terutama di wilayah perkotaan;

b. pengalokasian Tempat Pemrosesan Akhir sesuai dengan persyaratan teknis;

c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah teknis dan dengan

konsep 3R (Reuse, Reduce dan Recycle);

d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan; dan

e. penyediaan ruang untuk Tempat Penampungan Sementara dan/atau Tempat Pemrosesan Akhir terpadu

dan / atau tempat pengelolaan limbah cair.

Pasal 62

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 ayat (2)

huruf h, meliputi :

a. kawasan Hutan Lindung;

b. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahnya;

c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan pelestarian alam dan cagar budaya;

e. kawasan rawan bencana alam;

f. kawasan pengungsian satwa; dan

g. kawasan ruang terbuka hijau kota.

(2) Peraturan Zonasi Kawasan Hutan Lindung Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

adalah pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan

vegetasi.

(3) Peraturan zonasi untuk kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahnya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki

kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;

b. penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; dan

c. penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budidaya terbangun yang diajukan

izinnya.

(4) Peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

meliputi:

a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;

b. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk

pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air;

c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi rekreasi dan konservasi;

d. pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air; dan

e. Penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Peraturan zonasi untuk kawasan pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf d meliputi:

a. pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata; dan

b. pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan.

(6) Peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e

meliputi:

a. peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana tanah longsor terdiri atas :

1) pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;

2) penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan

3) pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana

dan kepentingan umum.

b. peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana banjir terdiri atas :

1) pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;

2) penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan

3) pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana

dan kepentingan umum.

4) penetapan batas dataran banjir;

5) pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas umum

dengan kepadatan rendah;

6) ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum

penting lainnya; dan

7) bangunan di kawasan bencana banjir direncanakan menurut konsep living harmony with

flood.

(7) Peraturan zonasi untuk kawasan pengungsian satwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f

meliputi:

a. pemanfaatan untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam;

b. pelestarian flora dan fauna endemik kawasan; dan

c. pembatasan pemanfaatan sumber daya alam.

(8) Peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g

meliputi:

a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi;

b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan;

c. penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan

d. pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang dimaksud diatas.

Pasal 63

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan budi daya sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 ayat

(2) huruf i, meliputi :

a. kawasan hutan produksi;

b. kawasan peruntukan pertanian;

c. kawasan peruntukan perikanan;

d. kawasan peruntukan pertambangan;

e. kawasan peruntukan industri;

f. kawasan peruntukan pariwisata;

g. kawasan peruntukan permukiman;

h. kawasan peruntukan lainnya; dan

i. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan.

(2) Peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

meliputi:

a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya kehutanan;

dan

b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan;

(3) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah; dan

b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budi daya non pertanian kecuali untuk

pembangunan sistem jaringan prasarana utama.

(4) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

meliputi:

a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani perikanan dengan kepadatan rendah;

b. pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan sabuk hijau; dan

c. pemanfaatan sumber daya perikanan agar tidak melebihi potensi lestari.

(5) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf d meliputi:

a. keseimbangan antara biaya dan manfaat serta keseimbangan antara risiko dan manfaat; dan

b. pengaturan bangunan lain disekitar instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan yang

berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan daerah.

(6) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e

meliputi:

a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan

teknologi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah sekitarnya; dan

b. pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri.

(7) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f

meliputi:

a. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung

lingkungan;

b. perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau; dan

c. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata.

(8) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

g meliputi:

a. penetapan amplop bangunan;

b. penetapan tema arsitektur bangunan;

c. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan

d. penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan.

(9) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h

adalah peraturan zonasi untuk kawasan peternakan, meliputi:

a. pemanfaatan ruang untuk peternakan yang jauh dari permukiman;

b. pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peternakan; dan

c. meminimalisir semua jenis gangguang lingkungan.

(10) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf i meliputi; pemanfaatan ruang secara terbatas dan selektif untuk menjaga fungsi

pertahanan dan keamanan.

Pasal 64

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam pasal

54 ayat (2) j meliputi :

a. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;

b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya; dan

c. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(2) Arahan peraturan zonasi pada kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

a. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi harus ditunjang sarana dan prasarana yang

memadai sehingga menimbulkan minat investasi yang besar;

b. pada setiap bagian dari kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi ini harus diupayakan

untuk mengefisienkan perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun melalui arahan

bangunan vertikal sesuai kondisi kawasan masing-masing;

c. pada kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi ini harus dialokasikan ruang atau zona

secara khusus untuk industri, perdagangan – jasa dan jasa wisata perkotaan sehingga secara

keseluruhan menjadi kawasan yang menarik;

d. pada kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi ini hendaknya mengalokasikan kawasan

khusus pengembangan sektor informal pada pusat-pusat kegiatan masyarakat;

e. pada zona dimaksud harus dilengkapi dengan ruang terbuka hijau untuk memberikan

kesegaran ditengah kegiatan yang intensitasnya tinggi serta zona tersebut harus tetap

dipertahankan;

f. pada kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi ini boleh diadakan perubahan ruang

pada zona yang bukan zona inti (untuk pergadangan – jasa, dan industri) tetapi harus tetap

mendukung fungsi utama kawasan sebagai penggerak ekonomi dan boleh dilakukan tanpa

merubah fungsi zona utama yang telah ditetapkan;

g. perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu pada ruang terbuka di kawasan ini boleh

dilakukan sepanjang masih dalam batas ambang penyediaan ruang terbuka (tetapi tidak boleh

untuk RTH kawasan perkotaan);

h. dalam pengaturan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi ini zona yang dinilai penting

tidak boleh dilakukan perubahan fungsi dasarnya;

i. pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai permukiman bila didekatnya akan diubah menjadi

fungsi lain yang kemungkinan akan mengganggu (misalnya industri) permukiman harus

disediakan fungsi penyangga sehingga fungsi zona tidak boleh bertentangan secara langsung

pada zona yang berdekatan; dan

j. untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pergerakan maka pada kawasan terbangun tidak

boleh melakukan kegiatan pembangunan diluar area yang telah ditetapkan sebagai bagian dari

rumija atau ruwasja, termasuk melebihi ketinggian bangunan seperti yang telah ditetapkan.

(3) Peraturan zonasi pada kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :

a. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya terdiri atas kawasan peninggalan sejarah

yakni arca, museum dan benteng. Secara umum kawasan ini harus dilindungi dan salah satu

fungsi yang ditingkatkan adalah untuk penelitian dan wisata budaya. Untuk itu pada radius

tertentu harus dilindungi dari perubahan fungsi yang tidak mendukung keberadaan candi atau

dari kegiatan yang intensitasnya tinggi sehingga menggagu estetika dan fungsi monumental

museum dan benteng;

b. bila sekitar kawasan ini sudah terdapat bangunan misalnya perumahan harus dibatasi

pengembanganya;

c. untuk kepentingan pariwisata boleh ditambahkan fungsi penunjang misalnya shouvenir shop atau

atraksi wisata yang saling menunjang tanpa menghilangkan identitas dan karakter kawasan;

d. pada zona ini tidak boleh dilakukan perubahan dalam bentuk peningkatan kegiatan atau

perubahan ruang disekitarnya yang dimungkinkan dapat mengganggu fungsi dasarnya;

e. penambahan fungsi tertentu pada suatu zona ini tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang

bertentangan, misalnya perdagangan dan jasa yang tidak terkait museum dan pariwisata; serta

f. pada sekitar zona ini bangunan tidak boleh melebihi ketinggian duapertiga dari museum dan

benteng yang ada.

(4) Arahan pengaturan zonasi pada kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung

lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :

a. pada kawasan ini yang termasuk dalam katagori zona inti harus dilindungi dan tidak dilakukan

perubahan yang dapat mengganggu fungsi lindung;

b. pada kawasan yang telah ditetapkan memiliki fungsi lingkungan dan terdapat kerusakan baik

pada zona inti maupun zona penunjang harus dilakukan pengembalian ke rona awal sehingga

kehidupan flora dan fauna dilindungi dapat lestari;

c. untuk menunjang kelestarian dan mencegah kerusakan dalam jangka panjang harus melakukan

percepatan rehabilitasi lahan;

d. pada zona-zona ini boleh melakukan kegiatan pariwisata alam sekaligus menanamkan gerakan

cinta alam;

e. pada kawasan yang didalamnya terdapat zona terkait kemampuan tanahnya untuk peresapan air

maka disarankan untuk pembuatan sumur-sumur resapan;

f. pada kawasan hutan lindung yang memiliki nilai ekonomi tinggi atau fungsi produksi tertentu

(misalnya terdapat komoditas durian, manggis, damar, rotan) boleh dimanfaatkan buah atau

getahnya tetapi tidak boleh mengambil kayu yang mengakibatkan kerusakan fungsi lindung;

g. pada zona ini tidak boleh melakukan alih fungsi lahan yang mengganggu fungsi lindung apalagi

bila didalamnya terdapat kehidupan berbagai satwa maupun tanaman langka yang dilindungi;

serta

h. pada zona inti maupun penunjang bila terlanjur untuk kegiatan budidaya khususnya permukiman

dan budidaya tanaman semusim, tidak boleh dikembangkan lebih lanjut atau dibatasi dan secara

bertahap dialihfungsikan kembali ke zona lindung.

Paragraf 2

Ketentuan Perizinan

Pasal 65

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (3) huruf b adalah perizinan yang

terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.

(2) Setiap usaha dan / atau kegiatan yang membutuhkan perizinan hendaknya mengajukan perizinan dan

mengacu pada perizinan lingkungan.

(3) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :

a. izin prinsip;

b. izin lokasi;

c. izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT); dan

d. izin mendirikan bangunan.

(4) Izin –izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri.

(5) Kawasan pengendalian ketat (High Control Zone) yang merupakan kawasan yang memerlukan

pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dukung,

mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang berkelanjutan, yang meliputi :

a. pemanfaatan ruang di sekitar kawasan perdagangan regional;

b. wilayah aliran sungai, sumber air dan stren kali dengan sempadannya;

c. kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian lingkungan hidup meliputi kawasan

resapan air atau sumber daya air;

d. prasarana transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian, area/lingkup kepentingan

pelabuhan, kawasan di sekitar jalan arteri/tol;

e. prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti area di sekitar jaringan pipa gas, jaringan

SUTET, dan LPA terpadu;

f. kawasan rawan bencana;

g. kawasan lindung prioritas dan pertambangan skala regional; dan

h. kawasan konservasi alami, budaya, yang bersifat unik dan khas.

(6) Ketentuan perijinan untuk kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (5),

meliputi :

a. rekomendasi teknis dari Gubernur;

b. permohonan izin dilaksanakan sebelum pelaksanaan pembangunan fisik;

c. harus dilampiri dengan gambar teknis arsitektural (site plan, denah, tampak, potongan dan

situasi); gambar teknis konstruksi sipil; data pendukung berupa penguasaan tanah, lokasi

bangunan berupa sertifikat hak milik atau bukti perjanjian sewa; dan

d. pemanfaatan ruang yang dimohonkan harus memenuhi syarat zoning yang akan diatur lebih lanjut

dengan peraturan tersendiri.

Paragraf 3

Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 66

(1) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf c merupakan perangkat

atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana

tata ruang

(2) Pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf c merupakan perangkat

untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan

rencana tata ruang.

(3) Pemberian insentif dapat berbentuk :

a. pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham terutama yang

mendukung keberlangsungan dan peningkatan kegiatan pertanian serta pengembangan

kawasan strategis kabupaten;

b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur terutama yang mendukung keberlangsungan dan

peningkatan kegiatan pertanian serta pengembangan kawasan strategis kabupaten;

c. kemudahan prosedur perizinan terutama yang mendukung keberlangsungan dan peningkatan

kegiatan pertanian serta pengembangan kawasan strategis kabupaten; dan/atau

d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah terutama

pada kegiatan yang mendukung keberlangsungan dan peningkatan kegiatan pertanian serta

pengembangan kawasan strategis kabupaten.

(4) Pemberian disinsentif dapat berbentuk pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi,

dan penalti terutama pada kegiatan yang tidak mendukung keberlangsungan dan peningkatan

kegiatan pertanian serta pengembangan kawasan strategis kabupaten.

Paragraf 4

Arahan Pengenaan Sanksi

Pasal 67

Dalam proses penataan ruang Kabupaten, pemerintah dan masyarakat wajib berlaku tertib sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 68

(1) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (3) huruf d merupakan tindakan

penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata

ruang dan peraturan zonasi.

(2) Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(3) Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan

ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang

berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

(4) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin

maupun yang tidak memiliki izin dapat dikenai sanksi adminstratif atau sanksi pidana dan/atau sanksi

pidana denda sesuai ketentuan perundang-undangan.

(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa :

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum;

d. penutupan lokasi;

e. pencabutan izin;

f. pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan;

h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau

i. denda administratif.

BAB X

HAK, KEWAJIBAN, PERAN MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN

Pasal 69

Hak setiap orang dalam penataan ruang meliputi :

a. mengetahui rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci di kabupaten;

b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;

c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan

pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;

d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang di wilayahnya;

e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan

f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan

pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Pasal 70

Kewajiban setiap orang dalam pemanfaatan ruang, meliputi :

a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan

d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan

dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 71

(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang, selain dari Lembaran Daerah masyarakat dapat mengetahui

rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui pengumuman atau penyebarluasan oleh

Pemerintah Daerah.

(2) Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan melalui penempelan/pemasangan peta rencana tata ruang yang

bersangkutan pada tempat-tempat umum dan juga pada media massa, serta melalui pembangunan

sistem informasi tata ruang.

Pasal 72

(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang,

pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumberdaya alam yang terkandung didalamnya,

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat berupa manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan

dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang

pada masyarakat setempat.

Pasal 73

(1). Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status semula yang

dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan.

(2). Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 74

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah kabupaten, masyarakat wajib berperan dalam memelihara kualitas

ruang dan mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Pasal 75

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70

dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan

penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekkan masyarakat secara turun temurun dapat

diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi

dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan

seimbang.

Pasal 76

Dalam pemanfaatan ruang kabupaten, peran masyarakat dapat berbentuk :

a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang-

undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;

b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah

dan kawasan yang mencakup lebih dari satu wilayah daerah/kota di daerah;

c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rtrw dan rencana tata ruang kawasan yang

meliputi lebih dari satu wilayah;

d. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rtrw daerah yang telah ditetapkan; dan

e. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang dan/atau kegiatan menjaga, memelihara,

serta meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pasal 77

(1) Tata cara peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

73 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pelaksanaan peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh

Pemerintah Kabupaten.

Pasal 78

Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran masyarakat dapat berbentuk :

a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah

termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan dimaksud; dan

b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang.

Pasal 79

Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78

disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Bupati dan pejabat yang ditunjuk.

Pasal 80

(1) Koordinasi penataan ruang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD)

Kabupaten.

(2) Tugas dan fungsi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kabupaten meliputi :

a. merumuskan kebijaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah;

b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah dan

daerah serta keserasian antar sektor;

c. memanfaatkan segenap sumber daya yang tersedia secara optimal untuk mencapai hasil

pembangunan secara maksimal;

d. mengarahkan dan mengantisipasi pemanfaatan ruang untuk pelaksanaan pembangunan yang

bersifat dinamis; dan

e. mengendalikan fungsi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber

daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa.

(3) Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) setidaknya bersidang 3 (tiga) bulan sekali

membahas tentang tentang hal-hal prinsip dan pembentukan alternatif kebijaksanaan serta cara

pemecahan masalah untuk diputuskan oleh Bupati.

(4) Susunan keanggotaan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) meliputi penanggung

jawab, ketua, sekretaris dan anggota ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati.

(5) Dalam rangka mendayagunakan cara kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) maka

dibentuk Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang dan Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan

Ruang.

(6) Struktur organisasi, tugas dan kewenangan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD)

Daerah ditetapkan oleh Keputusan Bupati Ngawi.

BAB XI

PENYIDIKAN

Pasal 81

(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di

lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang

diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksudpada ayat (1) berwenang:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporanatau keterangan yang berkenaan dengan tindak

pidana dalam bidang penataan ruang;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang

penataan ruang;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana

dalam bidang penataan ruang;

d. melakukan melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak

pidana dalam bidang penataan ruang;

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain

f. serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang

dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan

g. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam

bidang penataan ruang.

(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya

penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.

(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan tindakan

penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat

penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan

kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.

(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses penyidikan

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 82

(1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 70 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta

benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun

dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak

Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 83

(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat

yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang,

pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak

Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta

benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak

Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 84

Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun

dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 85

Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan

dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf d, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 86

(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata

ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak

Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan

berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

Pasal 87

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 85

dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang

dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari

pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 85.

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan

berupa:

a. pencabutan izin usaha; dan/atau

b. pencabutan status badan hukum.

Pasal 88

(4) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82,

Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 85, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak

pidana.

(5) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai

dengan hukum acara pidana.

BAB XIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 89

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ngawi Tahun 2010 – 2030, memiliki jangka waktu

20 (dua puluh) Tahun semenjak tahun 2010 sampai dengan tahun 2030.

(2) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ngawi Tahun 2010 – 2030 sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dilengkapi dengan Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ngawi

Tahun 2010 - 2030 dan album peta dengan skala 1 : 50.000.

(3) Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ngawi Tahun 2010 - 2030 dan album

peta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Daerah ini.

Pasal 90

RTRW digunakan sebagai pedoman bagi :

a. pembangunan Daerah;

b. penyusunan RPJP dan RPJMD;

c. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah daerah;

d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan wilayah daerah serta

keserasian antar sektor;

e. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan/atau masyarakat; dan

f. penataan ruang wilayah daerah yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perijinan lokasi

pembangunan.

Pasal 91

(1) Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(2) Peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menghasilkan

rekomendasi berupa:

a. rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; atau

b. rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.

(3) Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang menghasilkan rekomendasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) huruf b, revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang

dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang

ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/perubahan batas wilayah kabupaten yang

ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari

1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 92

(1) Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan

penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti

berdasarkan peraturan daerah ini.

(2) Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, maka semua rencana terkait pemanfaatan ruang dan

sektoral tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten.

Pasal 93

Pelaksanaan Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 94

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi.

Ditetapkan di Ngawi

pada tanggal 14 Juni 2011

BUPATI NGAWI,

Ir. H. BUDI SULISTIYONO

Diundangkan di Ngawi

pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NGAWI,

H. MAS AGOES NIRBITO MOENASI WASONO, SH, M.Si

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 NOMOR 10

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI

NOMOR 10 TAHUN 2011

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030

I. UMUM

Sesuai dengan amanat Pasal 26 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten merupakan pedoman untuk penyusunan rencana

pembangunan jangka panjang daerah; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; mewujudkan

keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk

investasi; dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

Untuk mengantisipasi dinamika pembangunan daerah, perlu dilakukan upaya perencanaan,

pelaksanaan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh pikiran dan sumber

daya dapat diarahkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu hal penting yang dibutuhkan

untuk mencapai maksud tersebut adalah peningkatan keterpaduan dan keserasian pembangunan di

segala bidang pembangunan, yang secara spasial dirumuskan dalam RTRW.

Penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab, dan

sesuai dengan kemampuan daya dukungnya, dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat, memperkuat struktur ekonomi yang memberikan efek pengganda yang maksimum terhadap

pengembangan industri pengolahan dan jasa dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi dan

keseimbangan lingkungan hidup serta keanekaragaman hayati guna mewujudkan pembangunan yang

berkelanjutan. Sehubungan dengan itu, RTRW merupakan matra spasial dalam pembangunan daerah

yang mencakup pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup

dapat dilakukan secara aman, tertib, efektif, dan efisien.

RTRW memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, tata guna udara, tata guna air, dan tata guna

sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta

ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi dan disusun melalui pendekatan

wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial. Untuk itu, penyusunan

RTRW ini didasarkan pada upaya untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah kabupaten yang

diterjemahkan dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah

kabupaten. Struktur ruang wilayah kabupaten mencakup sistem pusat perkotaan, dan sistem jaringan

prasarana wilyah. Pola ruang wilayah kabupaten mencakup kawasan lindung dan kawasan budi daya

Selain itu, juga menetapkan kawasan strategis kabupaten; arahan pemanfaatan ruang yang merupakan

indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; serta arahan pengendalian pemanfaatan ruang

yang terdiri atas indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, dan

arahan sanksi.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Huruf a

mengembangkan tata ruang yang dapat mendukung integrasi usaha mengandung

pengertian suatu usaha harus sesuai dengan potensi dan daya dukung lahan dan

berdasarkan arahan pemanfaatan ruang

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Cekup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Wilayah udara Kabupaten Ngawi merupakan wilayah teritorial dari pertahanan udara Lanud

Iswahyudi sehingga tertutup untuk penerbangan komersial.

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pengembangan sistem prasarana telekomunikasi ditingkatan hingga pelosok yang belum

terjangkau guna mendorong percepatan pertumbuhan wilayah terpencil

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

pengelolaan sampah yang bersumber dari luar wilayah kabupaten akan dilakukan

kerjasama pengelolaan sampah antar Kabupaten atau Kota yang akan diatur lebih

lanjut dalan nota kesepakatan antar wilayah

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 55

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 56

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Cukup jelas

Pasal 60

Cukup jelas

Pasal 61

Cukup jelas

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 63

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Cukup jelas

Ayat (10)

Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 65

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 66

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 72

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 73

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

Pasal 77

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 78

Cukup jelas

Pasal 79

Cukup jelas

Pasal 80

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 81

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 82

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 83

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 84

Cukup jelas

Pasal 85

Cukup jelas

Pasal 86

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 87

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 88

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 89

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 90

Cukup jelas

Pasal 91

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 92

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 93

Cukup jelas

Pasal 94

Cukup jelas

Pasal 95

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10

LAMPIRAN I : RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI

NOMOR : 10 TAHUN 2011

TANGGAL : 14 JUNI 2011

PETA RENCANA STRUKTUR RUANG

SUMBER : PETA RBI, BAKOSURTANAL TAHUN 2002

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI

TAHUN 2010 - 2030

PETA RENCANA STRUKTUR RUANG

WILAYAH KABUPATEN

PPK

NO. PETA : 4

LAMPIRAN II : RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI

NOMOR : 10 TAHUN 2011

TANGGAL : 14 JUNI 2011

PETA RENCANA POLA RUANG

RENCANA TATA RUANG WILAAH KABUPATEN NGAWI

TAHUN 2010 - 2030

PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH

KABUPATEN

SUMBER : PETA RBI, BAKOSURTANAL TAHUN 2002

NO. PETA : 16

LAMPIRAN III : RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI

NOMOR : 10 TAHUN 2011

TANGGAL : 14 JUNI 2011

PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Kawasan Perikanan di Kabupaten Ngawi akan terkonsentrasi di wilayah Waduk Pondok yaitu di Kecamatan Bringin dengan rencana penyediaan

infrastruktur yang memadai baik lembaga penyuluhan, lembaga pengkajian, seperti LIPPI, infrastruktur yang mendukung seperti jalan dan

kelembagaan kelompok pembudidaya perikanan, lembaga perbankan dan koperasi perikanan serta

pasar ikan.

Kecamatan Ngrambe sebagai kawasan agropolitan

dengan fungsi Kota Tani Utama dimana sector

holtikulturan dan perkebunan sebagai komoditas

unggulan

Kecamatan Kedunggalar, Kecamatan Sine dan desa-

desa disekitar Kecamatan Ngrambe dan Paron

berfungsi sebagai Kota Tani dan Kawasan Sentra

Produksi

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI

TAHUN 2010 - 2030

PETA RENCANA PENETAPAN KAWASAN

STRATEGIS KABUPATEN

SUMBER : RBI, BAKOSURTANAL TAHUN 2002

NO. PETA : 17

LAMPIRAN IV : RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI

NOMOR : 10 TAHUN 2011

TANGGAL : 14 JUNI 2011

INDIKASI PROGRAM UTAMA

NO RENCANA KEBIJAKAN KEBUTUHAN

PENGEMBANGAN PROGRAM UTAMA

SUMBER PEMBIAYAAN

INSTANSI

PELAKSANA

TAHAPAN

I II III IV

A. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten

1 Sistem

Perdesaan

Pengembangan kawasan perdesaan

Pengembangan kawasan perdesaan berbasis hasil perkebunan di Kecamatan Sine, Kendal, Ngrambe, Jogorogo dan Padas.(Kabupaten Ngawi bagian selatan)

Pengembangan pusat perkebunan dan pasar perkebunan di kecamatan Ngrambe

APBD Kab Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan.

Pengembangan kawasan Agropolitan

Mendorong pertumbuhan kawasan perdesaan di Kecamatan Ngrambe

Promosi hasil produk pertanian

Pengadaan infrastruktur penunjang,

berbasis teknologi modern

APBD Kab Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Bina Marga, Dinas Koperasi, Perindustrian dan perdagangan.

2 Sistem

Perkotaan

Pengembangan orde perkotaan

Pengembangan ibukota kabupaten sebagai PKL

Peningkatan akses ke arah pusat

APBN, APBD Provinsi, APBD Kab

Departemen PU, dinas Bina Marga Provinsi, Dinas Pu Bina Marga Kabupaten Ngawi.

√ √

Pengembangan perkotaan utama sebagai PKL, PKLp dan PKK

Pengembangan perkotaan Ngawi

Pengembangan kawasan industri

Pengembangan permukiman

Pengembangan jalan kolektor

Pembangunan jalan lingkar (ring road)

APBN, APBD Provinsi, APBD Kab

Departemen Perhubungan, Dishub Provinsi, Dis Hubpar Kabupaten , Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pu Ciptakarya.

√ √ √ √

Hirarki (besaran) perkotaan

Kecamatan Ngawi sebagai PKL yang memberikan pelayanan kepada PKLp dengan fungsi kegiatan primer, dengan orientasi pelayanan regional

Peningkatan sarana-prasarana penunjang perkotaan

APBN, APBD Provinsi, APBD Kab

Departemen PU, Dishub dan Dinas Binamarga Provinsi, Dinas PU Ciptakarya, Dinas PU Binamarga Kabupaten Ngawi

Sistem & fungsi perwilayahan

Mendorong pembentukan pusat pelayanan

Peningkatan akses ke arah pusat Pelayanan

APBD Kab Dinas Pu Binamarga, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perhubungan Kabupaten

√ √

Fasilitas perkotaan

Pengembangan perkotaan Kabupaten Ngawi

Pengembangan infrastruktur kawasan

APBD Kab Dinas PU Binamarga, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perhubungan Kabupaten

NO RENCANA KEBIJAKAN KEBUTUHAN

PENGEMBANGAN PROGRAM UTAMA

SUMBER PEMBIAYAAN

INSTANSI

PELAKSANA

TAHAPAN

I II III IV

Prasarana wilayah

Mewujudkan jalan internal provinsi melalui pengembangan jalan tembus

Peningkatan jalan dari kolektor menjadi arteri

Peningkatan kualitas jalan

APBN, APBD Provinsi, APBD Kab

Dinas PU, Dishub dan Dinas Binamarga Provinsi, Dinas PU Binamarga, Dinas Perhubungan, dan BPN Kab.

B. Penetapan Fungsi Kawasan Perdesaan dan Kawasan Perkotaan

1 Penetapan Fungsi Kawasan Perdesaan

Pengembangan produk unggulan

Mendorong eksport hasil pertanian unggulan daerah

Pengembangan sentra produksi-pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di Kecamatan Ngawi

APBD Kab Din. pertanian, perke-bunan Propinsi, Din. pertanian & Kehutanan Kabupaten.

Pengembangan sistem agropolitan

Pengembangan produk unggulan, pengolahan dan perluasan jaringan di kec : Kecamatan Ngrambe sebagai Kota Tani Utama dan desa/kecamatan dikawasan sekitarnya sebagai penunjang

Pengembangan pasar

Pengembangan sub terminal agribisnis

Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedian agroinput, pengolahan hasil, pemasaran dan penyedia jasa).

APBD Kab

Din. pertanian &

Kehutanan, Dinas PU Ciptakarya, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan,

√ √ √ √

2 Penetapan Fungsi Kawasan Perkotaan

Pelayanan sosial ekonomi

Pengembangan perkotaan sebagai pusat pelayanan sosial – ekonomi

Ngawi sebagai ibukota kabupaten

Ngrambe sbg kota kawasan Agropolitan

APBN, APBD Provinsi, APBD Kab

Dinas PU, DKP, Dept Perhub, Pelindo, Perhutani, Kemtr Neg LH, Menpera, BPN, Dept Perindag, Bappenas, Dinas Binamarga Prov, DKP Prov, Din Perhub Prov, Dianas Permukiman Prov, BPN Provinsi, Dinas Perindag Prov, Bappeprov, Dinas PU Binamarga Kab, Din. Peternakan dan kesehatan hewan, Dinas

Perikanan & Kelautan Kab, Dinas perhubungan Kab, Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kab, Dinas Pu Ciptakarya Kab, BPN Kab, Dinas Koperasi,Industri dan Perdagangan Kab, Bappekab, Dinas Pertanian & Kehutanan Kab.

√ √

NO RENCANA KEBIJAKAN KEBUTUHAN

PENGEMBANGAN PROGRAM UTAMA

SUMBER PEMBIAYAAN

INSTANSI

PELAKSANA

TAHAPAN

I II III IV

Pengembangan perkotaan IKK

Pemenuhan fasilitas perkotaan dan peningkatan interaksi kawasan

Penyediaan sarana penunjang

APBD Kab Dinas PU Ciptakarya Kab, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab, Dinas Perhubungan Kab.

√ √

C. Pengembangan Prasarana Wilayah

1 Transportasi Jalan Raya

Pengembangan jalan

Pengembangan jalan penghubung dan jalan tembus/sirip antar wilayah

Jalan tol Solo - Mantingan –Ngawi dan Ngaw- Kertosono

Jalan kolektor menjadi arteri

Jalan penghubung desa dan kota

Jalan Lingkar (ring road) di Kecamatan Ngawi

Peningkatan kualitas jalan

APBN, APBD Prov, APBD Kab.

Dept PU, Dinas Binamarga Prov, Dinas PU Binamarga Kab, BPN Kab, Bappekab, Dinas

Pu Ciptakarya, Dinas Perhubungan

√ √ √ √

Pengembangan infrastruktur pendukung

Pengembangan terminal

Pembangunan Terminal Kertonegoro type A

Peningkatan pelayanan terminal

Infrastruktur pendukung terminal

APBN, APBD Prov, APBD Kab.

Dinas Binamarga Kab, BPN Kab, Bappekab, Dinas Pu Ciptakarya, Dinas Perhubungan.

√ √

2 Transportasi Kereta Api

Transportasi massal

Pengembangan sistem transportasi massal & infrastruktur pendukungnya

Pengembangan jaringan double track

Pengembangan jalur KA komuter

BUMN PT KAI, Dinas Perhubungan

√ √

3 Prasarana Telekomunikasi

Optimalisasi pelayanan

Pengembangan prasarana penunjang

Penyediaan tower BTS (Base Transceiver Station) secara bersama

Pengadaan sistem internet, 3G dan GPS

Swasta

Swasta

√ √ √ √

Peningkatan jumlah dan mutu telekomunikasi

Penerapan teknologi telekomunikasi berbasis teknologi modern

Pembangunan teknologi telekomunikasi pada wilayah - wilayah pusat pertumbuhan seperti di Kecamatan Ngawi, Paron, Mantingan dan Karangjati.

Swasta Swasta √

4 Prasarana Pengairan

Optimalisasi pelayanan

Peningkatan sarana dan prasarana pendukung

Pengembangan waduk, bendung, cek dam, pengelolaan DAS Bengawan Solo dan Kali Madiun

Penanaman pohon pencegah longsor

APBD Kab Dinas Pengairan √ √ √ √

NO RENCANA KEBIJAKAN KEBUTUHAN

PENGEMBANGAN PROGRAM UTAMA

SUMBER PEMBIAYAAN

INSTANSI

PELAKSANA

TAHAPAN

I II III IV

Pembangunan dan perbaikan pintu air

5 Prasarana Energi/ Listrik

Optimalisasi pelayanan

Peningkatan kapasitas listrik

Penambahan dan perbaikan jaringan

Peningkatan infrastruktur pendukung

Pengembangan sumber listrik (PLTA baru)

BUMN PLN

√ √

6 Prasarana Lingkungan

Optimalisasi tingkat penanganan

Peningkatan sarana dan prasarana pendukung

Pengadaan TPA regional

Pengadaan TPS skala lokal (per sswp)

APBD Prov, APBD - Kab,

Dinas Permukiman Prop, Dinas PU Ciptakarya.

√ √

D. Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten

1 Kawasan Lindung Pemantapan Kawasan Lindung

Pemantapan kawasan lindung bernilai strategis dalam penyediaan air

Pengembalian fungsi lindung dgn reboisasi

Penanganan secara teknis

Pengembangan hutan dan tanaman tegakan tinggi terutama pada kawasan kaki Gunung Lawu seperti Kendal, Jogorogo, Sine, Ngrambe, Mantingan dan Bringin.

APBN, APBD Kab. Perhutani

UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapeda, BPN Kab, Dinas peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Perikanan dan Kelautan.

√ √ √

Pemantapan kawasan perlindungan setempat

Perlindungan setempat sepanjang sungai dibatasi untuk kepentingan pariwisata dan mengupayakan sungai sebagai latar belakang kawasan fungsional;

APBN, APBD Kab. Perhutani

UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapedda, BPN Kab, Dinas PU Pengairan Kab.

Pengelolaan DAS Bengawan Solo untuk air baku

APBN, APBD Kab. Perhutani

UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapedda, BPN Kab, Dinas PU Pengairan Kab.

Waduk dan mata air dibatasi untuk pariwisata dan menghindari bangunan radius pengamanan kawasan dan mengutamakan vegetasi yang memberikan perlindungan waduk dan mata air;

APBN, APBD Kab., Perhutani

UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapedda, BPN Kab, Dinas PU

Pengairan Kab.

Pemanfaatan sumber air dan waduk untuk irigasi

APBN, APBD Kab., Perhutani

UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapedda, BPN Kab, Dinas Pengairan.

NO RENCANA KEBIJAKAN KEBUTUHAN

PENGEMBANGAN PROGRAM UTAMA

SUMBER PEMBIAYAAN

INSTANSI

PELAKSANA

TAHAPAN

I II III IV

Pemantapan kawasan Cagar Budaya

Memelihara nilai dan fungsinya sebagai peninggalan sejarah, objek penelitian dan pariwisata

Pelaksanaan kerjasama pengelolaan kawasan

APBN, APBD Kab., Perhutani

UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapedda, BPN Kab, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

√ √ √

2 Kawasan budaya Pengembangan Kawasan Budidaya

Pengembangan hutan produksi bernilai ekonomi tinggi dengan fungsi lindung

Reboisasi tanaman untuk menahan tanah

Pengembangan aneka produk olahan

Mengembangkan hutan rakyat

APBN, APBD Kab. Perhutani

Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Bapedda, BPN Kab, Dinas Perhubungan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Perikanan dan

Kelautan.

√ √ √

Pengembangan kawasan pertanian dan pengolahan dihasil produksi berorientasi peningkatan nilai ekonomi dan ekspor

Pengembangan hortikultura untuk eksport

Pengembangan breeding centre

Pengembangan Industri Perikanan di Kecamatan Ngawi dan Kecamatan Bringin.

APBN, APBD Kab., swasta

Din. pertanian, per-kebunan & Kahutanan, Dinas PU Pengairan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Perikanan dan Kelautan.

Pengembangan kawasan peruntukan industri

Pengembangan kawasan industri di kawasan potensial yaitu Mantingan industri pengeolahan kayu jati, Ngawi industri pengolahan kedelai.

APBN, APBD Prv dan APBD Kab

Disperindag Prov, Dis Koperasi, Industri dan Perdagangan Kab

√ √

Pengembangan kawasan pariwisata

Mengembangkan obyek wisata utama yaitu Wisata Pemandian Tawun, Waduk Pondok, Museum Trinil, Benteng Van Den Bosch, Air Terjun Srambang, Perkebunan Teh Jamus dan Monumen Suryo.

Mengkaitkan kalender wisata nasional

Pengadaan kegiatan festival wisata atau gelar seni budaya

APBD Kab Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Koperasi, Perdagangan dan perindustrian Kab.