31
BAB I ULKUS MOLE I.1 DEFINISI Ulkus mole atau chancroid adalah suatu Penyakit Menular Seksual (PMS) akut, biasanya terjadi pada daerah genitalia atau anus yang disebabkan oleh infeksi Haemophylus ducreyi (H. ducreyi), suatu basil gram-negatif bersifat fakultatif anaerobik yang memerlukan hemin (faktor x) untuk pertumbuhannya, dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi dan sering disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional. (1) I.2 EPIDEMIOLOGI Penyakit ulkus mole dapat dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini sering menjadi penyebab ulserasi genitalia orang dewasa di Afrika dan beberapa negara berkembang di dunia. Insidens chancroid di Amerika Serikat berkurang antara tahun 1950-1978, tetapi pada tahun 1985 untuk pertama kalinya dilaporkan bertambah diatas 2000 kasus sejak tahun 1956 dan kemudian bertambah menjadi 3418 kasus pada tahun 1986. Sejak tahun 1977 jumlah 1

Perbedaan Ulkus Mole Dan Ulkus Durum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Citation preview

BAB I

ULKUS MOLE

I.1 DEFINISI

Ulkus mole atau chancroid adalah suatu Penyakit Menular Seksual (PMS) akut,

biasanya terjadi pada daerah genitalia atau anus yang disebabkan oleh infeksi

Haemophylus ducreyi (H. ducreyi), suatu basil gram-negatif bersifat fakultatif anaerobik

yang memerlukan hemin (faktor x) untuk pertumbuhannya, dengan gejala klinis yang

khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi dan sering disertai dengan

pembesaran kelenjar getah bening regional.(1)

I.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit ulkus mole dapat dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah tropis

dan subtropis. Penyakit ini sering menjadi penyebab ulserasi genitalia orang dewasa di

Afrika dan beberapa negara berkembang di dunia. Insidens chancroid di Amerika Serikat

berkurang antara tahun 1950-1978, tetapi pada tahun 1985 untuk pertama kalinya

dilaporkan bertambah diatas 2000 kasus sejak tahun 1956 dan kemudian bertambah

menjadi 3418 kasus pada tahun 1986. Sejak tahun 1977 jumlah kasus chancroid juga

dilaporkan bertambah di Turki, Kanada, dan Republik Federal Jerman.(1,2)

Ulkus mole lebih banyak di diagnosis pada laki-laki dengan perbandingan rasio

antara laki-laki dan perempuan adalah antara 3:1 sampai 25:1 atau lebih tinggi. Laki-laki

yang tidak di sirkumsisi memiliki resiko 2 kali lebih tinggi daripada laki laki yang

disirkumsisi.(2)

Prevalensi ulkus mole tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah terutama

pekerja seks, dan tampaknya pekerja seks menjadi reservoir pada semua laporam epidemi

1

penyakit ini. Diantara pekerja seks komersial kelas bawah, prevalensi ulkus genital antara

5-35% dan H.ducreyi dapat dikultur dari kira-kira 50% dari ulkus tersebut.(2)

Baru-baru ini beberapa penelitian di Afrika menunjukkan bahwa ulkus mole

merupakan faktor resiko penting penyebaran HIV pada heteroseksual. Jika Ulkus mole

terjadi pada individu yang imunokompeten dan mendapat terapi sesuai maka infeksinya

dapat disembuhkan. Pada penderita HIV (+) angka kesembuhan infeksi H.ducreyi dengan

pengobatan antibiotika standar menjadi lebih rendah dibandingkan populasi umum

sehingga direkomendasikan untuk memberi terapi dalam jangka waktu yang lebih lama.

Pada kasus ulkus yang sangat berat sehingga terbentuk skar yang permanen, maka

diperlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lebih lama.(2)

I.3 ETIOLOGI

Chancroid atau Ulkus mole disebabkan oleh Haemophilus ducreyi yang

merupakan basil gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik yang membutuhkan hemin

(faktor X) untuk pertumbuhannya. Basil ini juga dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan

mengandung 0,38 mol DNA guanosin plus cytosine. Organisme kecil ini tidak bergerak,

tidak membentuk spora, dan memperlihatkan rantai streptobasilaris yang khas pada

pewarnaan gram, terutama pada kultur.(3)

Haemophilus ducreyi dapat dibedakan dari beberapa strain Haemophilus lainnya

melalui beberapa faktor biokimia. Ciri khas genus ini adalah mereduksi nitrat menjadi

nitrit. Haemophilus ducreyi juga membutuhkan zat besi (iron) yang didapat dari

intraseluler dengan cara menginvasi atau merusak sel tersebut.(3)

I.4 PATOGENESIS

Haemophylus ducreyi masuk ke dalam kulit melalui jaringan epitel yang

mengalami diskontinuitas atau kerusakan, yang dapat terjadi akibat hubungan seksual.

Saat bakteri sudah mencapai kulit, maka keratinosit, fibroblas, sel endotel, dan melanosit

akan mengeluarkan interleukin 6 (IL-6) dan interleukin 8 (IL-8). Interleukin 8

2

mempengaruhi sel polimorfonuklir (PMN) dan makrofag untuk membentuk pustul

intradermal. Interleukin 6 di sisi lain merangsang sel T melalui perantaraan IL-2 yang

pada gilirannya akan merangsang sel CD4 dalam daerah tersebut.(4)

Haemophylus ducreyi mengeluarkan suatu toksin yang bernama cyto-lethal

distending toxin (Hdcdt) yang menyebabkan apoptosis dan nekrosis sel-sel seperti sel

myeloid, epitel, keratinosit, dan terutama fibroblas. Toksin ini menghambat proliferasi sel

dan menyebabkan kematian sel sehingga pada akhirnya memicu terbentuknya borok

(ulkus) yang menjadi karakteristik ulkus mole.(4)

Haemophylus ducreyi mampu menghindari proses fagositosis sehingga derajat

penyembuhan ulkus begitu lambat. Karena suatu alasan yang tidak diketahui, ternyata

makrofag di dalam ulkus memiliki reseptor kemokin CCR5 dan Cxcr4 yang jauh lebih

banyak dibanding sel normal. Padahal reseptor ini merupakan reseptor virus HIV. Jumlah

inokulum untuk menimbulkan infeksi adalah lebih dari 100.000. Pada lesi, organisme

terdapat dalam makrofag dan neutrofil atau bebas berkelompok (mengumpul) dalam

jaringan interstisial.(4)

I.5 MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasinya adalah berkisar antara 4 sampai 7 hari dan jarang yang kurang

dari 3 hari atau lebih dari 10 hari. Biasanya tidak disertai gejala prodromal. Berikut

adalah perjalanan pembentukan ulkus mole:

1. Adanya papula lunak, dengan kulit yang eritema di sekelilingnya

2. Tidak ditemukan adanya vesikel pada tiap tingkat perjalanan penyakit

3

3. Dalam 24 sampai 48 jam, papula akan berubah menjadi pustula, kemudian

mengalami erosi dan ulserasi.

4. Pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus biasanya ditutupi jaringan

nekrotik dan eksudat yang berwarna abu-abu kekuningan di atas jaringan

granulasi yang mudah berdarah. Berbeda dengan sifilis, ulkus mole biasanya

lunak dan sering kali multipel.

5. Diameter ulkus berkisar antara 1 mm sampai dengan 2 cm.(1,5)

Pada laki-laki keluhan yang ditemui biasanya berhubungan langsung dengan ulkus

atau abses di inguinal. Ulkus mole terasa nyeri. Pada wanita keluhan tergantung pada

lokasi ulkus. Keluhan tersebut dapat berupa nyeri pada saat buang air, perdarahan

perektal, dispareunia, atau keluarnya duh tubuh dari vagina. Lokalisasi ulkus pada laki-

laki adalah preputium, lipatan balanopreputial, frenulum, glans penis dan sulkus

koronarius. Sering tampak edema pada preputium, meatus uretra dan batang penis.

Chancre yang terdapat pada uretra sering mengakibatkan uretritis purulenta tetapi jarang

terjadi. Pada wanita terutama pada vulva pada cammisura posterior (berbentuk ulkus

longitudinal), labia minora, vestibulum, labia mayora, dan daerah uretra.(1,5)

Variasi bentuk klinis:(1,5)

1. Giant Chancroid (ulkus raksasa) yaitu lesi soliter yang meluas ke perifer dan

tampak adanya ulserasi yang luas.

2. Ulkus serpiginosa yang besar yaitu lesi-lesi yang bergabung dan melebar karena

autoinokulasi. Dapat terjadi infeksi campuran pada kasus ini dan dapat mengenai

daerah inguinal, paha atau dinding abdomen.

4

3. Chancroid phagadenic, yaitu bentuk lain ulkus yang disebabkan oleh superinfeksi

dengan fusospirochetosis. Dapat terjadi destruksi jaringan yang cepat dan dalam

(ulkus mole gangrenosum)

Gambar 1. Destruksi jaringan

sekitar ulkus(5)

4. Transient chancroid, berupa

ulkus kecil yang membaik secara

spontan dalam beberapa hari.

Keadaan ini dapat diikuti dengan limfadenitis regional yang akut dalam 2-3

minggu kemudian.

5. Follicular chancroid, yaitu ulkus kecil multipel, yang timbul di sekitar folikel

rambut, sering kali di daerah mons pubis. Dapat terlihat beberapa ulkus folikuler.

6. Papular chancroid, terdiri atas papul-papul yang mengalami ulserasi

granulomatous. Dapat menyerupai donovanosis atau kondiloma lata (sifilis

stadium II).

I.6 DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penderita, keluhan dan gejala klinis

serta pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen penyebabnya. Pemeriksaan

5

penunjang dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan langsung dari bahan ulkus, biakan,

tes serologi, PCR, dan pemeriksaan histopatologis.(2,6) Yang paling sering dilakukan

adalah pemeriksaan langsung dari bahan ulkus, yaitu dengan cara:

Dapat dilakukan dengan perwarnaan gram, giemsa, atau mikroskop elektron.

Identifikasi yang cepat dapat dilakukan dengan pewarnaan methyl greenpyronin,

pappenheim dan unna, juga dapat dilakukan dengan pewarnaan blue and wright.

Namun pemeriksaan langsung tersebut sering kali menyesatkan karena banyaknya

flora polimikrobial yang dapat dijumpai pada ulkus genital.

Gambar 2. Apusan eksudat gram yang diambil dari ulkus genital menunjukkan

pola karakteristik H. Ducreyi(5)

Spesimen diambil dengan menggunakan swab kapas atau swab calcium alginate,

juga dapat menggunakan sengkelit platina.

Swab harus diambil dari dasar ulkus yang sebelumnya dibersihkan dengan kain

kasa yang dibasahi larutan normal salin.

Lalu dengan lidi kapas steril dihapuskan pada kaca benda dalam satu arah agar

dapat ditemukan morfologi organisme yang berbentuk rantai.

Organisme hanya dapat bertahan hidup selama 2-4 jam pada swab jika tidak

disimpan dalam lemari pendingin.

Jumlah H.ducreyi pada eksudat ulkus berkisar antara 107-108 /ml pus. Pada pus

bubo biasanya tidak didapatkan mikroorganisme tetapi dapat ditemukan dalam

6

abses inguinal. Basil dijumpai dalam bentuk kelompok kecil atau rantai yang

paralel dari 2 atau 3 organisme yang tersebar sepanjang untaian sekret mukous,

baik intra maupun ekstrasel. Gambaran seperti ini diistilahkan sebagai ”school of

fish” atau ”railroad track”.

I.7 DIAGNOSIS BANDING

Penyakit ini didiagnosis banding dengan penyakit yang juga menyebabkan lesi

ulseratif pada genitalia seperti: (2,6)

1. Sifilis primer

Pada sifilis stadium I (ulkus durum), ulkus bersih, indolen, terdapat

indurasi, superfisial dan tidak terdapat tanda-tanda radang akut. Jika terjadi

pembesaran kelenjar getah bening regional juga tidak disertai tanda-tanda radang

akut kecuali tumor. Lesi dapat khas, akan tetapi dapat juga tidak khas. Jumlah

tukak biasanya hanya satu, meskipun dapat juga multipel. Lesi awal biasanya

berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Dapat

disingkirkan dengan pemeriksaan lapangan gelap dan serologis berulang.(2,6)

Gambar 3. Lesi pada Sifilis.(6)

2. Herpes genitalis

Herpes genitalis kelainan kulitnya ialah vesikel yang berkelompok dan

jika pecah menjadi erosi, lebih superfisial, jadi bukan ulkus seperti pada ulkus

mole disertai gejala prodromal. Tanda-tanda radang akut lebih mencolok pada

7

ulkus mole. Diagnosis dengan biakan atau mikroskop electron negatif stain. Pada

sediaan hapus berupa bahan yang diambil dari dasar ulkus tidak ditemukan sel

raksasa berinti banyak pada ulkus mole.(2,6)

Gambar 4. Vesikel berkelompok dan vesikel

yang pecah menjadi erosi.(6)

3. Lesi primer Limfogranuloma venereum

Pada limfogranuloma venerum dapat

timbul lesi primer yang dapat asimptomatik, atipik, polimorf. Diawali dengan

papul lunak, kemerahan, terdapat erosi yang tidak nyeri dan sembuh spontan

tanpa skar dalam beberapa hari. Kelenjar inguinal membesar, padat dan akan

terjadi perlunakan kelenjar ditandai fluktuasi pada sebagian besar kasus dan

membentuk abses multipel pada 1/3 kasus sedang yang lain membentuk masa

padat kenyal di daerah inguinal.(2,6)

Sering terlihat pula 2 atau 3 kelompok kelenjar yang berdekatan dan

memanjang seperti sosis di bagian proksimal dan distal ligamentum pouparti dan

dipisahkan oleh sulkus. Gejala tersebut disebut stigma of groove. Untuk

membedakannya dengan ulkus mole dapat dilakukan pemeriksaan complement

fixation test (hasil negatif, kurang dari 1:16).(2,6)

8

Gambar 5. Pembesaran kelenjar getah bening inguinal.(6)

4. Granuloma inguinale

Pada granuloma inguinal lesi dapat menjadi ulkus granulomatosa

berbentuk bulat, menimbul seperti beludru, dan mudah berdarah. Pembengkakan

di daerah inguinal dapat timbul menyertai lesi genital, sebagai masa induratif atau

abses yang akhirnya pecah menimbulkan ulkus yang khas.(2,6)

Gambar 6. Lesi granulomatosa dengan ulkus yang khas.(6)

I.8 PENATALAKSANAAN

Pengobatan Sistemik

Haemophylus ducreyi diketahui telah mengalami resistensi terhadap Sulfonamid,

Tetrasiklin, Ampisilin, Kloramfenikol dan Kanamisin. Centre of Disease Control (CDC)

merekomendasikan pengobatan ulkus mole dengan: (7)

9

Azitromisin 1 gr per oral, dosis tunggal

Seftriakson 250 mg IM, dosis tunggal

Siprofloksasin 2x500 mg/hari per oral, selama 3 hari

Eritromisin 4x500 mg sehari per oral, selama 7 hari

Trimetoprim 160 mg dan Sulfametoksasol 800 mg 2x sehari selama 7 hari

Kombinasi Amoksisilin 500 mg dan Asam Klavulanat 125 mg oral 3x sehari

selama 7 hari

Fleroksasin 200 mg dosis tunggal

Sefalotin 3 gr IV / hari, selama 7 hari

Pengobatan Topikal

Pengobatan topikal pada kasus ini terdiri atas pemberian antispetik seperti

povidon iodin. Limfadenitis tidak boleh diinsisi. Bila perlu diaspirasi untuk mencegah

ruptur spontan. Aspirasi menggunakan jarum besar dan ditusuk di bagian lateral sampai

menembus kulit normal. Pada penderita yang mengeluh ulkusnya sangat nyeri, dapat

diberi terapi topikal dengan kompres dingin untuk mengurangi peradangannya. Penderita

dianjurkan untuk istirahat, karena bila penderita tetap melakukan aktivitasnya maka akan

memudahkan terjadi adenopati. Penderita dengan phimosis sebaiknya dilakukan

sirkumsisi apabila semua lesi aktif telah sembuh, dan tampaknya bubo jarang

berkembang setelah sirkumsisi dilakukan.(7)

Penatalaksaan ulkus mole pada penderita HIV

Penderita yang mengalami ko-infeksi dengan HIV harus dimonitor dengan ketat.

Pada penderita ini, waktu penyembuhan akan lama dan kegagalan terapi sering terjadi.

Seperti halnya yang terjadi di Kenya, terapi menggunakan azitromisin, preparat

seftriakson atau dengan fleroksasin dosis tunggal. Sedangkan di Malawi, kegagalan

terjadi setelah ulkus mole diterapi dengan menggunakan erthromisin dosis rendah atau

siprofloksasin. CDC merekomendasikan pemakaian preparat seftriakson dan azithromicin

pada penderita HIV, namun terbatas hanya pada penderita yang dapat diikuti dengan

seksama.(7)

10

Penatalaksanaan Pasangan Seksual

Seseorang yang memiliki kontak seksual dengan penderita ulkus mole dalam 10

hari sebelum muncul gejala ulserasi di kelamin penderita, maka sebaiknya diberi terapi,

meskipun gejala klinisnya belum muncul. Terbukti karier pembawa H.ducreyi dapat

terjadi pada penderita yang asimtomatis. Obat yang diberikan pada pasangan seksual ini

sama dengan yang diberikan pada penderita baik jenis maupun dosis obatnya. Jika tidak

mungkin melakukan abstinensia seksual, maka penderita harus menggunakan kondom

saat berhubungan seksual selama lesi masih ada. Meskipun demikian, kondom yang tidak

dipakai dengan cara yang benar dalam artian lesi ulkus tidak tertutup kondom secara

sempurna, masih memungkinkan untuk terjadinya penularan penyakit.(7)

I.9 PROGNOSIS

Penyakit ini tidak menyebar secara sistemik. Tanpa pengobatan, ulkus genital dan

abses inguinal kadang akan menetap selama bertahun-tahun. Infeksi tidak menimbulkan

imunitas dan dapat terjadi infeksi ulang. Pada penderita yang tidak disirkumsisi atau pun

penderita yang juga terinfeksi HIV, kemungkinan terjadi relaps setelah diterapi dengan

antibiotik adalah sebesar 5%. Namun jika penderita tersebut berstatus HIV seronegatif

dan mengalami relaps, maka dengan terapi yang sama dengan terapi yang sebelumnya

pernah diberikan masih tetap efektif. Penderita dianjurkan untuk menggunakan kondom

untuk menghidari infeksi ulang.(7)

BAB II

ULKUS DURUM / SIFILIS PRIMER

II.1 PENDAHULUAN

Sifilis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis

biasanya menular melalui hubungan seksual atau dari ibu kepada bayi, akan tetapi sifilis

11

juga dapat menular tanpa hubungan seksual pada daerah yang mempunyai kebersihan

lingkungan yang buruk. Treponema pallidum juga dapat menular melalui transfusi darah.(1,8)

Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan, karena

merupakan penyakit berat. Hampir semua organ tubuh dapat diserang, termasuk sistem

kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan

penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyebabkan

kelainan bawaan dan kematian. Istilah untuk penyakit ini yaitu raja singa sangat tepat

karena keganasannya.(2,8)

II.2 EPIDEMIOLOGI

Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara

0,04 - 0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika

Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang terbanyak ialah

stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium

II.(2,9)

WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada tahun 1999,

dimana lebih dari 90% terdapat di negara berkembang.(2,9)

II.3 DEFINISI/ETIOLOGI

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum,

merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat

menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat

ditularkan kepada bayi di dalam kandungan.(2,8)

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah

Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan

genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar

0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi

12

sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan

melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.(2)

Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak dapat

dibiakkan in vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu Treponema

pallidum sub species pallidum yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum sub

species pertenue yang menyebaban frambusia, Treponema pallidum sub species

endemicum yang menyebabkan bejel, Treponema carateum menyebabkan pinta.(2,10)

Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya di

vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke

kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran

darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan

cacat bawaan.(2)

II.4 PATOGENESIS

Stadium dini

T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya

melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk

infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di perivaskular,

pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel

radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan

perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan

hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans).

Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak

sebagai S1.(9,10)

Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara

limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke

semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini

diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu

sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya

13

berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa

sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.(9,10)

Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif

masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi

dengan sifilis kongenital.(9,10)

Stadium lanjut

Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam

keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita.

Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah,

sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat

itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan

T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun.

Setelah mengalami masa laten yang bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat

lain.(9,10)

II.5 GAMBARAN KLINIS

Sifilis primer (SI) / Ulkus Durum

Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre), tetapi bisa

juga terdapat tukak lebih dari satu. Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah genitalia

eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami

erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi

ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 1-2 cm. Bagian yang

mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan

berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan tersebut dinamakan afek

primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada

wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah,

tonsil, dan anus. Pada pria selalu disertai pembesaran kelenjar limfe inguinal medial

unilateral/bilateral.(10,11)

14

Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah

bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer.

Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak

supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-tanda

radang akut.(10,11)

Gambar 7. Lesi sifilis primer.(6)

II.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan

pemeriksaan laboratorium berupa:

1. a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)

Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh

dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar.

Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T. pall

berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Harus hati-hati membedakannya

dengan Treponema lain yang ada di daerah genitalia. Karena di dalam mulut

banyak dijumpai Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut

tidak dapat digunakan.(12)

b. Mikroskop fluoresensi

Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton, sediaan

diberi antibodi spesifik yang dilabel fluoresein, kemudian diperiksa dengan

mikroskop fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat

memberi hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan

lapangan gelap.(12)

15

2. Penentuan antibodi di dalam serum.

Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan Sifilis, Frambusia,

atau Pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang dikenal

sehari-hari yang mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan

reaksi dengan IgM dan juga IgG, ialah:

a. Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.

Tes Wasserman

Tes Kahn

Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)

Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)

Tes Automated reagin

b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein

Complement Fixation).

c. Yang menentukan antibodi spesifik yaitu:

Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)

Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).

Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)

II.7 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan

berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan fisik.

Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut. Bisa juga

digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh darah.(11)

Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan contoh cairan

serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil

pemeriksan antibodi.(11)

16

II.8 DIAGNOSIS BANDING

Dasar diagnosis S I didapatkan pada anamnesis dan dapat diketahui masa

inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada

rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar,

bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan dapat nyeri

jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak

berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik setelah beberapa

minggu bereaksi positif lemah.(1,9)

Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit:

1. Herpes simpleks

Penyakit ini residif dapat disertai rasa gatal nyeri, lesi berupa vesikel di alas kulit

yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering

berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.(11)

1. Ulkus piogenik

Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak

kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis

regional disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan

terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.(2,11)

3. Skabies

Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna,

terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat

predileksi, misalnya lipat jari tangan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan

menderita penyakit yang sama.(2,11)

4. Balanitis

Pada balanitis, kelainan berupa erosi superfisial pada glans penis disertai eritema,

tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi.(2,11)

5. Limfogranuloma venereum (L.G.V.)

17

Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus,

dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda

radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. Limfogranuloma venerum

disertai gejala konstitusi: demam, malese, dan artralgia.(2,11)

3. Karsinoma sel skuamosa

Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan kulit

berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis, perlu

biopsi.(2,11)

6. Penyakit Behcet

Ulkus superfisial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula ulserasi

pada mulut dan lesi pada mata.(2,11)

7. Ulkus mole

Ulkus lebih dari satu, disertai tanda-tanda radang akut, terdapat pus, dindingnya

bergaung. Haemophilus ducreyi positif. Jika terjadi limfadenitis regional juga disertai

tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak.(2,11)

II.9 PENATALAKSANAAN

Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan selama

belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini mungkin,

makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses

lebih lanjut.(12)

Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.

1. Penilisin

Obat yang merupakan pilihan ialah Penisilin. Obat tersebut dapat menembus

plasenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang

terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.(12,13)

18

Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03

unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut harus bertahan dalam serum selama 10 sampai

14 hari untuk Sifilis dini dan lanjut, 21 hari untuk Neurosifilis dan Sifilis Kardiovaskular.

Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari 24 sampai 30 jam, maka

kuman dapat berkembang biak.(12,13)

Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:2

a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi

bersifat kerja singkat.

b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM),

lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.

a. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum

dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.

Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak

dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerna kurang dibandingkan dengan suntikan.

Cara pemberian Penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang

pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya

setiap minggu.(12,13)

Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, maka kadar obat dalam serum

dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hari

seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan,

yakni tidak dianjurkan untuk Neurosifilis karena sukar masuk ke dalam darah di otak,

sehingga yang dianjurkan ialah Penisilin G prokain dalam akua. Karena penisilin G

Benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada peneliti yang tidak menganjurkan

pemberiannya kepada bayi. Demikian pula PAM memberi rasa nyeri pada tempat

suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang

digunakan.(12,13)

Reaksi Jarish-Herxheimer

Pada terapi Sifilis dengan Penisilin dapat terjadi reaksi Jarish-Herxheimer. Sebab

yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas

akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T. pallidum yang coati. Dijumpai sebanyak

19

50-80% pada Sifilis dini. Pada Sifilis dini dapat terjadi setelah 6 sampai 12 jam pada

suntikan Penisilin yang pertama.(12,13)

Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya ringan berupa

demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malaise,

berkeringat, dan kemerahan pada muka. Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak

karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan menghilang

setelah 10 sampai 12 jam.(12,13)

Pada Sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis

pada penderita dengan guma di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya

karena edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur

aneurisma atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh

terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.(12,13)

Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan Kortikosteroid, contohnya

dengan Prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai

pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua

sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari

kemudian.(13,14)

2. Antibiotik Lain

Selain Penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai

pengobatan Sifilis, meskipun tidak seefektif Penisilin.

Bagi yang alergi terhadap Penisilin diberikan Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau

Azritromisin 4 x 500 mg/hari, atau Doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15

hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi ibu hamil,

efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada Tetrasiklin, yakni

90-100%, sedangkan Tetrasiklin hanya 60-80%.(14)

Obat yang lain ialah golongan Sefalosporin, misalnya Sefaleksin 4 x 500 mg

sehari selama 15 hari. Juga Seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v. selama

15 hari.(14)

Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama di negara yang

sedang berkembang untuk menggantikan Penisilin. Dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis

20

tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk. Penyembuhannya

mencapai 84,4%.(14)

II.10 PENCEGAHAN

Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan

Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda

Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang

Gunakan kondom ketika berhubungan sexual

Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah berhubungan

seksual.(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Amiruddin, MD, Heryanto S, Asnawi M, Safruddin A, editor. Dalam: Penyakit Menular Seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK-UNHAS: 2004. Hlm 111-21.

2. Lautenschlager, S. Chancroid. Klauss Wolff, et al, editors. In: Fitzspatrick's Dermatology in General Medicine. 6th Ed. USA : McGraw-Hill, 2003, p. 1983-6.

3. Judanarso, J. Ulkus Mole. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah, editor. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2010, hal. 418-21.

4. James, WD et al. Chancroid. In Andrew’s Disease of The Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier: 2006, p. 274-5.

5. Habif, TP. Chancroid. In Clinical Dermatology. 4th Ed. New York : Mosby, 2004, p. 327-9.

6. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. h:393-413.

7. Hutapea, NO. Sifilis dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,2009. h:84-102.

8. Sifilis available at http//www.medicastore.com. Acccesed on May 14, 2010.9. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta. 2000. h:170.10. CDC National Prevention Information Network . Syphilis available at

http//www.cdc.com. accessed on May 14, 2010.11. Aprianti S, Pakashi RDN, Hardjoeno. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam:

Hardjoeno dkk. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Penerbit LETHAS, Makasar.2003. h:353-61.

21

12. Dugdale DC, Vyas JM, Zieve D. Syphilis available at http//www.medlineplus.com. Accessed on may 14, 2010.

13. Wong T et al. Serological Treatment Response to Doxycycline/Tetracycline versus Benzathine Penicillin. Am J Med 2008 Oct; 121:903.

14. Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D et al. Single-Dose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the Treatment of Early Syphilis. NEJM 2005 Volume 353:1236-1244.

22