105
Laporan Sementara Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khitin dan khitosan saat ini menjadi salah satu bahan kimia dan bahan baku industri yang menjadi unggulan khususnya bagi industri farmasi, kesehatan, kosmetik, makanan, pengolah limbah dan air, fotografi, kayu dan kertas. Hal itu karena aplikasi dan kegunaan khitin dan khitosan yang luas di berbagai sektor. Khitin dan khitosan dapat digunakan sebagai bahan tambahan dan penolong pada bidang farmasi, kesehatan dan kosmetik (dietary fiber, kontak lensa, kapsul, skin protection, penyembuh luka bakar, bahan benang operasi, pengisi tulang dan gigi buatan, pengobatan kanker, anti bakteri), makanan (preservatif, stabilisasi warna), pengolah limbah dan air (penyerap logam berat, minyak dan lemak, penjernih air, campuran plastik biodegradable), fotografi, pembuatan kertas, pengawetan kayu dan peternakan (peningkat gizi dan bobot ternak). Aplikasi dan kegunaan yang luas tersebut didukung pula oleh tersedianya bahan baku khitin dan khitosan. Khitin dan khitosan dapat dibuat dari udang-udangan, serangga dan jamur. Salah satu yang potensial digunakan sabagai bahan baku khitin dan khitosan adalah limbah udang. Limbah udang dihasilkan dari kegiatan pengolahan udang segar menjadi udang beku. Di Indonesia terdapat 91 perusahaan pengolahan udang (BPS, 2003). Pada tahun 2002, produksi udang olahan sebesar 571.725.257 kg (BPS, 2002). Produksi sebesar itu akan menghasilkan limbah udang minimal 171.517.577 kg karena menurut Mulyanto (1984), banyaknya limbah udang mencapai 30%-75% dari bobot udang. Aplikasi dan kegunaan yang luas dari khitin dan khitosan dan tersedianya bahan baku yang berlimpah menyebabkan adanya peluang yang besar untuk mendirikan industri khitin dan khitosan. Selain itu, Indonesia tidak mempunyai industri khitin dan khitosan, sehingga kebutuhan khitin dan khitosan seluruhnya dipenuhi melalui impor.

Perencanaan Industri Kittin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perancangan proyek industri kittin di Indonesia

Citation preview

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Khitin dan khitosan saat ini menjadi salah satu bahan kimia

dan bahan baku industri yang menjadi unggulan khususnya bagi

industri farmasi, kesehatan, kosmetik, makanan, pengolah limbah dan

air, fotografi, kayu dan kertas. Hal itu karena aplikasi dan kegunaan

khitin dan khitosan yang luas di berbagai sektor. Khitin dan khitosan

dapat digunakan sebagai bahan tambahan dan penolong pada bidang

farmasi, kesehatan dan kosmetik (dietary fiber, kontak lensa, kapsul,

skin protection, penyembuh luka bakar, bahan benang operasi, pengisi

tulang dan gigi buatan, pengobatan kanker, anti bakteri), makanan

(preservatif, stabilisasi warna), pengolah limbah dan air (penyerap

logam berat, minyak dan lemak, penjernih air, campuran plastik

biodegradable), fotografi, pembuatan kertas, pengawetan kayu dan

peternakan (peningkat gizi dan bobot ternak).

Aplikasi dan kegunaan yang luas tersebut didukung pula oleh

tersedianya bahan baku khitin dan khitosan. Khitin dan khitosan dapat

dibuat dari udang-udangan, serangga dan jamur. Salah satu yang

potensial digunakan sabagai bahan baku khitin dan khitosan adalah

limbah udang. Limbah udang dihasilkan dari kegiatan pengolahan

udang segar menjadi udang beku. Di Indonesia terdapat 91

perusahaan pengolahan udang (BPS, 2003). Pada tahun 2002,

produksi udang olahan sebesar 571.725.257 kg (BPS, 2002). Produksi

sebesar itu akan menghasilkan limbah udang minimal 171.517.577 kg

karena menurut Mulyanto (1984), banyaknya limbah udang mencapai

30%-75% dari bobot udang.

Aplikasi dan kegunaan yang luas dari khitin dan khitosan dan

tersedianya bahan baku yang berlimpah menyebabkan adanya

peluang yang besar untuk mendirikan industri khitin dan khitosan.

Selain itu, Indonesia tidak mempunyai industri khitin dan khitosan,

sehingga kebutuhan khitin dan khitosan seluruhnya dipenuhi melalui

impor.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

2

Peluang itu juga dilihat oleh Departemen Kelautan dan

Perikanan. Pengembangan pabrik khitosan di Sumatera Utara,

Lampung, Jawa Timur, Sumatera Selatan dan Kalimantan selatan

merupakan salah satu program unggulan dari Gerakan Nasional

Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang dilaksanakan oleh

Departemen Kelautan dan Perikanan.

Peluang didirikannya industri khitin dan khitosan di Indonesia

harus dioptimalkan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian tekno-

ekonomi pendirian industri pengolahan khitin dan khitosan dari limbah

udang. Kajian ini dilakukan untuk melihat kelayakan didirikannya

industri khitin dan khitosan. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000),

studi kelayakan proyek (pendirian suatu industri) secara ringkas

bertujuan menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu

besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan data dan

informasi mengenai potensi dan penyebaran bahan baku industri khitin

dan khitosan di Indonesia. Selain itu penelitian ini bertujuan mengkaji

kelayakan pendirian industri khitin dan khitosan berbahan baku limbah

udang berdasarkan aspek pasar dan pemasaran, teknis dan

teknologis, manajemen dan organisasi, legalitas dan hukum,

lingkungan, dan finansial serta ekonomi.

C. Hasil Yang Diharapkan

1. Termanfaatkannya limbah industri pengolahan udang (kulit udang)

sehingga memberi nilai tambah bagi masyarakat.

2. Berkembangnya industri khitin dan khitosan di Indonesia dengan

memanfaatkan potensi bahan baku lokal.

3. Tersedianya informasi kelayakan pendirian industri khitin dan

khitosan.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

3

D. Ruang Lingkup Kegiatan

Studi kelayakan pendirian industri khitin dan khitosan meliputi

beberapa aspek yang mempengaruhi pendirian industri khitin dan

khitosan berbahan baku limbah udang. Ruang lingkup studi kelayakan

meliputi analisis aspek pasar dan pemasaran, analisis aspek teknis

teknologis, analisis aspek manajemen dan organisasi, analisis aspek

legalitas dan hukum, analisis aspek lingkungan, analisis aspek

finansial dan ekonomi.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Udang dan Limbah Udang

Udang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Sub Flium : Mandibulata

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Natantia

Reptantia

Sumber : Suwignyo (1989)

Sub ordo Natantia meliputi jenis udang misalnya Penaeus dan

Palaemon. Sedangkan sub ordo Reptantia meliputi beberapa jenis

kepiting, udang karang dan komang. Ordo Decapoda sebagian besar

hidupnya di laut, beberapa di air tawar dan darat. Jenis-jenis udang

laut yang bernilai ekonomis adalah yang termasuk dalam genus

Penaeus dan Metapenaeus yang termasuk famili Penaideae

(Suwignyo, 1989). Menurut Soegiarto dan Toro (1979), sesuai dengan

tempat pertumbuhannya, udang dibagi menjadi dua golongan besar,

yaitu udang air tawar dan udang air laut.

Udang seperti halnya crustacea lainnya adalah binatang air

beruas-ruas. Tiap ruas udang mempunyai sepasang anggota badan.

Anggota badan ini pada umumnya bercabang dua. Tubuh udang

secara morfologis dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu

chephalothorax (bagian kepala dan dada) dan abdomen (perut).

Bagian cephalothorax terlindung oleh kulit khitin yang tebal yang

dinamakan carapace (Martosudarmo dan Ranoemihardjo, 1980).

Menurut Zaitsev et. al. (1969) persentase kepala udang

sebesar 36-49%, daging keseluruhan 2-41% dan kulit ekor 17-23%

dari seluruh berat badan. Bagian-bagian tubuh udang dapat dilihat

pada Gambar 1.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

5

Kulit udang yang terdapat pada kepala, jengger dan tubuh

udang mengandung protein 34,9 %, kalsium 26,7 %, khitin 18,1 % dan

unsur lain seperti zat terlarut, lemak, protein tercerna sebanyak 19,4 %

(Casio et al., 1982). Menurut Mulyanto (1984), banyaknya limbah

udang mencapai 30%-75% dari berat udang.

Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Udang (%)

Unsur Kepala udanga Jengger udang b

Air

Protein

Lemak

Abu

78,51

12,28

1,27

5,34

69,30

20,70

8,50

1,50

Sumber : aJuhairi (1986) dan bSuparno dan Nurcahya (1974)

B. Khitin dan Khitosan

Khitin banyak ditemukan pada kulit dan kepala hewan

kelompok Avertebrata berkulit keras (crustaceae), serangga dan

beberapa mikroorganisme (Rha, 1984). Menurut Bough (1975),

Keterangan: 1. Ceplalotorax (kepala dan dada) 2. Rostum (duri) 3. Antena (penangkap ransangan) 4. Periopoda (tungkai berjalan) 5. Pleopoda (tungkai berenang) 6. Telson (ekor) 7. Uropoda (kemudi)

a, b, c, d, e : Ruas badan (abdomen) kesatu, kedua, ketiga, keempat dan kelima.

Gambar 1. Tubuh Udang dan Bagian-bagiannya

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

6

kandungan khitin pada limbah udang dan rajungan sebesar 20%-30%

(bobot kering). Menurut Ashford (1977), khitin dapat ditemukan pada

limbah udang sebesar 13%-15% (bobot kering) tergantung jenis

spesies dan faktor lain. Sedangkan menurut Prasetiyo (2004),

rendemen khitosan dari kitin sekitar 80 %.

Tabel 2. Kandungan Khitin dari Berbagai Macam Sumber

Jenis Kandungan Khitin (%)

1. Golongan Crustaceae Kepiting biru 14a Kepiting merah 1,3-1,8b Lobster Nephros 69,8c Lobster Nomarus 60,8-77,0c Udang 69,1c

2. Golongan Insecta Lipas 35c Kumbang 27-35c Belalang 20c Ulat Sutra 33,7c

3. Golongan Molusca Clam shell 6,1 Kulit Kerang 3,6 Rangka dalam cumi-cumi 41

4. Golongan Mikroorganisme Aspergillus niger 42d Penicillium notatum 18,5d Penicillium chrysogenum 20,1d Saccharomyces cerevisiae 2,9d Keterangan :

a = berdasar berat basah

b = berdasar berat kering

c = berdasar berat bahan organik pada kulit luar

d = berdasar berat kering dari dinding sel

Sumber : Naczk dan Shiroshi (1981)

Poly (1,4)-N-asetil-D-glukosamin atau yang lebih dikenal

dengan nama khitin merupakan salah satu biopolimer polisakarida

yang tersedia sangat banyak di alam. Bobot molekul rata-rata khitin

adalah 1,036 x 106 (Knorr, 1984). Struktur molekul khitin tersusun oleh

2000 sampai 3000 satuan monomer N-asetil-D-glukosamin yang saling

berikatan melalui ikatan 1,4 glikosidik (Bough, 1975). Struktur polimer

molekul khitin tampak seperti bentuk helikal yang lurus (Austin, 1981).

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

7

Khitin berbentuk kristal putih. Tidak larut dalam air, tidak larut

dalam asam organik, basa pekat dan pelarut organik lainnya. Khitin

larut dalam asam pekat seperti asam sulfat, asam nitrit, asam fosfat,

dan asam formiat anhidrida (Muzzarelli, 1986). Khitin mempunyai

rumus molekul C18H26N2O10 merupakan zat padat yang tak berbentuk

(amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer

dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam

asam-asam mineral yang pekat. Khitin kurang larut dibandingkan

dengan selulosa dan merupakan N-glukosamin yang terdeasetilasi

sedikit, sedangkan khitosan adalah khitin yang terdeasetilasi sebanyak

mungkin (Hirano, 1986).

Terdapat tiga jenis khitin di alam, yaitu , , dan -khitin.

Perbedaan ketiga jenis khitin ini terletak pada susunan rantai molekul

dinding kristal. -khitin adalah kristal polimorf dengan susunan rantai

molekul yang tidak sejajar dengan ikatan yang sangat kuat. -khitin

rantai molekulnya tersusun sejajar. -khitin disusun oleh tiga buah

rantai molekul yang terdiri dari dua rantai molekul yang terdiri dari dua

rantai sejajar dan satu rantai tidak sejajar (Rudall, 1969).

Gambar 2. Struktur Kimia Khitin (Knorr, 1984)

Gambar 3. Khitin

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

8

Khitin tidak terdapat dalam keadaan murni tetapi mengandung

bahan mineral dan protein (Blair dan Ho, 1980). Khitin di didapat

dengan isolasi atau ekstraksi bahan baku untuk memisahkan

komponen-komponen mineral (demineralisasi) dan protein

(deproteinasi). Deproteinasi dapat dilakukan sebelum dan sesudah

demineralisasi. Deproteinasi dapat dilakukan lebih dahulu apabila

protein yang terlarut akan dimanfaatkan lebih lanjut (Knorr, 1984).

Khitin terdapat sebagai mukopolisakarida yang berasosiasi

dengan kalsium karbonat dan berikatan kovalen dengan protein. Tidak

semua protein berikatan dengan khitin. Sebagian besar protein

berikatan secara fisik. Jumlah protein yang berikatan kovalen dengan

khitin setiap jenis crustacea tidak sama (Austin, 1981). Perbedaan

jumlah protein yang terikat secara kovalen akan mempengaruhi mudah

atau tidaknya proses deproteinasi (Muzi, 1990).

Perlakuan NaOH 2-4% pada suhu 60-70 oC cukup efektif

untuk melarutkan protein (Bough, 1975). Menurut Suptijah (1992),

larutan NaOH konsentrasi 2-3% dengan suhu 63-65 oC dan waktu 1-2

jam dapat mengurangi kadar protein dalam kulit crustacea secara

efektif.

Mineral utama pada kulit udang adalah CaCO3 dan sedikit

Ca3(PO4)2 (Knorr, 1984). Pemisahan mineral akan efektif jika

menggunakan HCl dengan konsentrasi 7-10% selama delapan jam

pada suhu 30 oC (Casio et al., 1982). Pemisahan mineral dengan HCl

bertujuan untuk mengubah CaCO3 manjadi CaCl2. Dengan menaikkan

suhu reaksi menjadi 60 sampai 70 oC, waktu reaksi dapat dipercepat

menjadi 2-3 jam (Johnson dan Peniston, 1982). Tahapan yang

-khitin

-khitin -khitin

Gambar 4. Perbedaan Bentuk , , dan -khitin (Rudall, 1969)

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

9

diperlukan untuk mengisolasi khitin dari senyawa-senyawa lain secara

lengkap disajikan pada Gambar 5.

Kulit udang kering sebanyak 200 gram, setelah proses

penghilangan protein dan pencucian dengan air, menghasilkan

141,098 gram bahan. Setelah dihilangkan mineralnya akan

menghasilkan 108 gram bahan. Tepung khitin yang diperoleh pada

akhir proses adalah 38,4 gram. Rendemen khitin yang dihasilkan dari

kulit udang kering adalah 19,2 % (Bastaman,1989).

Senyawa khitin mempunyai kemampuan mengikat air dan

minyak masing-masing 230-440 % dan 170-215 % (Knorr, 1982). Sifat

lain khitin yaitu sebagai bioaktivitas atau surfaktan karena pada

Pengeringan 24 jam, 80

oC

Khitin

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Khitin dari Kulit Udang (Bastaman, 1989)

Kulit udang basah

Deproteinasi 30 menit, 80 – 85

oC

Demineralisasi 1 jam, 70-75

oC

Penggilingan 1,77-3,25 mm

HCl 1,25 N, 1:10

Pencucian

Pengeringan 24 jam, 80

oC

NaOH 3%, 1:6

Pencucian

Pengeringan 24 jam, 80

oC

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

10

struktur molekulnya terdapat gugus-gugus polar dan non polar yang

dapat mengikat air dan minyak serta memiliki ketahanan relatif

terhadap kerusakan biologis (Knorr, 1982).

Khitin tidak menimbulkan alergi dan dapat memacu

pertumbuhan bakteri penghasil laktase yang biasa hidup di dalam

organ pencernaan bayi (Austin et al., 1981). Khitin juga tidak beracun

dan sebagai sumber zat makanan khitin dapat menurunkan kadar

kolesterol (Knorr, 1984). Sifat khas khitin dapat dimanfaatkan untuk

menangani cemaran logam beracun dan zat pewarna tekstil yang

terakumulasi dalam perairan. Khitin juga berpotensi sebagai bahan

antibiotika dan benang operasi yang aman (Austin et al., 1981). Selain

itu, khitin juga dapat menyerap bahan berprotein yang terdapat dalam

air limbah industri pengolahan pangan (Bough, 1975).

Molekul khitin yang mengandung gugus-gugus polar dan non

polar menyebabkan khitin dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi.

Zat pengemulsi biasanya digunakan untuk memperbaiki tekstur,

kekentalan dan after taste di mulut, meningkatkan kestabilan selama

daur freezing thawing, mempercepat dispersi suatu bahan ke bahan

yang lain dan memperbaiki proses pencampuran komponen bahan.

Pada umumnya zat pengemulsi digunakan untuk menstabilkan hasil

olahan seperti roti, susu, keju, mayonaise, minuman ringan, es krim,

dan kembang gula. Zat pengemulsi juga diperlukan dalam industri

obat-obatan dan kosmetika (Knorr, 1984). Menurut penelitian Ananda

et al., (1988), kestabilan emulsi dan kapasitas pengemulsian khitin

cukup tinggi, masing-masing mencapai 93,0 % dan 97,1 %. Kapasitas

dan kestabilan emulsi khitin ini sedikit lebih rendah dibandingkan

lesitin. Kestabilan emulsi lesitin 97 % dan kapasitas emulsinya 99,5 %.

Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan lesitin, penambahan

khitin dalam jumlah yang banyak tidak menyebabkan perubahan warna

dan bau. Menurut Latief (2001), khitin merupakan salah satu

biopolimer yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan film kemasan

biodegradable.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

11

Dengan adanya sifat-sifat khitin dan khitosan yang

dihubungkan dengan gugus amino dan hidroksil yang terikat, maka

menyebabkan khitin dan khitosan mempunyai reaktifitas kimia yang

tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat

berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan

sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air limbah (Hirano,

1986).

Khitosan yang disebut juga dengan -1,4-2 amino-2-dioksi-D-

glukosa merupakan turunan dari khitin melalui proses deasetilasi.

Khitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena

mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil

primer dan sekunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan khitosan

mempunyai kreativitas kimia yang tinggi (Tokura, 1995).

Bobot molekul khitosan sekitar 1,036 x 105 Dalton. Berat

molekul khitosan tergantung dari degradasi yang terjadi pada saat

proses pembuatan khitosan (Knorr, 1984). Khitosan mempunyai gugus

amina sehingga mempunyai derajat reaksi kimia yang tinggi (Johnson

dan Peniston, 1982). Khitosan akan bermuatan positif dalam larutan

karena adanya gugus amin yang dapat mengikat ion positif (Muzzarelli,

O

O

H H

H

OH

H

NH2

H

CH2OH O

O

H H

H

OH

H

NH2

H

CH2OH

Gambar 6. Struktur Khitosan (Knorr, 1984)

Gambar 7. Khitosan

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

12

1986). Khitosan berbentuk tepung, serpihan maupun larutan. Khitosan

merupakan polielektrolit netral pada pH asam. Bahan-bahan seperti

protein, anion polisakarida, asam nukleat dan bahan-bahan lain yang

bermuatan negatif akan berinteraksi kuat dengan khitosan membentuk

ion netral (Sandford dan Hutchings, 1987).

Khitosan merupakan poliglukosamin yang dapat larut dalam

kebanyakan asam seperti asam asetat, laktat atau asam-asam organik

(adipat, malat), asam mineral seperti HCl, HNO3 pada konsentrasi 1 %

dan mempunyai daya larut yang terbatas dalam asam fosfat dan tidak

larut dalam asam sulfat (Lab. Protan, 1987). Pelarut khitosan yang

terbaik adalah asam format dengan konsentrasi 0,2-100% (Knorr,

1984). Sifat dan kelarutan khitosan dipengaruhi oleh bobot molekul,

derajat deasetilasi dan derajat putar spesifik yang dapat beragam

bergantung dari sumber metode isolasinya (Austin, 1981).

Keuntungan khitosan adalah mudah larut dalam suasana

asam, sedangkan khitin tidak. Dengan demikian pada penggunaannya

lebih mudah menggunakan khitosan daripada khitin. Khitin dan

khitosan mempunyai peluang komersial karena mengandung nitrogen

yang cukup tinggi (6,68%) dibandingkan dengan selulosa sintetik

(1,25%) (Habibie, 2000). Khitosan bersifat mudah mengalami

degradasi secara biologis, tidak beracun, mempunyai bobot molekul

tinggi dan tidak larut pada pH diatas 6,5 (Lab. Protan, 1987).

Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air,

larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3 PO4, dan

tidak larut dalam H2SO4. Khitosan tidak beracun, mudah mengalami

biodegradasi dan bersifat polielektrolitik (Hirano, 1986). Disamping itu

khitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik

lainnya seperti protein. Oleh karena itu, khitosan relatif lebih banyak

digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri

kesehatan (Muzzarelli, 1986). Khitin dan khitosan serta turunannya

mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal

emulsi (Lang, 1995).

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

13

Isolasi khitosan dilakukan dengan cara menghilangkan gugus

asetil (-C0CH3) pada khitin dengan larutan basa (Whistler, 1973).

Deasetilasi khitin (pembuatan khitosan) dilakukan dengan perlakuan

menggunakan larutan NaOH 40-45 % lalu endapan yang dihasilkan

dicuci dengan air. Hasilnya di campur dalam larutan 2% asam asetat

sehingga material pengotor terbuang. Produk yang dihasilkan

dinetralisasi dengan larutan NaOH untuk menghasilkan khitosan murni

berbentuk endapan putih (Hirano, 1996). Pada proses deasitalisasi

khitin digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi tinggi (40-

50%) dan suhu tinggi (100-150 oC) (Muzzarelli, 1986).

Derajat deasetilasi untuk menghasilkan produk yang baik

harus 80-85% atau lebih tinggi. Kandungan asetil dari khitosan harus

lebih kecil dari 4-4,5% (Peniston & Johnson, 1980). Kualitas khitosan

praktikal dari udang minimum 85 % deasetilasi dan viskositasnya lebih

besar dari 200 cps (Sigma-aldrich, 2004). Bagan proses pembuatan

khitosan dapat dilihat pada Gambar 8.

Banyak produk potensial menggunakan khitosan, termasuk

flocculating agents, pengolahan air dan limbah, agen pengkelat untuk

memisahkan logam berat, pelapisan untuk meningkatkan kualitas serat

optik, bahan tambahan untuk kertas, aplikasi untuk percetakan dan

fotografi, thickener, dan film (Peniston & Johnson, 1980).

Gambar 8. Diagram Alir Proses Pembuatan Khitosan dari Khitin (Bastaman, 1989)

Deasetilasi 1 jam, 110

oC

Khitosan

Kitin

Pencucian

Pengeringan 24 jam, 80

0C

NaOH 50%, 1:20

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

14

Khitosan bersifat non trombogenic (tidak menggumpalkan

darah) sehingga dapat digunakan sebagai pengganti tulang rawan dan

pengganti saluran darah (baik arteri maupun vena). Khitosan dalam

industri pangan digunakan sebagai bahan pengental dan pembentuk

gel yang baik dan digunakan juga sebagai pengikat, penstabil dan

pembentuk tekstur (Brezski, 1987).

C. Studi Kelayakan

Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau

tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi

kelayakan seharusnya memberikan kesimpulan tertentu mengenai

Khitosan

Gambar 9. Diagram Alir Proses Pembuatan Khitosan dari Kulit Udang (Suptijah et. All., 1992)

Deproteinasi 1 jam, 90

oC

Demineralisasi 1 jam, 90

OC

HCl 1 N, 1:7 (b/v)

Penyaringan dan Pencucian

NaOH 3,5 N, 1:10 (b/v)

Pencucian

Limbah Udang

Pengeringan

Penghancuran

Penyaringan dan Pencucian

Khitin

Deasetilasi 2 jam, 140

oC

NaOH 50%, 1:20 (b/v)

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

15

keseluruhan aspek dasar dari sebuah proyek setelah

mempertimbangkan alternatif-alternatif yang ada (Behrens dan

Hawranek, 1991).

Umumnya penelitian sudi kelayakan meliputi aspek pasar dan

pemasaran, aspek teknis dan produksi, aspek keuangan, aspek

manajemen, aspek hukum dan aspek sosial ekonomi (Husnan dan

Suwarsono, 2000). Aspek yang dikaji pada studi kelayakan meliputi

analisis pasar dan konsep pemasaran, bahan baku dan pemasoknya,

lokasi, peralatan, teknis dan teknologis, organisasi dan overhead cost,

sumberdaya manusia, implementasi proyek dan analisis finansial serta

taksiran investasi (Behrens dan Hawranek, 1991).

1. Aspek pasar dan pemasaran

Analisis aspek pasar dan pemasaran terhadap suatu

usulan proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran mengenai

besar pasar potensial yang tersedia untuk masa yang akan datang.

Selain itu analisis pasar mencakup juga gambaran mengenai

strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar

yang telah ditetapkan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Untuk dapat

memenangkan pasar dibutuhkan perencanaan strategis yang

berorientasi pasar dan mengembangkan strategi pemasaran yang

tepat (Kotler, 2002).

2. Aspek Teknis dan Teknologis

Beberapa hal yng perlu dikaji pada aspek teknis teknologis

adalah program produksi, kapasitas pabrik, teknologi yang dipilih,

desain pabrik dan peralatan. Selain itu perlu dikaji lokasi dan bahan

baku serta pensuplainya (Behrens dan Hawranek, 1991). Desain

pabrik meliputi seluruh aspek teknik termasuk pengembangan

pabrik baru, modifikasi atau perluasan pabrik industri. Setelah

tahap proses desain akhir selesai baru memungkinkan untuk

membuat estimasi biaya yang akurat karena detail spesifikasi

peralatan dan mesin dan fasilitas pabrik telah tersedia (Max dan

Timmerhaus, 1991).

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

16

3. Aspek manajemen dan organisasi

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek

manajemen dan organisasi meliputi manajemen pembangunan

proyek dan manajemen dalam operasi. Manajemen dalam operasi

meliputi identifikasi jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan,

persyaratan yang diperlukan dan struktur organisasi yang

digunakan. Menurut Stoner dan Freeman (1994), struktur

organisasi merujuk kepada cara dimana kegiatan-kegiatan sebuah

organisasi dibagi, diorganisasikan dan dikoordinasi.

4. Aspek legalitas dan hukum

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek hukum

mempelajari tentang bentuk badan usaha yang dipergunakan,

jaminan-jaminan yang dapat digunakan jika menggunakan sumber

dana yang berasal dari pinjaman dan berbagai akte, sertifikat serta

ijin yang diperlukan. Menurut Simatupang (2003), pembahasan

aspek hukum dalam bisnis atau industri meliputi bentuk badan

usaha dan peraturan-peraturan mengenai kontrak dan

penyelesaiannya, hubungan bisnis, hak milik intelektual, lembaga-

lembaga pembiayaan, aspek pajak, perijinan dan kepailitan.

5. Aspek lingkungan

Menurut Suratmo (1998), Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) diperlukan karena dua hal. Pertama, AMDAL

harus dilakukan untuk proyek yang akan dibangun karena Undang-

Undang dan Peraturan Pemerintah menghendaki demikian. Apabila

pemilik atau pemrakarsa proyek tidak melakukannya maka akan

melanggar undang-undang dan besar kemungkinan perizinan untuk

membangun proyek tersebut tidak akan didapat atau akan

menghadapi pengadilan yang dapat memberikan sangsi-sangsi

yang tidak ringan. Kedua, AMDAL harus dilakukan agar kualitas

lingkungan tidak rusak karena adanya proyek-proyek

pembangunan.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

17

6. Aspek finansial dan sosial ekonomi

Menurut Behrens dan Hawranek (1991), analisis finansial

dan sosial ekonomi terdiri dari total biaya investasi, total biaya

produksi, proyeksi pendapatan bersih, laju alir kas, kriteria

investasi, analisis sensitivitas, analisis titik impas dan evaluasi

ekonomi. Menurut Gittinger (1986), analisa proyek membutuhkan

pengetahuan mengenai apakah suatu proyek yang diusulkan akan

memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan

ekonomi secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup

besar dalam menentukan penggunaan sumber-sumber daya yang

diperlukan.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek keuangan

mempelajari berbagai faktor penting meliputi dana investasi (aktiva

dan modal kerja), sumber-sumber perbelanjaan (modal sendiri,

pinjaman jangka pendek dan panjang), taksiran penghasilan, biaya

dan rugi/laba pada berbagai tingkat operasi, manfaat dan biaya

dalam artian finansial (rate of return on investment, net present

value, internal rate of return, Net B/C, profitability index, pay back

period, resiko proyek, analisa sensitivitas) dan proyeksi keuangan.

Sedangkan aspek ekonomi meliputi tentang pengaruh proyek

terhadap peningkatan penghasilan negara, pengaruh proyek

terhadap devisa yang dapat dihemat dan yang dapat diperoleh,

penambahan dan pemerataaan kesempatan kerja dan pengaruh

proyek terhadap industri lain.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

18

III. METODOLOGI

A. Kerangka Pemikiran

Khitin dan khitosan memiliki kegunaan yang sangat beragam.

Khitin dan khitosan dapat digunakan pada bidang farmasi, kesehatan

dan kosmetik (dietary fiber, lensa kontak, kapsul, skin protection,

penyembuh luka bakar, bahan benang operasi, pengisi tulang dan gigi

buatan, pengobatan kanker, anti bakteri), makanan (preservatif,

stabilisasi warna), pengolah limbah dan air (penyerap logam berat,

minyak dan lemak, penjernih air, campuran plastik biodegradable),

fotografi, pembuatan kertas, pengawetan kayu dan peternakan

(peningkat gizi dan bobot ternak). Karena Indonesia belum memiliki

industri khitin dan khitosan skala besar maka permintaan khitin dan

khitosan dipenuhi dengan melakukan impor.

Bahan baku khitin di Indonesia tersedia berlimpah dan tenaga

kerja yang ahli dalam hal teknologi pembuatan khitin dan khitosan juga

sudah mencukupi. Oleh karena itu perlu didirikan industri khitin dan

khitosan. Industri khitin dan khitosan perlu didirikan sebagai upaya

peningkatan nilai tambah dari bahan baku dan sebagai upaya

pemenuhan permintaan khitin dan khitosan. Dalam mendirikan industri

besar, studi kelayakan mutlak diperlukan sebagai salah satu upaya

meminimalisir resiko usaha.

Analisis tekno ekonomi atau studi kelayakan pendirian industri

khitin dan khitosan meliputi analisis aspek pasar dan pemasaran,

teknis dan teknologis, manajemen dan organisasi, legalitas dan

hukum, lingkungan, dan finansial serta ekonomi. Semua aspek yang

dikaji tersebut akan menentukan layak atau tidaknya industri khitin dan

khitosan berbahan baku limbah udang ini didirikan. Selain itu, aspek

yang dikaji tersebut dapat memberi pengetahuan tentang langkah-

langkah pendirian industri khitin dan khitosan berbahan baku limbah

udang. Kerangka pemikiran dalam bentuk diagram dapat dilihat pada

Gambar 10.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

19

Tidak

Ya

Selesai

Studi Pustaka dan Pengumpulan Data a. Aspek Pasar dan Pemasaran b. Aspek Teknis-Teknologis c. Aspek Manajemen dan Organisasi d. Aspek Legalitas dan Hukum e. Aspek Lingkungan f. Aspek Finansial dan Sosial Ekonomi

Mulai

Data Cukup

Tabulasi Data

Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran Potensi pasar, Derajat persaingan struktur pasar, Pangsa

pasar, Bauran pemasaran

Analisis Aspek Teknis Teknologis Bahan baku, Lokasi, Kapasitas produksi, Teknologi

Proses, Tata letak pabrik

Analisis Aspek Lingkungan AMDAL, Potensi limbah khitin dan khitosan

Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi Asumsi, Sumber dana dan struktur pembiayaan, Biaya

investasi, Harga dan prakiraan penerimaan, Proyeksi laba rugi, Proyeksi arus kas, Analisis titik impas, Kriteria

kelayakan investasi, Analisis Ekonomi

Penyusunan Laporan

Gambar 10. Kerangka Pemikiran Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan dari Limbah Udang

Analisis Aspek Legal Yuridis Bentuk usaha, Prosedur perizinan, Perpajakan

Analisis Aspek Manajemen dan Organisasi Kebutuhan tenaga kerja, Struktur organisasi, Deskripsi tugas

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

20

B. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder.

Pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh informasi, gambaran

dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan aspek

kajian sehingga data tersebut dapat dipergunakan untuk pemecahan

masalah dan pertimbangan pengambilan keputusan. Pengumpulan

data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapang (survey).

Data primer diperoleh melalui penelitian dan pengamatan

langsung di lapangan, laboratorium dan wawancara dengan pakar

serta instansi terkait. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan

studi pustaka dan pencatatan data yang tersedia pada instansi-instansi

terkait. Pengumpulan data harga dilakukan dengan langsung

menghubungi penyedia alat atau mesin serta bahan baku dan bahan

pembantu. Izin dan perpajakan mengacu pada peraturan yang berlaku

di daerah pendirian pabrik.

C. Analisis Data

Analisis data terdiri dari analisis data kuantitatif dan analisis

data kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan bantuan

beberapa program komputer. Hasil analisis data kuantitatif maupun

data kualitatif kemudian didukung oleh kajian dari pakar melalui studi

literatur.

1. Analisis aspek pasar dan pemasaran

Analisis aspek pasar dan pemasaran meliputi analisis

potensi pasar, derajat persaingan struktur pasar, pangsa pasar dan

bauran pemasaran. Analisis potensi pasar yaitu menghitung

prakiraan permintaan khitin dan khitosan di Indonesia

menggunakan data penggunaan khitin dan khitosan oleh industri

menengah besar. Prakiraan khitin dan khitosan diawali oleh

pemilihan metode prakiraan deret waktu (Single Exponential

Smoothing, Double Exponential Smoothing, Trend Analysis, Single

Exponential Smoothing dan Moving Average) berdasar nilai

kecermatan yaitu MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MAD

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

21

(Mean Absolute Deviation) dan MSD (Mean Squared Deviation).

Perhitungan prakiraan tersebut dilakukan dengan bantuan software

MINITAB 13. Menurut Machfud (1999), metode dan hasil prakiraan

yang dipakai adalah yang nilai kesalahannya paling kecil.

Analisis derajat persaingan struktur pasar digunakan untuk

menentukan posisi perusahaan berdasarkan kapasitas

perusahaan-perusahaan produsen khitin dan khitosan dunia.

Dengan ditentukannya posisi perusahaan, kapasitas perusahaan

berdasarkan struktur persaingan dapat ditentukan. Hasil tersebut

dibandingkan dengan perhitungan pangsa pasar khitin dan khitosan

dunia dengan analisis struktur pasar menggunakan tabel Fellows

(1996). Jika kapasitas perusahaan berdasarkan struktur persaingan

lebih kecil dari pangsa pasar khitin dan khitosan dunia dan atau

lebih kecil dari potensi pasar khitin dan khitosan di Indonesia maka

kapasitas tersebut layak digunakan sebagai acuan.

Setelah pasar potensial, pangsa pasar dan acuan

kapasitas produksi khitin dan khitosan didapat, analisis strategi

bauran pemasaran dilakukan untuk memberi gambaran peluang

perusahaan dalam mencapai target pasar yang ditetapkan. Analisis

strategi bauran pemasaran meliputi strategi produk, strategi harga,

strategi distribusi dan strategi promosi. Diagram alir tahapan

analisis pada kajian aspek pasar dan pemasaran dapat dilihat pada

Gambar 11.

2. Analisis aspek teknis dan teknologis

Analisis aspek teknis dan teknologis meliputi analisis

bahan baku, lokasi, kapasitas produksi, teknologi proses dan tata

letak pabrik. Analisis bahan baku terdiri dari kajian berdasar

ketersediaan bahan baku, harga bahan baku, persentase

rendemen dan kualitas khitin dan khitosan yang dihasilkan.

Ketersediaan bahan baku berpengaruh terhadap kontinuitas

produksi dari industri khitin dan khitosan. Harga limbah udang dan

persentase rendemen akan menunjukkan tingkat nilai tambah yang

didapat dari industri khitin dan khitosan sedangkan kualitas khitin

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

22

dan khitosan akan menunjukkan khitin dan khitosan yang akan

diproduksi sesuai standar yang diperbolehkan.

Analisis lokasi dilakukan untuk menentukan lokasi lokasi

dimana parik akan didirikan. Lokasi dipilih dengan metode Anaytical

Hierarchy Process (AHP). Beberapa parameter yang dipakai adalah

sisi perizinan, kedekatan dengan bahan baku, kedekatan dengan

pasar, kedekatan dengan pemasok tenaga kerja, kemudahan

transportasi dan tersedianya utilitas.

Gambar 11. Diagram Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran

Selesai

Mulai

Strategi Bauran Pemasaran Strategi produk, Strategi harga, Strategi

distribusi dan Strategi promosi

Prakiraan Permintaan Deret Waktu

Potensi Pasar Indonesia (PPI)

Tidak Ya

Tabulasi Data a. Permintaan khitin dan khitosan Indonesia b. Perusahaan produsen khitin dan khitosan dunia dan kapasitasnya c. Persentase produksi khitin dan khitosan berdasarkan bahan baku d. Aplikasi dan fungsi khitin dan khitosan e. Harga khitin dan khitosan

Derajat Persaingan Struktur Pasar

Acuan Kapasitas Perusahaan (AKP)

AKP < PPI ?

Tidak Layak

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

23

Kapasitas produksi ditetapkan berdasar analisis pasar dan

pemasaran serta berdasarkan teknologi proses dan mesin yang

dipilih. Analisis teknologi proses meliputi teknologi yang dipilih,

mesin dan peralatan yang digunakan dan penghitungan neraca

massa serta neraca energi. Analisis tata letak pabrik dimulai

dengan membuat bagan keterkaitan aktivitas dengan mengacu

pada proses produksi. Selanjutnya, informasi pada bagan

keterkaitan aktivitas dituangkan pada diagram keterkaitan kegiatan.

Kebutuhan ruang produksi serta alokasi wilayah ditentukan dengan

mengacu pada diagram keterkaitan kegiatan dan jumlah serta

luasan mesin yang dibutuhkan. Diagram alir tahapan analisis pada

kajian aspek teknis dan teknologis dapat dilihat pada Gambar 12.

3. Analisis aspek manajemen dan organisasi

Analisis aspek manajemen dan organisasi meliputi analisis

kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi dan deskripsi tugas.

Tenaga kerja yang dibutuhkan terdiri dari tenaga kerja langsung

dan tenaga tidak langsung. Kebutuhan tenaga kerja langsung

mengacu pada teknologi proses produksi, mesin dan peralatan

serta ruangan proses produksi yang direncanakan. Kebutuhan

tenaga kerja tidak langsung mengacu pada efisiensi dan efektifitas

penjalanan perusahaan. Struktur organisasi dan deskripsi tugas

dianalisis berdasarkan kebutuhan perusahaan. Diagram alir

tahapan analisis pada kajian aspek manajemen dan organisasi

dapat dilihat pada Gambar 13.

4. Analisis aspek legalitas dan hukum

Analisis aspek legalitas dan hukum meliputi analisis bentuk

usaha, prosedur perizinan dan perpajakan. Analisis bentuk usaha

memaparkan keuntungan dan kerugian perusahaan yang

berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Analisis prosedur perizinan

terdiri dari izin pendirian industri dan izin mendirikan bangunan

(IMB). Pajak yang dikaji hanya pajak penghasilan karena

perusahaan yang berbentuk PT. termasuk salah satu subjek pajak.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

24

Gambar 12. Diagram Alir Tahapan Analisis Pada Kajian Aspek Teknis Teknologis

Selesai

Mulai

Tabulasi Data a. Ketersediaan dan harga bahan baku b. Proses produksi khitin dan khitosan c. Lokasi pabrik khitin dan khitosan d. Kapasitas produksi e. Mesin dan peralatan yang digunakan

Analisis Kapasitas dan Teknologi Proses Produksi

Tidak

Ya

Cari bahan baku lain

Analisis Tata Letak Pabrik

Neraca Energi

Analisis Bahan Baku

Tersedia cukup.

Harga memadai.

Analisis Lokasi Perizinan, Kedekatan dengan bahan baku, Kedekatan

dengan pasar, Kedekatan dengan pemasok tenaga kerja, Kemudahan transportasi, Tersedianya utilitas

Teknologi Proses dan Kapasitas

Mesin dan Peralatan

Neraca Massa

Bagan Keterkaitan Aktivitas

Diagram Keterkaitan Kegiatan

Kebutuhan Ruang Produksi dan Alokasi Wilayah

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

25

5. Analisis aspek lingkungan

Analisis aspek lingkungan meliputi analisis prosedur

AMDAL dan analisis potensi limbah khitin dan khitosan. Analisis

prosedur AMDAL terdiri dari dokumen Kerangka Acuan Analisis

Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), Dokumen Analisis

Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Dokumen Rencana

Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Dokumen Rencana

Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).

6. Analisis aspek finansial dan ekonomi

a. BEP (Analisa titik impas)

Perhitungan analisa titik impas adalah sebagai berikut :

Gambar 13. Diagram Alir Tahapan Analisis Pada Kajian Aspek Manajemen dan Organisasi

Selesai

Mulai

Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja

Tabulasi Data 1. Tujuan perusahaan 2. Teknologi proses produksi, mesin dan peralatan serta

ruangan proses produk

Analisis Struktur Organisasi

Analisis Deskripsi Tugas

Biaya tetap BEP =

1-(Biaya variabel/Total penerimaan)

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

26

b. NPV

Menurut Gray et al (1992), formula yang digunakan

untuk menghitung NPV adalah:

dimana :

Bt = benefit social brutto pada tahun t

Ct =cost social brutto sehubungan dengan proyek pada tahun t

i = tingkat suku bunga pada periode-t

t = periode investasi (t=0,1,2,3…n)

Apabila hasil perhitungan nilai NPV dalam suatu proyek

didapatkan nilai yang lebih besar atau sama dengan nol berarti

proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Apabila nilai NPV

yang dihasilkan lebih besar daripada nol, berarti proyek dapat

menghasilkan keuntungan. Apabila nilai NPV yang dihasilkan

sama dengan nol berarti proyek tersebut akan mengembalikan

biaya sebesar opportunity cost faktor produksi modal. Apabila

nilai NPV yang dihasilkan kurang dari nol berarti proyek tersebut

tidak dapat menghasilkan keuntungan. Oleh sebab itu,

pelaksanaannya harus ditolak.

c. IRR

Fomulasi matematik IRR menurut Gray et al. (1992)

adalah sebagai berikut :

dimana :

Bt = benefit social brutto pada tahun t

Ct =cost social brutto sehubungan dengan proyek pada tahun t

i = tingkat suku bunga (%) pada periode-i

n = umur ekonomis proyek

n

ijt

tt

i

CBNPV

)1(

0)1()1()1( 000

n

tt

ttn

tt

tn

tt

t

i

CB

i

C

i

BIRR

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

27

d. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Gray et al. (1992) menjelaskan rumus Net B/C sebagai

berikut :

dimana :

Bt = benefit social brutto pada tahun t

Ct =biaya social brutto pada tahun t

i = tingkat suku bunga (%)

n = umur ekonomis proyek

Kriteria kelayakan proyek adalah jika Net B/C lebih

besar atau sama dengan satu. Sedangkan proyek dinyatakan

tidak layak apabila Net B/C lebih kecil dari satu.

e. Pay Back Period (PBP)

Pay Back Period (PBP) menunjukkan berapa lama

modal yang ditanam dalam investasi akan kembali. Rumus yang

digunakan untuk menghitung Pay Back Period (PBP) adalah

sebagai berikut :

Dimana :

M = nilai pay back period

Rk = pendapatan bersih untuk periode ke-k

Ek = pengeluaran untuk periode ke-k

p = investasi awal

f. Analisa Sensitifitas

Analisa titik impas akan dilakukan dengan menaikkan

harga bahan baku, menurunkan harga jual dan menaikkan

biaya investasi. Dengan perubahan tersebut, kriteria-kriteria

kelayakan investasi juga akan berubah. Perubahan dilakukan

sampai kriteria kelayakan berada pada kisaran titik kritis antara

layak dan tidak layak.

Net B/C = n

t

ttt

tt

n

t

ttt

tt

CBuntuki

BC

CBuntuki

CB

0

0

0,)1(

0,)1(

tkiVPEkRkM )%,,/)((

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

28

D. Jadwal Kegiatan

Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan,

terhitung sejak penandatanganan SPK. Jadwal kegiatan disajikan pada

Tabel 3. Untuk memudahkan penelitian, perlu dibuat daftar

keseluruhan kajian, data dan analisis. Daftar seluruh kajian, data dan

analisis pendukung dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5

Studi Pustaka dan Pengumpulan Data

Laporan Pendahuluan

Kajian Aspek Pasar dan Pemasaran

Kajian Aspek Teknis Teknologis

Kajian Aspek Manajemen dan Organisasi

Laporan Sementara

Kajian Aspek Legalitas dan Hukum

Kajian Aspek Lingkungan

Kajian Aspek Finansial dan Ekonomi

Laporan Akhir

Tabel 4. Daftar Aspek Kajian Serta Data dan Analisis

Pendukung yang Diperlukan

Kajian Data/Analisis Pendukung I. ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

A. Potensi Pasar 1 Permintaan khitin dan khitosan

2 Prakiraan potensi pasar khitin dan khitosan menggunakan MINITAB 13

B. Struktur Pasar 1 Daftar perusahaan khitin dan khitosan di dunia

2 Acuan kapasitas produksi berdasarkan struktur pasar

3 Alasan mengapa produk yang dihasilkan dapat menggeser produk impor

4 Strategi bersaing perusahaan

C. Pangsa Pasar 1 Pangsa pasar khitin dan khitosan menggunakan tabel Fellows

2 Perbandingan acuan kapasitas produksi dengan potensi pasar dan pangsa pasar

D. Strategi Bauran Pemasaran

1. Strategi Produk 1 Keunggulan produk khitin dan khitosan yang diproduksi dibanding produk perusahaan lain

2 Keunggulan produk khitin dan khitosan dibanding produk yang disubstitusi

3 Daftar lengkap kegunaan khitin dan khitosan bagi tiap jenis industri beserta aplikasi dan fungsi

4 Ilustrasi produk dan kemasan

5 Potensi produk samping yang dihasilkan

2. Strategi Harga 1 Laju inflasi

2 Harga jual khitin dan khitosan pada tingkat produsen dan suplayer serta pada berbagai tingkat kualitas

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

29

Tabel 4. Daftar Aspek Kajian Serta Data dan Analisis Pendukung yang Diperlukan (lanjutan)

Kajian Data/Analisis Pendukung 3. Strategi Distribusi 1 Identifikasi pembeli potensial

2 Saluran distribusi

4. Strategi Promosi 1 Sarana promosi

II. ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS

A. Bahan Baku

1. Ketersediaan Bahan Baku 1 Daftar penghasil udang di Indonesia beserta jumlah produksi, jumlah limbah udang, harga, kontinuitas, pembeli limbah udang beserta jumlah pembelian dan penggunaannya

2. Rendemen dan Kualitas khitin/khitosan

1 Data rendemen dan kualitas khitin dan khitosan yang dihasilkan dari limbah udang

3. Nilai Tambah 1 Perbandingan biaya memproduksi dan harga jual produk-produk berbahan baku limbah udang

B. Lokasi Perusahaan 1 Daerah-daerah penghasil udang

2 Industri potensial menggunakan bahan baku khitin dan khitosan

3 Analisis lokasi dengan metode Buyes

C. Kapasitas Produksi 1 Kapasitas produksi berdasar acuan kapasitas produksi dan teknologi proses yang dipilih

D. Teknologi Proses 1 Uraian proses produksi dan jenisnya (kontinu/batch)

2 Bagan alur proses produksi

3 Tabulasi kebutuhan neraca massa dan diagram neraca massa

4 Pemilihan mesin dan alat produksi

5 Gambar teknik mesin dan alat produksi

6 Tabulasi kebutuhan neraca energi dan diagram neraca energi

7 Kebutuhan bahan baku dan energi pada proses produksi

E. Tata Letak Pabrik 1 Bagan keterkaitan aktivitas

2 Diagram ketertkaitan kegiatan

3 Analisis kebutuhan luasan ruangan

4 Diagram alokasi wilayah ruang produksi

5 Gambar alokasi area pabrik

III. ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI

A. Kebutuhan Tenaga Kerja 1 Tabulasi tenaga kerja langsung

2 Tabulasi jabatan dan kualifikasi tenaga kerja

B. Struktur Organisasi 1 Bagan struktur organisasi perusahaan

C. Deskripsi Tugas 1 Deskripsi tugas seluruh tenaga kerja

IV. ASPEK LEGALITAS DAN HUKUM

A. Bentuk Usaha 1 Alasan pemilihan bentuk bentuk usaha

B. Prosedur Perizinan 1 Izin Usaha Industri

2 Izin Undang Undang gangguan (UUG)

3 IMB

C. Perpajakan 1 Undang-undang Perpajakan nomor 17 tahun 2000

V. ASPEK LINGKUNGAN

A. AMDAL 1 Prosedur pembuatan AMDAL

B. Potensi Limbah khitin dan khitosan 1 Identifikasi seluruh potensi limbah khitin dan khitosan

2 Teknologi pengolahan limbah khitin dan khitosan

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

30

Tabel 4. Daftar Aspek Kajian Serta Data dan Analisis Pendukung yang Diperlukan (lanjutan)

Kajian Data/Analisis Pendukung VI. ASPEK FINANSIAL DAN EKONOMI

A. Asumsi 1 Umur ekonomi, nilai sisa, biaya pemeliharaan, nilai depresiasi, kapasitas produksi, suku bunga, kenaikan harga jual dan biaya operasional, pajak penghasilan

B. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan

1 DER, pembayaran angsuran

C. Biaya Investasi 1 Rincian biaya investasi tetap {lahan, bangunan, persiapan (perizinan, AMDAL, paten), pekerjaan sipil dan struktur lain, mesin dan peralatan}

2 Rincian biaya modal kerja tahun pertama: 1. Biaya tetap (tenaga kerja tak langsung, administrasi, pemasaran, depresiasi, asuransi, riset dan pengembangan, pemeliharaan) 2. Biaya variabel (bahan mentah, kemasan, bahan bakar, tenaga kerja langsung)

D. Harga dan Prakiraan Penerimaan 1 Perhitungan harga pokok

2 Proyeksi penerimaan berdasar harga, kualitas, jumlah penjualan dan asumsi kapasitas per tahun

E. Proyeksi Laba Rugi 1 Perhitungan pembayaran bunga modal

2 Pajak penghasilan

3 Perhitungan proyeksi laba rugi

F. Proyeksi Arus Kas 1 Angsuran pinjaman

2 Perhitungan proyeksi arus kas

G. Analisis Titik Impas 1 Analisis titik impas

H. Kriteria Kelayakan Investasi 1 NPV, IRR, Net B/C, PBP

I. Analisis Sensitivitas 1 Kenaikan bahan baku, penurunan harga jual, kenaikan biaya investasi

J. Analisis Ekonomi 1 Analisis sosial

2 Analisis ekonomi

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

31

IV. ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

Kajian aspek pasar dan pemasaran meliputi pengukuran potensi

pasar, pendefinisian struktur pasar, pengukuran pangsa pasar,

perumusan strategi pemasaran dan perumusan strategi bauran

pemasaran. Dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran khitin dan

khitosan, perusahaan perlu membedakan antara produk bisnis/industri

dengan produk konsumsi. Khitin dan khitosan termasuk produk

bisnis/industri yang diperjualbelikan pada pasar bisnis.

Pasar bisnis terdiri dari semua organisasi yang memperoleh

barang dan jasa yang digunakan dalam memproduksi barang dan jasa

lain yang dijual, disewakan atau dipasok kepada pihak lain (Kotler, 2002).

Perbedaan antara produk bisnis/industri dengan produk konsumsi akan

membuat perbedaan dalam melakukan pengukuran potensi pasar,

pendefinisian struktur pasar pengukuran pasar dan perumusan strategi

bauran pemasaran.

A. Potensi Pasar

Stanton (1991), mendefinisikan potensi pasar (market

potensial) untuk sebuah produk sebagai penjualan total yang

diharapkan selama periode tertentu dalam pasar tertentu. Menurut

Kotler (2002), potensi pasar dapat diukur dengan ramalan penjualan

yang dapat dikembangkan berdasarkan penjualan yang lalu.

Produk khitin dan khitosan belum tercantum dalam The

Harmonized Commodity Description and Coding System (HS)

sehingga tidak ada data impor khitin dan khitosan. Khitin dan khitosan

juga tidak tercantum dalam Klasifikasi Komoditi Indonesia (KKI)

sehingga tidak ada data produksi dan data penggunaan khitin dan

khitosan oleh industri menengah dan industri besar. Data impor dan

data penggunaan khitin dan khitosan sebagai bahan baku industri

masih digabung dengan produk sejenis (contoh: polimer alami) atau

memakai istilah yang menunjukkan kegunaannya (contoh: bahan kimia

khusus untuk pengolahan air).

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

32

Beberapa industri yang dapat menggunakan khitin dan

khitosan sebagai bahan baku, berdasarkan Kelompok Lapangan

Usaha Industri (KLUI) adalah industri rokok kretek, industri rokok putih,

industri rokok lainnya, industri penyempurnaan kain, industri

pencetakan kain, industri pengawetan kayu, industri pengawetan rotan,

bambu dan sejenisnya, industri kertas industri, industri kertas tisu,

industri kertas lainnya, industri percetakan dan penerbitan, industri

bahan farmasi, industri farmasi dan industri kosmetik. Tetapi, semua

industri di atas tidak ada yang mencantumkan secara khusus telah

menggunakan khitin dan khitosan sebagai bahan baku. Industri

tersebut mungkin menggunakan khitin dan khitosan tetapi dicantumkan

dengan nama lain.

Penggunaan khitin dan khitosan dapat diketahui dengan cara

mengetahui produk yang potensial disubtitusi oleh khitin dan khitosan.

Kriteria potensial disubtitusi adalah: 1) produk tersebut mempunyai

kegunaan yang sama dengan khitin dan khitosan, 2) jumlah

penggunaan produk tersebut besar, 3) produk tersebut diimpor dalam

jumlah yang besar, 4) harga produk tersebut sama atau lebih mahal

dibandingkan dengan harga khitin dan khitosan yang akan diproduksi

atau 5) harga khitin dan khitosan lebih baik atau sebanding dengan

harga produk yang dapat disubtitusi jika dilihat dari kegunaannya.

Produk yang potensial disubtitusi oleh khitin dan khitosan

adalah poly alumunium khlorida (HS 2827.32.000), alum

(2833.30.000), metanal (formaldehida) (HS 2912.11.000), lesitin dan

fosfoaminolipid lainnya (HS 2923.20.000), emulsi peka cahaya (HS

370.71.000) dan ion exchanger berasal dari polimer (HS 3914.00.000).

Produk bahan baku kosmetik lainnya yang potensial disubtitusi oleh

khitin dan khitosan, tidak spesifik disebutkan namanya. Data impor dan

ekspor produk tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Produk potensial tersebut sebagian besarnya hanya dapat

disubtitusi oleh khitosan. Oleh karena itu, perusahaan memprioritaskan

memproduksi khitosan. Dalam perkembangannya, perusahaan dapat

memproduksi khitin untuk dijual jika didapat data mengenai potensi

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

33

penyerapan pasar yang besar terhadap khitin di Indonesia atau

memproduksi khitin seluruhnya untuk konsumsi pasar luar negeri

(ekspor). Pada bab sepuluh akan dibahas kelayakan perusahaan yang

hanya memproduksi khitin saja, tanpa memproduksi khitosan.

Prakiraan potensi pasar produk yang potensial disubtitusi oleh

khitosan dilakukan menggunakan data impor dari tahun 1996 sampai

dengan tahun 2003. Pemilihan teknik prakiraan dan penghitungan

prakiraan dilakukan dengan bantuan software MINITAB 13.

Tabel 5. Impor dan Ekspor Produk yang Potensial Disubtitusi

oleh Khitosan, Tahun 1996-2003

Nama Produk

Poly alumunium khlorida Alum Metanal (formaldehida)

Tahun Impor (kg) Ekspor (kg) Impor (kg) Ekspor (kg) Impor (kg) Ekspor (kg)

1996 823.338 266.000 755.529 100.730 5.189.832 -

1997 800.410 704.176 123.913 262.126 4.318.809 -

1998 807.458 55.620 43.878 1.192 3.446.745 -

1999 383.957 74.018 87.577 35.698 5.001.957 1.347.634

2000 562.956 617.880 361.267 2.500 10.007.642 516.000

2001 911.758 371.648 225.348 143.750 10.068.257 37.299

2002 1.246.962 314.125 132.638 82.732 6.399.174 -

2003 1.958.800 226.010 275.551 - 3.132.090 46.001

Nama Produk

Lesitin dan fosfoamino-

lipid lainnya Emulsi peka cahaya

Ion exchanger dari polimer

Tahun Impor (kg) Ekspor (kg) Impor (kg) Ekspor (kg) Impor (kg) Ekspor (kg)

1996 3.788.399 41.230 122.627 35.750 1.364.590 2.084

1997 3.136.815 28.957 140.711 122.952 1.803.080 -

1998 1.817.199 - 123.596 - 2.001.047 3.788

1999 5.538.429 1.796 135.153 - 1.532.736 17.060

2000 3.223.844 262.016 128.742 - 2.229.004 3.470

2001 3.635.602 173.333 113.639 3.444 3.072.779 48.429

2002 3.238.267 447.136 134.448 - 2.986.967 5.853

2003 4.090.233 289.140 93.299 - 3.777.572 495.456

Sumber: Badan Pusat Statistik (1996-2003)

Metode prakiraan terbaik yang didapat berbeda untuk setiap

produk yang dihitung. Metode prakiraan terbaik untuk poly alumunium

khlorida adalah metode Quadratic Trend (QT), untuk alum adalah

Moving Average (MA), untuk metanal (formaldehida) adalah Single

Exponential Smoothing (SES), untuk lesitin dan fosfoaminolipid lainnya

adalah Moving Average (MA), untuk emulsi peka cahaya adalah

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

34

Moving Average (MA) dan untuk ion exchanger berasal dari polimer

adalah Exponential Growth Trend (EGT). Metode terbaik bagi setiap

produk dapat dilihat pada Tabel 1. Grafik hasil prakiraan dapat dilihat

pada Gambar 14.

Tabel 6. Nilai Kesalahan Produk yang Potensial Disubtitusi oleh Khitosan

Nama Produk Teknik

Prakiraan

Nilai Kecermatan Hasil Prakiraan

MAPE (%) MAD MSD

Poly Alumunium Khlorida QT 16,4063 118.299 1,89E+11

Alum MA 29,0000 63.418 4,93E+09

Metanal (Formaldehida) SES 28,0000 1.613.982 3,77E+12

Lesitin dan Fosfoaminolipid lainnya MA 9,0000 322.113 1,44E+11

Emulsi Peka Cahaya MA 5,0000 7.292,0 7,47E+07

Ion Exchanger dari Polimer EGT 10,7850 226.685 7,38E+10

Actual

Fits

Forecasts

Actual

Fits

Forecasts

0 10 20

0

5000000

10000000

15000000

282732000

Time

Yt = 1403597 - 495984*t + 69226,9*t**2

MAPE:

MAD:

MSD:

16

118299

1,90E+10

Quadratic Trend Analy sisQuadratic Trend Model

Actual

Predicted

Forecast

Actual

Predicted

Forecast

0 5 10 15

100000

300000

500000

700000

283330000

Time

Moving Average

Length:

MAPE:

MAD:

MSD:

5

29

63418

4,93E+09

Mov ing Av erage

Actual

Predicted

Forecast

Actual

Predicted

Forecast

0 5 10 15

0

5000000

10000000

291211000

Time

Smoothing Constant

Alpha:

MAPE:

MAD:

MSD:

1,844

28

1613982

3,77E+12

Single Exponential Smoothing

Actual

Predicted

Forecast

Actual

Predicted

Forecast

0 5 10 15

2000000

3000000

4000000

5000000

292320000

Time

Moving Average

Length:

MAPE:

MAD:

MSD:

5

9

322113

1,44E+11

Mov ing Av erage

Actual

Predicted

Forecast

Actual

Predicted

Forecast

0 5 10 15

95000

105000

115000

125000

135000

145000

370710000

Time

Moving Average

Length:

MAPE:

MAD:

MSD:

5

5

7292

74748954

Mov ing Av erage

Actual

Fits

Forecasts

Actual

Fits

Forecasts

0 10 20

0

5000000

10000000

15000000

39140000

Time

Yt = 1209292*(1,14416**t)

MAPE:

MAD:

MSD:

11

226685

7,38E+10

Growth Curve Model

Exponential Growth Trend Analy sis

Gambar 14. Grafik Hasil Prakiraan Produk yang Potensial Disubtitusi oleh Khitosan

Metode prakiraan dikatakan terbaik karena nilai kesalahan

metode tersebut lebih kecil dibandingkan dengan metode yang lain

untuk data yang sama. Ukuran nilai kesalahan yang dipakai adalah

Poly Alumunium Khlorida Alum

Metanal (Formaldehida) Lesitin dan Fosfoaminolipid lainnya

Emulsi Peka Cahaya Ion Exchanger dari Polimer

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

35

MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MAD (Mean Absolute

Deviation) dan MSD (Mean Squared Deviation). Menurut Machfud

(1999), nilai kesalahan hasil prakiraan menunjukkan sejauh mana

selisih hasil prakiraan dengan kejadian aktual juga mencerminkan

sejauh mana teknik prakiraan yang digunakan sesuai dengan pola

data. Nilai MAPE, MAD dan MSD serta grafik seluruh produk dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Hasil prakiraan menunjukkan permintaan pada tahun 2004

untuk poly alumunium khlorida sebesar 2.547.121 kg, untuk alum

sebesar 354.138 kg, untuk metanal (formaldehida) sebesar

1.293.698 kg, untuk lesitin dan fosfoaminolipid lainnya sebesar

3.945.275 kg, untuk emulsi peka cahaya sebesar 130.166 kg dan

untuk ion exchanger berasal dari polimer sebesar 4.063.738 kg. Hasil

prakiraan produk yang potensial disubtitusi oleh khitosan dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Prakiraan Produk yang Potensial Disubtitusi oleh

Khitosan

Tahun

Prakiraan (kg)

Poly Alumunium Khlorida

Alum Metanal (Formaldehida)

2004 2.547.121 354.138 1.293.698 2005 3.366.449 354.138 1.293.698 2006 4.324.230 354.138 1.293.698 2007 5.420.465 354.138 1.293.698 2008 6.655.155 354.138 1.293.698 2009 8.028.298 354.138 1.293.698 2010 9.539.895 354.138 1.293.698 2011 11.189.945 354.138 1.293.698 2012 12.978.450 354.138 1.293.698 2013 14.905.409 354.138 1.293.698

Tahun

Prakiraan (kg)

Lesitin dan Fosfoaminolipid lainnya

Emulsi Peka Cahaya Ion Exchanger dari

Polimer

2004 3.945.275 130.166 4.063.738 2005 3.945.275 130.166 4.649.583 2006 3.945.275 130.166 5.319.886 2007 3.945.275 130.166 6.086.822 2008 3.945.275 130.166 6.964.323 2009 3.945.275 130.166 7.968.328 2010 3.945.275 130.166 9.117.074 2011 3.945.275 130.166 10.431.428 2012 3.945.275 130.166 11.935.265 2013 3.945.275 130.166 13.655.901

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

36

Potensi pasar khitosan di Indonesia diasumsikan sama

dengan hasil prakiraan produk yang potensial disubtitusi oleh khitosan.

Berdasarkan hasil prakiraan produk yang potensial disubtitusi oleh

khitosan, potensi pasar khitosan pada tahun 2004 sebesar 12.334 ton.

B. Pangsa Pasar

Pangsa pasar atau sales potensial adalah proporsi sebagian

dari keseluruhan pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh

proyek yang bersangkutan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Menurut

Fellows et al. (1996), untuk kondisi persaingan dengan jumlah pesaing

banyak dan ukuran pesaing yang cukup besar dan jenis produk yang

dibuat sama maka kisaran persentase pangsa pasar yang dapat diraih

antara 0-2,5 % dan untuk kondisi jumlah pesaing tidak ada sampai

sebesar 100 %. Prakiraan pangsa pasar yang dapat diraih

berdasarkan pesaing menurut Fellows et all. (1996) dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Prakiraan Pangsa Pasar yang Dapat Diraih Berdasarkan

Pesaing

Jumlah Pesaing Banyak Sedikit

Ukuran Pesaing Besar Kecil Besar Kecil

Jenis Produk S TD S TD S TD S TD

Pangsa Pasar (%) 0-25 0-5 5-10 10-15 0-2,5 5-10 10-15 20-30

Jumlah Pesaing Satu Tidak ada

Ukuran Pesaing Besar Kecil

Jenis Produk S TD S TD

Pangsa Pasar (%) 0-5 10-15 30-50 40-80 100

Ket. : S = Sama TD = Tidak Sama Sumber: Fellows et. all (1996)

Tidak ada perusahaan yang memproduksi khitosan di

Indonesia. Sedangkan, produksi khitosan di dunia menyebar di antara

14 perusahaan terbesar dari sekitar 41 perusahaan khitosan di dunia.

Karena jumlah perusahaan penghasil khitosan di dunia cukup besar

maka persaingan usaha menjadi tinggi. Menurut Fellows et all. (1996),

untuk kondisi persaingan dengan jumlah pesaing banyak dan ukuran

pesaing yang cukup besar dan jenis produk yang dibuat sama maka

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

37

kisaran persentase pangsa pasar yang dapat diraih antara 0-2,5% dan

untuk kondisi jumlah pesaing tidak ada sampai sebesar 100 %.

Perusahaan khitosan terbesar di dunia dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Perusahaan Utama Khitin dan Khitosan di Dunia

No Nama Perusahaan

1 Advanced Biopolymers AS (Norway)

2 Biopolymer Engineering, Inc. (USA)

3 CarboMer Inc. (USA)

4 Dalian Xindie Chitin Co. Ltd. (China)

5 Kunpoong Bio Co., Ltd. (South Korea)

6 Meron Biopolymers (India)

7 Primex Ehf (Iceland)

8 Qbas Co., Ltd. (Taiwan)

9 Quansheng Group (China)

10 Sonat. Co (Russia)

11 Taizhou Candorly Sea Biochemical & Health Products Co., Ltd. (China)

12 United Chitotechnologies, Inc. (USA)

13 Vanson HaloSource Inc. (USA)

14 V-Labs, Inc. (USA)

Sumber : http//www.the-infoshop.com (2003)

Pangsa pasar khitosan yang dapat diraih sebesar 2,5% dari

potensi pasar produk yang potensial disubtitusi oleh khitosan. Pangsa

pasar tersebut pada tahun 2004 sebesar 308 ton dan naik setiap tahun

sehingga pangsa pasar pada tahun 2013 sebesar 857 ton. Pangsa

pasar khitin dan khtiosan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pangsa Pasar Produk Khitosan

Tahun Jumlah (ton)

2004 308

2005 343

2006 384

2007 431

2008 484

2009 543

2010 610

2011 684

2012 766

2013 857

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

38

C. Strategi Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran mencakup sejumlah variabel pemasaran

yang terkontrol oleh perusahaan untuk mencapai target pasar yang

telah ditetapkan dan memberikan kepuasan kepada konsumen

(Husnan dan Suwarsono, 2000). Menurut Gitosudarmo (1997), bauran

pemasaran adalah perpaduan dari tindakan-tindakan produk, harga,

distribusi dan promosi dalam memasarkan produknya atau melayani

konsumennya.

a. Strategi produk

Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat

memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Bauran produk

adalah daftar lengkap dari seluruh produk yang ditawarkan untuk

dijual oleh perusahaan (Stanton, 1991). Produk khitosan

merupakan produk industri. Menurut Kotler (2002), industri adalah

sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau

kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lain.

Menurut Ichsan et al. (2003), salah satu karakteristik produksi

modern dari suatu industri adalah adanya standardisasi.

Oleh karena pasar khitosan termasuk pasar industri maka

konsep pemasaran yang diterapkan adalah strategi produk.

Menurut Ichsan et al. (2003), strategi produk mengasumsikan

bahwa calon konsumen dalam menetapkan produk yang dibeli

menitikberatkan pada kualitas dan karakteristik produk tersebut.

Menurut Kotler (2002), perusahaan-perusahaan yang menjual

barang-barang dan jasa-jasa bisnis (industri) menghadapi para

pembeli profesional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan

yang terampil dalam menilai penawaran bersaing.

Khitosan dijual dalam pasar dengan berbagai nama sesuai

dengan kualitas, bentuk produk dan jenis proses produksi. Nama-

nama tersebut adalah chitin azure, chitin crab shells, chitin

biochemica, chitosan crab shells, chitosan practical grade, chitosan

flakes, chitosan >75% deacetylated, chitosan >85% deacetylated,

dan chitosan biochemica.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

39

Karena perusahaan akan menghadapi pembeli profesional

maka produk yang dibuat harus memiliki keunggulan dibanding

dengan produk lain yang mempunyai fungsi sama. Jenis industri

yang akan dimasuki oleh industri khitosan adalah industri kosmetika

dan industri yang menghasilkan limbah cair serta limbah yang

mengandung logam berat. Khitosan memiliki banyak keunggulan

sebagai bahan baku industri kosmetika dan industri yang

menghasilkan limbah cair serta limbah yang mengandung logam

berat. Daftar lengkap produk kosmetik yang potensial

menggunakan khitosan beserta jumlah produksi dan nilainya dapat

dilihat pada Lampiran 2. Khitosan memiliki keunggulan dalam

bidang farmasi. Karena penggunaan khitosan dalam bidang farmasi

dalam negeri masih rendah, industri farmasi tidak menjadi sasaran

utama pemasaran khitosan. Penggunaan khitosan dalam bidang

farmasi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Kosmetika

Khitosan telah diteliti dan digunakan oleh Cognis. Cognis

telah menghasilkan khitosan yang dapat diaplikasikan untuk

kosmetika. Khitosan yang dihasilkan oleh Cognis bermerek

Hydagen® CMF, Hydagen® CMP, Hydagen® DCMF dan Hydagen®

HCMF. Ada tiga jenis penggunaan khitosan sebagai bahan baku

industri kosmetika yaitu perawatan kulit, deodoran dan perawatan

rambut. Penggunaan khitosan dalam perawatan kulit meliputi

khitosan sebagai baku produk sun screen (tabir surya) dan bahan

baku produk lip care (perawatan bibir).

Sebagai bahan baku produk perawatan kulit, khitosan

mengurangi kehilangan air, khitosan meningkatkan kapasitas

pengikatan air dan meningkatkan kelembaban kulit. Khitosan juga

meningkatkan parameter sensorik dan meningkatkan kesesuaian

dermatologikal dari formulasi yang dibuat. Karakteristik ini dapat

dimanfaatkan pada produk tabir surya dan lip care (perawatan

bibir). Sebagai bahan baku deodoran, khitosan menghambat

produktivitas dari bakteri penyebab bau badan. Sebagai perawatan

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

40

rambut, khitosan membuat rambut mudah diatur, tidak lengket,

mudah dibersihkan, sensitivitas yang rendah terhadap kelembaban

sehingga cocok untuk segala jenis cuaca, melindungi rambut dari

kekeringan, rambut patah dan rambut bercabang dan cocok

dengan kulit kepala.

Saat ini, produk tabir surya harus juga mencegah

kekeringan pada kulit dan memperpanjang ketahanan air produk

tabir surya. Ketahanan air produk tabir surya berarti stabilitas

perlindungan terhadap cahaya matahari dibandingkan pencucian

tabir surya oleh air atau keringat. Khitosan, sebagai polimer

kationik, meningkatkan ketahanan air pada produk tabir surya.

Khitosan mampu meningkatkan ketahanan air sampai 74 %.

Placebo (bahan yang biasa digunakan pada tabir surya) hanya

mampu meningkatkan ketahanan air sebesar 57%. Grafik

perbandingan penggunaan khitosan dan placebo terhadap

ketahanan air dapat dilihat pada Gambar 15.

Perlindungan terhadap cahaya matahari didefinisikan

sebagai perbandingan antara ambang batas dari erythema

terhadap kulit yang terlindungi dan yang tidak terlindungi. Pada

penelitian yang membandingkan perlindungan terhadap cahaya

matahari antara formulasi yang menggunakan khitosan dan

placebo, khitosan mampu mempertahankan kemampuan

penyerapan terhadap cahaya matahari sampai 91,3 %. Placebo

hanya mampu sampai 73,5 %.

Gambar 15. Perbandingan Penggunaan Khitosan dan

Placebo Terhadap Ketahanan Air

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

41

Bahan baku utama lipstick adalah lilin dan minyak. Selain

ultra violet filter, bahan yang sering digunakan adalah allantoin,

bisabolol, vitamin E dan mosturizer. Khitosan digunakan dalam

produk lipstick sebagai perawat bibir. Khitosan dapat digunakan

untuk merawat berbagai tipe bibir dan meyembuhkan luka.

Khitosan juga merupakan zat anti mikrobial dan perawat

kulit sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku produk

deodoran. Berat molekul khitosan sebesar 3 x 105 – 2 x 106 Dalton

menyebabkan khitosan dapat digunakan untuk produk deodoran

yang berbentuk spray.

Bau ketiak dapat disebabkan oleh panas, kelembaban,

jenis bahan dari baju yang dipakai, aktivitas olahraga dan stres.

Bau tersebut disebabkan oleh bakteri. Bau dapat dihilangkan

dengan mencuci dengan sabun dan air. Tetapi, pencegahan

timbulnya bau dapat dilakukan dengan menggunakan deodorizing

agent seperti allumunium chlorohidrate, penghambat enzim, bahan

antimikrobial dan parfum.

Efektivitas khitosan sebagai bahan baku deodoran dapat

dibandingkan dengan triclosan, bahan antibakteri berdaya tinggi.

Ada empat kriteria pengukuran yaitu efek deodorisasi, sensasi,

kelengketan dan kecocokan terhadap kulit. Hasilnya, efek

deodorisasi dan kecocokan terhadap kulit dari khitosan lebih baik

dibanding triclosan. Hasil uji deodoran antara khitosan dengan

triclosan dapat dilihat pada Gambar 16.

Pada uji lain yang membandingkan antara formulasi

mengandung khitosan dengan formulasi mengandung triethyl

citrate, kecocokan terhadap kulit dari khitosan lebih baik

dibandingkan triethyl citrate. Hasil uji deodoran antara khitosan

dengan triethyl citrate dapat dilihat pada Gambar 17.

Khitosan dapat mempertahankan keharuman parfum dan

menutupi bau lebih lama. Hasil uji intensitas parfum dan adhesi

dalam formulasi deodoran dapat dilihat pada Gambar 18.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

42

Gambar 16. Hasil Uji Deodoran Antara Khitosan dengan Triclosan

Gambar 17. Hasil Uji Deodoran Antara Khitosan dengan Triethyl Citrate

Gambar 18. Hasil Uji Intensitas Parfum dan Adhesi dalam Formulasi Deodoran

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

43

Karakteristik khitosan dan efek yang ditimbulkannya

sebagai bahan perawat rambut antara lain membuat rambut mudah

diatur, tidak lengket, rambut mudah dibersihkan, sensitivitas yang

rendah terhadap kelembaban sehingga cocok untuk segala jenis

cuaca, melindungi rambut dari kekeringan, rambut patah dan

rambut bercabang dan cocok dengan kulit kepala.

Penggunaan khitosan membuat rambut tidak lengket dan

elastis. Hal ini dibuktikan dengan tingginya daya elongasi dan

amplitudo maksimal yang diukur dengan alat oscillator (Gambar

19). Rambut yang diberi perlakuan khitosan tidak berubah setelah

diberi perlakuan sebanyak sepuluh kali (Gambar 20). Khitosan

sebagai bahan baku produk perawatan rambut dapat digunakan

dalam segala cuaca. Hal ini terlihat dari curl retention dari rambut

yang diberi khitosan. Curl retention mengekspresikan hubungan

antara panjang lengkungan sebelum dan sesudah perlakuan

(Gambar 21). Kekuatan rambut yang diberi perlakuan khitosan

meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari kekuatan tarik rambut

yang diberi perlakuan khitosan lebih tinggi dibanding dengan yang

diberi perlakuan lain (Gambar 22). Rambut yang diberi perlakuan

khitosan lebih tahan rusak dibanding yang tidak menggunakan

khitosan (Gambar 23).

Gambar 19. Hasil Perlakuan Khitosan dan PVP/VA Kopolimer Terhadap Rambut

Penampang rambut setelah mendapat 10 kali perlakuan 0,1

Hydagen®HCMF

Penampang rambut setelah mendapat 10 kali perlakuan 2%

PVP/VA kopolimer

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

44

air

larutan 2,0% PVP/VA

larutan 0,1% Hidagen®HCMF

Merek dagang Eropa II (PVP/VA)

Merek dagang USA (PVP/VA)

Merek dagang Asia

Hydagen®HCMF formula (1% khitosan)

Merek dagang Eropa I (PVP/VA + Khitosan)

Gambar 20. Daya Elongasi dan Amplitudo Maksimal Rambut yang Diberi Berbagai Perlakuan

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

45

Gambar 21. Curl Retention dari Beberapa Rambut yang Diberi Perlakuan Khitosan dalam Beberapa Kondisi

Gambar 22. Kekuatan Tarik Rambut yang diberi Beberapa Perlakuan

Gambar 23. Hasil Perlakuan Khitosan Terhadap Ujung Rambut

Penampang ujung rambut setelah mendapat perlakuan

Hydagen®HCMF

Penampang rambut tanpa

perlakuan Hydagen®HCMF

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

46

Pengolah air dan limbah

Khitosan dapat digunakan sebagai bahan pengolah air

dan limbah. Kegunaan yang paling potensial khitosan adalah untuk

pengolahan limbah berbahaya. Pada umumnya limbah B3 ()

mengandung logam berat antara lain tembaga (Cu), merkurium

(Hg), kadmium (Cd), kromium (Cr), kobalt (Co), nikel (Ni), platina

(Pt), timah (Nn) dan timah hitam (Pb), . Penghasil limbah B3 adalah

industri-industri kimia, batu baterai, tambang emas tradisional,

industri elektronik, kulit, pestisida, zat warna, bahan peledak, baja,

dan logam.

Ada beberapa metode untuk memisahkan logam dari

limbah yaitu pengendapan, penyulingan, ekstraksi dengan pelarut,

liquid membran dan ekstraksi padatan-cairan (ion exchange, resin

pengkelat, biosorption). Khitosan merupakan salah satu bahan

biosorption yang dpat digunakan untuk memisahkan logam.

Menurut biosorption adalah penghilangan senyawa atau partikel

logam dari larutan menggunakan bahan baku biologis (Gadd,1990).

Biopolimer, sebagai bahan baku biosorption, dapat menjalankan

fungsi pemisahan logam dengan satu atau campuran dari beberapa

metode seperti ion exchange, complexation, koordinasi, pengkelat

dan adsorpsi.

Metode Biosorption mempunyai beberapa keunggulan

dibandingkan dengan metode konvensional (Volesky, 1999).

Beberapa keunggulan biosorption adalah selektif terhadap logam

yang akan dipisahkan, biodegradable, regeneratif (dapat digunakan

kembali), tidak ada masalah dari endapan yang dihasilkan, logam

yang dipisahkan dapat diambil kembali dan daya pemisahannya

lebih unggul dibandingkan dengan metode lain.

b. Strategi harga

Harga adalah jumlah uang yang diminta untuk barang atau

jasa tertentu. Harga dapat pula dikatakan sebagai jumlah nilai yang

dipertukarkan para konsumen untuk mencapai manfaat

penggunaan barang-barang atau jasa-jasa. Harga sangat

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

47

berhubungan dengan produk dan kualitas (Winardi, 1991). Harga

merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang

menghasilkan pendapatan. Suatu perusahaan harus menetapkan

harga untuk pertama kali ketika perusahaan tersebut

mengembangkan produk baru. Perusahaan harus memutuskan

dimana akan memposisikan produknya berdasarkan mutu dan

harga (Kotler, 2002).

Alasan yang mempengaruhi penetapan harga khitosan

adalah karakteristik khitosan sebagai produk industri, struktur pasar

persaingan murni yang berlaku dan karakteristik biaya serta harga

dari industri khitosan. Sebagai produk industri, khitosan telah

terstandardisasi (Ichsan et al., 2003), pembeli khitosan adalah

pembeli profesional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan

yang terampil dalam menilai penawaran bersaing, permintaan total

tidak tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan harga (Kotler, 2002),

harga merupakan harga tetap, jarang terjadi tawar-menawar,

penjual tidak akan meminta harga lebih rendah atau lebih tinggi

dibandingkan dengan harga yang berlaku dan harga tidak mudah

berubah (Winardi, 1991).

Karakteristik biaya dan harga khitosan dilihat dari analisa

sensitivitas adalah NPV masih positif, IRR masih di atas suku

bunga yang berlaku dan Net B/C masih diatas satu walaupun harga

bahan baku dan bahan pembantu naik sampai 346 %. Selain itu

ukuran-ukuran tersebut masih layak jika harga diturunkan sampai

23,03 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa industri khitosan ini

lebih peka terhadap perubahan harga jual dan kapasitas penjualan

dibandingkan dengan perubahan harga bahan baku. Makin besar

persamaan produk suatu perusahaan dan produk pihak

saingannya, makin tergantung perusahaan itu pada harga.

Oleh karena itu strategi penetapan harga yang dipakai

adalah penetapan harga sesuai dengan harga berlaku. Menurut

Kotler (2002), harga yang berlaku dianggap mencerminkan

kebijakan bersama industri sebagai harga yang akan menghasilkan

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

48

tingkat pengembalian investasi yang layak dan tidak

membahayakan keselarasan industri.

Laju inflasi rata-rata Indonesia periode Mei 2003 sampai

April 2004 sdalah sebesar 5,75 % (Bank Indonesia, 2004). Laju

inflasi tersebut dapat menyebabkan kenaikan biaya operasional

dan kenaikan harga khitosan di dalam pasar. Oleh karena itu harga

khitosan diasumsikan mengalami kenaikan sebesar 11,5 % setiap

dua tahun.

Harga khitosan pada pasar dunia pada tahun 2004

berkisar Rp. 4.117.392,00 sampai 8.242.560,00 per kilo gram

(Sigmaaldrich, 2004). Harga khitosan produksi Jinan Haidebei

Marine Bioengineering Co., Ltd. Sebesar USD 90 atau sekitar Rp.

874.800,00 Harga khitosan ditetapkan berdasarkan harga pokok

pembelian ditambah margin keuntungan sebesar 100 % dari harga

pokok produksi.

c. Strategi Distribusi

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang

saling tergantung yang terlibat dalam proses menjadikan produk

atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran level nol

(juga disebut saluran pemasaran langsung) terdiri dari perusahaan

yang langsung menjual kepada pelanggan akhir (Kotler, 2002).

Sebagai produk industri, konsumen khitosan sebagian

besar adalah perusahaan-perusahaan yang menggunakan khitosan

sebagai bahan baku atau bahan pembantu. Menurut Kotler (2002),

beberapa ciri pasar industri yang berkaitan dengan strategi

distribusi adalah perusahaan pembeli yang jumlahnya lebih sedikit

dibanding dengan konsumen barang konsumsi, jumlah pembelian

yang relatif besar, hubungan pemasok dan pelanggan yang erat,

pembeli yang terkonsentrasi secara geografis dan pembeli yang

profesional.

Berdasarkan ciri khitosan sebagai produk industri tersebut

maka saluran distribusi yang paling efektif adalah saluran level nol

atau saluran pemasaran langsung. Perusahaan khitosan langsung

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

49

menjual produknya ke perusahaan konsumen yang membutuhkan.

Strategi ini mengharuskan perusahaan mempunyai data yang

akurat mengenai perusahaan-perusahaan yang potensial

menggunakan khitosan beserta jumlah permintaannya.

d. Strategi Promosi

Konsep promosi diambil dengan tujuan agar para calon

konsumen mengenal dan mengerti produk yang dihasilkan

perusahaan (Ichsan et al., 2003). Pembeli profesional

menghabiskan waktu kehidupan profesional mereka dengan

mempelajari bagaimana melakukan pembelian yang lebih baik. Hal

ini berarti pemasar bisnis/industri harus menyediakan data teknis

yang lebih banyak tentang produk mereka serta keunggulannya

atas produk pesaing. Pemasar bisnis sekarang menempatkan

produk, harga dan informasi lain ke internet (Kotler, 2002).

Sesuai dengan khitosan sebagai produk industri, promosi

yang dilakukan difokuskan pada sarana-sarana yang mencakup

segmen yang lebih khusus seperti industri, kalangan peneliti

(laboratorium) dan toko toko kimia. Sarana–sarana tersebut berupa

situs internet, katalog industri, katalog bahan kimia, Yellow Page

untuk industri, dan pengiriman tenaga pemasar ke perusahaan-

perusahaan yang potensial menggunakan khitosan.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

50

V. ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS

Kajian aspek teknis teknologis meliputi penentuan bahan baku,

lokasi perusahaan, penentuan kapasitas produksi, penentuan teknologi

proses dan tata letak pabrik. Dalam melakukan kajian teknis teknologis,

akurasi kelayakan perusahaan bergantung dari akurasi masing-masing

kajian.

A. Bahan Baku

Khitin dan khitosan dapat dibuat dari jamur, serangga dan

udang-udangan. Limbah udang merupakan bahan baku pembuatan

khitin dan khitosan yang paling potensial. Limbah udang dihasilkan

oleh industri pengolahan udang. Produksi udang Indonesia

berdasarkan industri pengolahannya sebanyak 571.725.257 kg pada

tahun 2002 (BPS, 2003). Produksi sebesar itu akan menghasilkan

limbah udang minimal 171.517.577 kg karena menurut Mulyanto

(1984), banyaknya limbah udang mencapai 30%-75% dari berat

udang. Produksi udang berdasarkan industri pengolahannya dapat

dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Produksi Udang Berdasarkan Industri Pengolahannya

Tahun 1998-2002

Tahun Total (kg)

1998 319.830.004

1999 121.759.669

2000 127.759.454

2001 157.599.654

2002 571.725.257

Sumber : BPS (1998-2002)

Hasil tangkapan udang terus naik setiap tahun. Hasil

tangkapan udang di Indonesia tahun 2000 mencapai 249. 032 ton

(DKP, 2000). Tangkapan udang terbanyak di pulau Sumatera (119.424

ton) disusul oleh Kalimantan (71.443 ton), Maluku-Irian Jaya (25.004

ton), Jawa (24.198 ton), Sulawesi (7.256 ton) dan Bali-Nusa Tenggara

(1.716 ton). Propinsi yang menghasilkan udang terbanyak adalah

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

51

propinsi Riau (46.494 ton), Kalimantan Selatan (34.596 ton), Sumatera

Utara (31.261 ton), Kalimantan Barat (18.424 ton), Jambi (17.277 ton),

Kalimantan Timur (12.307 ton), Jawa Timur (10.902 ton), Maluku

(10.293 ton), Lampung (7.704) dan Jawa Barat (6.848 ton). Hasil

tangkapan udang dan hasil tangkapan udang berdasarkan propinsi

penghasilnya dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Tabel 12. Hasil Tangkapan Udang, Tahun 1991-2000

Tahun Jumlah Satuan Tahun Jumlah Satuan

1991 151.435 ton 1996 181.269 ton

1992 165.475 ton 1997 212.252 ton

1993 156.777 ton 1998 222.550 ton

1994 177.734 ton 1999 238.865 ton

1995 181.954 ton 2000 249.032 ton

Sumber : DKP (2000)

Tabel 13. Hasil Tangkapan Udang Berdasarkan Propinsi Penghasilnya, Tahun 2000

Propinsi Jumlah Propinsi Jumlah

Sumatera 119.424 Bali-Nusa Tenggara 1.716

D.I Aceh 6.218 Bali 168 Sumatera Utara 31.261 NTB 852 Sumatera Barat 2.596 NTT 696 Riau 46.494 Kalimantan 71.443

Jambi 17.277 Kalimantan Barat 18.424 Sumatera Selatan 6.393 Kalimantan Tengah 6.116 Bengkulu 1.481 Kalimantan Selatan 34.596 Lampung 7.704 Kalimantan Timur 12.307

Jawa 24.198 Sulawesi 7.256 DKI Jakarta 1.255 Sulawesi Utara 541 Jawa Barat 6.848 Sulawesi Tengah 24 Jawa Tengah 5.151 Sulawesi Selatan 5.808 D.I Yogyakarta 42 Sulawesi Tenggara 883 Jawa Timur 10.902 Maluku-Irian Jaya 25.004

Maluku 10.293 Irian Jaya 14.711

Sumber : DKP (2000)

Jika perusahaan berproduksi dengan kapasitas yang

ditetapkan yaitu sebesar 62 ton per tahun maka perusahaan

membutuhkan bahan baku limbah udang sebesar 4.200 kg per hari

atau 1.260 ton per tahun. Jumlah limbah udang yang dihasilkan oleh

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

52

industri pengolahan udang sebesar 171.517 ton. Jumlah tersebut

mencukupi kebutuhan bahan baku limbah udang industri khitin dan

khitosan.

Hasil tangkapan udang pada tahun 2000 sebesar 249. 032

ton (DKP, 2000). Limbah udang yang tersedia berdasarkan hasil

tangkapan udang sebesar 74.710 ton. Jumlah tersebut mencukupi

kebutuhan bahan baku limbah udang industri khitin dan khitosan.

Salah satu perusahaan yang memproduksi udang beku

adalah PT. Istana Cipta Sembada (ICS) unit Banyuwangi. Kapasitas

produksi rata-rata per hari PT. ICS sebesar 20 ton udang. Kapasitas

produksi per tahun sekitar 6.000 ton udang. Produksi sebesar itu akan

menghasilkan limbah udang sebesar 6 ton per hari atau 1.800 ton per

tahun. Limbah udang dari PT. ICS sudah mencukupi kebutuhan bahan

baku limbah udang industri khitin dan khitosan. Profil PT. ICS dapat

dilihat pada Lampiran 4.

Beberapa perusahaan memiliki skala industri yang lebih kecil

dibandingkan PT ICS. PT. Satu Tiga Enam Delapan (Banyuwangi)

berproduksi sebesar 869 ton pada tahun 2003. Produksi sebesar itu

menghasilkan limbah udang sebesar 260,7 ton.

Alternatif bahan baku industri khitin dan khitosan adalah

limbah rajungan/kepiting. Di Indonesia, perusahaan yang memproduksi

daging rajungan/kepiting berjumlah 22 buah. Pada tahun 2003, ekspor

rajungan/kepiting Indonesia sebanyak 13.244 ton (Dirjen. Perikanan

Budidaya, 2004). Limbah yang dihasilkan sekitar 50-65 % dari bobot

rajungan/kepiting yaitu sekitar 6.612-8.595 ton pada tahun 2003.

Kendala utama penggunaan bahan baku limbah

rajungan/kepiting adalah kandungan mineral yang tinggi dari cangkang

rajungan/kepiting tersebut (lebih dari 42%). Oleh karena itu, tahap

demineralisasi (penghilangan mineral) akan lebih panjang dan

dibutuhkan konsentrasi pelarut (HCl) yang lebih tinggi. Jika limbah

rajungan/kepiting digunakan sebagai bahan baku industri khitin dan

khitosan maka biaya produksi akan lebih tinggi dibandingkan jika

menggunakan bahan baku limbah udang.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

53

B. Lokasi Perusahaan

Terdapat prinsip-prinsip dalam penentuan lokasi yaitu

peraturan kebijaksanaan, pembobotan relatif, interaksi antara berbagai

faktor (input dan pasar) dan pertimbangan umum loksai lainnya

(Behrens dan Hawranek, 1991). Faktor-faktor utama yang diperhatikan

dalam menentukan lokasi pabrik adalah letak konsumen potensial atau

pasar sasaran yang akan dijadikan tempat produk dijual; letak bahan

baku utama, sumber tenaga kerja; sumber daya seperti air, kondisi

udara, tenaga listrik dan sebagainya; fasilitas transportasi untuk

memindahkan bahan baku ke pabrik dan hasil produksi ke pasar;

lingkungan masyarakat sekitar dan peraturan pemerintah (Umar,

2001).

Penentuan kriteria pemilihan lokasi dilakukan dengan

brainstorming dengan pakar dan studi pustaka. Kriteria pemilihan hasil

brainstorming dan studi pustaka adalah kemudahan suplai bahan

baku, kemudahan akses dengan pasar, sarana transportasi,

ketersediaan dan upah tenaga kerja dan utilitas (air, listrik).

Alternatif lokasi dipilih berdasarkan potensi penghasil bahan

baku limbah udang. Berdasarkan data BPS (2003), perusahaan

pengolahan udang skala menengah dan besar di Indonesia sebanyak

91 perusahaan. Perusahaan tersebut tersebar di lima pulau besar

(Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya), tersebar di 16

propinsi dan tersebar di 38 kota atau kabupaten. Perusahaan

pengolahan udang terbanyak di pulau Jawa yaitu sebanyak 35

perusahaan. Propinsi terbanyak perusahaan pengolahan udangnya

adalah propinsi Jawa Timur dengan 18 perusahaan pengolahan

udang. Kota atau kabupaten di Jawa Timur yang paling banyak industri

pengolahan udang adalah Banyuwangi.

Terdapat lima kota atau kabupaten yang berpotensi

menghasilkan bahan baku limbah udang terbesar yaitu Jakarta Utara

(10 perusahaan), Banyuwangi (5 perusahaan), Pontianak (6

perusahaan), Tarakan (6 Perusahaan) dan Ujung Pandang (10

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

54

perusahaan). Jumlah perusahaan pengolahan udang berdasarkan

kabupaten dan propinsinya dapat dilihat pada Tabel 14.

Setelah terdapat kriteria dan alternatif lokasi maka disusun

hirarki pemilihan lokasi pabrik. Susunan hirarki pemilihan lokasi pabrik

dapat dilihat pada Gambar 24. Berdasarkan hierarki pemilihan lokasi,

pendapat pakar dikumpulkan melalui kuesioner. Hasil kuesioner

dianalisis menggunakan software Criterium Decision Plus. Kuesioner

pemilihan lokasi pabrik khitosan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 14. Jumlah Perusahaan Pengolahan Udang Berdasarkan

Kabupaten dan Propinsinya

Propinsi Kota / Kabupaten Jumlah Sumatera Utara Medan 4 Tanjung Balai 2 Sumatera Selatan Banyuasin 1 Palembang 1 Riau Rokan Ilir 1 Bangka Belitung Pangkal Pinang 1 Bangka 1 Lampung Tulang Bawang 2 Jakarta Jakarta Utara 10 Banten Tangerang 1 Jawa Barat Karawang 1 Cirebon 2 Jawa Tengah Pekalongan 1 Semarang 1 Pati 1 Jawa Timur Banyuwangi 5 Malang 1 Pasuruan 1 Sidoarjo 3 Tuban 2 Surabaya 3 Gresik 2 Situbondo 1

Kalimantan Barat Pontianak 6 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 1 Kalimantan Timur Balikpapan 2 Tarakan 6 Kutai 2 Berau 1 Kalimantan Selatan Banjarmasin 2 Tanah Laut 2 Kota Baru 1 Sulawesi Selatan Bone 1 Ujung Pandang 10 Pangkajene Kepulauan 3 Irian Jaya Barat Manokwari 1 Sorong 4 Jayapura 1

Sumber : BPS (2003)

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

55

Hasil penilaian menggunakan metoda AHP dapat dilihat

pada Gambar 25. Nilai tertinggi dari alternatif lokasi adalah

Banyuwangi dengan nilai 0,29, sehingga Banyuwangi dipilih sebagai

lokasi pendirian pabrik Khitosan.

Faktor yang paling mempengaruhi penentuan lokasi adalah

kemudahan suplai bahan baku dengan bobot 49,4 %. Faktor

kemudahan akses dengan pasar merupakan faktor dengan bobot

terkecil karena karakteristik produk khitosan yang mudah dikemas dan

tidak memerlukan tempat yang luas untuk pengangkutannya. Nilai

pembobotan tiap-tiap kriteria dan alternatif-alternatif lokasi dapat dilihat

pada Tabel 15.

Gambar 24. Hierarki Keputusan Pemilihan Lokasi Pabrik

Gambar 25. Hasil Penilaian Menggunakan Metoda AHP

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

56

Tabel 15. Nilai Pembobotan Tiap-tiap Kriteria dari Alternatif-alternatif Lokasi

Kriteria Banyuwangi Jakarta Utara

Ujung Pandang

Tarakan Pontianak Bobot Kriteria

Kemudahan Suplai Bahan Baku

0,18 0,09 0,11 0,09 0,03 0,494

Ketersediaan dan Upah Tenaga Kerja

0,03 0,02 0,03 0,03 0,03 0,153

Utilitas (listrik, air dll) 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,138

Sarana Transportasi 0,03 0,04 0,02 0,02 0,02 0,138

Kemudahan Akses dengan Pasar

0,02 0,04 0,00 0,00 0,00 0,076

Hasil Akhir 0,29 0,21 0,20 0,18 0,12

C. Kapasitas Produksi

Luas produksi atau kapasitas produksi adalah jumlah atau

volume produk yang seharusnya dibuat oleh perusahaan dalam suatu

periode tertentu (Sumarni, 1993). Kapasitas produksi ditentukan

dengan mengacu pada pangsa pasar yang dapat diraih perusahaan

dan teknologi proses dan mesin yang dipilih.

Pangsa pasar khitin dan khitosan yang dapat diraih

perusahaan berdasarkan analisis pasar dan pemasaran adalah

sebesar 308 ton pada tahun 2004. Kapasitas perusahaan ditetapkan

tidak untuk memenuhi seluruh pangsa pasar khitin dan khitosan. Hal

tersebut karena khitin dan khitosan merupakan produk bahan baku

industri yang relatif baru digunakan di Indonesia. Oleh karena itu,

kapasitas perusahaan ditetapkan hanya sebesar 20% dari pangsa

pasar yang dapat diraih yaitu sebesar 62 ton per tahun atau 5,139 ton

per bulan atau 206 kg per hari.

Untuk mengamankan produksi perusahaan, kapasitas pada

tahun pertama tidak 100%. Perusahaan memproduksi khitin dan

khitosan sebesar 80 % (44 ton) dari kapasitas produksi pada tahun

pertama, 90 % (56 ton) pada tahun kedua dan 100 % pada tahun

ketiga dan seterusnya.

D. Teknologi Proses

Proses produksi khitin dan khitosan dilakukan secara kontinu

dengan menggunakan mesin dan peralatan yang dipasang berurutan

dari pengolahan bahan baku samapi menjadi produk jadi. Menurut

Sumarni (1993), ada dua jenis proses produksi yaitu proses produksi

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

57

terus-menerus (continuous) dan proses produksi yang terputus-putus

(intermitten). Proses produksi kontinu ditandai dengan aliran bahan

baku yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama sampai

produk selesai dikerjakan.

Ada beberapa alternatif metode untuk memproduksi khitin

dan khitosan yaitu metode kimia, elektro kimia, enzimatik dan radiasi.

Semua metode tersebut membutuhkan biaya yang tinggi. Metode

produksi yang dipilih adalah metode kimia. Metode ini menggunakan

proses ektraksi dengan uap air yang dihasilkan oleh boiler.

Keuntungan metode kimia adalah kapasitasnya yang besar, rendemen

yang dihasilkan tinggi, kualitas produk yang dihasilkan bervariasi dan

ada beberapa produk samping yang bisa dimanfaatkan kembali

(flavour, karoten, tepung kalsium dan protein konsentrat).

Perbandingan metode produksi khitin dan khitosan dapat dilihat pada

Tabel 16.

Tabel 16. Perbandingan Metode Produksi Khitin dan Khitosan

No. Deskripsi Metode Produksi

Kimia Elektrokimia Enzimatik Irradiasi

1 Reaksi Kimia Kimia Enzimatik Radiasi

2 Mesin/alat proses Boiler Ekstraktor Enzim counter

3 Bahan baku Kulit crust Kulit crust Bakteri Kulit crust,

bakteri

4 Bahan kimia HCl, NaOH HCl Buffer Katalis

5 Temperatur Tinggi Suhu kamar Suhu kamar Dingin

6 Waktu 1-2 jam Singkat Lama Singkat

7 Kapasitas produksi Tinggi Tinggi Rendah Rendah

8 Rendemen Tinggi Tinggi Rendah Rendah

9 Tingkat kualitas Bervariasi Bervariasi Tinggi Bervariasi

10 Dana investasi Tinggi Lebih tinggi Lebih tinggi Lebih tinggi

11 Tingkat keamanan Bahaya Lebih aman Lebih aman Bahaya

12 Limbah B3,

campuran B3, sejenis Campuran

B3, campuran

13 Produk samping

Flavour, karoten, tepung

kalsium, protein

konsentrat

Flavour, karoten, tepung

kalsium,

-- --

Proses produksi khitin dan khitosan dilakukan dengan

proses kimia. Limbah udang dicuci untuk menghilangkan kotoran.

limbah udang yang masih basah dikeringkan pada suhu 42 OC selama

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

58

4,8 jam sampai kadar air limbah udang sekitar 10 %. Kulit udang

kemudian dihancurkan. Selanjutnya, limbah udang dihilangkan

mineralnya dengan direaksikan dengan larutan HCl 1 N yang memiliki

nisbah bobot bahan dan volume larutan sebesar 1:7. Proses

demineralisasi dilakukan pada suhu 90OC selama 1 jam.

Selanjutnya, hasil pencucian pada proses demineralisasi

dilakukan proses deproteinasi dengan menambahkan larutan NaOH

3,5 N dengan nisbah bobot bahan dan volume larutan sebesar 1:10.

Proses deproteinasi ini dilakukan pada suhu 90OC selama 1 jam. Khitin

yang dihasilkan dari proses deproteinasi disaring dan dicuci dengan

air. Nisbah bobot bahan dengan volume air adalah 1:0,51811.

Khitin kemudian dideasetilasi dengan NaOH 50% dengan

nisbah bobot bahan dan volume laruten sebesar 1:20. Proses

deasetilasi dilakukan pada suhu 140OC selama 2 jam. Khitosan yang

dihasilkan dikeringkan sampai kadar air bahan sebesar 7,23%

kemudian digiling dan dikemas dalam kemasan polyetilen. Diagram alir

kualitatif proses pengolahan limbah udang menjadi khitin dan khitosan

yang diterapkan di pabrik dapat dilihat pada Gambar 26.

Neraca massa tidak lebih dari penghitungan aliran massa

dan perubahannya di dalam perlengkapan penampung atau pengolah

massa tersebut didalam sistem (Himmelblau, 1996). Neraca massa

dibuat untuk menghitung jumlah bahan baku, bahan pembantu dan

produk akhir yang dihasilkan dalam satu kali ukuran proses. Neraca

massa pengolahan khitin dan khitosan dibuat dengan basis bahan

baku limbah udang basah sebesar 4.200 kg. Neraca massa dalam

bentuk tabulasi dapat dilihat pada Lampiran 6.

1. Pencucian limbah udang

F3 (air kotor)

F4 (Limbah udang) Kadar air 81,962%

Pencucian

10% kotoran 90% limbah udang

F1 (Limbah udang kotor) 4.200 kg, kadar air 81,962%

F2 (air ) 1,5 X F1

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

59

Khitosan

Gambar 26. Diagram Alir Kualitatif Proses Pengolahan Limbah Udang Menjadi Khitin dan Khitosan yang Diterapkan di Pabrik

Deproteinasi 1 jam, 90

oC

Demineralisasi 1 jam, 90

OC

HCl 1 N, 1:7 (b/v)

Penyaringan dan Pencucian

NaOH 3,5 N, 1:10 (b/v)

Pencucian

Limbah Udang

Pengeringan

Penghancuran

Penyaringan dan Pencucian

Khitin

NaOH 50%, 1:20 (b/v)

Air 1,5 X limbah udang

Limbah air

Air dan uap air

Loss Limbah udang

Air 1:0,51811 (b/v)

Filtrat

Air 1:0,51811 (b/v) Filtrat

Air dan uap air Pengeringan

Penggilingan Loss khitin

Air 1:0,51811 (b/v) Filtrat

Deasetilasi 2 jam, 140

oC

Air dan uap air Pengeringan

Penyaringan dan Pencucian

Penggilingan dan Pengemasan

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

60

Kebutuhan air = 1,5 x 4.200 kg

= 6.300 kg

Keseimbangan limbah udang :

F4 = 0,90 x 4.200 kg

= 3.780 kg

Keseimbangan total :

F1 + F2 = F3 + F4

4.200 kg + 6.300 kg = F3 + 3.780 kg

F3 = 6.720

2. Pengeringan limbah udang

Keseimbangan limbah udang :

X6 (padatan) = X4 (padatan)

= 18,038% X F4

= 18,038% X 3.780 kg

= 681,836 kg

F6 = 100% X X6 (padatan) 90,19%

= 100% X 681,836 kg 90,19%

= 756 kg

Keseimbangan air :

F5 = F4 – F6

= 3.780 kg – 756 kg

= 3024 kg

3. Penghancuran limbah udang

F6 (Limbah udang) Kadar air 9,81%

Pengeringan F4 (Limbah udang) Kadar air 81,962%

X4 (air) : 81,962% X4 (padatan) : 18,038%

X6 (air) : 9,81% X6 (padatan) : 90,19% F5 (Air yang hilang)

F8 (Limbah udang) Kadar air 9,81%

Penghancuran F6 (Limbah udang) Kadar air 9,81%

X6 (air) : 9,81% X6 (padatan) : 90,19%

X8 (air) : 9,81% X8 (padatan) : 90,19% F7 (Loss)

5%

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

61

Keseimbangan limbah udang :

F7 = 5% X F6

= 5% X 756 kg

= 37,8 kg F8 = F6 – F7

= 756 kg – 37,8 kg

= 718,2 kg

X8 (padatan) = 90,19% X F8

= 647,745 kg

X8 (air) = F8 - X8 (padatan)

= 70,455 kg

4. Demineralisasi

Kebutuhan HCl 1N :

F9 = 7 X F8 X BJ HCl 1N

= 7 X 718,2 kg X 1,0858

= 5.458,751 kg

Keseimbangan total :

F10 = F8 + F9

= 718,2 kg + 5458,751 kg

= 6.176,951 kg

X10 (air) = X8 (air)

= 70,455 kg

F10 (Residu 1) Demineralisasi F8 (Limbah udang) Kadar air 9,81%

X8 (air) : 9,81% X8 (padatan) : 90,19%

F9 (HCl 1 N) 1:7 (b/v), BJ : 1,0858

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

62

5. Penyaringan dan pencucian mineral

Kebutuhan air :

F11 = 0,51811 X F10

= 0,51811 X 6.176,951 kg

= 3.200,340 kg

Keseimbangan mineral :

X12 (mineral) = 30% x X8 (padatan) x 98,05%

= 30% x 647,745 kg x 98,05%

= 211,259 Kg

X12 (HCl 1N) = F9

= 5.458,751 kg

X12 (Air) = F11

= 3.200,340 kg

F12 = X12 (mineral) + X12 (HCl 1N)

+ X12 (Air)

= 8.870,349 kg

Keseimbangan total :

F13 = F10 + F11 – F12

= 506,941 kg

X13 (air) = X10 (air)

= 70,455 kg

X13 (padatan) = F13 – X13

= 436,486 kg

F13 (Residu 2) F10 (Residu 1)

Mineral dalam F8 sebesar 30%

F11 (Air) 1:0,51811 (b/v)

Penyaringan & Pencucian

F12 (Filtrat) Persentase mineral yang hilang sebesar 98,05%

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

63

6. Deproteinasi

Kebutuhan NaOH 3,5 N :

F14 = 10 X F13 X BJ NaOH 3,5 N

= 7 X 506,941 kg X 1,0166

= 5.153,377 kg

Keseimbangan total :

F15 = F13 + F14

= 506,941 kg + 5.153,377 kg

= 5.660,318 kg

X15 (air) = 70,455 kg

7. Penyaringan dan pencucian protein

Kebutuhan air :

F16 = 0,51811 X F15

= 0,51811 X 5.660,318 kg

= 2.932,668 kg

Keseimbangan protein :

X17 (protein) = 28% X X8 (padatan) X 93,41%

= 28% X 647,745 kg X 93,41%

= 187,844 kg

F15 (Residu 3) Deproteinasi F13 (Residu 2)

F14 (NaOH 3,5 N) 1:10 (b/v), BJ 1,0166

F18 (Khitin) F15 (Residu 3)

Protein dalam F8 sebesar 28%

F17 (Filtrat) Persentase protein yang hilang sebesar 93,41%

Penyaringan & Pencucian

F16 (Air) 1:0,51811 (b/v)

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

64

X17 (NaOH 3,5 N) = F14

= 5.153,377 kg

X17 (air) = F16

= 2.932,668 kg

F17 = X17 (protein) +

X17 (NaOH 3,5 N) + X17 (air)

= 8.273,888 kg

Keseimbangan total :

F18 = F15 +F16 – F17

= 319,098 kg

X18 (air) = X15 (air)

= 70,455kg

X18 (padatan) = F18 – X18

= 248,642 kg

8. Pengeringan

Keseimbangan khitin :

X20 (padatan) = X18 (padatan)

= 248,642 kg

F20 = (100%) . x X20

(100%-7,23%)

= 268,020 kg

X20 (air) = F20 – X20

= 19,378 kg

Keseimbangan total :

F19 = F18 - F20

= 51,078 kg

F20 (Khitin) Kadar air : 7,23%

Pengeringan F18 (Khitin)

F19 (Air)

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

65

9. Penggilingan

Keseimbangan khitin :

F22 = (100%-2%) x F20

= 262,660 kg

X22 (air) = kadar air F20 x F22

= 7,23% x 262,660 kg

= 18,990 kg

X22 (padatan) = F22 – X22 (air)

= 243,669 kg

Keseimbangan total :

F21 = F20 – F22

= 5,360 kg

10. Deasetilasi

Kebutuhan NaOH :

F23 = 20 x F22 x BJ NaOH 50%

= 5.340,201 kg

Keseimbangan total :

F24 = F22 + F23

= 5.602,860 kg

X24 (air) = X22 (air)

= 18,990 kg

X24 (padatan) = X22 (padatan)

= 243,669 kg

F22 (Khitin) Penggilingan F20 (Khitin)

F21 (Loss) 2%

F24 (Residu 5) Deasetilasi F22 (Khitin)

F23 (NaOH 50%) 1:20 (b/v), BJ 1,0166

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

66

11. Penyaringan dan pencucian

Kebutuhan air :

F25 = 0,51811 x F24

= 2.902,898 kg

Keseimbangan total :

F26 = F24 +F25 – F27

= 8.259,028 kg

X26 (padatan) = X24 (padatan) - X27 (padatan)

= 44,756 kg

X26 (NaOH 50%) = F23

= 5.340,201 kg

X26 (air) = F26 – X26 (padatan)

– X26 (NaOH 50%)

= 2.874,072 kg

12. Pengeringan khitosan

Kesetimbangan khitosan :

X27 (padatan) = X29 (padatan)

= 198,914 kg

X27 (air) = (19,38%) x X27 (padatan) (100% - 19,38%)

= 47,816 kg

F27 = X27 (air) + X27 (padatan)

= 246,730 kg

F27 (Khitosan) Kadar air 19,38%

F24 (Residu 5)

F26 (Filtrat)

Penyaringan & Pencucian

F25 (Air) 1:0,51811 (b/v)

F29 (Khitosan) Kadar air : 7,23%

Pengeringan F27 (Khitosan) 19,38%

F28 (Air)

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

67

Keseimbangan total :

F28 = F27 – F29

= 32,314 kg

13. Penggilingan dan pengemasan

Keseimbangan khitosan :

F31 = 80% x F22

= 210,1278 kg

X31 (air) = 7,23% x F22

= 15,192 kg

X31 (padatan) = F31 – X31 (air)

= 194,936 kg

F29 = (100%/98%) x F31

= 214,416 kg

X29 (air) = 7,23% x F29

= 15,502 kg

X29 (padatan) = F29 – X29

= 198,914 kg

Keseimbangan total :

F30 = F29 – F31

= 4,228 kg

Untuk menghitung kebutuhan energi berupa bahan

bakar, steam atau listrik kita perlu menghitung kebutuhan energi

atau neraca energi dari proses produksi yang berlangsung.

Menurut Himmelblau (1996), neraca energi berkisar dari

menjawab pertanyaan seperti “Bahan bakar apa yang paling

ekonomis?”, “Apa yang dapat diperbuat terhadap kelebihan panas

yang dihasilkan?”, “Berapa banyak steam dan pada temperatur

dan tekanan berapa yang dibutuhkan untuk menghasilkan panas

F31 (Khitosan) 80%, kadar air 7,23%

Penggilingan & Pengemasan

F29 (Khitosan) 7,23%

F30 (Loss) 2%

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

68

pada proses?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang

berhubungan.

Pada pembuatan neraca energi diperlukan data

mengenai mesin yang digunakan, proses yang terjadi, kondisi

proses seperti suhu dan tekanan dan energi yang dikonsumsi

berdasarkan lamanya mesin tersebut beroperasi. Tabulasi

perhitungan neraca energi dapat dilihat pada Lampiran 7.

Hasil perhitungan neraca massa dan neraca energi

digunakan untuk menghitung analisis finansial sedangkan

spesifikasi peralatan dan mesin (khususnya ukuran dimensi)

digunakan untuk menentukan luasan ruang proses produksi.

Kebutuhan bahan baku dan energi dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Kebutuhan Bahan Baku dan Energi Pada Proses Produksi

No Komponen Jumlah

Penggunaan Satuan

Jumlah Penggunaan

Satuan

1 Limbah udang 4,478 kg/hari 112 kg/bulan

2 HCl 1N 175 kg/hari 4.375 kg/bulan

3 NaOH 3,5 N 5153 kg/hari 128.834 kg/bulan

4 NaOH 50% 5340 kg/hari 133.505 kg/bulan

5 Solar 735 liter/hari 18.375 liter/bulan

6 Listrik 454 kWh/hari 11.352 kWh/bulan

7 Air 15.336 kg/hari 383.398 kg/bulan

E. Tata Letak Pabrik

Tataletak pabrik disusun berdasarkan urutan-urutan tertentu.

Urutan tersebut meliputi merancang proses produksi, merancang aliran

bahan, membuat bagan keterkaitan aktivitas, diagram keterkaitan

kegiatan dan membuat pengalokasian wilayah (Apple, 1990). Tipe-tipe

tata letak produksi meliputi tata letak produk atau garis, tata letak

proses atau fungsional dan tata letak posisi tetap. Tata letak produk

merupakan pengaturan fasilitas produksi secara berurutan sesuai

dengan jalannya proses produk sejak dari bahan mentah sampai

dengan produk selesai diproses. Jenis tata letak ini biasanya untuk

membuat produk secara masal, terus-menerus dan produk yang

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

69

dihasilkan mempunyai standar tertentu (Sumarni, 1993). Tata letak

industri khitin dan khitosan termasuk tata letak produk.

Dengan mengacu pada alur proses pembuatan khitin dan

khitosan, tata letak dapat dibuat pertama kali dengan menentukan

bagan keterkaitan aktivitas atau peta keterkaitan kegiatan untuk

menempatkan lokasi ruang-ruang yang berkaitan dengan operasi

produksi. Bagan keterkaitan aktivitas dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Diagram Keterkaitan Aktivitas

11

22

33

44

55

66

77

88

99

1010

1111

1212

1313

1414

Ruang Penyimpanan Bahan BakuRuang Penyimpanan Bahan Baku

Penerimaan dan Gudang Bahan LainPenerimaan dan Gudang Bahan Lain

Tangki dan Pengolahan AirTangki dan Pengolahan Air

Ruang PencucianRuang Pencucian

Ruang Pengeringan Limbah UdangRuang Pengeringan Limbah Udang

Ruang PenghancuranRuang Penghancuran

Ruang DemineralisasiRuang Demineralisasi

Ruang DeproteinasiRuang Deproteinasi

Ruang Pengeringan KhitinRuang Pengeringan Khitin

Ruang PenggilinganRuang Penggilingan

Ruang DeasetilasiRuang Deasetilasi

Ruang Pengeringan KhitosanRuang Pengeringan Khitosan

Ruang Penggilingan dan PengemasanRuang Penggilingan dan Pengemasan

Ruang Penyimpanan ProdukRuang Penyimpanan Produk

12

34

56

78

910

1112

1314

15

I

1

U

E

-

-

A

U

U

U-

A

A

A

A

A

E

A

A

E

1515

Ruang Pembangkit UapRuang Pembangkit Uap

1616

Ruang Pembangkit TenagaRuang Pembangkit Tenaga

16

E

U

X

U

X

X X

X

U

U

U

I

U

U

X

I

I

U

U

I

U

U

U

X

U

U

U

U

U

X

X

X

X

I

U

U

U

U

U

U

U

U

I

E

U

U

U

U

E

X

U

U

U

E

U

U

U

U

U

U

X

U

U

U

I

I

U

U

U

E

U

UE

U

U

U

U

X

U

U

U

U

U

U

X

U

U

U

U

U

E

U

U

U

U

U

U

U

U

U

U

U

E

U

A Absolute A Absolute

E Especially important E Especially important

I Important I Important

U Unimportant U Unimportant

O Ordinary O Ordinary

X Undesirable X Undesirable

NoNo

AlasanAlasan

11

Urutan aliran prosesUrutan aliran proses

22

Pencegahan kontaminasi zat atau bauPencegahan kontaminasi zat atau bau

33

Kesamaan penggunaan utilitasKesamaan penggunaan utilitas

44

Memudahkan penampungan limbahMemudahkan penampungan limbah

55

Kemudahan pengangkutanKemudahan pengangkutan

1717

Ruang Pengolahan LimbahRuang Pengolahan Limbah

U

U

X

X

X

O

X

O

O

O

O

X

X

U

U

X

17

-

-

-

-

--

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

--

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

4

4

4

4

4

3

3

3

3

3

3

5

3

5

3

1

1

1

1

1

1

1

1

3

5

3

3

3

3

5

-

-

3

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

70

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam

merencanakan keterkaitan kegiatan diantaranya adalah sifat atau

karakteristik bangunan, tapak bangunan, fasilitas luar dan

kemungkinan perluasan (Apple, 1990). Untuk membantu menentukan

kegiatan yang harus diletakkan pada satu tempat, telah ditetapkan

satu pengelompokan derajat kedekatan dengan simbol A, E, I, U dan X

dengan alasan-alasan yang telah didefinisikan.

Selanjutnya informasi yang ada pada bagan keterkaitan

aktivitas dituangkan pada diagram keterkaitan kegiatan. Menurut Apple

(1990), tujuan dari diagram keterkaitan kegiatan adalah menjadi dasar

perencanaan keterkaitan antar pola aliran barang dan lokasi kegiatan

pelayanan dihubungkan dengan kegiatan produksi. Diagram

keterkaitan kegiatan dapat dilihat pada Gambar 28.

Langkah selanjutnya adalah menentukan analisis kebutuhan

luasan ruang yang diperlukan. Penentuan kebutuhan luasan ruang

memerlukan data mengenai mesin dan alat produksi serta jumlah

ruangan yang dibutuhkan. Salah satu cara menentukan luasan

ruangan adalah dengan menghitung perkiraan ruangan yang

dibutuhkan bagi tiap-tiap mesin dan peralatan pabrik.

A: - E: 4,7,8,11

I: 15 O: -

3

X: 9,10,12,13,16

A: - E: -

I: - O: -

16X: 1,2,3,9,12,13,14

A: - E: -

I: 3,7,8,11 O: -

15X: 9,10,12,13

A: - E: 13

I: 2,10 O: -

14X: 16,17

A: - E: 6,10,12,14

I: - O: -

13X; 3,15,16,17

A: 11 E: 9,12

I: - O: -

12X: 3,15,16,17

A: 10,12 E: 3

I: 7,8,15 O: 17

11X: -

A: 8 E: 10,12

I: - O: -

9X: 3,15,16,17

A: 7 E: 3

I: 11,15 O: 17

8

X: -

A: 6 E: 3,10,13

I: - O: -

7

X: -

A: 5,7 E: 10,13

I: - O: -

6

X: -

A: 4,5 E: -

I: - O: 17

5

X: -

A: 1,5 E: 3

I: - O: 17

4

X: -

A: - E: -

I: 1,13,14 O: -

2

X: 16,17

A: 4 E: -

I: 2 O: -

1

X: 16,17

A: - E: -

I: - O: 4,5,7,8,11

17X: 1,2,9,10,12,13,14

A: 11 E: 9,6,13

I:14 O: -

10X: 3,15,17

Gambar 28. Diagram Keterkaitan Kegiatan

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

71

Setelah diagram keterkaitan aktivitas, diagram keterkaitan

kegiatan dan analisis kebutuhan luasan ruang dibuat, wilayah pabrik

dialokasikan dengan cara menyusun templet luasan ruangan.

Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah jalur produksi, koordinasi

tempat kerja, kemungkinan perluasan, keluwesan letak ruangan,

kebutuhan gang, jarak antar alat dan mesin dan jarak aman antar

bangunan. Menurut Apple (1990), prosedur ini mungkin membutuhkan

kompromi dan perubahan dalam bangun wilayah atau ukurannya dan

mungkin tidak memenuhi sepenuhnya prioritas diagram keterkaitan

kegiatan. Alokasi luas ruang produksi berdasarkan kebutuhan luasan

ruang produksi dapat dilihat pada Tabel 18. Gambar alokasi ruangan

dapat dilihat pada Gambar 29.

Tabel 18. Alokasi Luas Ruang Produksi

No Nama Ruang Luas Ruang

(m2)

Panjang (m) Lebar (m)

1 Ruang penyimpanan bahan baku 576 24 24

2 Ruang penerimaan dan gudang bahan lain 576 24 24

3 Tangki dan pengolahan air 288 18 16

4 Ruang pencucian 288 18 16

5 Ruang pengeringan limbah udang 252 18 14

6 Ruang penghancuran 252 18 14

7 Ruang demineralisasi 288 18 16

8 Ruang deproteinasi 288 18 16

9 Ruang pengeringan khitin 252 18 14

10 Ruang penggilingan khitin 252 18 14

11 Ruang deasetilasi 324 18 18

12 Ruang pengeringan khitosan 324 18 18

13 Ruang penggilingan dan pengemasan 324 18 18

14 Ruang penyimpanan produk 324 18 18

15 Ruang pembangkit uap 288 18 16

16 Ruang pembangkit tenaga 288 18 16

17 Ruang pengolahan limbah 562 38 23

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

72

Gambar 29. Alokasi Ruang Produksi

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

73

VI. ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek manajemen

dalam operasi mengkaji jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan,

persyaratan yang diperlukan untuk memegang jabatan-jabatan tertentu,

dan struktur organisasi perusahaan.

A. Kebutuhan Tenaga Kerja

Penjalanan perusahaan khitosan memerlukan tenaga kerja

yang terdiri dari tenaga kerja langsung dan tak langsung. Mesin dan

peralatan pada proses produksi memerlukan tenaga kerja langsung

yang mengoperasikannya. Sedangkan tenaga tak langsung

menjalankan fungsi-fungsi yang tidak berhubungan langsung dengan

proses produksi. Tenaga kerja langsung, berdasarkan jabatannya,

meliputi pekerja (15 orang), operator (13 orang) dan supervisor (13

orang). Masing-masing mempunyai deskripsi tugas yang berbeda.

Tabulasi tenaga kerja langsung dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Tabulasi Tenaga Kerja Langsung

No Proses Produksi/Ruang

Jabatan

Jumlah Pekerja Operator

Supervisor/ Kepala Bagian

1 Ruang penyimpanan bahan baku

2 - 1 3

2 Ruang penerimaan dan gudang bahan lain

2 - 1 3

3 Tangki dan pengolahan air 2 1 1 4

4 Pencucian 2 - 1 3

5 Pengeringan limbah udang 2 1 1 5

6 Penghancuran - 1

7 Demineralisasi - 1 1 3

8 Deproteinasi - 1

9 Pengeringan khitin - 1 1 3

10 Penggilingan khitin - 1

11 Deasetilasi - 1 1 2

12 Pengeringan khitosan - 1 1 3

13 Penggilingan dan pengemasan - 1

14 Ruang penyimpanan produk 1 - 1 2

15 Ruang pembangkit uap 1 1 1 5

16 Ruang pembangkit tenaga 1 1

17 Pengolahan limbah 1 1 1 3

18 Pengawasan mutu 1 - 1 2

Total 15 13 13 41

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

74

Tenaga kerja tak langsung terdiri dari presiden direktur,

direktur, manajer, administratif dan keamanan. Kualifikasi tenaga kerja

dan jabatan dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Jabatan dan Kualifikasi Tenaga Kerja

No Jabatan Kualifikasi Jumlah

1 Presiden Direktur S2 Berpengalaman (min. 5 tahun) 1

2 Direktur Pemasaran S2 Pemasaran (min. 5 tahun) 1

3 Direktur Teknik S2 Teknik (min. 5 tahun) 1

4 Direktur Produksi S2 Kimia/Pangan (min.5 tahun ) 1

5 Direktur HRD S1 Psikologi (min. 5 tahun) 1

6 Direktur Keuangan S2 Keuangan (min. 5 tahun) 1

7 Manajer Pemasaran S1 Pemasaran (min. 2 tahun) 1

8 Manajer PPIC S1 Teknik Industri (min. 2 tahun) 1

9 Manajer Maintenance S1 Teknik (min. 2 tahun) 1

10 Manajer Produksi S1 Kimia/Pangan (min. 2 tahun) 1

11 Manajer R & D S1 Kimia/Pangan (min. 2 tahun) 1

12 Manajer SDM S1 Psikologi/Tekn. Industri (min. 2 tahun) 1

13 Manajer Keamanan dan Kesra

S1 Psikologi/Tekn. Industri (min. 2 tahun) 1

14 Manajer Keuangan S1 Keuangan (min. 2 tahun) 1

15 Manajer Pembelian S1 Tekn. Industri/Keuangan (min. 2 Tahun) 1

16 Supervisor Produksi S1 Kimia/Pangan 13

17 Operator Produksi D3 Teknik, SMU/STM 13

18 Administrasi D3/SMU 10

19 Keamanan Sekolah Menengah 8

20 Supir Sekolah Menengah 4

21 Pekerja Sekolah Menengah 15

Total 78

B. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merujuk kepada cara dimana kegiatan-

kegiatan sebuah organisasi dibagi, diorganisasikan dan dikoordinasi

(Stoner dan Freeman, 1994). Jenis organisasi terdiri dari organisasi

lini, staf, lini-staf dan fungsional. Organisasi fungsional adalah bentuk

organisasi yang susunannya berdasarkan atas fungsi-fungsi yang ada

dalam organisasi tersebut. Seorang karyawan tidak hanya

bertanggungjawab kepada satu orang atasan saja. Pimpinan

berwenang pada satuan-satuan organisasi dibawahnya di dalam

bidang pekerjaan tertentu. Kebaikan struktur organisasi ini adalah

kemungkinan adanya spesialiasi, mudah untuk mengisi setiap jabatan

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

75

dan memberikan pengawasan yang efektif kepada karyawan (Sumarni,

1993).

Oleh karena hal di atas, perusahaan khitosan menggunakan

jenis struktur organisasi fungsional. Struktur organisasi ini terdiri dari

presiden direktur, lima orang direktur, sembilan orang manajer,

supervisor produksi, pekerja dan operator produksi dan administrasi,

keamanan serta supir. Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran

8.

C. Deskripsi Tugas

Deskripsi tugas atau struktur organisasi selalu berkaitan

dengan wewenang, delegasi dan tanggungjawab (Stoner dan

Freeman, 1994). Ketiganya perlu untuk memastikan seluruh pekerjaan

organisasi perusahaan dapat berjalan dengan semestinya dan bila

terjadi kesalahan jelas siapa yang seharusnya bertanggungjawab.

Deskripsi tugas dan tanggungjawab dari masing-masing jabatan

perusahaan khitosan dijelaskan dibawah ini.

1. Presiden direktur, bertugas sebagai pelaksana kebijakan yang telah

digariskan oleh pemegang saham. Presiden Direktur juga bertugas

menjalin kerjasama dengan mitra bisnis, masyarakat dan

pemerintah. Selain itu, presiden direktur bertanggungjawab

terhadap keseluruhan pencapaian tujuan perusahaan dan terhadap

keseluruhan orgnisasi perusahaan.

2. Direktur pemasaran, bertugas merencanakan strategi pemasaran

dan menetapkan target penjualan dengan mempertimbangkan

faktor persaingan, regulasi pemerintah dan keinginan konsumen.

Direktur pemasaran bertanggungjawab terhadap pelaksanaan

penjualan dalam negri dan ekspor.

3. Direktur teknik, bertugas mengembangkan teknik efisiensi produksi

dan menjalankan fungsi penggantian mesin dan alat yang

memakan biaya besar. Direktur teknik bertanggungjawab terhadap

perencanaan produksi dan kontrol, pemeliharaan dan penyediaan

mesin dan peralatan.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

76

4. Direktur produksi, bertugas menetapkan target produksi tahunan

dan kemungkinan pengembangan jumlah produksi. Direktur

produksi bertanggungjawab terhadap pencapaian target produksi

dan kualitas produk yang dihasilkan.

5. Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia (HRD), bertugas

merencanakan strategi dan menetapkan target peningkatan

kualitas tenaga kerja. Direktur HRD bertanggungjawab terhadap

pemenuhan tenaga kerja berkualitas, kesejahteraan karyawan dan

keamanan keseluruhan pabrik.

6. Direktur keuangan, bertugas merencanakan strategi keuangan

yang efektif, menentukan indikator dan posisi kesehatan

perusahaan dari segi keuangan. Direktur keuangan

bertanggungjawab terhadap pencatatan keuangan perusahaan,

pengontrolan pos-pos pengeluaran perusahaan.

7. Manajer pemasaran, bertugas mencapai target penjualan tahunan,

memasarkan produk, promosi dan membuka target konsumen baru

pada pasar dalam negeri.

8. Manajer Production Planning and Inventory Control (PPIC),

bertugas merencanakan dan mengendalikan jadwal produksi,

penyimpanan bahan baku dan produk jadi dan mencari serta

menjalankan teknik kerja yang lebih efisien.

9. Manajer maintenance, bertugas melakukan pemeliharaan dan

penyediaan mesin dan peralatan.

10. Manajer produksi, bertugas menjalankan produksi harian

perusahaan.

11. Manajer Riset dan Pengembangan (R & D), bertugas

mengembangkan produk baru yang lebih berkualitas dan

mengontrol kualitas produksi.

12. Manajer sumber daya manusia (SDM), bertugas melakukan upaya

peningkatan kualitas tenaga kerja, menyeleksi dan menerima

tenaga kerja baru.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

77

13. Manajer keamanan dan kesejahteraan, bertugas dan

bertanggungjawab terhadap keamanan keseluruhan wilayah

perusahaan dan kesejahteraan karyawan.

14. Manajer keuangan, bertugas melakukan pencatatan keuangan dan

pengontrolan pos-pos pengeluaran perusahaan.

15. Manajer pembelian, bertanggungjawab melakukan pembelian

bahan baku, bahan pendukung, mesin dan peralatan produksi.

16. Supervisor produksi, bertugas melakukan supervisi terhadap kinerja

karyawan dan proses produksi.

17. Operator produksi, bertugas mengoperasikan mesin-mesin

produksi.

18. Administrasi, bertugas menjalankan fungsi-fungsi administrasi

seperti kesekretariatan, resepsioonis dan membantu tugas-tugas

para manajer.

19. Keamanan, bertugas menjaga keamanan perusahaan.

20. Supir, bertugas mengemudikan kendaran perusahaan.

21. Pekerja, bertugas melakukan kerja-kerja manual pada proses

produksi.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

78

VII. ASPEK LEGAL YURIDIS

A. Bentuk Usaha

Bentuk usaha yang dipilih adalah Perseroan Terbatas (PT).

Menurut Simatupang (2003), Perseroan Terbatas adalah badan hukum

yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang dan

peraturan pelaksanaannya.

Ada beberapa keuntungan maupun kerugian perusahaan

yang berbentuk Perseroan Terbatas. Menurut Sumarni (1993),

keuntungan PT. adalah adanya tanggungjawab terbatas dari

pemegang saham terhadap hutang-hutang perusahaan, mudah

mendapat tambahan modal, kelangsungan hidup PT. lebih terjamin

karena pemiliknya dapat berganti-ganti, terdapat efisiensi pengelolaan

sumber dana dan efisiensi pimpinan.

Kerugian Perseroan Terbatas, menurut Sumarni (1993),

adalah PT. merupakan subjek pajak tersendiri dan deviden yang

diterima oleh pemegang saham dikenakan pajak lagi dan kurang

terjaminnya rahasia perusahaan karena semua kegiatan perusahaan

harus dilaporkan kepada pemegang saham.

B. Prosedur Perizinan

Izin bidang industri meliputi Izin Usaha Industri yang

selanjutnya disebut IUI, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri yang

selanjutnya disebut TDI (Deperindag, 2004). Perusahaan industri yang

akan mendirikan pabrik baru, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 5 tahun 1992, harus mengajukan izin Undang Undang

gangguan (UUG/HO) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada

Kepala Daerah setempat.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

79

C. Perpajakan Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu subjek pajak

penghasilan. Penentuan pajak penghasilan dilakukan berdasarkan

Undang Undang Perpajakan nomor 17 tahun 2000. Besarnya pajak

penghasilan yaitu untuk keuntungan di bawah Rp. 50 juta maka

dikenakan pajak 10 % dari pendapatan; apabila pendapatan antara

Rp. 50 juta sampai dengan 100 juta maka dikenakan pajak 10 % dari

Rp. 50 juta ditambah 15 % dikali pendapatan yang telah dikurangi Rp.

50 juta; apabila pendapatan berada diatas Rp. 100 juta maka

dikenakan pajak sebesar 10 % dikali Rp. 50 juta ditambah 15 % dikali

Rp. 50 juta ditambah 30 % dari pendapatan yang telah dikurangi Rp.

100 juta.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

80

VIII. ASPEK LINGKUNGAN

Ada dua hal yang dikaji dalam aspek lingkungan yaitu Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan dan potensi limbah dari industri khitosan.

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 17 tahun

2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib

Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, industri

khitosan termasuk industri yang wajib dilengkapi AMDAL.

A. AMDAL Menurut Suratmo (1998), Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) adalah suatu analisis suatu proyek yang meliputi

pekerjaan evaluasi dan pendugaan dampak proyek dan bangunannya,

prosesnya maupun sistem dari proyek terhadap lingkungan yang

berlanjut ke lingkungan hidup manusia. Menurut Asisten Departemen

Kajian Dampak Lingkungan Departemen Lingkungan Hidup (2004),

AMDAL terdiri dari empat dokumen yaitu Dokumen Kerangka Acuan

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), Dokumen Analisis

Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Dokumen Rencana Pengelolaan

Lingkungan Hidup (RKL) dan Dokumen Rencana Pemantauan

Lingkungan Hidup (RPL).

1. KA-ANDAL

Dokumen KA-ANDAL disusun terlebih dahulu untuk

menentukan lingkup studi dan mengidentifikasi isu-isu pokok yang

harus diperhatikan dalam penyusunan ANDAL. Dokumen ini dinilai

di hadapan Komisi Penilai AMDAL. Setelah disetujui isinya,

kegiatan penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL barulah dapat

dilaksanakan.

2. ANDAL

Dokumen ANDAL mengkaji seluruh dampak lingkungan

hidup yang diperkirakan akan terjadi, sesuai dengan lingkup yang

telah ditetapkan dalam KA-ANDAL.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

81

3. RKL dan RPL

Rekomendasi pengelolaan lingkungan dan rekomendasi

pemantauan lingkungan digunakan untuk mengantisipasi dampak-

dampak yang telah dievaluasi dalam dokumen ANDAL disusun

dalam dokumen RKL dan RPL.

Keempat dokumen tersebut diajukan bersama-sama untuk

dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang

menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut

layak secara lingkungan atau tidak, dan apakah perlu

direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.

Dalam penyusunan studi AMDAL, perusahaan dapat

meminta jasa konsultan untuk menyusunkan AMDAL. Penyusun

dokumen AMDAL diharapkan telah memiliki sertifikat Penyusun

AMDAL (lulus kursus AMDAL B) dan ahli di bidangnya. Ketentuan

standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam

Keputusan Kepala Bapedal Nomor 9 tahun 2000. Berbagai

pedoman penyusunan yang lebih rinci dan spesifik menurut tipe

kegiatan maupun ekosistem yang berlaku juga diatur dalam

berbagai Keputusan Kepala Bapedal.

Prosedur AMDAL di Indonesia terdiri dari proses

penapisan (screening) wajib AMDAL, proses pengumuman dan

konsultasi masyarakat, penyusunan dan penilaian KA-ANDAL,

penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL.

Proses penapisan atau proses seleksi wajib AMDAL yaitu

proses menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib

menyusun AMDAL atau tidak. Proses pengumuman dan konsultasi

masyarakat didasarkan pada Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor

8 tahun 2000. Perusahaan wajib mengumumkan rencana

kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan

tersebut, menanggapi masukan yang diberikan dan kemudian

melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum

menyusun KA-ANDAL.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

82

Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan

mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian

Komisi AMDAL). Setelah dokumen KA-ANDAL selesai disusun,

perusahaan dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai

AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu

maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari diluar waktu yang

dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki atau menyempurnakan

kembali dokumennya.

B. Potensi Limbah Industri

Salah satu pertimbangan utama dari produksi semua jenis

khitosan adalah jumlah limbah cair yang besar dihasilkan selama

proses produksi yang dapat mengandung komponen yang

membahayakan lingkungan. Limbah tersebut dapat menghasilkan

Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

83

IX. ASPEK FINANSIAL

Beberapa hal yang dikaji dalam aspek finansial adalah sumber

dana dan struktur pembiayaan, jumlah biaya investasi, harga dan

prakiraan penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, analisa titik

impas, Kriteria kelayakan investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP, ROI) dan

analisa sensitivitas.

A. Asumsi

Perkiraan biaya membutuhkan asumsi untuk memudahkan

perhitungan. Asumsi-asumsi tersebut dijelaskan di bawah ini.

a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun.

b. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek bernilai 50 % dari nilai

awal sedangkan nilai tanah tetap pada masa akhir proyek.

c. Nilai sisa mesin dan peralatan sebesar 10 % dari nilai awal, biaya

pemeliharaan sebesar 3 % dari nilai investasi tetap dan biaya

asuransi sebesar 2 % setiap tahun dari total nilai mesin dan

peralatan yang diasuransikan.

d. Nilai depresiasi dihitung dengan metode penjumlahan angka tahun

(Sum-of-Years Digits Depreciation).

e. Kapasitas produksi khitosan sebesar 62 ton per tahun dengan

kebutuhan bahan baku limbah udang sebanyak 1260 per tahun.

f. Suku bunga yang digunakan adalah 19 % per tahun dan Debt

Equity Ratio (DER) sebesar 70:30.

g. Biaya investasi adalah biaya investasi tetap ditambah biaya modal

kerja selama satu tahun dan dikeluarkan seluruhnya pada tahun

ke-0.

h. Sebanyak 10 % produk khitosan pada tahun diproduksi tidak

terjual.

i. Harga jual naik setiap dua tahun sekali sebesar 11,5 % dan biaya

operasional naik setiap tahun sekali sebesar 5,75 %.

j. Pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak nomor 17

tahun 2000 sebesar :

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

84

- Jika pendapatan < Rp.50.000.000,00, pajak sebesar 10 % x

pendapatan

- Jika Rp.50.000.000,00<pendapatan<Rp.100.000.000,00, pajak

sebesar (10% x Rp.50.000.000,00) + (15% x (pendapatan-

Rp.50.000.000,00))

- Jika pendapatan > Rp.100.000.000,00, maka pajak sebesar

(10% x Rp.50.000.000,00) + (15% x Rp.50.000.000,00) + (30% x

(pendapatan – Rp.100.000.000,00))

k. Kapasitas produksi pada tahun pertama sebesar 80 % dari total

kapasitas, tahun kedua sebesar 90 % dari total kapasitas dan tahun

ketiga sampai tahun kesepuluh, pabrik berproduksi penuh.

B. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan

Sumber dana pembiayaan investasi perusahaan khitosan ini

terdiri dari dua bagian yaitu dana pinjman bank dan dari modal sendiri.

Jenis pinjaman yang diberikan oleh bank adalah kredit investasi yang

diberikan untuk mendirikan usaha baru. Nilai suku bunga untuk kredit

investasi tersebut adalah 19 % dengan porsi pendanaan atau Debt

Equity Ratio (DER) adalah 70 % dari pihak bank dan 30 % dari pihak

peminjam.

Jumlah kredit investasi yang diberikan oleh bank sebesar

70 % dari total biaya investasi adalah sebesar Rp. 16.295.810.039,00

sedangkan biaya investasi dari modal sendiri sebesar

Rp. 6.983.918.588,00. Total biaya investasi industri khitosan sebesar

23.279.728.627,00.

Pembayaran pinjaman terdiri dari pembayaran angsuran dan

pembayaran bunga pinjaman. Pembayaran angsuran maupun bunga

pinjaman dimulai dari tahun pertama dengan jangka waktu

pembayaran selama 10 tahun. Pembayaran angsuran dapat dilihat

pada Lampiran 9.

C. Biaya Investasi

Biaya investasi adalah penggunaan dana untuk menanam

modal dalam proyek baru (Ichsan et al., 2003). Biaya investasi total

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

85

terdiri dari biaya investasi tetap dan biaya modal kerja pada tahun

pertama. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), biaya investasi

tetap adalah biaya untuk aktiva tetap yang terdiri dari aktiva tetap

berwujud (tanah, bangunan, mesin dll.) dan aktiva tetap tidak tidak

berwujud (biaya pendahuluan, biaya sebelum operasi dll.). Komposisi

investasi tetap dapat dilihat pada Tabel 21. Rincian biaya investasi

tetap, nilai sisa dan biaya depresiasi secara lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 10.

Tabel 21. Komposisi Biaya Investasi Tetap

No. Komponen Nilai (Rp.) Persentase (%)

1 Lahan 3.447.600.000 23,00

2 Bangunan produksi 2.298.400.000 15,33

3 Persiapan (perizinan, AMDAL, paten)

126.400.000 0,84

4 Pekerjaan sipil dan struktur lain 3.688.477.000 24,61

5 Peralatan umum 1.872.578.000 12,49

6 Mesin dan peralatan 3.555.401.000 23,72

Total 14.988.856.000 100

Modal kerja dapat diartikan semua investasi yang diperlukan

untuk aktiva lancar (Husnan dan Suwarsono, 2000). Modal kerja dalam

perencanaan industri khitosan ini adalah biaya yang diperlukan untuk

menjalankan perusahaan selama tahun pertama. Biaya operasional

tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja, administrasi, pemasaran,

depresiasi, asuransi, riset dan pengembangan, pemeliharaan, bahan

mentah, kemasan dan bahan bakar. Komposisi modal kerja dapat

dilihat pada Tabel 22. Biaya tenaga kerja, biaya bahan baku dan

bahan pembantu dan tabulasi biaya operasional selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 11, 12 dan 13.

Persentase biaya investasi tetap dari total biaya investasi

adalah sebesar 64,39% yaitu sejumlah Rp.14.988.856.137,00.

Persentase modal kerja dari total biaya investasi adalah sebesar

35,61% yaitu sebesar Rp. 8.290.872.490,00.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

86

Tabel 22. Komposisi Modal Kerja Industri Khitosan

No. Komponen Nilai (Rp.) Persentase

(%)

A Biaya Tetap 1 Tenaga kerja tak langsung 1.536.000.000 18,53 2 Administrasi 473.760.000 5,71 3 Pemasaran 954.077.867 11,51 4 Depresiasi 1.370.528.472 16,53 5 Asuransi 154.527.580 1,86

6 Riset dan Pengembangan (R&D) 954.077.867 11,51

7 Biaya pemeliharaan 523.008.950 6,31 Subtotal 5.965.980.736 71,96

B Biaya Variabel 1 Bahan bahan mentah 1.057.576.896 12,76 2 Bahan kemasan 6.538.505 0,08 3 Bahan bakar 427.976.352 5,16 4 Tenaga kerja langsung 832.800.000 10,04 Subtotal 2.324.891.753 28,04 Total 8.290.872.490 100,00

D. Harga Pokok, Harga Jual dan Prakiraan Penerimaan

Harga jual khitosan, sebagaimana dijelaskan pada aspek

pasar dan pemasaran, sebesar Rp. 322.327,58. Harga jual khitosan

dihitung dengan membagi penjumlahan harga pokok dan margin

keuntungan (100%) dengan proyeksi jumlah produk yang terjual. Harg

pokok didapat dengan membagi penjumlahan biaya operasional,

bunga modal investasi dan bunga modal kerja dengan jumlah produk

yang diproduksi. Angsuran dimasukkan sebagai variabel penghitung

harga pokok karena angsuran dikeluarkan oleh perusahaan setelah

perhitungan laba bersih. Perhitungan harga pokok dan harga jual

khitosan dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Perhitungan Harga Pokok dan Harga Jual Khitosan

No Komponen Jumlah

1 Biaya operasional (Rp) 8.290.872.489,63 2 Bunga modal investasi (Rp) 19.935.178,66

3 Bunga modal kerja (Rp) 11.026.860,41 4 Angsuran (Rp) 1.660.543.042,97

Total 9.982.377.571,67 5 Jumlah produk (kg) 62.000,00 6 Harga Pokok (Rp) 161.006,09 7 Margin keuntungan (%) 100 8 Harga jual (Rp/kg) 322.012,18 9 Prakiraan penerimaan (Rp) 19.964.755.143,33

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

87

Proyeksi penjualan dihitung dengan asumsi 20% produk tidak

terjual pada tahun produksi. Pada tahun pertama, perusahaan

memproduksi sebanyak 80 % dari kapasitas total. Pada tahun kedua,

perusahaan memproduksi 90 % sedangkan pada tahun ketiga sampai

tahun kesepuluh, perusahaan memproduksi 100 % dari kapasitas total.

Jika produk terjual seluruhnya (62.000 kg) maka penerimaan sebesar

Rp. 19.984.310.115,38. Pada tahun pertama, penerimaan sebesar

Rp. 12.789.958.474,00. Penerimaan sebesar itu mempertimbangkan

produk hanya diproduksi sebesar 80% dari kapasitas total dan produk

yang terjual sebesar 80% dari produk yang diproduksi.

E. Proyeksi Laba Rugi

Proyeksi laba rugi berguna untuk mengetahui kemampuan

perusahaan dalam memperoleh laba. Proyeksi laba rugi dihitung

dengan cara mengurangi penerimaan dengan pengeluaran (biaya

tetap dan biaya variabel) kemudian dikurangi dengan pembayaran

bunga sehingga dihasilkan laba sebelum pajak.

Laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak yang dihitung

dengan mengalikan ketentuan pajak sesuai Undang Undang Nomor 17

tahun 2000 dengan laba sebelum pajak tersebut. Pada tahun pertama,

perusahaan mendapat laba kotor sebesar Rp. 4.499.085.984,00.

Sebelum perhitungan pajak, laba kotor dikurangi pembayaran bunga

modal investasi dan bunga modal kerja. Laba sebelum kena pajak

tersebut sebesar Rp. 4.468.123.945,00 Pajak yang dihitung dari laba

sebelum kena pajak sebesar Rp. 1.322.937.184,00. Laba bersih yang

didapat pada tahun pertama sebesar Rp. 3.145.186.762,00.

Perhitungan proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 14.

F. Proyeksi Arus Kas

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aliran kas dapat

dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu aliran kas permulaan (initial

cash flow), aliran kas operasional (operational cash flow) dan aliran

kas terminal (terminal cash flow). Aliran kas permulaan adalah aliran

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

88

kas yang berhubungan dengan pengeluaran investasi. Aliran kas

operasional dapat dihitung dengan mengurangi laba setelah pajak dan

penyusutan dengan angsuran pinjaman. Aliran kas terminal terdiri dari

nilai sisa investasi ditambah dengan pengembalian modal kerja.

Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk

dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri dari

modal sendiri dan pinjaman (initial cash flow), laba bersih, depresiasi,

nilai barang tidak terjual (operational cash flow), nilai sisa dan

pengembalian modal kerja (terminal cash flow). Aliran kas keluar terdiri

dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow) dan angsuran

pinjaman (operational cash flow). Kas bersih didapatkan dengan

mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi

arus kas dapat dilihat pada Lampiran 15.

G. Analisa Titik Impas

Titik impas (Break Event Point/BEP) dipakai untuk

menentukan besarnya volume penjualan dimana perusahaan tersebut

sudah dapat menutup semua biaya-biayanya tanpa mengalami

kerugian maupun keuntungan. Analisa titik impas tergantung pada tiga

faktor yaitu harga jual produk, biaya variabel dari biaya-biaya produksi,

pemasaran dan administrasi dan biaya tetap dari biaya-biaya produksi,

pemasaran dan administrasi (Shim et al., 1993).

Perhitungan titik impas perusahaan khitosan adalah sebagai

berikut:

BEP = Biaya tetap

1- (Biaya variabel/Total penerimaan)

= Rp. 6.982.346.860,00

= 21.683 kg khitosan

H. Kriteria Kelayakan Investasi

Beberapa kriteria kelayakan investasi yang dipakai adalah Net

Present Value (NPV), Internal Rate of return (IRR), Net Benefit Cost

(Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). Perhitungan kriteria kelayakan

investasi dapat dilihat pada Lampiran 16.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

89

1. NPV

Metode NPV membandingkan nilai tunai dari arus kas

masuk yang akan terjadi yang diharapkan dari suatu proyek

investasi terhadap arus kas keluar yang berkaitan dengan investasi

di awal proyek tersebut (Shim et al., 1993). Apabila nilai

penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar

daripada nilai sekarang investasi maka proyek tersebut

menguntungkan sehingga dikatakan layak, begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai NPV adalah sebesar

Rp. 19.295.871.978,00. Karena nilai NPV lebih besar dari nol maka

industri khitosan berbahan baku limbah udang dinyatakan layak

berdasarkan perhitungan NPV.

2. IRR

IRR adalah tingkat suku bunga dimana nilai tunai dari arus

kas yang diharapkan dari suatu proyek investasi adalah sama

dengan biaya dari investasi proyek tersebut. IRR ditentukan dengan

menetapkan NPV sama dengan nol (Shim et al., 1993).

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai IRR adalah sebesar

35,65 % sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan adalah

19 %. Karena IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang

digunakan maka industri khitosan berbahan baku limbah udang

dinyatakan layak berdasarkan perhitungan IRR.

3. Net B/C

Net B/C dihitung dengan membandingkan jumlah semua

NPV Bt-Ct yang bernilai positif dengan semua NPV Bt-Ct yang

bernilai negatif. Jika B/C lebih besar sama dengan 1 maka proyek

layak untuk dilaksanakan (Pramudya dan Nesia, 1992).

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Net B/C adalah

sebesar 1,82. Karena nilai Net B/C lebih besar dari 1 maka industri

khitosan berbahan baku limbah udang dinyatakan layak

berdasarkan perhitungan Net B/C.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

90

4. PBP

PBP didefinisikan sebagai jumlah waktu yang diharapkan

suatu perusahaan untuk dapat mengembalikan investasi awalnya

(Shim et al., 1993). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP

adalah sebesar 3,25 tahun. Karena nilai PBP lebih cepat daripada

umur proyek maka industri khitosan berbahan baku limbah udang

dinyatakan layak berdasarkan perhitungan PBP.

I. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengulang kembali

perhitungan yang telah dilakukan dengan perubahan yang terjadi atau

mungkin akan terjadi (Pramudya dan Nesia, 1992). Penghitungan

dilakukan untuk melihat pengaruh kenaikan harga bahan baku dan

penurunan harga jual terhadap kriteria investasi. Ringkasan analisis

sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 24. Analisis sensitivitas secara

lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17.

Tabel 24. Analisis Sensitivitas Industri Khitosan

Perubahan NPV (Rp.) IRR (%) Net B/C PBP

(tahun)

Harga bahan baku dan bahan pembantu naik 411% (46.042.278) 18,966 0,9984 5,42

Harga bahan baku dan bahan pembantu naik 410 % 16.150.372 19,012 1,0006 5,41

Harga jual turun 27,75 % (3.865.811) 18,996 0,9998 5,21

Harga jual turun 27,74 % 3.089.049 19,003 1,0001 5,21

Biaya investasi tetap naik 98,54 % (1.148.359) 18,999 1,0000 5,06

Biaya investasi tetap naik 98,53 % 809.934 19,000 1.0000 5,06

Berdasarkan perhitungan, titik kritis kelayakan industri

khitosan berada pada kisaran kenaikan harga bahan baku dan bahan

pembantu sebesar 410 % sampai 411 %, penurunan harga jual

sebesar 27,74 % sampai 27,75 % dan kenaikan biaya investasi tetap

sebesar 98,54 % sampai 98,53 %. Kenaikan harga bahan baku

meliputi kenaikan bahan mentah, bahan kemasan dan bahan bakar.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

91

Kenaikan biaya investasi tetap meliputi lahan, bangunan, persiapan

(perizinan, AMDAL, paten), pekerjaan sipil dan struktur lain dan mesin

serta peralatan. Kenaikan biaya investasi tetap juga akan mengubah

nilai sisa dan nilai depresiasi setiap tahunnya.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

92

X. KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI KHITIN

Pendirian industri khitin menemui kendala pada aspek pasar dan

pemasaran untuk dalam negeri. Pasar khitin untuk dalam negeri sulit

diidentifikasi. Namun, pasar ekspor khitin sangat bagus. Oleh karena itu,

pasar industri khitin diasumsikan sebagian besarnya adalah untuk ekspor.

A. Aspek Teknis dan Teknologis

1. Bahan baku

Kebutuhan bahan baku industri khitin diasumsikan sama

dengan kebutuhan bahan baku industri khitosan yaitu sebesar

1.260 ton per tahun. Dari bahan baku limbah udang sebesar itu,

khitin yang dihasilkan sebesar 78,79 ton per tahun atau sebesar

34,74 %.

2. Kapasitas produksi

Kapasitas produksi khitin sebesar 78,79 ton per tahun atau

6,56 ton per bulan atau 262,7 kg per hari. Perusahaan

memproduksi khitin dan khitosan sebesar 80 % (63 ton) dari

kapasitas produksi pada tahun pertama, 90 % (70,9 ton) pada

tahun kedua dan 100 % pada tahun ketiga dan seterusnya.

3. Teknologi proses

Teknologi proses pengolahan khitin sama dengan

teknologi proses pengolahan khitosan, tetapi tanpa proses

deasetilasi. Proses pengolahan khitin terdiri dari proses pencucian

limbah udang, pengeringan limbah udang, penghancuran limbah

udang, demineralisasi, deproteinasi, penyaringan dan pencucian,

pengeringan dan penggilingan.

Perbedaan proses pengolahan khitin dengan pengolahan

khitosan menyebabkan perbedaan pembuatan neraca massa dan

energi serta penggunaan mesin serta peralatan. Tabulasi

perhitungan neraca massa dan neraca energi dapat dilihat pada

Lampiran 18 dan Lampiran 19.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

93

B. Aspek Manajemen dan Organisasi

Kebutuhan tenaga kerja industri pengolahan khitin lebih

sedikit dibandingkan tenaga kerja industri khitosan. Jumlah tenaga

kerja langsung industri khitin sebanyak 36 orang. Jumlah tersebut

terdiri dari pekerja 15 orang, operator 10 orang dan supervisor 11

orang. Tabulasi tenaga kerja langsung dapat dilihat pada Tabel 25.

Jumlah tenaga kerja tidak langsung industri khitin sama dengan jumlah

tenaga kerja tidak langsung industri khitosan. Total tenaga kerja yang

dibutuhkan sebanyak 73 orang.

Tabel 25. Tabulasi Tenaga Kerja Langsung Industri Khitin

No Proses Produksi/Ruang

Jabatan

Jumlah

Pekerja Operator Supervisor/

Kepala Bagian

1 Ruang penyimpanan bahan baku

2 - 1 3

2 Ruang penerimaan dan gudang bahan lain

2 - 1 3

3 Tangki dan pengolahan air 2 1 1 4

4 Pencucian 2 - 1 3

5 Pengeringan limbah udang 2 1 1 5

6 Penghancuran - 1

7 Demineralisasi - 1 1 3

8 Deproteinasi - 1

9 Pengeringan khitin - 1 1 3

10 Penggilingan dan pengemasan - 1

11 Ruang penyimpanan produk 1 - 1 2

12 Ruang pembangkit uap 1 1 1 5

13 Ruang pembangkit tenaga 1 1

14 Pengolahan limbah 1 1 1 3

15 Pengawasan mutu 1 - 1 2

Total 15 10 11 36

C. Aspek Finansial

1. Asumsi

Beberapa asumsi yang berubah adalah kapasitas produksi

khitin sebesar 78,79 ton per tahun dan kebutuhan bahan baku

limbah udang sebesar 1.260 ton per tahun. Ausmsi lain sama

dengan asumsi industri khitosan.

2. Sumber dana dan struktur pembiayaan

Jumlah kredit investasi yang diberikan oleh bank

sebesar 70 % dari total biaya investasi adalah sebesar

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

94

Rp.14.940.709.077,00 sedangkan biaya investasi dari modal

sendiri sebesar Rp. 6.403.161.033,00. Total biaya investasi industri

khitin sebesar Rp. 21.343.870.110,00.

Pembayaran pinjaman terdiri dari pembayaran angsuran

dan pembayaran bunga pinjaman. Pembayaran angsuran maupun

bunga pinjaman dimulai dari tahun pertama dengan jangka waktu

pembayaran selama 10 tahun. Pembayaran angsuran dapat dilihat

pada Lampiran 20.

3. Biaya investasi

Komposisi investasi tetap dapat dilihat pada Tabel 26.

Rincian biaya investasi tetap, nilai sisa dan biaya depresiasi secara

lengkap dapat dilihat pada Lampiran 21.

Tabel 26. Komposisi Biaya Investasi Tetap Industri Khitin

No Komponen Nilai (Rp.) Persentase (%)

1 Lahan 3.447.600.000 24,30

2 Bangunan produksi 2.298.400.000 16,20

3 Persiapan (perizinan, AMDAL, paten)

126.400.000 0,89

4 Pekerjaan sipil dan struktur lain 3.688.477.000 25,32

5 Peralatan umum 1.872.578.000 12,81

6 Mesin dan peralatan 3.555.401.000 20,47

Total 14.988.856.000 100

Komposisi modal kerja dapat dilihat pada Tabel 27. Biaya

tenaga kerja, biaya bahan baku dan bahan pembantu dan tabulasi

biaya operasional selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 22, 23

dan 24.

Persentase biaya investasi tetap dari total biaya investasi

adalah sebesar 66,47 % yaitu sejumlah Rp. 14.186.298.374,00.

Persentase modal kerja dari total biaya investasi adalah sebesar

33,53 % yaitu sebesar Rp. 7.157.571.736,00.

4. Harga pokok, harga jual dan prakiraan penerimaan

Harga jual khitin sebesar Rp. 223.292,75 per kilogram.

Harga jual khitin dihitung dengan membagi penjumlahan harga

pokok dan margin keuntungan (100%) dengan proyeksi jumlah

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

95

produk yang terjual. Perhitungan harga pokok dan harga jual khitin

dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 27. Komposisi Modal Kerja Industri Khitin

No. Komponen Nilai (Rp.) Persentase

(%)

A Biaya Tetap 1 Tenaga kerja tak langsung 1.536.000.000 21,46 2 Administrasi 448.800.000 6,27 3 Pemasaran 954.077.867 13,33 4 Depresiasi 1.254.949.465 17,53 5 Asuransi 140.401.257 1,96

6 Riset dan Pengembangan (R&D) 954.077.867 13,33

7 Biaya pemeliharaan 487.693.142 6,81 Subtotal 5.775.999.599 80,70

B Biaya Variabel 1 Bahan bahan mentah 243.600.000 3,40 2 Bahan kemasan 6.538.505 0,09 3 Bahan bakar 423.433.632 5,92 4 Tenaga kerja langsung 708.000.000 9,89 Subtotal 1.381.572.137 19,30 Total 7.157.571.736 100,00

Tabel 28. Perhitungan Harga Pokok dan Harga Jual Khitosan

No Komponen Jumlah

1 Biaya operasional (Rp) 7.157.571.735,73 2 Bunga modal investasi (Rp) 18.867.776,84

3 Bunga modal kerja (Rp) 9.519.570,41 4 Angsuran (Rp) 1.522.458.254,95 Total 8.708.417.337,93 5 Jumlah produk (kg) 78.000,00 6 Harga Pokok (Rp) 111.646,38 7 Margin keuntungan (%) 1,00 8 Harga jual (Rp/kg) 223.292,75 9 Prakiraan penerimaan (Rp) 17.416.834.675,85

Proyeksi penjualan dihitung dengan asumsi 20% produk

tidak terjual pada tahun produksi. Pada tahun pertama, perusahaan

memproduksi sebanyak 80 % dari kapasitas total. Pada tahun

kedua, perusahaan memproduksi 90 % sedangkan pada tahun

ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan memproduksi 100 %

dari kapasitas total. Jika produk terjual seluruhnya (78.000 kg)

maka penerimaan sebesar Rp. 17.416.834.675,85. Pada tahun

pertama, penerimaan sebesar Rp. 11.146.774.193,00. Penerimaan

sebesar itu mempertimbangkan produk hanya diproduksi sebesar

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

96

80% dari kapasitas total dan produk yang terjual sebesar 80% dari

produk yang diproduksi.

5. Proyeksi laba rugi

Pada tahun pertama, perusahaan mendapat laba kotor

sebesar Rp. 3.989.202.457,00. Sebelum perhitungan pajak, laba

kotor dikurangi pembayaran bunga modal investasi dan bunga

modal kerja. Laba sebelum kena pajak tersebut sebesar Rp.

3.960.815.110,00. Pajak yang dihitung dari laba sebelum kena

pajak sebesar Rp. 1.170.744.533,00. Laba bersih yang didapat

pada tahun pertama sebesar Rp. 2.790.070.577,00. Perhitungan

proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 25.

6. Proyeksi arus kas

Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk

dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri

dari modal sendiri dan pinjaman (initial cash flow), laba bersih,

depresiasi, nilai barang tidak terjual (operational cash flow), nilai

sisa dan pengembalian modal kerja (terminal cash flow). Aliran kas

keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow) dan

angsuran pinjaman (operational cash flow). Kas bersih didapatkan

dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya.

Proyeksi arus kas industri khitin dapat dilihat pada Lampiran 26.

7. Analisa titik impas

Perhitungan titik impas perusahaan khitin adalah sebagai

berikut:

BEP = Biaya tetap

1- (Biaya variabel/Total penerimaan)

= Rp. 6.411.756.966,00

= 28.715 kg khitin

8. Kriteria kelayakan investasi

Beberapa kriteria kelayakan investasi yang dipakai adalah

Net Present Value (NPV), Internal Rate of return (IRR), Net Benefit

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

97

Cost (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). Perhitungan kriteria

kelayakan investasi dapat dilihat pada Lampiran 27.

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai NPV adalah sebesar

Rp. 15.716.151.316,00. Karena nilai NPV lebih besar dari nol maka

industri khitosan berbahan baku limbah udang dinyatakan layak

berdasarkan perhitungan NPV.

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai IRR adalah sebesar

34,02% sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan adalah

19 %. Karena IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang

digunakan maka industri khitosan berbahan baku limbah udang

dinyatakan layak berdasarkan perhitungan IRR.

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Net B/C adalah

sebesar 1,73. Karena nilai Net B/C lebih besar dari 1 maka industri

khitosan berbahan baku limbah udang dinyatakan layak

berdasarkan perhitungan Net B/C.

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP adalah sebesar

3,35 tahun. Karena nilai PBP lebih cepat daripada umur proyek

maka industri khitosan berbahan baku limbah udang dinyatakan

layak berdasarkan perhitungan PBP.

9. Analisis sensitivitas

Penghitungan analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat

pengaruh kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual

terhadap kriteria investasi. Ringkasan analisis sensitivitas dapat

dilihat pada Tabel 29. Analisis sensitivitas secara lengkap dapat

dilihat pada Lampiran 28.

Berdasarkan perhitungan, titik kritis kelayakan industri

khitosan berada pada kisaran kenaikan harga bahan baku dan

bahan pembantu sebesar 659 % sampai 660 %, penurunan harga

jual sebesar 25,92 % sampai 25,93 % dan kenaikan biaya investasi

tetap sebesar 84,79 % sampai 84,80 %. Kenaikan harga bahan

baku meliputi kenaikan bahan mentah, bahan kemasan dan bahan

bakar. Kenaikan biaya investasi tetap meliputi lahan, bangunan,

persiapan (perizinan, AMDAL, paten), pekerjaan sipil dan struktur

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

98

lain dan mesin serta peralatan. Kenaikan biaya investasi tetap juga

akan mengubah nilai sisa dan nilai depresiasi setiap tahunnya.

Tabel 29. Analisis Sensitivitas industri Khitin

Perubahan NPV (Rp.) IRR (%) Net B/C PBP

(tahun) Harga bahan baku dan bahan pembantu naik 660 % (6.134.085) 18,995 0,9998 5,37

Harga bahan baku dan bahan pembantu naik 659 % 21.941.425 19,018 1,0009 5,36

Harga jual turun 25,93 % (897.677) 18,999 1,0000 5,17

Harga jual turun 25,92 % 5.163.661 19,005 1,0002 5,17

Biaya investasi tetap naik 84,80 % (1.011.334) 18,999 1,0000 5,05

Biaya investasi tetap naik 84,79 % 842.105 19,001 1,0000 5,05

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

99

XI. KESIMPULAN

Studi kelayakan pendirian industri khitin dan khitosan meliputi

analisis aspek pasar dan pemasaran, teknis dan teknologis, manajemen

dan organisasi, legal yuridis, lingkungan dan finansial. Semua aspek yang

dikaji menunjukkan industri khitosan berbahan baku limbah udang layak

untuk didirikan. Sedangkan, industri khitin layak didirikan dengan catatan

sebagian besar hasil khitin yang diproduksi untuk ekspor.

Berdasarkan analisis pasar dan pemasaran, ditetapkan prioritas

produksi perusahaan adalah produk khitosan. Hasil analisis aspek pasar

dan pemasaran menunjukkan bahwa potensi pasar khitosan di Indonesia

cukup besar yaitu sebesar 308 ton. Struktur pasar yang terjadi adalah

persaingan murni dalam skala internasional.

Perusahaan ditetapkan berproduksi sebesar 20% dari pangsa

pasar yang dapat diraih yaitu sebesar 62 ton per tahun atau 5,139 ton per

bulan atau 206 kg per hari. Harga jual khitosan sebesar Rp. 322.327,58

per kilo gram.

Hasil analisis teknis dan teknologis meliputi lokasi, teknologi

proses dan tata letak pabrik. Lokasi perusahaan berdasarkan metode

AHP adalah di kabupaten Banyuwangi. Perusahaan khitosan ini

membutuhkan 78 orang tenaga kerja langsung dan tidak langsung.

Berdasarkan aspek perijinan, perpajakan serta lingkungan pendirian

industri khitosan berbahan baku limbah udang layak dilaksanakan karena

tidak ada masalah terhadap ketiga aspek tersebut.

Biaya investasi proyek didapat dari modal sendiri sebesar 30 %

atau Rp. 6.983.918.588,00. dan modal pinjaman dari bank sebesar 70 %

atau Rp. 16.295.810.039,00. Total keseluruhan biaya investasi sebesar

Rp. 23.279.728.627,00 terdiri dari biaya investasi tetap sebesar 64,39%

atau Rp.14.988.856.137,00 dan biaya modal kerja sebesar 35,61% atau

sebesar Rp. 8.290.872.490,00.

Harga pokok produksi khitosan sebesar Rp. 161.163,79. Nilai

kriteria kelayakan yaitu NPV sebesar Rp. 14.290.563.556,00, IRR sebesar

31,82 %, Net B/C sebesar 1,61 dan PBP selama 3,28 tahun. Analisis

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

100

sensitivitas menunjukkan bahwa industri khitosan berbahan baku limbah

udang lebih sensitif terhadap penurunan harga jual dibandingkan kenaikan

harga bahan baku dan bahan pembantu. Industri ini masih layak pada

kenaikan harga bahan baku sampai 374 %, penurunan harga jual sampai

23,04 % dan kenaikan biaya investasi sampai 74,63 %.

Industri khitin layak didirikan dengan catatan sebagian besar

hasil khitin yang diproduksi untuk ekspor. Industri khitin diasumsikan

berproduksi sebesar 78,79 ton per tahun atau 6,56 ton per bulan atau

262,7 kg per hari. Bahan baku yang dibutuhkan sebesar 1,260 ton per

tahun. Industri khitin membutuhkan 73 orang tenaga kerja langsung dan

tidak langsung.

Biaya investasi proyek didapat dari modal sendiri sebesar 30 %

atau Rp. 6.403.161.033,00 dan modal pinjaman dari bank sebesar 70 %

atau Rp.14.940.709.077,00. Total keseluruhan biaya investasi sebesar

Rp. 21.343.870.110,00 terdiri dari biaya investasi tetap sebesar 66,47 %

atau Rp. 14.186.298.374,00 dan biaya modal kerja sebesar 33,53 % atau

sebesar Rp. 7.157.571.736,00.

Harga jual khitin sebesar Rp. 223.292, 75 per kilogram. Harga

pokok produksi khitin sebesar Rp. 111.646,38 per kilogram. Nilai kriteria

kelayakan yaitu NPV sebesar Rp. 15.716.151.316,00, IRR sebesar

34,02 % , Net B/C sebesar 1,73 dan PBP selama 3,35 tahun. Analisis

sensitivitas menunjukkan bahwa industri khitosan berbahan baku limbah

udang lebih sensitif terhadap penurunan harga jual dibandingkan kenaikan

harga bahan baku dan bahan pembantu. Industri ini masih layak pada

kenaikan harga bahan baku sampai 659 %, penurunan harga jual sampai

25,92 % dan kenaikan biaya investasi sampai 84,79 %.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

101

DAFTAR PUSTAKA

Ananda, A. D., A. Muzi, D. Triana, E. Nurnisya, N. Rachmaningsih dan Y. Yunita. 1988. Pemanfaatan Kulit Udang Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Zat Pengemulsi. Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian, UGM, Yogyakarta.

Anonymous. 1987. Cational Polymer for Recovering Valuable by Product

from Food Processing Waste. Protein Laboratories, Burgess. Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.

Terjemahan Edisi Ketiga. Penerbit ITB, Bandung. Austin, P. R., C. J. Brine, J. E. castle dan J.P. Zikakis. 1981. Chitin: New

Facets of Research. Jurnal Science. Bank Indonesia. 2004. Inflasi Indonesia. Http\\www.bi.go.id

Bastaman, S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and

Chitosan from Prawn Shells (Nepros norvegicus). The Departement of Mechanical Manufacturing, aeronautical and Chemical Engineering, The Queen’s University of Belfast.

Behrens, W dan P. M. Hawranek. 1991. Manual for the Preparation of

Industrial Feasibility Studies. UNIDO, Vienna. Blair, H. S. dan T. C. Ho. 1980. Studies in The Adsorption and Diffusion of

Ion in Chitosan. J. Chem. Tech. Biotech. Bough, W. A. 1975. Coagulation with Chitosan an Aid to Recovery of By

Product from Egg Breaking Wastes. Poultry Sci. BPS. 1996-2003. Statistik Export dan Import Indonesia. Badan Pusat

Statistik, Jakarta. BPS. 1998-2002. Statistik Industri Menengah dan Besar. Badan Pusat

Statistik, Jakarta. BPS. 2003. Direktori Industri Pengolahan. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Brzeski, M. M. 1987. Chitin and Chitosan Putting Waste to Good Use.

Infofish. Casio, G. et all. 1982. Bioconversion of Shellfish Chitin Waste : waste

Pretreatmen, Enzyme Production, Process Design and Economical Analysis. Jurnal Food Science.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

102

DAFTAR PUSTAKA (lanjutan)

Dirjen Perikanan Budidaya. 2004. Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan

Budidaya Periode Januari-Desember Tahun 2003. www.perikanan-budidaya.go.id.

DKP. 2000. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Depatemen Kelautan

dan Perikanan, Jakarta. Fellows, P.,E. Franco dan R. Walter. 1996. Starting a small Food

Processing Enterprise. Intermediate Technology Publication, London.

Gitosudarmo, I. 1997. Manajemen Pemasaran. Edisi Pertama. BPFE,

Yogyakarta. Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian.

Terjemahan. Edisi kedua. UI Press, Jakarta. Himmelblau, David M. 1996. Basic Principles and Calculation in Chemical

Engineering. 4th edition. Prentice-Hall, New Jersey. Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial

Chemistry. Republicka of Germany. 5th ed. http//www.the-infoshop.com. 2003. Chitin and Chitosan (specialty

biopolymers). http//www.sigmaaldrich.com. 2004. Price List Chitin and Chitosan. Husnan, S. dan Suwarsono M. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit

Penerbit dan Pencetakan, Yogyakarta. Ichsan, M., Kusnadi dan M. Syaifi. 2003. Studi Kelayakan Proyek Bisnis.

Universitas Brawijaya, Malang. Johnson E. L. dan Q. P. Peniston. 1982. Utilization of Sellfish Wastes for

Production of Chitin and Chitosan. AVI Publishing, Wesport. Juhairi. 1986. Pembuatan Tepung dan Protein Konsentrat dari Limbah

Industri Udang Beku. Skripsi. Jurusan TPG, Fateta IPB, Bogor. Knorr, D. 1982. Functional Properties of chitin and Chitosan. J. Food

science. Knorr, D. 1984. Use of Chitinous in Food. Food Techn.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

103

DAFTAR PUSTAKA (lanjutan)

Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Milenium.

Terjemahan. Prenhallindo, Jakarta. Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Edisi Milenium.

Terjemahan. Prenhallindo, Jakarta. Lab. Protan. 1987. Cational Polymer for Recovering Valuable by Products

from Processing Waste Burggess. USA. Lang, G., Wendel, H. & Konrad, E. 1985. Cosmetic Composition Based

upon Chitosan Derivatives as well as Processes for the Production Thereof. Assignee: Wella Aktiengesellschaft, (US Patent 4,528,283), 15 pp

Latief, R. 2001. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradable. Makalah

ilmiah. Http//www.hayati-ipb.com Machfud. 1999. Diktat Bahan Pengajaran Perencanaan dan Pengendalian

Produksi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor.

Martosudarmo, R. dan B. S. Ranoemihardjo. 1980. Biologi Udang

Penaeid. Di dalam Pedoman Budidaya Udang. Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta.

Max S. P. dan K. D. Timmerhaus. 1991. Plant design and economics for

chemical engineers. 4th ed. McGraw-Hill, New York.

Moelyanto. 1984. Penanganan Ikan Segar. PT. Penebar Swadaya,

Jakarta. Muzi, A. 1990. Isolasi Kimiawi dan Kharakteristik Khitin Kulit Udang

Windu. Thesis. Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Yogyakarta.

Muzzarelli, R.A.A. 1986. Chitin. Faculty of Medicine Univeersity of Ancona.

Pergamon Press, Italy. Naczk dan Shiroshi. 1981. Di dalam Knorr, D. 1984. Uses Chitinous

Polymers in Food. Food Tech. Peniston, Q.P & Johnson, E. 1980. Process for the Manufacture of

Chitosan. US Patent No. 4,195,175, 5pp.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

104

DAFTAR PUSTAKA (lanjutan)

Pramudya, B. dan Nesia D. 1992. Ekonomi Teknik. Fakultas Teknologi

Pertanian, IPB, Bogor. Prasetiyo, K. W. 2004. Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang Sebagai

Bahan Pengawet kayu Ramah Lingkungan. Makalah ilmiah. http//www.kompas.com.

Rha, C. 1984. Chitosan as Biomaterial. Di dalam R. R. Colwell, A. J.

Sinley dan E. R. Poriser (eds.). Biotechnologi in Marine Science. Jhon Wiley and Sons, New York.

Rudall, K. M. 1969. Chitin and Its Association with Other Molecules.

Polymer Science. Sanford, P. A. dan G. P. Hutchings. 1987. Chitosan and Natural Cationic

Biopolimer, Commercial Application on Industrial Polyssacarides. Ed. Yalpani M. Elsevier Sci. Publ. Co. Inc, New York.

Shim, J. K., J. G. Siegel dan A. J. Simon. 1993. Tool for Executives MBA.

Elex Media Komputindo, Jakarta. Simatupang, R. B. 2003. Aspek Hukum dalam Bisnis. PT. Asdi

Mahasatya, Jakarta. Sugiarto, K. A. dan V. Toro (ed.). 1979. Udang, Biologi , Potensi, Budidaya

Produksi dan Udang sebagai Bahan Makanan di Indonesia. Lembaga Oseanologi –LIPI, Jakarta.

Stanton, W. J. 1991. Prinsip Pemasaran. Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Stoner, J. A. F. dan R. E. Freeman. 1994. Manajemen. Terjemahan. Jilid

1, Edisi V. Intermedia, Jakarta. Sumarni, Murti dan John Soeprihanto. 1993. Pengantar Bisnis (Dasar

Dasar Ekonomi Perusahaan). Liberty, Yogyakarta. Suparno dan Nurcahya. 1984. Pemanfaatan Limbah Udang. Laporan

Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Perikanan, Deptan, Jakarta.

Suptijah, P., E. Salamah, H. Sumaryanto, S. Purwaningsih dan Joko

Santoso. 1992. Pengaruh Berbagai Metode Isolasi Khitin dari Kulit Udang Terhadap Mutunya. Laporan Penelitian. Program studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.

Laporan Sementara

Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan

dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri

105

DAFTAR PUSTAKA (lanjutan)

Suratmo, F. G. 1998. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta. Suwignyo, S. 1989. Avertebrata Air. Lembaga Sumberdaya Informasi.

Institut Pertanian Bogor. Tokura, S. and N. Nishi. 1995. Specification and Characterization of Chitin

and Chitosan. Collection of Working Papers. Univesiti Kebangsaan, Malaysia.

Umar, H. 2001. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Whistler, R. L. 1973. Poltsaccjaride Chem. Acad. Press Inc., New York.

Winardi. 1991. Harga dan Penetapan Harga dalam Bidang Pemasaran. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Zaitsev, V.P., I. Kisevetter, L. Lagunov, T. Makarova, L. Minder dan

Podsevalov. 19169. Fish Curing and Processing. MIR Publishing, Moscow.