9
PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI KERUPUK KULIT DI KELURAHAN SEMBUNG KABUPATEN TULUNGAGUNG Desy Nur Cahyani 1 , Emma Yuliani 2 , Riyanto Haribowo 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya e-mail: [email protected] ABSTRAK Industri kerupuk kulit di Kelurahan Sembung Kabupaten Tulungagung melakukan produksi hampir setiap hari dengan menghabiskan bahan baku kulit sebanyak 200 300 kg dalam satu hari, sehingga menghasilkan limbah cair yang cukup besar yaitu 55.55 m 3 /hari dan banyak mengandung bahan kontaminan yang jauh dari baku mutu yang ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan sebuah perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebagai solusi terhadap permasalahan limbah tersebut. Tahapan pengolahan yang dibutuhkan untuk industri kerupuk kulit ini adalah bar screen, bak pemisah minyak dan lemak, bak koagulasi, bak flokulasi, bak pengendapan awal, bak aerasi, serta bak pengendapan akhir. Dari proses pengolahan tersebut akan didapatkan effluent yang mampu memenuhi baku mutu sehingga layak dibuang ke badan air. Dengan perkiraan effluent hasil pengolahan sebesar BOD5 = 2.1 mg/L, COD = 2.89 mg/L, TSS = 26.05 mg/L, pH = 7, minyak dan lemak = 1 mg/L, NH3 = 0 mg/L, sulfida = 0 mg/L, dan krom = 0.00011 mg/L. Kata kunci: limbah cair, baku mutu, IPAL, effluent ABSTRACT Leather cracker industry in Sembung Subdistrict of Tulungagung Regency produces cracker almost everyday which spends 200-300 kg of leathers. It causes dangerous waste water as much as 55.55 m 3 /day and it contains much contaminant material which not appropriate with determined standard quality. The aim of this study is to get the design of a wastewater treatment plant (WWTP) system as a solution for the waste water problem. The stages of treatment is needed for the leather cracker industry. They are bar screen, skimmer, equalization basin, coagulation basin, flocculation basin, initial sedimentation basin, aeration basin and final sedimentation basin. From the process, it will be obtained the effluent that fill standard quality so that it is proper to discharge into river. With the result of estimated effluent process of BOD5 = 2.1 mg/L, COD = 2.89 mg/L, TSS = 26.05 mg/L, pH = 7, oils and fats = 1 mg/L, NH3 = 0 mg/L, sulfide = 0 mg/L, and chrome = 0.00011 mg/L. Keywords: wastewater, standard quality, WWTP, effluent.

perencanaan instalasi pengolahan air limbah (ipal) industri kerupuk

  • Upload
    lamdieu

  • View
    258

  • Download
    20

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: perencanaan instalasi pengolahan air limbah (ipal) industri kerupuk

PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

INDUSTRI KERUPUK KULIT DI KELURAHAN SEMBUNG

KABUPATEN TULUNGAGUNG

Desy Nur Cahyani1, Emma Yuliani2, Riyanto Haribowo2 1Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

2Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Industri kerupuk kulit di Kelurahan Sembung Kabupaten Tulungagung melakukan

produksi hampir setiap hari dengan menghabiskan bahan baku kulit sebanyak 200 – 300 kg

dalam satu hari, sehingga menghasilkan limbah cair yang cukup besar yaitu 55.55 m3/hari

dan banyak mengandung bahan kontaminan yang jauh dari baku mutu yang ditentukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan sebuah perencanaan Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebagai solusi terhadap permasalahan limbah tersebut.

Tahapan pengolahan yang dibutuhkan untuk industri kerupuk kulit ini adalah bar screen,

bak pemisah minyak dan lemak, bak koagulasi, bak flokulasi, bak pengendapan awal, bak

aerasi, serta bak pengendapan akhir. Dari proses pengolahan tersebut akan didapatkan

effluent yang mampu memenuhi baku mutu sehingga layak dibuang ke badan air. Dengan

perkiraan effluent hasil pengolahan sebesar BOD5 = 2.1 mg/L, COD = 2.89 mg/L, TSS =

26.05 mg/L, pH = 7, minyak dan lemak = 1 mg/L, NH3 = 0 mg/L, sulfida = 0 mg/L, dan

krom = 0.00011 mg/L.

Kata kunci: limbah cair, baku mutu, IPAL, effluent

ABSTRACT

Leather cracker industry in Sembung Subdistrict of Tulungagung Regency produces

cracker almost everyday which spends 200-300 kg of leathers. It causes dangerous waste

water as much as 55.55 m3/day and it contains much contaminant material which not

appropriate with determined standard quality. The aim of this study is to get the design of

a wastewater treatment plant (WWTP) system as a solution for the waste water problem.

The stages of treatment is needed for the leather cracker industry. They are bar screen,

skimmer, equalization basin, coagulation basin, flocculation basin, initial sedimentation

basin, aeration basin and final sedimentation basin. From the process, it will be obtained

the effluent that fill standard quality so that it is proper to discharge into river. With the

result of estimated effluent process of BOD5 = 2.1 mg/L, COD = 2.89 mg/L, TSS = 26.05

mg/L, pH = 7, oils and fats = 1 mg/L, NH3 = 0 mg/L, sulfide = 0 mg/L, and chrome =

0.00011 mg/L.

Keywords: wastewater, standard quality, WWTP, effluent.

Page 2: perencanaan instalasi pengolahan air limbah (ipal) industri kerupuk

PENDAHULUAN

Kabupaten Tulungagung merupakan

salah satu kabupaten yang memiliki

industri kerupuk kulit yang terletak di

Kelurahan Sembung. Industri tersebut

melakukan produksi hampir setiap hari

dengan menghabiskan bahan baku kulit

sebanyak 200 – 300 kg dalam satu hari,

sehingga menghasilkan air limbah cukup

besar. Air limbah industri adalah air yang

berasal dari rangkaian proses produksi

suatu industri yang mengandung

komponen yang berasal dari proses

produksi tersebut dan apabila dibuang ke

lingkungan tanpa pengelolaan yang benar

akan dapat mengganggu badan air

penerima (Moertinah, 2010). Industri ini

membuang limbah cairnya yang banyak

mengandung bahan kimia organik ke

saluran kecil yang berada di samping

rumah industrinya dan langsung menuju

ke sungai Ngrowo yang berada di

belakang lokasi industri.

Limbah membutuhkan pengolahan

apabila ternyata mengandung senyawa

pencemar yang berakibat menciptakan

kerusakan terhadap lingkungan atau

berpotensi menciptakan pencemaran.

Suatu perkiraan harus dibuat lebih dahulu

dengan meng-identifikasikan sumber

pencemaran, sistem pengolahan,

banyaknya buangan dan jenisnya, serta

kegunaan bahan beracun dan berbahaya

yang terdapat dalam pabrik (Ginting,

2007). Oleh karena itu, dibutuhkan

sebuah Instalasi Pengolahan Air Limbah

(IPAL) yang sesuai dengan kondisi yang

ada. IPAL adalah sebuah struktur yang

dirancang untuk membuang limbah

biologis dan kimiawi dari air sehingga

memungkinkan air tersebut untuk

digunakan pada aktifitas yang lain

(Spellman, 2008:8).

Kualitas limbah menunjukkan

spesifikasi limbah yang diukur dari

jumlah kandungan bahan pencemar di

dalam limbah yang terdiri dari berbagai

parameter. Semakin kecil jumlah

parameter dan konsentrasinya,

menunjukkan semakin kecilnya peluang

untuk terjadinya pencemaran lingkungan

(Kristanto, 2004).

Air limbah banyak mengandung

nutrien yang dapat merangsang

pertumbuhan mikroorganisme dengan

komposisi air limbah pada umumnya

99,9% air dan 0,1% padatan. Padatan

yang terdapat dalam limbah cair terdiri

dari 70% padatan organik dan 30%

padatan non-organik (Sugiharto, 1987).

Limbah cair kerupuk kulit

menghasilkan kontaminan yang

berpotensi mencemari badan air dan

belum memenuhi standar baku mutu air

karena masih mengandung kadar BOD,

COD, TSS, pH, minyak dan lemak, NH3,

Sulfida (S) dan Krom (Cr) yang masih

tinggi. Menurut Moertinah (2010),

kandungan BOD yang tinggi dapat

menyebabkan turunnya oksigen perairan,

keadaan anaerob (tanpa oksigen),

sehingga dapat mematikan ikan dan

menimbulkan bau busuk.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 18(b) Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya

dan Beracun bahwa dengan

meningkatnya pembangunan di segala

bidang, khususnya pembangunan di

bidang industri, semakin meningkat pula

jumlah limbah yang di hasilkan termasuk

yang berbahaya dan beracun yang dapat

membahayakan lingkungan hidup dan

kesehatan manusia. Pembangunan IPAL

merupakan salah satu upaya terencana

untuk meningkatkan pengolahan dan

pembuangan limbah yang akrab

lingkungan. Tujuan dari perencanaan

pembangunan IPAL ini adalah untuk

mendapatkan desain IPAL yang efektif

dan sesuai dengan limbah cair dari

kerupuk kulit, sehingga dapat menjadikan

masukan kepada pengolahan industri

maupun pihak yang terkait untuk

melakukan pengolahan terhadap air

limbah yang dihasilkan dari proses

produksi kerupuk kulit. Sehingga air

limbah yang dibuang dapat diterima oleh

badan air.

Page 3: perencanaan instalasi pengolahan air limbah (ipal) industri kerupuk

METODE PENELITIAN

2.1. Lokasi Penelitian

Studi ini dilakukan pada sentra

produksi pengolahan kerupuk kulit yang

berlokasi di Kelurahan Sembung,

Kecamatan Tulungagung, Kabupaten

Tulungagung, Provinsi Jawa Timur.

Gambar 1. Lokasi penelitian

2.2. Pengambilan Sampel dan Analisa

Kualitas Air Limbah

2.2.1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel menggunakan

metode Grab Sampling dengan satu kali

pengulangan, yang dilakukan langsung

pada 3 titik sumber limbah (Gambar 2)

yaitu pencucian dan perebusan bahan

jagal, serta pencucian bahan pabrik,

dengan menggunakan botol sampel BL

1000 ml.

Gambar 2. Titik pengambilan sampel

2.2.2. Analisa Kualitas Air Limbah

Analisa ini dilakukan untuk

memperoleh kualitas air limbah buangan

industri. Penentuan parameter uji

didasarkan pada Peraturan Gubernur

Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013.

Tabel 1. Parameter dan metode uji. Parameter Satuan Metode Uji

1 BOD5 (mg/L) Volumetri

2 COD (mg/L) Volumetri

3 TSS (mg/L) TSS Analyzer

4 pH (mg/L) pH meter

5 Minyak dan

Lemak - Gravimetri

6 NH3-N (mg/L) Spektrofotometri

7 Sulfida (mg/L) Volumetri

8 Krom (mg/L) Spektrofotometri

Sumber: Hasil analisa.

2.3. Penentuan Model IPAL

Perencanaan IPAL pada industri

kerupuk kulit ini mengacu pada desain

IPAL industri penyamakan kulit yaitu

pada penelitian BPPT (2004). Hal

tersebut dikarenakan bahan utama dari

proses pembuatan kerupuk kulit yaitu

kulit yang salah satunya diperoleh dari

industri penyamakan kulit (Gambar 3).

Gambar 3. Desain model IPAL industri kerupuk kulit

Titik 1

(Pencucian jagal)

Titik 2

(Perebusan jagal)

Titik 3

(Pencucian pabrik)

Bak PemisahMinyak/Lemak

Bak

EqualisasiBak

KoagulasiBak Flokulasi

Bak

Pengendapan

Awal

Bak AerasiBak

Pengendapan

Akhir

Bar ScreenInfluent

Effluent

Sludge/lumpur kembali

ke bak aerasi

Page 4: perencanaan instalasi pengolahan air limbah (ipal) industri kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengukuran Debit Air Limbah

Pengukuran debit dilakukan pada

saat proses pembuangan air limbah di

saluran pembuangan sebanyak 5 kali

pengulangan guna mendapatkan hasil

yang lebih akurat. Pengukuran dilakukan

dengan memanfaatkan kecepatan aliran

dan dimensi dari saluran. Panjang saluran

ditentukan sepanjang 1 meter.

Tabel 2. Hasil pengukuran debit

Psal Asal tkayu v Q

(m) (m2) (dtk) (m/dt) (m3/dt)

I 1 0.0157 4.9 0.20 0.0032

II 1 0.0157 5.2 0.19 0.0030

III 1 0.0157 6.4 0.16 0.0025

IV 1 0.0157 4.6 0.22 0.0034

V 1 0.0157 4.7 0.21 0.0033

Debit rata-rata 0.0031

Sumber: Hasil Perhitungan.

- Debit (Q) = 0.0031 m3/dt

- Waktu produksi (t) = 5 jam/hari

Maka debit harian limbah kerupuk kulit:

Qharian = 0.0031 x 60 x 60 x 5

= 55.55 m3/hari

3.2. Perencanaan dan Perhitungan

Desain IPAL

3.2.1. Bar Screen

Pada tahapan ini tidak ada parameter

yang dapat tereduksi dikarenakan pada

hanya mampu menyaring limbah padat

yang berukuran besar. Sehingga beban air

limbah masih sama dengan kadar influent

yang masuk ke IPAL.

Banyaknya celah/bukaan antar batang:

nc=b

(B+D)=

0.25

(0.0025 + 0.010)=7.14 ≈ 8 celah

Jumlah batang = nc – 1 = 8 – 1 = 7 batang

Lebar bukaan efektif : 7 × 0.025=0.175 m

Panjang batang bar yang terendam :

d

sin 60° =

0.1

0.866 = 0.115 m

Gambar 4. Desain bar screen

3.2.2. Bak Pemisahan Minyak dan

Lemak

Tahapan ini mampu mengurangi

bahkan menghilangkan kontaminan

minyak dan lemak dengan perkiraan

efisiensi yang tinggi yaitu 99,5% dengan

asumsi waktu tinggal yang direncanakan

mampu mengendapkan minyak dan

lemak pada air limbah. Serta diperkirakan

juga mampu mengurangi kadar TSS

dengan efisiensi yang kecil yaitu 5%.

Dimensi dan volume bak

V = Q x td

= 2.31 x 1

= 2.31 m3

Diambil:

- Panjang (p) = 2.4 m

- Lebar (l) = 1 m

- Kedalaman (h) = 1 m

- Jagaan = 0.5 m

Gambar 5. Desain bak pemisah minyak

dan lemak

3.2.3. Bak Ekualisasi

Pada bak equalisasi mampu

mengurangi kadar TSS dengan efisiensi

yang kecil yaitu diperkirakan 15%.

Dimensi dan volume bak

V = Q x td

= 2.31 x 2

= 4.63 m3

Diambil:

- Panjang (p) = 2 m

- Lebar (l) = 1.5 m

- Jagaan = 0.5 m

Maka kedalaman

h = Vol

p×l =

4.63

2× 1.5 = 1.54 m ≈ 1.6 m

pipa inlet dan outlet : 4 inci

Pompa outlet : submersible pump

Kemiringan dasar : 0.02 (c)

B

B

AA

0.25 m0.01 m

0.115 m

0.0175 m

0.1 m

0.25 m

(a)

(b)

A A

B

B

Dinding

pemisah

Pipa Inlet = 4"

Pipa Outlet = 4"

Pipa Inlet = 4"

Beton K275

dengan waterproofing

Beton K275

dengan waterproofing

1.0 m

0.75 m

1.0 m

0.5 m

0.8 m 0.8 m 0.8 m0.15 m

0.15 m

1.0 m

0.8 m 0.8 m 0.8 m

1.0 m

0.15 m

(a)

(b)

(c)

Page 5: perencanaan instalasi pengolahan air limbah (ipal) industri kerupuk

Gambar 6. Desain bak equalisasi

3.2.4. Bak Koagulasi dan Flokulasi

Bak koagulasi dan flokulasi

digunakan sebagai pembentukan flok-

flok untuk mengurangi beban krom

dalam air limbah dengan efisiensi 75%.

Pada bak ini juga mampu mengurangi

kandungan BOD, COD, ammonia dan

sulfida dalam jumlah kecil yaitu 5%. Hal

tersebut dikarenakan adanya pengadukan

yang menyebabkan terjadi kontak air

limbah dengan udara. Pada proses

koagulasi ini terjadi kenaikan pH karena

adanya pembubuhan koagulan yang

bersifat basa.

3.2.4.1. Bak Koagulasi

Dimensi dan volume bak

V = Q x td

= 2.31 x 40

60

= 1.54 m3

Diambil:

- Panjang (p) = 1 m

- Lebar (l) = 1 m

- Jagaan = 0.5 m

Maka kedalaman

h = Vol

p×l =

1.54

1×1 = 1.54 m ≈ 1.6 m

Pembubuhan Koagulan

Senyawa = Natrium Hidroksida (NaOH)

dalam bentuk cairan.

Reaksi kimia dalam air limbah yang

mengandung Cr3+ ditambah dengan

hidroksida Na, maka krom tersebut akan

terendap sebagai Cr(OH)3.

Reaksi :

Cr3+ + 2NaOH Cr(OH)3 + 2Na

Gambar 7. Desain bak koagulasi

3.2.4.2. Bak Flokulasi

Dimensi dan volume bak

V = Q x td

= 2.31 x 1

= 2.31 m3

Diambil:

- Panjang (p) = 1 m

- Lebar (l) = 1 m

- Jagaan = 0.5 m

Maka kedalaman

h = Vol

p×l =

2.31

1×1 = 2.31 m

Gambar 8. Desain bak flokulasi

B

B

A A

(a)

(b)

(c)

2.0 m

1.5 m

0.5 m

0.5 m

0.8 m

1.5 m

1.5 m

0.5 m

2.0 m0.5 m

1.5 m

0.35 m

Beton K275

dengan waterproofing

Beton K275

dengan waterproofing

AA

B

B

Beton K275

dengan waterproofing

Beton K275

dengan waterproofing

1.0 m

1.0 m

1.5 m

0.5 m

1.0 m

0.5 m

1.5 m

1.0 m

(a)

(b)

(c)

AA

B

B

Beton K275

dengan waterproofing

Beton K275

dengan waterproofing

1.0 m

1.0 m

0.5 m

2.3 m

1.0 m

(a)

(b)

(c)

0.5 m

2.3 m

1.0 m

Page 6: perencanaan instalasi pengolahan air limbah (ipal) industri kerupuk

3.2.5. Bak Pengendapan Awal

Bak pengendapan awal ini ditujukan

untuk mengandapkan krom dan padatan

tersuspensi yang berasal dari bak

koagulasi dan flokulasi dengan efisiensi

yang tinggi yaitu 90%, serta mampu

mengurangi kadar BOD dan COD dengan

efisiensi yang cukup yaitu 40% dan 35%.

Dimensi dan volume bak

V = Q x td

= 2.31 x 2

= 4.63 m3

Diambil:

Diameter = 1.8 m

Tinggi silinder = 1 m

Tinggi kerucut = 0.7 m

Tinggi jagaan = 0.3 m

Tebal dinding = 15 cm

Jagaan = 0.5 m

Maka :

Vtot = Vsilinder + Vkerucut

= 2.5 + 2.37

= 4.92 m3

Gambar 9. Desain bak pengendapan awal

3.2.6. Bak Aerasi

Bak aerasi diperkirakan mampu

mereduksi beban pencemar dengan

efisiensi yang tinggi yaitu 95% untuk

parameter BOD, COD, NH3, dan S, dan

10% untuk TSS. Hal tersebut

dikarenakan pada bak aerasi diberikan

pasokan oksigen berlebih untuk

menguraikan zat pencemar. Pada bak ini

pH kembali netral. Hal tersebut

disebabkan munculnya senyawa asam

yang berasal dari reaksi oksidasi sulfida.

Dimensi dan volume bak

V = Q x td

= 2.31 x 2

= 4.63 m3

Diambil:

Panjang = 2 m

Lebar = 2 m

Kedalaman = 1.2 m

Tinggi jagaan = 0.3 m

Tinggi ruang lumpur = 0.3 m

Jagaan = 0.5 m

Sehingga volume bak desain:

V = p x l x h

= 2 x 2 x 1.2

= 4.8 m3

Blower udara yang diperlukan

Blower Tipe = JQT 750C

Diffuser Tipe = D215 Diffuser udara

disc (piringan)

Reaksi penguraian Amonia dan Sulfida

- Reaksi Nitrifikasi:

NH4+ + 1.5 O2 NO2

- + 2H+ + H2O

NO2- + 0.5 O2 NO3

-

- Reaksi Oksidasi Sulfur:

S2- + ½ O2 + 2H+ S + H2O

2S + 3 O2 + 2 H2O 2H2SO4

Gambar 9. Desain bak aerasi

3.2.7. Bak Pengendapan Akhir

Bak pengendapan akhir ini ditujukan

untuk mengandapkan padatan tersuspensi

yang berasal dari bak aerasi dengan

efisiensi yang tinggi yaitu 90%, serta

mampu mengurangi kadar BOD dan

COD dengan efisiensi yang cukup yaitu

40% dan 35%.

A A

B

B

Beton K275

dengan waterproofing

Beton K275

dengan waterproofing

(b)

(a)

1.8 m

0.5 m

1.0 m

1.8 m

1.8 m

0.5 m

1.0 m

(c)

A A

B

B

Beton K275dengan waterproofing

Beton K275

dengan waterproofing

Blower udara

(a)

(b)

(c)

2.0 m

2.0 m

0.5 m

1.2 m

2.0 m

1.5 m

0.6 m 0.7 m 0.6 m

2.0 m

0.5 m

1.2 m

Page 7: perencanaan instalasi pengolahan air limbah (ipal) industri kerupuk

Dimensi dan volume bak

V = Q x td

= 2.31 x 2

= 4.63 m3

Diambil:

Diameter = 1.8 m

Tinggi silinder = 1 m

Tinggi kerucut = 0.7 m

Tinggi jagaan = 0.3 m

Tebal dinding = 15 cm

Jagaan = 0.5 m

Maka :

Vtot = Vsilinder + Vkerucut

= 2.5 + 2.37

= 4.92 m3

Gambar 10. Desain bak pengendapan

akhir

3.3. Hasil Pengolahan (Effluent)

Kualitas effluent dari proses

pengolahan air limbah industri kerupuk

kulit yaitu beberapa parameter effluent

diperkirakan masih belum memenuhi

baku mutu air limbah, antara lain BOD,

NH3, dan S (Tabel 3). Maka diperlukan

pengolahan tambahan untuk menurunkan

lagi kadar zat pencemar tersebut dalam

air limbah.

3.4. Upaya Pemenuhan Standar Baku

Mutu

3.4.1. Pengolahan Tambahan

Pengolahan tambahan digunakan

agar semua parameter yang terolah

diperkirakan mampu mengeluarkan

effluent yang memenuhi baku mutu yang

telah ditentukan. Berdasarkan analisis

didapatkan pengolahan tambahan yang

sesuai yaitu penambahan blower pada

bak aerasi dengan cara menaikkan faktor

aman pada kebutuhan udara.

Faktor aman awal = 1,2 (1 blower)

Faktor aman baru = 2 (2 blower )

3.4.2. Hasil Pengolahan Tambahan

(Effluent)

Kualitas effluent dengan pengolahan

tambahan ini diperkirakan semua

parameter telah memenuhi baku mutu air

limbah berdasarkan Peraturan Gubernur

Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 dan

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun

2001 (Tabel 3). Dan didapatkan skema

dari perencanaan IPAL pada Gambar 11.

Gambar 11. Skema perencanaan IPAL

A A

Beton K275

dengan waterproofing

Beton K275

dengan waterproofing

B

B

(c)

(a)

(b)

1.8 m

1.8 m

1.8 m

0.5 m

1.0 m

0.5 m

1.0 m

Bak Pemisah

Minyak/Lemak

Bar Screen

Bak

Equalisasi

Bak

Koagulasi

Bak

FlokulasiBak

Pengendapan Awal

Bak Aerasi

Bak

Pengendapan Akhir

Rumah Pompa

dan Blower

Ruang produksi

industri kerupuk kulit

2.0 m

1.8 m

1.8 m1.0 m1.0 m2.0 m2.7 m

0.25 m

1.0 m

1.5 m

2.0 m

1.0 m

0.35 m

0.5 m

+ 87.00

+ 85.50

+ 85.00

+ 86.20

+ 87.00 + 86.20

+ 86.30

+ 86.30

+ 87.00

+ 86.30

+ 86.75

Page 8: perencanaan instalasi pengolahan air limbah (ipal) industri kerupuk

Tabel 3. Perbandingan effluent dengan baku mutu air limbah.

Parameter Satuan Baku Mutu Beban

Limbah

Effluent Limbah Cair

Awal Dengan

Pengolahan

Tambahan

1 BOD5 (mg/L) 6 * 583 10 2.1

2 COD (mg/L) 50 * 720 14.45 2.89

3 TSS (mg/L) 60 ** 3585 26.05 26.05

4 pH (mg/L) 6 – 9 * 7.602 7 7

5 Minyak dan Lemak - 1 * 200 1 1

6 NH3-N (mg/L) 0.5 ** 27.89 1.33 0

7 Sulfida (mg/L) 0.002 * 16.65 0.79 0

8 Krom (mg/L) 0.0 * 0.065 0.00011 0.00011

Sumber: Hasil Rekapitulasi. *) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

**) Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013

3.5. Perencanaan Biaya Pembangunan

IPAL

Tabel 4. Perhitungan RAB pembangunan

IPAL

No Jenis Pekerjaan Harga

(Rp)

I Pekerjaan Persiapan 1.600.000,00

II Pekerjaan Tanah 1.129.716,92

III Pekerjaan Struktur 18.056.884,56

IV Pekerjaan Dinding 9.547.427,66

V Pekerjaan Perpipaan 2.060.338,50

VI Pekerjaan Elektrikal 18.750.000,00

VII Pekerjaan Lain-lain 2.450.000,00

Jumlah Rp 53.594.367,64

PPN 10% Rp 5359436,764

Jumlah Total Rp 58.953.804,40

Jumlah Total Dibulatkan Rp 58.953.000,00

Terbilang

Lima Puluh Delapan Juta Sembilan Ratus Lima

Puluh Tiga Ribu Rupiah

Pada pemilihan desain IPAL maka

dipilih desain dengan perencanaan

pengolahan tambahan menggunakan 2

blower pada bak aerasi, dikarenakan

selisih harga yang tidak terlalu signifikan

dengan desain awal, namun semua

parameter effluent diperkirakan sudah

mampu memenuhi baku mutu air limbah

dan layak dibuang ke badan air.

KESIMPULAN

Berdasarkan perencanaan dan

perhitungan desain IPAL industri

kerupuk kulit di Kelurahan Sembung,

maka didapatkan IPAL yang efektif

dalam mengolah limbah cair dengan

melalui beberapa tahapan pengolahan,

antara lain bar screen, bak pemisah

minyak dan lemak, bak koagulasi, bak

flokulasi, bak pengendapan awal, bak

aerasi, serta bak pengendapan akhir.

Dengan desain IPAL tersebut

diperkirakan mampu menurunkan

kontaminan lebih dari 90%, sehingga

effluent dari pengolahan layak untuk

dibuang ke badan air.

DAFTAR PUSTAKA

BPPT. 2004. Petunjuk Teknis

Pengolahan Limbah Industri Kulit.

Jurnal dipublikasikan. Jakarta :

Kelair BPPT.

Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan

Lingkungan dan Limbah Industri.

Bandung: Yrama Widya.

Gubernur Jawa Timur. 2013. Peraturan

Gubernur Jawa Timur Nomor 72

Tahun 2013 Tentang Baku Mutu Air

Limbah Bagi Industri dan Kegiatan

Industri Lainnya. Surabaya :

Gubernur Jawa Timur.

Kristianto. (2004). Ekologi Industri.

Yogyakarta: Andi.

Moertinah, Sri. 2010. Kajian Proses

Anaerobik Sebagai Alternatif

Teknologi Pengolahan Air Limbah

Industri Organik Tinggi. Dalam

Jurnal Riset Teknologi Pencegahan

dan Pencemaran Industri Vol.1 No.

2. Semarang: Balai Besar Teknologi

Page 9: perencanaan instalasi pengolahan air limbah (ipal) industri kerupuk

Pencegahan Pencemaran Industri

Semarang.

Republik Indonesia. 1999. Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 18 Tahun 1999 Tentang

Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya Dan Beracun. Lembaga

Negara RI Tahun 1999. Jakarta :

Sekretariat Negara.

Republik Indonesia. 2001. Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 82 Tahun 2001 Tentang

Pengolahan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

Lembaga Negara RI Tahun 2001

Nomor 153. Jakarta : Sekretariat

Negara.

Spellman, Frank R. 2008. Water and

Wastewater Treatment Plant

Operations (Second Edition). Florida

: CRC Press LLC.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar

Pengelolaan Air Limbah. Jakarta :

UI-Press.