130
Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan sistem irigasi sangat dibutuhkan guna menunjang pembangunan di sektor pertanian terutama pada musim kemarau karena sering terjadi kekeringan. Untuk itu dibutuhkan suatu ketelitian dalam memilih alternatif yang cocok dari sistem irigasi yang ada. Penerapan dari beberapa tipe bangunan sangat tergantung pada kondisi daerah/alamnya masing-masing. Landasan pemilihan didasarkan pada kebutuhan elevasi dan besarnya debit andalan dari sumber air yang ada. Sumber air dari sistem irigasi diperoleh dari sungai. Untuk dapat mengairi daerah-daerah yang membutuhkan, maka sungai harus dibendung guna menaikkan `muka airnya, sehingga air dapat sampai ke daerah-daerah yang membutuhkan pelayanan irigasi. Jenis bendungan dipilih berdasarkan studi kelayakan dalam hal teknis dan biaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan teknis meliputi keadaan cuaca, geologi, dan topografi seperti kebutuhan elevasi dan besarnya debit andalan dari sumber air yang ada. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan biaya meliputi tersedianya bahan bangunan pada daerah tersebut Mahathir/0904101010120

Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan sistem irigasi sangat dibutuhkan guna menunjang pembangunan

di sektor pertanian terutama pada musim kemarau karena sering terjadi kekeringan.

Untuk itu dibutuhkan suatu ketelitian dalam memilih alternatif yang cocok dari

sistem irigasi yang ada. Penerapan dari beberapa tipe bangunan sangat tergantung

pada kondisi daerah/alamnya masing-masing. Landasan pemilihan didasarkan pada

kebutuhan elevasi dan besarnya debit andalan dari sumber air yang ada.

Sumber air dari sistem irigasi diperoleh dari sungai. Untuk dapat mengairi

daerah-daerah yang membutuhkan, maka sungai harus dibendung guna menaikkan

`muka airnya, sehingga air dapat sampai ke daerah-daerah yang membutuhkan

pelayanan irigasi.

Jenis bendungan dipilih berdasarkan studi kelayakan dalam hal teknis dan

biaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan teknis meliputi keadaan cuaca,

geologi, dan topografi seperti kebutuhan elevasi dan besarnya debit andalan dari

sumber air yang ada. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan biaya

meliputi tersedianya bahan bangunan pada daerah tersebut serta kelancaran fasilitas

transportasi yang masuk ke daerah tersebut.

Yang dimaksud dengan bangunan utama (head work) adalah semua bangunan

yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke

dalam jaringan saluran irigasi agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi, biasanya

dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi sedimen yang berlebihan

serta memungkinkan untuk mengukur air yang masuk.

Bangunan utama di dalamnya tercakup bangunan pengelak (bendung pelimpah

maupun bendung gerak), bangunan pengambilan, bangunan pembilas (penguras),

kantong lumpur, pekerjaan pengaturan sungai, dan bangunan-bangunan pelengkap

lainnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan bendung adalah suatu bangunan yang

diletakkan melintang pada suatu aliran sungai dengan maksud untuk menaikkan

muka air aliran agar dapat dialirkan pada tempat-tempat yang lebih tinggi dari dasar

Mahathir/0904101010120

Page 2: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

sungai tersebut. Hal ini harus dibedakan dengan pengertian waduk yang bersifat

menampung air, yang berarti bahwa air boleh terus mengalir terus melimpah

bendung.

1.2 Maksud dan Tujuan

Melalui pembuatan tugas perencanaan irigasi dan bangunan air ini diharapkan

dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa untuk lebih memahami

perencanaan bendung irigasi dan bangunan pelengkapnya mulai dari awal sampai

akhir perencanaan disertai dengan uji keamanan bangunan tersebut (stabilitas)

terhadap daya dukung tanah yang diizinkan, guling, dan gelincir, baik pada saat debit

rendah maupun pada saat debit banjir.

Mahathir/0904101010120

Page 3: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

BAB II

DATA PERENCANAAN

Data-data yang dibutuhkan untuk perencanaan bangunan utama dalam suatu

jaringan irigasi adalah :

2.1. Data Topografi

Disini penulis mencoba untuk merencanakan irigasi pada suatu daerah dengan

luas sawah 907,68 ha pada kiri bendung, dimana sumber air irigasinya berasal dari

Sungai Kr. Samalanga yang memiliki luas DAS sebesar 142,96 km2. Panjang sungai

utama adalah 30,94 km dengan kemiringan memanjang rata-rata 0,066. Peta situasi

sungai dengan skala 1 : 10.000 terdapat pada lampiran.

2.2 Data Hidrologi

Data hidrologi adalah data aliran sungai yang meliputi data banjir yang

mencakup beberapa periode ulang, daerah hujan, tipe tanah dan vegetasi yang

terdapat di daerah aliran. Dalam perencanaan ini, data hidrologi yang diketahui

adalah debit rencana 100 tahun sebesar 462,57 m3/dt.

2.3 Data Morfologi

Data morfologi diperlukan untuk menentukan jumlah kandungan semen, baik

kandungan semen dasar (bed load) maupun kandungan semen layang (suspended

load) yang akan dicegah agar tidak masuk jaringan saluran irigasi. Pada perencanaan

ini diasumsikan bahwa 5 ‰ dari debit sadapan adalah berupa lumpur yang harus

diendapkan di kantong lumpur. Data morfologi termasuk juga distribusi ukuran butir,

perubahan-perubahan yang terjadi pada dasar sungai, secara horizontal maupun

vertikal, unsur kimiawi sedimen.

Mahathir/0904101010120

Page 4: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

2.4 Data Geologi

Data geologi berupa kondisi umum permukaan tanah daerah yang

bersangkutan, keadaan geologi lapangan, kedalaman lapisan keras, sesar, kelulusan

(permeabilitas) tanah, bahaya gempa bumi, parameter yang harus dipakai.

2.5 Data Mekanika Tanah

Data mekanika tanah yang diperlukan berupa bahan pondasi, bahan konstruksi,

sumber bahan timbunan, batu untuk pasangan batu kosong, agregat untuk beton, batu

belah untuk pasangan batu, parameter tanah yang harus digunakan.

2.6 Standar Untuk Perencanaan

Standar perencanaan yang digunakan berupa peraturan dan standar yang telah

ditetapkan secara nasional, seperti Kriteria Perencanaan Bagian Perencanaan

Jaringan Irigasi (KP-01), Perencanaan Bangunan Utama (KP-02), Saluran (KP-03),

Bangunan (KP-04), dan Petak Tersier (KP-05).

Mahathir/0904101010120

Page 5: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam melakukan perencaaan teknis jaringan irigasi diperlukan rumus-rumus

yang dipakai dalam perhitugan. Pada bab ini dikemukakan beberapa teori dan rumus

yang berkaitan dengan dasar perencanaan.

3. 1 Debit Perencanaan

3.1.1 Debit Andalan

Bila kebutuhan air sawah tidak dapat dipenuhi oleh hujan, maka untuk

mengairi sawah diperlukan sumber air yang berasal dari sungai. Debit sungai yang

dapat diandalkan sebagai dasar perencanaan untuk kebutuhan air disebut debit

andalan. Menurut Anonim 1 (2002), debit andalan untuk perencanaan irigasi adalah

debit sungai dengan kemungkinan tak terpenuhi 20%. Debit andalan sungai dianalisa

berdasarkan debit bulanan rata-rata. Bila tidak terdapat data debit, menurut Anonim 1

(2002), debit sungai dapat dihitung dengan beberapa langkah, yaitu yang pertama

dengan Metode Mock dan yang kedua hasil dari Metode Mock tersebut

diprobabilitaskan.

Langkah-langkah perhitungan Metode Dr. Mock adalah sebagai berikut:

ΔE = ET0 m20

(18 - n) ................................................................... (3.1)

E = ET0 – ΔE ............................................................................. (3.2)

SMS = ISM + Re – E ...................................................................... (3.3)

WS = ISM + Re – E – SMS .......................................................... (3.4)

inf = WS x IF .............................................................................. (3.5)

G. STORt = G. STOR(t-1) x Rc + 0,5(1 + Rc) x inf ......................... (3.6)

Qbase = inf - G. STORt + G. STOR(t-1) ............................................. (3.7)

Qdirect = Ws x (1 - IF) ....................................................................... (3.8)

Qstorm = Re x PF .............................................................................. (3.9)

Mahathir/0904101010120

Page 6: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Qtotal = Qbase + Qdirect + Qstorm ......................................................... (3.10)

Qs = Qtotal x A .............................................................................. (3.11)

dengan:

ΔE = perbedaan antara evapotranspirasi potensial dan aktual (mm/bulan);

ET0 = evapotranspirasi potencial (mm/bulan);

m = proporsi permukaan tanah yang tidak ditutupi oleh vegetasi tiap bulan;

n = jumlah hari hujan;

E = evapotranspirasi aktual (mm/bulan);

SMS = simpanan kelembaban tanah (mm/bulan);

ISM = kelembaban tanah awal (mm/bulan);

Re = curah hujan bulanan (mm/bulan);

Ws = kelembaban air (mm/bulan);

inf = infiltrasi (mm/bulan);

IF = faktor infiltrasi = 0,4;

G.STORt = daya tampung air tanah pada awal bulan (mm/bulan);

G.STORt-1 = daya tampung air tanah pada bulan sebelumnya (mm/bulan);

Rc = konstanta pengurangan aliran;

Qbase = besar limpasan dasar (mm/bulan);

Qdirect = besar limpasan permukaan (mm/bulan);

Qstrom = besar limpasan hujan sesaat (mm/bulan);

Qtotal = besar limpasan (mm/bulan);

Qs = debit rata-rata bulanan (mm/bulan);

A = luas daerah aliran sungai (DAS) (km2);

Menurut Anonim 1 (2002) debit andalan diperoleh dengan mengurutkan debit

rata-rata bulanan dari urutan besar ke urutan kecil. Nomor urut data yang merupakan

debit andalan Dr. Mock dapat dihitung dengan mengunakan rumus:

Pr= mn + 1

x 100 % …………………………………….............. (3.12)

dengan:

Pr = probabilitas (%);

n = jumlah tahun data;

Mahathir/0904101010120

Page 7: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

m = nomor urut data setelah diurut dari nilai besar kenilai yang kecil.

3.1.2 Debit Banjir

Debit banjir dapat dihitung dengan metode SCS (Soil Conservation Service).

Dalam menggunakan metode SCS, run off dari sebuah daerah aliran (catchment)

yang kejatuhan air hujan ditentukan berdasarkan dari ciri-ciri catchmentnya, yang

diukur dari peta atau penilaian pada saat pengamatan di lapangan. Kunci parameter

dari catchment yang bersangkutan adalah luas, panjang, kemiringan dari tapak aliran,

serta tata guna lahan. Parameter tata guna lahan meliputi neraca antara komponen-

komponen yang kedap dan meresap air serta jenis dari komponen yang meresap.

US SCS membangun persamaan dengan koefisien empirik yang berhubungan

dengan elemen-elemen dari unit hidrograf yang mewakili karakteristik dari daerah

aliran. Unit hidrograf ditentukan dari elemen-elemen seperrti Qp dan tp, yang ditulis

dalam persamaan:

Q p=0.208 A

Pr……………………………………………............ (3.13)

Pr=tr2+ tp……………………………………............................... (3.14)

tp=0.6 tc……………………………………................................ (3.15)

tr=tc=0.0195 ×( LS0.5 )

0.77

……………………………………... (3.16)

dengan:

Qp = debit puncak (m3/detik);

tp = waktu debit puncak (jam);

tc = waktu konsentrasi (jam).

Mahathir/0904101010120

Page 8: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

3.2 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi

3.2.1 Evapotranspirasi Potensial

Menurut Yulianur (2005), besaran evapotranspirasi potensial yang terjadi

dapat dihitung dengan menggunakan metode Penman Modifikasi. Rumus ini

menghasilkan ETo dari tanaman acuan berupa rerumputan pendek dengan albedo

0,25. Besarnya evapotranspirasi yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor

klimatologi seperti temperatur udara, kelembapan udara, kecepatan angin, dan

penyinaran matahari.

Persamaan Penman Modifikasi dirumuskan sebagai berikut :

ET0 = c[ W.Rn + (1-W) . f (u) . (ea –ed)] ……………… (3.17)

Rn = Rns – Rn1 .................................................................... (3.18)

Rns = (1 - )Rs ..........…………………………….……..(3.19)

Rs = Ra (0,25 + 0,50 n/N) ……………………………. (3.20)

Rn1 = f (T) x f(ed) x f(n/N) …………………………. (3.21)

f(u) = 0,27 (1 + U/100) ………………………………… (3.22)

ed = ea x RH / 100 ……………………………………. (3.23)

dengan :

ET0 = evapotranspirasi potensial (mm/hari);

c = faktor yang menunjukkan pengaruh perbedaan kecepatan angin pada siang

dengan malam hari (= 1);

W = faktor yang tergantung pada posisi;

Rn = radiasi bersih (mm/hari);

Rns = radiasi matahari gelombang pendek (mm/hari);

Rnl = radiasi matahari gelombang panjang (mm/hari);

Rs = harga radiasi matahari (mm/hari);

ea = tekanan uap jenuh (mbar);

ed = tekanan uap udara (mbar);

Ra = radiasi yang sampai pada lapisan atas atmosfir (mm/hari);

f(T) = faktor yang tergantung pada temperatur udara (oC);

Mahathir/0904101010120

Page 9: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

f(u) = faktor kecepatan angin rata-rata yang diukur pada ketinggian 2 m

(km/hari);

f(ed) = faktor yang tergantung pada uap jenuh;

f(n/N) = faktor yang tergantung pada jam penyinaran matahari;

n = lama penyinaran matahari (jam/hari);

N = lamanya penyinaran rata-rata yang mungkin terjadi;

U = kecepatan angin (km/hari);

RH = kelembaban relatif (%).

3.2.2 Perkolasi

Menurut Yulianur (2005), laju perkolasi untuk tanaman palawija sama

dengan tanaman padi, pada daerah yang mempunyai tanah lempung diperkirakan

berkisar 1-3 mm/hari. Tanah yang banyak mengandung pasir, laju perkolasi dan

rembesan dapat mencapai angka yang lebih tinggi.

3.2.3 Menentukan Waktu dan Kebutuhan Air untuk Persiapan Lahan

Anonim 1 (2002) menyebutkan kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya

menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor

yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah:

1. Jangka Waktu Penyiapan Lahan

Faktor yang mempengaruhi lamanya jangka waktu penyiapan lahan adalah

tersedianya tenaga kerja dan alat untuk penyiapan lahan serta perlunya

memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu untuk menanam

padi. Jangka waktu penyiapan lahan untuk petak tersier yang dikerjakan dengan

traktor secara luas diambil satu bulan dan untuk jangka waktu penyiapan lahan yang

tidak dikerjakan dengan traktor diambil 1,5 bulan (Anonim 1, 2002).

Mahathir/0904101010120

Page 10: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

2. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan

Menurut Anonim 1 (2002), kebutuhan air untuk penyiapan lahan dipengaruhi

oleh kedalaman dan porositas tanah di sawah. Untuk tanah bertekstur berat tanpa

retak-retak kebutuhan air untuk penyiapan lahan diambil 200 mm. Ini termasuk air

untuk penjenuhan dan pengolahan tanah. Setelah transplantasi selesai, lapisan air di

sawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan lapisan air yang diperlukan 250

mm untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah transplantasi selesai.

Pada lahan yang dibiarkan bera atau tidak digarap dalam jangka waktu 2,5 bulan atau

lebih, maka lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, 250

mm untuk penyiapan lahan dan 50 mm untuk penggenangan setelah transplantasi.

3. Kebutuhan Air selama Penyiapan Lahan

Menurut Anonim 1 (2002 : 64), besarnya kebutuhan air selama penyiapan

lahan dihitung dengan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Ziljlstra,

dengan rumus sebagai berikut:

IR= M . ek

(ek−1) ........……………………………………………...... (3.24)

M = Eo + P …………………………………………………....(3.25)

k=M .TS .………………………………………………..... (3.26)

dengan :

IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan, (mm/hari);

M = kebutuhan air untuk mengganti/mengkonpensasi air yang hilang akibat

evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di dijenuhkan, (mm/hari);

Eo = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 x ETo selama penyiapan lahan,

(mm/hari);

P = perkolasi, (mm/hari);

k = parameter fungsi dari air yang diperlukan untuk penjenuhan waktu

penyiapan lahan dan kebutuhan air untuk lapisan pengganti;

T = jangka waktu penyiapan lahan, (hari);

Mahathir/0904101010120

Page 11: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air, (mm).

3.2.4 Kebutuhan Air Tanaman

Besarnya penggunaan konsumtif air oleh tanaman dihitung berdasarkan

metode prakira empiris, dengan menggunakan data iklim dan koefisien tanaman pada

tahap pertumbuhan (Anonim 1, 2002). Perhitungan kebutuhan air konsumtif (Etc)

dengan menggunakan persamaan:

ETc = kc x ETo ……………………………….………............. (3.27)

dengan :

ETc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari);

kc = koefisien tanaman padi atau palawija;

ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hari).

3.2.5 Penggantian Lapisan Air

WLR (Water Layer Requirement) setinggi 50 mm dilakukan dua kali, yaitu

satu bulan setelah pemindahan bibit ke petak sawah (transplantasi) dan dua bulan

setelah transplantasi. Penggantian lapisan air dilakukan setelah proses pemupukan

dilakukan. Oleh karena itu jadwal penggantian air sangat dipengaruhi oleh umur

tanaman padi (Anonim 1, 2002 : 66). Penggantian lapisan air dapat diberikan selama

setengah bulan yaitu 50 mm dibagi setengah bulan (15 hari) sebesar 3,3 mm/hari dan

selama satu bulan yaitu 50 mm dibagi satu bulan (30 hari) sebesar 1,7 mm/hari.

3.2.6 Curah Hujan Efektif

Anonim 1 (2002) menyebutkan curah hujan efektif ditentukan untuk setengah

bulanan yaitu merupakan hujan 70% dari hujan yang berpeluang terpenuhi 80%

untuk padi dan hujan yang berpeluang terpenuhi 50 % untuk palawija.

Re=R80% ( setengah bulan)15

x 70 %

(untuk padi) ..................................... (3.28)

Mahathir/0904101010120

Page 12: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Re=R50 % ( setengah bulan )15

x 70 %

(untuk palawija) ............................... (3.29)

Pr =

mn+1

×100%

dengan :

R80 % (setengah bulanan) = hujan setengah bulanan berpeluang terpenuhi 80 %,

(mm)

R50 % (setengah bulanan) = hujan setengah bulanan berpeluang terpenuhi 50 %,

(mm).

Re = curah hujan efektif (mm/hari);

Pr = probabilitas (%);

m = nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil;

n = jumlah tahun data.

3.2.6 Pola Tanam

Pola tanam disesuaikan dengan daerah studi. Pola tanam adalah penggantian

berbagai jenis tanaman yang ditanam dalam waktu tertentu. Musim tanam adalah

penentuan waktu untuk melakukan penanaman. Penentuan waktu untuk satu kali

tanam ditentukan oleh umur dan jenis tanaman (Yulianur, 2005).

3.2.7 Kebutuhan Air Irigasi Tanaman Padi

Menurut Yulianur (2005), kebutuhan bersih air untuk padi di sawah

(NFR=Net Field Water Requirement) dapat dihitung dengan persamaan :

Kebutuhan bersih air di sawah saat penyiapan lahan

NFR = IR – Re ........................................................................... (3.30)

Kebutuhan bersih air setelah penanaman padi atau sesudah penyiapan lahan

NFR = ETc + P – Re + WLR ...................................................... (3.31)

Mahathir/0904101010120

Page 13: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Sedangkan kebutuhan bersih air untuk palawija dihitung dengan menggunakan

persamaan:

NFR = ETc + P – Re ……………………………….................. (3.32)

dengan :

NFR = kebutuhan bersih air untuk padi, (mm/hari);

IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan, (mm/hari);

Re = curah hujan efektif, (mm/hari);

ETc = kebutuhan air konsumtif, (mm/hari);

P = perkolasi, (mm/hari);

WLR = penggantian lapisan air, (mm/hari).

3.2.8 Kebutuhan Pengambilan

Kebutuhan pengambilan untuk tanaman adalah jumlah debit air yang

dibutuhkan oleh satu hektar sawah untuk menanam padi atau palawija. Kebutuhan

pengambilan ini dipengaruhi oleh efisiensi irigasi. Efisiensi irigasi adalah

perbandingan jumlah air yang benar-benar sampai ke petak tersier dengan jumlah air

yang disadap (Yulianur, 2005 : 26). Besarnya kebutuhan pengambilan dihitung

dengan rumus berikut.

DR = NFR

ef ×8,64 .......................................................................... (3.33)

ef = ef1 x ef2 x ef3 ..................................................................... (3.34)

dengan:

DR = kebutuhan pengambilan (ltr/dt/ha);

NFR = kebutuhan bersih air di sawah (mm/hari);

ef = efisiensi irigasi total;

ef1 = efisiensi pada jaringan utama (90%);

ef2 = efisiensi pada jaringan sekunder (90%);

ef3 = efisiensi pada jaringan tersier (80%); dan

Mahathir/0904101010120

Page 14: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

1/8,64 = angka konversi satuan mm/hari menjadi ltr/dt/ha.

3.2.9 Debit Pengambilan

Debit pengambilan ditentukan oleh kebutuhan pengambilan dan luas daerah

yang akan diairi. Debit pengambilan dapat dihitung dengan rumus (Yulianur, 2005) :

Q = ................................................................................... (3.35)

dengan:

Q = debit pengambilan (m3/dt);

DR = kebutuhan pengambilan (ltr/dt/ha); dan

A = luas areal sawah (ha).

3.3 Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis

Menurut Anonim 1 (2002), perencanaan jaringan irigasi teknis pada dasarnya

adalah mengatur tata letak saluran, agar air irigasi dapat dibagi secara merata ke

petak-petak sawah. Jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi

dan jaringan pembuang. Hal ini berarti bahwa saluran irigasi maupun pembuang

tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing. Saluran irigasi mengalirkan

air irigasi ke sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah ke

saluran pembuang.

Perencanaan jaringan pada dasarnya berkenaan dengan unit tanah pada petak

tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap

tersier. Bangunan sadap tersier mengalirkan air ke saluran tersier. Batas ujung

saluran tersier adalah boks bagi kuarter yang terakhir. Luas petak tersier yang ideal

antara 50-100 ha. Boks tersier hanya membagi air irigasi ke saluran kuarter saja.

Boks tersier membagi air irigasi antara saluran kuarter dan tersier. Petak tersier harus

Mahathir/0904101010120

Page 15: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

mempunyai batas-batas yang jelas seperti parit, jalan dan batas desa. Petak tersier

dibagi menjadi petak-petak kuarter dengan luas masing-masing 8-15 ha (Anonim 1,

2002).

3.4 Trase Saluran

Saluran irigasi terdiri dari saluran primer, sekunder, dan tersier. Saluran

tersebut dapat merupakan saluran garis tinggi dan dapat juga saluran punggung

tergantung pada keadaan topografi di lapangan yang direncanakan. Saluran induk

atau primer, biasanya selalu merupakan saluran garis tinggi dan adakalanya berakhir

dengan saluran punggung. Letak saluran induk direncanakan pada lahan paling

tinggi, supaya luas sawah yang dapat diairi menjadi seluas mungkin.

Menurut Anonim 1 (2002), kriteria yang akan diterapkan untuk perencanaan

jaringan didasarkan pada kondisi topografi, panjang saluran kuarter < 500 m, panjang

saluran tersier < 1500 m, jarak antara saluran kuarter dan saluran pembuang < 300 m.

3.5 Saluran Pembawa

Menurut Anonim 1 (1986), saluran pembawa terdiri dari saluran primer,

sekunder dan tersier. Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran

sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah

pada bangunan bagi yang terakhir. Saluran sekunder membawa air dari saluran

primer ke petak-petak tersier yang di layani oleh saluran sekunder tersebut. Batas

ujung saluran sekunder adalah pada bangunan sadap terakhir. Saluran muka tersier

membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak di seberang

petak tersier lainnya.

3.6 Dimensi Saluran

Menurut Anonim 1 (2002), setelah debit rencana diketahui maka dapat dihitung

dimensi saluran. Dimensi saluran dihitung berdasarkan tampang saluran ekonomis.

Mahathir/0904101010120

Page 16: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Kecepatan aliran dihitung dengan menggunakan rumus kecepatan manning. Unsur-

unsur geometris penampang saluran dihitung sebagai berikut yaitu :

……………………………………….…… (3.36)

…………………………………… (3.37)

R =

AP ……………………………………………….…..… (3.38)

……………………………….……… (3.39)

Q = A x V…………………………………………….…… (3.40)

dengan:

b = lebar dasar saluran (m);

h = tinggi air (m);

A = luas tampang basah saluran (m2);

P = keliling basah (m);

R = jari-jari hidrolis saluran (m);

I = kemiringan memanjang saluran;

n = koefisien Manning;

V = kecepatan aliran (m/dt);

Q = debit aliran (m3/dt).

3.7 Elevasi Muka Air

Menurut Anonim 1 (2002), tinggi elevasi muka air yang diinginkan dalam

jaringan utama didasarkan pada muka air yang diperlukan di sawah-sawah yang

diairi. Elevasi muka air yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus berikut :

Pm = At + a + bs + nk . ck + d + mt . et + f + gt + Δ H + zt…...… (3.41)

dengan:

Pm = muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier;

At = elevasi sawah yang menentukan di petak tersier;

Mahathir/0904101010120

Page 17: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

a = kedalaman air di sawah (10 cm);

bk = kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter ke sawah (5 cm);

ck = kehilangan energi di boks bagi kuarter (5 cm/boks);

nk = jumlah boks bagi kuarter pada saluran yang direncana;

mt = jumlah boks bagi tersier pada saluran yang direncana;

d = kehilangan tinggi energi selama pengairan di saluran irigasi;

et = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier (10 cm);

f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (5 cm);

gt = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier;

Δ H = variasi tinggi muka air;

zt = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier yang lain.

3.8 Dimensi Bangunan

Menurut anonim 2 (2002), bangunan bagi dan sadap adalah bangunan yang

berfungsi untuk membagi air dan menyadapnya di saluran. Dimensi bangunan bagi

sadap ditentukan berdasarkan lebar bangunan ukur dan pengatur muka air yang

ditempatkan pada bangunan sadap. Salah satu dari bangunan ukur dan pengatur muka

air adalah pintu Romijn. Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa

digerakkan untuk mengatur dan mengukur debit dalam saluran irigasi. Agar dapat

bergerak, mercunya dibuat dari plat baja dan dipasang di atas pintu sorong.

Direktorat Irigasi telah membuat standar lebar pintu Romijn demi keseragaman dan

memudahkan pemesanan.

3.9 Analisa Mercu

3.9.1 Tinggi Air sebelum Pembendungan

Persamaan yang digunakan untuk menghitung tinggi air sebelum

pembendungan adalah dengan persamaan berikut:

Mahathir/0904101010120

Page 18: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

R =

AP

Q = A x V

dengan:

b = lebar sungai (m);

h = tinggi air sebelum pembendungan (m);

A = luas tampang basah sungai (m2);

P = keliling basah (m);

R = jari-jari hidrolis sungai (m);

I = kemiringan memanjang sungai;

n = koefisien Manning;

V = kecepatan aliran (m/dt);

Q = debit aliran (m3/dt).

3.9.2 Debit per satuan Lebar Bendung

Debit persatuan lebar bendung dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

Beff = 90 % B…...……………………………….……………… (3.42)

qeff =

Qmax

Beff …...…………………………….…………………… (3.43)

dengan :

qeff = debit per satuan lebar bendung (m3/dt)

Qmaks = debit banjir rencana (m3/dt)

Beff = lebar efektif bendung (m)

B = lebar rata-rata sungai (m)

Mahathir/0904101010120

Page 19: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

3.9.3 Menghitung Tinggi Air diatas Mercu

Tinggi air di atas mercu bendung dapat diperkirakan dengan menggunakan

rumus-rumus berikut.

Q = Cd x Beff x ….……………….…… (3.44)

Cd = ….………………………….… (3.45)

dengan :

Q = debit rencana (m3/dt)

Beff = lebar efektif sungai (m)

H1 = tinggi energi hulu (m)

Harga-harga koefisien C0, C1, dan C2 ditentukan dari grafik 4.5, 4.6 dan 4.7 pada

Anonim 2 (2002).

3.10 Tinjauan Stabilitas Konstruksi

3.10.1 Stabilitas Erosi bawah Bendung (Piping)

CL=

Lv+∑ 13

LH

H W ….………………………….…… (3.46)

dengan:

CL : Angka rembesan Lane

LV : Jumlah panjang vertikal (m)

LH : Jumlah panjang horizontal (m)

HW : Beda tinggi muka air (m)

3.10.2 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Tubuh Bendung

a. Tekanan Air

Gaya tekanan hidrostatis

Mahathir/0904101010120

Page 20: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Tekanan hidrostatis, merupakan fungsi kedalaman di bawah permukaan

air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka

bangunan. Dimana :

W = ½ (h w) h .............................................................(3.47)

dimana:

W = Gaya tekanan hidrostatis (ton);

w = Berat volume air (w = 1 t/m3);

h = kedalaman air (m);

3.10.3 Berat Sendiri Konstruksi (G)

Berat sendiri konstruksi atau berat mati bangunan bergantung kepada

material yang dipakai untuk membuat bangunan itu.Berat volume untuk :

- pasangan batu = 2,2 t/m2

- beton tumbuk = 2,3 t/m2

- beton bertulang = 2,4 t/m2

Rumus yang digunakan :

G = A ....................................................................... (3.48)

dimana :

G = berat sendiri konstruksi (ton)

A = luas penampang (m2)

= berat volume material (t/m2)

Dalam perencanaan ini digunakan material beton bertulang ( = 2,4 t/m2 )

3.10.4 Gaya Akibat Gempa Bumi

Ad = n (ac x z)m ….…………………...............………… (3.49)

E =

Ad

g ….…………………………………………….. (3.50)

Mahathir/0904101010120

Page 21: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

dengan:

Ad = percepatan gempa rencana, cm/dt2

n, m = koefisien jenis tanah (1,56 dan 0,89)

ac = percepatan gempa dasar, cm/dt2 / 160 cm/dt2

E = koefisien gempa

g = percepatan gravitasi, cm/dt2 (≈ 9,81)

z = faktor yang tergantung dari letak geografis.

3.10.5 Tekanan Tanah

Tekanan tanah, termasuk tekanan lumpur di dalamnya (sediment pressure),

bekerja secara horizontal terhadap bangunan bendung dan dianggap sebagai tekanan

tanah aktif. Dalam perhitungan diasumsikan lumpur yang terjadi adalah setinggi

mercu, sehingga kedalaman lumpur dihitung dari elevasi mercu sampai elevasi paling

bawah dari bendung.

Rumus yang digunakan adalah :

PS=( ρs−ρw

2 )×Ka×h2

....................................….(3.51)

dengan nilai :

Ka = tan2(45−φ2 ) .................................................(3.52)

dengan :

PS = tekanan tanah aktif (ton)

s = berat volume tanah/lumpur (s = 1,8 t/m2)

w = berat volume air (w = 1 t/m2)

Ka = koefisien tanah aktif

h = kedalaman tanah (m)

= sudut gesekan dalam yang tergantung dari jenis tanah ( = 300)

3.10.6 Gaya Hidrostatis

Mahathir/0904101010120

Page 22: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Gaya hidrostatis dapat dihitung dengan persamaan :

W = ½ γw h2...............................................................(3.53)

dengan :

W = gaya hidrostatis persatuan lebar (kg/m);

γw = berat volume air (kg/m3);

h = tinggi air (m).

3.10.7 Gaya Hidrodinamis

Gaya ini terjadi bila air melintasi tubuh bendung, yaitu pada keadaan muka

air banjir. Menurut Sugiarto dan Supriyana besar gaya ini dapat dihitung dengan

persamaan :

W = ½ γw h2 + γw h2............................................................(3.54)

3.10.8 Gaya Tekanan ke Atas (Uplift Force)

Besar gaya angkat dapat dihitung dengan persamaan :

U = Luas diagram gaya angkat x Panjang bendung.........…..(3.55)

Berdasarkan gaya-gaya yang bekerja, dapat diketahui stabilitas konstruksi

terhadap penggulingan, pergeseran dan kuat tanah pondasi.

- Tinjauan terhadap guling

n =

M−

M+> 1,5........................................................................(3.56)

- Tinjauan terhadap geser

n =

∑ V tan θ

∑ H > 1,5...............................................................(3.57)

- Tinjauan kuat dukung tanah

Mahathir/0904101010120

Page 23: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

a =

ΔM

∑ V .................................................................................(3.58)

e =

B2−a

...............................................................................(3.59)

τ =

∑ V

B (1±6eB ) < τizin..........................................................(3.60)

dengan :

n = faktor keamanan;

M- = momen negatif yang timbul;

M+ = momen positif yang timbul;

ΣV = jumlah gaya vertikal;

ΣH = jumlah gaya horizontal:

τ = tegangan tanah yang timbul;

B = lebar tubuh bendung;

E = eksentrisitas.

3.10.9 Keamanan terhadap Gelincir

S = f x

RvRh−Σ Ep

……………………………. .(3.61)

dengan :

f = koefisien gesek (=0,50)

S = faktor keamanan ( S = 2, untuk kondisi beban normal dan S = 1,25

untuk kondisi beban ekstrim)

3.10.10 Keamanan terhadap Erosi bawah Tanah (Piping)

Untuk mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, harga keamanan terhadap

erosi tanah harus sekurang–kurangnya 2. Keamanan dapat dihitung dengan rumus

sebagai berkut :

Mahathir/0904101010120

Page 24: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

S =

s (1+ as )

hs ……………………………..(3.62)

dengan :

S = faktor tekanan (S = 2)

s = kedalaman tanah

a = tebal lapisan lindung (andaikan 0,0 m)

hs = tekanan air pada titik tinjauan

3.10.11 Tekanan Air Akibat Gaya Sentrifugal

p =

dg× v2

r …………………………………………….. (3.63)

d =

qeff

v ……………………………………………….. (3.64)

v= √2g(H1+z )

……………………………………….. (3.65)

dimana :

p = tekanan air (t/m2)

d = tebal pancaran air (m)

g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)

v = kecepatan pancaran air (m/dt)

r = jari-jari bak (m)

H1 = tinggi air di atas mercu (m)

z = beda antara elevasi mercu (HL) dengan elevasi dasar kolam olak

3.11 Bangunan Pengambilan

Kapasitas pengaliran menurut standar perencaaan irigasi dapat ditentukan dari

persamaan :

Q = μba√2gz ………………………………………….... (3.66)

Mahathir/0904101010120

Page 25: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

dengan:

Q = kapasitas saluran (m3/dt);

μ = koefisien debit;

a = tinggi bukaan pintu (m);

b = lebar bangunan pengambilan (m);

z = perbedaan elevasi muka air antara hulu dengan hilir (m)

3.12 Bangunan Penguras

Karena sungai diperkirakan mengangkut batu-batu bongkah, diperlukan

bangunan penguras dengan bagian depan tertutup. Lebar bersih bangunan penguras

(Bsc) adalah 0,6 lebar total pengambilan.

3.13 Kantung Lumpur

Standar Perencanaan Irigasi (2002) menyatakan bahwa dimensi kantung

lumpur dapat dihitung dengan persamaaan :

V = t b L + 0,5 (is – in) L2 b……………………………... (3.67)

dengan :

V = volume kantung lumpur (m3);

t = tinggi kantung lumpur (m);

b = lebar dasar kantung lumpur(m);

L = panjang Kantung lumpur (m);

is = kemiringan kantung lumpur;

in = kemiringan saluran induk;

Mahathir/0904101010120

Page 26: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

BAB IV

PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI

Dalam bab ini akan diberikan analisis data dan perhitungan-perhitungan untuk

perencanaan irigasi. Pembahasan ini menggunakan teori-teori dan rumus-rumus yang

diperoleh dari tinjauan putaka. Pembahasan ini dimulai dengan menentukan curah

hujan efektif, kemudian menentukan daerah layanan beserta irigasinya. Lalu

dilakukan perhitungan debit dan perencanaan bendung beserta saluran-saluran

irigasinya.

4.1 Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif ditentukan untuk setiap setengah bulanan, yaitu hujan 70%

dari hujan berpeluang terpenuhi 80% pada tanaman padi. Dengan kata lain hujan ini

berpeluang gagal sebesar 20%, yang berarti memiliki periode ulang kegagalan rata-

rata 5 tahun sekali. Sedangkan pada palawija hujan berpeluang terpenuhi 50%.

Langkah penyelesaian untuk menetukan curah hujan efektif dilakukan dengan

mengurutkan data dari terbesar ke nilai terkecil lalu hitung probabilitas terpenuhi.

Mahathir/0904101010120

Page 27: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Untuk mencari curah hujan untuk probabilitas 80% dan 50% harus dilakukan dengan

interpolasi linear, yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran tabel.

4.2 Daerah Layanan

Daerah yang akan dilayani adalah sawah dengan luas 907,68 ha yang terdiri

dari 27 petak sawah yaitu dengan memakai sistem golongan (VI golongan ), yaitu

Golongan I yang terdiri dari 1 petak sawah , Golongan II yang terdiri dari 7 petak

sawah, Golongan III yang terdiri dari 8 petak sawah , Golongan IV yang terdiri dari 6

petak sawah, Golongan V yang terdiri dari 2 petak sawah, dan Golongan VI yang

terdiri dari 3 petak sawah, dengan luas masing-masing sawah 124,63 ha, 195,45 ha,

234,96 ha, 180,82 ha, 79,28 ha, dan 169,81. Kebutuhan pengambilan air pada saat

rendaman penuh diperhitungkan sebanyak 2,37 l/dt/ha. Lay out jaringan irigasinya

diperlihatkan pada lampiran gambar.

4.3 Luas Daerah Aliran

Luas daerah aliran sungai (DAS) dihitung dengan menggunakan planimeter

pada peta topografi yang berskala 1 : 50.000. Luas DAS diperoleh sebesar 142,961

km2 dengan panjang sungai berjarak 30,94 km dari bendung.

4.4 Debit Andalan

Setelah diperoleh debit rerata 32 tahun dengan menggunakan metode Rainfall-

Runoff, kemudian dicari debit andalan dengan menggunakan metode Dr. Mock

(probabilitas). Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran tabel.

4.5 Debit Pengambilan dan Musim Tanam

Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ETo) dihitung dengan

menggunakan rumus Penman Modifikasi. Perhitungan dapat dilihat pada tabel di

lampiran. Setelah mengetahui ETo, maka dengan kebutuhan air penggunaan

konsumtif tanaman (ETc) dihitung dengan mengalikan ETo dan koefisien tanaman.

Koefisien tanaman padi adalah varietas unggul menurut FAO. Perkolasi ditetapkan 2

Mahathir/0904101010120

Page 28: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

mm/hari. Pergantian lapisan air (WLR) setinggi 50 mm selama setangah bulan yang

dihitung seperti di bawah ini:

= 3,3/hari

Curah hujan didapatkan seperti pada tabel. Dari diperolehnya ETo, P, Re,

WLR, C, dan ETc, kebutuhan bersih air di sawah (NFR) dapat dicari. Setelah

diperoleh nilai NFR, kebutuhan pengambilan (DR) dapat dicari. Kebutuhan

pengambilan adalah jumlah debit air yang dibutuhkan oleh satu hektar sawah.

Perhitungan kebutuhan pengambilan dirumuskan dengan kebutuhan bersih air di

sawah dibagikan efesiensi irigasi biasanya 61,2% dengan angka konversi dari

mm/hari menjadi l/det/ha. Debit kebutuhan irigasi (Qp) dicari dengan mengalikan

kebutuhan pengambilan dengan luas area sawah. Musim tanam yang direncanakan

ialah padi-padi-palawija. Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada lampiran

tabel.

4.6 Curah Hujan Rencana

Untuk menghitung debit banjir rencana diperlukan data hujan maksimum yaitu

curah hujan rencana, hal ini dikarenakan sungai pada perencanaan ini tidak memiliki

data debit. Hujan rencana ditentukan dengan metode distribusi Log Pearson III.

Hasil Perhitungan uji sebaran Log Pearson III dan hasil perhitungan curah hujan

rencana dapat dilihat pada tabel.

4.7 Debit Banjir Rencana

Perencanaan banjir rencana dilakukan dengan metode Haspers dengan luas

DAS 142,961 km2. Debit yang dihitung adalah debit banjir rencana (QT) untuk 2, 5,

10, 50 dan 100 tahun.

Untuk mencari debit banjir, curah hujan rencana harus dihitung terlebih dahulu

dari data curah hujan maksimum yang diberikan.

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Log Pearson III, didapat:

Mahathir/0904101010120

Page 29: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

R2th = 116,985 mm,

R5th = 131,147mm

R10th = 140,6 mm,

R50th = 161,68 mm, dan

R100th = 170,778 mm.

Debit banjir untuk luas DAS 142,961 km2 dan panjang sungai 30,94 km,

dihitung dengan metode Haspers, sehingga diperoleh:

Q2th = 292,2 m3/dtk,

Q5th = 327,58 m3/dtk

Q10th = 351,19 m3/dtk,

Q50th = 403,84 m3/dtk, dan

Q100th = 426,57 m3/dtk.

Perhitungan lengkap dapat dilihat pada lampiran tabel.

4.8 Dimensi Saluran

A. Saluran Pembawa

1. Saluran Pembawa {penampang trapesium) Primer

Perhitungan saluran pembawa dapat dilihat sebagai berikut:

DR = 2,37 lt/dt/ha

Luas sawah yang diairi (A) = 907,68 ha

n = 0,030 (saluran tanah)

I = 0,001622

Kemiringan tebing = 1 :

R = h/2 =0,5 h

Langkah perhitungan:

a. Debit Rencana Saluran

Qrencana =

DR× A1000

=2 ,37x 907 ,681000

=2 , 151 m3/dt

b. Luas tampang aliran

Mahathir/0904101010120

Page 30: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

c. Keliling basah

Jari–jari hidrolis

d. Kecepatan aliran

2 ,151=(b+13√3 h)h×

10 , 03

×(0,5 h)2

3×0 , 0016221

2

2 ,151=(1 ,156 h2+0 ,577 h2)×0 ,8499 h

23

Mahathir/0904101010120

Page 31: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

2 ,151=(1 ,733 h2 )×0 , 8499h2

3

2 ,151=2 ,1009 h8

3

1,155 m

Tinggi jagaan diambil 0,6 m untuk Q = 1,5 - 5 m3/ dt

2. Saluran Pembawa {penampang trapesium) Skunder

Perhitungan saluran pembawa dapat dilihat sebagai berikut:

DR = 2,37 lt/dt/ha

Luas sawah yang diairi (A) = 364,1 ha

n = 0,030 (saluran tanah)

I = 0,002687

Kemiringan tebing = 1 :

R = h/2 =0,5 h

Langkah perhitungan:

a. Debit Rencana Saluran

Qrencana =

DR× A1000

=2 , 37 x 364 ,11000

=0 , 863 m3/dt

b. Luas tampang aliran

Mahathir/0904101010120

1

1/3

b =1,335 m

h =1,155 m

Page 32: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

c. Keliling basah

Jari–jari hidrolis

d. Kecepatan aliran

0 ,863=(b+13√3 h )h×

10 , 03

×(0,5 h )2

3×0 ,0026871

2

0 ,863=(1 ,156 h2+0 , 577 h2 )×1 ,088 h

23

Mahathir/0904101010120

Page 33: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

0 ,863=(1 ,733 h2)×1 ,088 h2

3

0,746 m

Tinggi jagaan diambil 0,5 m untuk Q = 0,5 - 1,5 m3/ dt

3. Saluran Pembawa {penampang trapesium) Tersier

Perhitungan saluran pembawa dapat dilihat sebagai berikut:

DR = 2,37 lt/dt/ha

Luas sawah yang diairi (A) = 17,97 ha

n = 0,030 (saluran tanah)

I = 0,002373

Kemiringan tebing = 1 :

R = h/2 =0,5 h

Langkah perhitungan:

a. Debit Rencana Saluran

Qrencana =

DR× A1000

=2 ,37 x 17 ,971000

=0 ,043 m3/dt

b. Luas tampang aliran

c. Keliling basah

Mahathir/0904101010120

1

1/3

b =0,862 m

h =0,746 m

Page 34: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Jari–jari hidrolis

d. Kecepatan aliran

0 ,043=(b+13√3 h )h×

10 , 03

×(0,5 h )2

3×0 ,0023731

2

0 ,043=(1 ,156 h2+0 , 577 h2 )×1 ,023 h

23

Mahathir/0904101010120

Page 35: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

0 ,043=(1 ,733 h2)×1 ,023 h2

3

0,247 m

Tinggi jagaan diambil 0,4 m untuk Q < 0,5 m3/ dt

`

Mahathir/0904101010120

1

1/3

b =0,286 m

h =0,247 m

Page 36: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Tabel 4.1 Dimensi Saluran Pembawa Primer, Skunder, dan Tersier

No Nama SaluranDR

(l/dt/ha)A (ha) n L (m)

H1 (m)

H2 (m)

I m RQr

(m3/dt)h (m) b (m)

Tinggi Jagaan

(m)

1 Saluran Tanah Primer 2,37 907,68 0,03 6412,2 199,6 210 0,001621908 0,577 0,5h 2,151 1,155 1,335 0,6

                             

2 Saluran Tanah Skunder 2,37 364,1 0,03 1748,83 194,7 199,4 0,002687511 0,577 0,5h 0,863 0,746 0,862 0,5

3 Saluran Tanah Skunder 1 2,37 385 0,03 1365,94 196,3 199,5 0,002342709 0,577 0,5h 0,912 0,781 0,903 0,5

4 Saluran Tanah Skunder 2 2,37 210,7 0,03 5873,43 185 197,1 0,002060125 0,577 0,5h 0,499 0,639 0,738 0,4

5 Saluran Tanah Skunder 3 2,37 249,09 0,03 4720,91 184,3 194,7 0,002202965 0,577 0,5h 0,590 0,671 0,776 0,5

                             

6 Saluran Tanah Tersier 1 2,37 17,97 0,03 800,48 197,3 199,2 0,002373576 0,577 0,5h 0,043 0,247 0,286 0,4

7 Saluran Tanah Tersier 2 2,37 15,98 0,03 72,56 199,2 199,4 0,00275634 0,577 0,5h 0,038 0,230 0,266 0,4

8 Saluran Tanah Tersier 3 2,37 122,87 0,03 631,56 194,6 196,3 0,002691747 0,577 0,5h 0,291 0,496 0,573 0,4

9 Saluran Tanah Tersier 4 2,37 47,62 0,03 663,14 193,9 194,8 0,001357179 0,577 0,5h 0,113 0,395 0,457 0,4

10 Saluran Tanah Tersier 5 2,37 37,73 0,03 489,46 193,2 193,4 0,000408614 0,577 0,5h 0,089 0,454 0,525 0,4

11 Saluran Tanah Tersier 6 2,37 56,38 0,03 663,14 189,6 191,3 0,002563561 0,577 0,5h 0,134 0,374 0,432 0,4

Mahathir/0904101010120

Page 37: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

B. Saluran Pembuang

Perhitungan debit pembuang dengan menggunakan rumus Modulus Drainase

Modulus Pembuang:

D(n )=R( n)5+ n ( I−ET0−P )−Δs

D(n) = 131,15 + 3 (12,75– 4,28 – 2) – 50

= 100,56 mm

Modulus Drainase Rencana :

D(m) =

D(n )nx8 , 64

=100 ,563×8 , 64

=3 , 88

lt/dtk/ha

1. Saluran Pembuang (saluran trapesium) 1

Data. :

D(m) = 3,88 lt/dt/ha

As = 28,33 ha

n = 0,025

I = 0,001876

Langkah perhitungan :

Qd = 1,62 ¿ D(m) ¿ A0,92

= 1,62 ¿ 3,88¿ 28,330.92

= 136 l/d

= 0,136 m3/d

Luas tampang aliran

Keliling basah

Jari–jari hidrolis

Mahathir/0904101010120

Page 38: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Kecepatan aliran

0 ,136=(b+13√3 h )h×

10 , 025

×(0,5 h )2

3×0 ,0018761

2

0 ,136=(1 ,156 h2+0 , 577 h2 )×1 ,0914 h

23

0 ,136=(1 ,733 h2)×1, 0914 h2

3

0,373 m

Mahathir/0904101010120

Page 39: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Tinggi jagaan diambil 0,2 m untuk Q < 1,5 m3/ dt

2. Saluran Pembuang (saluran trapesium) 2

Data. :

D(m) = 3,88 lt/dt/ha

As = 13,93 ha

n = 0,025

I = 0,002005

Langkah perhitungan :

Qd = 1,62 ¿ D(m) ¿ A0,92

= 1,62 ¿ 3,88¿ 13,930.92

= 71 l/d

= 0,071 m3/d

Luas tampang aliran

Keliling basah

Jari–jari hidrolis

Mahathir/0904101010120

1

1/3

b =0,431 m

h =0,373 m

Page 40: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Kecepatan aliran

0 ,071=(b+13√3 h )h×

10 ,025

×(0,5 h )2

3×0 ,0020051

2

0 ,071=(1 ,156 h2+0 , 577 h2 )×1 ,128 h

23

0 ,071=(1 ,733 h2 )×1 , 128 h2

3

0,288 m

Mahathir/0904101010120

Page 41: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Tinggi jagaan diambil 0,2 m untuk Q < 1,5 m3/ dt

3. Saluran Pembuang (saluran trapesium) 3

Data. :

D(m) = 3,88 lt/dt/ha

As = 17,97 ha

n = 0,025

I = 0,002639

Langkah perhitungan :

Qd = 1,62 ¿ D(m) ¿ A0,92

= 1,62 ¿ 3,88¿ 17,970.92

= 90 l/d

= 0,090 m3/d

Luas tampang aliran

Keliling basah

Jari–jari hidrolis

Mahathir/0904101010120

1

1/3

b =0,333 m

h =0,288 m

Page 42: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Kecepatan aliran

0 ,090=(b+13√3 h )h×

10 , 025

×(0,5 h )2

3×0 ,0026391

2

0 ,090=(1 ,156 h2+0 , 577 h2 )×1 ,294 h

23

0 ,090=(1 ,733 h2)×1 ,294 h2

3

0,299 m

Mahathir/0904101010120

Page 43: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Tinggi jagaan diambil 0,2 m untuk Q < 1,5 m3/ dt

Mahathir/0904101010120

1

1/3

b =0,346 m

h =0,299 m

Page 44: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Tabel 4.2 Dimensi Saluran Pembuang

No Nama SaluranDm

(l/dt/ha)A (ha) n L (m)

H1 (m)

H2 (m) I m RQd

(m3/dt)h (m) b (m)

Tinggi Jagaan

(m)

1 Saluran pembuang 1 3,88 28,33 0,025 1278,91 198,2 200,6 0,001876598 0,577 0,5h 0,136 0,373 0,431 0,2

2 Saluran pembuang 2 3,88 13,93 0,025 947,34 197,3 199,2 0,002005616 0,577 0,5h 0,071 0,288 0,333 0,2

3 Saluran pembuang 3 3,88 17,97 0,025 947,34 196,5 199 0,002638968 0,577 0,5h 0,090 0,299 0,346 0,2

4 Saluran pembuang 4 3,88 34,14 0,025 1231,54 195,2 198,5 0,002679572 0,577 0,5h 0,162 0,372 0,430 0,2

5 Saluran pembuang 5 3,88 106,92 0,025 1278,91 193,7 197 0,002580322 0,577 0,5h 0,462 0,555 0,642 0,2

6 Saluran pembuang 6 3,88 19,32 0,025 1452,59 196,9 199,4 0,001721064 0,577 0,5h 0,096 0,332 0,384 0,2

7 Saluran pembuang 7 3,88 45,6 0,025 821,03 193,9 195,1 0,001461579 0,577 0,5h 0,211 0,461 0,532 0,2

8 Saluran pembuang 8 3,88 53,46 0,025 821,03 193,7 194,7 0,001217982 0,577 0,5h 0,244 0,503 0,582 0,2

9 Saluran pembuang 9 3,88 29,65 0,025 947,34 193,9 194,7 0,00084447 0,577 0,5h 0,142 0,440 0,509 0,2

10 Saluran pembuang 10 3,88 122,87 0,025 2210,46 193,1 193,3 0,00009048 0,577 0,5h 0,526 1,092 1,263 0,2

11 Saluran pembuang 11 3,88 37,73 0,025 709,87 192,8 193,1 0,000422613 0,577 0,5h 0,177 0,544 0,629 0,2

12 Saluran pembuang 12 3,88 26,06 0,025 1026,29 184,7 187,6 0,002825712 0,577 0,5h 0,126 0,336 0,388 0,2

13 Saluran pembuang 13 3,88 26,06 0,025 1057,86 184,1 184,7 0,000567183 0,577 0,5h 0,126 0,453 0,524 0,2

14 Saluran pembuang 14 3,88 124,63 0,025 1215,75 204,6 206,6 0,001645075 0,577 0,5h 0,532 0,637 0,737 0,2

15 Saluran pembuang 15 3,88 124,63 0,025 1010,5 204,2 204,8 0,000593765 0,577 0,5h 0,532 0,771 0,892 0,2

Mahathir/0904101010120

Page 45: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Elevasi Muka Air Pada Mercu

Tinjauan Sawah Tertinggi

Elevasi muka air pada mercu HL :

1. Elevasi sawah tertinggi = + 208,14

2. Ketinggian air di sawah = 0,1

3. Kehilangan energi selama pengaliran = 1,9

5. Kehilangan energi di pintu Romijn ( 2/3 H) = 0 , 77 +

Ketinggian elevasi mercu = + 210,91 m

Tinjauan Sawah Teujung

Elevasi muka air pada mercu HL :

1. Elevasi sawah terujung = + 185

2. Ketinggian air di sawah = 0,1

3. Kehilangan energi selama pengaliran = 25

4. Kehilangan energy di gorong-gorong (2 x 0,05 m) = 0,1

5. Kehilangan energi di pintu Romijn ( 2/3 H)

(2/3x1,15 + 2/3x0,753x3 + 2/3x0,693x3 = 3,55 +

Ketinggian elevasi mercu = + 213,75 m

4.9 Perencanaan Bangunan Pelengkap

4.9.1 Pintu Romijn

1. Pintu Romijn Intake 1a

Data :

a. QR = 0,863 m3/dt

b. bsaluran = 0,862 m

c. hsaluran = 0,746 m

Mahathir/0904101010120

Page 46: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Langkah perhitungan:

1. Elevasi muka air pada bangunan bagi sadap = + 213,75 – 10,6 – 0,05 =

+203,1 m

2. Elevasi muka air ditambah tinggi jagaan = + 203,1 + 0,60 = + 203,7 m

3. Direncanakan pintu Romijn dengan lebar 0,75

(berdasarkan KP-04 untuk debit 0,08-0,9 m3/dt digunakan pintu dengan lebar

1,5 m, karena lebar saluran tidak mencapai angka tersebut digunakan lebar

sebesar 0,75)

4. Elevasi pintu pada posisi terendah = + 203,1– (h sal )

= + 203,1– (0,746)

= + 202,354 m

2. Pintu Romijn Intake 2a

Data :

d. QR = 0,912 m3/dt

e. bsaluran = 0,903 m

f. hsaluran = 0,781 m

Mahathir/0904101010120

+203,7

+203,1Pintu pada posisi tertinggi

+202,354

Pintu pada posisi terendah

0,75 m

Page 47: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Langkah perhitungan:

1. Elevasi muka air pada bangunan bagi sadap = + 213,75 – 10,8 – 0,05- 0,52 =

+202,349 m

2. Elevasi muka air ditambah tinggi jagaan = + 202,349 + 0,50 = + 202,85 m

3. Direncanakan pintu Romijn dengan lebar 0,75

(berdasarkan KP-04 untuk debit 0,08-0,9 m3/dt digunakan pintu dengan lebar

1,5 m, karena lebar saluran tidak mencapai angka tersebut digunakan lebar

sebesar 0,75)

4. Elevasi pintu pada posisi terendah = + 202,349– (h sal )

= + 202,349– (0,781)

= + 201,567 m

3. Pintu Romijn Intake 3a

Data :

g. QR = 0,912 m3/dt

h. bsaluran = 0,903 m

i. hsaluran = 0,781 m

Mahathir/0904101010120

+202,85

+202,349Pintu pada posisi tertinggi

+201,567

Pintu pada posisi terendah

0,75 m

Page 48: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Langkah perhitungan:

1. Elevasi muka air pada bangunan bagi sadap = + 213,75 – 11,2 – 0,05 – 1,04

= +201,458 m

2. Elevasi muka air ditambah tinggi jagaan = + 201,458 + 0,50 = + 201,96 m

3. Direncanakan pintu Romijn dengan lebar 0,75

(berdasarkan KP-04 untuk debit 0,08-0,9 m3/dt digunakan pintu dengan lebar

1,5 m, karena lebar saluran tidak mencapai angka tersebut digunakan lebar

sebesar 0,75)

4. Elevasi pintu pada posisi terendah = + 201,458– (h sal )

= + 201,458– (0,781)

= + 200,677 m

Mahathir/0904101010120

+201,96

+201,458Pintu pada posisi tertinggi

+200,677

Pintu pada posisi terendah

0,75 m

Page 49: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Tabel 4.3 Dimensi dan Elevasi Pintu Romijn

NoNama Pintu Romijn

Qr (m3/dt)

h (m)

b (m)

Tinggi Jagaan

(m)

Elevasi Muka

Air pada Mercu

(m)

Kehilangan Energi Selama

Pengaliran (m)

Kehilangan Energi di Gorong-

Gorong (m)

Kehilangan Energi di Pintu Romijn

(m)

Lebar Pintu

Romijn (m)

Elevasi Muka Air ditambah

Tinggi Jagaan (m)

Pintu pada

Posisi Tertinggi

(m)

Pintu pada Posisi

Terendah (m)

1Pintu Romijin 1a

0,863

0,746

0,862

0,60 213,75 10,6 0,05 - 0,75 203,70 203,100 202,354

2Pintu Romijin 1b

0,912

0,781

0,903 0,50

213,75 10,6 0,05 - 0,75 203,60 203,100 202,319

3Pintu Romijin 2a

0,912

0,781

0,903

0,50 213,75 10,8 0,05 0,52 0,75 202,88 202,379 201,598

4Pintu Romijin 2b

0,038

0,230

0,266

0,40 213,75 10,8 0,05 0,52 0,25 202,78 202,379 202,149

5Pintu Romijin 2c

0,043

0,247

0,286

0,40 213,75 10,8 0,05 0,52 0,25 202,78 202,379 202,132

6Pintu Romijin 3a

0,912

0,781

0,903

0,50 213,75 11,2 0,05 1,04 0,75 201,96 201,458 200,677

7Pintu Romijin 3b

0,912

0,781

0,903 0,50

213,75 11,8 0,05 1,04 0,75 201,36 200,858 200,077

8Pintu Romijin 4a

0,499

0,639

0,738

0,40 213,75 12,9 0,05 2,08 0,50 199,12 198,716 198,078

9Pintu Romijin 4b

0,291

0,496

0,573

0,40 213,75 12,9 0,05 2,08 0,75 199,12 198,716 198,220

10Pintu Romijin 4c

0,113

0,395

0,457

0,40 213,75 15,2 0,1 2,41 0,50 196,44 196,035 195,640

Mahathir/0904101010120

Page 50: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

11Pintu Romijin 5a

0,499

0,639

0,738

0,40 213,75 16,7 0,1 2,41 0,50 194,94 194,535 193,897

12Pintu Romijin 5b

0,089

0,454

0,525

0,40 213,75 16,7 0,1 2,41 0,50 194,94 194,535 194,082

13Pintu Romijin 6

0,499

0,639

0,738

0,40 213,75 17,6 0,1 2,84 0,75 193,61 193,210 192,571

14Pintu Romijin 7a

0,590

0,671

0,776 0,50

213,75 17,8 0,1 0,52 0,75 195,83 195,329 194,658

15Pintu Romijin 7b

0,590

0,671

0,776

0,50 213,75 18,7 0,1 0,97 0,75 194,48 193,981 193,310

16Pintu Romijin 7c

0,134

0,374

0,432

0,40 213,75 18,7 0,1 1,00 0,40 194,35 193,950 193,576

Mahathir/0904101010120

Page 51: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

4.9.2 Gorong-gorong

a. BGG 1

Saluran primer ; b = 1,335 m ; h = 1,155 mLebar gorong-gorong = b + h = 1,335 + 1,155 = 2,49 m Tinggi bukaan = h + 0,6 m = 1,155 + 0,6 = 1,755 m

a. BGG 2

Saluran primer ; b = 0,738 m ; h = 0,639 mLebar gorong-gorong = b + h = 0,738 + 0,639 = 1,38 m Tinggi bukaan = h + 0,4 m = 0,639 + 0,4 = 1,039 m

BAB V

PERENCANAAN PROFIL MERCU BENDUNG

DAN KOLAM OLAK

Mahathir/0904101010120

Page 52: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

5.1 Perencanaan Profil Mercu Bendung

Dalam perencanaan konstruksi bangunan air yang harus diperhatikan

untuk merencanakan mercu bendung adalah debit banjir yang akan

dilewatkan, ketinggian air sebelum pembendungan dan kemiringan muka

bendung bagian hulu dan hilir. Untuk memilih mercu bendung, terlebih

dahulu harus diperhatikan adalah ketinggian air sebelum pembendungan dan

tinggi rencana mercu. Jika ketinggian air sebelum pembendungan lebih

rendah dari tinggi mercu yang direncanakan maka dipilih mercu tipe ogee,

tetapi bila ketinggian air sebelum pembendungan diperoleh lebih tinggi dari

tinggi mercu rencana, maka mercu yang akan digunakan adalah mercu bulat.

Untuk merencanakan profil mercu bendung maka diperlukan data-data sungai

sebagai berikut:

Qmaks = 426,57 m3/dt

Lebar sungai (B) = 45 m

Slope sungai (I) = 0,000982

Talud sungai (V : H) = 1 : 1

Manning sungai (n) = 0,04 dt/m1/3

Elevasi dasar sungai bagian hulu (UGL) = + 209 m

Eevasi dasar sungai bagian hilir (DGL) = + 209 m

Elevasi muka air pada mercu HL = +213,75 m

Tinggi pembendungan (P) = +213,75 m – (+ 209 m)

= +4,75 m

Perhitungan Kedalaman Air di Sungai Sebelum Pembendungan

A= ( B + m H ) H

P = B + 2H √1+m2

Mahathir/0904101010120

Page 53: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

R=

AP

V=

1n

R2/3 I 1/2

Q= A . V

Dimana :

A = luas tampang aliran sungai (m2)

B = lebar sungai (m)

m = talud sungai

H = kedalaman air sebelum pembendungan (m)

P = keliling basah sungai (m)

R = jari-jari hidrolis sungai (m)

v = kecepatan aliran (m/dt)

n = koefisien Manning sungai (dt/m1/3)

I = slope memanjang sungai

Q = debit sungai (m3/dt)

R =

AP

R =

BH+H2

B+2H√2

Q = A v

Q = ( B + m H ) H

10 ,04

×(BH+H 2

B+2H√2)2/3×0 ,0009821/2

426,57 = ( 45 + H ) H

10 ,04

×(45H+H2

45+2H√2)2/3×0 ,0009821/2

Diperoleh H sebesar 4,57 m

Jadi kedalaman air sebelum pembendungan adalah sebesar H = 4,57 m.

Elevasi muka air bagian hulu sungai sebelum pembendungan :

UWLawal = UGL + H

Mahathir/0904101010120

Page 54: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

= + 209 + 4,57

= + 213,57 m

Karena elevasi mercu (HL = +213,75) berada di atas elevasi muka air

sungai (UWLawal = +213,57), maka tipe aliran adalah jatuh bebas. Mercu

yang digunakan adalah mercu tipe Ogee.

Perhitungan Debit Persatuan Lebar Bendung

qeff =

Qmax

Beff

=

426 ,570,9 x45

= 10,57 m3/dt/m

Perhitungan Tinggi Air di atas Mercu Bendung

Untuk mercu Ogee perhitungan dilakukan dengan cara coba banding dengan

menetapkan nilai Hd sampai didapat q ≈ qeff dengan rumus berikut:

q =

23

Cd √2g [(Hd + V 2

2g )3/2

− ( V 2

2g )3/2]

Cd = 0,611 + 0,08

Hd

P

V =

qeff

Y -------------------------------------------------

Y = Hd + P

Tabel 5.1 Perhitungan Tinggi Air Setelah Pembendungan

No Hd P Y V Cd V2/2g q qeff1 0,5 4,75 5,25 2,006 0,619 0,205 0,913 10,572 1 4,75 5,75 1,831 0,628 0,171 2,218 10,57

Mahathir/0904101010120

Page 55: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

3 1,5 4,75 6,25 1,685 0,636 0,145 3,860 10,574 2 4,75 6,75 1,560 0,645 0,124 5,810 10,575 2,5 4,75 7,25 1,452 0,653 0,108 8,053 10,576 3 4,75 7,75 1,359 0,662 0,094 10,575 10,577 3,5 4,75 8,25 1,276 0,670 0,083 13,370 10,57

Dari perhitungan diatas diperoleh Hd = 3 m, sehingga q = qeff. Jadi tinggi Air

diatas mercu = 3 m.

Desain Mercu

Hd = 3 m

a = 0,237 x hd = 0,237 x 3 = 0,711 m

b = 0,139 x hd = 0,139 x 3 = 0,417 m

R = 0,68 x hd = 0,68 x 3 = 2,04 m

r = 0,21 x hd = 0,21 x 3 = 0,63 m

Mencari koordinat titik singgung pada mercu digunakan persamaan Scemeni :

X n = K x (hd)n-1 x Y

Dimana :

K dan n = parameter yang tergantung pada kemiringan muka pelimpah

bagian hulu.

Tabel harga K dan n

Kemiringan muka bagian hulu

K n

3 : 11,936 1,836

X1,836 = 1,936 x (3)1,836-1 x Y

Y = 0,206 X1,836

dydx = (0,206 x 1,836) X0,836

dydx = 0,378 X0,836

1 = 0,378 X0,836

X = 3,20 m dan Y =1,743 m

Mahathir/0904101010120

Page 56: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

X 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3Y 0 0,058 0,206 0,434 0,735 1,108 1,548

Dari hasil perhitungan diatas dapat digambar bentuk Mercu tipe ogee:

Gambar. Profil mercu

5.2 Perencanaan Kolam Olak

Untuk merencanakan kolam olak diperlukan data-data seperti UWL, DGL,

dan DWL. Dari data elevasi mercu (HL) dan tinggi air di atas mercu (hd) dapat

Mahathir/0904101010120

13

Page 57: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

dihitung elevasi muka air bagian hulu sungai sesudah pembendungan (upstream

water level).

UWL = HL + hd

= +213,75 + 3

= +216,75 m

Dari data elevasi dasar sungai bagian hilir (DGL) dan tinggi air

sebelum pembendungan (H) dapat dihitung elevasi muka air sungai bagian

hilir bendung (downstream water level).

DWL = DGL + H

= + 209 + 4,57

= + 213,57 m

Beda tinggi muka air antara hulu dengan hilir :

H = UWL - DWL

= 216,75 213,57

= 3,18 m

Kedalaman kritis :

yc =

3√ qeff

2

g

=

3√10,572

9 , 81

yc = 2,24 m

Merencanakan Kolam Loncat Air digunakan Tabel Perbandingan Tak

Berdimensi

H1 = hd +

v2

2 g

ΔHH1 =

3 ,183 ,09

= 3 + 0,094

ΔHH1 = 1,189

= 3,094 m

Berdasarkan tabel A.2.1( KP-02) diperoleh nilai sbb :

yu

H1 = 0,2460 → yu = 0,7611

Mahathir/0904101010120

Page 58: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Hu

H1 = 2,6790 → Hu = 8,289

yd

H1 = 1,4308 → yd = 4,4270

Hd

H1 = 1,503 → Hd = 4,650

Bilangan Froude

vu =

qeff

yu =

10,570 ,7611 = 13,84 m/det

H2 = yu +

vu2

2 g

= 0,7611 +

13 , 842

2×9 , 81

= 10,52 m

Ternyata nilai Hu tidak sama dengan nilai H₂ maka dicari nilai yu yang baru

dengan cara “trial & error”.

Tabel perbandingan nilai yu

yu vu H2 Hu

0,87112,089

6 8,320 8,289

0,87212,075

7 8,304 8,289

0,87312,061

9 8,288 8,289

0,87412,048

1 8,272 8,289

0,87512,034

3 8,256 8,289

0,87612,020

5 8,241 8,289

Sehingga bilangan Froudenya:

Fr =

vu

√gyu

Mahathir/0904101010120

Page 59: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Fr =

12 ,06

√9 ,81×0 ,873

Fr = 4,12

Mengingat nilai bilangan Froude sebesar 4,12 terletak di diantara 2,4 - 4,5 maka

digunakan kolam olakan USBR tipe IV.

w = yu = 0,873 m

2,5 w = 2,5 x 0,873 = 2,183 m

2 yu = 2 x 0,873 = 1,746 m

1,25 yu = 1,25 x 0,873 = 1,09 m (tinggi endsil)

Elevasi Kolam = 209 – yd

= 209 – 4,42

= 204,58 m

Kontrol kedalaman air hilir minimum, y2 + endsill > 1,1 yd

(4,42-0,873) + 1,1 = 4,647 > 1,1(4,42) = 4,862(tidak aman)

Kolam olakan harus diturunkan lagi sebesar

4,862 - 4,647 = 0,225 = 0,3 m

Maka elevasi kolam olak adalah 204,58 – 0,3 = + 204,28 m

Panjang kolam olak

L = 2 yu (√1+8(Fr )2 -1)

L = 2 x 0,873 (√1+8( 4 ,12)2 -1)

L = 18,67 = 19 m

Mahathir/0904101010120

Page 60: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

BAB VI

STABILITAS BENDUNG

Stabilitas bendung harus dicek pada dua macam kondisi, yaitu:

selama debit sungai rendah (muka air normal); dan

selama terjadi banjir rencana (muka air banjir).

6.1 Stabilitas Bendung Selama Debit Sungai Rendah (Muka Air Normal)

Saat debit sungai rendah diasumsikan:

Elevasi muka air hulu (UWL) = elevasi mercu bendung (HL) = + 213,75

Elevasi muka air hilir (DWL) = elevasi ambang kolam olak dengan bak

yang dipompa sampai kering = +204,28

Gambar 6.1 Konstruksi bendung tanpa lantai hulu

Sebelum diselidiki stabilitasnya, terlebih dahulu dicek rembesan dan

tekanan air di bawah tanah sehingga dapat diketahui apakah diperlukan lantai

lindung atau tidak. Dengan menggunakan rumus Metode Lane, di mana:

Mahathir/0904101010120

Ao

A

B C

D E

F G

HI

J K

L M

N O

QP

R

13

Page 61: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

CL=∑ LV+

13∑ L H

Hw .................................................................... (6.1)

Keterangan:

CL = angka rembesan Lane;

LV = jumlah panjang vertikal (m);

LH = jumlah panjang horizontal (m); dan

Hw = beda tinggi muka air (m).

a. Perhitungan jalur rembesan dan tekanan air tanah untuk konstruksi awal

bendung

Tabel 6.1 Jalur rembesan air tanah untuk konstruksi awal bendung

Titik GarisLrembesan

Lhitung LxVer Hor Hor/3(m) (m) (m)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)A0            A A0-A 1,000     1,000 1,000B A-B 3,000     3,000 4,000C B-C   2,000 0,667 0,667 4,667D C-D 2,200     2,200 6,867E D-E   1,000 0,333 0,333 7,200F E-F 3,000     3,000 10,200G F-G   2,000 0,667 0,667 10,867H G-H 3,000     3,000 13,867I H-I   2,000 0,667 0,667 14,533J I-J 3,000     3,000 17,533K J-K   2,000 0,667 0,667 18,200L K-L 3,000     3,000 21,200M L-M   3,000 1,000 1,000 22,200N M-N 2,200     2,200 24,400O N-O   20,160 6,720 6,720 31,120P O-P 2,200     2,200 33,320Q P-Q   1,000 0,333 0,333 33,653R Q-R 9,080     9,080 42,733

JumlahΣLV ΣLH 1/3 ΣLH    

31,680 33,160 11,053    

Mahathir/0904101010120

Page 62: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Beda tinggi muka air antara hulu dan hilir adalah:

Hw = Elevasi muka air bagian hulu Elevasi muka air bagian hilir

= HL Elevasi titik R

= 213,75 204,28

= 9,47 m

Dari tabel di atas dihitung angka rembesan Lane-nya:

CL=∑ LV+

13∑ L H

Hw

CL=31 ,68 m+11 , 053 m

9 , 47 m

CL=4 ,512

Harga minimum angka rembesan Lane untuk pasir halus = 7,0 ,

sedangkan hasil yang diperoleh adalah 4,512 berarti:

CL hit < CL min.

Oleh karena itu, untuk melindungi terhadap bahaya rembesan dan

erosi bawah tanah yang akan terjadi pada bendung diperlukan perlindungan

tambahan berupa konstruksi lindung. Dalam perencanaan ini digunakan lantai

hulu.

Lantai hulu tersebut akan memperpanjang jalur rembesan. Untuk

keperluan perhitungan diasumsikan panjang lantai hulu 16,75 m.

b. Perhitungan jalur rembesan dan tekanan air tanah untuk konstruksi bendung

dengan lantai hulu.

Ao

A

B C

D E

F G

HI

J K

L M

N O

QP

R

Ao

A1 A2

A3 A4

A5 A6

A7 A8

A9 A10

A11

13

Mahathir/0904101010120

Page 63: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Gambar 6.2 Konstruksi bendung dengan lantai hulu

Tabel 6.2 Jalur rembesan dan tekanan air tanah untuk bendung dengan

lantai hulu

Titik

Garis

Lrembesan

Lhitung LxLx /

ΣLhitHx

P= Hx - [(Lx/L) ×

Hw]Ver Hor

Hor/3

(m) (m) (m)(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)A0           0,000   4,750 4,750A1 A0-A1 4,500     4,500 4,500 0,065 9,250 8,630A2 A1-A2   1,000 0,333 0,333 4,833 0,070 9,250 8,584A3 A2-A3 3,500     3,500 8,333 0,121 5,750 4,602A4 A3-A4 4,000 1,333 1,333 9,667 0,141 5,750 4,418

A5 A4-A5 3,500     3,50013,16

70,192 9,250 7,436

A6 A5-A6   1,000 0,333 0,33313,50

00,196 9,250 7,390

A7 A6-A7 3,500     3,50017,00

00,247 5,750 3,408

A8 A7-A8   4,000 1,333 1,33318,33

30,267 5,750 3,224

A9 A8-A9 3,500     3,50021,83

30,318 9,250 6,242

A10A9-A10

  1,000 0,333 0,33322,16

70,323 9,250 6,196

A11A10-A11

3,500     3,50025,66

70,373 5,750 2,214

A A11-A   4,000 1,3331,333

27,000

0,393 5,750 2,030

B A-B 3,000    3,000

30,000

0,436 8,750 4,617

C B-C   2,0000,667 0,667

30,667

0,446 8,750 4,525

D C-D 2,200    2,200

32,867

0,478 6,550 2,022

E D-E   1,0000,333 0,333

33,200

0,483 6,550 1,976

F E-F 3,000    3,000

36,200

0,527 9,550 4,562

G F-G   2,0000,667 0,667

36,867

0,536 9,550 4,471

H G-H 3,000    3,000

39,867

0,58012,55

07,057

I H-I   2,0000,667 0,667

40,533

0,59012,55

06,965

Mahathir/0904101010120

Page 64: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

J I-J 3,000    3,000

43,533

0,63315,55

09,552

K J-K   2,0000,667 0,667

44,200

0,64315,55

09,460

L K-L 3,000    3,000

47,200

0,68718,55

012,047

M L-M   3,0001,000 1,000

48,200

0,70118,55

011,909

N M-N 2,200    2,200

50,400

0,73316,35

09,406

O N-O  20,16

0 6,720 6,72057,12

00,831

16,350

8,480

P O-P 2,200    2,200

59,320

0,86318,55

010,377

Q P-Q   1,0000,333 0,333

59,653

0,86818,55

010,331

R Q-R 9,080    9,080

68,733

1,000 9,470 0,000

JumlahΣLV ΣLH

1/3 ΣLH

ΣLhitung        

52,680

48,160

16,053

68,733

*) HX = Elevasi muka air bagian hulu (HL = +213,75) Elevasi terhadap titik yang

ditinjau.

Setelah dibuat lantai hulu dengan teori yang sama dicek kembali angka

rembesan Lane-nya (Tabel A.51):

CL=∑ LV+

13∑ L H

Hw

CL=52, 680 m+16 , 053 m

9 , 47 m

CL=7 , 258

CL = 7,258 syarat CL min = 7.

Dengan demikian konstruksi bendung telah aman terhadap rembesan

dan tekanan air tanah.

Selanjutnya dihitung tekanan air tanahnya dengan rumus:

PX=H X−LX

∑ LHIT

Hw......................................................... (6.2)

Mahathir/0904101010120

Page 65: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

di mana:

PX = tekanan air pada titik X (t/m2);

HX = tinggi energi di hulu bendung pada titik X (m);

LX = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai titik X (m);

L = panjang total/lintasan jalur rembesan (m); dan

Hw = beda tinggi muka air (m).

dengan X adalah titik yang ditinjau.

6.1.1 Stabilitas

Gaya-gaya yang bekerja pada tubuh bendung adalah:

a. Tekanan air

Gaya tekanan hidrostatis.

Tekanan hidrostatis, merupakan fungsi kedalaman di bawah permukaan air.

Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan.

Dimana:

W = ½ γw h2...................................................................................... (6.3)

Keterangan:

W = Gaya tekanan hidrostatis (ton);

w = Berat volume air (w = 1 t/m3); dan

h = kedalaman air (m).

b. Tekanan tanah

Tekanan tanah, termasuk tekanan lumpur di dalamnya (sediment pressure),

bekerja secara horizontal terhadap bangunan bendung dan dianggap sebagai

tekanan tanah aktif. Dalam perhitungan diasumsikan lumpur yang terjadi

adalah setinggi mercu, sehingga kedalaman lumpur dihitung dari elevasi

mercu sampai elevasi paling bawah dari bendung.

Rumus yang digunakan adalah:

PS=( ρs−ρw

2 )×Ka×h2

............................................................... (6.4)

dengan nilai:

Mahathir/0904101010120

Page 66: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Ka = tan2(45−φ2 ) ........................................................................ (6.5)

Keterangan:

PS = tekanan tanah aktif (ton);

s = berat volume tanah/lumpur (s = 1,8 t/m2);

w = berat volume air (w = 1 t/m2);

Ka = koefisien tanah aktif;

h = kedalaman tanah (m); dan

= sudut gesekan dalam yang tergantung dari jenis tanah ( = 280).

c. Berat mati bendung (G)

Berat sendiri konstruksi atau berat mati bangunan bergantung kepada

material yang dipakai untuk membuat bangunan itu. Berat volume untuk:

pasangan batu = 2,2 t/m2

beton tumbuk = 2,3 t/m2

beton bertulang = 2,4 t/m2

Rumus yang digunakan:

G = A ........................................................................................ (6.6)

Keterangan:

G = berat sendiri konstruksi (ton);

A = luas penampang (m2); dan

= berat volume material (t/m2).

Dalam perencanaan ini digunakan material beton bertulang ( = 2,4

t/m2).

Mahathir/0904101010120

W11

W12 W14W13

W15 W16 W17 W18 W19W20

W21

W22

Ao

A

B C

D E

F G

HI

J K

L M

N O

QP

R

13

Page 67: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Gambar 6.3 Gaya-gaya pada debit sungai rendah

Tabel 6.3 Gaya dan momen pada bendung selama debit rendah

GayaVertikal Horizontal γ Gaya Lengan Momen

(m) (m) (t/m2) (ton) (m) (ton m)(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

HorizontalW1 4,75 4,75 1,00 11,28 15,10 170,35W2 3,00 2,03 1,00 6,09 11,52 70,16  3,00 4,62 1,00 3,88 10,85 42,10

W3 2,20 4,52 1,00 -4,45 10,62 -47,23  2,20 2,02 1,00 -2,75 10,25 -28,22

W4 3,00 1,98 1,00 5,93 10,50 62,24  3,00 4,56 1,00 3,88 10,00 38,80

W5 3,00 4,47 1,00 13,41 7,50 100,59  3,00 7,06 1,00 3,88 7,00 27,16

W6 3,00 6,97 1,00 20,90 4,50 94,03  3,00 9,55 1,00 3,88 4,00 15,52

W7 3,00 9,46 1,00 28,38 1,50 42,57  3,00 12,05 1,00 3,88 1,00 3,88

W8 2,20 11,91 1,00 -20,69 1,10 -22,76  2,20 9,41 1,00 -2,75 0,73 -2,01

W9 2,20 8,48 1,00 18,66 1,10 20,52

Mahathir/0904101010120

W11

W12 W14W13

W15 W16 W17 W18 W19W20

W21

W22

Ao

A

B C

D E

F G

HI

J K

L M

N O

QP

R

13

Page 68: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

  2,20 10,38 1,00 2,09 0,73 1,52W10 9,08 10,33 1,00 -46,90 3,67 -172,13S1 1/2x0,36x(1,8-1)x18,5^2 49,280 6,170 304,06

  Jumlah     97,86   721,13Vertikal

G1 4,75 1,60 2,40 -9,12 35,39 -322,76G2 4,75 2,16 2,40 -24,62 33,78 -831,80G3 4,75 4,71 2,40 -26,85 31,13 -835,75G4 1,00 8,47 2,40 -20,33 32,23 -655,17G5 1,80 1,80 2,40 -3,89 27,39 -106,49G6 2,20 2,00 2,40 -10,56 35,46 -374,46G7 2,20 1,10 2,40 -2,90 34,09 -99,00G8 3,00 2,00 2,40 -14,40 31,36 -451,58G9 6,00 2,00 2,40 -28,80 29,36 -845,57G10 4,02 2,14 2,40 -20,65 27,29 -563,45G11 4,02 4,02 2,40 -19,39 24,88 -482,48G12 4,98 28,36 2,40 -338,96 14,18 -4806,43G13 0,80 26,36 2,40 -50,61 13,18 -667,06G14 2,20 3,00 2,40 -15,84 24,86 -393,78G15 2,20 1,10 2,40 -2,90 22,99 -66,76G16 2,20 1,10 2,40 -2,90 1,37 -3,98G17 2,20 1,00 2,40 -5,28 0,50 -2,64G18 1,10 2,20 2,40 -2,90 1,37 -3,98G19 1,10 1,00 2,40 -2,64 0,50 -1,32

             W11 9,14 2,00 1,00 9,14 35,46 324,15W12 2,02 1,10 1,00 2,22 33,91 75,41

  2,50 1,10 1,00 1,38 33,91 46,68W13 4,00 1,00 1,00 2,00 32,86 65,68W14 9,03 2,00 1,00 9,03 31,36 283,27W15 14,02 2,00 1,00 14,02 29,36 411,70W16 19,01 2,00 1,00 19,01 27,36 520,17W17 23,96 3,00 1,00 35,93 24,86 893,32W18 2,50 1,10 1,00 1,38 22,81 31,40

  9,41 1,10 1,00 10,35 22,81 236,00W19 17,89 20,16 1,00 180,29 12,18 2195,95W20 1,90 1,10 1,00 1,04 1,55 1,62

  8,48 1,10 1,00 9,33 1,55 14,46W21 20,71 1,00 1,00 10,35 0,50 5,18W22 4,75 1,60 1,00 3,80 35,92 136,50

  Jumlah     -294,270   -6272,966

Mahathir/0904101010120

Page 69: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Gaya-gaya resultan yang bekerja pada bendung:

RV = 294,27 ton

RH = +97,86 ton

MV = 6272,966 tm

MH = +721,13 tm

Jumlah momen total adalah:

MO = MV + MH

= 6272,966 tm + 721,13 tm

= 5551,84 tm

Garis tangkap (line of action) gaya resultante sekarang dapat

ditentukan sehubungan dengan titik M.

h =

M H

RH =

721 ,13 tm97 , 86 ton = 7,37 m

v =

MV

RV =

6272 ,966 tm294 ,27 ton = 21,32 m

6.1.2 Kestabilan Konstruksi Bendung tanpa Dipengaruhi Gaya Gempa

Kestabilan tubuh bendung harus dicek terhadap:

(a) Eksentrisitas

Eksentrisitas: e =( L

2 )−(M O

RV)................................................ (6.7)

e =(36 , 46 m

2 )−(5551 , 84 tm294 , 27 t )

e = -0,636 m

Dengan L adalah panjang telapak pondasi = 36,46 m. Batas maksimum

eksentrisitas adalah:

esyarat =

16

L =

16×36 ,46

= 6,07 m

Karena eksentrisitas yang diperoleh e = -0,636 m

16

L=6 .07m OK

Mahathir/0904101010120

Page 70: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

(b) Tekanan tanah di bawah bendung

Tekanan tanah: =

RV

L (1±6 eL )............................................. (6.8)

=

294 ,2736 , 46 (1±6×−0 , 636

36 , 46 )maks = 8,92 ton/m2

min = 7,23 ton/m2

Daya dukung tanah yang diizinkan untuk pasir dan kerikil adalah 20 – 60 t/m2

atau 200 – 600 kN/m2. Karena tekanan tanah maksimum dan minimum lebih

kecil dari daya dukung tanah yang diizinkan, maka konstruksi bendung

aman.

(c) Gelincir

Keamanan terhadap gelincir meliputi bagian tanah pasif di ujung hilir

konstruksi. Karena perkembangan tanah pasif memerlukan gerak, maka hanya

separuh dari tekanan yang benar-benar berkembang yang dihitung. Juga

dengan mempertimbangkan gerusan yang mungkin terjadi sampai setengah

kedalaman pondasi, tekanan tanah pasif Ep1 menjadi:

Dimana nilai koefisien tanah pasif adalah:

Kp = tan2(45+ φ2 ) .......................................................................... (6.9)

Kp = tan2(45+282 )

Kp = 2 ,77

Tekanan tanah pasif pada koperan Q-R:

Ep M-N = ½ (ρs – ρw) 0,5 hQR Kp

Ep M-N = ½ (1,8 – 1,0) (0,5 × 9,08) 2,77

Ep M-N = 5,03 t/m

Mahathir/0904101010120

Page 71: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Tekanan tanah pasif Ep1 menjadi:

Ep1 = 1/2 (0,5 hMN Ep QR)

= 1/2 (0,5 9,08 m × 5,03 t/m)

= 17,42 ton

Tekanan tanah pasif pada koperan M - N:

Ep I-J = ½ (ρs – ρw) hMN Kp

Ep I-J = ½ (1,8 – 1,0) 2,2 2,77

Ep I-J = 3,43 t/m

Tekanan tanah pasif Ep2 menjadi:

Ep2 = 1/2 (hIJ Ep I-J)

= 1/2 (2,2 m × 2,43 t/m)

= 2,68 ton

Maka, tekanan total tanah pasif adalah:

Ep = Ep1 + 2Ep2

= (17,42 + 2x3,68) ton

= 24,78 ton

Keamanan terhadap gelincir sekarang menjadi:

S =f×

RV

RH−Σ Ep .......................................................................... (6.10)

Keterangan:

f = koefisien gesek (f = 0,5 untuk tanah kerikil berpasir, table A.53)

S = faktor keamanan (S = 2 untuk kondisi beban normal dan S = 1,25 untuk

kondisi beban ekstrim)

S = 0,5×294 ,27

97 , 86 −24 , 78

S = 2,013 > 2 OK

Karena diperoleh nilai S > 2, berarti bendung aman terhadap gelincir.

Mahathir/0904101010120

Page 72: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

6.1.3 Keamanan terhadap Erosi bawah Tanah (piping)

Harga keamanan terhadap erosi tanah harus sekurang-kurangnya 2,

untuk mencegah pecahnya bagian hilir bangunan.

Keamanan terhadap erosi bawah tanah (piping) dapat dihitung dengan

rumus berikut ini:

S =

s (1+ as )

hs ................................................................................. (6.11)

Keterangan:

S = faktor tekanan (S = 2);

s = kedalaman tanah (9,08 m);

a = tebal lapisan lindung (andaikan 0,0 m);

hs = tekanan air pada titik Q (m)

PQ – hQR = 10,331 – 9,08 = 1,251

Keamanan terhadap erosi bawah tanah menjadi:

S =

9 ,08(1+ 09 , 08 )

1, 251

= 7,26 > 2 OK

6.1.4 Kestabilan Konstruksi Bendung terhadap Gaya Gempa

Dari peta daerah gempa, dapat dihitung koefisien gempa.

ad = n (ac z)m............................................................................. (6.12)

E =

ad

g ........................................................................................ (6.13)

Keterangan:

ad = percepatan gempa rencana, (cm/dtk2);

n,m = koefisien jenis tanah

(disini digunakan jenis tanah aluvium, n = 1,56, m = 0,89);

ac = percepatan gempa dasar, (160 cm/dtk2);

Mahathir/0904101010120

Page 73: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

z = faktor yang tergantung dari letak geografis (0,56);

E = koefisien gempa bumi; dan

g = percepatan gravitasi (9,81 m/dtk2).

Maka, nilai koefisien gempa:

ad = 1,56 (160 0,56)0,89

= 85,247 cm/dtk2

E =

85 , 247 cm /dtk2

981 cm /dtk2= 0,087 0,10 ambil E = 0,10

Gaya horizontal tambahan ke arah hilir adalah:

He = G E

= 503,55 ton 0,10

= 50,36 ton

Momen tambahan yang dipakai adalah:

MHe = He h

= 50,36 ton 19,08 m

= 960,57 tm

Jumlah momen sekarang menjadi:

M = MO + MHe

= 5551,84 + 960,57

= 4591,27 tm

Keterangan:

He = gaya akibat gaya gempa bumi ditinjau arah hilir (ton);

G = gaya berat sendiri konstruksi (ton);

MHe = momen yang terjadi akibat gempa (tm);

Pengecekan stabilitas bendung terhadap gaya gempa.

(a) Eksentrisitas

Eksentrisitas: e = ( L

2 )−(M o

RV)

Mahathir/0904101010120

Page 74: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

e = (36 , 46 m

2 )−(4591 ,27 tm294 ,27 t )

e = 2,63 m < esyarat =

16

L=6 , 07m OK

(b) Tekanan tanah di bawah bendung

Tekanan tanah: =

RV

L (1±6 eL )

=

294 ,2736 , 46 (1±6×−2 ,63

36 , 46 )maks = 11,56 ton/m2

min = 4,58 ton/m2

maks dan min, berada di bawah batas tekanan yang diizinkan untuk pasir dan

kerikil yaitu 20 – 60 t/m2 atau 200 – 600 kN/m2 OK.

(c) Gelincir

S = f×

RV

RH+H e−Σ Ep

S = 0,5×294 ,27

97 ,86+50 ,35−24 ,78

S = 1,79 > 1,25 OK

6.2 Stabilitas Bendung Selama Terjadi Debit Banjir (Muka Air Banjir)

Selama terjadi rencana (Qmax = 462,57 m3/dtk), muka air hulu bendung

adalah UWL = 216,75 m dan di hilir bendung DWL = + 208,85 m (dengan

asumsi h1 = H1). Tekanan air pada tubuh bendung dihitung seperti selama

debit rendah, tetapi dalam hal ini Hw = 216,75 – 208,85= 7,9 m, maka

diperoleh:

Tabel 6.4 Gaya pada Bendung Selama Terjadi Debit Banjir (Qmaks)

Mahathir/0904101010120

Page 75: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Titik

Garis

Lrembesan

Lhitung LxLx /

ΣLhitHx

P= Hx - [(Lx/L) ×

Hw]Ver Hor

Hor/3

(m) (m) (m)(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)A0           0,000   7,750 7,750

A1A0-A1

4,500     4,500 4,500 0,06512,25

011,733

A2A1-A2

  1,000 0,333 0,333 4,833 0,07012,25

011,694

A3A2-A3

3,500     3,500 8,333 0,121 8,750 7,792

A4A3-A4

4,000 1,333 1,333 9,667 0,141 8,750 7,639

A5A4-A5

3,500     3,50013,16

70,192

12,250

10,737

A6A5-A6

  1,000 0,333 0,33313,50

00,196

12,250

10,698

A7A6-A7

3,500     3,50017,00

00,247 8,750 6,796

A8A7-A8

  4,000 1,333 1,33318,33

30,267 8,750 6,643

A9A8-A9

3,500     3,50021,83

30,318

12,250

9,741

A10A9-A10

  1,000 0,333 0,33322,16

70,323

12,250

9,702

A11A10-A11

3,500     3,50025,66

70,373 8,750 5,800

AA11-

A  4,000 1,333

1,33327,00

00,393 8,750 5,647

B A-B 3,000    3,000

30,000

0,43611,75

08,302

C B-C   2,0000,667 0,667

30,667

0,44611,75

08,225

D C-D 2,200    2,200

32,867

0,478 9,550 5,772

E D-E   1,0000,333 0,333

33,200

0,483 9,550 5,734

F E-F 3,000    3,000

36,200

0,52712,55

08,389

G F-G   2,0000,667 0,667

36,867

0,53612,55

08,313

H G-H 3,000    3,000

39,867

0,58015,55

010,968

I H-I   2,0000,667 0,667

40,533

0,59015,55

010,891

Mahathir/0904101010120

Page 76: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

J I-J 3,000    3,000

43,533

0,63318,55

013,546

K J-K   2,0000,667 0,667

44,200

0,64318,55

013,470

L K-L 3,000    3,000

47,200

0,68721,55

016,125

M L-M   3,0001,000 1,000

48,200

0,70121,55

016,010

N M-N 2,200    2,200

50,400

0,73319,35

013,557

O N-O  20,16

0 6,720 6,72057,12

00,831

19,350

12,785

P O-P 2,200    2,200

59,320

0,86321,55

014,732

Q P-Q   1,0000,333 0,333

59,653

0,86821,55

014,694

R Q-R 9,080    9,080

68,733

1,00012,47

04,570

JumlahΣLV ΣLH

1/3 ΣLH

ΣLhitung        

52,680

48,160

16,053

68,733

*) HX = Elevasi muka air bagian hulu (UWL = +216,75) Elevasi terhadap titik

yang ditinjau.

CL=∑ LV+

13∑ L H

Hw

CL=52, 68 m+16 ,05 m

7,9 m = 8,7

Nilai CL = 8,7 syarat CL min = 7. Dengan demikian konstruksi bendung telah

aman terhadap rembesan dan tekanan air tanah.

Mahathir/0904101010120

Ao

A

B C

D E

F G

HI

J K

L M

N O

QP

R

13

W11

W12 W14W13

W15 W16 W17 W18 W19W20

W21

W22

W23

Page 77: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Gambar 6.4 Gaya-gaya pada debit banjir

Tabel 6.5 Gaya dan Momen pada Bendung Selama Terjadi Debit Banjir

(Qmaks)

GayaVertikal Horizontal γ Gaya

Lengan

Momen

(m) (m) (t/m2) (ton) (m) (ton m)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)Horizontal

W1 7,75 7,75 1,00 30,03 15,10 453,47

W2 3,00 5,65 1,00 16,94 11,52 195,15

  3,00 8,30 1,00 3,98 10,85 43,21

W3 2,20 8,23 1,00 -12,70 10,62 -134,87

  2,20 5,77 1,00 -2,70 10,25 -27,66

W4 3,00 5,73 1,00 17,20 10,50 180,62

  3,00 8,39 1,00 3,98 10,00 39,83

W5 3,00 8,31 1,00 24,94 7,50 187,03

  3,00 10,97 1,00 3,98 7,00 27,88W6 3,00 10,89 1,00 32,67 4,50 147,03

  3,00 13,55 1,00 3,98 4,00 15,93W7 3,00 13,47 1,00 40,41 1,50 60,61

  3,00 16,12 1,00 3,98 1,00 3,98W8 2,20 16,01 1,00 -29,83 1,10 -32,81

  2,20 13,56 1,00 -2,70 0,73 -1,97W9 2,20 12,78 1,00 28,13 1,10 30,94

  2,20 14,73 1,00 2,14 0,73 1,56W10 13,55 4,57 1,00 -30,95 3,67 -113,60S1 1/2x0,36x(1,8-1)x18,5^2 49,280 6,170 304,06

  Jumlah     62,78   1380,42Vertikal

G1 4,75 1,60 2,40 -9,12 35,39 -322,76G2 4,75 2,16 2,40 -24,62 33,78 -831,80G3 4,75 4,71 2,40 -26,85 31,13 -835,75G4 1,00 8,47 2,40 -20,33 32,23 -655,17G5 1,80 1,80 2,40 -3,89 27,39 -106,49G6 2,20 2,00 2,40 -10,56 35,46 -374,46G7 2,20 1,10 2,40 -2,90 34,09 -99,00G8 3,00 2,00 2,40 -14,40 31,36 -451,58

Mahathir/0904101010120

Page 78: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

G9 6,00 2,00 2,40 -28,80 29,36 -845,57G10 4,02 2,14 2,40 -20,65 27,29 -563,45G11 4,02 4,02 2,40 -19,39 24,88 -482,48G12 4,98 28,36 2,40 -338,96 14,18 -4806,43G13 0,80 26,36 2,40 -50,61 13,18 -667,06G14 2,20 3,00 2,40 -15,84 24,86 -393,78G15 2,20 1,10 2,40 -2,90 22,99 -66,76G16 2,20 1,10 2,40 -2,90 1,37 -3,98G17 2,20 1,00 2,40 -5,28 0,50 -2,64G18 1,10 2,20 2,40 -2,90 1,37 -3,98G19 1,10 1,00 2,40 -2,64 0,50 -1,32

             W11 16,53 2,00 1,00 16,53 35,46 586,05W12 5,77 1,10 1,00 6,35 33,91 215,32

  2,45 1,10 1,00 1,35 33,91 45,75W13 11,51 1,00 1,00 5,75 32,86 189,05W14 16,70 2,00 1,00 16,70 31,36 523,77W15 21,86 2,00 1,00 21,86 29,36 641,78W16 27,02 2,00 1,00 27,02 27,36 739,16W17 32,14 3,00 1,00 48,20 24,86 1198,31W18 2,45 1,10 1,00 1,35 22,81 30,77

  13,56 1,10 1,00 14,91 22,81 340,16W19 26,34 20,16 1,00 265,53 12,18 3234,12W20 1,95 1,10 1,00 1,07 1,55 1,66

  12,78 1,10 1,00 14,06 1,55 21,80W21 29,43 1,00 1,00 14,71 0,50 7,36W22 4,75 1,60 1,00 3,80 35,92 136,50W23 1/2x1x4,42^2 + 1x4,42^2 29,30 12,70 372,11Fc       -14,13 12,70 -179,42

  Jumlah     -149,185   -3410,205

Tekanan air pada bak bertambah akibat gaya sentrifugal dan sama

dengan:

p =

dg× v2

r

d =

qeff

v

v = √2 g (H 1+z )

Mahathir/0904101010120

Page 79: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Keterangan:

p = tekanan air (t/m2)

d = tebal pancaran air (m)

g = percepatan gravitasi (9,81 m/dtk2)

v = kecepatan pancaran air (m/dt)

r = jari-jari bak (m)

H1 = tinggi air di atas mercu (m)

z = beda antara elevasi mercu (HL) dengan elevasi dasar kolam olak

(z = 213,75 – 204,28 = 9,47 m)

Tanpa menghitung gesekan, kecepatan air pada elevasi +204,28

adalah:

v = √2g (H 1+z )

= √ 2 (9 , 81 m /dtk2 ) ( 4 , 75 m + 9 , 47 m )

= 16,70 m/dtk

Tebal pancaran air:

d =

qeff

v

=

10 , 57 m3 /dtk16 , 70 m /dtk

= 0,63 m

Tekanan sentrifugal pada bak:

p =

dg× v2

r

=

0 ,63 m9 ,81 m /dtk 2

×(16 , 70 m /dtk )2

4,7 m

= 3,82 ton/m2

Gaya sentrifugal resultan:

Mahathir/0904101010120

Page 80: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Fc = p ( π

4 ) R

=3 ,82 ( π4 ) 4,7

= 14,13 ton (hanya bekerja ke arah vertikal saja).

Gaya-gaya resultan yang bekerja pada bendung adalah:

RV = -149,18 ton

RH = +62,78 ton

MV = -3410,205 tm

MH = +1380,42 tm

Jumlah momen total adalah:

MO = MV + MH

= 3410,205 tm + 1380,42 tm

= 2029,79 tm

Garis tangkap (line of action) gaya:

h =

M H

RH =

1380 ,42 tm62 , 78ton = 21,99 m

v =

MV

RV =

3410 ,205 tm149 , 18 ton = 22,86 m

6.2.1 Kestabilan Konstruksi Bendung

Kestabilan tubuh bendung dicek terhadap:

(a) Eksentrisitas

Eksentrisitas: e =( L

2 )−(M O

RV)

e =(36 , 46 m

2 )−(2029 , 79 tm149 ,18 t )

Mahathir/0904101010120

Page 81: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

e = 4,62 m esyarat =

16

L=6 ,07m OK

(b) Tekanan tanah di bawah bendung

Tekanan tanah: =

RV

L (1±6eL )

=

149 , 1836 , 46 (1±6×(4 , 62)

36 , 46 )maks = 7,20 ton/m2

min = 0,97 ton/m2

maks dan min, berada di bawah batas tekanan yang diizinkan untuk

pasir dan kerikil yaitu 20 – 60 t/m2 atau 200 – 600 kN/m2 OK.

(c) Keamanan gelincir

Tanpa tanah pasif:

S = f×

RV

RH

= 0,5×149 ,18 ton

62 ,78 ton

= 1,18 > S = 1,00 OK

Dengan tanah pasif

S = f×

RV

RH−Σ Ep

= 0,5×149 ,18

62 ,78−24 ,78

= 1,96 > S = 1,25 OK

(d) Keamanan daya dukung

S =

σ semua

σmaks

=

207 ,20

Mahathir/0904101010120

Page 82: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

= 2,78> S = 1,25 OK

BAB VIIPERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

7.1 Bangunan Pengambilan

Debit Pengambilan

Qn=DRxA1000

=2 , 37 x907 ,681000

=2, 151m3 /dt

Kebutuhan pengambilan rencana untuk bangunan pengambilan adalah

2,151 m3/dt. Dengan adanya kantong lumpur, debit rencana pengambilan

ditambah 20%, sehingga debit rencana pengambilan menjadi:

Qrencana = 1,2 Qn = 1,2 (2,151) = 2,58 m3/dt

Kecepatan pengambilan rencana (V) diambil 1,5 m/dt. Dimensi bangunan

pengambilan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut;

v = √2 g z

Q = V a b

dimana :

Q = Debit rencana, m3/dt

= Koefisien debit (= 0,8 pengambilan tenggelam)

a = Tinggi bersih bukaan, m

b = lebar bersih bukaan, m

g = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt2

z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m

Mahathir/0904101010120

Page 83: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Dengan kecepatan pengambilan rencana 1,500 m/dt, kehilangan tinggi

energi menjadi :

v = √2 g z

1,500 = 0,8 √2 (9 , 81) z )

z = 0,18 m

Kehilangan tinggi energi di atas ambang pengambilan (sebelum pintu

pengambilan, v1 = 1,000 m/dt) adalah :

z1 =

v12

2 g =

1 ,0002

2×9 , 81 = 0,050

sedangkan setelah pintu pengambilan, kehilangan tinggi energinya (v2 = 1,500 m/dt):

z2 =

v22

2 g =

1 ,5002

2×9 , 81 = 0,110 m

Elevasi dasar bangunan pengambilan berada 0,200 m di atas muka kantong

lumpur dalam keadaan penuh, guna mencegah pengendapan partikel sedimen di

dasar pengambilan itu sendiri.

Elevasi dasar sungai = + 209

Tinggi ambang pengambilan = 1,5 m (sungai mengangkut batu bongkah)

KP-02 hal 86

Elevasi minimum pengambilan = 209 + 1,5

= + 210,5

Kehilangan energi pada bukaan (z) = 0,2 m

(n) = 0,05 m

Tinggi bukaan (a) = 213,75 - 210,5 - 0,2 - 0,05

= 3 m

Lebar bersih pintu bangunan pengambilan :

b =

Q rencana

v×a

=

2,58 m3 /dt1,500 m/dt×3 m

= 0,52 m 0,6 m

Mahathir/0904101010120

Page 84: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Dengan lebar bersih 0,6 m diperlukan 1 bukaan.

Tinggi pintu diambil : a + 0,300 = 3+ 0,300 = 3,3 m

Gambar 7.1 Potongan Melintang Bangunan Pengambilan

7.2 Bangunan penguras

Karena sungai diperkirakan mengangkut batu-batu bongkah,

diperlukan bangunan penguras dengan bagian depan tertutup. Lebar bersih

bangunan penguras (Bsc) adalah 0,60 lebar total pengambilan.

Maka :

Bsc = 60 % ( 0,6)

= 0,36 m dipakai 0,5 m

7.3. Perencanaan Kantong Lumpur

7.3.1 Luas Permukaan Rata – rata

Kecepatan endap ω dibaca dari Grafik 7.4 (KP-02). Di Indonesia

dipakai suhu air 20o C. Dengan diameter 70 μm atau 0,07 mm, kecepatan

endap ω = 0,004 m/dt.

LB =

Qn

ω=2 , 151

0 , 004=

537,75m2

Ket :

Mahathir/0904101010120

Page 85: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

L = panjang kantong lumpur (m)

B = lebar kantong lumpur (m)

Qn = debit saluran (debit sadap) (m3/dt)

ω = kecepatan endap paertikel sedimen (m/dt)

Untuk mencegah agar aliran tidak meander di dalam kantong, maka

dimensi kantong sebaiknya mengikuti kaidah

LB>8

, sehingga lebar saluran

dapat dihitung sebagai berikut :

LB= 537,75 m2

8B2 = 537,75 m2

B = 8,199 m

L = 65,58 m

Pada perhitungan selanjutnya digunakan nilai B = 8,0 m.

7.3.2 Penentuan In (Eksploitasi Normal, Kantung Sedimen Hampir Penuh)

Biasanya Vn diambil 0,40 m/dt untuk mencegah tumbuhnya vegetasi

dan agar partikel–partikel yang besar tidak langsung mengendap di hilir

pengambilan. Harga Ks adalah 40 (koefisien strickler). Untuk menentukan Rn,

luas harus diperkirakan dulu.

Luas Penampang basah, An =

Qn

V n

=2 ,1510 ,40

= 5,38 m2

Kedalaman normal, hn =

An

B=5 , 38

8=

0,6725 m

Kemiringan saluran = V : H = 1 : 2

m =

horizontalvertikal

=21=2

Jadi lebar dasar kantong lumpur adalah :

bn = B – 2 (hn)

= 8– 2 (0,6725)

= 6,65 m

Mahathir/0904101010120

Page 86: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Kontrol perhitungan untuk mencari hn yang sesungguhnya dengan bn = 6,65 m

Karena tampang saluran berupa trapesium, maka rumus yang digunakan

adalah : An = (bn + m hn) hn

An = (bn + m hn) hn

5,38 = (6,65 + 2 x 0,6725 ) 0,6725

5,38 = 5,38

Keliling Basah Pn menjadi:

Pn = bn + 2 hn √ (1+m2)

Pn = 6,65 + (2) (0,6725) √ (1+22)Pn = 9,66 m

Rn =

An

Pn

=5 , 389 , 66

= 0,56 m

In dapat ditentukan sebagai berikut:

In =

Vn2

(Rn2/3 K s)2

In =

0 , 402

(0 ,562/3 40 )2

In = 0,0002166

Sebenarnya In ini tidak sahih untuk seluruh panjang kantung lumpur karena

luasnya akan bertambah ke arah hilir. Perbedaan elevasi yang dihasilkan sangat kecil

dan boleh diabaikan.

1

hn = 0,67 m 2

Mahathir/0904101010120

Page 87: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

bn = 6,65 m

B = 8,0 m

Gambar 7.2. potongan melintang kantong lumpur

Mahathir/0904101010120

Page 88: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

7.3.3 Penentuan Is (Pembilasan, Kantung Lumpur Kosong)

Sedimen di dalam kantung berupa pasir halus. Untuk asumsi awal

dalam menentukan Is, kecepatan aliran untuk pembilasan diambil 1,000 m/dt.

Debit untuk pembilasan diambil Qs = 1,2 x Qn = 1,2 x 2,151 = 2,58 m3/dt.

Luas penampang basah, As

As =

Qs

V s

= 2 , 581 ,000

= 2,58 m2

As = B x hs

2,58 = 6,65 x hs

hs = 0,387 m (diperoleh kedalaman air normal di kantong lumpur)

Keliling Basah, Ps

Ps = B + 2 hs

Ps = 8,0 + (2) (0,387)

Ps = 7,424 m

Rs =

As

Ps

= 2 ,587 , 424

= 0,347 m

Is dapat ditentukan sebagai berikut:

Is =

Vs2

(R s2 /3K s)2

Is =

1 ,0002

(0 ,3472/3 40 )2

Is = 0,00256

Agar pembilasan dapat dilakukan dengan baik, kecepatan aliran harus dijaga agar

tetap subkritis atau Fr < 1

Fr =

V s

√ghs

Mahathir/0904101010120

Page 89: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

=

1 ,000

√9 ,81×0 ,387 = 0,513 < 1 OK

τ = ρw.g.hs.Is

τ = 1000 x 9,81 x 0,387 x 0,00256

τ = 9,72 N/m2

Dari diagram Shields (Lampiran Grafik) dapat diperoleh diameter

partikelnya d = 10 mm. Berarti partikel-partikel yang lebih kecil dari 10 mm

akan terbilas (ukuran partikel yang direncanakan, d = 0,07 mm, dapat

terbilas).

7.3.4 Menghitung Panjang Kantong Lumpur

Panjang kantong lumpur dihitung dengan memperhatikan beberapa

tinjauan. Dari tinjauan-tinjauan tersebut kemudian diambil nilai panjang

kantong lumpur yang terbesar.

Tinjauan pertama

Dengan diameter partikel = 0,07 mm, = 0,004 m/dt, H = hn = 0,67

m, maka :

H = T

0,67 m = T 0,004 m/dt

T = 167,5 dt

sehingga diperoleh :

L = v T

= 0,4 m/dt 167,5 dt

= 67 m

Tinjauan kedua

LB>8

L > 8 B

Mahathir/0904101010120

Page 90: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

L > 8 (6,65 m)

L > 53,2 m

Tinjauan ketiga (dengan memperhatikan volume kantong lumpur)

Diasumsikan air yang dielakkan mengandung 0,5 %o sedimen yang harus

diendapkan dalam kantong lumpur. Direncanakan pembilasan dilakukan tiga minggu

sekali.

Volume kantong lumpur :

Q = V / t

V = 0,5 %o Qn t

V = 0,0005 2,151 m3/dt (21 hari 24 jam 3600 dt)

V = 1951,39 m3

Dari volume kantong lumpur yang diperoleh, dapat dihitung panjang kantong lumpur

V = 0,50 bn L + 0,5 (Is – In) L2 bn

1951,39 = 0,50 (6,65) L + 0,5 (0,00257– 0,0002166) L2 (6,65)

L = 330,66 m dipakai 331 m

Jadi, dari ketiga tinjauan di atas, agar volume kantong lumpurnya nanti

lebih besar daripada volume sedimen yang terjadi, maka diambil nilai L yang

terbesar sebagai panjang kantong lumpur, yaitu L = 331.

Gambar 7.3. potongan memanjang kantong Lumpur

Mahathir/0904101010120

Page 91: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

7.3.5 Pengecekan Efisiensi

Dari diagram Camp, efisiensi kantung lumpur untuk berbagai diameter

sedimen dapat ditentukan. Dengan panjang (L) = 331 m dan kedalaman air

rencana (hn) = 0671 m serta kecepatan (Vn) = 0,400 m/dt, kecepatan endap

rencana (ω) dapat disesuaikan.

hn

ωo

= LV n

ωo =

hn V n

L

ωo =

(0,67 ) (0 ,400 )331

ωo = 0,000812 mm/dt

Diameter yang sesuai do = 0,070 mm

Fraksi rencana 0,070 mm dengan kecepatan endap 0,004 m/dt. Efisiensi pengendapan

fraksi 0,070 mm sekarang dapat dihitung sebagai berikut.

ω = 0,004 m/dt

ω o = 0,00081 m/dt

Vo = 0,400 m/dt

ωωo

= 0 ,0040,00081

=

4,94

ωVo=0 ,004

0 ,400=

0,01

Dari Grafik Pembilasan sedimen Camp diperoleh efisiensi 1

Mahathir/0904101010120

Page 92: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

7.4 Bangunan Pembilas

7.4.1 Saluran pembilas

Kecepatan pada saluran pembilas diambil vp = vs = 1,000 m/dt untuk

membilas sedimen ke sungai. Muka air keluar (outflow) rencana terjadi

selama Q1/5 atau muka banjir yang tejadi 1 kali selama 5 tahun.

Elevasi dasar sungai bagian hilir adalah + 209

Panjang saluran pembilas 80 m

Dengan kecepatan rencana vp = vs = 1,000 m/dt, dimensi saluran

pembilas dihitung dengan langkah-langkah berikut (diandaikan kemiringan

talud V:H = 1:1).

Qs = 1,2 Qn = 2,58 m3/dt

m =

HV =

1,51=1,5

Nilai banding n = b/h = 2,1

Nilai kekasaran diambil : ks = 40 ( diambil berdasarkan tabel A.2.1 Lampiran 2 Kp-

03)

Tinggi Saluran Pembilas hp

Ap =

Qs

v p =

2,58 m3 /dt1, 000 m/dt = 2,58 m3

Ap = (b + m hp) hp

= b hp + m hp2

= (n . hp) hp + m hp2

= n . hp2 + m hp

2

= hp2 (n + m)

hp= √ A p

(n+m) = √ 2, 58(2,1+1,5) = 0,85 m

Lebar Saluran Pembilas bp

n =

bp

hp

Mahathir/0904101010120

Page 93: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

bp = n hp

= 2,1 0,85

= 1,79 m

Keliling Basah Pp

Pp = bp + 2 hp √(1+m2 )

= 1,79 +2 (0,85)√(1+1,52 )

= 4,85 m

Jari-Jari Hidraulis Rp

Rp =

A p

Pp =

2 ,584 ,85 = 0,53 m

Kemiringan Saluran Pembilas Ip

Ip =

v p2

(Rp2/3×ks )

2 =

1 ,0002

(0 , 532/3×40 )2 = 0,00146

7.4.2 Pintu pembilas

Bangunan pembilas tidak boleh menjadi gangguan selama pembilasan

dilakukan. Oleh sebab itu aliran pada pintu pembilas harus tidak tenggelam.

Keadaan ini selalu terjadi pada debit sungai di bawah Q1/5. Penurunan

kecepatan aliran akan berarti menurunnya kapasitas angkutan sedimen. Oleh

karena itu kecepatan pembilas di depan pintu tidak boleh berkurang.

Lebar total bangunan pembilas akan diambil sama dengan lebar

saluran pembilas. Kedalaman air pembilas adalah hs = 0,39 m pada debit

pembilas rencana Qs = 1,2 Qn = 2,58 m3/dt. Kecepatannya diambil vs = 1,000

m/dt. Luas basah pada pintu harus ditambah dengan cara menambah

kedalaman air.

bn hs = bnf hnf

Keterangan :

bn : Lebar dasar katong lumpur (bn = 6,65 m)

hs : Kedalaman air pembilas (hs = 0,39 m)

bnf : Lebar bersih bukaan pembilas

Mahathir/0904101010120

Page 94: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

hnf : Kedalaman air pada bukaan pembilas

bnf = 1,5 m

bn hs = bnf hnf

hnf =

bn×hs

bnf =

6 ,65×0 , 391,5 = 1,729 m

Jadi kedalaman tambahan = hnf – hs = 1,729 – 0,39= 1,339 m.

Kedalaman tambahan inilah yang harus ditambahkan ke dasar bangunan pembilas.

Gambar 7.4. Potongan Memanjang Bangunan Pembilas

Muka air rencana di hilir pintu pembilas menjadi :

= +209,34 - tinggi kehilangan energi

= +209,34 –

v p2

2g

= +209,34 –

1 , 0002

2(9 , 81)

= +209,29

Kemudian muka air rencana di hilir saluran pembilas menjadi:

= +209,29 – (Ip × panjang saluran pembilas)

= +209,29 – (0,00146 × 80)

= +209,17

Mahathir/0904101010120

Page 95: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

Elevasi dasar titik temu sungai adalah:

= +209,17 - hp

= +209,17 – 0,85

= +208,32

+209,34+209,29

+209,17hp = 0,85 m

Kantong lumpurSaluran Pembilas

Sungai

+208,95 +209

+208,32

+207,611

Gambar 7.5. Potongan Memanjang Saluran Pembilas

7.5 Bangunan Pengambilan Saluran Primer

Bangunan saluran primer dilengkapi dengan pintu untuk mencegah agar

selama pembilasan air tidak mengalir kembali ke saluran primer dan mencegah

masuknya air pembilas yang mengandung sedimen ke dalam saluran.

Ambang pengambilan di saluran primer diambil 0,100 m diatas muka

kantong lumpur dalam keadaan penuh (+).

Muka air di sebelah hulu pengambilan adalah:

= +210,23+ hn

= +210,23 + 0,67

= +210,9

Diandaikan kehilangan energi 0,100 m di atas pengambilan.

Kemudian sekarang dapat dihitung dimensi bangunan pengambilan.

Qn = μ hi bi √2 gz

2,151 = (0,900) (0,47) bi √2(9 ,81)(0 ,100 )

Mahathir/0904101010120

Page 96: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

bi = 3,63 m diambil 4 m (lebar bersih bangunan pengambilan saluran

primer)

Dengan menggunakan 2 bukaan lebar 1,5 m dan pilar 1 m.

Gambar 7.6. Potongan Memanjang Bangunan Pengambilan Saluran Primer

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa :

Mahathir/0904101010120

Page 97: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

1. Sistem penanaman yang direncanakan menggunakan padi varietas unggul dan

palawija jenis jagung dengan perencanaan 3 (tiga) kali penanaman dalam

setahun, yaitu padi -padi-palawija dengan memakai sistem golongan;

2. yaitu dengan memakai sistem golongan (VI golongan ), yaitu Golongan I yang

terdiri dari 1 petak sawah , Golongan II yang terdiri dari 7 petak sawah,

Golongan III yang terdiri dari 8 petak sawah , Golongan IV yang terdiri dari 6

petak sawah, Golongan V yang terdiri dari 2 petak sawah, dan Golongan VI

yang terdiri dari 3 petak sawah, dengan luas masing-masing sawah 124,63 ha,

195,45 ha, 234,96 ha, 180,82 ha, 79,28 ha, dan 169,81;

3. Kontruksi bendung didapat mercu ogee dengan elevasi dasar sungai +209 m

dan tinggi pembendungan yaitu 4,75 m dengan kemiringan sebelah hilir 1:1;

4. Kolam olak yang digunakan adalah kolam olak USBR Tipe IV;

5. Kantong lumpur memerlukan lebar 6,65 m dan panjang sebesar 331 m;

6. Panjang saluran pembilas direncanakan 80. m

8.2 Saran

Dalam Perencanaan, sebaiknya peta situasi sungai dan peta situasi

daerah irigasi memiliki data yang berkaitan.

Mahathir/0904101010120

Page 98: Perencanaan Irigasi Dan Bendung

Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1, 2002, Standar Prencanaan Irigasi, KP 01, Badan Penerbit Pekerjaan

Umum, Jakarta.

Anonim 2, 2002, Standar Prencanaan Irigasi, KP 02, Badan Penerbit Pekerjaan

Umum, Jakarta.

Anonim 3, 2002, Standar Prencanaan Irigasi, KP 03, Badan Penerbit Pekerjaan

Umum, Jakarta.

Anonim 4, 2002, Standar Prencanaan Irigasi, KP 04, Badan Penerbit Pekerjaan

Umum, Jakarta.

Dirwan, S.U., 2004, Bangunan Air I, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Triatmodjo, B., 2003, Hidraulika II, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta.

Yulianur, A., 2005, Debit Kebutuhan Irigasi, Banda Aceh.

Mahathir/0904101010120