22
12/12/2013 Tugas MPK Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan | TKP 513 KELOMPOK DUA (2) TINJAUAN KASUS PERILAKU PELANGGARAN PADA JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI JAKARTA Kelompok 2: Nur Sukma Suri 21040110110050 Virgawasti Dyah P. 21040110120006 Donny Cipta Utama 21040110120048 Zulinar Irfiyanti 21040110130070 Kenida Ajeng 21040110130086 Laella Nuzullia 21040110141042 Yusica Andriani 21040110141044

Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Kelompok

Citation preview

Page 1: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

12/12/2013

Tugas MPK Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan | TKP 513

KELOMPOK

DUA (2)

TINJAUAN KASUS PERILAKU PELANGGARAN PADA

JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI JAKARTA

Kelompok 2:

Nur Sukma Suri 21040110110050

Virgawasti Dyah P. 21040110120006

Donny Cipta Utama 21040110120048

Zulinar Irfiyanti 21040110130070

Kenida Ajeng 21040110130086

Laella Nuzullia 21040110141042

Yusica Andriani 21040110141044

Page 2: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

2

DAFTAR ISI

A. Latar belakang ......................................................................................... 3

1. Justifikasi Pemilihan Kasus ........................................................................ 4

2. Tujuan dan Sasaran ................................................................................ 5

B. Kajian Pemahaman Tentang Jembatan Penyebrangan .......................................... 6

1. Terminologi Jembatan Penyebrangan ........................................................... 6

2. Jembatan Penyebrangan sebagai Street Furniture Perkotaan ............................... 6

3. Jembatan Penyebrangan sebagai Salah Satu Elemen Kebutuhan Pejalan Kaki ............ 7

4. Fungsi dan Perananan Jembatan Penyebrangan ............................................... 8

C. Tinjauan Perilaku Pelanggaran Terhadap Penggunaan Jembatan Penyebrangan ........... 11

1. Fenomena Perubahan Fungsi Jembatan Penyeberangan Jakarta ........................... 11

2. Jenis dan Bentuk Perilaku Pelanggaran di Jembatan Penyeberangan Jakarta ........... 15

3. Solusi Penyelesaian Perilaku Pelanggaran di JPO ............................................. 19

D. Kesimpulan dan Rekomendasi ...................................................................... 21

1. Kesimpulan ......................................................................................... 21

2. Rekomendasi ....................................................................................... 22

E. DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 22

Page 3: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

3

TINJAUAN PERILAKU PELANGGARAN

TERHADAP PENGGUNAAN JEMBATAN PENYEBRANGAN

DI JAKARTA

A. Latar belakang

Tindakan manusia tidak selamanya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam

kehidupan masyarakat. Adakalanya terjadi penyimpangan terhadap nilai dan norma yang

ada. Tindakan manusia yang menyimpang dari nilai dan norma atau peraturan disebut

dengan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang diekspresikan oleh seseorang atau

kelompok masyarakat yang secara disadari atau tidak disadari, tidak menyeduaikan diri

dengan norma yang berlaku dan telah diterima oleh sebagian anggota masyarakat.

Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mematuhi norma

atau patokan dan nilai yang sudah baku di masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-

norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan perilaku atau

individu yang melakukan penyimpangan ini disebut dengan devian (deviant). Proses

pembentukan perilaku yang menimpang dipengaruhi oleh tiga faktor ayitu faktor biologis,

faktor psikologis dan faktor sosiologis. Proses pembentukan perilaku menyimpang dapat

ditinjau dari penyimpangan sebagai hasil sosialisasi yang tidak sempurna, penyimpangan

sebagai hasil sosialisasi dari nilai-nilai sub kebudayaan menyimpang, merupakan proses

belajar yang menyimpang, ikatan sosial yang berlainan dan ketegangan antara kebudayaan

dan struktur sosial.

Salah satu contoh kasus yang menunjukkan adanya perilaku menyimpang yang terjadi

di kehidupan masyarakat adalah penyalahgunaan prasarana jembatan penyeberangan orang

(JPO). Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) merupakan salah satu prasarana bagi pejalan

kaki yang penyediaannya bertujuan bagi keselamatan pejalan kaki agar dapat menyeberang

jalan dengan aman. Dimana JPO tersebut dipasang apabila diharuskan tidak ada pertemuan

sebidang antara arus pejalan kaki dengan arus lalu lintas. Agar pejalan kaki mau untuk

menggunakan JPO harus dijamin keamanan dan jarak berjalan tidak terlalu bertambah

jauh (Malkamah, 1995:58). Selain itu terdapat pengertian lainnya terkait dengan jembatan

penyebarangan orang yang dikemukakan oleh Departemen Pekerjaan Umum yaitu

jembatan yang letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api dan letaknya

diatas obyek tersebut serta hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas

Page 4: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

4

(menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api. Jembatan penyeberangan sebagai fasilitas

pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang tergolong ramai dan lebar dengan

menggunakan jembatan penyeberangan orang tersebut, sehingga alur sirkulasi orang dan

lalu lintas kendaraan dipisahlan secara fisik dan kemungkinan terjadi kecelakaan dapat

dikurangi.

Perilaku penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat ini tentunya memberikan

dampak negatif yang merugikan kelompok masyarakat lainnya yang tidak melakukan

perilaku menyimpang. Berbagai contoh perilaku menyimpang yang terjadi di Jembatan

Penyeberangan Orang (JPO) adalah sebagai tempat berdagang para PKL (Pedagang Kaki

Lima), terdapat sepeda motor yang melintas di jembatan penyeberangan orang sehingga

membahayakan keselamatan pejalan kaki (pengguna jembatan penyeberangan orang),

banyak penyeberang jalan yang tidak mau menggunakan jembatan penyeberangan orang

(JPO) serta jembatan penyeberangan orang hanya dipandang sebagai media iklan. Perilaku

menyimpang yang terjadi di jembatan penyeberangan orang (JPO) menunjukkan adanya

ketidaksesuaian antara kondisi eksisting dengan tujuan adanya pembangunan JPO.

1. Justifikasi Pemilihan Kasus

Perilaku menyimpang dalam kehidupan masyarakat yang terjadi di jembatan

penyeberangan orang (JPO) banyak ditemui di Kota Jakarta. Kota Jakarta merupakan

salah satu Kota Metropolitan yang tentunya memiliki angka pergerakan atau mobilitas

masyarakat lebih tinggi dibandingan dengan kota besar lainnya. Tingginya angka mobilitas

masyarakat menimbulkan banyak permasalahan yang berdampak negatif bagi masyarakat

itu sendiri. Di Kota Jakarta terdapat permasalahan yang diakibatkan oleh perilaku

masyarakat yang menyimpang dari peraturan yang sudah berlaku dan sudah ditetapkan.

Permasalahan tersebut adalah penyalahgunaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)

atau dapat juga dikatakan bahwa JPO sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Seharusnya Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) berfungsi sebagai prasarana untuk

penyeberangan bagi pejalan kaki. Manfaat jembatan penyeberangan orang ini membuat

pejalan kaki lebih praktis, lebih cepat dan lebih aman ketika hendak menyeberang

daripada melewati jalan raya yang lebar dan dipadati arus kendaraan di jalan raya

apalagi bila jalan raya tersebut tidak dilengkapi dengan zebra cross.

Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh masyarakat di Jembatan Penyebarangan

Orang (JPO) Kota Jakarta adalah pengguna sepeda motor yang melintasi jembatan

Page 5: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

5

penyeberangan dan mengganggu keselamatan serta kenyamanan pejalan kaki yang

menggunakan jembatan penyeberangan orang (JPO). Masih banyak masyarakat yang

hendak menyeberang jalan namun tidak mau menggunakan jembatan penyeberangan

orang (JPO). Terdapat banyak PKL (Pedagang Kaki Lima) yang berdagang di jembatan

penyeberangan orang (JPO) yang juga mengganggu mobilitas pejalan kaki.

Berdasarkan keterangan dari pejalan kaki yang tidak mau menggunakan jembatan

penyeberangan orang adalah karena alasan waktu. Menyeberang di jalan raya lebih cepat

dibandingkan dengan menyeberang menggunakan jembatan penyeberangan orang (JPO).

Pejalan kaki di Kota Jakarta yang menyeberang di jalan raya lebih banyak dibandingkan

dengan pengguna JPO. Pejalan kaki ini sudah tidak mempunyai rasa takut dan nekat

untuk menyeberang di jalan raya. Mereka tidak mempertimbangkan dampak negatif

apabila menyeberang di jalan raya yang rawan terjadi kecelakaan. Karena pejalan kaki

yang menyeberang jalan lebih sering langsung menyeberang di jalan raya, maka jembatan

penyeberang jalan sering disalahgunakan. Jembatan penyeberang orang digunakan oleh

pengguna sepeda motor untuk menyeberang. Pengguna sepeda motor di JPO tentunya

mengganggu kenyamanan dan keamanan pejalan kaki yang masih patuh aturan dan

menggunakan JPO. Selain itu PKL juga menilai bahwa JPO merupakan tempat yang dapat

digunakan untuk berjualan, namun keberadaan PKL juga mengganggu pejalan kaki yang

menggunakan JPO.

Justifikasi pemilihan isu permasalahan penyalahgunaan jembatan penyeberangan

orang (JPO) di Kota Jakarta adalah penyediaan prasarana JPO yang tidak sesuai dengan

tujuan pembangunan JPO. Dengan adanya penyalahgunaan JPO dan keefektifan

penggunaan JPO oleh pejalan kaki yang relatif rendah tentunya menimbulkan

permasalahan yang kompleks terkait dengan lalu lintas yang tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Hal ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan JPO dan keefektifan penggunaan

JPO yang relatif rendah memerlukan kajian lebih lanjut sehingga dapat disusun

rekomendasi yang tepat agar permasalahan terkait JPO dapat teratasi.

2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk menganalisis penyalahgunaan

jembatan penyeberangan orang (JPO) dan keefektifan penggunaan JPO oleh pejalan kaki

Kota Jakarta serta rekomendasi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Page 6: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

6

Dari tujuan penulisan laporan maka dapat diketahui sasaran yang tepat untuk

mencapai tujuan. Sasaran tersebut adalah:

a. Mengidentifikasi perilaku menyimpang yang terjadi di kehidupan masyarakat.

b. Menentukan wilayah studi yang terdapat perilaku menyimpang oleh masyarakat.

c. Menganalisis perilaku menyimpang oleh masyarakat (sebab akibat)

d. Mengidentifikasi rekomendasi yang tepat untuk mengatasi permasalahan perilaku

menyimpang yang dilakukan oleh masyarakat.

B. Kajian Pemahaman Tentang Jembatan Penyebrangan

1. Terminologi Jembatan Penyebrangan

Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi untuk meneruskan jalan melalui suatu

rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain (jalan air/lalu lintas

biasa). Jembatan merupakan salah satu dari instrumen sirkulasi yang berfungsi sebagai

penghubung antara tempat terpisah secara horizontal, yang digunakan jika hubungan

sirkulasi langsung/ konvensional sudah tidak memungkinkan lagi. Awal munculnya bentuk-

bentuk jembatan diawali sejak jaman primitif dengan sistem yang sederhana, dan

berkembang seiring dengan perkembangan teknologi.

Terdapat berbagai macam jembatan penyeberangan pada suatu kota, dalam hal ini

lingkup pembicaraannya yaitu jembatan penyeberangan yang dibuat sebagai

fasilitas/sarana bagi pejalan kaki dan berada pada ruas jalan/ jalur lalu-lintas kendaraan

bermotor.

Jembatan penyeberangan adalah suatu sarana/fasilitas diperuntukkan bagi pejalan

kaki untuk melakukan aktifitas penyeberangan/ pencapaian pada tempat yang

berseberangan pada suatu ruas jalan dengan kondisi lalu-lintas yang relatif padat dgn

mobilitas yang tinggi.

2. Jembatan Penyebrangan sebagai Street Furniture Perkotaan

Street Furniture atau yang sering disebut “perabotan jalan” merupakan salah

satu elemen pendukung kegiatan pada suatu ruang publik berupa ruas jalan yang akan

memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar (Permen PU no 6 tahun

2007). Perabot/perlengkapan jalan (street furniture), harus saling terintegrasi dengan

elemen wajah jalan lainnya untuk menghindari ketidakteraturan dan ketidakterpaduan

lingkungan;

Page 7: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

7

Pengertian street furniture tidak lepas dari pengertian tentang furnishing the City

(pelengkap Kota). Menurut Harold Lewis Malt, furnishing the City adalah segala sesuatu

yang membuat kota menjadi nyaman untuk didiami secara terus menerus, jalan-jalan

umum lancar, serta lingkungan menjadi aman dan nyaman. Street furniture adalah suatu

komponen yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya, sebagai bagian dari sub

sistem penataan jalan, sehingga membuat jalan menjadi lancar, nyaman, dan

menyenangkan. Adapun macam street furniture yaitu: Pedestrian, Pulau jalan, Lampu

penerangan jalan, Halte bus, Telepon umum, Tempat sampah, Jembatan penyeberangan,

dan pelengkap lainnya. Keberadaan street furniture tidak dapat dipisahkan dengan sarana

jalan. Dengan adanya street furniture membuat suatu ruas jalan terlihat lebih menarik.

Korelasi Jembatan Penyeberangan Dengan Elemen Street Furniture

• Pedestrian

Pedestrian merupakan sarana/ fasilitas pejalan kaki yang merupakan tempat

diletakkannya kaki-kaki jembatan yang berfungsi sebagai penghubung dengan

pedestrian lain diantara jalan raya/ jalur kendaraan bermotor dengan lalu lintas

padat.

• Median atau Pulau Jalan dan Pagar Pembatas

Selain sebagai pembatas dua arus lalu lintas, pulau jalan mempunyai image agar

pejalan kaki tidak menyeberang pada jalan tersebut dan harus melalui jembatan

penyeberangan. Untuk pagar pembatas memang khusus dibuat dengan tujuan agar

pejalan kaki tidak boleh / larangan menyeberang pada jalan tersebut, dan harus

melalui jembatan penyeberangan.

• Halte Bus / Pemberhentian Angkot

Dimana ada jembatan penyeberangan maka disekitarnya juga terdapat halte

bus/ pemberhentian angkutan kota. Karena pada umumnya dan secara mayoritas

pejalan kaki adalah pengguna jasa angkutan kota sebagai transportasi dalam

aktifitas pekerjaan / pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

3. Jembatan Penyebrangan sebagai Salah Satu Elemen Kebutuhan

Pejalan Kaki

Dalam Undang – Undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, pasal 26, menyebutkan bahwa pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan di

ruang lalu lintas jalan. Pasal tersebut menunjukkan bahwa dalam system lalu lintas

Page 8: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

8

pejalan kaki berhak mendapatkan hak yang sama berupa fasilitas untuk melakukan

mobilitasnya.

Setiap pejalan kaki membutuhkan sarana untuk berjalan pada ruas jalan raya

dengan aman, nyaman, dan bersifat rekreatif maka diperlukan suatu sarana untuk

berjalan kaki pada sepanjang koridor yaitu berupa pedestrian dan jembatan

penyeberangan untuk pencapaian diantara arus lalu-lintas jalan raya yang padat.

Jembatan Penyeberangan merupakan salah satu sarana atau elemen bagi pejalan

kaki untuk melakukan aktivitas atau pencapaian pada suatu tempat. Jembatan

penyeberangan berfungsi sebagai jalur keselamatan bagi pejalan kaki dan juga sebagai

aksesoris jalur suatu jalan atau perkotaan. Jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman

dapat juga berfungsi sebagai penghidup suatu kota, merupakan tempat untuk

berinteraksi baik dengan sesama manusia maupun dengan kota itu sendiri.

Jembatan penyebrangan adalah jembatan yang letaknya bersilangan dengan

jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan

hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas atau menyebrang jalan raya atau

jalur kereta api. Selain itu, Jembatan penyebrangan dapat diartikan sebagai fasilitas

pejalan kaki untuk menyebrang jalan yang ramai dan lebar, menyebrang jalan tol atau

jalur kereta api, menuju tempat pemberhentian bus seperti BRT (bus rapid transit)

sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisahkan secara fisik dan

kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi.

Jembatan penyebrangan merupakan fasilitas penyebrangan pejalan kaki tak

sebidang. Fasilitas ini memisahkan arus penyebrang dengan arus kendaraan sehingga

konflik antar kedua unsur tersebut tidak terjadi. Fasilitas ini merupakan bentuk

fasilitas penyebrangan pejalan kaki paling aman dibandingkan dengan fasilitas

penyebrangan lainnya.

4. Fungsi dan Perananan Jembatan Penyebrangan

Jembatan penyeberangan merupakan sarana transportasi yang diperuntukkan

bagi pejalan kaki. Penyediaan jembatan penyeberangan dilatarbelakangi oleh

permasalahan banyaknya kasus – kasus kecelakaan bagi pejalan kaki yang menyeberang

jalan. Masivnya perkembangan kota – kota besar mengakibatkan peningkatan aktivitas

masyarakat perkotaan sehingga membuat mobilitas jalan raya menjadi semakin tinggi.

Sejalan dengan hal tersebut, terlihat perilaku pejalan kaki yang bertambah kacau saat

Page 9: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

9

menyeberang jalan yang dapat membahayakan keselamatan pejalan kaki. Oleh karena

itu, jembatan penyeberangan banyak disediakan pada lokasi – lokasi yang kepadatan

lalu lintasnya tinggi serta rawan kecelakaan, seperti : pasar, sekolah dll.

Pengertian Jembatan penyeberangan adalah suatu sarana/ fasilitas

diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk melakukan aktifitas penyeberangan/

pencapaian pada tempat yang berseberangan pada suatu ruas jalan dengan kondisi

lalu-lintas yang relative padat dgn mobilitas yang tinggi (dalam jurnal ilmiah Murtomo,

B. Adji ; 2007). Jalur penyeberangan merupakan jalur pejalan kaki yang digunakan

sebagai jalur untuk menyeberang, untuk mengatasi dari konflik dari moda angkutan

yang lain. Jembatan penyeberangan memiliki fungsi dasar sebagai sarana perpindahan

moda transportasi pejalan kaki yang akan menyeberang. Peranan jembatan

penyeberangan sangat penting bagi penyeberang disekitar daerah yang rawan

kecelakaan lalu-lintas (fast moving). Oleh karena itu jika sarana Zebra cross sudah

tidak dapat mengatasi, peranan jembatan penyeberangan dapat menggantikannya

sebagai alternatif keselamatan dalam menghindari kecelakaan lalu-lintas dan

kenacetan jalan. Selain fungsi pokok, fungsi dan peranan sekunder dari jembatan

penyeberangan yaitu sebagai elemen / bagian dari street furniture dan pelengkap

kota. Selain fungsi pokok, fungsi dan peranan sekunder dari jembatan penyeberangan

yaitu sebagai elemen / bagian dan street furniture dan pelengkap kota. Disamping itu

jembatan penyeberangan berperan sebagai sarana komersial, dengan ditempatkannya

papan-papan reklame/ iklan yang ditempatkan pada badan jembatan yang menghadap

keluar pada kedua sisinya.

Dibangunnya jembatan penyeberangan harus melalui pertimbangan-

pertimbangan yang dibuat oieh pemenintah beserta tim, dalam hal ini adalah

konsultan, kontraktor, beserta dinas pekerjaan umum sebagal pelaksana proyek.

Beberapa pertimbangan tersebut yaitu:

Dilihat dan pengguna pejalan kaki yang melakukan aktifitas penyeberangan

dengan frekuensi tingkat kepadatan yang tinggi. Misalnya pada pasar, sekolah,

dli.

Kebutuhan pengendara motor akan rencana kecepatan yang akan dicapai tanpa

ada halangan dan aman.

Dilihat dan lalu-lintas jalan raya yang sangat padat dan mobilitas tinggi.

Page 10: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

10

Kebutuhan keamanan dan penyeberang jalan untuk anak-anak sekolah, karena

belum stabil pengontrolan untuk dirinya. Misalnya untuk SD dan taman kanak-

kanak.

Meskipun jembatan penyeberangan memiliki untuk melindung keselamatan

pejalan kaki, banyak pejalan kaki yang enggan untuk menggunakan jembatan

penyeberangan dan memilih untuk menerobos padatnya lalu lintas jalan raya. Dalam

jurnal ilmiah Murtomo (2007), disebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi keengganan

seseorang menggunakan jembatan penyeberangan yaitu kurangnya kesadaran para

pejalan kaki akan keselamatan sesama pengguna . Adapun faktor-faktor lain yang

menyebabkan seseorang belum mau memanfaatkan keberadaan jembatan

penyeberangan adalah :

Fisik

­ Jarak fungsi fasilitas dengan jembatan yang kurang strategis.

­ Kondisi jembatan yang rusak ( konstruksi / lantai jembatan).

­ Lebar jembatan yang kurang dari standart.

­ Ketinggian jembatan yang berhubungan dengan tingkat kecuraman.

­ Tidak terdapat pagar pembatas.

­ Estetika maupun kebersihan jembatan belum diperhatikan.

­ Kondisi lalu lintas yang relatif sepi dengan jarak jalan yang relatif pendek.

­ Tidak adanya penerangan yang cukup pada jembatan penyeberangan pada

malam hari.

Non Fisik

­ Persepsi tentang jembatan itu sendiri.

­ Konformitas dan ketaatan

­ Barang bawaan yang telalu banyak.

­ Kernet / calo angkot yang menjemput target pada seberang jalan.

­ Kondisi kebutuhan waktu.

­ Fisik seseorang berhubungan dengan usia / kemampuan menaiki tangga.

­ Terdapat gelandangan yang menyebabkan kekotoran pada jembatan.

­ Adanya aktivitas PKL pada area tangga.

­ Keamanan / kriminalitas.

­ Takut akan kondisi ketinggian.

Page 11: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

11

C. Tinjauan Perilaku Pelanggaran Terhadap Penggunaan Jembatan

Penyebrangan

1. Fenomena Perubahan Fungsi Jembatan Penyeberangan Jakarta

Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia yang terletak di bagian barat Pulau

Jawa. Dengan jumlah penduduk mencapai 9,6 juta orang, Jakarta dapat dikatakan

sebagai kota yang memiliki mobilitas sangat tinggi. Jumlah penduduk ini dapat

bertambah menjadi 12,5 juta pada siang hari disebabkan karena adanya penduduk

komuter dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Berbagai aktivitas dari sejumlah

penduduk tersebut terjadi di wilayah seluas 661,52 km2 ini, sehingga menyebabkan

Kota Jakarta menjadi sangat padat.

Berbagai aktivitas tersebut menyebabkan terjadinya pergerakan yang

membutuhkan sarana transportasi untuk mencapai lokasi dimana aktivitas tersebut

akan dilaksanakan. Secara umum, sarana transportasi terdiri dari sarana transportasi

umum dan pribadi. Transportasi umum di Jakarta terdiri dari berbagai macam jenis,

mulai dari angkutan umum, hingga yang terbaru muncul Busway. Meskipun demikian,

jumlah kendaraan pribadi juga semakin bertambah. Berdasarkan catatan Polda Metro

Jaya, dalam setiap harinya terdapat penambahan 250 unit mobil dan 1.250 unit

sepeda motor.

Kepadatan lalu lintas di ibukota ini menyebabkan penggunaan jalan yang tidak

sesuai dengan seharusnya. Kemacetan lalu lintas di Jakarta menyebabkan beberapa

kerugian, diantaranya adalah:

- Merugikan masyarajat Jakarta secara luas

- Hilangnya waktu dan jam kerja produktif

- Pemborosan biaya operasional kendaraan (Rp 17 Trilyun/ tahun)

- Pemborosan BBM (Pr 10 trilyun/ tahun)

- Mengakibatkan stress pada msayarakat

- Masyarakat menjadi sensitif dan individualis

Perilaku masyarakat yang sensitif dan individualis serta strees inilah yang

menyebabkan masyarakat melakukan perilaku menyimpang dalam penggunaan jalan.

Salah satu penyimpangan yang dilakukan adalah dalam penggunaan jembatan

penyebranagan. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang

menyebabkan tidak berfungsinya penyebrangan dan bagaimana seharusnya jembatan

penyeberangan berfungsi.

Page 12: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

12

a. Faktor-faktor Penyebab Tidak Berfungsinya Jembatan Penyebrangan

Jembatan penyebrangan memiliki fungsi sebagai jalur keselamatan bagi

pejalan kaki dan juga sebagai aksesoris jalur suatu jalan/ perkotaan. Jembatan

penyebrangan diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk melakukan aktivitas

penyebrangan/ pencapaian tempat yang berseberangan pada suatu ruas jalan

dengan kondisi lalu lintas yang relative dengan mobilitas tinggi. Sebagai sarana

publik, seharusnya jembatan penyeberangan dapat berfungsi dengan baik untuk

para pejalan kaki. Namun pada kenyataannya, masih terdapat pelanggaran yang

dilakukan oleh pengguna jalan dalam pemanfaatan jembatan penyebrangan.

Berikut ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan jembatan penyebrangan

tidak berfungsi di Kota Jakarta:

1) Keamanan pengguna jembatan penyebrangan yang tidak terjamin

Keamanan merupakan faktor utama dalam penggunaan jembatan

penyeberangan. Kondisi fisik jembatan menjadi penentu keamanan pejalan

kaki. Kerusakan pada jembatan penyebrangan dapat menyebabkan pejalan

kaki enggan menggunakan jembatan penyebrangan karena merasa kurang

aman dan nyaman. Jembatan penyebrangan di Jalan Daan Mogot, Jakarta

Barat mengalami kerusakan sehingga jarang dilewati pejalan kaki. Kondisi ini

disebabkan karena baut pada jembatan penyebrangan copot, dan

menyebabkan lantai menjadi terangkat. Selain itu, terdapat pula cekungan

yang dapat membahayakan pejalan kaki apabila menggunakan jembatan

penyebrangan tersebut.

Sumber: beritajakarta.com

Gambar 1. Kerusakan Jembatan Penyebrangan

di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat

Page 13: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

13

2) Kurangnya kenyamanan bagi pengguna jembatan penyebrangan

Selain keamanan, kenyamanan juga menjadi faktor tidak berfungsinya

jembatan penyebrangan dengan baik. Pejalan kaki akan enggan menggunakan

jembatan penyebrangan karena harus berbagi ruang dengan PKL. Kondisi ini

ditemukan di jembatan penyebrangan di kawasan Kampus Atmajaya,

Setiabudi, Jakarta Selatan. Pejalan kaki harus berbagi ruang untuk

menggunakan jembatan penyebrangan dengan para PKL. Feni, salah satu

pengguna jembatan penyebrangan menyatakan bahwa merasa terganggu dan

kurang nyaman dengan keberadaan PKL di jembatan penyeberangan tersebut.

Hal ini disebabkan karena jembatan yang seharusnya berukuran lebar menjadi

sempit karena keberadaan PKL tersebut.

Sumber: beritajakarta.com

Gambar 2 PKL di Jembatan Penyebrangan kawasan kampus Atmajaya,

Setiabudi, Jakarta Selatan

Selain PKL, perilaku penyimpangan lain ditunjukkan oleh pengendara

sepeda motor yang menggunakan jembatan penyebrangan untuk

menyeberang jalan. Salah satu kasusnya terjadi di Jalan S. Parman, Jakarta

Barat, dimana setiap harinya jembatan penyebrangan ini dilalui sepeda motor

dalam jumlah yang cukup besar. Pengendara sepeda motor mengaku sengaja

melewati jembatan penyebrangan karena malas berputar jauh dan malas

menyeberang. Bagi pejalan kaki, kondisi ini sangat mengganggu kenyamanan

dalam penggunaan jembatan penyebrangan. Mereka hanya bisa pasrah

dengan menepi saat sepeda motor melintas di jembatan penyebrangan.

Pejalan kaki berharap ada tindakan yang tegas untuk penyalahgunaan

jembatan penyebrangan ini.

Page 14: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

14

Sumber: beritajakarta.com

Gambar 3. Jembatan Penyebrangan digunakan untuk menyeberang Sepeda

Motor

3) Waktu Tempuh menggunakan jembatan penyebrangan lebih lama

dibandingkan menyeberang langsung di jalan raya

Pejalan kaki merasa lebih cepat menyeberang di jalan raya tanpa

melewati jembatan penyebrangan meskipun resiko mengalami kecelakaan

lebih besar. Kondisi ini disebabkan karena pejalan kaki merasa lebih cepat

jika menyeberang langsung di jalan raya, meskipun sudah mengetahui bahwa

menyeberang di jalan raya beresiko kecelakaan.

Sumber: beritajakarta.com

Gambar 4. Pejalan kaki memilih menyeberang di jalan raya daripada

menggunakan jembatan penyeberangan

b. Fungsi Jembatan Penyebrangan yang seharusnya

Jembatan penyebrangan seharusnya dimanfaatkan oleh pejalan kaki untuk

mencapai tempat tujuan yang terletak di seberang jalan. Terdapat beberapa

faktor yang menjadi pertimbangan agar jembatan penyebrangan dapat

memberikan manfaat maksimal bagi pejalan kaki (Kurniawan, 2004):

Page 15: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

15

- Kebebasan berjalan untuk mendahului serta kebebasan waktu berpapasan

dengan pejalan kaki lainnya tanpa bersinggungan

- Kemampuan untuk mendahului pejalan kaki lainnya

- Memberikan tingkat kenyamanan pejalan kaki yang optimal seperti jarak

tempuh, faktor kelandaian serta rambu-rambu petunjuk pejalan kaki,

sehingga memudahkan pejalan kaki melintas di jembatang penyebrangan

- Memberikan tingkat keamanan bagi pejalan kaki seperti adanya lampu

penerangan, pembatas dengan lalu lintas kendaraan

Jika faktor-faktor tersebut terpenuhi, maka pejalan kaki akan memanfaatkan

jembatan penyebrangan seperti sebagaimana seharusnya. Selain itu, faktor eksternal

lain yang muncul dari pengguna jalan lain (PKL, pengemis, pengendara sepeda motor,

dsb) juga perlu diperhatikan. Diperlukan kesadaran dari pihak-pihak tersebut untuk

tidak memanfaatkan jembatan penyebrangan sesuai dengan fungsinya. Selain itu,

dibutuhkan penegakan hukum yang jelas dari pihak berwenang untuk pelanggaran

yang terjadi di jembatan penyebrangan tersebut.

2. Jenis dan Bentuk Perilaku Pelanggaran di Jembatan Penyeberangan

Jakarta

a. Fenomena Aktivitas Perilaku Pejalan Kaki

Jakarta merupakan kota yang padat dengan aktivitas perkotaan dengan mobilitas

jalan raya yang tinggi. Jakarta dilengkapi berbagai fasilitas yang mendukung aktivitas

pengguna jalan, baik itu pengendara kendaraan bermotor dan pejalan kaki. Salah

satu fasilitas yang disediakan bagi pejalan kaki adalah jembatan penyebarangan

orang (JPO). Jembatan penyeberangan orang banyak disediakan di lokasi – lokasi

penting yang rawan kecelakaan/aktivitas ramai seperti pusat perdagangan, sekolah

dan jalur transit busway.

Banyaknya unit jembatan penyeberangan itu di beberapa tempat di jakarta

ternyata tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, banyak pejalan kaki dari

berbagai golongan seperti pelajar, pegawai swasta hingga karyawan lebih memilih

untuk menyebrang melalui jalan raya pada saat menuju lokasi tempat mereka

beraktivitas di siang hari. Seperti di kawasan Senen misalnya, masih terdapat banyak

Page 16: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

16

orang yang lebih memilih untuk menerobos jalan raya dan melewati pembatas

ketimbang harus memutar menaiki jembatan penyeberangan.

“Naik turunnya itu looh.. nanti kalau jembatannya rubuh gimana? Capek juga harus naik turun, lebih cepet langsung nerobos jalan.” Ujar salah satu pejalan kaki yang menerobos jalan. Kebanyakan dari mereka memilih untuk menyebrang tidak pada JPO dengan alasan „lebih cepat, dekat‟ dan „banyak temennya‟ (banyak warga lain yang melakukan, jadi timbul pikiran „mereka bisa, kenapa saya tidak?‟). Padahal jalan raya sudah dipagari dan terdapat palang tanda sanksi bagi yang menerobos jalan, namun para penyebrang jalan tetap melakukan pelanggaran yang dapat membahayakan dirinya sendiri. “Yah kalau ketangkep masuk kurungan, kalau tidak ya santai aja, yang lain juga tidak pernah kena.” (Penyebrang wanita, 24th) Longgarnya pengawasan dan implementasi sanksi menyebabkan warga tidak takut untuk terus melakukan pelanggaran. Padahal peristiwa ini kerap terjadi baik pada pagi hari,siang dan sore, utamanya pada saat on-peak lalu lintas di Kawasan Senen, Jakarta. Kebanyakan penyebrang adalah pria dan wanita yang berada pada golongan umur menengah (25-40th). Mereka lebih sering menerobos beramai – ramai

ketimbang sendirian.

Gambar 5. Warga yang menerobos jalan di

Kawasan Senen, Jakarta

Page 17: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

17

b. Fenomena Aktivitas Perilaku Pengendara Kendaraan Bermotor

Jika pejalan kaki lebih memilih untuk menerobos jalan daripada menggunakan

jembatan penyeberangan yang telah disediakan sebagai bentuk pelanggarannya,

maka hal lebih ekstrim dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor, yaitu menaikki

jembatan penyebrangan yang seharusnya digunakan oleh pejalan kaki. Bentuk

pelanggaran ini jelas menimbulkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki yang hendak

menggunakan jembatan sehingga harus mengurungkan niatnya karena takut tertabrak

atau terserempet kendaraan motor yang melintas.

Salah satu contoh kasus yang terjadi di Jembatan Penyebrangan Jl. Letjen S.

Parman, tepatnya di depan Pengadilan Negeri Jakarta, banyak sekali pengendara

sepeda motor yang melintas di JPO yang disediakan untuk pejalan kaki. Pengendara

sepeda motor ini kebanyakan pria, dan bekerja di kawasan Jl. Letjen S. Parman

Jakarta Barat. Kejadian ini dapat disaksikan pada pagi, siang dan sore hari, terutama

pada pagi dan sore hari pada saat pegawai atau karyawan keluar kantor.

“Muternya jauh, lagian banyak

yang lewat sini tuh, banyak, polisi

kadang ikut juga muter disini,

lebih cepet sampainya juga”

(Pengendara Sepeda Motor, Pria,

Pegawai)

Tindakan yang dilakukan para

pengendara bermotor tersebut

dirasa sangat merugikan, karena

mengganggu penjalan kaki dan

menimbulkan kerusakan pada

JPO. Rusaknya JPO dapat

menimbulkan ancaman yang lebih

serius, tidak hanya pengendara

sepeda motorm taoi juga

kendaraan yang melintas di

bawahnya.

Kesaksian pengendara motor

bahwa aparat kepolisian ikut

melintas dengan sepeda motornya

merupakan tindakan yang sangat

disayangkan. Tindakan tersebut

dapat mengurasi rasa takut

pengendara bermotor untuk

ditilang jika melintasi JPO.

Gambar 6. Pengguna Sepeda Motor di JPO di

Jl. S. Parman, Jakarta Barat

Page 18: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

18

Keberadaan pengendara motor yang melintasi JPO diakui sangat mengganggu

kenyamana pejalan kaki yang hendak menggunakan JPO untuk menuju tempat

aktivitasnya. Pegendara sepeda motor tersebut melintas setiap hari sehingga JPO

yang seharusnya lebar dan nyaman untuk dilewati menjadi sempit dan menimbulkan

keengganan bagi JPO untuk lewat. Pada bentuk perilaku pelanggaran ini, akibat yang

ditimbulkan adalah kerusakan fisik pada jembatan dan menimbulkan

ketidaknyamanan pada pejalan kaki. Pelanggaran tersebut terjadi karena faktor

internal pengendara sepeda motor yang malas melewati jalur yang seharusnya

dilewati oleh pengendara, mereka mengaku bahwa jalur yang harus dilewati terlalu

jauh untuk berputar, sehingga lebih memilih melewati JPO yang lengang.

c. Fenomena Aktivitas Perilaku PKL

Disamping pejalan kaki dan pengendara sepeda motor yang menjadi pengguna

JPO, terdapat satu pihak lagi yang seringkali menempati JPO di Jakarta, yaitu

Pedagang Kaki Lima. Jembatan Penyeberangan yang seringkali ditempati oleh

Pedagang Kali Lima adalah JPO yang terletak di pasar atau pusat perdagangan seperti

mall, plaza. Pedagang kaki lima yang berjualan di jembatan penyeberangan orang ini

mengambil hampir setengah lebar jembatan penyeberangan, mereka memilih

berjualan di JPO karena tidak ada tempat lagi dan mendapat keuntungan yang

lumayan karena JPO sering dilewati oleh pejalan kaki.

Salah satu kasus keberadaan PKL di JPO Jakarta adalah di JPO Kampus Atmajaya

dan JPO Pasar Kramatjati. PKL yang biasa berjualan di kedua JPO tersebut melakukan

aktivitasnya pada pagi hingga malam hari. Faktor yang menyebabkan mereka

menempati JPO tersebut disebabkan oleh faktor eksternal, karena tidak adanya

tempat khusus yang disediakan untuk PKL dan karena adanya kesempatan untuk

menempati JPO tanpa ada sanksi khusus, maka mereka memutuskan untuk

menempati JPO untuk aktivitas berdagang.

Keberadaan PKL di JPO tersebut dirasa agak mengganggu kenyamanan pejalan kaki

yang melintasi JPO, pasalnya, karena adanya PKL, lebar JPO yangs eharusnya dapat

dilalui dengan leluasa kini hanya muat untuk dilalui 2 orang dari kedua arah. Pada

saat jam sibuk, pejalan kaki bahkan harus berdesakkan untuk melewati JPO karena

ada sebagian pejalan kaki yang membeli dagangan, dan ada yang ingin cepat

melintas, dan tentu saja dai dua arah yang berlawanan. Pejalan kaki yang melintas

tersebut berharap agar ada penanganan dari pemkot untuk PKL tersebut.

Page 19: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

19

3. Solusi Penyelesaian Perilaku Pelanggaran di JPO

Solusi penyelesaian perilaku pelanggaran jembatan penyeberangan merupakan solusi-

solusi yang diberikan kepada para stakeholder yang terkait dengan aktivitas penyeberang

"Sekarang JPO benar-benar seperti pasar. Banyak PKL yang berjualan terutama saat pagi dan sore hari. Akibatya para pengguna JPO kerap berdesak-desakan saat melintas" Keluh Slamet, pengguna JPO Pasar Kramatjati. Keberadaan PKL mengurangi aspek kenyamanan dan keamanan yang seharusnya ada di JPO untuk dapat berfungsi dengan baik. Belum ada penanganan khusus dari pemerintah kota Jakarta untuk mengatasi masalah keberadaan PKL di JPO yang menggangu kenyamanan Pejalan kaki yang melintas Jembatan

Penyebrangan ini.

Pasar Kramat Jati, Jakarta.

Gambar 7. PKL di JPO Pasar Kramat Jati

Page 20: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

20

jalan, dalam hal ini stakeholder yang terkait adalah masyarakat, pemerintah, dan

aparatur keamanan dan ketertiban lalu lintas (polisi).

A. Solusi Masyarakat

1. Masyarakat merubah kebiasaan, kesadaran dan pola pikir keamanan dalam

menyeberang jalan dengan menggunakan jembatan penyeberangan dan zebra

cross.

2. Masyarakat ikut serta dalam menjaga ketertiban pengguna jembatan

penyeberangan dan pedestrian serta fasilitas – fasilitas yang disediakan oleh

pemerintah, seperti street furniture dan jembatan penyeberangan.

B. Solusi Pemerintah

1. Pemerintah memastikan bahwa pedestrian harus bebas hambatan pedestrian,

misal : PKL, penataan lampu dan pohon yang tidak teratur dan menggunakan

area pedestrian.

2. Pemerintah membuat desain pedestrian dan jembatan penyeberangan yang

dilengkapi dengan street furniture agar pedestrian dan jembatan

penyeberangan terlihat menarik dan nyaman digunakan oleh para pejalan kaki

dan penyeberang jalan.

3. Pemerintah menerapkan standar desain pedestrian dan jembatan

penyeberangan seperti lebar pedestrian, material pembentuk pedestrian,

lampu penerang jembatan penyeberangan, besi yang digunakan sebagai

kerangka jembatan, dan sebagainya.

4. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap penggunaan pedestrian dan

jembatan penyeberangan.

5. Pemerintah membuat desain jembatan penyeberangan dan pedestrian yang

dapat dilalui oleh semua orang , anak- anak , orang lanjut usia , para

penyandang cacat dapat dilalui oleh kendaraan bermotor, gerobak, dan

sebagainya.

6. Pemerintah melakukan perawatan secara berkala terhadap pedestrian dan

jembatan penyeberangan agar tetap nyaman digunakan bagi para pejalan kaki.

7. Pemerintah menyediakan dan menata aktivitas – aktivitas pendukung pejalan

kaki di sekitar jembatan penyeberangan, missal : halte bus, dan sebagainya.

8. Pemerintah memberikan sangsi yang tegas terhadap pelanggaran yang terjadi

dalam penggunaan pedestrian dan jembatan penyeberangan, seperti

Page 21: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

21

penggunaan papan reklame yang tidak teratur sehingga mengganggu nilai

estetika jalan dan pedestrian.

C. Solusi Aparatur Keamanan dan Ketertiban Lalu Lintas ( Polisi )

1. Membuat papan pengumuman bahwa penyeberang jalan harus menggunakan

jembatan penyeberangan atau zebra cross.

2. Adanya sanksi yang tegas bagi penyeberang yang tidak menggunakan jembatan

penyeberangan atau zebra cross.

D. Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Kesimpulan

Berdasarkan paparan tentang tinjauan kasus perilaku pelanggaran pada Jembatan

Penyeberangan jalan di jakarta, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

Pelaku yang seringkali melakukan pelanggaran di Jembatan Penyebarangan

terbagi menjadi tiga, yaitu Pejalan Kaki, Pengendara Sepeda Motor dan PKL.

Bentuk – bentuk pelanggaran yang terjadi anatara lain tidak menggunakan

jembatan penyeberangan padahal JPO tepat di dekat pejalan kaki, melintasi

JPO dengan menggunakan sepeda motor yang jelas fungsinya diperuntukkan

untuk pejalan kaki, dan menggunakan JPO sebagai lokasi untuk berdagang.

Pada pejalan kaki, faktor yang mempengaruhi perilaku pelanggaran tersebut

lebih mengarah ke faktor internal pelaku, karena mereka malas menggunakan

JPO dengan alasan waktu menyeberang lebih lama jika menggunakan JPO, juga

terdapat banyak orang yang melakukan hal yang sama sehingga mereka ikut

menyeberang beramai – ramai.

Pada pengendara sepeda motor, terdapat faktor internal dan eksternal, faktor

internal disebabkan oleh pengendara sepeda motor yang malas berputar untuk

menuju lokasi karena terlalu jauh. Faktor eksternal karena JPO terlihat lengang

maka mereka berpikir untuk menggunakan JPO tersebut.

Pada PKL lebih ke faktor eksternal karena tidak adanya tempat khusus yang

disediakan oleh pemkot Jakarta untuk menjadi tempat berdagang mereka.

Adapun pada kasus perilaku pelanggaran JPO ini terjadi karena perilaku

pengguna sehingga menimbulkan kejadian tidak berfungsi optimalnya JPO.

Page 22: Perilaku Masyarakat dan Ruang Perkotaan

22

2. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dihasilkan dari paparan ini tertuju pada dua pihak, yaitu

pihak pemkot Jakarta dan Aparat Kepolisian.

a. Rekomendasi untuk Pemerintah Jakarta

Pemerintah Kota Jakarta dapat memberlakukan kebijakan yang telah

dibuatnya dengan tegas, agar memberikan efek jera pada pelaku dan

menciptakan Kota Jakarta yang mebentuk perilaku masyarakatnya, biarpun

dengan banyak aturan dan sanksi yang diberlakukan.

Pemerintah kota jakarta juga dapat membuat desain pedestrian dan JPO

yang menarik agar pejalan kaki dapat degan nyaman menggunakan JPO dan

mau menggunakan JPO.

Pemerintah melakukan perawatan secara berkala terhadap pedestrian dan

jembatan penyeberangan yang telah ada agar tetap nyaman digunakan bagi

para pejalan kaki yang secara dominan menggunakan JPO.

b. Rekomendasi untuk Aparat Kepolisian

Aparat kepolisian dapat melaksanakan tugasnya dengan tegas dan maksimal,

sehingga papan – papan ancaman pelanggaran yang ada di lokasi – lokasi JPO dan

rambu – rambu di jalan penyeberangan tidak berakhir sebagai hiasan jalan semata.

Kemudian pihak kepoliasian bersama lembaga kemasyarakatan juga dapat

melakukan kampanye safety riding untuk memberikan pengetahuan kepada

masyarakat bagaimana berbahayanya melintasi jalur yang tidak seharusnya di lalui.

Atau penyuluhan mengenai keamanan menyeberang di tempat yang benar agar

mengurangi resiko kecelakaan.

E. DAFTAR REFERENSI

Indraswara, M. Sahid. 2006. “Kajian Perilaku Pejalan Kaki Terhadap Pemanfaatan

Jembatan Penyeberangan,” dalam Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan

Permukiman ENCLOSURE Volume 5 No.2.

Anonymous, 2013. “Pejalan Kaki Menerobos Pembatas Jalan,” dalam Cyber News

http://republika.co.id. Diunduh pada Senin, 9 Desember 2013.

Liputan Berita dalam Beritajakarta, edisi Juni 2013.