85
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI WAHANA INTERNSIP (RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS) WILAYAH LAMPUNG (Tesis) Oleh ROZI KODARUSMAN WARGANEGARA NPM. 1622011035 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

  • Upload
    others

  • View
    82

  • Download
    9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP DALAM

PELAYANAN KESEHATAN DI WAHANA INTERNSIP

(RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS)

WILAYAH LAMPUNG

(Tesis)

Oleh

ROZI KODARUSMAN WARGANEGARA

NPM. 1622011035

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

i

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP DALAM

PELAYANAN KESEHATAN DI WAHANA INTERNSIP

(RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS)

WILAYAH LAMPUNG

Oleh

ROZI KODARUSMAN WARGANEGARA

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) merupakan proses pemantapan mutu profesi

dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

pendidikan, secara terintegrasi, komprehensif, mandiri dalam rangka pemahiran dan

penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik. Permasalahan penelitian ini

adalah bagaimanakah kewenangan klinis bagi dokter peserta PIDI, perlindungan

hukum bagi dokter peserta PIDI dan pertanggungjawaban hukum dokter peserta PIDI

dalam hal terjadi sengketa medis (gugatan perdata atau tuntutan pidana). Pendekatan

penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber

terdiri dari pihak IDI Wilayah Lampung, Persi Wilayah Lampung, KIDI Provinsi

Lampung, Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Dokter Pendamping PIDI Rumah Sakit

dan Puskesmas dan Koordinator Dokter PIDI. Pengumpulan data dilakukan dengan

studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kewenangan klinis bagi dokter peserta PIDI belum

diatur atau dibatasi secara definitif dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39

Tahun 2017, sehingga terdapat perbedaan dalam pelaksanaan kewenangan klinis oleh

dokter pada rumah sakit/puskesmas yang satu dengan yang lainnya sesuai dengan

arahan dari Komite Medik Rumah Sakit masing-masing, yang secara umum meliputi

pelaksanaan tindakan medis dan pelayanan kesehatan. Bentuk perlindungan hukum

bagi dokter peserta PIDI adalah perlindungan preventif atau pencegahan dalam rangka

melindungi dokter peserta Program Internsip sebagai subyek hukum sebelum terjadinya

pelanggaran, yaitu dengan pemberlakukan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran. Bentuk pertanggungjawaban hukum dokter peserta PIDI

dalam hal terjadi sengketa medis (gugatan perdata atau tuntutan pidana) merupakan

bentuk liability dalam arti dokter dokter peserta PIDI menanggung segala sesuatu

kerugian yang terjadi akibat perbuatannya sepanjang terjadi kesalahan, kelalaian atau

perbuatan melawan hukum yang dapat dibuktikan secara hukum dan terbukti bahwa

dokter peserta Program Internsip melakukan tindakan kedokteran dan pelayanan medis

yang tidak sesuai dengan standar kompetensi, standar operasional prosedur dan standar

profesi dokter. Saran dalam penelitian ini agar dilakukan revisi/perbaikan dilakukan

revisi/perbaikan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran dengan memasukkan pasal-pasal yang secara jelas mengatur kewenangan

klinis bagi dokter internsip dan dokter peserta PIDI agar secara konsisten mengacu

kepada standar profesi dan standar prosedur operasional.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Dokter, Wahana Intersip

Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

ii

ABSTRACT

LEGAL PROTECTION OF INTERNSIP DOCTORS IN HEALTH SERVICES

IN INTERNSIP MODE (HOSPITAL AND PUBLIC HEALTH CENTER)

OF LAMPUNG REGION

By

ROZI KODARUSMAN WARGANEGARA

The Indonesian Doctors Internship Program (PIDI) is a process of strengthening the

professional quality of doctors and dentists to apply competencies obtained during

education, in an integrated, comprehensive, independent manner in order to make the

results of learning and alignment between practice and practice harmonious. The

problem of this research is how is the clinical authority for PIDI participant doctors,

legal protection for PIDI participating doctors and the legal responsibility of PIDI

participant doctors in the event of a medical dispute (civil claim or criminal claim).

The research approach used is normative juridical and empirical juridical. The

resource persons consisted of IDI Lampung Region, Persi Lampung Region, KIDI of

Lampung Province, Health Office of Lampung Province, PIDI Hospital and Public

Health Center Companion Doctor and PIDI Doctor Coordinator. Data collection is

done by literature study and field studies. Data analysis was carried out qualitatively.

The results of this study indicate that clinical authority for PIDI participant doctors has

not been definitively regulated or limited in the Minister of Health Regulation No. 39 of

2017, so there is a difference in the implementation of clinical authority by doctors in

one hospital / health center according to the direction of the Committee Medical

Hospital each, which generally includes the implementation of medical actions and

health services. The form of legal protection for PIDI participant doctors is preventive

or preventive protection in the context of protecting internship program doctors as

legal subjects prior to the occurrence of violations, namely by the enactment of Law

Number 29 of 2004 concerning Medical Practice. The form of PIDI participant's legal

responsibility in the event of a medical dispute (civil claim or criminal claim) is a form

of liability in the sense that the physician who participates in the PIDI bears all losses

incurred as long as an error, negligence or illegal action can be proven legally and it

is evident that doctors participating in the Internsip Program take medical actions and

medical services that are not in accordance with competency standards, standard

operating procedures and professional standards of doctors. Suggestions in this study

are to make revisions / improvements to be made revisions / improvements in Law No.

29 of 2004 concerning Medical Practice by including articles that clearly regulate

clinical authority for doctors internsip and doctors of PIDI participants to consistently

refer to professional standards and standard operating procedures. Keywords: Legal Protection, Doctors, Intersip Mode

Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

iii

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP DALAM

PELAYANAN KESEHATAN DI WAHANA INTERNSIP

(RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS)

WILAYAH LAMPUNG

Oleh

ROZI KODARUSMAN WARGANEGARA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

MAGISTER HUKUM

Pada

Program Studi Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama
Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama
Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama
Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 17 Mei 1993, sebagai anak

pertama dari tiga bersaudara. Putra dari pasangan Bapak Damanhuri Warganegara,

S.H., M.H., dan Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H.

Pendidikan formal yang penulis tempuh adalah Sekolah Dasar Al Kautsar Bandar

Lampung selesai pada Tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2

Bandar Lampung selesai pada Tahun 2008, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 9

Bandar Lampung selesai pada Tahun 2011. Selanjutnya penulis melanjutkan studi

Program S1 Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung selesai

pada Tahun 2015 dan menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter pada Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung selesai pada Tahun 2017. Pada Tahun 2016

menempuh Program S2 Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

viii

MOTO

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan,

dan apabila telah selesai (dari suatu urusan),

kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”

(QS, Alam Nasyrah: 6-7)

“We will either find a way, or make one”

(Hannibal)

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

ix

PERSEMBAHAN

Tesis ini penulis persembahkan kepada:

Kedua orang tua tercinta

Papi Hi. Damanhuri Warganegara, S.H., M.H.

dan Mami Dr. Hj. Erna Dewi, S.H., M.H.

Atas segenap cinta dan kasih sayang, serta pengorbanan dan dukungan

yang telah diberikan demi keberhasilan penulis

Mertua penulis:

Bapak Hi. Karto dan Mama Hj. Zaurah

Atas dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis

Istri penulis: dr. Yusi Farida

Anak penulis: Asyraaf Dezka Rafaeyza Warganegara

Yang telah menjadi bagian dalam hidupmu dan menjadi motivasi

bagiku untuk menjadi pribadi yang lebih baik

Adek Siska dan Adek Tata

Ayuk Karlena, Kak Heri, Kak Iwan dan Kak Epri

Terima kasih atas doa dan motivasi bagi penulis

untuk mencapai kesuksesan

Almamaterku

Universitas Lampung

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

x

SAN WACANA

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sebab hanya

atas kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tesis berjudul: “Perlindungan

Hukum Terhadap Dokter Internsip dalam Pelayanan Kesehatan di Wahana

Internsip (Rumah Sakit Dan Puskesmas) Wilayah Lampung”, sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan sampai terselesaikannya Tesis ini,

mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin,M.P. selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung.

3. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H.,M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

4. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S., selaku Pembimbing I, yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan Tesis ini.

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

xi

6. Bapak Dr. dr. Asep Sukohar, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing II, yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan Tesis ini.

7. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H., selaku Penguji Utama, atas masukan dan saran

yang diberikan dalam proses perbaikan Tesis ini.

8. Bapak Dr. H.S. Tisnanta, S.H., M.H., selaku Penguji, atas masukan dan saran yang

diberikan dalam proses perbaikan Tesis ini.

9. Bapak Prof. Dr. Muhammad Akib S.H.,M.Hum. , selaku Penguji, atas masukan dan

saran yang diberikan dalam proses perbaikan Tesis ini.

10. Para narasumber dari IDI Wilayah Lampung, Persi Wilayah Lampung, KIDI

Provinsi Lampung, Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Pendamping PIDI Rumah

Sakit, Pendamping PIDI Puskesmas dan dokter PIDI Provinsi Lampung, atas

bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian ini.

11. Seluruh dosen berserta staf dan karyawan Program Studi Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung telah memberikan ilmu dan memberikan

bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

12. Seluruh rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian

penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Bandar Lampung, 17 Januari 2019

Penulis,

Rozi Kodarusman Warganegara

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

xii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................ i

ABSTRACT ........................................................................................................ ii

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv

MENGESAHKAN ............................................................................................ v

SURAT PERNYATAAN ................................................................................. vi

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vii

MOTTO ............................................................................................................. viii

PERSEMBAHAN ............................................................................................ ix

SANWACANA .................................................................................................. x

DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Permasalah an dan Ruang Lingkup .................................................. 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................... 9

D. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 10

E. Metode Penelitian ............................................................................ 21

II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 26

A. Perlindungan Hukum ........................................................................ 26

B. Tanggung Jawab Hukum .................................................................. 33

C. Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) ..................................... 39

D. Pelayanan Kesehatan ........................................................................ 50

E. Rumah Sakit dan Puskesma Sebagai Wahana Pelaksanaan

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) ..................................... 58

III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 65

A. Kewenangan Klinis Bagi Dokter Peserta Program Internsip

Dokter Indonesia ............................................................................... 65

B. Perlindungan Hukum Bagi Dokter Peserta Program Internsip

Dokter Indonesia ............................................................................... 79

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

xiii

C. Pertanggungjawaban Hukum Dokter Peserta Program Internsip

Dokter Indonesia ............................................................................... 88

IV PENUTUP ............................................................................................. 110

A. Kesimpulan ....................................................................................... 110

B. Saran ................................................................................................. 111

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran dan di

bidang kesehatan, sedangkan pasien adalah orang sakit yang membutuhkan

bantuan dokter untuk membantu penyembuhan penyakit yang diteritanya.1

Menurut Gutur Payasan dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin

sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya

memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam

pelayanan kesehatan.2 Berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dokter adalah dokter, dokter layanan

primer, dokter spesialis-subspesialis lulusan pendidikan dokter, baik di dalam

maupun di luar negeri, yang diakui oleh Pemerintah.

Program internsip dokter telah dilaksanakan sejak berpuluh-puluh tahun lalu di

negara lain, namun merupakan program yang baru di Indonesia, yang berlaku

untuk dokter baru yang menggunakan program pendidikan Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) selama pendidikan.3 Seperti halnya di negara-negara lain

1 Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 2001, hlm.

27. 2 Endang Kusuma Astuti, Perjanjian Terapeutik dalam Upaya Pelayanan Medis di

Rumah Sakit, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm. 17. 3 Erwin G. Kristanto, Clinical Privilige dan Tanggung Jawab Dokter Internsip di Rumah

Sakit. E-Journal Universitas Samratulangi, Makasar, 2012, hlm. 5.

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

2

seperti India, Nepal, Australia, New Zealand dan hampir seluruh negara di Benua

Eropa dan Amerika, di Indonesia untuk menjadi seorang dokter yang profesional

juga harus melalui beberapa tahapan pendidikan kedokteran.4 India salah satu

negara yang menjalankan program internsip sebagai program transisi dari

mahasiswa untuk menjadi dokter mandiri di bawah bimbingan dari dokter senior

dan dokter ahli yang pada pelaksanaanya diharapkan mendapatkan praktik medis

dan keterampilan sehingga pada akhirnya mampu melaksanakan praktik dokter

secara mandiri.5 Pada dasarnya proses pendidikan kedokteran di Indonesia saat ini

berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana hanya pendidikan akademik dan

pendidikan profesilah yang menentukan seseorang mahasiswa kedokteran

dikatakan mampu atau tidak untuk menjadi seorang dokter melainkan saat ini

harus melalui tahapan Uji Kompetensi Program Profesi Dokter (UKMPPD) dan

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI).

Untuk menjadi seorang dokter di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, seorang mahasiswa kedokteran

harus melewati beberapa jenjang pendidikan berupa pendidikan akademik,

pendidikan profesi dan program internsip. Berdasarkan Pasal 1 angka 2

Pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi program sarjana dan/atau program

pascasarjana kedokterandan kedokteran gigi yang diarahkan terutama pada

penguasaan ilmu kedokteran dan ilmu kedokteran gigi. Pasal 1 angka 3

Pendidikan profesi adalah pendidikan kedokteran yang dilaksanakan melalui

proses belajar mengajar dalam bentuk pembelajaran klinik dan pembelajaran

4 Fahana Norman et all, Evaluation of Internship Assesment in Medical Colleges of

Bangladesh. Bangladesh Journal of Medical Education V0l-09. Issue-01. 2017, hlm.1.

5 Maenal Kulkarni, Medical Internship Training Challange And Possible Solutions,

Journal of Education in Health Sciences, Vol. 4. 2017, hlm. 5-6.

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

3

komunitas yang menggunakan berbagai bentuk dan tingkat pelayanan kesehatan

nyata yang memenuhi persyaratan sebagai tempat praktik kedokteran.

Internsip menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun

2017 tentang Penyelenggaraan Program Internsip Dokter dan Dokter Gigi

Indonesia adalah proses pemantapan mutu profesi dokter dan dokter gigi untuk

menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan, secara terintegrasi,

komprehensif, mandiri, serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga,

dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik

di lapangan. Program internsip dokter merupakan program magang terintegritas

sebagai proses transisi dari seorang mahasiswa kedokteran menuju seseorang

profesional yang nantinya akan melakukan praktik dokter secara mandiri.

Program internsip adalah program magang terintegrasi, komprehensif, dan

mandiri yang diwajibkan bagi seluruh lulusan fakultas kedokteran di Indonesia

dan lulusan fakultas kedokteran luar negeri yang telah melakukan program

adaptasi yang bertujuan untuk pemahiran, pemandirian dan penyelarasan antara

hasil pendidikan dan praktik di lapangan sehingga ke depannya dokter yang telah

melaksanakan program internsip lebih kompeten.

Program ini diselenggarakan secara nasional bersama oleh kementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kementerian

kesehatan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi rumah sakit

pendidikan, organisasi profesi, dan konsil kedokteran Indonesia sebagaimana

dimaksud Pasal 2 Permenkes Nomor 39 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan

Program Internsip Dokter dan Dokter Gigi Indonesia.

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

4

Program Internsip dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang

ditetapkan sebagai wahana internsip selama 12 bulan dengan 8 bulan dilaksanakan

di Rumah Sakit dan 4 bulan di Puskesmas. Dalam program ini seorang dokter

internsip akan melakukan praktik kedokteran di bawah pendamping yaitu dokter

yang lebih senior. Dokter yang mengikuti program internsip juga diwajibkan

memenuhi standar pendidikan formal secara akademis dan yuridis, artinya seorang

dokter diwajibkan telah lulus pendidikan formal kedokteran dan telah memiliki

standar kemampuan awal untuk bisa melakukan tugas pelayanan medis. Dalam

perkembangan selanjutnya, standar awal saja ternyata tidak cukup bagi dokter,

karena harus ditambah dan dilengkapi dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang terjadi setiap saat. Dalam pelayanannya seorang dokter

internsip yang bertugas pada suatu wahana dituntut memiliki, melaksanakan tugas

sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), Standar Profesi

Dokter dan Standar Pelayanan atau Standar Prosedur Operasional (SPO) yang ada

di wahana tempatnya mengabdi agar terhindar dari kesalahan (Schuld) dan juga

terhindar dari kriminalisasi terhadap dokter yang marak terjadi belakangan ini.6

Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) merupakan standar minimal

kompetensi lulusan dokter dalam melaksanakan tugas, di mana SKDI adalah

perangkat penyetara mutu kemampuan seorang dokter sesuai dengan

kemampuannya berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dimiliki.7 Maksud

standar profesi menurut Permenkes Nomor 2052 Tahun 2011 tentang Izin Praktik

Kedokteran adalah batasan kemampuan minimal berupa knowledge, skill dan

6 Mudakir Iskandar Syah, Tuntutan Pidana dan Perdata Malpraktik, Permata Aksara,

Jakarta, 2011, hlm. 5. 7 Konsil Kedokteran Indonesia, Standar Kompetensi Dokter Indonesia, Jakarta. 2012,

hlm. 12.

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

5

profesional attitude yang harus dikuasai oleh seorang dokter untuk dapat

melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat.8 Standar Prosedur

Operasional SPO sering disebut juga SOP (Standard Operating Procedure) adalah

suatu perangkat instruksi/langkah-langkahyang dibakukan untuk menyelesaikan

suatu proses kerja rutin tertentu yang memberikan langkah yang benar dan terbaik

berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan gungsi

pelayanan yang dibuat fasilitas kesehatan berdasarkan standar profesi.9

Peserta dalam program internsip diwajibkan memilih salah satu wahana internsip

yang tersedia dalam satu periode di seluruh wilayah Indonesia. Belakangan ini

program internsip banyak menimbulkan berbagai polemik terkait dengan jaminan

perlindungan hukum dan keselamatan, baik keselamatan jiwa maupun raga peserta

internsip. Tujuan pelaksanaan program internsip adalah untuk pemahiran,

kemandirian dan penyelarasan sehingga peserta internsip dituntut untuk

melakukan kontak dengan pasien secara langsung. Hubungan dokter dengan

pasien selayaknya mengedepankan prinsip-prinsip umum etika kedokteran yaitu

menghormati otonomi (respect for autonomy), kemanfaatan (beneficence), tidak

melakukan kesalahan (non-maleficence), dan keadilan (justice). Pelaksanaan

berbagai prinsip tersebut dilakukan agar terhindar dari sengketa medis sehingga

dalam pelaksanaannya dirasa perlu perlindungan hukum yang komprehensif

kepada peserta program internsip dokter di Indonesia.10

8 Desriza Ratman, Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktek Kedokteran dan Malprektek

Medik, Keni Media, Bandung, 2014, hlm. 8. 9 Komisi Akreditasi Rumah Sakit, Panduan Penyusunan Dokumeni Akreditasi,Jakarta,

Depkes RI, 2012, hlm. 14. 10

M. Yusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, EGC,

Jakarta, 2016, hlm. 4.

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

6

Dokter peserta Program Internsip Dokter Indonesia pada dasarnya mendapatkan

perlindungan sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yaitu seorang dokter mempunyai hak

untuk memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Kenyataannya di

lapangan belum ada pengaturan secara jelas mengenai kewenangan klinis dokter

peserta Program Internsip di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39

Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Program Internsip Dokter dan Dokter Gigi

Indonesia, sehingga terdapat perbedaan dalam pelaksanaan kewenangan klinis

oleh dokter pada rumah sakit/puskesmas yang satu dengan yang lainnya sesuai

dengan arahan dari Komite Medik Rumah Sakit masing-masing.

Dokter peserta Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) pada pelaksanaan

tugasnya dituntut melakukan pelayanan di wahana tempatnya mengabdi, setiap

peserta dituntut untuk menjalankan hubungan dokter-pasien sehingga terjadi suatu

peristiwa perikatan hukum (verbintenis) secara perdata.11

Sehubungan dengan hal

tersebut maka risiko adanya permasalahan hukum (baik berupa gugatan secara

perdata maupun tuntutan secara pidana) yang dihadapi oleh dokter peserta PIDI

cukup besar. Hal ini terjadi pada beberapa kasus di antaranya kasus pemukulan

dokter internsip di RSUD Lebong Bengkulu,12

RSUD Sampang Madura13

dan

RSUD Badung Bali. 14

11

Adami Chazawi, Malpraktik Kedokteran, Bayumedia Publishing, Malang, 2007, hlm.

41. 12

http://hukum.rmol.co/read/2017/10/04/309739/buntut-ketua-dprd-tampar-dokter,-17-

dokter-internship-ditarik-dari-rsud-lebong-Diakses Rabu 4 Juli 2018. 13

https://lapor.go.id/pengaduan/1885835/penganiayaan-dokter-internship-rsud-sampang-

madura. html. Diakses Rabu 4 Juli 2018. 14

https://www.change.org/p/kecam-ketua-forum-perbekel-se-badung-pemukul-dokter-di-

bali. Diakses Kamis 4 Juli 2018.

Page 21: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

7

Maraknya sengketa medis yang melibatkan profesi dokter seolah membuat para

dokter dianggap tidak bertanggungjawab dan tidak teliti dalam menjalankan

profesinya sehingga mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap profesi

dokter saat ini dan membuat seolah-olah dokter saat ini tidak kompeten dalam

menjalankan profesinya. Sengketa medis yang dihadapi dokter dalam

melaksanakan praktik kedokteran dan pelayanan kesehatan pada umumnya adalah

gugatan secara perdata dan tuntutan secara pidana terhadap dokter tersebut.15

Pola hubungan paternalistik antara dokter dengan pasien yang tadinya sangat

melekat di Indonesia perlahan mulai menghilang, dahulu dokter dianggap akan

berupaya semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien, seperti seorang

bapak yang baik yang akan berbuat apa saja untuk kepentingan anaknya. Pasien

diharapkan akan bertindak patuh dan percaya bahwa dokter akan bertindak seperti

bapak yang baik. Namun dewasa ini pola tersebut berangsur-angsur berubah

menjadi hubungan partner di mana dokter tidak lagi mempunyai kedudukan yang

lebih tinggi dibanding pasien. Kini pasien memiliki kedudukan yang sejajar

dengan dokter yang mengobatinya sehingga dokter dapat dijadikan suatu subjek

hukum dalam suatu pelayanan kesehatan atau suatu transaksi terapeutik. 16

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan

judul: Perlindungan Hukum Terhadap Dokter Internsip dalam Pelayanan

Kesehatan di Wahana Internsip (Rumah Sakit dan Puskesmas).

15

Michael Daniel Mangkey, Perlindungan Hukum Terhadap Dokter dalam Memberikan

Pelayanan Medis, Portal Garuda Journal Vol. II No. 8/Sep-Nov/2014. 16

Helmi Arni Yulianto, Hukum Pidana Malpraktik Medik Tinjauan dan Perspektif

Medikolegal, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2010, hlm. 1-2.

Page 22: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

8

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengangkat permasalahan

sebagai berikut:

a. Bagaimana kewenangan klinis bagi dokter peserta Program Internsip Dokter

Indonesia?

b. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi dokter peserta Program Internsip

Dokter Indonesia?

c. Bagaimanakah pertanggungjawaban hukum dokter peserta Program Internsip

Dokter Indonesia dalam hal terjadi sengketa medis (gugatan perdata atau

tuntutan pidana)?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak menjadi kerancuan dalam pembahasan sehingga memungkinkan

penyimpangan dari judul, maka peneliti membatasi ruang lingkup dalam

penelitian ini terbatas pada hukum kesehatan baik aspek pidana, perdata, dan

administrasi khususnya yang meliputi:

a. Kewenangan klinis bagi dokter peserta Progran Internsip Dokter di Indonesia

b. Bentuk perlindungan hukum bagi dokter peserta Program Internsip Dokter

Indonesia.

c. Bentuk pertanggungjawaban hukum dokter peserta Program Internsip Dokter

Indonesia dalam hal terjadi sengketa medis (gugatan secara perdata maupun

tuntutan secara pidana terhadap dokter peserta Program Internsip Dokter

Indonesia).

Page 23: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis kewenangan klinis bagi

dokter peserta Progran Internsip Dokter di Indonesia

b. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis bentuk perlindungan hukum

bagi dokter peserta Program Internsip Dokter Indonesia.

c. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis bentuk pertanggungjawaban

hukum dokter peserta Program Internsip Dokter Indonesia dalam hal terjadi

sengketa medis (gugatan perdata atau tuntutan pidana).

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dalam rangka pengembangan hukum kesehatan tentang perlindungan hukum

bagi dokter peserta Program Internsip Dokter Indonesia.

b. Kegunaan Praktis

1) Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada organisasi

profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Konsil Kedokteran Indonesia

(KKI), Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI), Asosiasi Pendidikan

Kedokteran Indonesia (AIPKI), Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia (MKDKI), praktisi hukum kesehatan dan pihak lain yang ingin

mengetahui lebih dalam mengenai permasalahan dalam penelitian ini.

2) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada

Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Lampung.

Page 24: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

10

D. Kerangka Pemikiran

1. Alur Pikir

Gambar 1. Alur Pikir Penelitian

a) Undang-Undang dasar 1945 hasil Amandemen

b) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

c) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

d) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

e) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran

f) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

g) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2017 tentang

Penyelenggaraan Program Internsip Dokter dan Dokter Gigi Indonesia

Program Internsip Dokter Indonesia

Batasan kewenangan

klinis bagi dokter

peserta Program

Internsip Dokter di

Indonesia

Bentuk perlindungan

hukum bagi dokter

peserta Program

Internsip Dokter

Indonesia

Bentuk

pertanggungjawaban

hukum dokter peserta

Program Internsip Dokter

Indonesia dalam hal terjadi

sengketa medis

Teori

Kewenangan

Teori

Perlindungan Hukum

Teori

Pertanggungjawaban

Hukum

Pembahasan

dan Simpulan

Page 25: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

11

2. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan

atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya

penelitian hukum. Berdasarkan pernyataan di atas maka teori yang digunakan

untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Teori Kewenangan

Kewanangan berasal dari kata dasar wewenang, yang diartikan sebagai hal

berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.

kewenangan adalah kekuasaan formal. Kekuasaan yang berasal dari kekuasaan

legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif administratif.

Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa kewenangan adalah kekuasaan

terhadap segolongan orang atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan

(atau bidang urusan) tertentu. 17

Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah wewenang

digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan dengan istilah

“bevoegheid” dalam istilah hukum Belanda. Menurut Phillipus M. Hadjon, jika

dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah kewenangan dengan istilah

“bevoegheid”. Perbedaan tersebut terletak pada karakter hukumnya. Istilah

“bevoegheid” digunakan dalam konsep hukum publik maupun dalam hukum

privat. Dalam konsep hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya

digunakan dalam konsep hukum publik. 18

17

Prajudi Admosudirjo, Teori Kewenangan, Rineka Cipta Jakarta, 2001, hlm. 6. 18

Ibid, hlm. 7.

Page 26: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

12

Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam

lapangan hukum publik, namun sesungguhnya terdapat perbedaan di antara

keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan

yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang atau legislatif

dari kekuasaan eksekutif atau administratif.19

Berdasarkan beberapa pengertian diketahui bahwa kewenangan merupakan

kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis

kewenangan adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang

yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.

Kewenangan sebagai kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, dan

wewenang sebagai spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek

hukum) yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang

untuk melakukan sesuatu dalam kewenangan itu. Kewenangan yang dimiliki

institusi pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata, mengadakan pengaturan

atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh

dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat.20

Kewenangan ditinjau dari sumbernya terdiri dari:

a. Kewenangan Atribusi

Kewenangan atribusi adalah kewenangan yang melekat pada suatu jabatan

yang berasal dari undang-undang. Atribusi merupakan kewenangan yang

19

A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat

Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, 1990, hlm. 25. 20

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Cet.II, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm.

54.

Page 27: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

13

diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga Negara

oleh suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang

tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya.

b. Kewenangan Delegasi

Kewenangan delegasi adalah pemindahan/pengalihan kewenangan yang ada.

Atau dengan kata lain pemindahan kewenangan atribusi kepada pejabat di

bawahnya dengan dibarengi pemindahan tanggung jawab. Delegasi sebagai

kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ

(institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator (organ yang

telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan atas namanya.

c. Kewenangan Mandat

Kewenangan mandat tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau

pengalihan kewenangan, yang ada hanya janji-janji kerja interen antara

pimpinan dan bawahan. Pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan

kepada organ lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil

suatu tindakan atas namanya.21

Ciri-ciri kewenangan berkaitan dengan asas delegasi, yang merupakan asas paling

penting dalam pelaksanaan kewenangan dalam organisasi, terdapat empat

kegiatan delegasi kewenangan. Kegiatan ini artinya ialah proses di mana para

pimpinan mengalokasikan kewenangan kepada bawahan dengan delegasi yang

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pendelegasi menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada

bawahannya dalam suatu organisasi.

21

Prajudi Admosudirjo, Op.Cit., hlm. 11.

Page 28: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

14

b. Pendelegasi melimpahkan kewenangan yang di perlukan untuk mencapai

tujuan atau tugas.

c. Penerimaan delegasi, baik implisit atau eksplisit, menimbulkan kewajiban atau

tanggung jawab.

d. Pendelegasi pertanggung jawaban bawahan untuk hasil-hasil yang dicapai. 22

Kewenangan tidak hanya diartikan sebagai kekuasaan, oleh karena itu, dalam

menjalankan hak berdasarkan hukum publik selalu terikat kewajiban berdasarkan

hukum publik tidak tertulis atau asas umum pemerintahan yang baik.

Kewenangan dalam hal ini dibedakan menjadi:

a. Pemberian kewenangan: pemberian hak kepada, dan pembebanan kewajiban

terhadap badan (atribusi/mandat)

b. Pelaksanaan kewenangan: menjalankan hak dan kewajiban publik yang berarti

mempersiapkan dan mengambil keputusan

c. Akibat Hukum dari pelaksanaan kewenangan: seluruh hak dan/atau kewajiban

yang terletak rakyat/burger, kelompok rakyat dan badan.23

Macam-macam kewenangan berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua:

1. Wewenang personal, bersumber pada intelegensi, pengalaman, nilai atau

norma, dan kesanggupan untuk memimpin.

2. Wewenang ofisial, merupakan wewenang resmi yang di terima dari wewenang

yang berada di atasnya.24

22

Muammar Himawan, Pokok-Pokok Organisasi Modern, Bina Ilmu, Jakarta, 2004, hlm.

51. 23

Prajudi Admosudirjo, Op.Cit., hlm. 87. 24

Ibid, hlm.88.

Page 29: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

15

Secara organisasional kewenangan adalah kemampuan yuridis yang didasarkan

pada hukum publik. Kewenangan berkaitan dengan hak dan kewajiban, yaitu agar

kewenangan tidak semata-mata diartikan sebagai hak berdasarkan hukum privat,

tetapi juga kewajiban sebagai hukum publik. Kewenangan adalah fungsi untuk

menjalankan kegiatan dalam organisasi, sebagai hak untuk memerintah orang lain

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tujuan dapat tercapai.

Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai

dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya dan

lingkungan yang melingkupinya. Kewenangan adalah hak menggunakan

wewenang yang dimiliki seorang pejabat atau institusi menurut ketentuan yang

berlaku, dengan demikian kewenangan juga menyangkut kompetensi tindakan

hukum yang dapat dilakukan menurut kaedah-kaedah formal, jadi kewenangan

merupakan kekuasaan formal yang dimiliki oleh pejabat atau institusi.

b. Teori Perlindungan Hukum

Teori perlindungan hukum menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto

Raharjo awal mula dari munculnya ini bersumber dari teori hukum alam atau

aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan

Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa

hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara

hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang

bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal

dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.25

25

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.53.

Page 30: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

16

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman

terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan

itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan

perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga

prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum

kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.26

Menurut Phillipus M. Hadjon, perlindungan hukum sebagai tindakan pemerintah

yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan

untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah

bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan bwedasarkan diskresi, dan

perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa,

termasuk penangananya di lembaga peradilan.27

Hukum harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan

status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan

hukum. Aparat penegak hukum wajib menegakkan hukum dan dengan

berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula hukum akan

memberikan perlindungan pada tiap hubungan hukum atau segala aspek dalam

kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum.

26

Ibid, hlm.55. 27

Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu,

Surabaya, 1987, hlm.29.

Page 31: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

17

c. Teori Pertanggungjawaban Hukum

Secara teoritis pertanggungjawaban hukum dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu

tanggung jawab dalam arti accountability, responsibility, dan liability. Tanggung

jawab accountbility dalam arti hukum biasanya berkaitan dengan keuangan.

Tanggung jawab dalam arti responsibility maksudnya "wajib menanggung segala

sesuatunya", kalau terjadi sesuatu dapat disalahkan, dituntut, dan diancam oleh

hukuman pidana oleh penegak hukum didepan pengadilan, menerima beban

akibat tindakan sendiri atau orang lain. Tanggung jawab dalam arti liability berarti

menanggung segala sesuatu kerugian yang terjadi akibat perbuatannya atau

perbuatan orang lain yang bertindak untuk dan atas nama.28

Seiring dengan perkembangan kemajuan di bidang ilmu (hukum) konsep

tanggung jawab dalam arti liability ini makin dirasa perlu untuk membuat

kualifikasi yang jelas atas pembagian tersebut agar tidak terjadi perbedaan yang

sedemikian rupa sehingga hal ini akan berdampak pada tataran pengaplikasiannya

nanti. Adapun pembedaan dapat dilihat, sebagai berikut: Pertama, tanggung jawab

hukum berdasarkan kesalahan (based on fault liability) hal ini dalam KUHPerdata

terdapat dalam Pasal 1365 Ayat (5), yang dikenal dengan perbuatan melawan

hukum (onrechtmatige daad) berlaku umum terhadap siapapun. Kedua, tanggung

jawab praduga bersalah (presumption of liability) yaitu perusahaan demi hukum

harus membayar yang diakibatkan olehnya, kecuali perusahaan tersebut dapat

membuktikan tidak bersalah. Ketiga, tanggung jawab hukum tanpa bersalah

(liabilty without fault) yaitu perusahaan bertanggung jawab mutlak terhadap

28

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,

Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 87.

Page 32: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

18

kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, tanpa memerlukan pembuktian lebih

dahulu29

Dalam penelitian ini tanggung jawab dokter internsip dibatasi pada

tanggung jawab hukum berdasarkan kesalahan menurut KUHPerdata.

Tanggung jawab berkaitan dengan kewajiban, dalam konsep keperdataan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hubungan hukum yang melahirkan

hak dan kewajiban. Hak adalah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan

kewenangan menuntut jika tidak dipenuhi oleh pihak lainnya itu. Kewajiban

adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pihak yang satu kepada pihak yang

lain dengan pembebanan sanksi jika lalai atau dilalaikan. Hak dianggap suatu

kebolehan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukannya, jika hak

sebenarnya merupakan wewenang yang diberikan oleh hukum kepada subjek

hukum lainnya (hak mutlak) dan dapat pula berlaku pada subjek hukum tertentu

(hak relatif). Hak-hak dibatasi oleh kewajiban. Kewajiban merupakan tugas yang

yang dibebankan oleh hukum kepada subjek hukum dan yang paling utama adalah

kewajiban untuk tidak menyalah gunakan hak.30

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa hak dan kewajiban

adalah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan kewenangan menuntut jika

tidak dipenuhi pihak lain dan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan

pihak yang satu pada pihak lain dengan pembebanan sanksi jika lalai atau

dilalaikan. Wewenang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum yang dapat

berlaku pada tiap subjek hukum lain dan pada subjek hukum tertentu.

29

Ibid, hlm. 115. 30

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.

224.

Page 33: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

19

3. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan

dalam pelaksanaa penelitian.31

Konseptual dalam penelitian ini adalah:

a. Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana

mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan

mengobati penyakit dan diakukan menurut hukum dalam pelayanan

kesehatan.32

b. Dokter Intrensip menurut Pasal 1 angka 1 Permenkes Nomor 39 tahun 2017

tentang Penyelenggaraan Program Internsip Dokter dan Dokter Gigi Indonesia

adalah dokter peserta program pemantapan mutu profesi dokter dan dokter

gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan, secara

terintegrasi, komprehensif, mandiri serta menggunakan pendekatan

kedokteran keluarga, dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil

pendidikan dengan praktik di lapangan.

c. Wahana Internsip menurut Pasal 6 Ayat (2) Permenkes Nomor 39 Tahun 2017

tentang Penyelenggaraan Program Interensip Dokter dan Dokter Gigi

Indonesia meliputi rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat serta

jejaringnya yang ditetapkan oleh Menteri

d. Komite Internsip Dokter Indonesia yang selanjutnya disingkat KIDI menurut

Pasal 1 angka 4 Permenks Nomor 39 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan

Program Interensip Dokter dan Dokter Gigi Indonesia adalah komite yang

membantu Mentreri dalam rangka penyelenggaraan program Internsip Dokter.

31

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, hlm.

72. 32

Endang Kusuma Astuti, Op.Cit, hlm.17.

Page 34: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

20

e. Perlindungan hukum adalah upaya untuk memberikan pengayoman terhadap

hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di

berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan

perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga

prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan

belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan

sosial. 33

f. Tanggung jawab hukum adalah suatu akibat keharusan bagi seseorang tentang

perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu

perbuatan.34

g. Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan adalah upaya yang

dilakukan oleh suatu organisasi baik secara sendiri atau bersama-sama untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan perseorangan, kelompok dan atau masyarakat.35

h. Transaksi Terapeutik menurut Veronica Komalawati adalah hubungan hukum

antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara profesional,

didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan tertentu

di bidang kedokteran.36

33

Satjipto Rahardjo, Op.Cit, hlm.55. 34

Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm.

26. 35

Soerjono Soekanto dan Herkutanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja Karya,

Bandung, 2007, hlm. 5. 36

Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 1.

Page 35: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

21

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis

normatif dan yuridis empiris:

a. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara

menelaah kaidah-kaidah atau norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan

dengan masalah yang akan dibahas.37

Dengan kata lain penelitian ini

menggunakan jenis pendekatan hukum normatif, yaitu pendekatan hukum

yang dilakukan dengan menelaah norma-norma tertulis sehingga merupakan

data sekunder, yang bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder serta bahan hukum tersier. Pendekatan ini dilakukan untuk

mengumpulkan berbagai macam peraturan perundang-undangan, teori-teori

dan peraturan yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.

b. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara

mengadakan penelitian dengan mengumpulkan data primer yang diperoleh

secara langsung dari objek penelitian melalui wawancara dengan responden

dan narasumber yang berhubungan dengan penelitian.38

37

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Edisi Revisi, UI Press, Jakarta, 2007,

hlm. 56. 38

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm.

10.

Page 36: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

22

2. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dilihat dari sudut sumbernya dibedakan antara data yang diperoleh

langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.39

Dalam

mendapatkan data dan jawaban pada penulisan tesis ini, serta sesuai dengan

pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber. Data

primer ini merupakan data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu yang

berkaitan dengan penelitian ini. Data primer pada penelitian ini diperoleh

dengan cara wawancara.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mempelajari,

membaca, mengutip, literatur atau perundang-undangan yang berkaitan

dengan pokok permasalahn dari penelitian ini. Data sekunder ini meliputi 3

(tiga) bahan hukum antara lain:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan hukum

tetap dan mengikat. Dalam hal ini bahan hukum primer terdiri dari:

a) Undang-Undang Dasar 1945

b) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

c) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

d) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

e) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan

Kedokteran

39

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 11.

Page 37: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

23

f) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

g) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2017 tentang

Penyelenggaraan Program Internsip Dokter dan Dokter Gigi Indonesia

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku literatur dan

karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan pada penelitian.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti website, kamus dan ensiklopedi.

3. Narasumber

Narasumber adalah pihak-pihak yang dapat menjadi sumber informasi dalam

suatu penelitian dan memiliki pengetahuan serta informasi yang dibutuhkan sesuai

dengan permasalahan yang dibahas. Adapun narasumber penelitian ini adalah

pihak-pihak yang memiliki peranan dalam pelaksanaan Program Internsip Dokter

Indonesia (PIDI) khususnya di wilayah Lampung yang terdiri dari:

a. Wakil Ketua IDI Wilayah Lampung : 1 orang

b. Ketua Persi Wilayah Lampung : 1 orang

c. Humas Dinas Kesehatan Provinsi Lampung : 1 orang

d. Sekretaris Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI)

Provinsi Lampung : 1 orang

e. Dokter Pendamping PIDI Rumah Sakit : 1 orang

f. Dokter Pendamping PIDI Puskesmas : 1 orang

g. Koordinator dokter PIDI Provinsi Lampung : 1 orang+

Jumlah : 7 orang

Page 38: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

24

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

a. Prosedur Pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data pada penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara:

1) Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis

dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca,

mencatat, mengutip dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan,

buku-buku, media masa dan bahan hukum tertulis lainnya yang ada

hubungannya dengan penelitian yang penulis lakukan.

2) Studi Lapangan (Field Reaserch)

Studi lapangan merupakan pengumpulan data yang dilakukan untuk

memperoleh data primer dengan menggunakan metode wawancara terbuka

kepada responden, materi-materi yang akan dipertanyakan telah dipersiapkan

terlebih dahulu oleh penulis sebagai pedoman, metode ini digunakan agar

responden bebas memberikan jawaban-jawaban dalam bentuk uraian.

b. Prosedur Pengolahan data

Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun wawancara

selanjutnya di olah dengan tahapan sebagai berikut:

1) Seleksi Data (Editing)

Mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah cukup lengkap, benar dan

sesuai dengan masalah.

2) Klasifikasi data (classification)

Penempatan dapat mengelompokkan data yang melalui proses

pemeriksaan serta penggolongan data.

Page 39: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

25

3) Sistematisasi data (systematizing)

Menyusun data yang telah diperiksa secara sistimatis sesuai dengan

urutannya sehingga pembahasan lebih mudah dipahami.40

5. Analisis Data

Analisis pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu dengan cara

melakukan penafsiran hukum untuk menganalisis data yang telah diperoleh

dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan serta menguraikan data, baik

data primer maupun sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian. Penarikan

kesimpulan dilakukan secara induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat

khusus kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum.

40

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2004, hlm. 126.

Page 40: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

26

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum

Pengertian perlindungan hukum adalah upaya memberikan pengayoman kepada

hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan

kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan

oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya

hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa

aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari

pihak manapun.41

Perlindungan hukum sebagai perlindungan akan harkat dan martabat, serta

pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum

berdasarkan ketentuan hukum atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang

akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen,

hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang

mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.42

Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini

hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum,

terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh

41

Satjipto Rahardjo, Op.Cit, hlm. 55. 42

Philipus M. Hadjon, Op.Cit, hlm. 25.

Page 41: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

27

manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta

lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban

untuk melakukan suatu tindakan hukum.43

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.44

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk

melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-

kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya

ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.45

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi

subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah

sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-

undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta

memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan kewajiban.

43

CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta, 1987, hlm. 102. 44

Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004, hlm. 3. 45

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta;

magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003, hlm. 14.

Page 42: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

28

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi

seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah

terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.46

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam,

yaitu:

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan

untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan

pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah

terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi

tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena

dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong

untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada

diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan

hukum preventif.

b. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan

Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip

perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber

dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi

manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang

46

Ibid, hlm. 20.

Page 43: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

29

pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan

kepada pembatasan pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan

pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap

tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan

pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan

dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.47

Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menentukan

bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian

bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang

wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.

Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara adil dan jujur

serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum

harus ditegakkan berdasarkan Hukum Positif untuk menegakkan keadilan dalam

hukum sesuai dengan realitas masyarakat yang menghendaki tercapainya

masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita

hukum (Rechtidee) dalam negara hukum (Rechtsstaat), bukan negara kekuasaan

(Machtsstaat). Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia,

Penegakan hukum harus memperhatikan 4 (empat) unsur:

47

Philipus M. Hadjon, Op Cit, hlm. 30.

Page 44: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

30

a. Kepastian hukum (Rechtssicherkeit)

b. Kemanfaat hukum (Zeweckmassigkeit)

c. Keadilan hukum (Gerechtigkeit)

d. Jaminan hukum (Doelmatigkeit).48

Penegakan hukum dan keadilan harus menggunakan jalur pemikiran yang tepat

dengan alat bukti dan barang bukti untuk merealisasikan keadilan hukum dan isi

hukum harus ditentukan oleh keyakinan etis, adil tidaknya suatu perkara.

Persoalan hukum menjadi nyata jika para perangkat hukum melaksanakan dengan

baik serta memenuhi, menepati aturan yang telah dibakukan sehingga tidak terjadi

penyelewengan aturan dan hukum yang telah dilakukan secara sistematis, artinya

menggunakan kodifikasi dan unifikasi hukum demi terwujudnya kepastian hukum

dan keadilan hukum.49

Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan

manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional. Pelaksanaan

hukum dapat berlangsung normal, damai, dan tertib. Hukum yang telah dilanggar

harus ditegakkan melalui penegakan hukum. Adapun penegakan hukum

menghendaki kepastian hukum, kepastian hukum merupakan perlindungan

yustisiable terhadap tindakan sewenang-wenang. Masyarakat mengharapkan

adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan

tertib, aman dan damai. Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan

Penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan hukum harus

memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat jangan sampai hukum dilaksanakan

48

Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 43. 49

Ibid, hlm. 44.

Page 45: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

31

menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Masyarakat yang mendapatkan

perlakuan yang baik dan benar akan mewujudkan keadaan yang tata tentrem

raharja. Hukum dapat melindungi hak dan kewajiban setiap individu dalam

kenyataan yang senyatanya, dengan perlindungan hukum yang kokoh akan

terwujud tujuan hukum secara umum: ketertiban, keamanan, ketentraman,

kesejahteraan, kedamaian, kebenaran, dan keadilan.

Aturan hukum baik berupa undang-undang maupun hukum tidak tertulis, dengan

demikian, berisi aturan-aturan yang bersifat umum yang menjadi pedoman bagi

individu bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, baik dalam hubungan

dengan sesama maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan

itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan

terhadap individu. Adanya aturan semacam itu dan pelaksanaan aturan tersebut

menimbulkan kepastian hukum. Dengan demikian, kepastian hukum mengandung

dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat

individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan dan

dua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah

karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui

apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal dalam undang-undang, melainkan

juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu

dengan putusan hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang telah diputuskan.50

50

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 157-

158.

Page 46: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

32

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan

diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam arti

tidak menimbulkan keragua-raguan (multi tafsir) dan logis dalam arti ia menjadi

suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau

menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian

aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma, atau distorsi norma.

Peran pemerintah dan pengadilan dalam menjaga kepastian hukum sangat penting.

Pemerintah tidak boleh menerbitkan aturan pelaksanaan yang tidak diatur oleh

undang-undang atau bertentangan dengan undang-undang. Apabila hal itu terjadi,

pengadilan harus menyatakan bahwa peraturan demikian batal demi hukum,

artinya dianggap tidak pernah ada sehingga akibat yang terjadi karena adanya

peraturan itu harus dipulihkan seperti sediakala. Apabila pemerintah tetap tidak

mau mencabut aturan yang telah dinyatakan batal itu, hal itu akan berubah

menjadi masalah politik antara pemerintah dan pembentuk undang-undang. Yang

lebih parah lagi apabila lembaga perwakilan rakyat sebagai pembentuk undang-

undang tidak mempersoalkan keengganan pemerintah mencabut aturan yang

dinyatakan batal oleh pengadilan tersebut. Sudah barang tentu hal semacam itu

tidak memberikan kepastian hukum dan akibatnya hukum tidak mempunyai daya

prediktibilitas.51

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa perlindungan hukum

adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia

serta pengakuan terhadahak asasi manusia di bidang hukum. Prinsip perlindungan

51

Ibid, hlm. 159-160.

Page 47: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

33

hukum bagi rakyat Indonesia bersumber pada Pancasila dan konsep Negara

Hukum, kedua sumber tersebut mengutamakan pengakuan serta penghormatan

terhadap harkat dan martabat manusia. Sarana perlindungan hukum ada dua

bentuk, yaitu sarana perlindungan hukum preventif dan represif.

B. Tanggung Jawab Hukum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah

kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut,

dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah

suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan

kepadanya.52

Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas

konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika

atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.53

Selanjutnya menurut Titik

Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang

menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain

sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk

memberi pertanggungjawabannya.54

Menurut hukum perdata dasar pertanggungjawaban dibagi menjadi dua macam,

yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal dengan pertanggungjawaban

atas dasar kesalahan (lilability without based on fault) dan pertanggungjawaban

tanpa kesalahan yang dikenal (lilability without fault) yang dikenal dengan

52

Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 287. 53

Soekidjo Notoatmojo, Op.Cit, hlm. 87. 54

Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka,

Jakarta, 2010, hlm. 48.

Page 48: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

34

tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlak (strick liabiliy).55

Prinsip dasar

pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang

harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan karena merugikan orang

lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko adalah bahwa konsumen

penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung

bertanggung jawab sebagai risiko usahanya.

Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam perbuatan

melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu:

a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan

sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan

sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa

yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.

b. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena

kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan

(concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah

bercampur baur (interminglend).

c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa

mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik

secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan kesalahannya

tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya.56

55

Ibid, hlm. 49. 56

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, 2010, hlm.

503.

Page 49: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

35

Beberapa prinsip dalam tanggung jawab adalah sebagai berikut:

1. Prinsip bertanggung jawab berdasarkan kelalaian.

Tanggung jawab berdasarkan kesalahan adalah suatu prinsip tanggung jawab

yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditentukan oleh

perilaku produsen. Sifat subjektivitas muncul pada kategori bahwa seseorang

yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya kerugian pada pihak lain.

Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang berakibat pada munculnya

kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak pihak lain untuk

mengajukan tuntutan kerugian. Di samping faktor kesalahan dan kelalaian

produsen, tuntutan ganti kerugian berdasarkan kelalaian diajukan dengan bukti-

bukti, yaitu:

a. Pihak tergugat merupakan orang yang benar-benar mempunyai kewajiban

untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya kerugian

konsumen.

b. Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas

produknya sesuai dengan standar yang aman untuk dikonsumsi atau

digunakan.

c. Konsumen penderita kerugian. Kelalaian produsen merupakan faktor yang

mengakibatkan adanya kerugian pada konsumen (hubungan sebab akibat

antara kelalaian dan kerugian konsumen). Dalam prinsip tanggung jawab

berdasarkan kelalaian juga mengalami perkembangan dengan tingkat

responsibilitas yang berbeda terhadap kepentingan konsumen57

57

Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Bagi Konsumen di Indonesia, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 52.

Page 50: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

36

2. Tanggung jawab atas kelalaian dengan persyaratan hubungan kontrak.

Teori murni prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu

tanggung jawab yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan hubungan

kontrak. Teori ini sangat merugikan konsumen karena gugatan baru dapat

diajukan jika telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya unsur kesalahan atau

kelalaian dan hubungan kontrak antara produsen dan konsumen. Teori

tanggung jawab produk berdasarkan kelalaian tidak memberikan perlindungan

yang maksimal kepada konsumen, karena konsumen dihadapkan pada dua

kesulitan dalam mengajukan gugatan kepada produsen, yaitu, pertama,

tuntutan adanya hubungan kontrak antara konsumen sebagai penggugat

dengan produsen sebagai tergugat. Kedua, argumentasi produsen bahwa

kerugian konsumen diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak diketahui. 58

3. Kelalaian dengan beberapa pengecualian terhadap syarat hubungan kontrak.

Perkembangan tahap kedua teori tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah

prinsip tanggung jawab yang tetap berdasarkan kelalaian namun untuk

beberapa kasus terdapat pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa persyaratan hubungan

kontrak merupakan salah satu hambatan konsumen untuk mengajukan ganti

kerugian kepada produsen. Prinsip ini tidak memihak kepada kepentingan

konsumen, karena pada kenyataanya konsumen yang sering mengalami

kerugian atas pemakaian suatu produk adalah konsumen yang tidak memiliki

kepentingan hukum dengan produsen.

58

Ibid, hlm. 53-54.

Page 51: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

37

4. Kelalaian tanpa persyaratan hubungan kontrak.

Setelah prinsip tanggung jawab atas dasar kelalaian dengan beberapa

pengecualian terhadap hubungan kontrak sebagai tahap kedua dalam

perkembangan substansi hukum tanggung jawab produk, maka tahap

berikutnya adalah tahap ketiga yaitu sistem tanggung jawab yang tetap

berdasarkan kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan hubungan kontrak.

5. Prinsip praduga lalai dan bertanggung jawab dengan pembuktian terbalik

Tahap perkembangan terakhir dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan

kelalaian adalah dalam bentuk modifikasi terhadap prisip tanggung jawab

berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini bermakna, adanya keringanan bagi

konsumen dalam penerapan tanggung jawab berdasarkan kelalaian, namun

prinsip tanggung jawab ini masih berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini

merupakan masa transisi menuju pembentukan tanggung jawab mutlak.

Tanggung jawab berkaitan dengan kewajiban, dalam konsep keperdataan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hubungan hukum yang melahirkan

hak dan kewajiban. Hak adalah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan

kewenangan menuntut jika tidak dipenuhi oleh pihak lainnya itu. Kewajiban

adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pihak yang satu kepada pihak yang

lain dengan pembebanan sanksi jika lalai atau dilalaikan. Hak dianggap suatu

kebolehan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukannya, jika hak

sebenarnya merupakan wewenang yang diberikan oleh hukum kepada subjek

hukum lainnya (hak mutlak) dan dapat pula berlaku pada subjek hukum tertentu

(hak relatif). Hak-hak dibatasi oleh kewajiban. Kewajiban merupakan tugas yang

Page 52: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

38

yang dibebankan oleh hukum kepada subjek hukum dan yang paling utama adalah

kewajiban untuk tidak menyalah gunakan hak.59

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa hak dan kewajiban

adalah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan kewenangan menuntut jika

tidak dipenuhi pihak lain dan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan

pihak yang satu pada pihak lain dengan pembebanan sanksi jika lalai atau

dilalaikan. Wewenang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum yang dapat

berlaku pada tiap subjek hukum lain dan pada subjek hukum tertentu.

Hukum merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial dalam

suatu masyarakat, yaitu bahwa hukum akan melayani anggota-anggota

masyarakat, baik berupa pengalokasian kekuasaan, pendistribusian sumber-

sumber daya, serta melindungi kepentingan anggota masyarakat itu sendiri oleh

karenanya hukum menjadi semakin penting peranannya sebagai sarana untuk

mewujudkan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Kesadaran yang

menyebabkan bahwa hukum merupakan instrumen penting untuk mewujudkan

tujuan-tujuan tertentu, menjadikan hukum sebagai sarana yang secara sadar dan

aktif digunakan untuk mengatur masyarakat, melalui penggunaan peraturan

hukum yang dibuat dengan sengaja.

Sehubungan dengan uraian mengenai pertanggungjawaban hukum tersebut maka

dokter internsip mengemban amanat sebagai tenaga kesehatan sehingga

mengemban tanggung jawab hukum sebagai tenaga kesehatan pula. Setiap

59

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.

224.

Page 53: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

39

tindakan keprofesian oleh peserta program yang dijalankan memiliki tanggung

jawab hukumnya. Sanksi pelanggaran hukum mengacu pada peraturan dan

yurisprudensi hukum mengenai tenaga kesehatan. Sanksi pidana, perdata, serta

administrasi dapat ditetapkan sesuai dengan peraturan menteri kesehatan dan

konsil kedokteran Indonesia tentang dokter internsip. Selama proses hukum

dokter internsip akan ditunda program internsipnya sampai diperoleh putusan

yang berkekuatan hukum tetap.

C. Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI)

1. Profesi Dokter

Sejak permulaan sejarah peradaban umat manusia, sudah dikenal hubungan

kepercayaan (duciary relationship) antara dua insan yaitu sang pengobat dan

penderita yang melahirkan konsep profesi. Manusia penderita atau pasien yang

sangat memerlukan pertolongan fisik, mental, sosial dan spiritual mempercayakan

bulat-bulat dirinya, khususnya kelangsungan kehidupan, penderitaan,

ketergantungan dan kerahasiaannya kepada sang pengobat. Kepercayaan bulat

yang teramat besar ini sebagai inti jaminan proses hubungan pengobat-pasien

tersebut memunculkan tanggung jawab sang pengobat sebagai profesi.

Universalitas tanggung jawab profesi pengobat yang kemudian di era modern

dikenal sebagai dokter adalah tetap abadi, sepanjang masa.60

Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi

yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk

60 Kode Etik Kedokteran (KODEKI), 2012, hlm. 1.

Page 54: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

40

melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam

kapasitas mereka seagai individu. organisasi profesi sebagai organisasi dari

praktisi yang menilai/mempertimbangkan seseorang atau yang lain mempunyai

kompetensi profesional dan mempunyai ikatan bersama untuk menyelenggarakan

fungsi sosial yang mana tidak dapat dilaksanakan secara terpisah sebagai individu

Organisasi profesi mempunyai dua perhatian utama yaitu kebutuhan hukum untuk

melindungi masyarakat dari perawat yang tidak dipersiapkan dengan baik dan

kurangnya standar dalam keperawatan. Organisasi profesi menyediakan

kendaraan untuk perawat dalam menghadapi tantangan yang ada saat ini dan akan

datang serta bekerja kearah positif terhadap perubahan-perubahan profesi sesuai

dengan perubahan sosial.61

Organisasi profesi umumnya bertujuan melindungi kepentingan publik maupun

profesional pada bidang tersebut dan dapat memelihara atau menerapkan suatu

standar pelatihan dan etika pada profesi mereka untuk melindungi kepentingan

publik organisasi yang anggotanya adalah orang-orang yang mempunyai profesi

yang sama. Adapun ciri-ciri organisasi profesi adalah sebagai berikut:

1) Umumnya untuk satu profesi hanya terdapat satu organisasi profesi yang para

anggotanya berasal dari satu profesi, dalam arti telah menyelesaikan

pendidikan dengan dasar ilmu yang sama.

2) Misi utama organisasi profesi adalah untuk merumuskan kode etik dan

kompetensi profesi serta memperjuangkan otonomi profesi.

61

E.Y.Kanter, Etika Profesi Hukum (Sebuah Pendekatan Sosio Religius), Storia Grafika,

Jakarta, 2001. hlm. 25.

Page 55: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

41

3) Kegiatan pokok organisasi profesi adalah menetapkan serta merumuskan

standar pelayanan profesi, standar pendidikan dan pelatihan profesi serta

menetapkan kebijakan profesi.62

Peran organisasi profesi adalah sebagai berikut:

1) Pembina, pengembang dan pengawas terhadap mutu pendidikan profesi.

2) Pembina, pengembang dan pengawas terhadap pelayanan profesi.

3) Pembina serta pengembang ilmu pengetahuan dan tehknologi profesi.

4) Pembina, pengembang dan pengawas kehidupan profesi63

Organisasi profesi dapat melakukan penilaian terhadap kemampuan anggotanya

secara profesional dalam menjalankan fungsinya, di mana fungsi tersebut tidak

dapat dijalankan dalam kapasitas sebagai individu. Selain itu dapat pula

mengendalikan pelayanan dari keanggotaannya untuk meyakinkan bahwa

masyarakat menerima pelayanan yang aman dan berkualitas.

Keberadaan organisasi profesi di bidang kesehatan diatur dalam Pasal 50 Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan:

(1) Tenaga kesehatan harus membentuk Organisasi Profesi sebagai wadah

untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan

keterampilan, martabat, dan etika profesi Tenaga Kesehatan.

(2) Setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu)

Organisasi Profesi.

(3) Pembentukan Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 51 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

mengatur:

62

Ibid, hlm. 26. 63

Ibid, hlm. 26.

Page 56: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

42

(1) Untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar pendidikan

Tenaga Kesehatan, setiap Organisasi Profesi dapat membentuk Kolegium

masing-masing Tenaga Kesehatan.

(2) Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada

Ayat (1) merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi.

(3) Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada

Ayat (1) bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi.

Dokter bahkan dikenal sebagai pelopor profesi luhur tertua dalam sejarah karena

dimensi tanggung jawabnya di bidang kemanusiaan yang membuahkan ahlak

peradaban budaya sejagat. Budaya ini diyakini akan abadi sepanjang sejarah

manusia sebagai mahluk sosial karena moralitas luhur kedokteran sebagai sisi

deontologik dan tipe ideal manusia penolong kemanusiaan senantiasa

meneguhkan semata-mata kewajiban atau tanggung jawab dan tidak segera atau

bahkan selamanya tidak akan mengedepankan hak-hak profesi ketika

melaksanakan pengabdian profesinya.64

Profesi dokter merupakan profesi yang tertua dan dikenal sebagai profesi yang

mulia karena ia berhadapan dengan hal yang paling berharga dalam hidup

seseorang yaitu masalah kesehatan, kehidupan dan kematian yang hakikatnya

berdasarkan panggilan jiwa (calling) untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan

berlandaskan moralitas yang kental dengan prinsip-prinsip kejujuran, simpati,

empati, keikhlasan, kepedulian kepada sesama dalam rasa kemanusiaan. Dengan

demikian dalam mengobati orang sakit (alturism) seorang dokter harus memiliki

Intellectual Question (IQ), Emotional Question (EQ), dan Spiritual Question (SQ)

yang tingi dan berimbang. Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 29

Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran, profesi dokter atau dokter gigi adalah

64

Ibid, hlm.27.

Page 57: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

43

suatu pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang

diperoleh melalui pendidikan berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani

masyarakat.65

Dokter sebagai salah satu pekerjaan profesi (profesio) yang berarti pengakuan

merupakan pekerjaan yang memerlukan pendidikan dan latihan tertentu, memiliki

kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dalam makna lain profesi adalah suatu

tugas atau kegiatan fungsional dari suatu kelompok tertentu yang “diakui” atau

“direkognisi” dalam melayani masyarakat.66,67

Dokter sebagai pekerjaan profesi sekurang-kurangnya memiliki ciri sebagai

berikut:

a. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional, artinya yang termasuk dalam

profesi yang bersangkutan harus telah menyelesaikan pendidikan profesi

tersebut. Orang yang berprofesi dokter, dengan sendirinya harus telah lulus

pendidikan profesi dokter (bukan hanya sarjana kedokteran).

b. Pekerjaannya berdasarkan etika profesi. Artinya, dalam menjalankan tugas atau

profesinya seseorang harusberlandaskan atau mengacu pada etika profesi yang

telah dirumuskan oleh organisasi profesinya.

c. Mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan materi. Dalam

menjalankan tugasnya seorang profesional tidak didasarkan pada keuntungan

materi semata tetapi harus mengutamakan terlebih dahulu panggilan

kemanusiaan. Seorang dokter dalam menolong pasien, yang didahulukan

65 Chrisdiono M. Achadiat, Pernik-Pernik Hukum Kesehatan Melindungi Pasien dan

Dokter, Widya Medika, Jakarta, 1996, hlm. 65 66

Soekidjo Notoatmodjo, Op.Cit, hlm. 36. 67

Ibid. hlm. 37.

Page 58: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

44

adalah menyelamaykan pasien bukan berpikir siapa yang membayar jasanya

nanti.

d. Pekerjaan legal (melalui perizinan). Untuk menjalankan tugas atau praktik,

profesi ini dituntut perizinan secara hukum, atau izin praktik.

e. Anggota-anggotanya belajar sepanjang hayat (long life learning). Seorang

anggota profesi memiliki kewajiban untuk selalu meningkatkan kemampuan

dan memperbaharui ilmu melalui belajar terus-menerus.

f. Anggota-anggotanya bergabung dalam suatu organisasi profesi, atau lulus dari

pendidikan profesi diwajibkan untuk menjadi anggotao organisasi profesi yang

bersangkutan. Seorang yang sudah lulus pendidikan profesi dokter harus

menjadi anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

2. Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI)

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) merupakan salah satu upaya

pemerintah dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia

khususnya di bidang. Undang-Undang Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktek Kedokteran dan perkembangan global dalam etika praktik

kedokteran mensyaratkan bahwa pasien tidak boleh dijadikan objek praktik

mahasiswa kedokteran. Hal ini dilakukan untuk menghormati hak-hak asasi

pasien. Adanya perubahan mendasar dalam pengendalian praktik kedokteran

berdampak pada proses pendidikan dokter, khususnya masa pendidikan klinik

selama masa kepaniteraan klinik. Selama masa kepaniteraan klinik, mahasiswa

tidak lagi menangani pasien secara mandiri tanpa supervisi yang ketat. Tanggung

Page 59: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

45

jawab mutu pelayanan dan legal aspek selama kepaniteraan klinik berada pada

pembimbingnya.

Tuntutan global dunia kedokteran menghantarkan Indonesia untuk ikut

memajukan kinerja lulusan Pendidikan Kedokteran. Guna mencapai kesetaraan

global dengan negara lain dengan adanya Surat Tanda Registrasi (STR)/bukti

pelaksanaan program Internsip dipersyaratkan untuk dapat melanjutkan

pendidikan atau bekerja di Luar Negeri. Berdasarkan hasil studi orientasi proyek

World Medical Education (WFME), setiap negara di dunia melaksanakan

program Internship bagi setiap Dokter yang baru lulus. Indonesia adalah Negara

terakhir di ASEAN yang melaksanakan Internship.

Di beberapa negara Eropa program internship berlangsung selama 2 sd 3 tahun

setelah lulus pendidikan dokter. Di Indonesia secara resmi program ini telah

dibahas dan disepakati oleh Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran

Indonesia (KKI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kementerian Pendidikan

Nasional sejak tahun 2008.Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI)

dilaksanakan selama 1 (satu) tahun, yaitu 8 (delapan) bulan di Rumah Sakit dan 4

(empat) bulan di Puskesmas.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek

Kedokteran untuk memberikan kompentensi kepada dokter maka dilaksanakan

pendidikan dan pelatihan kedokteran sesuai dengan standar pendidikan profesi

kedokteran. Semua lulusan Fakultas Kedokteran atau Program Studi Pendidikan

Dokter yang menggunakan kurikulum berbasis kompetensi mengikuti program ini

untuk memperoleh sertifikat kompetensi sebagai Dokter Layanan Primer.

Page 60: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

46

Legal penyelenggaraan program internsip dokter di Indonesia adalah Peraturan

Menteri kesehatan Republik Indonesia No.299/Menkes/Per/II/2010 tentang

Penyelengaraan Program Internsip dan Penempatan Dokter Pasca Internsip.Konsil

Kedokteran Indonesia telah menerbitkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia

Nomor 1/KKI/Per/2010 tentang Registasi Dokter Program Internsip. Komite

Internsip Dokter Indonesia sebagai Pelaksana Program Internsip Dokter telah

diangkat dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 138/Menkes/SK/I/2011 tentang Komite Internsip Dokter

Indonesia. Pada Tahun 2013, legal aspek pelaksanaan PIDI diperkuat dengan

ditetapkannya Undang-Undang No.20 tentang Pendidikan Kedokteran.

3. Pelaksanaan Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI)

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) adalah tahapan pelatihan keprofesian

pra-registrasi untuk mengasah dan memberi pengalaman dokter baru di sarana

pelayanan kesehatan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh

Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI).68

Program Internsip Pelaksanaan

Progam Internsip Dokter untuk pertama kali dilaksanakan di Sumatera Barat pada

bulan Maret 2010. Pelaksanaan ditandai dengan Soft Launching Internsip oleh

Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Wakil Menteri Pendidikan

Nasional di Padang pada tanggal 22 Februari 2010. Peserta pertama adalah dokter

lulusan Fakultas Kedokteran Universits Andalas.69

68

Erwin G. Kristanto, Op.Cit. hlm. 65. 69

https://id.scribd.com/document/325926001/Program-Internsip-Dokter-Indonesia,diakses

Minggu 27 Mei 2018.

Page 61: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

47

Kegiatan yang dilakukan peserta internsip dokter Indonesia yaitu:

1. Melakukan layanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga pada

pasien secara profesional yang meliputi kasus medik dan bedah, kedaruratan

dan kejiwaan baik pada anak, dewasa dan usia lanjut, pada keluarga maupun

pada masyarakat secara holistik, terpadu dan paripurna

2. Melakukan konsultasi dan rujukan

3. Melakukan kegiatan ilmiah medik dan non medik yang terkait dengan

pendekatan kedokteran dan keluarga.70

Sebelum menjalankan program internsip, dokter internsip wajib mengurus STR

internsip secara kolektif ke Konsil Kedokteran Indonesia. Peserta program

internsip juga wajib mengurus Surat Izin Praktik (SIP) Internsip yang diterbitkan

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kelalaian pemenuhan syarat ini menjadi

tanggung jawab hukum dokter internsip dan sarana pelayanan kesehatan di mana

dokter internsip tersebut melakukan praktik kedokterannya.

Calon peserta program internsip akan memperoleh pembekalan selama tiga oleh

KIDI provinsi dan melakukan pendandatanganan kontrak internsip. Calon peserta

juga akan memperoleh jadwal kegiatan internsip selama 12 bulan, berupa kegiatan

di ruang rawat inap, poliklinik, UGD rumah sakit dan puskesmas.71

Dalam mengelola upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat,

peserta program didampingi oleh seorang dokter pendamping. Kegiatan dokter

70

http://bppsdmk.kemkes.go.id/web/filesa/peraturan/16.pdf, diakses Minggu 27 Mei

2018. 71

Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan,

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Peserta Internsip Dokter Indonesia. Buku 2, Jakarta, 2009,

hlm. 22.

Page 62: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

48

internsip setiap tiga bulan dilaporkan dan dilakukan evaluasi dalam bentuk buku

log (log book) yang ditanda tangani oleh dokter pendamping. Pada akhir masa

internsip, dokter pendamping melakukan evaluasi pencapaian program internsip.

Peserta yang telah mencapai tujuan program akan memperoleh surat rekomendasi

dari dokter pendamping dan pimpinan wahana yang digunakan untuk mengurus

Surat Laporan Pelaksanaan Internsip (SLPI) yang akan diterbitkan oleh KIDI

provinsi. SLPI inilah yang akan digunakan sebagai rekomendasi penerbitan STSR

oleh KIDI Pusat.72

Hak-hak Dokter Internsip adalah sebagai berikut:

a. Mendapatkan STR internship

b. Mendapatkan SIP internship (biaya ditanggung oleh pemerintah)

c. Mendapatkan Bantuan Biaya Hidup

d. Mendapatkan Kesempatan untuk Menerapkan kompetensinya secara mandiri

dan komprehensif

e. Mendapatkan pendampingan

f. Diperlakukan dengan layak sebagaimana hak dan martabat seorang dokter73

Kewajiban dokter internsip adalah sebagai berikut:

a. Melakukan layanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga pada

pasien secara profesional yang meliputi kasus medik dan bedah, kedaruratan

dan kejiwaan baik pada anak, dewasa dan usia lanjut, pada keluarga maupun

pada masyarakat secara holistik, terpadu dan paripurna.

b. Melakukan konsultasi dan rujukan

72

Ibid, hlm. 25.

73

Ibid, hlm. 26.

Page 63: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

49

c. Melakukan kegiatan ilmiah medik dan non medik yang terkait dengan

pendekatan kedokteran dan keluarga

d. Bekerja 40 jam seminggu, selama 1 (satu) tahun

e. Mematuhi peraturan yang berlaku di wahana.

f. Melakukan layanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga pada

pasien secara profesional yang meliputi kasus medik dan bedah, kedaruratan

dan kejiwaan baik pada anak, dewasa dan usia lanjut, pada keluarga maupun

pada masyarakat secara holistik, terpadu dan paripura. 74

Pimpinan rumah sakit tempat dokter internsip bekerja, berwenang menetapkan

kewenangan klinis (clinical privilige) dokter internsip melalui penugasan klinis

(clinical appointment) dengan mengingat kebutuhan program keprofesian dokter

tersebut. Penugasan klinis ini harus ditelaah oleh komite medis mengingat risiko

yang dapat timbul dari tindakan keprofesian yang dilakukan oleh dokter internsip.

Dokter internsip yang bekerja di rumah sakit berbeda mungkin memperoleh

kewenangan dan penugasan klinis yang berbedaa. Penugasan klinis merupakan

peraturan internal rumah sakit yang harus dipatuhi dan ditaati oleh setiap dokter

internsip.

Sarana pelayanan kesehatan akan terpapar pada risiko tanggung gugat perdata

yang lebih besar bila tidak mencermati pengaturan internal terkait dengan dokter

internsip. Penugasan klinis dokter internsip dengan tepat di rumah sakit

diperlukan untuk mengurangi risiko terhadap rumah sakit dan tenaga kesehatan

lain yang terkait dalam pelayanan kesehatan pasien.

74

Ibid, hlm. 27.

Page 64: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

50

Risiko tanggung renteng gugatan perdata akan amat membebani dokter internsip

dan rumah sakit bila dikeluarkan penugasan klinis yang keliru oleh pimpinan

rumah sakit. Rumah sakit perlu mencermati bahwa medical staff bylaws bersifat

tailor made sehingga materi dan substansi tidak mungkin disamakan antara satu

rumah sakit dan rumah sakit lainnya. Komite medik seyogyanya membuat bylaws

terkait pelaksanaan keprofesian dokter internsip agar dokter internsip serta rumah

sakit terhindar dari masalah etik dan hukum ke depannya.

D. Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan (health care service) merupakan hak setiap orang yang

dijamin dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan

derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara

keseluruhan.75

Defenisi Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan

Republik Indonesia Tahun 2009 (Depkes RI) yang tertuang dalam Undang-

Undang Kesehatan tentang kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.

Berdasarkan Pasal 52 Ayat (1) Undang-Undang Kesehatan diketahui bahwa

pelayanan kesehatan secara umum terdiri dari dua bentuk pelayanan kesehatan

yaitu sebagai berikut:

75

Veronika komalawati. Op,Cit, hlm. 77.

Page 65: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

51

a. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service)

Pelayanan kesehatan ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara

mandiri (self care), dan keluarga (family care) atau kelompok anggota

masyarakat yang bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan

kesehatan perseorangan dan keluarga. Upaya pelayanan perseorangan tersebut

dilaksanakan pada institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit,

klinik bersalin, praktik mandiri.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service)

Pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan

masyarakat yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

yang mengacu pada tindakan promotif dan preventif. Upaya pelayanan

masyarakat tersebut dilaksanakan pada pusat-pusat kesehatan masyarakat

tertentu seperti puskesmas.

Kegiatan pelayanan kesehatan secara paripurna diatur dalam Pasal 52 Ayat (2)

Undang-Undang Kesehatan:

a. Pelayanan kesehatan promotif, suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat

promosi kesehatan.

b. Pelayanan kesehatan preventif, suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu

masalah kesehatan/penyakit.

c. Pelayanan kesehatan kuratif, suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan

penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, pengendalian kecacatan

agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

d. Pelayanan kesehatan rehabilitatif, kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat

berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan

masyarakat, semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

Page 66: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

52

Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas, klinik, dan rumah sakit

diatur secara umum dalam Undang-Undang Kesehatan, dalam Pasal 54 Ayat (1)

Undang-Undang Kesehatan berbunyi bahwa penyelenggaraan pelayanan

kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata

dan nondiskriminatif. Dalam hal ini setiap orang atau pasien dapat memperoleh

kegiatan pelayanan kesehatan secara profesional, aman, bermutu, anti

diskriminasi dan efektif serta lebih mendahulukan pertolongan keselamatan

nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.

2. Dasar Hukum Pelayanan Kesehatan

Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, maka

semakin berkembang juga aturan dan peranan hukum dalam mendukung

peningkatan pelayanan kesehatan, alasan ini menjadi faktor pendorong pemerintah

dan institusi penyelenggara pelayanan kesehatan untuk menerapkan dasar dan

peranan hukum dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang berorientasi

terhadap perlindungan dan kepastian hukum pasien.76

Dasar hukum pemberian pelayanan kesehatan secara umum diatur dalam Pasal 53

Undang-Undang Kesehatan, yaitu:

1. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan

penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan

masyarakat.

3. Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)

harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding

kepentingan lainnya.

76

Amril Amri, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta, 1997, hlm. 56.

Page 67: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

53

Kemudian dalam Pasal 54 Undang-Undang Kesehatan juga mengatur pemberian

pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung

jawab, aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif.

2. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan

pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).

3. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana

dimaksud pada Ayat (1) dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan

masyarakat.

Pelayanan kesehatan itu sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum, yang

mengakibatkan timbulnya hubungan hukum antara pemberi pelayanan kesehatan

dalam hal ini rumah sakit terhadap penerima pelayanan kesehatan, yang meliputi

kegiatan atau aktivitas profesional di bidang pelayanan preventif dan kuratif untuk

kepentingan pasien. Secara khusus dalam Pasal 29 Ayat (1) huruf (b) Undang-

Undang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan pelayanan

kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan

mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

Peraturan atau dasar hukum dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan di rumah

sakit wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 53 dan Pasal 54 Undang-

Undang Kesehatan sebagai dasar dan ketentuan umum dan ketentuan Pasal 29

Ayat (1) huruf (b) UU Rumah Sakit dalam melakukan pelayanan kesehatan.

Dalam penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit mencakup segala aspeknya

yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan.

Melalui ketentuan Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Rumah Sakit

dalam hal ini pemerintah dan institusi penyelenggara pelayanan kesehatan yakni

rumah sakit, memiliki tanggung jawab agar tujuan pembangunan di bidang

Page 68: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

54

kesehatan mencapai hasil yang optimal, yaitu melalui pemanfaatan tenaga

kesehatan, sarana dan prasarana, baik dalam jumlah maupun mutunya, baik

melalui mekanisme akreditasi maupun penyusunan standar, harus berorientasi

pada ketentuan hukum yang melindungi pasien, sehingga memerlukan perangkat

hukum kesehatan yang dinamis yang dapat memberikan kepastian dan

perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan, dan memberi dasar bagi

pelayanan kesehatan.

3. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan

Hubungan hukum antara pasien dengan penyelenggara kesehatan dan pihak

pelayanan kesehatan (dalam hal ini rumah sakit, dokter, perawat, bidan) dalam

melakukan hubungan pelayanan kesehatan. Pertama adalah hubungan medis yang

diatur oleh kaedah-kaedah medis, dan kedua adalah hubungan hukum yang diatur

oleh kaedah-kaedah hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Hubungan hukum yang terjadi dalam pelayanan medis ialah berdasarkan

perjanjian yang bertujuan untuk melakukan pelayanan dan pengobatan pasien

demi kesembuhan pasien.77

Hubungan Hukum dalam pelayanan kesehatan melibatkan hubungan hukum

antara Dokter dan Pasien. Dokter dan pasien adalah dua subjek hukum yang

terkait dalam hukum kedokteran. Keduanya membentuk baik hubungan medik

maupun hubungan hukum. Dalam melaksanakan hubungan antara dokter dan

pasien, pelaksanaan hubungan keduanya selalu diatur dengan peraturan-peraturan

77

Hermien Hadiati Koeswadji . Hukum Kedokteran Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998,

hlm. 101.

Page 69: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

55

tertentu agar terjadi keharmonisan dalam pelaksanaannya. Hubungan tanpa

peraturan akan menyebabkan ketidakharmonisan dan kesimpangsiuran.78

Pada perkembangannya, hubungan hukum antara dokter dan pasien ada dua

macam, yaitu:

1. Hubungan karena kontrak (perjanjian terapeutik)

Hubungan hukum antara dokter dan pasien yang lahir karena adanya peristiwa

hukum yaitu berupa perjanjian pengobatan/perjanjian terapeutik (therapeutic

contract). Pertemuan antara dokter dan pasien, umumnya tidak didahului

pembicaraan pembukaan seperti, “bersediakah saudara mengobati penyakit

saya?, berapa pembayarannya?”. Tetapi, sekalipun tidak ada pembicaraan

pembukaan seperti itu, dapat dikatakan bahwa telah ada sepakat untuk

mengadakan hubungan dokter-pasien (doctor-patien relationship) apabila

seorang dokter dihubungi ataudipanggil oleh seseorang yang membutuhkan

pengobatan/perawatan dan dokter menerima penunjukan dirinya dengan

perbuatan yang nyata seperti melakukan tindakan untuk diagnosis.

Sebagai contoh di mana tidak dapat dikatakan ada sepakat untuk mengadakan

hubungan dokter-pasien, yaitu ketika sedang berada di kereta api, seseorang

secara kebetulan mengetahui bahwa orang yang duduk di sampingnya adalah

seorang dokter dan dalam melakukan percakapan sepintas lalu meminta nasihat

pengobatan untuk meredakan sakit kepala. Dokter itu menyebut nama obat

tertentu yang dapat digunakan, kemudian yang bersangkutan memperoleh obat

itu atas inisiatifnya sendiri dan menggunakannya, di mana pada mulanya

78

Muhammad Mulyohadi Ali, dkk, Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-Pasien, Konsil

Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 9.

Page 70: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

56

memang terasa manfaatnya tetapi kemudian menderita akibat-akibat yang tidak

baik. Berbeda halnya dalam kasus di mana seorang dokter yang kebetulan

berada dekat tempat kecelakaan jalan raya dan memberikan pertolongan

pertama terhadap korban yang mengalami cedera berat. Di sini dokter telah

sadar secara sadar berfungsi sebagai seorang dokter.

Sedangkan bagi korban kecelakaan itu dilakukan dengan ukuran: apakah yang

pada umumnya akan dilakukan olehnya apabila ia tidak berada dalam keadaan

tidak sadar atau tidak berdaya dan ini tidak lain daripada menghubungi atau

memanggil dokter. Dengan demikian, pertolongan seorang dokter terhadap

seorang yang tidak sadar atau tidak berdaya dalam kasus sedemikian membuat

kedua belah pihak terikat pada hak dan kewajiban menurut perjanjian

pengobatan/perjanjian terapeutik (therapeutic contract).79

Pelayanan kesehatan di rumah sakit bertolak dari hubungan dasar dalam bentuk

transaksi terapeutik. Transaksi terapeutik sebagai suatu transaksi mengikat

antara pihak pemberi pelayanan dengan pasien sebagai penerima pelayanan

dalam perikatan transaksi terapeutik tersebut. Untuk menilai sahnya perjanjian

hubungan hukum pelayanan kesehatan diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata,

bahwa unsur-unsur syarat perjanjian dalam transaksi terapeutik meliputi:

a. Adanya sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya.

b. Adanya kecakapan antara pihak membuat perikatan.

c. Suatu hal tertentu yang diperbolehkan.

d. Karena suatu sebab yang halal.

79

Donald Albert Rumokoy, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm.

133-134.

Page 71: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

57

Pelaksanaan dan pengaplikasian perjanjian itu sendiri harus dilaksanakan

dengan itikad baik sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 dan Pasal 1339

KUHPerdata dan perikatan tersebut berdasarkan perikatan usaha yang

berdasarkan prinsip kehatihatian. Perikatan antara pemberi pelayanan

kesehatan dengan pasien dapat dibedakan dalam dua bentuk perjanjian yaitu:

1. Perjanjian perawatan, di mana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan

pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan serta tenaga

perawatan melakukan tindakan penyembuhan.

2. Perjanjian pelayanan medis, di mana terdapat kesepakatan antara rumah

sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan berupaya secara

maksimal untuk menyembuhkan pasien melalui tindakan medis.

3. Hubungan karena undang-undang (Zaakwarneming) 80

Apabila pasien dalam keadaan tidak sadar sehingga dokter tidak mungkin

memberikan informasi, maka dokter dapat bertindak atau melakukan upaya

medis tanpa seizin pasien sebagai tindakan berdasarkan perwakilan sukarela

atau menurut ketentuan Pasal 1354 KUHPerdata disebut zaakwarneming. Pada

Pasal 1354 KUHPerdata, pengertian zaakwarneming adalah mengambil alih

tanggung jawab dari seseorang sampai yang bersangkutan sanggup lagi untuk

mengurus dirinya sendiri. Pada keadaan demikian, perikatan yang timbul tidak

berdasarkan persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu perbuatan menuntut

hukum yaitu dokter berkewajiban untuk mengurus kepentingan pasien dengan

sebaik-baiknya setelah pasien sadar kembali, dokter berkewajiban memberikan

80

Endang Kusuma Astuti, Transaksi Terapeutik dalam Upaya Pelayanan Medis di

Rumah Sakit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm.94.

Page 72: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

58

informasi mengenai tindakan medis yang telah dilakukan dan mengenai segala

kemungkinan yang timbul dari tindakan tersebut.81

Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) Pemenkes 290/MENKES/PER/III/2008 tentang

Persetujuan Tindakan Kedokteran, “Dalam keadaan gawat darurat, untuk

menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak memerlukan

persetujuan tindakan kedokteran”. Informed consent dalam tindakan

kegawatdaruratan merupakan hal yang cukup krusial dalam hukum kesehatan.

Beberapa kasus gugatan dalam hukum kesehatan dilatarbelakangi oleh masalah

informed consent dalam tindakan kegawatdaruratan.82

E. Rumah Sakit dan Puskesmas Sebagai Wahana Pelaksanaan Program

Internsip Dokter Indonesia (PIDI)

Berdasarkan amanat peraturan perundang-undangan pada dasarnya Program

Internsip Dokter Indonesia dilaksanakan di wahana pelayanan kedokteran atau

kesehatan primer baik pemerintah ataupun swasta yang telah memenuhi syarat

sebagai wahana internsip. Adapun yang dapat menjadi wahana internsip adalah:

1. Rumah Sakit

2. Puskesmas atau Balksemas dengan atau tanpa perawatan

3. Klinik Layanan Primer lainnya83

Program Internsip dokter dilaksanakan di wahana Internsip. Wahana Internsip

sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi rumah sakit dan pusat kesehatan

81

Ibid, hlm. 95. 82

Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta: Nuhamedika, 2004, hlm.

80. 83

Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan,

Departemen Kesehatan RI, Op.Cit, hlm. 28.

Page 73: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

59

masyarakat serta jejaringnya yang ditetapkan oleh Menteri terhadap wahana

Internsip sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) dilakukan penilaian,

monitoring dan evaluasi.

Pengelola wahana internsip tersebut harus menunjukan komitmen dalam

melaksanakan Internsip. Wahana yang digunakan harus memenuhi syarat agar

peserta program dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Syarat

tersebut adalah memiliki:

1. Layanan kedokteran dan kesehatan kepada masyarakat yang dilakukan setiap

hari kerja, layanan kedokteran kedaruratan medik, layanan kesehatan

masyarakat.

2. Layanan dengan jumlah pasien paling sedikit 20 orang atau kasus dalam

sehari dengan jenis yang bervariasi, serta ada pada sebaran usia dan sebaran

jenis kelamin yang cukup merata.

3. Sarana laboratorium klinik sederhana dan sarana farmasi yang memadai.

4. Dokter yang bersedia menjadi pendamping. 84

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang

pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.

Rumah sakit adalah institusi yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat

dasar, spesialistik dan subspesialistik. Rumah sakit mempunyai misi memberikan

pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugasnya adalah melaksanakan

upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan

84

Ibid, hlm. 29.

Page 74: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

60

upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu

dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.85

Dasar hukum rumah sakit adalah Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit. Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa rumah Sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat. Beberapa tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit, yaitu:

1) Melaksanakan pelayanan medis pelayanan penunjang medis

2) Melaksanakan pelayanan medis tambahan pelayanan penunjang medis

tambahan

3) Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman

4) Melaksanakan pelayanan medis khusus

5) Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan

6) Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi

7) Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial

8) Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan

9) Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal

(observasi)

10) Melaksanakan pelayanan rawat inap

11) Melaksanakan pelayanan administratif

12) Melaksanakan pendidikan para medis

13) Membantu pendidikan tenaga medis umum

14) Membantu pendidikan tenaga medis spesialis

15) Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan

16) Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi86

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

diketahui bahwa Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan

didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,

persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan

pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

85

Adikoesoemo, S., Manajemen Rumah Sakit. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2003, hlm.

23. 86

Ibid, hlm. 24.

Page 75: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

61

Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan tipe rumah sakit yang di

Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas A, B, C,

D. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. perubahan kelas

rumah sakit dapat saja terjadii sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit

yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Indonesia melalui Keputusan Direktorat

Jenderala Pelayanan Medik.

Jenis-jenis rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. Rumah Sakit Umum

Melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi

perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi

bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.

Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu

negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif

ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas

bedah, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan

fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya.Rumah

sakit yang sangat besar sering disebut Medical Center (pusat kesehatan),

biasanya melayani seluruh pengobatan modern. Sebagian besar rumah sakit di

Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan tanpa menginap (rawat jalan)

bagi masyarakat umum (klinik). Biasanya terdapat beberapa klinik/poliklinik

di dalam suatu rumah sakit.

2. Rumah sakit terspesialisasi

Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau

rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric

Page 76: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

62

(psychiatric hospital), penyakit pernapasan, dan lain-lain. Rumah sakit bisa

terdiri atas gabungan atau pun hanya satu bangunan.

3. Rumah sakit penelitian/pendidikan

Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait

dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu

universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk

pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik

pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak

universitas/perguruan tinggi sebagai wujud pengabdian masyararakat/Tri

Dharma perguruan tinggi.

4. Rumah sakit lembaga/perusahaan

Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani

pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan

perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan

dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan

udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena

letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum. Biasanya

rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum

dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum. 87

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

menyatakan bahwa Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna.

87

Ibid, hlm. 26.

Page 77: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

63

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

menyatakan bahwa untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4, Rumah Sakit mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit;

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan teknologi bidang kesehatan

dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika

ilmu pengetahuan bidang kesehatan;

Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian

dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung

penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.

Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing

berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang

berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka

pemberian pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya

permasalahan dalam Rumah Sakit. Pada hakekatnya Rumah Sakit berfungsi

sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi

dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan

tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) berdasarkan Pasal 1 angka 2 Permenkes

Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan

Page 78: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

64

upayakesehatan perseorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya

promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya yang juga berfungsi sebagai wahana

pendidikan tenaga kesehatan di mana untuk pelaksanaannya diatur dengan

ketentuan perundang-undangan (Pasal 8 angka 1 dan 2 Permenkes Nomor 75

Tahun 2014).

Pasal 1 angka 3 UU Nomor 44 Tahun 2009 menyebutkan Pelayanan Kesehatan

Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif,

kuratif,dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan

dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yanglebih mengutamakan

kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif adalah

suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Pelayanan

kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan

yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat

penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas

penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif

adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas

penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota

masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin

sesuai dengan kemampuannya.

Page 79: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

110

IV. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Kewenangan klinis bagi dokter peserta Program Internsip Dokter Indonesia

belum diatur atau dibatasi secara jelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 39 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Program Internsip Dokter

dan Dokter Gigi Indonesia, sehingga terdapat perbedaan dalam pelaksanaan

kewenangan klinis oleh dokter pada rumah sakit/puskesmas yang satu dengan

yang lainnya sesuai dengan arahan dari Komite Medik Rumah Sakit masing-

masing, yang secara umum meliputi pelaksanaan tindakan medis dan

pelayanan kesehatan.

2. Bentuk perlindungan hukum bagi dokter peserta Program Internsip Dokter

Indonesia adalah perlindungan preventif atau pencegahan dalam rangka

melindungi dokter peserta Program Internsip sebagai subyek hukum sebelum

terjadinya pelanggaran, yaitu dengan pemberlakukan Undang-Undang Nomor

29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, khususnya pada Pasal 50

menyatakan bahwa seorang dokter mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar

profesi dan standar prosedur operasional.

Page 80: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

111

3. Bentuk pertanggungjawaban hukum dokter peserta Program Internsip Dokter

Indonesia dalam hal terjadi sengketa medis (gugatan perdata atau tuntutan

pidana) merupakan bentuk liability dalam arti dokter peserta Program

Internsip berarti menanggung segala sesuatu kerugian yang terjadi akibat

perbuatannya sepanjang terjadi kesalahan, kelalaian atau perbuatan melawan

hukum yang dapat dibuktikan secara hukum dan terbukti bahwa dokter peserta

Program Internsip melakukan tindakan kedokteran dan pelayanan medis yang

tidak sesuai dengan standar kompetensi, standar operasional prosedur dan

standar profesi dokter.

B. Saran

Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya dilakukan revisi/perbaikan dalam Undang-Undang Nomor 29

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan memasukkan pasal-pasal

yang secara jelas mengatur kewenangan klinis bagi dokter peserta Program

Internsip Dokter Indonesia sehingga dapat meminimalisasi terjadinya

kesalahan dalam tindakan kedokteran atau pelayanan medis oleh dokter

peserta Program Internsip di rumah sakit/puskesmas.

2. Dokter peserta Program Internsip Dokter Indonesia agar secara konsisten

mengacu kepada standar profesi dan standar prosedur operasional serta arahan

dari Komite Medik Rumah Sakit dalam rangka pencegahan terjadinya masalah

hukum di kemudian hari dan agar perlindungan hukum terhadap Dokter

peserta Program Internsip semakin optimal.

Page 81: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

112

3. Program Internsip Dokter Indonesia agar selalu melakukan perekaman medis

dan menggunakan formuliri persetujuan tindakan kedokteran (informed

consent) atas tindakan-tindakan yang diperlukan. Hal ini penting dilaksanakan

sebagai alat bukti hukum yang kuat ketika terdapat gugatan perdata/tuntutan

pidana terhadap dokter peserta Program Internsip.

Page 82: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Adikoesoemo, S. 2003. Manajemen Rumah Sakit. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Admosudirjo, Prajudi. 2001. Teori Kewenangan, Rineka Cipta, Jakarta.

Achadiat, Chrisdiono M. 1996. Pernik-Pernik Hukum Kesehatan Melindungi

Pasien dan Dokter, Widya Medika, Jakarta.

Ali, Muhammad Mulyohadi dkk, 2006. Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-

Pasien, Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta.

Amri, Amril. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta.

Astuti, Endang Kusuma. 2009. Perjanjian Terapeutik dalam Upaya Pelayanan

Medis di Rumah Sakit, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan,

Departemen Kesehatan RI, 2009. Pedoman Peserta Internsip Dokter

Indonesia. Buku 2, Jakarta.

Budiarto, Agus. 2002. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri

Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Chazawi, Adami. 2007. Malpraktik Kedokteran, Bayumedia Publishing, Malang.

Hadjon, Phillipus M. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina

Ilmu, Surabaya.

Hanafiah, M. Yusuf dan Amri Amir. 2016. Etika Kedokteran & Hukum

Kesehatan, EGC, Jakarta.

Hamzah, Andi. 2005. Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Himawan, Muammar. 2004. Pokok-Pokok Organisasi Modern, Bina Ilmu,

Jakarta.

Isfandyarie, Anny. 2006. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter,

Prestasi Pustaka, Jakarta.

Page 83: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

Ishaq. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Iskandarsyah, Mudakir. 2011. Tuntutan Pidana dan Perdata Malpraktik, Permata

Aksara, Jakarta.

Kansil, CST. 1987. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta.

Kanter, E.Y. 2001. Etika Profesi Hukum (Sebuah Pendekatan Sosio Religius),

Storia Grafika, Jakarta.

Koeswadji, Hermien Hadiati. 1998. Hukum Kedokteran Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2012. Panduan Penyusunan Dokumeni

Akreditasi, Depkes RI, Jakarta.

Komalawati, Veronica. 1999. Peranan Informed Consent dalam Transaksi

Terapeutik, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Konsil Kedokteran Indonesia, 2012, Standar Kompetensi Dokter Indonesia,

Jakarta.

Kode Etik Kedokteran (KODEKI), 2012. Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta.

Miru, Ahmadi. 2011. Prinsip-Prinsip Perlindungan Bagi Konsumen di Indonesia,

Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Muchsin, 2003. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,

Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,

Surakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2001. Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

---------. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

---------. 2010. Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Notoatmojo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Ratman, Desriza. 2014. Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktek Kedokteran dan

Malprektek Medik, Keni Media, Bandung.

Raharjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Ridwan HR, 2003. Hukum Administrasi Negara, Cet.II, UII Press, Yogyakarta.

Page 84: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

Rumokoy, Donald Albert. 2014. Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.

Setiardja, A. Gunawan. 1990. Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan

Masyarakat Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.

Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum). 2004. Magister Ilmu Hukum Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.

---------. 2007. Pengantar Penelitian Hukum Edisi Revisi, UI Press, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Herkutanto. 2007. Pengantar Hukum Kesehatan,

Remadja Karya, Bandung.

Sunggono, Bambang. 1990. Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,

Jakarta.

Supriadi, Wila Chandrawila. 2001. Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung.

Triwulan, Titik dan Shinta Febrian. 2010. Perlindungan Hukum bagi Pasien,

Prestasi Pustaka, Jakarta.

Triwibowo, Cecep. 2004. Etika dan Hukum Kesehatan, Nuhamedika, Yogyakarta.

Yulianto, Helmi Arni. 2010. Hukum Pidana Malpraktik Medik Tinjauan dan

Perspektif Medikolegal, Penerbit Andi, Yogyakarta.

B. JURNAL

Kristanto, Erwin G. 2012. Clinical Privilige dan Tanggung Jawab Dokter

Internsip di Rumah Sakit. E-Journal Universitas Samratulangi. Makasar

Kulkarni, Maenal. 2017. Medical Internship Training Challange And Possible

Solutions, Journal of Education in Health Sciences, Vol. 4.

Mangkey, Michael Daniel. 2014. Perlindungan Hukum Terhadap Dokter dalam

Memberikan Pelayanan Medis, Portal Garuda Journal Vol. II No. 8/Sep-

Nov.

Norman, Fahana et all, 2017. Evaluation of Internship Assesment in Medical

Colleges of Bangladesh. Bangladesh Journal of Medical Education V0l-

09. Issue-01

Page 85: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP …digilib.unila.ac.id/56197/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan

Program Internsip Dokter dan Dokter Gigi Indonesia

D. INTERNET

http://bppsdmk.kemkes.go.id/web/filesa/peraturan/16.pdf.

http://hukum.rmol.co/read/2017/10/04/309739/buntut-ketua-dprd-tampar-dokter,-

17-dokter-internship-ditarik-dari-rsud-lebong.

https://id.scribd.com/document/325926001/Program-Internsip-Dokter-Indonesia

https://lapor.go.id/pengaduan/1885835/penganiayaan-dokter-internship-rsud-

sampang-madura. html.

https://www.change.org/p/kecam-ketua-forum-perbekel-se-badung-pemukul-

dokter-di-bali.