155
PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN BARANG (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara Konsumen D’Batoe Boutique Hotel) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : NOVIA ANDRIANI NIM :1112048000063 K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1437 H/ 2016 M

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN BARANG · PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN BARANG ... dokumen terkait dengan penelitian. ... suatu perusahaan dalam menjalankan roda bisnisnya

  • Upload
    others

  • View
    31

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN BARANG

    (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara

    Konsumen D’Batoe Boutique Hotel)

    SKRIPSI

    Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Hukum (S.H)

    Oleh :

    NOVIA ANDRIANI

    NIM :1112048000063

    K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

    P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    J A K A R T A

    1437 H/ 2016 M

  • i

    PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN BARANG

    (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara

    Konsumen D’Batoe Boutique Hotel)

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Hukum (S.H)

    Oleh:

    Novia Andriani

    NIM: 1112048000063

    Pembimbing I

    H. M. Yasir, S.H, M.H.

    NIP.

    Pembimbing II

    Dewi Sukarti, M.A.

    NIP.19720817 200112 2 001

    K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

    P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    J A K A R T A

    1437 H/ 2016 M

  • ii

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

    Skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN

    BARANG (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara

    Konsumen D’Batoe Boutique Hotel” telah diujikan dalam Sidang Munaqasah

    Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta pada tanggal 30 September 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu

    syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Ilmu Hukum

    dengan Konsentrasi Hukum Bisnis.

    Jakarta, 30 September 2016

    Mengesahkan,

    Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

    Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.

    NIP. 19691216 199603 1 001

    PANITIA UJIAN:

    1. Ketua : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H. (......................) NIP. 19760807 200312 1 001

    2. Sekretaris : Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. (......................) NIP. 19650908 199503 1 001

    3. Pembimbing I : H. M. Yasir, S.H., M.H. (......................) NIP.

    4. Pembimbing II : Dewi Sukarti, M.A. (.......................) NIP. 19720817 200112 2 001

    5. Penguji I : Dra. Hafni Muchtar, S.H., M.H., M.M. (......................) NIP.

    6. Penguji II : Dra. Ipah Parihah, M.Hum. (........................) NIP. 19590819 199403 2 001

  • iii

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

    syarat memperoleh gelar strata I (S-1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya

    atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

    yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 30 September 2016

    Novia Andriani

    (1112048000063)

  • iv

    ABSTRAK

    Novia Andriani. NIM 1112048000063. PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS

    KEHILANGAN BARANG (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010

    K/Pdt/2014 atas Perkara Konsumen D’Batoe Boutique Hotel). Program Studi Ilmu

    Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2016 M. ix + 80 halaman + 3 halaman

    daftar pustaka + Lampiran.

    Penelitian dalam skripsi ini membahas tentang perlindungan konsumen atas kasus

    kehilangan barang dengan melakukan analisis pada pertimbangan hakim dalam

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara Konsumen D’Batoe

    Boutique Hotel. Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini yaitu untuk

    mengetahui bagaimana perlindungan konsumen atas kehilangan barang yang terjadi

    di D’Batoe Boutique Hotel dan bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan

    perkara kasus perlindungan konsumen dalam Putusan tersebut.

    Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai

    dokumen terkait dengan penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah Yuridis Normatif yaitu penelitian hukum yang meletakan hukum

    sebagai bangunan sistem norma. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-

    undangan dan pendekatan kasus. Peraturan Undang-Undang dalam penelitian ini

    diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

    Konsumen dan kasus dalam penelitian ini yaitu perkara konsumen D’Batoe Boutique

    Hotel atas kehilangan barang.

    Hasil penelitian ini adalah bahwa dalam sengketa antara Konsumen D’Batoe

    Boutique Hotel dengan Direktur Utama D’Batoe Boutique Hotel yang diperiksa dan

    diadili oleh Mahkamah Agung RI dimenangkan oleh Konsumen. Maka Pihak

    D’Batoe Boutique Hotel harus membayar ganti rugi atas hilangnya barang berupa

    kendaraan yang hilang di area parkir valet hotel. Hakim Mahkamah Agung juga telah

    memperhatikan segala pertimbangan dalam memutus perkara. Pertimbangan tersebut

    telah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku baik dilihat secara

    aspek yuridis yaitu Pasal 1367 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum dan

    Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, secara aspek

    filosofis yaitu pertimbangan putusan hakim yang menganut mazhab utilitarianisme,

    dan secara aspek sosiologis yang telah sesuai dengan tata nilai budaya yang hidup dan

    berkembang dalam masyarakat di Indonesia.

    Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Kehilangan Barang, Pertimbangan

    Hakim, Putusan Mahkamah Agung.

    Pembimbing : H. M. Yasir, S.H., M.H.

    Dewi Sukarti, M.A.

    Daftar Pustaka : Tahun 1958 sampai Tahun 2012.

  • v

    KATA PENGANTAR

    Assalamu’alaikum Wr. Wb.

    Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa yang atas Rahmat dan

    Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERLINDUNGAN

    KONSUMEN ATAS KEHILANGAN BARANG (Studi Putusan Mahkamah Agung

    Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara Konsumen D’Batoe Boutique Hotel) dengan

    baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan pada Nabi Muhammad

    Saw, beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya.

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum

    pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta

    dukungan dari berbagai pihak karena keterbatasan yang dimiliki penulis, oleh karena

    itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada:

    1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. Dr. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

    Hukum dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu

    Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan serta

    masukan atas penyusunan skripsi ini.

  • vi

    3. H. M. Yasir, S.H., M.H. dan Dewi Sukarti M.A. Selaku Dosen Pembimbing

    yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan

    skripsi ini dengan penuh kesabaran dan memberikan arahan, saran sertakritik

    yang membangun demi terselesaikannya skripsi ini.

    4. Pimpinan dan segenap staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi

    kepustakaan dalam penulisan skripsi ini.

    5. Dr. H. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., Dra. Ipah Parihah, M.Hum., dan Dra.

    Hafni Muchtar, S.H., M.H., M.M. selaku Dosen Fakultas Syariah dan Hukum

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia memberikan saran dan

    masukan dalam penulisan skripsi ini.

    6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu

    pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga dapat bermanfaat dan kebaikan-

    kebaikannya dibalas oleh Allah Swt.

    7. Kedua orang tua tercinta Alm. Bapak H. Aan Hadriansyah dan Ibu Ida Resti

    Pauzi yang selalu memberikan do’a, motivasi, kasih sayang dan dukungan baik

    secara moril dan materil. Kalian adalah orang tua hebat bagi penulis sehingga

    penulis dapat selalu tegar dalam menjalani hidup.

    8. Adik-adik tercinta Dea Putri Ananda, Dwi Putri Andini, dan Risma Handayani,

    yang selalu menghibur, memberikan semangat dan do’anya bagi penulis.

    Semoga penulis dapat menjadi panutan yang baik bagi ketiganya.

  • vii

    9. Keluarga besar Hj. Eti Herawati dan H. Aan Hadriansyah di Bogor, Tangerang,

    dan Sukabumi yang senantiasa memberikan do’a dan motivasi dalam penulisan

    skripsi ini.

    10. M. Putra Zaman dan keluarga di Depok yang memberikan do’a, semangat, dan

    dukungan bagi penulis, semoga Allah Swt. selalu meridhoi kebersamaan kita.

    11. Sahabat terbaik yaitu Mawaddah, Herlina, Kiki, dan Lidia atas kebersamaannya

    yang selalu memberikan dukungan dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Serta Rifqi Fajrin, Ulum, Tyas, Milzam, Baghea, dan Elvira Semoga

    silatuhrahmi kita tetap terjalin.

    12. Keluarga Besar Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, teman-teman

    Ilmu Hukum 2012 dan teman-teman KKN Merdeka atas kekompakan dan

    kebersamaannya.

    13. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, yang

    tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah Swt memberikan

    berkah dan membalas kebaikan mereka.

    Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya

    bagi yang membaca. Sekian dan terima kasih.

    Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

    Jakarta, 30 September 2016

    Novia Andriani

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... i

    LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. ii

    LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii

    ABSTRAK ........................................................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. . 1

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

    B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan masalah ........................ 7

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 8

    D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................ 10

    E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ................................................ 12

    F. Metode Penelitian.......................................................................... 16

    G. Sistematika Penulisan ................................................................... 20

    BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ..... 22

    A. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 22

    B. Doktrin-Doktrin Hukum Perlindungan Konsumen ....................... 25

    C. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dengan Konsumen......... 29

    D. Perlindungan Konsumen dalam Islam .......................................... 31

    BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KASUS

    KEHILANGAN BARANG PERKARA KONSUMEN

    D’BATOE BOUTIQUE HOTEL .................................................... 38

  • ix

    A. Profil D’Batoe Boutique Hotel Bandung ...................................... 38

    1. Sejarah D’Batoe Boutique Hotel ............................................. 38

    2. Logo D’Batoe Boutique Hotel Bandung ................................. 40

    3. Visi, Misi dan Struktur Organisasi Hotel D’Batoe Boutique

    Bandung ................................................................................. 40

    4. Fasilitas D’Batoe Boutique Hotel Bandung ............................ 41

    B. Kronologi Kasus atas Kehilangan Barang Konsumen D’Batoe

    Boutique Hotel Bandung ............................................................... 45

    C. Penyelesaian Sengketa dalam Kasus Perlindungan Konsumen

    atas Kehilangan Barang Konsumen D’Batoe Boutique Hotel ...... 47

    BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3010

    K/Pdt/2014 PERKARA PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS

    KEHILANGAN BARANG ............................................................... 51

    A. Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 ......... 51

    1. Para Pihak ............................................................................... 51

    2. Amar Putusan .......................................................................... 51

    B. Analisis Pertimbangan Hukum Majelis Hakim terhadap Putusan

    Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 ................................ 52

    BAB V PENUTUP .......................................................................................... 71

    A. Kesimpulan ................................................................................... 71

    B. Saran-saran .................................................................................... 73

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Di dalam dunia bisnis perusahaan yang menjadi tolak ukur dari keberhasilan

    suatu perusahaan dalam menjalankan roda bisnisnya adalah kepuasan konsumen.

    Kepuasan konsumen terbentuk dari pola hubungan yang baik antara pelaku usaha

    dengan konsumennya. Pada umumnya perusahaan dibagi menjadi dua jenis, yaitu

    perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan barang dan perusahaan

    yang bergerak dalam bidang perdagangan jasa.

    Pada perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan jasa.

    Perdagangan jasa itu sendiri memiliki pengertian yaitu perdagangan yang

    menempatkan jasa sebagai komoditi yang diperdagangkan. Jasa (service) adalah

    rangkaian tindakan untuk membantu orang lain memenuhi kebutuhannya. Jasa

    mencakup pengertian pelayanan atau bantuan untuk mendapatkan sesuatu (serve),

    suatu sistem atau pengorganisasian kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dasar

    seseorang atau beberapa orang (service), dan bidang bisnis yang berkaitan dengan

    usaha penyediaan sesuatu, tapi bukan barang (goods) bagi orang lain.1

    Salah satu contoh usaha di bidang perdagangan jasa dalam sektor pariwisata

    yaitu bisnis perhotelan yang menjual jasa kepada konsumennya berupa

    penginapan beserta fasilitasnya. Dalam dunia bisnis perhotelan sendiri ada

    1 Ida Bagus Wiyasa Putra, “Hukum Bisnis Pariwisata”, (Bandung: Refika Aditama, 2003), h. 1.

  • 2

    beberapa jenis bentuk seperti cottage resort, hotel resort, dan hotel building yang

    menjadi nilai jual hotel dan membedakan satu dengan yang lainnya.

    Hotel adalah suatu usaha yang bergerak dalam jasa penginapan, makanan,

    minuman, dan juga pelayanan lainnya. Dalam perkembangannya, industri

    perhotelan tidak hanya tertuju pada sektor pariwisata saja. Di kota-kota besar

    seperti Jakarta dan Bandung, hotel banyak digunakan untuk keperluan bisnis,

    seperti untuk melakukan rapat-rapat, seminar atau sekedar menjamu klien

    perusahaan.2

    Menurut Pasal 14 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang

    Kepariwisataan, hotel adalah salah satu bagian dari usaha pariwisata yang

    memberikan layanan berupa penyediaan akomodasi beserta pelayanan makanan

    dan minuman kepada para wisatawan. Sedangkan yang dimaksud dengan usaha

    pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau

    menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata.3

    Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor PM.10/PW.30l/Phb.77,

    tanggal 12 Desember 1977, menyatakan bahwa hotel adalah suatu bentuk

    akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk

    memperoleh pelayanan penginapan berikut makan dan minum.4

    2 Lina Susanti, Kepuasan Konsumen, artikel diakses pada tanggal 13 Maret 2016 dari

    http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/19539/.

    3 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

    4 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor PM. 10/PW.301/Phb.77.

    http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/19539/?show=full

  • 3

    Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM

    34/HK1 03/MPPT 1987 menyatakan bahwa hotel adalah suatu jenis akomodasi

    yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa

    pelayanan penginapan, makanan, dan minuman serta jasa lainnya untuk umum,

    yang dikelola secara komersial serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan di

    dalam keputusan pemerintah.5

    Akan tetapi, ada kalanya pelayanan yang diberikan hotel mengecewakan

    dalam penyediaan fasilitas yang bersifat fisik maupun non fisik, seperti pelayanan

    yang kurang ramah ataupun keadaan hotel yang kurang nyaman dan aman.

    Kekecewaan dalam pelayanan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi

    konsumen yang menikmati jasa hotel. Padahal, hotel adalah salah satu penunjang

    perkembangan perekonomian di Negara kita dalam sektor pariwisata, maka dalam

    pelayanan yang diberikan pelaku usaha perhotelan terhadap konsumen harus baik

    dan maksimal.

    Pelaku usaha hotel dalam menjalankan bisnisnya di bidang perhotelan yaitu

    menjual jasa penginapan beserta fasilitas lainnya kepada konsumen. Apabila

    terhadap pelayanan jasa yang diberikan mengecewakan sehingga menimbulkan

    kerugian bagi konsumen, maka konsumen dapat menuntut hak-haknya yang

    dilanggar ataupun diabaikan untuk mendapatkan perlindungan hukum dan

    pertanggungjawaban apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha

    5 Dena Radiansyah, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Perhotelan Terhadap Konsumen,

    Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Hukum, Purwokerto, 2012, h. 14.

  • 4

    perhotelan terhadap hak-hak konsumen yang terkait dengan kerugian tersebut,

    tetapi hak-hak konsumen tersebut dibatasi oleh kewajiban tertentu.

    Perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang

    diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen. Dalam Pasal 1 Undang-Undang

    No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen

    adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

    perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak

    konsumen, yang diperkuat melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen

    (UUPK), memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang

    terhadap kerugian akibat dilanggarnya atau diabaikannya hak-hak dari konsumen.

    Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang

    No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah:

    a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

    barang dan/atau jasa;

    b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

    dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan

    yang dijanjikan;

    c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

    jaminan barang dan/atau jasa.

    d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

    yang digunakan.

    e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara patut.

    f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen

    g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

    diskriminatif.

    h. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,

    apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

    atau tidak sebagaimana mestinya.

    i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

    lainnya.

  • 5

    Berdasarkan atas hak-hak konsumen tersebut maka salah satu dari hak

    konsumen untuk mendapatkan keamanan barang dan/atau jasa yang ditawarkan

    kepadanya. Produk barang dan/atau jasa itu tidak boleh membahayakan jika

    dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani atau rohani.6

    Misalnya saja apabila dalam hal hak konsumen dalam memperoleh keamanan

    maupun kenyamanan barang dan/atau jasa ternyata tidak sesuai dengan yang

    ditawarkan, maka konsumen berhak untuk memperoleh ganti rugi.

    Sebagai salah satu contoh kasus perlindungan konsumen atas kurangnya

    pelayanan jasa terhadap konsumen dalam memperoleh hak keamanan dan

    kenyamanan barang dan/atau jasa yang diberikan pelaku usaha perhotelan yaitu

    kasus kehilangan mobil di Vallet Parking D’Batoe Boutique Hotel Bandung.

    Kasus kehilangan barang berharga adalah hal yang sudah biasa terjadi.

    Namun ketika kehilangan tersebut disebabkan karena kelalaian pelaku usaha

    dalam memberikan pelayanan jasa keamanan terhadap konsumennya, dimana

    konsumen telah menitipkan barangnya untuk dijaga kemanannya maka menjadi

    celah dari hukum perlindungan konsumen dan konsumen dapat menuntut haknya

    untuk mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha selaku penyedia barang dan/atau

    jasa.

    Kasus kehilangan barang milik konsumen yang berupa kendaraan dan

    barang berharga dialami oleh konsumen D’Batoe Boutique Hotel saat check in

    pada tanggal 5 September 2012 di Bandung. Seorang petugas keamanan hotel

    6 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), h. 22.

  • 6

    menawarkan jasa vallet parking, namun mobil beserta barang berharga di

    dalamnya hilang keesokan harinya. Setelah diperiksa melalui CCTV yang

    terpasang di hotel, diketahui ternyata mobil raib pukul 03.00 WIB dini hari. Atas

    hilangnya mobil rental tersebut, konsumen melaporkan kejadian ke pihak

    kepolisian, kemudian petugas keamanan hotel itu dimejahijaukan. Pada 5 Maret

    2013, Pengadilan Negeri Bandung kemudian menjatuhi hukuman kepada petugas

    keamanan hotel selama 16 bulan penjara.7

    Pada 14 Maret 2013, konsumen tersebut membawa kasus ini ke Badan

    Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta.8 Namun karena pihak hotel

    tidak datang dan menunjukkan itikad tidak baik atas kerugian yang diderita

    konsumennya, maka konsumen tersebut menggugat D’Batoe Boutique Hotel

    Bandung melalui Badan Peradilan Umum atas kerugian yang dialaminya akibat

    kelalaian pelaku usaha terhadap konsumennya dalam memberikan pelayanan jasa

    terhadap kemanan dan kenyamanan yang merupakan fasilitas hotel.

    Permasalahan perlindungan konsumen yang terjadi antara pelaku usaha dan

    konsumennya dalam kasus konsumen D’Batoe Boutique Hotel yang telah

    menderita kerugian akibat dari kehilangan barang adalah permasalahan hukum

    yang biasa terjadi di masyarakat, akan tetapi masyarakat masih kurang

    menyadari bagaimana mempertahankan hak-haknya yang telah dilindungi

    melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.

    7 Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014.

    8 Detik News, D'Batoe Boutique Hotel Enggan Jelaskan Hilangnya Mobil di Valet Parking,

    artikel diakses pada 15 Maret 2016 Pukul 19.32 WIB.

  • 7

    Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti

    dan membahas masalah mengenai perlindungan konsumen atas kehilangan

    barang dalam kasus yang dialami Konsumen D’Batoe Boutique Hotel ke dalam

    bentuk skripsi dengan judul “PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS

    KEHILANGAN BARANG (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010

    K/Pdt/2014 atas Perkara Konsumen D’Batoe Boutique Hotel)”.

    B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan masalah

    1. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dalam

    penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

    a. Dalam hukum perlindungan terhadap konsumen yang kehilangan barang,

    menimbulkan kerugian apabila dari pihak pelaku usaha tidak beritikad

    baik untuk mengganti kerugian tersebut.

    b. Bagaimana perlindungan konsumen dari pelaku usaha perhotelan

    terhadap kerugian kehilangan barang.

    c. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam hal pertanggungjawaban

    terhadap kerugian kehilangan barang.

    d. Bagaimana hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha dengan

    konsumen dalam hal terjadi kehilangan barang.

    e. Bagaimana pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung dalam

    memutuskan perkara perlindungan konsumen dalam hal terjadi

    kehilangan barang.

  • 8

    2. Pembatasan Masalah

    Cakupan masalah dalam perlindungan terhadap konsumen sangat luas,

    namun pada penelitian ini penulis membatasi masalah yang akan dibahas.

    Disini penulis hanya terfokus membahas mengenai bagaimana perlindungan

    konsumen dan bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara

    perlindungan konsumen dalam kasus kehilangan barang yang terjadi di

    D’Batoe Boutique Hotel Bandung apakah sudah sesuai dengan aturan hukum

    yang berlaku.

    3. Rumusan Masalah

    Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah dan pembatasan

    masalah yang telah dijelaskan oleh penulis, maka penulis merumuskan

    beberapa masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu:

    a. Bagaimanakah perlindungan konsumen atas kehilangan barang yang

    terjadi di D’Batoe Boutique Hotel Bandung?

    b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara kasus

    perlindungan konsumen dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010

    K/Pdt/2014, sudah sesuaikah dengan peraturan Perundang-undangan

    yang berlaku?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Mengacu pada permasalahan yang telah disebutkan di atas, penelitian

    ini bertujuan:

  • 9

    a. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan konsumen atas hilangnya

    barang berharga yang terjadi di D’Batoe Boutique Hotel.

    b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014. Sudah sesuaikah

    dengan peraturan yang berlaku.

    2. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    a. Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

    sumbangan pemikiran bagi perkembangan Ilmu Hukum di Indonesia

    terutama dalam bidang Hukum Perlindungan Konsumen dan juga dapat

    berkontribusi bagi penelitian yang lain sebagai salah satu sumber data

    yang dipergunakan dalam penelitian yang membahas mengenai

    perlindungan konsumen.

    b. Manfaat Praktis

    Adapun manfaat praktis yang penulis harapkan dalam penelitian ini,

    secara garis besar dapat terbagi menjadi 2 (dua) manfaat praktis yang

    didapatkan. Pertama, manfaat bagi mahasiswa yaitu mahasiswa dapat

    mengetahui bagaimana perlindungan hukum yang bisa diperoleh bagi

    konsumen hotel yang dilanggar hak-haknya terkait dalam hal kehilangan

    barang; kedua, bagi masyarakat umum yang dimana sebagai bahan

  • 10

    masukan apabila menjadi konsumen hotel dan mengalami kerugian

    akibat dari kurang maksimalnya pelayanan yang diberikan maupun

    terlanggarnya hak-hak sebagai konsumen, maka dapat menuntut

    pertanggung jawaban dan perlindungan konsumen yang seperti

    bagaimana.

    D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

    Untuk menghindari kesamaan, mencari perbedaan dan sebagai referensi

    penulis pada penulisan skripsi ini dengan penelitian tentang perlindungan

    konsumen lainnya, maka penulis melakukan penelusuran terhadap beberapa judul

    penelitian terlebih dahulu. Di antara penelitian-penelitian tersebut adalah:

    1. Skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

    TERHADAP PEMBATALAN PENERBANGAN (Analisis Putusan

    Pengadilan Negeri Tangerang Perkara Nomor 305/pdt.G/2009/PN.TNG/)”.

    Yang disusun oleh Indirawati Putri, jurusan Ilmu Hukum konsentrasi

    Hukum Bisnis Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Dalam skripsi ini penulis memiliki

    kesamaan yaitu sama-sama membahas mengenai perlindungan konsumen.

    Yang menjadi perbedaan dalam penelitian ini yaitu terkait kasus yang

    diteliti, dimana dalam skripsi ini meneliti kasus terkait putusan Pengadilan

    Negeri Tangerang Perkara Nomor 305/pdt.G/2009/PN.TNG yang lebih

    membahas perlindungan konsumen dalam bisnis transportasi yaitu

  • 11

    penerbangan sedangkan penulis meneliti kasus terkait putusan Mahkamah

    Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 yang membahas perlindungan konsumen

    dalam bisnis pariwisata usaha perhotelan terkait kehilangan barang.

    2. Skripsi yang berjudul “PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN

    HARGA TERHADAP MINAT KONSUMEN HOTEL SYARIAH (Studi

    Pada Sofyan Hotel Jakarta).” Yang disusun oleh Santi Liani, jurusan

    Muamalat, konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Dalam skripsi

    ini penulis sama-sama membahas mengenai bisnis perhotelan. Yang

    menjadi perbedaan yaitu dalam skripsi ini membahas pengaruh dari

    kualitas dan harga terhadap minat konsumen di hotel syariah sedangkan

    penulis membahas mengenai perlindungan konsumen hotel atas kerugian

    kehilangan barang berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 3010

    K/Pdt/2014.

    3. Buku yang berjudul “HUKUM BISNIS PARIWISATA” Yang ditulis oleh

    Ida Bagus Wyasa Putra, yang diterbitkan pada tahun 2003 edisi pertama.

    Dalam buku ini membahas tentang hukum bisnis pariwisata pada umumnya

    beserta aspek-aspek hukum lainnya yang berkaitan dengan pertanahan,

    kekayaan intelektual dan hukum lingkungan dalam kegiatan bisnis

    pariwisata. Sedangkan penulis membahas penelitian mengenai

    perlindungan konsumen mengenai kehilangan barang dalam bisnis

    pariwisata yaitu perhotelan.

  • 12

    4. Jurnal Dinamika Hukum yang berjudul “PENERAPAN

    PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WISATAWAN YANG

    MENGALAMI KERUGIAN DI OBYEK WISATA (Studi di Kabupaten

    Purbalingga)”. Yang ditulis Sarsiti dan Muhammad Taufiq, yang

    diterbitkan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, pada tanggal

    1 Januari 2012 Vol. 12. Dalam jurnal Dinamika Hukum ini memiliki

    kesamaan yang membahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen

    yang mengalami kerugian dalam kegiatan sektor pariwisata, yang

    membedakan dengan skripsi penulis yaitu pada objek yang diteliti.

    Perbedaannya dalam jurnal ini membahas obyek wisata yang studinya

    dilakukan di Kabupaten Purbalingga dan perlindungan hukum terhadap

    keselamatan jiwa wisatawan sedangkan penulis dalam penelitian

    membahas perlindungan konsumen terhadap ganti rugi atas hak keamanan

    karena telah hilangnya barang berharga milik konsumen hotel.

    E. Kerangka Teoritis dan Konseptual

    Kerangka teoritis dan konseptual adalah suatu kerangka yang

    menggambarkan hubungan antara teori-teori dan konsep-konsep khusus, yang

    ingin diteliti penulis. Suatu konsep bukanlah suatu gejala dari suatu yang diteliti

    tetapi merupakan abstrak dari gejala tersebut. Gejala disini biasanya dinamakan

  • 13

    fakta sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan-hubungan dalam

    fakta tersebut.

    Untuk menghindari terjadinya kesalahfahaman mengenai istilah-istilah

    yang digunakan dalam uraian, maka di bawah ini diberikan penjelasan mengenai

    beberapa istilah tersebut, yaitu:

    1. Kerangka Teoritis

    Kerangka teoritis adalah pengertian yang berhubungan dengan penulisan

    skripsi ini yang diambil dari pendapat para sarjana ataupun para ahli, dengan

    demikian tidak menimbulkan penafsiran lain yang mengakibatkan keraguan

    dalam penguraian substansi skripsi ini, pengertian tersebut antara lain:

    a. Hukum

    1) Menurut Mahmud Syaltut hukum adalah peraturan yang diturunkan

    Allah SWT. kepada manusia agar dipedomani dalam berhubungan

    dengan Tuhan-Nya, dengan sesamanya, dengan lingkungan, dan

    dengan kehidupannya.

    2) Menurut Woerjono Sastropranoto hukum adalah peraturan-peraturan

    yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia

    dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi

    yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi

    berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu. 9

    9 C. S. T. Kansil, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, Cetakan Ke-12

    (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 3.

  • 14

    b. Hukum Perlindungan Konsumen

    1) Menurut A. Z. Nasution, hukum perlindungan konsumen adalah asas-

    asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur konsumen dalam

    hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa

    konsumen.10

    2) Menurut Schrans, hukum perlindungan konsumen ditinjau dari

    hukum ekonomi, kaidah-kaidah hukum ekonomi yang secara khusus

    memperhatikan kepentingan umum, kaidah-kaidah yang menyangkut

    struktur organisasi yang mendukung kebijaksanaan pemerintah dan

    kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan perekonomian.

    c. Mazhab Utilitarianisme yang diperkenalkan oleh seorang filsuf Inggris,

    Jeremy Bentham, yang berpandangan bahwa tujuan hukum adalah dapat

    memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu. Karena

    menurut kodratnya, tingkah laku manusia terarah pada kebahagiaan.

    Moralitas suatu tindakan harus ditentukan dengan menimbang

    kegunaannya untuk mencapai kebahagiaan umat manusia. Prinsip

    kegunaan ini berbunyi “Kebahagiaan terbesar dari jumlah orang

    terbesar.”

    10 Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”, Cetakan Ke-2

    (Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, 2010), h. 46.

  • 15

    2. Kerangka Konseptual

    a. Penitipan Barang, menurut Pasal 1698 B.W yang dimaksud dengan

    penitipan adalah terjadi apabila seorang menerima sesuatu barang dari

    seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan

    mengembalikannya dalam wujud asalnya. Menurut kata-kata Pasal

    tersebut penitipan adalah suatu perjanjian “riil” yang berarti bahwa ia

    baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata, yaitu

    diserahkannya barang yang dititipkan; jadi tidak seperti perjanjian-

    perjanjian lainnya pada umumnya yang lazimnya adalah konsensual,

    yaitu sudah dilahirkan pada saat tercapainya kesepakatan tentang hal-hal

    yang pokok dari perjanjian itu.

    b. Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang

    berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

    berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara

    Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

    perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

    ekonomi.

    c. Hotel, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan

    Telekomunikasi Nomor KM 34/HK1 03/MPPT 1987 menyatakan bahwa

    hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau

    seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan,

    makanan dan minuman serta jasa lainnya untuk umum, yang dikelola

  • 16

    secara komersial serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan di dalam

    keputusan pemerintah.

    d. Jasa pariwisata adalah suatu kegiatan penyediaan jasa akomodasi,

    makanan, transportasi dan rekreasi, (composed of those sectors of the

    economic providing services such as accommodation, food and

    beverages, transportation and recreation), serta jasa lainnya yang

    terkait.11

    F. Metode Penelitian

    Metode merupakan strategi utama dalam mengumpulkan data-data yang

    diperlukan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam

    penelitian ini. Pada dasarnya sesuatu yang dicari dalam penelitian ini tidak lain

    adalah “pengetahuan” atau lebih tepatnya “pengetahuan yang benar”, dimana

    pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan

    atau ketidaktahuan tertentu.12 Jenis penelitian hukum yang dilakukan dalam

    penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif

    adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan

    sistem norma.13

    11 Harssel, Jan Van, Ed.D, “Tourism an Exploration”, Prentice-Hall International, Inc., 1994, h. 5.

    12 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h.

    27-28.

    13 Fahmi M. Ahmadi. Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN

    Syarif Hidayatullah, 2010), h.31.

  • 17

    Ada beberapa metode yang akan penulis gunakan antara lain:

    1. Jenis penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

    pendekatan kualitatif, pendekatan yang menekankan pada pengambilan

    kesimpulan dan analisis yang bersifat induktif, yaitu penalaran berawal dari

    hal yang umum untuk menemukan hal yang khusus, dalam hal ini

    peraturan perundang-undangan dan putusan terkait kasus konsumen

    D’Batoe Boutique Hotel sehingga mencapai suatu kesimpulan.

    Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang

    bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji norma

    hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, putusan

    pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.

    2. Pendekatan Masalah

    Karena penulis menggunakan tipe penelitian hukum normatif, maka

    pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan

    (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan

    perundang-undangan digunakan untuk mengkaji semua peraturan yang

    berkaitan dengan perlindungan konsumen atas kasus kehilangan barang

    akibat terjadi kelalaian dari pelaku usaha yang menawarkan jasa penitipan

    barang.

  • 18

    Pendekatan kasus digunakan penulis untuk menganalisis putusan

    Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas perkara konsumen

    D’Batoe Boutique Hotel Bandung. Saat menganalisis masalah

    perlindungan hukum konsumen atas kehilangan barang yang terjadi di

    Hotel dengan menelaah kasus yang telah diputuskan hakim untuk

    memahami konsep perlindungan konsumen agar tidak menghasilkan suatu

    kesimpulan yang salah dan penulis mempunyai dasar untuk membuat

    argumentasi hukum.

    3. Sumber Data

    Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi

    mengenai yang seharusnya, maka diperlukan sumber penelitian yang

    menjadi bahan penelitian hukum. Sumber penelitian hukum dapat

    dibedakan menjadi tiga yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

    dan bahan non hukum,14 sebagai berikut:

    a. Sumber Data Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

    artinya mempunyai otoritas dan berasal dari norma atau kaedah dasar

    yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau

    risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan

    hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan

    adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014, Putusan

    Pengadilan Tinggi Negeri Bandung Nomor 194/Pdt/2014/PT.Bdg,

    14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 141-169.

  • 19

    Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 252/Pdt/G/2013/PN.BDG

    dan peraturan perundang-undangan mengenai penelitian ini yaitu

    Peraturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

    Konsumen, Peraturan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

    Kepariwisataan, Bab III tentang Perikatan yang lahir karena Undang-

    Undang yaitu Pasal 1365-1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    (KUH perdata), dan Bab XI tentang Penitipan Barang yaitu Pasal 1694-

    1793 Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

    Perdata).

    b. Sumber Data Sekunder, bahan hukum sekunder yang terutama adalah

    semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan sumber utama.

    Publikasi tentang hukum tersebut meliputi buku-buku hukum, skripsi,

    thesis, jurnal-jurnal hukum, artikel dalam internet dan komentar-

    komentar atas putusan pengadilan.15 Penulis menggunakan bahan

    hukum sekunder yang ada relevansinya dengan penelitian tentang

    perlindungan konsumen.

    c. Sumber Data Non Hukum, adalah bahan penelitian yang terdiri atas

    buku teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian seperti buku

    ekonomi, buku pariwisata perhotelan, data sensus, laporan perusahaan,

    kamus bahasa dan ensiklopedia.16

    15 Peter Mahmud Marzuki, Metode Penelitian Hukum (edisi revisi), (Jakarta: Pernanda

    Media Group 2011), h. 195-196.

    16 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

    (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 43.

    http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/17229/node/686/burgerlijk-wetboek-kitab-undang-undang-hukum-perdata

  • 20

    4. Metode Pengumpulan Data

    a. Studi Dokumentasi, teknik ini dipergunakan untuk mendapatkan data

    yang diperlukan dalam penelitian ini dengan cara melihat dokumen

    putusan-putusan Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Pengadilan

    Negeri maupun perundang-undangan yang terkait dengan pokok

    masalah yang akan diteliti.

    b. Studi Pustaka (library research), adalah metode penelitian dengan

    menggunakan buku-buku, skripsi, jurnal, tesis maupun sumber bahan

    pustaka lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

    5. Teknik penulisan

    Dalam penulisan skripsi ini, mengacu kepada buku “Pedoman

    Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum” yang diterbitkan oleh

    Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta, Tahun 2012.17

    G. Sistematika Penulisan

    Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini menjadi sistematis, maka

    penulis membagi skripsi ini kedalam lima bab yang masing-masing bab terdiri

    dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

    BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai Latar Belakang

    Masalah, Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan

    Dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Studi Terdahulu,

    Kerangka Teoritis dan Konseptual, Metodologi Penelitian, Tinjauan

    17 TIM Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan

    Mutu (PPJM), 2012.

  • 21

    Pustaka, Sistematika Penulisan.

    BAB II Tinjauan Mengenai Perlindungan Konsumen. Dalam bab ini akan

    dijelaskan mengenai Tinjauan umum tentang Hukum Perlindungan

    Konsumen yang terdiri dari Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

    yaitu Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 serta Doktrin-Doktrin

    Hukum mengenai Perlindungan Konsumen, Hubungan Hukum

    Pelaku Usaha dan Konsumen, dan Perlindungan Konsumen dalam

    Hukum Islam.

    BAB III Perlindungan Konsumen Atas Kasus Kehilangan Barang Perkara

    Konsumen D’Batoe Boutique Hotel. Dalam bab ini akan diuraikan

    mengenai Profil dari D’Batoe Boutique Hotel Bandung yang

    merupakan tempat terjadinya peristiwa kehilangan barang oleh

    konsumen yang menjadi objek penelitian dalam skripsi ini,

    Kronologi Kasus atas Kehilangan Barang Konsumen D’Batoe

    Boutique Hotel dan Penyelesaian Sengketa dalam Kasus

    Perlindungan Konsumen atas Kehilangan Barang Konsumen

    D’Batoe Boutique Hotel.

    BAB IV Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014

    Perkara Perlindungan Konsumen Atas Kehilangan Barang. Dalam

    bab ini akan dibahas mengenai Studi Putusan Mahkamah Agung

    Nomor 3010 K/Pdt/2014 dan Analisis Pertimbangan Hukum Majelis

    Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014.

    BAB V Merupakan Penutup yang berisikan Kesimpulan Dan Saran.

  • 22

    BAB ll

    TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN

    A. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

    Upaya mewujudkan hukum perlindungan konsumen di Indonesia terealisasi

    pada Tahun 1999 dengan dikeluarkannya UUPK yaitu Undang-Undang Republik

    Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mendapat

    pengesahan pada tanggal 20 April 1999 oleh Presiden Bacharuddin Jusuf

    Habibie.

    UUPK dapat dikatakan menjadi undang-undang yang memberikan

    semangat dalam pemberdayaan konsumen di Indonesia dan menempatkan

    perlindungan konsumen ke dalam tatanan sistem hukum nasional. Pada dasarnya

    undang-undang tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi

    konsumen. Terdiri dari 15 (lima belas) bab dan 65 (enam puluh lima) pasal.

    Kondisi dan fenomena dimana pembangunan dan perkembangan

    perekonomian di bidang industri dan perdagangan nasional. Selain itu pengaruh

    dari globalisasi dan perdagangan bebas yang menghasilkan berbagai variasi

    barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi mempunyai manfaat bagi konsumen

    untuk bebas memilih dalam hal memenuhi kebutuhannya akan barang dan/atau

    jasa yang diinginkan sesuai dengan kemampuan konsumen. Akan tetapi di sisi

    lain, hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan dalam hal kedudukan pelaku

    usaha dan konsumen. Dimana akhirnya menempatkan konsumen pada posisi

  • 23

    yang lemah karena menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang

    sebesar-besarnya oleh pelaku usaha.

    Dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

    Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa faktor utama yang menjadi

    kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih

    rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh

    karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi

    landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen

    swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui

    pembinaan dan pendidikan konsumen.

    Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk

    mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan

    konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya

    perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan dalam melalui

    penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

    Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan

    mengacu pada filosofi pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum

    yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka

    membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah

    kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar Negara Pancasila dan konstitusi

    Negara Undang-Undang Dasar 1945.

  • 24

    Pengertian dari istilah perlindungan konsumen itu sendiri dalam Pasal 1

    angka 1 UUPK adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum

    untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian

    perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UUPK tersebut

    cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “Segala upaya yang menjamin

    adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan

    tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk

    kepentingan konsumen.1

    Meskipun undang-undang ini disebut sebagai Undang-Undang

    Perlindungan Konsumen, namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak

    ikut menjadi perhatian, teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional

    banyak ditentukan oleh para pelaku usaha.2 Pengertian tersebut diparalelkan

    dengan definisi konsumen di dalam Pasal 1 angka 2 UUPK yaitu “Konsumen

    adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersediadalam

    masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun

    makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

    Pasal 3 UUPK menyebutkan bahwa Perlindungan Konsumen bertujuan:

    1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

    melindungi diri;

    2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya

    dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

    1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 2 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

    Persada, 2007), h. 1.

  • 25

    3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

    menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

    4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

    informasi;

    5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur, dan bertanggung jawab dalam

    berusaha;

    6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

    dan keselamatan konsumen.

    Tujuan perlindungan konsumen yang telah dituangkan dalam Pasal 3 UUPK

    tersebut merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan

    pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen. Adanya tujuan yang

    telah ditetapkan dalam UUPK, maka hal tersebut dapat dijadikan landasan hukum

    yang kuat bagi Pemerintah dan Lembaga Perlindungan Konsumen untuk

    melakukan upaya pemberdayaan konsumen.

    B. Doktrin-Doktrin Hukum Perlindungan Konsumen

    Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan

    perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk

    memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu

    sendiri.3 Karena posisi konsumen yang cenderung lebih lemah maka seringkali

    hak-haknya sebagai konsumen dilanggar maupun diabaikan.

    Di Barat, perlindungan konsumen semakin mendapat pengakuan yang kuat

    pasca John F. Kennedy menyampaikan consumer message di hadapan Kongres

    3 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya

    Bakti, 2006), h. 9.

  • 26

    Amerika Serikat pada tahun 1962. Hak-hak konsumen yang dipesankan oleh John

    F. Kennedy pada kongres menjadi Undang-Undang Hak Konsumen di Amerika

    Serikat.4 Pidato John F. Kennedy ini menjadi inspirasi bagi Perserikatan Bangsa-

    Bangsa (PBB), yang dengan suara bulat Majelis Umum PBB menerbitkan

    Resolusi PBB Nomor A/RES/39/248 tanggal 16 April 1985 tentang the

    Guidelines for Consumer Protection.

    Di samping itu, Masyarakat Ekonomi Eropa (Europese Ekonomische

    Gemeenschap atau EEG), merumuskan hak-hak konsumen dalam lima hak dasar

    yaitu:

    1) Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (The right to protection of health

    and safety),

    2) Hak perlindungan kepentingan ekonomi (The right to protection of economic

    interest);

    3) Hak mendapat ganti rugi (The right of redress);

    4) Hak atas kebenaran informasi dan pendidikan (The right to information and

    education); and

    5) Hak untuk didengar (The right to representation (the right to be heard)).

    Di Negara Indonesia, untuk melindungi kepentingan konsumen dalam

    mengkonsumsi barang dan/atau jasa, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan

    pengaturan hak-hak konsumen melalui undang-undang. Pembentukan undang-

    4 Vernon A. Musselman dan John H. Jackson, Introduction to Modern Business, diterjemahkan

    Kusma Wiriadisastra, (Jakarta: Erlangga 1992), h. 294-295.

  • 27

    undang tersebut merupakan bagian dari implementasi sebagai Negara

    kesejahteraan, karena Undang-Undang Dasar 1945 di samping sebagai konstitusi

    politik juga dapat disebut sebagai konstitusi ekonomi yang mengandung ide

    Negara kesejahteraan.5

    Beberapa ahli hukum di Indonesia mencoba mendefinisikan hukum

    perlindungan konsumen. Diantaranya menurut Shidarta bahwa istilah “hukum

    konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah sangat sering didengar.

    Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya, juga

    apakah kedua “cabang” hukum itu identik. Posisi konsumen yang lemah maka ia

    harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum itu adalah

    memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi sebenarnya

    hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang yang

    sangat sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Hukum perlindungan konsumen

    merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-

    kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat melindungi

    konsumen.6

    Sedangkan menurut A. Z. Nasution, pengertian hukum konsumen

    merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur

    hubungan hukum dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan

    5 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Pranada Media, 2012), h.6.

    6 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi 2006, (Jakarta: Grasindo,

    2006), h. 11.

  • 28

    dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.7 Hukum

    konsumen memiliki skala yang lebih luas meliputi berbagai aspek hukum yang di

    dalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen untuk mempertahankan hak-

    haknya sebagai konsumen terhadap gangguan pihak lain.

    Hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen telah mengalami

    perubahan konstruksi hukum semenjak diberlakukannya Undang-Undang

    Perlindungan Konsumen, yakni hubungan yang semula dibangun atas prinsip

    caveat emptor berubah menjadi caveat venditor. Karena keberpihakan kepada

    konsumen sesungguhnya merupakan wujud nyata dari ekonomi kerakyatan.

    Caveat emptor adalah doktrin yang mengharuskan pembeli berhati-hati (let

    the buyer beware). Bahwa pembeli menanggung resiko atas kondisi produk yang

    dibelinya, maka pembeli yang tidak ingin mengalami resiko harus berhati-hati

    sebelum membeli suatu produk. Hal ini memberikan penekanan terhadap

    ketentuan bahwa pembeli agar peduli dan sadar bahwa ia sedang membeli haknya

    orang lain. Maka pembeli harus berhati-hati tentang keadaannya ketika ia

    membeli hak orang lain. Jangan sampai mengalami resiko yang akhirnya

    mendatangkan kerugian bagi dirinya selaku konsumen.

    Sedangkan caveat venditor (let the seller beware) merupakan kebalikan dari

    doktrin di atas, yang berarti pihak penjual harus berhati-hati dalam memasarkan

    produknya, karena jika terjadi sesuatu hal terhadap konsumen yang tidak

    7 A Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: CV. Tiagra Utama,

    2002), h. 37.

  • 29

    dikehendaki atas produk tersebut, maka yang bertanggung jawab adalah penjual

    atau pelaku usaha.8 Maka penjual harus berhati-hati tentang keadaannya ketika ia

    menjual sesuatu kepada konsumennya.

    C. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen

    Hubungan hukum antara produsen dan konsumen memiliki tingkat

    ketergantungan yang cukup tinggi. Dalam hal ini produsen bertindak sebagai

    pelaku usaha yang memiliki hubungan hukum berkelanjutan dengan konsumen

    yang terjadi sejak proses produksi, distribusi, pemasaran, dan penawaran.

    Berhubungan dengan masalah yang diteliti, hubungan hukum yang terjadi

    antara pengusaha hotel dengan pihak tamu hotel yang pada dasarnya disebut

    konsumen adalah hubungan hukum penitipan barang. Ada pendapat yang

    menjelaskan tentang pengertian penitipan murni dan sekestrasi.

    Penitipan murni dapat di artikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke

    pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan

    dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Tujuan dari penitipan murni

    adalah untuk menjaga keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan,

    kecurian dan sebagainya. Barang yang dimaksud dari pernyataan di atas adalah

    suatu yang berharga seperti uang, dokumen, surat berharga dan barang lain yang

    berharga. Dalam kasus kehilangan barang yang terjadi di D’Batoe Boutique Hotel

    8 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minnesota: West Publishing, 2004), Eight

    Edition, h. 236.

  • 30

    Bandung. Penitipan murni terjadi ketika konsumen menitipkan barang

    berharganya berupa kendaraan kepada petugas keamanan hotel yang menawarkan

    jasa parkir valet di hotel tersebut.

    Sekestrasi adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, di

    tangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk setelah perselisihan

    ini diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa akan dinyatakan berhak,

    beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada terjadi dengan perjanjian dan ada pula

    yang dilakukan atas perintah hakim. Sekestrasi terjadi dengan perjanjian, apabila

    barang yang menjadi sengketa diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu

    orang atau lebih secara sukarela.9

    Berbicara mengenai penitipan barang dalam Kitab Undang-Undang Hukum

    Perdata dirumuskan Pasal 1694 yang menyatakan:

    “Penitipan terjadi, apabila seseorang menerima sesuatu barang dari seorang

    lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya

    dalam wujud asalnya.”

    Macam-macam penitipan barang menurut KUH Perdata dapat dirumuskan:

    Pasal 1695 KUH Perdata menyatakan:

    “Ada dua jenis penitipan barang yaitu; penitipan murni (sejati) dan

    Sekestrasi (penitipan dalam perselisihan).”

    Pasal 1696 KUH Perdata menyatakan:

    “Menurut Muhammad Syafi'I Antonio dalam buku “Bank Syariah Dari

    Teori Ke Praktik.” Penitipan murni dianggap dilakukan dengan cuma-cuma bila

    9 Penitipan barang, Wordpress, http://.wordpress.com, www.google.com diakses pada 3 April

    2016.

    http://.wordpress.com/

  • 31

    tidak diperjanjikan sebaliknya. Penitipan demikian hanya mengenai barang-

    barang bergerak.”

    Pasal 1701 KUH Perdata menyatakan:

    “Penitipan barang dengan sukarela hanya dapat dilakukan antara orang-

    orang yang cakap untuk mengadakan perjanjian. Akan tetapi jika orang yang

    cakap untuk mengadakan perjanjian menerima titipan barang dan seseorang

    yang tidak cakap untuk itu, maka ia harus memenuhi semua kewajiban

    seorang penerima titip murni.”

    Pasal 1730 KUH Perdata menyatakan:

    “Sekestrasi ialah penitipan barang yang berada dalam persengketaan kepada

    orang lain yang mengikatkan diri untuk mengembalikan barang itu dengan

    semua hasilnya kepada yang berhak atasnya setelah perselisihan diputus oleh

    Pengadilan. Penitipan demikian terjadi karena perjanjian atau karena

    perintah Hakim.”

    D. Perlindungan Konsumen dalam Islam

    Pengaturan tentang konsumen dalam Islam mencerminkan hubungan dirinya

    dengan Allah SWT. Setiap pergerakannya dalam mengkonsumsi barang dan/atau

    jasa adalah manifestasi zikir atas nama Allah SWT. Batasan-batasan yang

    diberikan Islam kepada konsumen untuk tidak mengkonsumsi barang dan/atau

    jasa yang haram, agar konsumen selamat baik di dunia maupun di akhirat.

    Produsen dalam Islam berkaitan erat dengan pekerjaan, yaitu suatu aktivitas

    yang dilakukan seseorang dengan mengeluarkan seluruh potensinya untuk

    mencapai tujuan tertentu. Karena produksi terkait dengan proses memberi nilai

    tambah bagi manusia, maka produksi yang dilakukan harus berdasarkan amal

    kebaikan. Oleh karena itu, produksi dalam ekonomi Islam tidak sekedar untuk

  • 32

    meningkatkan material saja dengan tujuan duniawi, tetapi juga untuk

    meningkatkan moral sebagai sarana untuk mencapai tujuan ukhrawi.10

    Islam tidak mengatur hak-hak konsumen secara berurutan seperti yang

    tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun Islam

    melindungi hak-hak konsumen dari perbuatan yang curang dan informasi yang

    menyesatkan,11 serta memberikan hak atas keselamatan dan kesehatan,12 hak

    untuk memilih,13 hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat,14 hak untuk

    mendapatkan advokasi dan penyelesaian sengketa,15 dan hak untuk mendapatkan

    ganti rugi.16

    Apabila ditinjau dari hukum Islam, pemakaian istilah hak sebenarnya dalam

    bahasa Arab menempati banyak arti seperti ketetapan yang pasti, penjelasan,

    kebenaran, jatah atau bagian, hakikat dan kewajiban.17 Istilah hak oleh para ahli

    hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Wahbah Zuhaily yaitu suatu

    10 Monzer Kahf, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 36.

    11 QS. Al-An’aam (6): 152; QS. Huud (11): 85; QS. Asy-Syu’araa’ (26): 181-183; QS. Ar-

    Rahman (55): 8-9; dan QS. Al-Muthaffifiin (83): 1-3.

    12 QS. Al-Baqarah (2): 55, 168, 172; QS. Al-Maidah (5): 4-5, 88; QS. Al-A’raaf (7): 167, 160;

    QS. An-Nahl (16): 72, 114; QS. Al-Israa’ (17): 70; QS. Al-Mu’minuun (23): 51.

    13 “Barang siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia mempuanyai hak khiyar

    ketika melihat barang tersebut”. (HR. Al-Daruquthni dan Abu Hurairah). Lihat Imam Al-Daruquthni,

    Sunan, (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996), Jilid 2, h. 4.

    14 QS. al-Israa’ (17): 70; QS. al-Mu’min (40): 64.

    15 QS. al-Baqarah (2): 188; QS. an-Nisaa’ (4): 58.

    16 QS. al-Baqarah (2): 178; QS. an-Nisaa’ (4): 30.

    17 Mu’jam Al-Wasith, Majma ‘al Lughat al Arabiyyah, (Mesir: Dar al-Ma’rifah, 1972), h. 102

  • 33

    sifat kekhususan dimana dengannya syara’ menetapkan suatu kekuasaan bagi

    pemiliknya atau kewajiban atas objeknya. Definisi ini sudah mencakup semua

    hak, termasuk di dalamnya hak konsumen dan pelaku usaha.

    Definisi ini juga menunjukkan bahwa sumber kepemilikan terhadap hak itu

    berasal dari syara’, karena hak dalam pandangan Islam adalah pemberian Allah

    SWT. Oleh karena itu suatu hak harus ditentukan oleh hukum syara’ yang

    mengaturnya. Dengan demikian hak dalam Islam tidaklah bersifat mutlak dan

    tanpa batas, namun ia bersifat terikat dengan harus berada dalam koridor

    ketentuan syara’.18

    Sumber hukum perlindungan konsumen dalam Islam, praktis sama dengan

    sumber hukum Islam yang diakui oleh mayoritas ulama, yaitu: al-Qur’an,

    sunnah, ijma’, dan qiyas.19 Allah dan Rasul-Nya menetapkan hukum Islam

    bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan umum, memberikan kemanfaatan,

    dan menghindarkan kemafsadatan bagi umat manusia.20

    Dalam al-Qur’an disebutkan mengenai perdagangan yang adil dan jujur

    yaitu perdagangan yang tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi. Dimana ayat al-

    Qur’an tersebut mengandung perintah perlindungan konsumen. Allah berfirman

    dalam QS. al-Baqarah (2): 279 yang berbunyi:

    18 Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam,

    (Yogyakarta: BPFE, 2004), h. 30. 19 Wahbah al-Zuhailiy, Ushul fiqh al-Islamiy, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), Jilid I, h. 558. 20 Mukhtar Yahya dan Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami. (Bandung:

    Al-Ma’arif, 1993), Cet. 3, h. 333.

  • 34

    ِ َوَرُسوِلِه ۖ َوإِْن تُْبتُْم فَلَُكْم ُرُءو ُس أَْمَواِلُكْم فَإِْن لَْم تَْفعَلُوا فَأْذَنُوا ِبَحْرٍب ِمَن اَّلله

    ََل تَْظِلُموَن َوََل تُْظلَُمونَ

    Artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka

    ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika

    kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu;

    kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. al-Baqarah

    (2): 279)21.

    Sepintas ayat di atas memang berbicara tentang riba, tetapi secara implisit

    mengandung pesan-pesan perlindungan konsumen. Dimana pada akhir ayat

    tersebut disebutkan tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (tidak menzalimi

    dan tidak pula dizalimi). Dalam konteks perdagangan, tentu saja potongan akhir

    ayat tersebut mengandung perintah perlindungan konsumen, bahwa antara pelaku

    usaha dengan konsumen dilarang untuk saling menzalimi dan/atau menganiaya.

    Hal ini terkait dengan penganiayaan hak-hak konsumen maupun hak-hak

    produsen.22

    Selain ayat al-Qur’an di atas, dalam hadits Nabi Saw, tentang jual-beli juga

    menerangkan mengenai perlindungan konsumen, yaitu hadits berikut ini:

    البيعا اذا حكيم بن حزام رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه و سلم قال :

    عهما وكذبا نزعت بركة بي كتماصدقا و نصحا بوركلهما فى بيعهما واذا

    )متفق عليه(Artinya: “Hakim bin Hizam Ra. dari Nabi Saw, ia berkata: Dua orang yang

    berjual-beli apabila keduanya jujur dan memberi nasehat maka

    21 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemanahannya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989),

    h. 66.

    22 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Pranada Media, 2012), h. 41.

  • 35

    keduanya diberkahi dalam jual belinya. Dan apabila keduanya

    menyembunyikan dan berdusta maka di cabut berkah jual belinya”

    (Muttafaq ‘alaih).23

    Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui baik pelaku usaha maupun

    konsumennya harus sama-sama menerapkan kejujuran dan keadilan dalam

    hubungan jual-belinya agar jual-beli tersebut dapat membawa kebaikan dan

    keberkahan bagi keduanya. Serta terhindar dari persengketaan yang akan timbul

    akibat dari dilalaikannya hak-hak para pihak dalam jual-beli.

    Terkait dengan ini, Muhammad Abu Zahrah, pakar hukum Islam dari

    Mesir, mengatakan bahwa setiap hukum Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu

    kemaslahatan. Tidak ada perintah dalam al-Qur’an dan Sunnah yang tidak

    memiliki kemaslahatan yang hakiki, meskipun kemaslahatan itu tidak tampak

    dengan jelas. Kemaslahatan di sini adalah kemaslahatan hakiki yang bersifat

    umum dan tidak didasarkan pada pemenuhan hawa nafsu.24

    Al-Syathibi, seorang pakar hukum Islam dari kalangan Mazhab Maliki,

    mengembangkan doktrin maqasid asy-syari’ah (tujuan hukum Islam) dengan

    menjelaskan bahwa tujuan akhir hukum Islam adalah satu, yaitu kemaslahatan

    atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia. Pendapat al-Syathibi didasarkan

    pada prinsip bahwa Tuhan melembagakan hukum Islam demi kemaslahatan

    manusia, baik jangka pendek maupun jangka panjang.25

    23 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Al-Bukhari, (Beirut: Dar al-fikri, 1994), jilid 1, h. 85.

    24 Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabiy, 1958), Cet. 1, h. 366.

    25 Mas’ud, Muhammad Khalid,Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, terjemahan oleh

    Yudian W. Asmin, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), Cet. 1, h. 225.

  • 36

    Tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani

    maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk

    kehidupan dunia ini saja tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak.

    Abu Ishaq al-Syathibi merumuskan 5 (lima) tujuan hukum Islam, yakni:

    1. Hifdz Ad-Din (memelihara agama);

    2. Hifdz An-Nafs (memelihara jiwa);

    3. Hifdz Al’Aql (memelihara akal);

    4. Hifdz An-Nasb (memelihara keturunan); dan

    5. Hifdz Al-Maal (memelihara harta).

    Maka dari itu, konsep perlindungan konsumen dapat dimasukan ke dalam

    salah satu tujuan hukum Islam yaitu hifdz al-maal (memelihara harta). Islam

    meyakini bahwa semua harta di dunia ini adalah milik Allah ta’ala, manusia

    hanya berhak untuk memanfaatkannya saja. Meskipun demikian Islam juga

    mengakui hak pribadi seseorang.

    Oleh karena manusia itu manusia sangat tamak kepada harta benda,

    sehingga mau mengusahakannya dengan jalan apapun, maka Islam mengatur

    supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara satu sama lain. Untuk ini Islam

    mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai muamalah seperti jual beli, sewa-

    menyewa, gadai menggadai, dan sebagainya, serta melarang penipuan, riba, dan

    mewajibkan kepada orang yang merusak barang orang lain untuk membayarnya,

  • 37

    harta yang dirusak oleh anak-anak yang di bawah tanggungannya, bahkan yang

    dirusak oleh binatang peliharaannya sekalipun.26

    Jadi dapat disimpulkan, walaupun dalam Islam tidak ada aturan yang benar-

    benar rinci mengenai perlindungan konsumen. Namun pada dasarnya dalam

    Hukum Islam mempunyai tujuan yang salah satunya yaitu memelihara harta yang

    tercermin pula perlindungan konsumen di dalamnya untuk menjaga kemaslahatan

    hidup manusia itu sendiri.

    26 Abdurrahman Misno B.P, Maqashid Asy-Syariah (Tujuan Hukum Islam), diakses pada tanggal

    2 Agustus 2016 melalui http://majelispenulis.blogspot.co.id/2013/09/maqashid-asy-syariah-tujuan-

    hukum-islam.html.

    http://majelispenulis.blogspot.co.id/2013/09/maqashid-asy-syariah-tujuan-hukum-islam.htmlhttp://majelispenulis.blogspot.co.id/2013/09/maqashid-asy-syariah-tujuan-hukum-islam.html

  • 38

    BAB III

    PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KASUS KEHILANGAN BARANG

    PERKARA KONSUMEN D’BATOE BOUTIQUE HOTEL BANDUNG

    A. Profil D’Batoe Boutique Hotel Bandung

    D’Batoe Boutique Hotel Bandung merupakan salah satu hotel bintang 3 di

    Bandung yang beralamatkan di Jl. Pasir kaliki 78, Cihampelas, Bandung. Lokasi

    hotel ini dekat dengan Grand Pacific Hotel Bandung dan dekat dengan pusat

    perbelanjaan, salah satunya adalah Pasar Baru Trade Center Bandung yang

    berjarak kurang dari 1 Km, Kartika Sari Bakery, Restoran Sari Sunda dan Istana

    Plaza Mall. Hotel ini hanya berjarak 0,5 Km dari Stasiun Bandung.1

    1. Sejarah D’Batoe Boutique Hotel

    Nama D’Batoe Boutique Hotel terinspirasi dari mimpi sang General

    Manager yang bernama Chandra Setiawan. Dia kemudian menceritakan

    kepada ayahanda dan keluarganya perihal mimpinya tersebut. Karena rasa

    ingin tahunya, kemudian dia menceritakan mimpinya kepada tokoh agama

    Kristen (Pendeta). Setelah dia menceritakannya kepada Pendeta, mereka

    kemudian berdoa untuk memohon petunjuk apakah ada rencana Tuhan

    melalui mimpi itu.

    Dengan berjalannya waktu mereka akhirnya mendapatkan jawaban atas

    mimpi tersebut. Jawaban dari mimpi tersebut kemudian dirundingkan kembali

    1 Hotel D’Batoe Bandung Review dan Harga, diakses pada tanggal 20 Juni 2016 pukul 20.50

    melalui http://www.thebandungtour.com/hotel-d-batoe-bandung-review-dan-harga.html.

    http://www.thebandungtour.com/hotel-bintang-3-di-bandung.htmlhttp://www.thebandungtour.com/hotel-bintang-3-di-bandung.htmlhttp://www.thebandungtour.com/tarif-kamar-hotel-grand-pacific-bandung-pasir-kaliki.htmlhttp://www.thebandungtour.com/hotel-murah-dekat-pasar-baru-bandung.html

  • 39

    dengan pihak keluarga dan Pendeta. Ayahandanya sangat mendukung untuk

    dapat mewujudkan mimpi putranya.

    Kemudian dimulailah pembentukan panitia pembangunan dan

    perencanaan serta konsep D’Batoe Boutique Hotel. Proses pembangunan

    dimulai pada tahun 2006 hingga berakhir pada tahun 2008 dengan melalui

    proses yang cukup lancar. D’Batoe Boutique Hotel untuk pertama kalinya

    dibuka bagi para tamu pada bulan Desember 2008 kemudian dilakukan Grand

    Opening pada tanggal 11 Januari 2009.

    Gambar 1.1

    Bangunan D’Batoe Boutique Hotel Bandung

    (Foto: Dokumentasi pribadi)

  • 40

    2. Logo D’Batoe Boutique Hotel Bandung

    Gambar 1.2

    Logo D’Batoe Boutique Hotel Bandung

    3. Visi, Misi dan Struktur Organisasi D’Batoe Boutique Hotel Bandung

    a. Visi dan Misi

    Visi dari D’Batoe Boutique Hotel yaitu ingin memantapkan langkah

    khususnya di bidang jasa untuk mengedepankan pentingnya kualitas

    sebuah pelayanan bagi tamu ataupun pengunjung hotel terhadap rasa

    nyaman. Sehingga membuat para pengunjung hotel dapat merasakan

    tinggal seperti di rumahnya sendiri saat menginap di D’Batoe Boutique

    Hotel Bandung.

    Misi dari D’Batoe Boutique Hotel adalah ingin meningkatkan

    jaringan bisnis khususnya dalam hal pelayanan jasa penginapan dan ingin

    menjadi salah satu hotel yang terkenal di Kota Bandung dengan

    menghadirkan nuansa moderen dan ornamen batu yang menjadi ciri khas

    hotel tersebut.

  • 41

    b. Struktur Organisasi

    Gambar 1.3

    4. Fasilitas D’Batoe Boutique Hotel Bandung

    D’Batoe Boutique Hotel menawarkan fasilitas yang cukup menarik.

    Walaupun tidak memiliki kolam renang, akan tetapi hotel ini menyediakan

    fasilitas untuk perawatan tubuh (body spa). Di samping itu juga disediakan

    akses wifi gratis untuk semua kamar. Selain itu, restoran di hotel ini cukup

    luas dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat makan.

    D’Batoe Boutique Hotel Bandung menyediakan 59 kamar dengan

    pilihan 4 tipe kamar yang berbeda. Tipe kamar yang ditawarkan yaitu

    diantaranya kamar superior, kamar deluxe, kamar eksekutif, dan kamar suite.

  • 42

    Pastinya dengan harga dan fasilitas tiap-tiap kamar yang berbeda. Fasilitas

    standar semua kamar sudah termasuk makan pagi (breakfast), AC, Wifi gratis,

    televisi, dan disediakan juga mini bar untuk umum.2

    Untuk fasilitas keamanan yang ditawarkan di D’Batoe Boutique Hotel

    Bandung yaitu diantaranya dijaga oleh petugas keamanan yang bekerja 24 jam

    menjaga keamanan hotel, tersedia juga locker atau kotak penyimpanan untuk

    keperluan konsumen D’Batoe Boutique Hotel, kunci pintu kamar hotel

    dilengkapi tekhnologi smart card lock yang dipegang oleh konsumen untuk

    tetap menjaga kemanan dan privasi, hotel dilengkapi kamera CCTV untuk

    mengawasi kegiatan di hotel, dan terdapat area valet parking yang terletak di

    basement hotel. Kurangnya keamanan di hotel ini saat penulis melakukan

    pengamatan yaitu tidak adanya pintu gerbang ataupun penjagaan parkir yang

    ketat.

    Berikut adalah fasilitas yang ditawarkan D’Batoe Boutique Hotel, yaitu:

    a. Bar/Pub, concierge restoran, spa and massage, meeting room, lobby,

    musholla, toilet umum;

    b. Kotak penyimpanan aman, layanan kamar, layanan laundry/dry cleaning,

    valet Parking, penyewaan mobil, wedding package;

    c. Lift, CCTV, high speed internet (Wifi), coffee and tea making, cable TV

    (65 channel), smart card lock, smoking and no smoking room, dan shoe

    shine.

    2Hotel D’Batoe Bandung Review dan Harga, diakses pada tanggal 20 Juni 2016 pukul 20.50

    melalui http://www.thebandungtour.com/hotel-d-batoe-bandung-review-dan-harga.html.

  • 43

    Tabel 1.1

    Sarana D’Batoe Boutique Hotel Bandung

    Tabel 1.2

    Prasarana D’Batoe Boutique Hotel Bandung

    Tabel 1.3

    Meeting Room

    Tabel 1.4

    Restoran dan Bar

    No. The Forest Resto & Lounge

    1 Indonesian Food

    2 Chinese Food

    3 European Food

    No Uraian Jumlah

    1 Gedung 1 buah

    2 Lantai 7 tingkat

    3 Meeting Room 1 buah

    4 Kamar 59 buah

    5 Restoran 1 buah

    6 Ruang Tunggu 2 buah

    7 Toilet Umum 3 buah

    8 Mushola 1 buah

    Jenis-jenis Kamar D’Batoe Hotel

    Nama Kamar Kapasitas

    1 Gold King 23 kamar

    2 Gold Twins 23 kamar

    3 Gold Plus King 3 kamar

    4 Gold Plus twins 2 kamar

    5 Platinum 3 kamar

    6 Shapire 3 kamar

    7 Diamond 1 kamar

    8 Royal Diamond 1 kamar

    A. Theater Room 96 Seats

    B. Class Room 40 Seats

    C. Board Room 28 Seats

    D. U-Shape 26 Seats

  • 44

    Gambar 1.4

    Foto Kamar Hotel

    Gambar 1.5

    Foto Ruang Pertemuan (Meeting Room)

    Gambar 1.6

    Ruang Karaoke

    ( Sumber : Dokumen D’batoe Boutique Hotel Bandung )

  • 45

    B. Kronologi Kasus atas Kehilangan Barang Konsumen D’Batoe Boutique

    Hotel Bandung

    Kasus kehilangan barang berharga telah terjadi pada tahun 2012 yang lalu,

    dialami oleh Selamet yang merupakan konsumen dari D’Batoe Boutique Hotel.

    Kehilangan barang tersebut terjadi ketika Selamet dan istrinya menginap di hotel

    tersebut. Dia menginap pada tanggal 5 September 2012 di kamar nomor 601 dan

    disertai pembayaran deposit sebesar Rp 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah) dengan

    menggunakan kendaraan rental Toyota Kijang Innova warna hitam metalik type J

    dengan nomor polisi B 1068 KVC.

    Pada saat proses check-in dan pengambilan kunci kamar di receptionist,

    Selamet ditawari jasa untuk membawakan barang-barangnya yang berupa koper

    dan tas ke dalam kamar hotel oleh salah seorang petugas kemanan D’Batoe

    Boutique Hotel yang bernama Ahmad Permana. Lalu kemudian pada saat di

    depan kamarnya, Selamet kembali ditawari oleh petugas kemanan tersebut agar

    mobilnya diparkir pada lokasi Vallet Parking Hotel yang tersedia.

    Karena melihat petugas keamanan yang bernama Ahmad Permana memakai

    pakaian dinas lengkap dengan logo D’Batoe Boutique Hotel, maka Selamet tidak

    menaruh curiga dan mempercayai dengan memberikan dompet kunci mobilnya

    yang di dalam dompet tersebut juga ada STNK asli mobil rental yang

    dikendarainya.

    Pada tanggal 6 September 2012, ketika Selamet hendak check-out, dia sudah

    tidak melihat mobilnya parkir di area Vallet Parking D’Batoe Boutique Hotel.

  • 46

    Sehingga Selamet langsung melaporkan hal ini kepada pihak management hotel

    dan kepada pihak kepolisian setempat. Peristiwa tersebut menyebabkan Selamet

    sebagai konsumen menderita kerugian atas kehilangan mobil yang dikendarainya

    beserta barang-barang berharga miliknya dalam mobil rental tersebut.

    Atas kerugian yang telah dialaminya selaku konsumen D’Batoe Boutique

    Hotel, maka dia telah mengirimkan surat somasi dan/atau surat peringatan kepada

    pihak management D’Batoe Boutique Hotel sebanyak 3 (tiga) kali yaitu: Somasi I

    tanggal 14 januari 2013, Somasi II tanggal 21 Januari 2013, Somasi III &

    undangan untuk menyelesaikan masalah tersebut tanggal 29 Januari 2013.

    Setelah melakukan upaya menegor pihak hotel, Selamet telah mengundang

    pihak management D’Batoe Boutique Hotel untuk membahas masalah ini melalui

    musyawarah pada hari Jumat tanggal 15 Februari 2013 bertempat di D’Batoe

    Boutique Hotel Jalan Pasir kaliki Nomor 78 Bandung. Akan tetapi pihak

    management hotel tidak menanggapi seluruh surat teguran atau surat somasi dan

    juga undangan tersebut.

    Alasan dari pihak hotel, bahwa kerugian yang dialami oleh konsumen

    tersebut adalah bukan menjadi tanggung jawab dari pihak hotel untuk mengganti

    kerugian, melainkan pihak jasa penyedia tenaga petugas keamanan tempat

    terdakwa Ahmad Permana yang harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut

    atas ulah dari salah satu personilnya tersebut. Karena tidak ada itikad baik dari

    pihak management D’Batoe Boutique Hotel Bandung maka Selamet selaku

    konsumen mengajukan gugatan tuntutan ganti rugi melalui jalur Pengadilan.

  • 47

    Sedangkan berdasarkan Putusan Pidana Nomor 1481/Pid.B/2012 atas nama

    terdakwa Ahmad Permana di Pengadilan Negeri Bandung yang telah berkekuatan

    hukum tetap didakwa sebagai karyawan dengan jabatan petugas kemanan di

    D’Batoe Boutique Hotel dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana turut

    serta membantu pencurian, didakwa dengan hukuman selama 16 (enam belas)

    bulan penjara,

    C. Penyelesaian Sengketa dalam Kasus Perlindungan Konsumen atas

    Kehilangan Barang Konsumen D’Batoe Boutique Hotel

    Meskipun petugas kemanan D’Batoe Boutique Hotel Bandung yang

    bernama Ahmad Permana telah didakwa dan telah menerima hukuman dari

    perbuatannya, akan tetapi kendaraan rental beserta barang berharga lainnya yang

    telah hilang tidak kembali ke tangan Selamet selaku konsumen. Karena hal itulah,

    Selamet tetap berkewajiban membayar biaya sewa kendaraan rental yang telah

    hilang sehingga menimbulkan kerugian. Karena kerugian yang telah dialaminya,

    Selamet melakukan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen untuk

    menuntut kembali haknya sebagai konsumen yang telah dirugikan oleh pihak

    D’Batoe Boutique Hotel dalam hal keamanan.

    Penyelesaian sengketa tersebut yaitu diantaranya Selamet mengirimkan

    surat somasi atau surat peringatan kepada pihak management D’Batoe Boutique

    Hotel. Bukan hanya sekali tapi sampai sebanyak (3) tiga kali dan beserta

    undangan untuk membahas masalah perlindungan konsumen atas kerugian

  • 48

    tersebut untuk dirundingkan bersama. Akan tetapi tidak ada tanggapan yang

    positif dari pihak management hotel untuk membahas masalahnya bahkan pihak

    management hotel menunjukkan itikad tidak baik dengan tidak menanggapi atau

    menghiraukan masalah kerugian dari konsumennya tersebut.

    Penyelesaian sengketa kemudian dilakukan melalui jalur pengadilan.

    Selamet yang ditemani kuasa hukumnya mengajukan gugatan di Pengadilan

    Negeri Kls. I-A Bandung dengan Register Perkara Nomor

    252/Pdt/G/2013/PN.BDG. Yang pada amar putusannya dengan segala

    pertimbangan yang ada menjatuhkan untuk mengabulkan gugatan Selamet untuk

    sebagian, manyatakan pihak hotel D’Batoe Boutique Hotel selaku pelaku usaha

    jasa penginapan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum

    pihak hotel untuk membayar kerugian yang dialami oleh Selamet, yaitu kerugian

    materil sebesar Rp 341.000.000,- (tiga ratus empat puluh satu juta rupiah dan

    kerugian immateril sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), serta

    membayar biaya perkara sebesar Rp 472.000,- (empat ratus tujuh puluh dua

    rupiah).

    Kemudian banding dilakukan oleh pihak D’Batoe Boutique Hotel melalui

    Pengadilan Tinggi Bandung dengan Register Perkara Perdata Nomor

    194/Pdt/2014/PT.Bdg. Setelah memeriksa dan mengadili dengan putusan yang

    diantaranya majelis hakim Pengadilan Tinggi Negeri Bandung menyatakan

    menerima permohonan banding dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri

    Bandung, Nomor 252/Pdt/G/2013/PN.Bdg., menyatakan gugatan Selamet selaku

  • 49

    konsumen yang dirugikan tidak dapat diterima (Niet ontvankelijke verklaard),

    serta menghukum Selamet membayar biaya perkara sebesar Rp 150.000,- (seratus

    lima puluh ribu rupiah).

    Akhirnya, pihak Selamet selaku konsumen yang mengalami kerugian,

    membawa kasus ini ke tingkat kasasi melalui Mahkamah Agung Republik

    Indonesia dengan Register Perkara Nomor 3010 K/Pdt/2014. melalui segala

    pertimbangan, Hakim Mahkamah Agung yang diketuai oleh Syamsul Ma’arif,

    S.H., LL.M., Ph.D., dan hakim-hakim agung anggota Dr. Nurul Elmiyah, S.H.,

    M.H., dan Dr. Zahrul Rabain, S.H., M.H., maka diputuskan dengan amar

    mengabulkan gugatan Selamet untuk sebagian, menyatakan pihak D’Batoe

    Boutique Hotel telah melakukan perbuatan melawan hukum, menghukum pihak

    D’Batoe Boutique Hotel membayar kerugian materil sebesar Rp 341.000.000,-

    (tiga ratus empat puluh satu juta rupiah), dan menghukum pihak D’Batoe

    Boutique Hotel membayar