Upload
others
View
31
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN BARANG
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara
Konsumen D’Batoe Boutique Hotel)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
NOVIA ANDRIANI
NIM :1112048000063
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H/ 2016 M
i
PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN BARANG
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara
Konsumen D’Batoe Boutique Hotel)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Novia Andriani
NIM: 1112048000063
Pembimbing I
H. M. Yasir, S.H, M.H.
NIP.
Pembimbing II
Dewi Sukarti, M.A.
NIP.19720817 200112 2 001
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H/ 2016 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN
BARANG (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara
Konsumen D’Batoe Boutique Hotel” telah diujikan dalam Sidang Munaqasah
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 30 September 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Ilmu Hukum
dengan Konsentrasi Hukum Bisnis.
Jakarta, 30 September 2016
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.
NIP. 19691216 199603 1 001
PANITIA UJIAN:
1. Ketua : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H. (......................) NIP. 19760807 200312 1 001
2. Sekretaris : Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. (......................) NIP. 19650908 199503 1 001
3. Pembimbing I : H. M. Yasir, S.H., M.H. (......................) NIP.
4. Pembimbing II : Dewi Sukarti, M.A. (.......................) NIP. 19720817 200112 2 001
5. Penguji I : Dra. Hafni Muchtar, S.H., M.H., M.M. (......................) NIP.
6. Penguji II : Dra. Ipah Parihah, M.Hum. (........................) NIP. 19590819 199403 2 001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar strata I (S-1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 September 2016
Novia Andriani
(1112048000063)
iv
ABSTRAK
Novia Andriani. NIM 1112048000063. PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS
KEHILANGAN BARANG (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010
K/Pdt/2014 atas Perkara Konsumen D’Batoe Boutique Hotel). Program Studi Ilmu
Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2016 M. ix + 80 halaman + 3 halaman
daftar pustaka + Lampiran.
Penelitian dalam skripsi ini membahas tentang perlindungan konsumen atas kasus
kehilangan barang dengan melakukan analisis pada pertimbangan hakim dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara Konsumen D’Batoe
Boutique Hotel. Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini yaitu untuk
mengetahui bagaimana perlindungan konsumen atas kehilangan barang yang terjadi
di D’Batoe Boutique Hotel dan bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara kasus perlindungan konsumen dalam Putusan tersebut.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai
dokumen terkait dengan penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Yuridis Normatif yaitu penelitian hukum yang meletakan hukum
sebagai bangunan sistem norma. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan kasus. Peraturan Undang-Undang dalam penelitian ini
diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen dan kasus dalam penelitian ini yaitu perkara konsumen D’Batoe Boutique
Hotel atas kehilangan barang.
Hasil penelitian ini adalah bahwa dalam sengketa antara Konsumen D’Batoe
Boutique Hotel dengan Direktur Utama D’Batoe Boutique Hotel yang diperiksa dan
diadili oleh Mahkamah Agung RI dimenangkan oleh Konsumen. Maka Pihak
D’Batoe Boutique Hotel harus membayar ganti rugi atas hilangnya barang berupa
kendaraan yang hilang di area parkir valet hotel. Hakim Mahkamah Agung juga telah
memperhatikan segala pertimbangan dalam memutus perkara. Pertimbangan tersebut
telah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku baik dilihat secara
aspek yuridis yaitu Pasal 1367 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum dan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, secara aspek
filosofis yaitu pertimbangan putusan hakim yang menganut mazhab utilitarianisme,
dan secara aspek sosiologis yang telah sesuai dengan tata nilai budaya yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat di Indonesia.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Kehilangan Barang, Pertimbangan
Hakim, Putusan Mahkamah Agung.
Pembimbing : H. M. Yasir, S.H., M.H.
Dewi Sukarti, M.A.
Daftar Pustaka : Tahun 1958 sampai Tahun 2012.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa yang atas Rahmat dan
Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERLINDUNGAN
KONSUMEN ATAS KEHILANGAN BARANG (Studi Putusan Mahkamah Agung
Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas Perkara Konsumen D’Batoe Boutique Hotel) dengan
baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan pada Nabi Muhammad
Saw, beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak karena keterbatasan yang dimiliki penulis, oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan serta
masukan atas penyusunan skripsi ini.
vi
3. H. M. Yasir, S.H., M.H. dan Dewi Sukarti M.A. Selaku Dosen Pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan
skripsi ini dengan penuh kesabaran dan memberikan arahan, saran sertakritik
yang membangun demi terselesaikannya skripsi ini.
4. Pimpinan dan segenap staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi
kepustakaan dalam penulisan skripsi ini.
5. Dr. H. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., Dra. Ipah Parihah, M.Hum., dan Dra.
Hafni Muchtar, S.H., M.H., M.M. selaku Dosen Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia memberikan saran dan
masukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga dapat bermanfaat dan kebaikan-
kebaikannya dibalas oleh Allah Swt.
7. Kedua orang tua tercinta Alm. Bapak H. Aan Hadriansyah dan Ibu Ida Resti
Pauzi yang selalu memberikan do’a, motivasi, kasih sayang dan dukungan baik
secara moril dan materil. Kalian adalah orang tua hebat bagi penulis sehingga
penulis dapat selalu tegar dalam menjalani hidup.
8. Adik-adik tercinta Dea Putri Ananda, Dwi Putri Andini, dan Risma Handayani,
yang selalu menghibur, memberikan semangat dan do’anya bagi penulis.
Semoga penulis dapat menjadi panutan yang baik bagi ketiganya.
vii
9. Keluarga besar Hj. Eti Herawati dan H. Aan Hadriansyah di Bogor, Tangerang,
dan Sukabumi yang senantiasa memberikan do’a dan motivasi dalam penulisan
skripsi ini.
10. M. Putra Zaman dan keluarga di Depok yang memberikan do’a, semangat, dan
dukungan bagi penulis, semoga Allah Swt. selalu meridhoi kebersamaan kita.
11. Sahabat terbaik yaitu Mawaddah, Herlina, Kiki, dan Lidia atas kebersamaannya
yang selalu memberikan dukungan dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.
Serta Rifqi Fajrin, Ulum, Tyas, Milzam, Baghea, dan Elvira Semoga
silatuhrahmi kita tetap terjalin.
12. Keluarga Besar Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, teman-teman
Ilmu Hukum 2012 dan teman-teman KKN Merdeka atas kekompakan dan
kebersamaannya.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah Swt memberikan
berkah dan membalas kebaikan mereka.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi yang membaca. Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 30 September 2016
Novia Andriani
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. . 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan masalah ........................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 8
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................ 10
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ................................................ 12
F. Metode Penelitian.......................................................................... 16
G. Sistematika Penulisan ................................................................... 20
BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ..... 22
A. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 22
B. Doktrin-Doktrin Hukum Perlindungan Konsumen ....................... 25
C. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dengan Konsumen......... 29
D. Perlindungan Konsumen dalam Islam .......................................... 31
BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KASUS
KEHILANGAN BARANG PERKARA KONSUMEN
D’BATOE BOUTIQUE HOTEL .................................................... 38
ix
A. Profil D’Batoe Boutique Hotel Bandung ...................................... 38
1. Sejarah D’Batoe Boutique Hotel ............................................. 38
2. Logo D’Batoe Boutique Hotel Bandung ................................. 40
3. Visi, Misi dan Struktur Organisasi Hotel D’Batoe Boutique
Bandung ................................................................................. 40
4. Fasilitas D’Batoe Boutique Hotel Bandung ............................ 41
B. Kronologi Kasus atas Kehilangan Barang Konsumen D’Batoe
Boutique Hotel Bandung ............................................................... 45
C. Penyelesaian Sengketa dalam Kasus Perlindungan Konsumen
atas Kehilangan Barang Konsumen D’Batoe Boutique Hotel ...... 47
BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3010
K/Pdt/2014 PERKARA PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS
KEHILANGAN BARANG ............................................................... 51
A. Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 ......... 51
1. Para Pihak ............................................................................... 51
2. Amar Putusan .......................................................................... 51
B. Analisis Pertimbangan Hukum Majelis Hakim terhadap Putusan
Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 ................................ 52
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 71
A. Kesimpulan ................................................................................... 71
B. Saran-saran .................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam dunia bisnis perusahaan yang menjadi tolak ukur dari keberhasilan
suatu perusahaan dalam menjalankan roda bisnisnya adalah kepuasan konsumen.
Kepuasan konsumen terbentuk dari pola hubungan yang baik antara pelaku usaha
dengan konsumennya. Pada umumnya perusahaan dibagi menjadi dua jenis, yaitu
perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan barang dan perusahaan
yang bergerak dalam bidang perdagangan jasa.
Pada perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan jasa.
Perdagangan jasa itu sendiri memiliki pengertian yaitu perdagangan yang
menempatkan jasa sebagai komoditi yang diperdagangkan. Jasa (service) adalah
rangkaian tindakan untuk membantu orang lain memenuhi kebutuhannya. Jasa
mencakup pengertian pelayanan atau bantuan untuk mendapatkan sesuatu (serve),
suatu sistem atau pengorganisasian kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seseorang atau beberapa orang (service), dan bidang bisnis yang berkaitan dengan
usaha penyediaan sesuatu, tapi bukan barang (goods) bagi orang lain.1
Salah satu contoh usaha di bidang perdagangan jasa dalam sektor pariwisata
yaitu bisnis perhotelan yang menjual jasa kepada konsumennya berupa
penginapan beserta fasilitasnya. Dalam dunia bisnis perhotelan sendiri ada
1 Ida Bagus Wiyasa Putra, “Hukum Bisnis Pariwisata”, (Bandung: Refika Aditama, 2003), h. 1.
2
beberapa jenis bentuk seperti cottage resort, hotel resort, dan hotel building yang
menjadi nilai jual hotel dan membedakan satu dengan yang lainnya.
Hotel adalah suatu usaha yang bergerak dalam jasa penginapan, makanan,
minuman, dan juga pelayanan lainnya. Dalam perkembangannya, industri
perhotelan tidak hanya tertuju pada sektor pariwisata saja. Di kota-kota besar
seperti Jakarta dan Bandung, hotel banyak digunakan untuk keperluan bisnis,
seperti untuk melakukan rapat-rapat, seminar atau sekedar menjamu klien
perusahaan.2
Menurut Pasal 14 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, hotel adalah salah satu bagian dari usaha pariwisata yang
memberikan layanan berupa penyediaan akomodasi beserta pelayanan makanan
dan minuman kepada para wisatawan. Sedangkan yang dimaksud dengan usaha
pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau
menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata.3
Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor PM.10/PW.30l/Phb.77,
tanggal 12 Desember 1977, menyatakan bahwa hotel adalah suatu bentuk
akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk
memperoleh pelayanan penginapan berikut makan dan minum.4
2 Lina Susanti, Kepuasan Konsumen, artikel diakses pada tanggal 13 Maret 2016 dari
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/19539/.
3 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
4 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor PM. 10/PW.301/Phb.77.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/19539/?show=full
3
Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM
34/HK1 03/MPPT 1987 menyatakan bahwa hotel adalah suatu jenis akomodasi
yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa
pelayanan penginapan, makanan, dan minuman serta jasa lainnya untuk umum,
yang dikelola secara komersial serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan di
dalam keputusan pemerintah.5
Akan tetapi, ada kalanya pelayanan yang diberikan hotel mengecewakan
dalam penyediaan fasilitas yang bersifat fisik maupun non fisik, seperti pelayanan
yang kurang ramah ataupun keadaan hotel yang kurang nyaman dan aman.
Kekecewaan dalam pelayanan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi
konsumen yang menikmati jasa hotel. Padahal, hotel adalah salah satu penunjang
perkembangan perekonomian di Negara kita dalam sektor pariwisata, maka dalam
pelayanan yang diberikan pelaku usaha perhotelan terhadap konsumen harus baik
dan maksimal.
Pelaku usaha hotel dalam menjalankan bisnisnya di bidang perhotelan yaitu
menjual jasa penginapan beserta fasilitas lainnya kepada konsumen. Apabila
terhadap pelayanan jasa yang diberikan mengecewakan sehingga menimbulkan
kerugian bagi konsumen, maka konsumen dapat menuntut hak-haknya yang
dilanggar ataupun diabaikan untuk mendapatkan perlindungan hukum dan
pertanggungjawaban apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha
5 Dena Radiansyah, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Perhotelan Terhadap Konsumen,
Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Hukum, Purwokerto, 2012, h. 14.
4
perhotelan terhadap hak-hak konsumen yang terkait dengan kerugian tersebut,
tetapi hak-hak konsumen tersebut dibatasi oleh kewajiban tertentu.
Perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang
diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen. Dalam Pasal 1 Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak
konsumen, yang diperkuat melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK), memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang
terhadap kerugian akibat dilanggarnya atau diabaikannya hak-hak dari konsumen.
Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
5
Berdasarkan atas hak-hak konsumen tersebut maka salah satu dari hak
konsumen untuk mendapatkan keamanan barang dan/atau jasa yang ditawarkan
kepadanya. Produk barang dan/atau jasa itu tidak boleh membahayakan jika
dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani atau rohani.6
Misalnya saja apabila dalam hal hak konsumen dalam memperoleh keamanan
maupun kenyamanan barang dan/atau jasa ternyata tidak sesuai dengan yang
ditawarkan, maka konsumen berhak untuk memperoleh ganti rugi.
Sebagai salah satu contoh kasus perlindungan konsumen atas kurangnya
pelayanan jasa terhadap konsumen dalam memperoleh hak keamanan dan
kenyamanan barang dan/atau jasa yang diberikan pelaku usaha perhotelan yaitu
kasus kehilangan mobil di Vallet Parking D’Batoe Boutique Hotel Bandung.
Kasus kehilangan barang berharga adalah hal yang sudah biasa terjadi.
Namun ketika kehilangan tersebut disebabkan karena kelalaian pelaku usaha
dalam memberikan pelayanan jasa keamanan terhadap konsumennya, dimana
konsumen telah menitipkan barangnya untuk dijaga kemanannya maka menjadi
celah dari hukum perlindungan konsumen dan konsumen dapat menuntut haknya
untuk mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha selaku penyedia barang dan/atau
jasa.
Kasus kehilangan barang milik konsumen yang berupa kendaraan dan
barang berharga dialami oleh konsumen D’Batoe Boutique Hotel saat check in
pada tanggal 5 September 2012 di Bandung. Seorang petugas keamanan hotel
6 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), h. 22.
6
menawarkan jasa vallet parking, namun mobil beserta barang berharga di
dalamnya hilang keesokan harinya. Setelah diperiksa melalui CCTV yang
terpasang di hotel, diketahui ternyata mobil raib pukul 03.00 WIB dini hari. Atas
hilangnya mobil rental tersebut, konsumen melaporkan kejadian ke pihak
kepolisian, kemudian petugas keamanan hotel itu dimejahijaukan. Pada 5 Maret
2013, Pengadilan Negeri Bandung kemudian menjatuhi hukuman kepada petugas
keamanan hotel selama 16 bulan penjara.7
Pada 14 Maret 2013, konsumen tersebut membawa kasus ini ke Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta.8 Namun karena pihak hotel
tidak datang dan menunjukkan itikad tidak baik atas kerugian yang diderita
konsumennya, maka konsumen tersebut menggugat D’Batoe Boutique Hotel
Bandung melalui Badan Peradilan Umum atas kerugian yang dialaminya akibat
kelalaian pelaku usaha terhadap konsumennya dalam memberikan pelayanan jasa
terhadap kemanan dan kenyamanan yang merupakan fasilitas hotel.
Permasalahan perlindungan konsumen yang terjadi antara pelaku usaha dan
konsumennya dalam kasus konsumen D’Batoe Boutique Hotel yang telah
menderita kerugian akibat dari kehilangan barang adalah permasalahan hukum
yang biasa terjadi di masyarakat, akan tetapi masyarakat masih kurang
menyadari bagaimana mempertahankan hak-haknya yang telah dilindungi
melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.
7 Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014.
8 Detik News, D'Batoe Boutique Hotel Enggan Jelaskan Hilangnya Mobil di Valet Parking,
artikel diakses pada 15 Maret 2016 Pukul 19.32 WIB.
7
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti
dan membahas masalah mengenai perlindungan konsumen atas kehilangan
barang dalam kasus yang dialami Konsumen D’Batoe Boutique Hotel ke dalam
bentuk skripsi dengan judul “PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS
KEHILANGAN BARANG (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010
K/Pdt/2014 atas Perkara Konsumen D’Batoe Boutique Hotel)”.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dalam
penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Dalam hukum perlindungan terhadap konsumen yang kehilangan barang,
menimbulkan kerugian apabila dari pihak pelaku usaha tidak beritikad
baik untuk mengganti kerugian tersebut.
b. Bagaimana perlindungan konsumen dari pelaku usaha perhotelan
terhadap kerugian kehilangan barang.
c. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam hal pertanggungjawaban
terhadap kerugian kehilangan barang.
d. Bagaimana hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha dengan
konsumen dalam hal terjadi kehilangan barang.
e. Bagaimana pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung dalam
memutuskan perkara perlindungan konsumen dalam hal terjadi
kehilangan barang.
8
2. Pembatasan Masalah
Cakupan masalah dalam perlindungan terhadap konsumen sangat luas,
namun pada penelitian ini penulis membatasi masalah yang akan dibahas.
Disini penulis hanya terfokus membahas mengenai bagaimana perlindungan
konsumen dan bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara
perlindungan konsumen dalam kasus kehilangan barang yang terjadi di
D’Batoe Boutique Hotel Bandung apakah sudah sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah dan pembatasan
masalah yang telah dijelaskan oleh penulis, maka penulis merumuskan
beberapa masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu:
a. Bagaimanakah perlindungan konsumen atas kehilangan barang yang
terjadi di D’Batoe Boutique Hotel Bandung?
b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara kasus
perlindungan konsumen dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010
K/Pdt/2014, sudah sesuaikah dengan peraturan Perundang-undangan
yang berlaku?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Mengacu pada permasalahan yang telah disebutkan di atas, penelitian
ini bertujuan:
9
a. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan konsumen atas hilangnya
barang berharga yang terjadi di D’Batoe Boutique Hotel.
b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014. Sudah sesuaikah
dengan peraturan yang berlaku.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
sumbangan pemikiran bagi perkembangan Ilmu Hukum di Indonesia
terutama dalam bidang Hukum Perlindungan Konsumen dan juga dapat
berkontribusi bagi penelitian yang lain sebagai salah satu sumber data
yang dipergunakan dalam penelitian yang membahas mengenai
perlindungan konsumen.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang penulis harapkan dalam penelitian ini,
secara garis besar dapat terbagi menjadi 2 (dua) manfaat praktis yang
didapatkan. Pertama, manfaat bagi mahasiswa yaitu mahasiswa dapat
mengetahui bagaimana perlindungan hukum yang bisa diperoleh bagi
konsumen hotel yang dilanggar hak-haknya terkait dalam hal kehilangan
barang; kedua, bagi masyarakat umum yang dimana sebagai bahan
10
masukan apabila menjadi konsumen hotel dan mengalami kerugian
akibat dari kurang maksimalnya pelayanan yang diberikan maupun
terlanggarnya hak-hak sebagai konsumen, maka dapat menuntut
pertanggung jawaban dan perlindungan konsumen yang seperti
bagaimana.
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Untuk menghindari kesamaan, mencari perbedaan dan sebagai referensi
penulis pada penulisan skripsi ini dengan penelitian tentang perlindungan
konsumen lainnya, maka penulis melakukan penelusuran terhadap beberapa judul
penelitian terlebih dahulu. Di antara penelitian-penelitian tersebut adalah:
1. Skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN
TERHADAP PEMBATALAN PENERBANGAN (Analisis Putusan
Pengadilan Negeri Tangerang Perkara Nomor 305/pdt.G/2009/PN.TNG/)”.
Yang disusun oleh Indirawati Putri, jurusan Ilmu Hukum konsentrasi
Hukum Bisnis Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Dalam skripsi ini penulis memiliki
kesamaan yaitu sama-sama membahas mengenai perlindungan konsumen.
Yang menjadi perbedaan dalam penelitian ini yaitu terkait kasus yang
diteliti, dimana dalam skripsi ini meneliti kasus terkait putusan Pengadilan
Negeri Tangerang Perkara Nomor 305/pdt.G/2009/PN.TNG yang lebih
membahas perlindungan konsumen dalam bisnis transportasi yaitu
11
penerbangan sedangkan penulis meneliti kasus terkait putusan Mahkamah
Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 yang membahas perlindungan konsumen
dalam bisnis pariwisata usaha perhotelan terkait kehilangan barang.
2. Skripsi yang berjudul “PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN
HARGA TERHADAP MINAT KONSUMEN HOTEL SYARIAH (Studi
Pada Sofyan Hotel Jakarta).” Yang disusun oleh Santi Liani, jurusan
Muamalat, konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Dalam skripsi
ini penulis sama-sama membahas mengenai bisnis perhotelan. Yang
menjadi perbedaan yaitu dalam skripsi ini membahas pengaruh dari
kualitas dan harga terhadap minat konsumen di hotel syariah sedangkan
penulis membahas mengenai perlindungan konsumen hotel atas kerugian
kehilangan barang berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 3010
K/Pdt/2014.
3. Buku yang berjudul “HUKUM BISNIS PARIWISATA” Yang ditulis oleh
Ida Bagus Wyasa Putra, yang diterbitkan pada tahun 2003 edisi pertama.
Dalam buku ini membahas tentang hukum bisnis pariwisata pada umumnya
beserta aspek-aspek hukum lainnya yang berkaitan dengan pertanahan,
kekayaan intelektual dan hukum lingkungan dalam kegiatan bisnis
pariwisata. Sedangkan penulis membahas penelitian mengenai
perlindungan konsumen mengenai kehilangan barang dalam bisnis
pariwisata yaitu perhotelan.
12
4. Jurnal Dinamika Hukum yang berjudul “PENERAPAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WISATAWAN YANG
MENGALAMI KERUGIAN DI OBYEK WISATA (Studi di Kabupaten
Purbalingga)”. Yang ditulis Sarsiti dan Muhammad Taufiq, yang
diterbitkan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, pada tanggal
1 Januari 2012 Vol. 12. Dalam jurnal Dinamika Hukum ini memiliki
kesamaan yang membahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen
yang mengalami kerugian dalam kegiatan sektor pariwisata, yang
membedakan dengan skripsi penulis yaitu pada objek yang diteliti.
Perbedaannya dalam jurnal ini membahas obyek wisata yang studinya
dilakukan di Kabupaten Purbalingga dan perlindungan hukum terhadap
keselamatan jiwa wisatawan sedangkan penulis dalam penelitian
membahas perlindungan konsumen terhadap ganti rugi atas hak keamanan
karena telah hilangnya barang berharga milik konsumen hotel.
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
Kerangka teoritis dan konseptual adalah suatu kerangka yang
menggambarkan hubungan antara teori-teori dan konsep-konsep khusus, yang
ingin diteliti penulis. Suatu konsep bukanlah suatu gejala dari suatu yang diteliti
tetapi merupakan abstrak dari gejala tersebut. Gejala disini biasanya dinamakan
13
fakta sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan-hubungan dalam
fakta tersebut.
Untuk menghindari terjadinya kesalahfahaman mengenai istilah-istilah
yang digunakan dalam uraian, maka di bawah ini diberikan penjelasan mengenai
beberapa istilah tersebut, yaitu:
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah pengertian yang berhubungan dengan penulisan
skripsi ini yang diambil dari pendapat para sarjana ataupun para ahli, dengan
demikian tidak menimbulkan penafsiran lain yang mengakibatkan keraguan
dalam penguraian substansi skripsi ini, pengertian tersebut antara lain:
a. Hukum
1) Menurut Mahmud Syaltut hukum adalah peraturan yang diturunkan
Allah SWT. kepada manusia agar dipedomani dalam berhubungan
dengan Tuhan-Nya, dengan sesamanya, dengan lingkungan, dan
dengan kehidupannya.
2) Menurut Woerjono Sastropranoto hukum adalah peraturan-peraturan
yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi
yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi
berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu. 9
9 C. S. T. Kansil, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, Cetakan Ke-12
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 3.
14
b. Hukum Perlindungan Konsumen
1) Menurut A. Z. Nasution, hukum perlindungan konsumen adalah asas-
asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur konsumen dalam
hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa
konsumen.10
2) Menurut Schrans, hukum perlindungan konsumen ditinjau dari
hukum ekonomi, kaidah-kaidah hukum ekonomi yang secara khusus
memperhatikan kepentingan umum, kaidah-kaidah yang menyangkut
struktur organisasi yang mendukung kebijaksanaan pemerintah dan
kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan perekonomian.
c. Mazhab Utilitarianisme yang diperkenalkan oleh seorang filsuf Inggris,
Jeremy Bentham, yang berpandangan bahwa tujuan hukum adalah dapat
memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu. Karena
menurut kodratnya, tingkah laku manusia terarah pada kebahagiaan.
Moralitas suatu tindakan harus ditentukan dengan menimbang
kegunaannya untuk mencapai kebahagiaan umat manusia. Prinsip
kegunaan ini berbunyi “Kebahagiaan terbesar dari jumlah orang
terbesar.”
10 Janus Sidabalok, “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”, Cetakan Ke-2
(Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, 2010), h. 46.
15
2. Kerangka Konseptual
a. Penitipan Barang, menurut Pasal 1698 B.W yang dimaksud dengan
penitipan adalah terjadi apabila seorang menerima sesuatu barang dari
seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan
mengembalikannya dalam wujud asalnya. Menurut kata-kata Pasal
tersebut penitipan adalah suatu perjanjian “riil” yang berarti bahwa ia
baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata, yaitu
diserahkannya barang yang dititipkan; jadi tidak seperti perjanjian-
perjanjian lainnya pada umumnya yang lazimnya adalah konsensual,
yaitu sudah dilahirkan pada saat tercapainya kesepakatan tentang hal-hal
yang pokok dari perjanjian itu.
b. Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.
c. Hotel, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan
Telekomunikasi Nomor KM 34/HK1 03/MPPT 1987 menyatakan bahwa
hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau
seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan,
makanan dan minuman serta jasa lainnya untuk umum, yang dikelola
16
secara komersial serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan di dalam
keputusan pemerintah.
d. Jasa pariwisata adalah suatu kegiatan penyediaan jasa akomodasi,
makanan, transportasi dan rekreasi, (composed of those sectors of the
economic providing services such as accommodation, food and
beverages, transportation and recreation), serta jasa lainnya yang
terkait.11
F. Metode Penelitian
Metode merupakan strategi utama dalam mengumpulkan data-data yang
diperlukan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini. Pada dasarnya sesuatu yang dicari dalam penelitian ini tidak lain
adalah “pengetahuan” atau lebih tepatnya “pengetahuan yang benar”, dimana
pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan
atau ketidaktahuan tertentu.12 Jenis penelitian hukum yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif
adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan
sistem norma.13
11 Harssel, Jan Van, Ed.D, “Tourism an Exploration”, Prentice-Hall International, Inc., 1994, h. 5.
12 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h.
27-28.
13 Fahmi M. Ahmadi. Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah, 2010), h.31.
17
Ada beberapa metode yang akan penulis gunakan antara lain:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, pendekatan yang menekankan pada pengambilan
kesimpulan dan analisis yang bersifat induktif, yaitu penalaran berawal dari
hal yang umum untuk menemukan hal yang khusus, dalam hal ini
peraturan perundang-undangan dan putusan terkait kasus konsumen
D’Batoe Boutique Hotel sehingga mencapai suatu kesimpulan.
Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang
bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji norma
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, putusan
pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.
2. Pendekatan Masalah
Karena penulis menggunakan tipe penelitian hukum normatif, maka
pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan
perundang-undangan digunakan untuk mengkaji semua peraturan yang
berkaitan dengan perlindungan konsumen atas kasus kehilangan barang
akibat terjadi kelalaian dari pelaku usaha yang menawarkan jasa penitipan
barang.
18
Pendekatan kasus digunakan penulis untuk menganalisis putusan
Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014 atas perkara konsumen
D’Batoe Boutique Hotel Bandung. Saat menganalisis masalah
perlindungan hukum konsumen atas kehilangan barang yang terjadi di
Hotel dengan menelaah kasus yang telah diputuskan hakim untuk
memahami konsep perlindungan konsumen agar tidak menghasilkan suatu
kesimpulan yang salah dan penulis mempunyai dasar untuk membuat
argumentasi hukum.
3. Sumber Data
Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi
mengenai yang seharusnya, maka diperlukan sumber penelitian yang
menjadi bahan penelitian hukum. Sumber penelitian hukum dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan non hukum,14 sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas dan berasal dari norma atau kaedah dasar
yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau
risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan
hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan
adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014, Putusan
Pengadilan Tinggi Negeri Bandung Nomor 194/Pdt/2014/PT.Bdg,
14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 141-169.
19
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 252/Pdt/G/2013/PN.BDG
dan peraturan perundang-undangan mengenai penelitian ini yaitu
Peraturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Peraturan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, Bab III tentang Perikatan yang lahir karena Undang-
Undang yaitu Pasal 1365-1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH perdata), dan Bab XI tentang Penitipan Barang yaitu Pasal 1694-
1793 Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata).
b. Sumber Data Sekunder, bahan hukum sekunder yang terutama adalah
semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan sumber utama.
Publikasi tentang hukum tersebut meliputi buku-buku hukum, skripsi,
thesis, jurnal-jurnal hukum, artikel dalam internet dan komentar-
komentar atas putusan pengadilan.15 Penulis menggunakan bahan
hukum sekunder yang ada relevansinya dengan penelitian tentang
perlindungan konsumen.
c. Sumber Data Non Hukum, adalah bahan penelitian yang terdiri atas
buku teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian seperti buku
ekonomi, buku pariwisata perhotelan, data sensus, laporan perusahaan,
kamus bahasa dan ensiklopedia.16
15 Peter Mahmud Marzuki, Metode Penelitian Hukum (edisi revisi), (Jakarta: Pernanda
Media Group 2011), h. 195-196.
16 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 43.
http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/17229/node/686/burgerlijk-wetboek-kitab-undang-undang-hukum-perdata
20
4. Metode Pengumpulan Data
a. Studi Dokumentasi, teknik ini dipergunakan untuk mendapatkan data
yang diperlukan dalam penelitian ini dengan cara melihat dokumen
putusan-putusan Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Pengadilan
Negeri maupun perundang-undangan yang terkait dengan pokok
masalah yang akan diteliti.
b. Studi Pustaka (library research), adalah metode penelitian dengan
menggunakan buku-buku, skripsi, jurnal, tesis maupun sumber bahan
pustaka lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
5. Teknik penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, mengacu kepada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum” yang diterbitkan oleh
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tahun 2012.17
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini menjadi sistematis, maka
penulis membagi skripsi ini kedalam lima bab yang masing-masing bab terdiri
dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai Latar Belakang
Masalah, Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan
Dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Studi Terdahulu,
Kerangka Teoritis dan Konseptual, Metodologi Penelitian, Tinjauan
17 TIM Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan
Mutu (PPJM), 2012.
21
Pustaka, Sistematika Penulisan.
BAB II Tinjauan Mengenai Perlindungan Konsumen. Dalam bab ini akan
dijelaskan mengenai Tinjauan umum tentang Hukum Perlindungan
Konsumen yang terdiri dari Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
yaitu Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 serta Doktrin-Doktrin
Hukum mengenai Perlindungan Konsumen, Hubungan Hukum
Pelaku Usaha dan Konsumen, dan Perlindungan Konsumen dalam
Hukum Islam.
BAB III Perlindungan Konsumen Atas Kasus Kehilangan Barang Perkara
Konsumen D’Batoe Boutique Hotel. Dalam bab ini akan diuraikan
mengenai Profil dari D’Batoe Boutique Hotel Bandung yang
merupakan tempat terjadinya peristiwa kehilangan barang oleh
konsumen yang menjadi objek penelitian dalam skripsi ini,
Kronologi Kasus atas Kehilangan Barang Konsumen D’Batoe
Boutique Hotel dan Penyelesaian Sengketa dalam Kasus
Perlindungan Konsumen atas Kehilangan Barang Konsumen
D’Batoe Boutique Hotel.
BAB IV Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014
Perkara Perlindungan Konsumen Atas Kehilangan Barang. Dalam
bab ini akan dibahas mengenai Studi Putusan Mahkamah Agung
Nomor 3010 K/Pdt/2014 dan Analisis Pertimbangan Hukum Majelis
Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3010 K/Pdt/2014.
BAB V Merupakan Penutup yang berisikan Kesimpulan Dan Saran.
22
BAB ll
TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
Upaya mewujudkan hukum perlindungan konsumen di Indonesia terealisasi
pada Tahun 1999 dengan dikeluarkannya UUPK yaitu Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mendapat
pengesahan pada tanggal 20 April 1999 oleh Presiden Bacharuddin Jusuf
Habibie.
UUPK dapat dikatakan menjadi undang-undang yang memberikan
semangat dalam pemberdayaan konsumen di Indonesia dan menempatkan
perlindungan konsumen ke dalam tatanan sistem hukum nasional. Pada dasarnya
undang-undang tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi
konsumen. Terdiri dari 15 (lima belas) bab dan 65 (enam puluh lima) pasal.
Kondisi dan fenomena dimana pembangunan dan perkembangan
perekonomian di bidang industri dan perdagangan nasional. Selain itu pengaruh
dari globalisasi dan perdagangan bebas yang menghasilkan berbagai variasi
barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi mempunyai manfaat bagi konsumen
untuk bebas memilih dalam hal memenuhi kebutuhannya akan barang dan/atau
jasa yang diinginkan sesuai dengan kemampuan konsumen. Akan tetapi di sisi
lain, hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan dalam hal kedudukan pelaku
usaha dan konsumen. Dimana akhirnya menempatkan konsumen pada posisi
23
yang lemah karena menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang
sebesar-besarnya oleh pelaku usaha.
Dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa faktor utama yang menjadi
kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih
rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh
karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi
landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen.
Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk
mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan
konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya
perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan dalam melalui
penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan
mengacu pada filosofi pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum
yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah
kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar Negara Pancasila dan konstitusi
Negara Undang-Undang Dasar 1945.
24
Pengertian dari istilah perlindungan konsumen itu sendiri dalam Pasal 1
angka 1 UUPK adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian
perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UUPK tersebut
cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “Segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan
tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk
kepentingan konsumen.1
Meskipun undang-undang ini disebut sebagai Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak
ikut menjadi perhatian, teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional
banyak ditentukan oleh para pelaku usaha.2 Pengertian tersebut diparalelkan
dengan definisi konsumen di dalam Pasal 1 angka 2 UUPK yaitu “Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersediadalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Pasal 3 UUPK menyebutkan bahwa Perlindungan Konsumen bertujuan:
1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 2 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 1.
25
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur, dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.
Tujuan perlindungan konsumen yang telah dituangkan dalam Pasal 3 UUPK
tersebut merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan
pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen. Adanya tujuan yang
telah ditetapkan dalam UUPK, maka hal tersebut dapat dijadikan landasan hukum
yang kuat bagi Pemerintah dan Lembaga Perlindungan Konsumen untuk
melakukan upaya pemberdayaan konsumen.
B. Doktrin-Doktrin Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan
perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk
memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu
sendiri.3 Karena posisi konsumen yang cenderung lebih lemah maka seringkali
hak-haknya sebagai konsumen dilanggar maupun diabaikan.
Di Barat, perlindungan konsumen semakin mendapat pengakuan yang kuat
pasca John F. Kennedy menyampaikan consumer message di hadapan Kongres
3 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2006), h. 9.
26
Amerika Serikat pada tahun 1962. Hak-hak konsumen yang dipesankan oleh John
F. Kennedy pada kongres menjadi Undang-Undang Hak Konsumen di Amerika
Serikat.4 Pidato John F. Kennedy ini menjadi inspirasi bagi Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB), yang dengan suara bulat Majelis Umum PBB menerbitkan
Resolusi PBB Nomor A/RES/39/248 tanggal 16 April 1985 tentang the
Guidelines for Consumer Protection.
Di samping itu, Masyarakat Ekonomi Eropa (Europese Ekonomische
Gemeenschap atau EEG), merumuskan hak-hak konsumen dalam lima hak dasar
yaitu:
1) Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (The right to protection of health
and safety),
2) Hak perlindungan kepentingan ekonomi (The right to protection of economic
interest);
3) Hak mendapat ganti rugi (The right of redress);
4) Hak atas kebenaran informasi dan pendidikan (The right to information and
education); and
5) Hak untuk didengar (The right to representation (the right to be heard)).
Di Negara Indonesia, untuk melindungi kepentingan konsumen dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan
pengaturan hak-hak konsumen melalui undang-undang. Pembentukan undang-
4 Vernon A. Musselman dan John H. Jackson, Introduction to Modern Business, diterjemahkan
Kusma Wiriadisastra, (Jakarta: Erlangga 1992), h. 294-295.
27
undang tersebut merupakan bagian dari implementasi sebagai Negara
kesejahteraan, karena Undang-Undang Dasar 1945 di samping sebagai konstitusi
politik juga dapat disebut sebagai konstitusi ekonomi yang mengandung ide
Negara kesejahteraan.5
Beberapa ahli hukum di Indonesia mencoba mendefinisikan hukum
perlindungan konsumen. Diantaranya menurut Shidarta bahwa istilah “hukum
konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah sangat sering didengar.
Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya, juga
apakah kedua “cabang” hukum itu identik. Posisi konsumen yang lemah maka ia
harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum itu adalah
memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi sebenarnya
hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang yang
sangat sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Hukum perlindungan konsumen
merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-
kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat melindungi
konsumen.6
Sedangkan menurut A. Z. Nasution, pengertian hukum konsumen
merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan hukum dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan
5 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Pranada Media, 2012), h.6.
6 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi 2006, (Jakarta: Grasindo,
2006), h. 11.
28
dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.7 Hukum
konsumen memiliki skala yang lebih luas meliputi berbagai aspek hukum yang di
dalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen untuk mempertahankan hak-
haknya sebagai konsumen terhadap gangguan pihak lain.
Hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen telah mengalami
perubahan konstruksi hukum semenjak diberlakukannya Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, yakni hubungan yang semula dibangun atas prinsip
caveat emptor berubah menjadi caveat venditor. Karena keberpihakan kepada
konsumen sesungguhnya merupakan wujud nyata dari ekonomi kerakyatan.
Caveat emptor adalah doktrin yang mengharuskan pembeli berhati-hati (let
the buyer beware). Bahwa pembeli menanggung resiko atas kondisi produk yang
dibelinya, maka pembeli yang tidak ingin mengalami resiko harus berhati-hati
sebelum membeli suatu produk. Hal ini memberikan penekanan terhadap
ketentuan bahwa pembeli agar peduli dan sadar bahwa ia sedang membeli haknya
orang lain. Maka pembeli harus berhati-hati tentang keadaannya ketika ia
membeli hak orang lain. Jangan sampai mengalami resiko yang akhirnya
mendatangkan kerugian bagi dirinya selaku konsumen.
Sedangkan caveat venditor (let the seller beware) merupakan kebalikan dari
doktrin di atas, yang berarti pihak penjual harus berhati-hati dalam memasarkan
produknya, karena jika terjadi sesuatu hal terhadap konsumen yang tidak
7 A Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: CV. Tiagra Utama,
2002), h. 37.
29
dikehendaki atas produk tersebut, maka yang bertanggung jawab adalah penjual
atau pelaku usaha.8 Maka penjual harus berhati-hati tentang keadaannya ketika ia
menjual sesuatu kepada konsumennya.
C. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen
Hubungan hukum antara produsen dan konsumen memiliki tingkat
ketergantungan yang cukup tinggi. Dalam hal ini produsen bertindak sebagai
pelaku usaha yang memiliki hubungan hukum berkelanjutan dengan konsumen
yang terjadi sejak proses produksi, distribusi, pemasaran, dan penawaran.
Berhubungan dengan masalah yang diteliti, hubungan hukum yang terjadi
antara pengusaha hotel dengan pihak tamu hotel yang pada dasarnya disebut
konsumen adalah hubungan hukum penitipan barang. Ada pendapat yang
menjelaskan tentang pengertian penitipan murni dan sekestrasi.
Penitipan murni dapat di artikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Tujuan dari penitipan murni
adalah untuk menjaga keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan,
kecurian dan sebagainya. Barang yang dimaksud dari pernyataan di atas adalah
suatu yang berharga seperti uang, dokumen, surat berharga dan barang lain yang
berharga. Dalam kasus kehilangan barang yang terjadi di D’Batoe Boutique Hotel
8 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minnesota: West Publishing, 2004), Eight
Edition, h. 236.
30
Bandung. Penitipan murni terjadi ketika konsumen menitipkan barang
berharganya berupa kendaraan kepada petugas keamanan hotel yang menawarkan
jasa parkir valet di hotel tersebut.
Sekestrasi adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, di
tangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk setelah perselisihan
ini diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa akan dinyatakan berhak,
beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada terjadi dengan perjanjian dan ada pula
yang dilakukan atas perintah hakim. Sekestrasi terjadi dengan perjanjian, apabila
barang yang menjadi sengketa diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu
orang atau lebih secara sukarela.9
Berbicara mengenai penitipan barang dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dirumuskan Pasal 1694 yang menyatakan:
“Penitipan terjadi, apabila seseorang menerima sesuatu barang dari seorang
lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya
dalam wujud asalnya.”
Macam-macam penitipan barang menurut KUH Perdata dapat dirumuskan:
Pasal 1695 KUH Perdata menyatakan:
“Ada dua jenis penitipan barang yaitu; penitipan murni (sejati) dan
Sekestrasi (penitipan dalam perselisihan).”
Pasal 1696 KUH Perdata menyatakan:
“Menurut Muhammad Syafi'I Antonio dalam buku “Bank Syariah Dari
Teori Ke Praktik.” Penitipan murni dianggap dilakukan dengan cuma-cuma bila
9 Penitipan barang, Wordpress, http://.wordpress.com, www.google.com diakses pada 3 April
2016.
http://.wordpress.com/
31
tidak diperjanjikan sebaliknya. Penitipan demikian hanya mengenai barang-
barang bergerak.”
Pasal 1701 KUH Perdata menyatakan:
“Penitipan barang dengan sukarela hanya dapat dilakukan antara orang-
orang yang cakap untuk mengadakan perjanjian. Akan tetapi jika orang yang
cakap untuk mengadakan perjanjian menerima titipan barang dan seseorang
yang tidak cakap untuk itu, maka ia harus memenuhi semua kewajiban
seorang penerima titip murni.”
Pasal 1730 KUH Perdata menyatakan:
“Sekestrasi ialah penitipan barang yang berada dalam persengketaan kepada
orang lain yang mengikatkan diri untuk mengembalikan barang itu dengan
semua hasilnya kepada yang berhak atasnya setelah perselisihan diputus oleh
Pengadilan. Penitipan demikian terjadi karena perjanjian atau karena
perintah Hakim.”
D. Perlindungan Konsumen dalam Islam
Pengaturan tentang konsumen dalam Islam mencerminkan hubungan dirinya
dengan Allah SWT. Setiap pergerakannya dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa adalah manifestasi zikir atas nama Allah SWT. Batasan-batasan yang
diberikan Islam kepada konsumen untuk tidak mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang haram, agar konsumen selamat baik di dunia maupun di akhirat.
Produsen dalam Islam berkaitan erat dengan pekerjaan, yaitu suatu aktivitas
yang dilakukan seseorang dengan mengeluarkan seluruh potensinya untuk
mencapai tujuan tertentu. Karena produksi terkait dengan proses memberi nilai
tambah bagi manusia, maka produksi yang dilakukan harus berdasarkan amal
kebaikan. Oleh karena itu, produksi dalam ekonomi Islam tidak sekedar untuk
32
meningkatkan material saja dengan tujuan duniawi, tetapi juga untuk
meningkatkan moral sebagai sarana untuk mencapai tujuan ukhrawi.10
Islam tidak mengatur hak-hak konsumen secara berurutan seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun Islam
melindungi hak-hak konsumen dari perbuatan yang curang dan informasi yang
menyesatkan,11 serta memberikan hak atas keselamatan dan kesehatan,12 hak
untuk memilih,13 hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat,14 hak untuk
mendapatkan advokasi dan penyelesaian sengketa,15 dan hak untuk mendapatkan
ganti rugi.16
Apabila ditinjau dari hukum Islam, pemakaian istilah hak sebenarnya dalam
bahasa Arab menempati banyak arti seperti ketetapan yang pasti, penjelasan,
kebenaran, jatah atau bagian, hakikat dan kewajiban.17 Istilah hak oleh para ahli
hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Wahbah Zuhaily yaitu suatu
10 Monzer Kahf, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 36.
11 QS. Al-An’aam (6): 152; QS. Huud (11): 85; QS. Asy-Syu’araa’ (26): 181-183; QS. Ar-
Rahman (55): 8-9; dan QS. Al-Muthaffifiin (83): 1-3.
12 QS. Al-Baqarah (2): 55, 168, 172; QS. Al-Maidah (5): 4-5, 88; QS. Al-A’raaf (7): 167, 160;
QS. An-Nahl (16): 72, 114; QS. Al-Israa’ (17): 70; QS. Al-Mu’minuun (23): 51.
13 “Barang siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia mempuanyai hak khiyar
ketika melihat barang tersebut”. (HR. Al-Daruquthni dan Abu Hurairah). Lihat Imam Al-Daruquthni,
Sunan, (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996), Jilid 2, h. 4.
14 QS. al-Israa’ (17): 70; QS. al-Mu’min (40): 64.
15 QS. al-Baqarah (2): 188; QS. an-Nisaa’ (4): 58.
16 QS. al-Baqarah (2): 178; QS. an-Nisaa’ (4): 30.
17 Mu’jam Al-Wasith, Majma ‘al Lughat al Arabiyyah, (Mesir: Dar al-Ma’rifah, 1972), h. 102
33
sifat kekhususan dimana dengannya syara’ menetapkan suatu kekuasaan bagi
pemiliknya atau kewajiban atas objeknya. Definisi ini sudah mencakup semua
hak, termasuk di dalamnya hak konsumen dan pelaku usaha.
Definisi ini juga menunjukkan bahwa sumber kepemilikan terhadap hak itu
berasal dari syara’, karena hak dalam pandangan Islam adalah pemberian Allah
SWT. Oleh karena itu suatu hak harus ditentukan oleh hukum syara’ yang
mengaturnya. Dengan demikian hak dalam Islam tidaklah bersifat mutlak dan
tanpa batas, namun ia bersifat terikat dengan harus berada dalam koridor
ketentuan syara’.18
Sumber hukum perlindungan konsumen dalam Islam, praktis sama dengan
sumber hukum Islam yang diakui oleh mayoritas ulama, yaitu: al-Qur’an,
sunnah, ijma’, dan qiyas.19 Allah dan Rasul-Nya menetapkan hukum Islam
bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan umum, memberikan kemanfaatan,
dan menghindarkan kemafsadatan bagi umat manusia.20
Dalam al-Qur’an disebutkan mengenai perdagangan yang adil dan jujur
yaitu perdagangan yang tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi. Dimana ayat al-
Qur’an tersebut mengandung perintah perlindungan konsumen. Allah berfirman
dalam QS. al-Baqarah (2): 279 yang berbunyi:
18 Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam,
(Yogyakarta: BPFE, 2004), h. 30. 19 Wahbah al-Zuhailiy, Ushul fiqh al-Islamiy, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), Jilid I, h. 558. 20 Mukhtar Yahya dan Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami. (Bandung:
Al-Ma’arif, 1993), Cet. 3, h. 333.
34
ِ َوَرُسوِلِه ۖ َوإِْن تُْبتُْم فَلَُكْم ُرُءو ُس أَْمَواِلُكْم فَإِْن لَْم تَْفعَلُوا فَأْذَنُوا ِبَحْرٍب ِمَن اَّلله
ََل تَْظِلُموَن َوََل تُْظلَُمونَ
Artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu;
kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. al-Baqarah
(2): 279)21.
Sepintas ayat di atas memang berbicara tentang riba, tetapi secara implisit
mengandung pesan-pesan perlindungan konsumen. Dimana pada akhir ayat
tersebut disebutkan tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (tidak menzalimi
dan tidak pula dizalimi). Dalam konteks perdagangan, tentu saja potongan akhir
ayat tersebut mengandung perintah perlindungan konsumen, bahwa antara pelaku
usaha dengan konsumen dilarang untuk saling menzalimi dan/atau menganiaya.
Hal ini terkait dengan penganiayaan hak-hak konsumen maupun hak-hak
produsen.22
Selain ayat al-Qur’an di atas, dalam hadits Nabi Saw, tentang jual-beli juga
menerangkan mengenai perlindungan konsumen, yaitu hadits berikut ini:
البيعا اذا حكيم بن حزام رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه و سلم قال :
عهما وكذبا نزعت بركة بي كتماصدقا و نصحا بوركلهما فى بيعهما واذا
)متفق عليه(Artinya: “Hakim bin Hizam Ra. dari Nabi Saw, ia berkata: Dua orang yang
berjual-beli apabila keduanya jujur dan memberi nasehat maka
21 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemanahannya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989),
h. 66.
22 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Pranada Media, 2012), h. 41.
35
keduanya diberkahi dalam jual belinya. Dan apabila keduanya
menyembunyikan dan berdusta maka di cabut berkah jual belinya”
(Muttafaq ‘alaih).23
Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui baik pelaku usaha maupun
konsumennya harus sama-sama menerapkan kejujuran dan keadilan dalam
hubungan jual-belinya agar jual-beli tersebut dapat membawa kebaikan dan
keberkahan bagi keduanya. Serta terhindar dari persengketaan yang akan timbul
akibat dari dilalaikannya hak-hak para pihak dalam jual-beli.
Terkait dengan ini, Muhammad Abu Zahrah, pakar hukum Islam dari
Mesir, mengatakan bahwa setiap hukum Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu
kemaslahatan. Tidak ada perintah dalam al-Qur’an dan Sunnah yang tidak
memiliki kemaslahatan yang hakiki, meskipun kemaslahatan itu tidak tampak
dengan jelas. Kemaslahatan di sini adalah kemaslahatan hakiki yang bersifat
umum dan tidak didasarkan pada pemenuhan hawa nafsu.24
Al-Syathibi, seorang pakar hukum Islam dari kalangan Mazhab Maliki,
mengembangkan doktrin maqasid asy-syari’ah (tujuan hukum Islam) dengan
menjelaskan bahwa tujuan akhir hukum Islam adalah satu, yaitu kemaslahatan
atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia. Pendapat al-Syathibi didasarkan
pada prinsip bahwa Tuhan melembagakan hukum Islam demi kemaslahatan
manusia, baik jangka pendek maupun jangka panjang.25
23 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Al-Bukhari, (Beirut: Dar al-fikri, 1994), jilid 1, h. 85.
24 Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabiy, 1958), Cet. 1, h. 366.
25 Mas’ud, Muhammad Khalid,Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, terjemahan oleh
Yudian W. Asmin, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), Cet. 1, h. 225.
36
Tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani
maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk
kehidupan dunia ini saja tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak.
Abu Ishaq al-Syathibi merumuskan 5 (lima) tujuan hukum Islam, yakni:
1. Hifdz Ad-Din (memelihara agama);
2. Hifdz An-Nafs (memelihara jiwa);
3. Hifdz Al’Aql (memelihara akal);
4. Hifdz An-Nasb (memelihara keturunan); dan
5. Hifdz Al-Maal (memelihara harta).
Maka dari itu, konsep perlindungan konsumen dapat dimasukan ke dalam
salah satu tujuan hukum Islam yaitu hifdz al-maal (memelihara harta). Islam
meyakini bahwa semua harta di dunia ini adalah milik Allah ta’ala, manusia
hanya berhak untuk memanfaatkannya saja. Meskipun demikian Islam juga
mengakui hak pribadi seseorang.
Oleh karena manusia itu manusia sangat tamak kepada harta benda,
sehingga mau mengusahakannya dengan jalan apapun, maka Islam mengatur
supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara satu sama lain. Untuk ini Islam
mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai muamalah seperti jual beli, sewa-
menyewa, gadai menggadai, dan sebagainya, serta melarang penipuan, riba, dan
mewajibkan kepada orang yang merusak barang orang lain untuk membayarnya,
37
harta yang dirusak oleh anak-anak yang di bawah tanggungannya, bahkan yang
dirusak oleh binatang peliharaannya sekalipun.26
Jadi dapat disimpulkan, walaupun dalam Islam tidak ada aturan yang benar-
benar rinci mengenai perlindungan konsumen. Namun pada dasarnya dalam
Hukum Islam mempunyai tujuan yang salah satunya yaitu memelihara harta yang
tercermin pula perlindungan konsumen di dalamnya untuk menjaga kemaslahatan
hidup manusia itu sendiri.
26 Abdurrahman Misno B.P, Maqashid Asy-Syariah (Tujuan Hukum Islam), diakses pada tanggal
2 Agustus 2016 melalui http://majelispenulis.blogspot.co.id/2013/09/maqashid-asy-syariah-tujuan-
hukum-islam.html.
http://majelispenulis.blogspot.co.id/2013/09/maqashid-asy-syariah-tujuan-hukum-islam.htmlhttp://majelispenulis.blogspot.co.id/2013/09/maqashid-asy-syariah-tujuan-hukum-islam.html
38
BAB III
PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KASUS KEHILANGAN BARANG
PERKARA KONSUMEN D’BATOE BOUTIQUE HOTEL BANDUNG
A. Profil D’Batoe Boutique Hotel Bandung
D’Batoe Boutique Hotel Bandung merupakan salah satu hotel bintang 3 di
Bandung yang beralamatkan di Jl. Pasir kaliki 78, Cihampelas, Bandung. Lokasi
hotel ini dekat dengan Grand Pacific Hotel Bandung dan dekat dengan pusat
perbelanjaan, salah satunya adalah Pasar Baru Trade Center Bandung yang
berjarak kurang dari 1 Km, Kartika Sari Bakery, Restoran Sari Sunda dan Istana
Plaza Mall. Hotel ini hanya berjarak 0,5 Km dari Stasiun Bandung.1
1. Sejarah D’Batoe Boutique Hotel
Nama D’Batoe Boutique Hotel terinspirasi dari mimpi sang General
Manager yang bernama Chandra Setiawan. Dia kemudian menceritakan
kepada ayahanda dan keluarganya perihal mimpinya tersebut. Karena rasa
ingin tahunya, kemudian dia menceritakan mimpinya kepada tokoh agama
Kristen (Pendeta). Setelah dia menceritakannya kepada Pendeta, mereka
kemudian berdoa untuk memohon petunjuk apakah ada rencana Tuhan
melalui mimpi itu.
Dengan berjalannya waktu mereka akhirnya mendapatkan jawaban atas
mimpi tersebut. Jawaban dari mimpi tersebut kemudian dirundingkan kembali
1 Hotel D’Batoe Bandung Review dan Harga, diakses pada tanggal 20 Juni 2016 pukul 20.50
melalui http://www.thebandungtour.com/hotel-d-batoe-bandung-review-dan-harga.html.
http://www.thebandungtour.com/hotel-bintang-3-di-bandung.htmlhttp://www.thebandungtour.com/hotel-bintang-3-di-bandung.htmlhttp://www.thebandungtour.com/tarif-kamar-hotel-grand-pacific-bandung-pasir-kaliki.htmlhttp://www.thebandungtour.com/hotel-murah-dekat-pasar-baru-bandung.html
39
dengan pihak keluarga dan Pendeta. Ayahandanya sangat mendukung untuk
dapat mewujudkan mimpi putranya.
Kemudian dimulailah pembentukan panitia pembangunan dan
perencanaan serta konsep D’Batoe Boutique Hotel. Proses pembangunan
dimulai pada tahun 2006 hingga berakhir pada tahun 2008 dengan melalui
proses yang cukup lancar. D’Batoe Boutique Hotel untuk pertama kalinya
dibuka bagi para tamu pada bulan Desember 2008 kemudian dilakukan Grand
Opening pada tanggal 11 Januari 2009.
Gambar 1.1
Bangunan D’Batoe Boutique Hotel Bandung
(Foto: Dokumentasi pribadi)
40
2. Logo D’Batoe Boutique Hotel Bandung
Gambar 1.2
Logo D’Batoe Boutique Hotel Bandung
3. Visi, Misi dan Struktur Organisasi D’Batoe Boutique Hotel Bandung
a. Visi dan Misi
Visi dari D’Batoe Boutique Hotel yaitu ingin memantapkan langkah
khususnya di bidang jasa untuk mengedepankan pentingnya kualitas
sebuah pelayanan bagi tamu ataupun pengunjung hotel terhadap rasa
nyaman. Sehingga membuat para pengunjung hotel dapat merasakan
tinggal seperti di rumahnya sendiri saat menginap di D’Batoe Boutique
Hotel Bandung.
Misi dari D’Batoe Boutique Hotel adalah ingin meningkatkan
jaringan bisnis khususnya dalam hal pelayanan jasa penginapan dan ingin
menjadi salah satu hotel yang terkenal di Kota Bandung dengan
menghadirkan nuansa moderen dan ornamen batu yang menjadi ciri khas
hotel tersebut.
41
b. Struktur Organisasi
Gambar 1.3
4. Fasilitas D’Batoe Boutique Hotel Bandung
D’Batoe Boutique Hotel menawarkan fasilitas yang cukup menarik.
Walaupun tidak memiliki kolam renang, akan tetapi hotel ini menyediakan
fasilitas untuk perawatan tubuh (body spa). Di samping itu juga disediakan
akses wifi gratis untuk semua kamar. Selain itu, restoran di hotel ini cukup
luas dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat makan.
D’Batoe Boutique Hotel Bandung menyediakan 59 kamar dengan
pilihan 4 tipe kamar yang berbeda. Tipe kamar yang ditawarkan yaitu
diantaranya kamar superior, kamar deluxe, kamar eksekutif, dan kamar suite.
42
Pastinya dengan harga dan fasilitas tiap-tiap kamar yang berbeda. Fasilitas
standar semua kamar sudah termasuk makan pagi (breakfast), AC, Wifi gratis,
televisi, dan disediakan juga mini bar untuk umum.2
Untuk fasilitas keamanan yang ditawarkan di D’Batoe Boutique Hotel
Bandung yaitu diantaranya dijaga oleh petugas keamanan yang bekerja 24 jam
menjaga keamanan hotel, tersedia juga locker atau kotak penyimpanan untuk
keperluan konsumen D’Batoe Boutique Hotel, kunci pintu kamar hotel
dilengkapi tekhnologi smart card lock yang dipegang oleh konsumen untuk
tetap menjaga kemanan dan privasi, hotel dilengkapi kamera CCTV untuk
mengawasi kegiatan di hotel, dan terdapat area valet parking yang terletak di
basement hotel. Kurangnya keamanan di hotel ini saat penulis melakukan
pengamatan yaitu tidak adanya pintu gerbang ataupun penjagaan parkir yang
ketat.
Berikut adalah fasilitas yang ditawarkan D’Batoe Boutique Hotel, yaitu:
a. Bar/Pub, concierge restoran, spa and massage, meeting room, lobby,
musholla, toilet umum;
b. Kotak penyimpanan aman, layanan kamar, layanan laundry/dry cleaning,
valet Parking, penyewaan mobil, wedding package;
c. Lift, CCTV, high speed internet (Wifi), coffee and tea making, cable TV
(65 channel), smart card lock, smoking and no smoking room, dan shoe
shine.
2Hotel D’Batoe Bandung Review dan Harga, diakses pada tanggal 20 Juni 2016 pukul 20.50
melalui http://www.thebandungtour.com/hotel-d-batoe-bandung-review-dan-harga.html.
43
Tabel 1.1
Sarana D’Batoe Boutique Hotel Bandung
Tabel 1.2
Prasarana D’Batoe Boutique Hotel Bandung
Tabel 1.3
Meeting Room
Tabel 1.4
Restoran dan Bar
No. The Forest Resto & Lounge
1 Indonesian Food
2 Chinese Food
3 European Food
No Uraian Jumlah
1 Gedung 1 buah
2 Lantai 7 tingkat
3 Meeting Room 1 buah
4 Kamar 59 buah
5 Restoran 1 buah
6 Ruang Tunggu 2 buah
7 Toilet Umum 3 buah
8 Mushola 1 buah
Jenis-jenis Kamar D’Batoe Hotel
Nama Kamar Kapasitas
1 Gold King 23 kamar
2 Gold Twins 23 kamar
3 Gold Plus King 3 kamar
4 Gold Plus twins 2 kamar
5 Platinum 3 kamar
6 Shapire 3 kamar
7 Diamond 1 kamar
8 Royal Diamond 1 kamar
A. Theater Room 96 Seats
B. Class Room 40 Seats
C. Board Room 28 Seats
D. U-Shape 26 Seats
44
Gambar 1.4
Foto Kamar Hotel
Gambar 1.5
Foto Ruang Pertemuan (Meeting Room)
Gambar 1.6
Ruang Karaoke
( Sumber : Dokumen D’batoe Boutique Hotel Bandung )
45
B. Kronologi Kasus atas Kehilangan Barang Konsumen D’Batoe Boutique
Hotel Bandung
Kasus kehilangan barang berharga telah terjadi pada tahun 2012 yang lalu,
dialami oleh Selamet yang merupakan konsumen dari D’Batoe Boutique Hotel.
Kehilangan barang tersebut terjadi ketika Selamet dan istrinya menginap di hotel
tersebut. Dia menginap pada tanggal 5 September 2012 di kamar nomor 601 dan
disertai pembayaran deposit sebesar Rp 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah) dengan
menggunakan kendaraan rental Toyota Kijang Innova warna hitam metalik type J
dengan nomor polisi B 1068 KVC.
Pada saat proses check-in dan pengambilan kunci kamar di receptionist,
Selamet ditawari jasa untuk membawakan barang-barangnya yang berupa koper
dan tas ke dalam kamar hotel oleh salah seorang petugas kemanan D’Batoe
Boutique Hotel yang bernama Ahmad Permana. Lalu kemudian pada saat di
depan kamarnya, Selamet kembali ditawari oleh petugas kemanan tersebut agar
mobilnya diparkir pada lokasi Vallet Parking Hotel yang tersedia.
Karena melihat petugas keamanan yang bernama Ahmad Permana memakai
pakaian dinas lengkap dengan logo D’Batoe Boutique Hotel, maka Selamet tidak
menaruh curiga dan mempercayai dengan memberikan dompet kunci mobilnya
yang di dalam dompet tersebut juga ada STNK asli mobil rental yang
dikendarainya.
Pada tanggal 6 September 2012, ketika Selamet hendak check-out, dia sudah
tidak melihat mobilnya parkir di area Vallet Parking D’Batoe Boutique Hotel.
46
Sehingga Selamet langsung melaporkan hal ini kepada pihak management hotel
dan kepada pihak kepolisian setempat. Peristiwa tersebut menyebabkan Selamet
sebagai konsumen menderita kerugian atas kehilangan mobil yang dikendarainya
beserta barang-barang berharga miliknya dalam mobil rental tersebut.
Atas kerugian yang telah dialaminya selaku konsumen D’Batoe Boutique
Hotel, maka dia telah mengirimkan surat somasi dan/atau surat peringatan kepada
pihak management D’Batoe Boutique Hotel sebanyak 3 (tiga) kali yaitu: Somasi I
tanggal 14 januari 2013, Somasi II tanggal 21 Januari 2013, Somasi III &
undangan untuk menyelesaikan masalah tersebut tanggal 29 Januari 2013.
Setelah melakukan upaya menegor pihak hotel, Selamet telah mengundang
pihak management D’Batoe Boutique Hotel untuk membahas masalah ini melalui
musyawarah pada hari Jumat tanggal 15 Februari 2013 bertempat di D’Batoe
Boutique Hotel Jalan Pasir kaliki Nomor 78 Bandung. Akan tetapi pihak
management hotel tidak menanggapi seluruh surat teguran atau surat somasi dan
juga undangan tersebut.
Alasan dari pihak hotel, bahwa kerugian yang dialami oleh konsumen
tersebut adalah bukan menjadi tanggung jawab dari pihak hotel untuk mengganti
kerugian, melainkan pihak jasa penyedia tenaga petugas keamanan tempat
terdakwa Ahmad Permana yang harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut
atas ulah dari salah satu personilnya tersebut. Karena tidak ada itikad baik dari
pihak management D’Batoe Boutique Hotel Bandung maka Selamet selaku
konsumen mengajukan gugatan tuntutan ganti rugi melalui jalur Pengadilan.
47
Sedangkan berdasarkan Putusan Pidana Nomor 1481/Pid.B/2012 atas nama
terdakwa Ahmad Permana di Pengadilan Negeri Bandung yang telah berkekuatan
hukum tetap didakwa sebagai karyawan dengan jabatan petugas kemanan di
D’Batoe Boutique Hotel dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana turut
serta membantu pencurian, didakwa dengan hukuman selama 16 (enam belas)
bulan penjara,
C. Penyelesaian Sengketa dalam Kasus Perlindungan Konsumen atas
Kehilangan Barang Konsumen D’Batoe Boutique Hotel
Meskipun petugas kemanan D’Batoe Boutique Hotel Bandung yang
bernama Ahmad Permana telah didakwa dan telah menerima hukuman dari
perbuatannya, akan tetapi kendaraan rental beserta barang berharga lainnya yang
telah hilang tidak kembali ke tangan Selamet selaku konsumen. Karena hal itulah,
Selamet tetap berkewajiban membayar biaya sewa kendaraan rental yang telah
hilang sehingga menimbulkan kerugian. Karena kerugian yang telah dialaminya,
Selamet melakukan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen untuk
menuntut kembali haknya sebagai konsumen yang telah dirugikan oleh pihak
D’Batoe Boutique Hotel dalam hal keamanan.
Penyelesaian sengketa tersebut yaitu diantaranya Selamet mengirimkan
surat somasi atau surat peringatan kepada pihak management D’Batoe Boutique
Hotel. Bukan hanya sekali tapi sampai sebanyak (3) tiga kali dan beserta
undangan untuk membahas masalah perlindungan konsumen atas kerugian
48
tersebut untuk dirundingkan bersama. Akan tetapi tidak ada tanggapan yang
positif dari pihak management hotel untuk membahas masalahnya bahkan pihak
management hotel menunjukkan itikad tidak baik dengan tidak menanggapi atau
menghiraukan masalah kerugian dari konsumennya tersebut.
Penyelesaian sengketa kemudian dilakukan melalui jalur pengadilan.
Selamet yang ditemani kuasa hukumnya mengajukan gugatan di Pengadilan
Negeri Kls. I-A Bandung dengan Register Perkara Nomor
252/Pdt/G/2013/PN.BDG. Yang pada amar putusannya dengan segala
pertimbangan yang ada menjatuhkan untuk mengabulkan gugatan Selamet untuk
sebagian, manyatakan pihak hotel D’Batoe Boutique Hotel selaku pelaku usaha
jasa penginapan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum
pihak hotel untuk membayar kerugian yang dialami oleh Selamet, yaitu kerugian
materil sebesar Rp 341.000.000,- (tiga ratus empat puluh satu juta rupiah dan
kerugian immateril sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), serta
membayar biaya perkara sebesar Rp 472.000,- (empat ratus tujuh puluh dua
rupiah).
Kemudian banding dilakukan oleh pihak D’Batoe Boutique Hotel melalui
Pengadilan Tinggi Bandung dengan Register Perkara Perdata Nomor
194/Pdt/2014/PT.Bdg. Setelah memeriksa dan mengadili dengan putusan yang
diantaranya majelis hakim Pengadilan Tinggi Negeri Bandung menyatakan
menerima permohonan banding dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri
Bandung, Nomor 252/Pdt/G/2013/PN.Bdg., menyatakan gugatan Selamet selaku
49
konsumen yang dirugikan tidak dapat diterima (Niet ontvankelijke verklaard),
serta menghukum Selamet membayar biaya perkara sebesar Rp 150.000,- (seratus
lima puluh ribu rupiah).
Akhirnya, pihak Selamet selaku konsumen yang mengalami kerugian,
membawa kasus ini ke tingkat kasasi melalui Mahkamah Agung Republik
Indonesia dengan Register Perkara Nomor 3010 K/Pdt/2014. melalui segala
pertimbangan, Hakim Mahkamah Agung yang diketuai oleh Syamsul Ma’arif,
S.H., LL.M., Ph.D., dan hakim-hakim agung anggota Dr. Nurul Elmiyah, S.H.,
M.H., dan Dr. Zahrul Rabain, S.H., M.H., maka diputuskan dengan amar
mengabulkan gugatan Selamet untuk sebagian, menyatakan pihak D’Batoe
Boutique Hotel telah melakukan perbuatan melawan hukum, menghukum pihak
D’Batoe Boutique Hotel membayar kerugian materil sebesar Rp 341.000.000,-
(tiga ratus empat puluh satu juta rupiah), dan menghukum pihak D’Batoe
Boutique Hotel membayar