97
PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN MONOPOLI BISNIS SMS (KASUS KARTELISASI BISNIS SMS) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : RIDWAN ARDY PRASTYA NIM : 1111048000059 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN MONOPOLI BISNIS SMS

(KASUS KARTELISASI BISNIS SMS)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

RIDWAN ARDY PRASTYA

NIM : 1111048000059

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

i

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN MONOPOLI BISNIS SMS

(KASUS KARTELISASI BISNIS SMS)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

RIDWAN ARDY PRASTYA

1111048000059

Pembimbing

Prof. Dr. H. Atho Mudzar, MPSD

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436H/2015M

Page 3: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

ii

Page 4: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar strata 1 (S1) di Unversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan saya dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Unversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil

jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Unversitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 23 Februari 2014

Ridwan Ardy Prastya

Page 5: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

iv

ABSTRAK

Ridwan Ardy Prastya, NIM 1111048000059, “PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN

PENCEGAHAN MONOPOLI BISNIS SMS (KASUS KARTELISASI BISNIS SMS)”,

Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief

Hidayatullah Jakarta, 1436H/2015M, x + 86 halaman+halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan

untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen dan Hukum Anti Monopoli dalam

kasus kartelisasi bisnis sms (short message services). Latar belakang penelitian ini adalah

berkaitan dengan hak-hak konsumen yang dirugikan dalam kasus kartelisasi bisnis sms yang

dilakukan oleh 6 operator seluler di Indonesia pada tahun 2004 sampai 2008 yang diberitakan

merugikan konsumen mencapai 2 Triliun Rupiah. Penelitian ini bersifat library research,

mengkaji berbagai dokumen yang terkait dengan penelitian. Metode analisis yang digunakan

adalah yuridis normative dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan

historis. Ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menunjukan bahwa Undang-

Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Anti Monopoli

Nomor 5 Tahun 1999 bisa diterapkan secara maksimal dalam penyelesaian kasus kartelisasi

bisnis sms (short message service) tahun 2004-2008. Pasal-pasal dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dan Anti Monopoli bisa diterapkan secara ketat. Disarankan agar KPPU

dan BPSK lebih bersinergi dalam memberantas perilaku usaha yang hanya memikirkan

keuntungan semata tanpa memperdulikan nasib para konsumen. Bahwa Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Anti Monopoli bisa diterapkan secara maksimal

dalam kasus kartelisasi bisnis sms (short message service) yang dilakukan sejak tahun 2004-

2008.

Kata Kunci : Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum Anti Monopoli,

Kartelisasi SMS

Pembimbing : Prof. Dr. H. Atho Mudzar, MPSD

Daftar Pustaka : Tahun 1972 s.d. Tahun 2014

Page 6: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang hanya dengan hidayah dan nikmat dari-

Nyalah skripsi Penulis “Perlindungan Konsumen dan Pencegahan Monopoli Bisnis SMS (Kasus

Kartelisasi Bisnis SMS)” dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini merupakan salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga tetap selalu tercurahkan

pada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir

zaman.

Tidak mudah bagi penulis untuk membuat karya seperti ini dikarenakan berbagai

keterbatasan yang dimiliki, namun hal ini penulis jadikan sebagai motivasi rangkaian

pengalaman hidup yang berharga. Selesainya penelitian ini tidak terlepas dari elaborasi keilmuan

yang Penulis dapatkan dari kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini ingin

penulis sampaikan setulus hati ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MH, MA, Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Arif

Furqon SH, MH, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang sudah memberikan arahan berupa saran dan masukan terhadap kelancaran proses

penyusunan skripsi ini.

Page 7: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

vi

3. Prof. Dr. H. Atho Mudzar, MSPD, selaku dosen Pembimbing yang telah bersedia

menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran dan arahan serta

masukan dan bimbingan terhadap proses penyusunan skripsi ini

4. Kedua Orang Tua yang sangat dicintai dan disayangi Penulis, Bapak Riyadi dan Ibu Any

Suharti yang merupakan kedua orangtua yang selalu mendoakan, mencintai, memberi

dukungan baik moril maupun materiil kepada Penulis serta menjadi motivasi Penulis

sekaligus menjadi inspirasi dalam kehidupan penulis.

5. Kedua Adik yang sangat dicintai, disayangi dan dikasihi Penulis, Raka iknan Alqursani

dan Nayya Safana Salsabila karena telah menjadi insprirasi Penulis untuk bisa

dibanggakan dan Keluarga Besar Penulis yang selalu mendoakan agar karya ini cepat

terselaikan.

6. Kepada Hellen Anita Pratiwi yang bisa menjadi sahabat, teman, adik karena telah

mendoakan dan memberi semangat kepada Penulis sehingga karya ini bisa cepat

terselesaikan dan alasan Penulis ingin cepat-cepat lulus.

7. Kawan-kawan seperjuangan SkripSWEET, Ade Putra Indrawan, Gary Ichsan Putro, Dwi

Puji Apriyantok, Nanda Narendra Putra, Ahmad Bustomy, Azhar Nur Fajar Alam, Rizky

Arisandi, M. Rizki Firdaus, Rezha Haryo Mahendra Putra, Marwan Alkatiri, Fadhilah

Haidar. Dan juga para sahabat SMA Vina Refriana Nur Wulan Sari dan Zen Fadli yang

semuanya telah memberi dukungan kepada Penulis agar karya ini cepat terselesaikan.

8. Kawan-kawan seangkatan Ilmu Hukum 2011 yang selalu kompak dalam mengerjakan

dan menyelesaikan Skripsi dan juga kepada AMPUH (Angkatan Muda Peduli Hukum),

BLC (Bussines Law Community), HMPS Ilmu Hukum angkatan 2013 yang membantu

keaktifan dalam berorganisasi Penulis.

Page 8: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

vii

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak

dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu, semoga Allah SWT memberikan berkah

dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka (Amiin).

Akhir kata, penulis berharap kepada semua pihak untuk memberikan masukan yang

bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi referensi untuk

adik-adik kelas dan bermanfaat untuk setiap pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, 23 Februari 2015

Ridwan Ardy Prastya

Page 9: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………… i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI …………………………… ii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………….. iii

ABSTRAK ……………………………………………………........... iv

KATA PENGANTAR ……………………………………………… v

DAFTAR ISI ………………………………………………………… viii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1

B. Batasan Dan Rumusan Masalah ……………………………. 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ……………………………. 8

D. Kajian Terdahulu …………………………………………... 9

E. Kerangka Konseptual ……………………………………… 10

F. Metode Penelitian …………………………………………. 12

G. Sistematika Penulisan ……………………………………... 15

BAB II TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN MONOPOLI

A. Teori Perlndungan Konsumen Dan Pencegahan Monopoli Dalam Pendapat Para Ahli

…………………………………………………….………… 17

B. Sistem Perlindungan Konsumen Dan Anti Monopoli Dalam Hukum International

…………………………………………...………………….. 23

C. Teori Perlindungan Konsumen Dan Antimonopoli Dalam Islam ….. 28

BAB III HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN ANTI MONOPOLI DI

INDONESIA

Page 10: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

ix

A. Hukum Perlindungan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

…………………………………………………………… 36

B. Hukum Anti Monopoli Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

………………………………………………………………… 44

C. Deskripsi Kasus Kartel Sms Terkait Dengan Perlindungan Konsumen

………………………………………………………………... 48

D. Deskripsi Kasus Kartel Sms Terkait Dengan Anti Monopoli Dan Penyelesaian

Sengketa Yang Telah Dilakukan

………………………………………………………………… 53

BAB IV PENERAPAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8

TAHUN 1999 DAN UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI NOMOR 5 TAHUN 1999

DALAM KASUS KARTEL SMS

A. Analisis Pasal Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999

Terkait Masalah Kartel SMS (Short Message Service) …… 62

B. Analisis Kasus Kartel SMS (Short Message Service) Terkait Undang-Undang

Perlindungan Konsumen …………………………………. 66

C. Analisis Pasal Dalam Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 Terkait

Masalah Kartel SMS ………..…………………………….. 72

D. Analisis Kasus Kartel Sms Terkait Undang-Undang Anti Monopoli

…………………………………………………………………. 75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………… 80

Page 11: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

x

B. Saran ………………………………………………………….. 81

C. Daftar Pustaka ………………………………………………. 83

Page 12: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tingginya permintaan masyarakat terhadap kebutuhan telekomunikasi

khususnya yang murah menyebabkan pelaku usaha berlomba-lomba untuk

memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan animo masyarakat

menggunakan layanan short message services (sms). Dalam masyarakat

biasanya ada anggapan bahwa bisnis tidak mempunyai hubungan dengan

etika dan moralitas. Berdasarkan pandangan yang keliru ini para pelaku

usaha akan menghalalkan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan

sebanyak-banyaknya.1

Salah satu bentuk perilaku bisnis yang hanya mementingkan

keuntungan semata tanpa memperdulikan hak-hak masyarakat sebagai

konsumen adalah masalah penetapan harga (price fixing) short message

services (sms) yang dilakukan oleh 6 operator telepon seluler di Indonesia.

Diberitakan bahwa para pelakunya antara lain PT. Excelcomindo

Pratama,Tbk, PT. Telekomunikasi Selular, Tbk, PT. Telekomunikasi

Indonesia, Tbk, PT. Bakrie Telecom, Tbk, PT. Mobile-8 Telecom, Tbk, PT.

Smart Telecom, Tbk yang telah merugikan masyarakat sebagai konsumen

dengan total jumlah kerugian mencapai Rp. 2.827.700.000.000 (Putusan

Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007).

1www.yudicare.wordpress.com diunduh pada 9 Oktober 2014

Page 13: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

2

Ke enam operator ini berdasarkan Putusan KPPU Nomor 26/KPPU-

L/2007 dikenakan sanksi berupa denda sejumlah Rp 52 milyar kepada

Negara karena terbukti melakukan kegiatan kartel dalam bentuk perjanjian

penetapan harga yang telah merugikan konsumen. Kartel merupakan

kegiatan persaingan usaha yang tidak sehat karena kartel adalah bentuk

kerja sama dari produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk

mengawasi produksi, penjualan dan harga untuk melakukan monopoli

terhadap komoditas atau industri tertentu.2 Melalui kegiatan kartel ini para

anggota kartel dapat menetapkan harga atau syarat-syarat perdagangan

lainnya untuk mengekang suatu persaingan usaha sehingga hal ini dapat

menguntungkan para anggota kartel yang bersangkutan. Berdasarkan

dengan praktek kartel ini di pasar telekomunikasi Indonesia maka sudah

sangat jelas para konsumen yang telah dirugikan. Lalu bentuk kegiatan

kartel ini pun juga tidak dibenarkan berdasarkan “pasal 11 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli yang berbunyi pelaku usaha

dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang

bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan

pemasaran suatu barang dan jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.”

Dampak dari adanya kartel short message services (sms) adalah

kerugian konsumen secara materiil dan immaterial. Dalam ketentuan umum

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pasal 1 butir 2 dijelaskan bahwa

2 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli (Menyongsong Era Persaingan Sehat),(Bandung,

PT. Citra Aditya Bakti, 1999), h. 63

Page 14: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

3

yang dimaksud dengan “konsumen adalah setiap orang pemakai barang

atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri,

keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan”.

Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, konsumen adalah

pihak yang paling dirugikan jika dunia bisnis dikuasai kartel, meskipun

sulit dibuktikan secara hukum tetapi kartel diyakini sudah terjadi dalam

beberapa sector di Indonesia. Di satu sisi kartel memang sulit dibuktikan

namun disisi lain konsumen juga berada dalam posisi lemah dengan

hubungan bisnis para pelaku usaha yang hanya mementingkan profit

semata.3

Dalam hal terjadi pengalihan barang dari satu pihak ke pihak lain,

maka secara garis besar pihak-pihak yang terlibat dapat dikelompokan

dalam dua kelompok :

Pertama, kelompok penyedia barang atau penyelenggara jasa yang

pada umumnya pihak ini berlaku sebagai: 4

1. Penyedia dana untuk keperluan para penyedia barang atau jasa

(investor)

2. Penghasil atau pembuat barang/jasa (produsen)

3. Penyalur barang atau jasa

3www.hukumonline.com diunduh pada 9 Oktober 2014

4 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Bagi Konsumen di Indonesia,(Jakarta,

RajaGrafindo Persada, 2011), h. 33

Page 15: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

4

Kedua, kelompok penerima barang atau jasa yang pada umumnya

pihak ini berlaku sebagai :

1. Pemakai atau pengguna (konsumen) barang atau jasa dengan

tujuan memproduksi (membuat) barang atau jasa lain atau

mendapatkan barang atau jasa itu untuk dijual kembali (tujuan

komersial)

2. Pemakai atau pengguna (konsumen) barang atau jasa untuk

memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah

tangganya (untuk tujuan komersial)

Dalam kasus kartelisasi bisnis sms (short message services) di

Indonesia juga sudah sangat jelas bahwa hak-hak konsumen dilanggar sesuai

dengan pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen yang intinya bahwa konsumen berhak

mendapatkan perlakuan yang jujur dan tidak ada diksriminasi.5 Apabila

diperhatikan kondisi konsumen di Indonesia dewasa ini, maka terlihat bahwa

posisi konsumen masih sangat lemah dibandingkan dengan posisi produsen,

sehingga perlu adanya pemberdayaan konsumen agar posisinya tidak selalu

pada pihak yang dirugikan. Pemberdayaan konsumen dapat dilakukan

melalui penerapan hukum perlindungan konsumen yang memadai. Hukum

perlindungan konsumen ini menjadi relevan pada tiga tahap transaksi

konsumen, yaitu ada prapembelian, disaat pembelian, dan purna pembelian.

5 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, RajaGrafindoPersada, 2004),

h. 38

Page 16: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

5

Pemberdayaan konsumen ini harus diakui bukan pekerjaan yang mudah,

namun harus tetap diusahakan agar kondisinya tidak semakin buruk bahkan

tetap diusahakan agar berimbang dengan posisi produsen yang selama ini

jauh lebih unggul daripada konsumen. Mengingat kedua belah pihak saling

membutuhkan maka sebenarnya konsumen memiliki potensi untuk

menempati posisi yang seimbang dengan produsen karena kemajuan usaha

produsen bergantung dengan konsumen pula.6

Dalam setiap terbitnya suatu undang-undang yang dibuat, pembentuk

undang-undang biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip7 sebagai dasar

terbitnya undang-undang tersebut. Asas hukum merupakan fondasi suatu

undang-undang dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Bila asas

dikesampingkan maka runtuhlah undang-undang itu dan segenap peraturan

pelasaknaannya. Menurut Sajipto Rahardjo yang dikutip oleh Teuku

Muhammad Radhie, asas hukum bukan peraturan hukum namun tidak adanya

hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada

didalamnya. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen di Indonesia

bukanlah sebagai suatu system. Dari segi kerangka landasan hukum,

sebenarnya tanpa Undang-Undang Perlindungan Konsumen norma-norma

perlindungan konsumen sudah ada hanya saja tersebar dalam berbagai

6 Ibid, h. 41

7 Wojowasito, KamusBahasa Indonesia (dengan ejaan yang disempurnakan menurut

pedoman Lembaga Bahasa Nasional), (Bandung, Shinta Dharma, 1972), h. 17 dan 227

Page 17: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

6

instrumen hukum-hukum pokok, tetapi tidak pada hukum-hukum sektoral.8

Perlindungan konsumen sebelum adanya Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tersebar di berbagai cabang hukum seperti hukum perdata, hukum

dagang, hukum pidana dan hukum yang tercampur aduk ke cabang hukum

lainnya, sehingga jika ada masalah-masalah yang terkait dengan perlindungan

konsumen perlu dilakukan penafsiran yang hanya memiliki sampiran dari

suatu peraturan. Sehingga sebelum berlakunya Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, perlindungan konsumen di Indonesia tidak dapat dipandang

sebagai suatu system perlindungan konsumen.

Pokok-pokok pengaturan perlindungan konsumen menurut Purba yang

dikutip oleh Yusuf Shofie adalah sebagai berikut.9 :

1. Kesederajatan antara konsumen dan pengusaha

2. Konsumen mempunyai hak

3. Pengusaha mempunyai kewajiban

4. Pengaturan mengenai perlindungan konsumen menyumbang pada

pembangunan nasional

5. Pengaturan tidak merupakan syarat

6. Perlindungan konsumen dalam iklim hubungan bisnis yang sehat

7. Keterbukaan dalam promosi produk

8. Pemerintah berperan aktif

9. Peran serta masyarakat

10. Implementasi asas kesadaran hukum

11. Perlindungan konsumen memerlukan penerobosan konsep-konsep hukum

tradisional

12. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap

8 Teuku Muhammad Radhie, Pembangunan Hukum Nasional dalam Perspektif Kebijakan,

(Yogyakarta, Fakultas Hukum UII, 1997), h. 210-211

9 Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen, Dan Tindak Pidana Korporasi, (Jakarta, Ghalia

Indonesia, 2002),h. 25-27

Page 18: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

7

B. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, permasalahan pokok yang akan

diteliti ialah tentang bagaimana penerapan system perlindungan konsumen

dan pencegahan monopoli sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli telah diterapkan

dalam kasus kartel sms dan bagaimana penyelesaian sengketa yang telah

dilakukan. Rumusan tersebut dapat dirinci menjadi dua pertanyaan pokok

sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan system perlindungan konsumen sebagaimana

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 telah diterapkan

dalam kasus kartel sms dan bagaimana penyelesaian yang telah

dilakukan?

2. Bagaimana penerapan system pencegahan monopoli sebagaimana

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah diterapkan

dalam kasus kartel sms dan bagaimana penyelesaian yang telah

dilakukan?

2. Batasan Masalah

Penelitian ini memfokuskan pada kasus perlindungan konsumen

yang dirugikan dan dirampas hak-hak nya oleh para operator seluler sejak

Page 19: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

8

tahun 2004 sampai 2008 yang melakukan kegiatan usaha tidak sehat yaitu

melakukan kegiatan kartel sms (short message services) dan juga

memfokuskan tentang pencegahan monopoli dalam kasus kartelisasi bisnis

sms (short message services). Penelitian ini menitikberatkan tentang

perlindungan konsumen terhadap kegiatan kartelisasi sms (short message

services) dan mengenai pencegahan monopoli bisnis sms (short message

services).

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana penerapan system perlindungan

konsumen sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 telah diterapkan dalam kasus kartel sms dan bagaimana

penyelesaian yang telah dilakukan.

b. Untuk mengetahui bagaimana penerapan system pencegahan

monopoli sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 telah diterapkan dalam kasus kartel sms dan bagaimana

penyelesaian yang telah dilakukan.

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Page 20: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

9

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan tentang bagaimana penerapan dari Perlindungan

Konsumen, bahwa sebagai konsumen saat ini sudah dilindungi

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan pelaku usaha

dalam menjalankan kegiatan usaha nya agar tidak melakukan

kegiatan usaha tidak sehat karena telah ada Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 yang mengatur tentang kegiatan usaha para pelaku

usaha.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan

bagi para pelaku usaha khususnya di Indonesia agar tidak lagi

terjadi kegiatan usaha yang dilarang karena bisa menyebabkan

kerugian bagi pihak-pihak lain terutama konsumen.

D. Review (Kajian) Terdahulu

Ada dua penelitian skripsi terkait masalah ini. Pertama, penelitian

Annisa Dita Muliasari, mahasiswi Universitas Indonesia, yang membahas

kasus ini pada tahun 2009 dengan judul “Analisis Yuridis Perlindungan

Konsumen Terkait Masalah Kartel short message services (sms)”. Annisa

Dita Muliasari berkesimpulan bahwa konsumen dalam kasus kartelisasi

sms dirugikan akibat kegiatan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh

beberapa operator seluler. Kedua, penelitian skripsi Risma Qumilaila,

mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan judul “Perlindungan

Page 21: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

10

Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan

(Studi Komparasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen)”.

Risma Qumilaila berkesimpulan bahwa Undang-Undang

Perlindungan Konsumen harus diterapkan dalam kasus yang merugikan

konsumen dan perlindungan konsumen dalam studi komparasi hukum

Islam. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Annisa Dita Muliasari

karena ini hanya membahas perlindungan hukum dari Undang-Undang

Perlindungan Konsumen terkait masalah kartel sms, sedangkan penulis

akan membahas pula penerapan dari Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dan penarapan Undang-Undang Anti Monopoli dan perspektif

hukum Islam dalam kasus kartelisasi bisnis sms, sehingga dapat dipahami

pula posisi hukum pihak-pihak yang terkait dalam kasus kartelisasi bisnis

sms dan akibat hukum dari kasus kartelisasi bisnis sms. Adapun perspektif

Islam dalam penelitian ini hanya untuk menunjukan konteks, bukan

sebagai obyek utama kajian sebagaimana dilakukan oleh Risma Qumilaila

yang melakukan komparasi hukum Islam dengan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen.

E. Kerangka Konseptual

Untuk menghindari perbedaan pemahaman mengenai istilah-istilah

yang digunakan dalam penelitian ini, diberikan batasan konseptual untuk

istilah-istilah berikut ini :

Page 22: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

11

1. Konsumen, konsumen ialah setiap orang pemakai barang atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan sendiri, keluarga

dan orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali.10

2. Produsen, produsen ialah pelaku usaha yang menawarkan barang

atau jasa hasil buatannya sendiri kepada konsumen untuk

diperdagangkan dan meraih penghasilan untuk dirinya sendiri.

3. Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen ialah segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan konsumen.11

4. Kartel, kartel ialah kegiatan usaha yang dilarang karena merupakan

suatu kerja sama dari produsen produk tertentu yang bertujuan untuk

mengawasi produksi, penjualan dan harga, dan untuk melakukan

monopoli terhadap komoditas atau industry tertentu.12

5. Asas no privity non liability, ialah pihak ketiga (konsumen) yang

tidak bisa menggugat kepada pihak pertama (produsen) karena tidak

mempunyai hubungan kontrak walaupun telah dirugikan.13

10

Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, RajaGrafindoPersada, 2004),

h. 5

11 Ibid, h. 1

12 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999), h. 63

13 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Bagi Konsumen di Indonesia, (Jakarta,

RajaGrafindo Persada, 2011), h. 42

Page 23: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

12

6. Investor, ialah penyedia dana untuk keperluan para penyedia barang

atau jasa.14

7. Penetapan harga, ialah pelaku-pelaku usaha yang melakukan

kegiatan usaha bekerja sama guna melakukan penetapan harga di

pasaran untuk meraih keuntungan.15

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitiaan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan

bersifat penelitian kepustakaan dengan cara meneliti bahan pustaka

dan bahan sekunder yang mencakup penelitian asas-asas hukum

khususnya yang terkait dengan hukum perlindungan konsumen,

peraturan perundang-undangan, buku-buku bacaan terkait dengan

judul penelitian, makalah-makalah, dan dokument-dokument lainnya.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan perundang-undangan

yaitu :

a. Undang-Undang Dasar 1945

b.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat dan semua peraturan

pelaksanaannya

14 Ibid, h. 33

15

Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999), h. 54

Page 24: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

13

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen dan semua peraturan pelaksanaannya

3. Data dan Sumber Data

Berdasarkan sumbernya maka penulisan ini disusun berdasarkan :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum utama dalam penelitian

hukum normatif, yang berupa peraturan Perundang-Undangan.

Bahan hukum primer itu ialah Undang-undang Nomor 8 tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai

kekuatan mengikat tetapi membahas atau menjelaskan topik

terkait dengan penelitian berupa, buku-buku terkait, artikel dalam

majalah/media elektronik, laporan penelitian/ jurnal hukum,

makalah yang disajikan dalam pertemuan kuliah dan catatan

kuliah.16

c. Bahan Non Hukum

16

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta, RajaGrafindo Persada,

2003), h. 13-14

Page 25: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

14

Bahan non hukum dalam penelitian ini yaitu wawancara yang

dilakukan kepada narasumber yang kompeten di bidang hukum

perlindungan konsumen.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang

diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat yuridis

normatif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research)

yakni upaya untuk memperoleh data atau upaya mencari dari

penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan,

artikel, dan jurnal hukum yang relevan dengan penelitian agar dapat

dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau untuk memecahkan

suatu masalah.17

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis

kualitatif adalah data yang diedit dan dipilih menurut kategori

masing-masing dan kemudian dihubungkan satu sama lain atau

ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban atas masalah penelitian.

6. Metode Penulisan

17

Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Bumi Intitama Sejahtera,

2009), h. 56

Page 26: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

15

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku

Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Hukum, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini di bagi menjadi enam bab, dimana pada

setiap bab akan di bahas secara rinci sebagai bagian dari keseluruhan

penelitian ini. Sistematika uraian skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab I, Pendahuluan. Bab ini berisi pengantar untuk memahami garis

besar dari seluruh pembahasan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar

belakang penulisan, pokok permasalahan, metode penelitian serta

sistematika dalam penulisan penelitian ini.

Bab II, Teori Perlindungan Konsumen Dan Pencegahan Monopoli. Bab

ini berisi tinjauan umum mengenai teori terkait tetang hukum

perlindungan konsumen dan pencegahan monopoli di Indonesia dan

teori perspektif Islam terkait dalam perlindungan konsumen dan anti

monopoli.

Bab III, Hukum Perlindungan Konsumen Dan Anti Monopoli Di

Indonesia. Bab ini berisi tinjauan umum tentang hukum perlindungan

konsumen dan hukum anti monopoli di Indonesia.

Page 27: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

16

Bab IV, Penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8

Tahun 1999 Dan Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun

1999 Dalam Kasus Kartel SMS. Bab ini berisi deskripsi dan analisa

mengenai penerapan undang-undang perlindungan konsumen dan anti

monopoli dalam kasus kartel sms dan pasal yang terkait.

Bab V, Penutup. Bab ini berisi Kesimpulan dan Saran.

Page 28: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

17

BAB II

TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN MONOPOLI

A. Teori Perlndungan Konsumen dan Pencegahan Monopoli Dalam Pendapat

Para Ahli

Hukum perlindungan konsumen adalah hukum yang mengatur tentang

perlindungan konsumen dalam bertransaksi bisnis dengan produsen agar tidak

dirugikan sebagai pihak yang lemah. Nasution berpendapat bahwa hukum

perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen, yang

memuat asas-asas yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang

melindungi konsumen. Hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-

asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan

penggunaan produk (barang atau jasa) antara penyedia dan penggunanya, dalam

kehidupan bermasyarakat.1 John F. Kennedy mengatakan yang dikutip oleh

Yusuf Shofie, “Consumers, by definition, includes us all” (konsumen adalah

kita semua).2 Hondius (pakar masalah konsumen di Belanda), ingin

membedakan antara konsumen dengan konsumen pemakai terakhir. Dengan

menyimpulkan bahwa para ahli hukum sepakat mengartikan konsumen sebagai

1 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,

2000), h. 37.

2 Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK: Teori dan Pencegahan

Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h.13

Page 29: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

18

pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van

goerderen en diensten).3

Berkaitan dengan teori perlindungan konsumen adalah gagasan tentang

keadilan (justice and fairness). Di dalam realitas hukum, sekurang-kurangnya

beberapa norma, berurusan dengan jatah minimum dari setiap warga

masyarakat, harus „adil‟ dan harus dilaksanakan „secara adil‟. Tujuan hukum itu

adalah untuk mewujudkan keadilan, banyak definisi atau ungkapan beraneka

ragam mengenai makna tentang keadilan. Ada yang mengaitkan keadilan

dengan peraturan politik negara, ada juga yang memandang keadilan dalam

wujud kemauan yang sifatnya terus-menerus dan untuk memberikan apa yang

menjadi hak bagi setiap orang.4 Sajipto Rahardjo (1985:54), menuliskan seperti

yang dikutip oleh Jimly Asshidiqqie bahwa sekalipun hukum itu langsung

dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan yang praktis, yaitu tentang

bagaimana sumber-sumber daya itu hendak dibagi-bagikan dalam masyarakat,

tetapi tidak bisa terlepas dari pemikiran-pemikiran yang lebih abstrak yang

menjadi landasannya, yaitu pertanyaan tata aturan yang adil adalah tata aturan

yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut. Namun tidak dapat

dihindarkan adanya fakta bahwa keinginan seseorang atas kebahagiaan dapat

bertentangan dengan keinginan orang lain. Sehingga keadilan adalah

3 Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000), h. 2.

4 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan,(Jakarta, Kencana Prenada Media

Group, 2009), h. 217-223.

Page 30: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

19

pemenuhan keinginan individu dalam suatu tingkat tertentu. Keadilan yang

paling besar adalah pemenuhan keinginan sebanyak-banyaknya orang. Kriteria

keadilan seperti halnya kriteria kebenaran, tidak tergantung pada frekuensi

dibuatnya pembenaran tersebut. Karena manusia terbagi menjadi banyak

bangsa, kelas, agama, profesi, dan sebagainya yang berbeda-beda, sehingga

terdapat banyak ide keadilan yang berbeda-beda pula. Terlalu banyak untuk

menyebut salah satunya sebagai keadilan.5 Keadilan adalah sesuatu diluar rasio

karena itu bagaimanapun pentingnya bagi tindakan manusia, tetap bukan subyek

pengetahuan. Bagi pengetahuan rasional yang ada dalam masyarakat yang ada

hanyalah kepentingan dan konflik kepentingan.

Secara umum, tanggung jawab produk merupakan aspek yang sangat

penting dari hukum perlindungan konsumen. Dalam banyak system hukum,

pemerintahan semakin teribat dalam berbagai upaya perlindungan konsumen.

Kecenderungan ini sebagaian dapat tercermin dalam globalisasi perekonomian

dunia, karena semakin banyak transaksi konsumen yang dilakukan dengan

badan usaha yang tidak dikenal secara pribadi oleh konsumen, dan banyak dari

badan usaha ini mempunyai kekuatan tawar-menawar yang sangat besar dan

luas jauh melebihi yang dimiliki oleh konsumen. 6

5 Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta, Konstitusi Press), h. 17-

20.

6 John W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, (Jakarta, Elips II, 2002), h..64

Page 31: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

20

Berdasarkan “pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Nomor 8 Tahun 1999 pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen”. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan

sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan

perlindungan konsumen.7 Meskipun demikian bukan berarti juga kepentingan

pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian, karena untuk menghindari pula

praktek kegiatan usaha tidak sehat yang sering dilakukan oleh para pelaku

usaha, juga sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang

Anti Monopoli. Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,

“konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun

makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan”. Di dalam perpustakaan

ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir

adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan

konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai

bagian dari proses produksi suatu produksi lainnya. Oleh karena itu, pengertian

7 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada,

2004), h. 1

Page 32: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

21

yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen

akhir.8

Adapun teori mengenai pencegahan monopoli sesungguhnya banyak

istilah yang digunakan untuk bidang hukum ini selain istilah hukum persaingan

usaha, yaitu hukum anti monopoli. Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum

persaingan usaha adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan

dengan persaingan usaha.9

Menurut pasal 1 angka 6 Undang-Undang Antimonopoli Nomor 5 Tahun

1999 persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang

dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha.

Dalam system perekonomian nasional berdasarkan asas demokrasi

ekonomi, praktek monopoli dan persaingan usaha harus diatur sedemikian rupa

agar tidak menjadi sarana praktek monopoli. Lalu mekanisme hukum untuk

mengaturnya ialah para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya

hendaklah bersaing secara sehat dengan berpedoman kepada undang-undang

yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.10

8 Elsi Kartika, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005),

h. 120

9 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta, Kencana

Pernada Media Group, 2008), h. 1

10

Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat Di Indonesia, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010), h. 34-35

Page 33: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

22

Tujuan dari dibentuknya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Anti

Monopoli ini seperti yang tertera dalam “pasal 3 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 ialah untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan

efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat”. Adapun yang patut untuk diperhatikan dalam persaingan

usaha ini adalah unsur penting yang wajib diperhatikan bagi penentuan

kebijakan yang ideal dalam pengaturan persaingan di Indonesia adalah

kepentingan publik dan efisiensi ekonomis.11

Terkait masalah anti monopoli ini adalah persoalan kartel. Kartel ialah

pelaku usaha yang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya dengan

bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan

pemasaran suatu barang dan jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Terjadinya partek kartel

dilatarbelakangi oleh persaingan yang cukup sengit dipasar. Untuk menghindari

persaingan fatal ini, anggota kartel setuju menentukan harga bersama, mengatur

produksi bahkan menentukan secara bersama-sama potongan harga, promosi

dan syarat-syarat penjualan. Kartel juga bisa melindungi perusahaan yang tidak

efisien, yang bisa hancur bila tidak masuk kartel. Dengan kata lain kartel dapat

menjadi pelindung bagi pelaku usaha yang lemah. Kartel merupakan suatu

hambatan persaingan yang paling merugikan konsumen, karena kartel dapat

11

Johny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, (Malang, Bayumedia Publishing, 2007), h. 217

Page 34: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

23

mengubah struktur pasar menjadi bersifat monopolistic. Kaitannya dalam

kegiatan kartel yang dilarang ini maka akan dikenakan sanksi oleh KPPU.12

B. Sistem Perlindungan Konsumen dan Anti Monopoli Dalam Hukum

International

Sebagaimana kita ketahui bahwa tantangan bangsa Indonesia dalam

pembangunan jangka panjang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat

untuk mewujudkan masyarakat maju, adil, makmur dan mandiri. Untuk

mencapai tujuan tersebut kita dihadapkan pada kemajuan ekonomi perdagangan

yang semakin terbuka diantara bangsa-bangsa dan untuk itu dibutuhkan daya

saing yang kuat. Dalam adanya perdagangan yang semakin terbuka dibutuhkan

penyeimbang didalamnya agar bisa berjalan dengan beriringan tanpa

mengambil hak atau melanggar hak satu sama lain. Perlindungan Konsumen

merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi

semua bangsa didunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan

konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi ruang satu sama lain

mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha

dan pemerintah.13

Dikalangan kriminolog studi kritis mengenai pelaku-pelaku usaha atau

peranan korporasi sudah dimulai setidaknya sejak tahun 1939 melalui pidato

12

Ibid, h. 57-65.

13

Husni Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung, Mandar Maju, 2000), h. 6

Page 35: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

24

bersejarah Edwin H. Sutherland di depan the American Sociological

Association. Beliau mengemukakan konsep white colar crime (WCC) yang

didefenisikan sebagai “a crime commmited by a person of spectability and high

social status in the course of his occupation”. Penelitian Sutherland yang

menggunakan catatan-catatan jawatan-jawatan pengaturan (regulatory

agencies), pengadilan-pengadilan dan komisi-komisi menemukan bahwa 70

korporasi industry dan perdagangan yang ditelitinya masing-masing setidaknya

melakukan satu pelanggaran hukum dan membuat kebijakan-kebijakan yang

melanggar hukum seperti, periklanan yang menyesatkan (false advertising),

penyalahgunaan paten (patent abuse), pelanggaran persaingan dagang

(wartime trade violations), penetapan harga (price fixing), penipuan (fraud),

dan penjualan barang-barang cacat (sale of faulty goods). Pada satu sisi

peranan korporasi atau pelaku usaha memang menggerakan roda

perekonomian di suatu negara, bahkan melintasi batas-batas negara sedangkan

pada sisi lainnya juga menimbulkan distorsi-distorsi dan ketidak adilan bagi

masyarakat.

Seiring karakter pengawasan yang unik dari sesuatu yang baru,

pengembangan institusi sangat membutuhkan berbagai pengalaman (best

practices) dari berbagai lembaga persaingan usaha sejenis di dunia

Internasional, misalnya Jepang dengan Jepan fair Commision, Amerika dengan

Fair Trade Commision dan Australia dengan Australian Consumer and

Competition. Di tingkat ASEAN, hingga saat ini hanya terdapat 3 (tiga) Negara

Page 36: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

25

selain Indonesia yang memiliki Hukum Persaingan Usaha yaitu Singapura

(Competition Commision of Singapura) Thailand (Departement of Internal

Trade Ministry of Commerce) dan Vietnam (Vietnam Competition

Administration).14

Salah satu resolusi yang pernah dicetuskan oleh perserikatan

bangsa-bangsa adalah tentang perlindungan konsumen terakhir, masalah ini

dimuat dalam resolusi No.39/248 Tahun 1985. Di dalam Guidelines for

consumer pontection (bagian tiga prinsip-prinsip umum) dinyatakan hal-hal apa

saja yang dimaksud dengan kepentingan konsumen (legitimate needs) itu :

1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan

keamanannya

2. Promosi dan perlindungan dari kepentingan sosial ekonomi konsumen

3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan

mereka kemampuan melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan

kebutuhan pribadi.15

Kepentingan-kepentingan konsumen telah lama menjadi perhatian, yang

secara tegas telah dikemukakan pada tahun 1962 oleh Presiden Amerika Serikat

John F. Kennedy yang menyampaikan pesan di depan Kongres tentang

14

Deswin Nur & Tim Direktorat Kebijakan Persaingan, KPPU dan Pengembangan Kebijakan

Persaingan di Asia, (KOMPETISI, Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008), h. 16.

15 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia.( Jakarta, Grasindo, 2004).h. 97

Page 37: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

26

pentingnya kedudukan konsumen di dalam masyarakat.16

Peristiwa berikutnya

yang merupakan perhatian atas kepentingan konsumen, secara tegas telah

ditetapkan dalam putusan Sidang Umum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)

pada sidang ke-106 tanggal 9 April 1985. Resolusi PBB (Perserikatan Bangsa-

Bangsa) tentang Perlindungan Konsumen (Resolusi 39/248) telah menegaskan

enam kepentingan konsumen, yaitu sebagai berikut.17

1. Perlindungan Konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya.

2. Promosi dan perlindungan pada kepentingan ekonomi konsumen.

3. Tersedianya informasi yang mencukupi sehingga memungkinkan

dilakukannya pilihan sesuai kehendak.

4. Pendidikan konsumen.

5. Tersedianya cara-cara ganti rugi yang efektif.

6. Kebebasan membentuk organisasi konsumen dan diberinya kesempatan

kepada mereka untuk menyatakan pendapat sejak saat proses pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.

Pada masa kini, kecenderungan untuk memperluas ruang lingkup

Hukum Perlindungan Konsumen telah dilakukan oleh The Economic Law

16

Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahan (Bandung,

Alumni, 1981) h. 47

17

Az. Nasution ,“Sekilas Hukum Perlindungan Konsumen”, Majalah Hukum dan

Pembangunan, Fakultas Hukum UI, No. 6 tahun ke XVI, Desember 1986. h. 57

Page 38: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

27

Procurement System Project (ELIPS), yang mengemukakan sembilan materi

rumusan hukum perlindungan konsumen, yakni :18

1. Ketidaksetaraan dalam kekuatan tawar-menawar

2. Kebebasan berkontrak versus keadilan dalam berkontrak

3. Persyaratan untuk memberikan informasi kepada konsumen, yang meliputi

hukum pengumuman yang umum dan hukum tentang keuangan

4. Peraturan tentang perilaku atau tindakan penjual, yang meliputi petunjuk

arahan yang salah dan kelicikan dalam perdagangan

5. Peraturan tentang mutu produk, yang meliputi garansi dan keamanan produk

6. Akses terhadap kredit (pelaporan, kredit, nondiskriminasi)

7. Batas-batas hak mengakhiri masa jaminan

8. Peraturan tentang harga

9. Pembetulan

Hak-hak konsumen juga merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi

Manusia yang dicanangkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada tanggal 10

Desember 1948, yang pengaturannya dan pasal nya masing-masing diatur dalam

18

Ibid, hal. 11

Page 39: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

28

Organisasi Konsumen Sedunia.19

Oleh karena itu hak-hak konsumen merupakan

hal yang sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan atau

merupakan prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia.

Gerakan perlindungan konsumen internasional juga telah memiliki wadah

yang cukup berwibawa, yang disebut Internasional Organization of Consumers

Unions (IOCU). Setiap tanggal 15 Maret organisasi ini menjadikan sebagai hari

Hak Konsumen sedunia.20

C. Teori Perlindungan Konsumen Dan Antimonopoli Dalam Islam

Dalam hukum positif seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999, konsumen diberikan hak untuk memilih barang atau jasa yang

mereka inginkan dan berhak mendapat informasi yang jelas dan benar mengenai

barang atau jasa tersebut agar tidak kecewa. Dalam permasalahan tersebut

hukum Islam memberikan khiyar bagi pembeli, menurut Wahbah Az-Zuaili

defenisi khiyar adalah seorang pelaku akad memiliki hak pilih antara

melanjutkan akad atau tidak melanjutkannya dengan memfasakhnya atau pelaku

akad memilih salah satu dari dua barang dagangan. Dengan adanya hak khiyar

tersebut dimaksudkan agar suatu ketika terjadi masalah dengan akad atau obyek

19

C. Tantri, Gerakan Organisasi Konsumen, Seri Panduan Konsumen, (Jakarta, yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia-The Asia Foundation), h. 19-21

20 Imelda Martinelli, “Tiga Isu Penting Dalam Transaksi Konsumen”, Era Hukum , No.

11/Th 3/1997, hal.66.

Page 40: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

29

maka persoalan dapat diselesaikan dengan mengacu pada hak-hak khiyar yang

sudah ada dan menjamin agar akad yang diadakan benar-benar terjadi atas

kerelaan penuh pihak-pihak yang bersangkutan. Adapun pengertian khiyar

menurut Sulaiman Rasyid ialah boleh memilih antara dua, meneruskan akad

jual beli atau mengurungkan (menarik kembali, tidak jadi jual beli). Diadakan

khiyar dalam Islam agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan

kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di

kemudian hari karena merasa tertipu.21

Manusia adalah makhluk tuhan yang mempunyai dua sifat individu dan

sosial. Secara individu mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan dan lain-

lain. Secara sosial manusia memerlukan bantuan orang lain untuk mencukupi

segala kebutuhannya salah satu bentuk dari hubungan sosial itu adalah jual

beli.22

Dalam Islam, jual beli merupakan suatu hal yang diperbolehkan sesuai

dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 275 :

ش رن ٱن ي ٱنشط ب قو ٱنزي تخبط إنب ك ٱنشبا نب قي أكه ب ٱنبع يثم ٱنز ا إ ى قبن ك بأ

حشو ٱنش ٱنبع أحم ٱنه ۥ يعظةٱنشبا جبء با ف ۥ إنى ٱنه أيش ۥ يب صهف ى فه ۦ فٲت ي سب

ب خهذ ى ف نئك أصحب ٱنبس ي عبد فأ

Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)

21

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2014), h. 286.

22

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai

Pustaka, 1989), h. 366.

Page 41: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

30

penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka

berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang

telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari

mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum

datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali

(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka

kekal di dalamnya.”

Menurut Wahbah Az-Zuhaili, defenisi jual beli adalah proses tukar

menukar barang dengan barang. Kata bay’ yang artinya jual beli termasuk kata

bermakna ganda yang berseberangan, seperti hal nya kata syiraa’. Secara

terminologi, jual beli menurut ulama Hanafiyah adalah tukar-menukar maal

(barang atau harta) dengan maal yang dilakukan dengan cara tertentu atau tukar-

menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan cara yang sah dan

khusus, yakni ijab-qabul atau mu‟aathaa (tanpa ijab qabul). Dengan demikian,

jual beli satu dirham dengan satu dirham tidak termasuk jual beli, karena tidak

sah. Begitu pula jual beli seperti bangkai, debu, dan darah tidak sah, karena

termasuk jual beli barang yang tidak disenangi.23

Menurut Sulaiman Rasyid jual beli adalah menukar suatu barang dengan

barang lain dengan cara tertentu (akad). Mengenai jual beli yang tidak diizinkan

oleh agama, ada beberapa point yang patut diperhatikan yaitu, menyakiti si

23

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Depok, Gema Insani, 2007) h. 25.

Page 42: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

31

penjual, pembeli atau orang lain, menyempitkan gerakan pasaran, dan merusak

ketentraman umum.24

Dalam jual beli dalam Islam memiliki beberapa etika, diantaranya sebagai

berikut:

1. Tidak boleh berlebihan dalam mengambil keuntungan, penipuan

dalam jual beli yang berlebihan di dunia dilarang dalam semua agama

karena hal itu termasuk penipuan yang diharamkan dalam semua

agama. Ulama Malikiah menentukan batas penipuan yang berlebihan

itu adalah pertiga keatas, karena jumlah itulah batas maksimal yang

dibolehkan dalam wasiat dan selainnya. Dengan demikian keuntungan

yang baik dan berkah adalah keuntungan sepertiga keatas.

2. Berinteraksi yang jujur, dengan menggambarkan barang dagangan

dengan sebetulnya tanpa ada unsur kebohongan ketika menjelaskan

macam, jenis, sumber, dan biayanya.

3. Bersikap toleran dalam berinteraksi, penjual bersikap mudah dalam

menentukan harga dengan cara menguranginya, begitu pula pembeli

tidak terlalu keras dalam menentukan syarat-syarat penjual dan

memberikan harga lebih.25

24

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2014) h. 278-286. 25

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Depok, Gema Insani, 2011) h. 27-28.

Page 43: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

32

Dalam jual beli terdapat dua subyek yaitu penjual yang kedudukannya

sebagai pelaku usaha dan pembeli sebagai konsumen. Penjual sebagai pelaku

usaha berusaha menghasilkan berbagai jenis produk diantaranya adalah

makanan agar dapat dikonsumsi oleh konsumen. Dalam proses produksinya,

sering kali para pelaku usaha atau produsen tidak jujur dan melakukan

kecurangan-kecurangan atau penipuan kepada konsumen. Diantara kecurangan-

kecurangan dan penipuan tersebut adalah direnggutnya hak-hak konsumen

dalam kasus kartel sms yang merugikan konsumen mencapai triliunan rupiah

yang dilakukan oleh para operator-operator seluler. Berkaitan dengan hukum

perlindungan konsumen dan anti monopoli dalam perspektif Islam mengenai

kasus kartelisasi bisnis sms (short message sercives) para operator seluler telah

melanggar para konsumen tentang etika jual beli. Point pertama, tidak boleh

berlebihan mengambil keuntungan, hal ini telah dilanggar oleh para operator

seluler dalam melakukan kegiatan penetapan harga (price fixing) tarif sms

dengan mengambil keuntungan berlebih dalam kartelisasi sehingga merugikan

konsumen. Point kedua berinteraksi yang jujur, konsumen mempunyai hak

mendapatkan informasi yang jujur dari produsen atau pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan usaha nya namun dalam kasus kartelisasi bisnis sms, para

pelaku usaha yang tergabung dalam kegiatan kartel tidak menggambarkan atau

menjelaskan secara jujur mengenai biaya tarif sms sehingga menimbulkan

kerugian yang besar untuk konsumen.

Page 44: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

33

Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas

sangat merugikan kepentingan masyarakat konsumen. Pada umumnya para

pelaku usaha berlindung dibalik standard contract atau perjanjian baku yang

telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu pelaku usaha dan

konsumen.26

Dalam Islam tidak ada larangan jual beli, akan tetapi Islam

melarang setiap tindakan curang, penipuan para pelaku usaha terhadap

konsumen. Larangan ini disebutkan dalam surah Hud ayat 85 :

نب تبخ بٲنقضط زا ٱن بل ك قو أفا ٱن نب تعثا ف ٱنأسض يفضذ ى بء ضا ٱنبس أش

Artinya : Dan Syu´aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan

timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-

hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan

membuat kerusakan.”

Selain telah dilarang dalam al-Quran larangan atas tindakan curang atau

penipuan oleh pelaku usaha sebagai penjual atau dari pihak yang berlaku curang

terhadap konsumen, misalnya menyembunyikan cacat, hal ini juga dilarang

dalam hadis nabi SAW.27

Berdasarkan dalil dari al-Quran dan hadis tersebut

menunjukan bahwa dalam Islam pun ada perlindungan konsumen, walaupun

tidak secara defisit.

26

Gunawan Widjaja, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta, Gramedia, 2001), h.

1-3.

27

Abi Bakar Ahmad Ibn al Husein, Al-Sunan Al-Sagir, (Beirut, Dal Al-Fikri, 1:463, hadis

nomor 2017) Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Uqbah bin amir al-Juhni.

Page 45: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

34

Mustaq Ahmad menekankan bahwa dalam pespektif Islam, landasan yang

mendorong perilaku seseorang pelaku bisnis hendaknya jangan didasarkan

karena adanya rasa takut pada sebuah pemerintahan, tidak juga karena hasrat

untuk menumpuk dan menimbun kekayaan. Perilaku bisnis mereka hendaknya

dipondasikan atas rasa takut pada Allah SWT dalam usaha mencari dan

menggapai ridho-Nya. Sehingga bisnis hendaknya melampaui sesuatu yang

bersifat legal. Seseorang bukan hanya semata mengharapkan rasa keadilan,

bahkan lebih jauh dari itu ia menginginkan yang melampaui hal tersebut dalam

rangka memenuhi kebajikan dan keluruhan budi. Sebagaimana juga tuntutan

bagi seorang muslim yang bertakwa, dia bukan hanya menghindari semua hal

yang dilarang, bahkan lebih dari itu ia hendaknya menghindari “wilayah

kelabu” (syubhaf), apabila dia melakukan tindakan itu ia merasa tidak

mendapatkan ketenangan bathin. Singkatnya perilaku seseorang hendaknya

diwarnai oleh sebuah kesopanan tindakan dan niat yang jujur sesuai dengan

kadar dirinya sebagai makhluk Allah yang mulia.28

Dalam melakukan perjanjian yang sah dalam jual beli sudah diatur dalam

Islam. Dalam kajian Fiqh Muamalat masalah akad menempati posisi sentral

karena merupakan cara paling penting yang digunakan untuk memperoleh

maksud dan tujuan, terutama yang berkenaan dengan harta atau manfaat sesuatu

secara sah. Tidak jarang karena kesalahan dalam memilih akad atau kurang

28 Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2001) h. 7.

Page 46: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

35

terpenuhinya syarat dan rukun akad, transaksi yang dilakukan seseorang bisa

dinilai tidak sah (batal). Secara terminologi, akad memiliki arti umum (al-ma‟na

al-am) dan khusus (al-ma‟na al-khas). Adapun arti umum dari akad adalah

segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk dikerjakan, baik yang muncul

dari kehendaknya sendiri, seperti kehendak untuk wakaf, membebaskan hutang,

thalak, dan sumpah, maupun yang membutuhkan pada kehendak dua pihak

dalam melakukannya seperti jual beli, sewa menyewa, dan gadai atau jaminan.

Adapun arti khusus akad adalah pertalian atau keterikatan antara ijab dan qabul

sesuai dengan kehendak syari‟ah (Allah dan Rasulnya) yang menimbulkan

akibat hukum pada obyek akad.29

Oleh karena itu, pengetahuan mengenai akad

penting dalam menjalankan praktek jual beli antara produsen dan konsumen.

29 Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta, UIN Jakarta Press, 2005), h. 59-60.

Page 47: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

36

BAB III

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN ANTI MONOPOLI DI

INDONESIA

A. Hukum Perlindungan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999

Semula dalam tata hukum Indonesia, istilah Hukum Perlindungan

Konsumen belum begitu dikenal. Keadaan agak berubah setelah hadirnya

Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 pada tanggal 20

April 1999. Konsumen yang dimaksudkan dalam bagian ini adalah setiap

pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah

tangga, dan tidak untuk memproduksi barang atau jasa lain atau

memperdagangkannya kembali.1 Dalam pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor

8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa konsumen

adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan. Melemahnya etika bisnis di kalangan

profesional mengindikasikan perlunya penerapan kaidah hukum dalam kasus-

kasus yang membawa kerugian sebagian atau kerugian yang meluas di kalangan

para korban (konsumen). Peran regulasi sendiri semacam kode etik belum

1 Yusuf Shofie, Perlndungan Konsumen dan instrument-instrumen hukumnya, (Bandung, PT.

Citra Aditya Bakti, 2003), h. 269.

Page 48: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

37

mampu membina para anggota profesinya agar berperilaku yang pantas di

dalam menjalankan profesi atau pekerjaannya. Meskipun demikian, dalam

pembaruan hukum perlindungan konsumen, pihak produsen yang merupakan

pihak yang diuntungkan oleh ketiadaan atau tidak memadainya aturan hukum

perlindungan konsumen perlu pula mendapat perlindungan-perlindungan

tertentu agar tetap terjadi keseimbangan dalam perlindungan hukum.

Tujuan penyelenggaraan, pengembangan, dan pengaturan

perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan

martabat dan kesadaran konsumen atau secara tidak langsung mendorong

pelaku usaha didalam menyelenggarakan kegiatan usahanya agar dilakukan

dengan penuh rasa tanggung jawab. Pengaturan perlindungan konsumen

dilakukan dengan :

1. Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur

keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum.

2. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh

pelaku usaha.

3. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.

4. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang

menipu dan menyesatkan.

5. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan, dan pengaturan perlindungan

konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lain.

Page 49: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

38

Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen” meskipun undang-undang ini disebut sebagai Undang-Undang

Perlindungan Konsumen namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak

ikut menjadi perhatian, teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional

banyak ditentukan oleh para pelaku usaha. Kesewenang-wenangan akan

mengakibatkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, agar segala upaya

memberikan jaminan akan kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif

ditentukan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-

Undang lainnya yang juga dimaksudkan dan masih berlaku untuk memberikan

perlindungan konsumen, baik dalam hukum privat (perdata) maupun bidang

hukum public (hukum pidana dan hukum administrasi negara).

Asas dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

menurut pasal 2 berbunyi “Perlindungan Konsumen berasaskan manfaat,

keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian

hukum”. Penjelasan dari bunyi pasal ini, perlindungan konsumen

diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 asas yang relevan dalam

pembangunan nasional, yaitu :

1. Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen

dan pelaku usaha secara keseluruhan.

Page 50: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

39

2. Asas kadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku

usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara

adil.

3. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam

penggunaan pemakaian, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dikonsumsi

atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen

menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan

perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Tujuan dari dibentuknya Undang-Undang Perlindungan Konsumen

berdasarkan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 berbunyi. “perlindungan

konsumen bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan konsumen

untuk melindungi diri, mengangkat harkat konsumen dengan menghindarkan

dari ekses negative pemakaian barang atau jasa, meningkatkan pemberdayaan

konsumen, menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai

pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dalam

Page 51: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

40

berusaha dan meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang atau jasa”. Pasal 3 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen ini merupakan isi pembangunan nasional, karena

tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang

harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan

konsumen.

Berkaitan dengan perbuatan yang dilarang untuk pelaku usaha, seperti

diketahui bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan tujuan

perlindungan konsumen, maka untuk maksud tersebut berbagai hal yang

membawa akibat negative dari pemakaian barang atau jasa harus dihindarkan

dari aktifitas perdagangan pelaku usaha. Sebagai upaya untuk menghindarkan

akibat negative pemakaian barang atau jasa tersebut, undang-undang

menentukan berbagai larangan, termasuk kegiatan kartel. Tentu untuk mengatur

hal ini dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tercantum dalam pasal

8 ayat (1), (2), (3), (4), yang dimana pelaku usaha dalam melakukan kegiatan

usaha nya dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat dan juga harus

memberikan informasi yang lengkap dan benar terkait barang yang

diperdagangkan. Pada intinya substansi pasal ini tertuju pada dua hal, yaitu

larangan memproduksi barang atau jasa dan larangan memperdagangkan barang

atau jasa yang dimaksud. Larangan-larangan yang dimaksudkan hakikatnya

antara lain mengupayakan agar barang atau jasa yang beredar di masyarakat

Page 52: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

41

merupakan produk yang layak edar, antara lain asal-usul, kualitas sesuai dengan

informasi pengusaha baik melalui label, dan lain sebagainya.2

Dalam hal pembinaan dan pengawasan konsumen dalam melakukan

transaksi usaha dengan produsen peran Pemerintah juga ikut andil dalam

pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan

dalam pasal 29 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ayat (1) yang

berbunyi, “Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan

perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan

pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha”.

Keterlibatan pemerintah dalam pasal ini didasarkan pada kepentingan yang

diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kehadiran

negara untuk mensejahtrerakan rakyatnya. Berdasarkan penjelasan pasal

tersebut maka adanya tanggung jawab Pemerintah atas pembinaan

penyelenggaraan perlindungan konsumen tidak lain dimaksudkan untuk

memberdayakan konsumen memperoleh haknya. Tugas pembinaan

penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjadi tanggung jawab

pemerintah dan dilaksanakan oleh Menteri terkait sebagaimana ditentukan

dalam pasal 29 tersebut, selanjutnya telah dijabarkan dalam Peraturan

2 Nurmadjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan

Konsumen di Indonesia, (Bandung, Mandar Maju, 2000), h. 18

Page 53: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

42

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 yang intinya menciptakan iklim usaha yang

sehat antara pelaku usaha dan konsumen.

Dalam kaitannya dengan badan apakah yang menaungi konsumen dalam

hal melindungi konsumen adalah adanya Badan Perlindungan Konsumen

Nasional. Dibentuknya badan ini untuk melindungi konsumen termaktub dalam

pasal yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, berdasarkan

pasal 31 yang berbunyi, “Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan

konsumen dibentuk badan Perlindungan Konsumen Nasional”. Berangkat dari

ketentuan pasal ini, dapat diketahui bahwa Badan Perlindungan Konsumen

Nasional diadakan untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen di

Indonesia. Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibentuk sebagai upaya

untuk mengembangkan perlindungan konsumen yang sudah diatur dalam pasal

lain. Pengaturan tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional

memperlihatkan bentuk kesungguhan pembuat undang-undang memberikan

perlindungan kepada konsumen yang selama ini lebih banyak hanya dijadikan

sebagai objek produksi barang atau jasa oleh pelaku usaha yang tidak jarang

melakukan kegiatan usaha terlarang seperti kartel. Dan untuk menjalankan tugas

dan fungsinya Badan Perlindungan Konsumen Nasional telah diatur dalam pasal

36 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.

Sebelum lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, upaya

perlindungan terhadap konsumen kurang dirasakan oleh masyarakat karena

Page 54: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

43

disamping tersebarnya ketentuan perlindungan konsumen dalam berbagai

peraturan perundang-undangan, pelaksanaan dari peraturan perundang-

undangan tersebut memang belum dirasakan oleh masyarakat sebagai

perlindungan terhadap konsumen. Walaupun telah lahir Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yang sudah lama dinanti-nantikan, namun masih

belum mencapai perkembangan sebagaimana di negara maju. Sebagai contoh,

ganti kerugian yang dapat diberikan kepada konsumen yang mengalami

kerugian hanya meliputi kerugian yang langsung dialami oleh konsumen karena

mengkonsumsi suatu produk (hanya kerugian karena rusaknya produk) dan

tidak meliputi akibat (kerugian harta benda) yang ditimbulkannya, lebih-lebih

pada keuntungan yang tidak diperoleh (kehilangan keuntungan yang

diharapkan) akibat pennggunaan produk.3 Peran lembaga konsumen dalam

suatu negara sangat penting untuk memberikan perlindungan terhadap

konsumen. Begitu pentingnya peran lembaga konsumen ini, pada kongres

konsumen sedunia di Santiago, sempat mengemuka tentang peran lembaga

konsumen dalam memfasilitasi konsumen memperoleh keadilan.

Di Indonesia peran lembaga konsumen dalam memfasilitasi konsumen

guna memperoleh keadilan ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI) pada 11 Mei 1973 yang bertujuan untuk

3 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, (Jakarta,

RajaGrafindo Persada, 2011), h. 68-69

Page 55: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

44

membantu konsumen Indonesia agar tidak dirugikan dalam mengonsumsi

barang dan jasa. Kehadirannya merupakan langkah maju dalam menegakan

keadilan bagi konsumen. Keberadaan lembaga-lembaga yang memberikan

perlindungan konsumen semakin kuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yang secara tegas menyatakan akan dibentuknya

Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang bertugas guna memberikan saran

dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan

di bidang perlindungan konsumen dan juga melakukan penelitian terhadap

barang dan jasa yang menyangkut keselamatan konsumen.

Diharapkan dengan lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen

yang mendorong dibentuknya lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat bisa menempatkan posisi konsumen pada posisi yang seharusnya

yaitu menjadi seimbang bahkan lebih kuat dari produsen agar terciptanya

keseimbangan dalam hukum dan ekonomi nasional.4

B. Hukum Anti Monopoli Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Sebetulnya sudah sejak lama masyarakat Indonesia, khususnya para

pelaku bisnis, merindukan sebuah undang-undang yang secara komperehensif

mengatur persaingan sehat. Keinginan itu muncul karena banyaknya praktek-

praktek perdagangan yang tidak sehat, terutama karena penguasa sering

memberikan perlindungan maupun privileges kepada para pelaku bisnis

4 Ibid, h. 94-101

Page 56: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

45

tertentu, sebagai bagian dari praktek-praktek kolusi, korupsi, kroni, dan

nepotisme. Pengaturan persaingan usaha baru terwujud pada tahun 1999 saat

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran undang-undang ini

ditunjang dengan tuntutan masyarakat akan reformasi total dalam tatanan

kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk penghapusan kegiatan monopoli

di segala sector.5 Dampak positif dari lahirnya undang-undang ini adalah

terciptanya pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang usaha

yang semakin besar bagi para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para

pelaku usaha untuk lebih inovatif dalam menciptakan dan memasarkan produk

(barang dan jasa) mereka. Jika hal ini tidak dilakukan, para konsumen akan

beralih kepada produk yang lebih baik dan kompetitif. Ini berarti secara tidak

langsung undang-undang ini akan memberikan keuntungan bagi konsumen

dalam produk yang lebih berkualitas, harga yang bersaing, dan pelayanan yang

lebih baik. Undang-undang ini juga mengikat pemerintah untuk tidak

mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat memberikan kemudahan dan

fasilitas istimewa kepada para pelaku usaha tertentu yang bersifat monopolistik.

Diharapkan undang-undang ini akan mampu mengikat pemerintah untuk lebih

objektif dan profesional dalam mengatur dunia usaha di Indonesia dan dapat

5 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2004), h. 8.

Page 57: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

46

meningkatkan kepercayaan masyarakat Internasional terhadap Indonesia

sehingga mereka tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.6

Dalam suatu struktur pasar yang kompetitif, pelaku usaha yang berusaha

di dalam pasar tersebut jumlahnya banyak, serta tidak ada hambatan bagi pelaku

usaha untuk masuk kedalam pasar, membuat setiap pelaku usaha yang ada di

dalam pasar tidak akan mampu untuk menyetir harga sesuai dengan

keinginannya, mereka hanya menerima harga yang sudah ditentukan oleh pasar

dan akan berusaha untuk berproduksi secara maksimal agar dapat mencapai

suatu tingkat yang efisien dalam berproduksi. Namun sebaliknya dalam pasar

yang berstruktur oligopoli, dalam pasar ini hanya terdapat beberapa pelaku

usaha saja kemungkinan pelaku usaha bekerjasama untuk menentukan harga

produk dan jumlah produksi dari masing-masing pelaku usaha menjadi lebih

besar. Oleh karena itu biasanya praktek kartel dapat tumbuh dan berkembang

pada pasar yang berstruktur oligopoli, karena lebih mudah untuk bersatu dan

mengusai sebagian pangsa pasar.7

Praktek kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan diantara

pelaku usaha untuk dapat mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah

produksi mereka. Mereka berasumsi jika produksi mereka di dalam pasar

dikurangi sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap,

6 Ibid, h. 9.

7 Herbert Hovenkamp, Federal Anti Trust Policy, The Law of Competition and It’s Practice,

(2nd

ed, Katalis and GTZ, 1995), h. 144

Page 58: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

47

maka akan berakibat pada naiknya harga ke tingkat yang lebih tinggi dan

sebaliknya, jika di dalam pasar produk mereka berlimpah, sudah barang tentu

akan berdampak pada penurunan harga produk mereka di pasar. Maka dari itu

pada praktek kartel ini, para pelaku usaha mencoba membentuk suatu kerjasama

horizontal (pools) untuk menentukan harga dan jumlah produksi barang atau

jasa.8

Pada hakikatnya keberadaan hukum persaingan usaha adalah

mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang sehat dan

efektif pada suatu pasar tertentu, yang mendorong agar pelaku usaha melakukan

efisiensi agar mampu bersaing dengan para pesaingnya. Berkaitan dengan ini

maka keberadaan undang-undang ini yang berasaskan demokrasi ekonomi

dengan memerhatikan keseimbangan antara kepentingan usaha dan kepentingan

umum tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam

mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat di Indonesia. Dengan

menyimak secara seksama tujuan diatas kita dapat mengatakan bahwa pada

dasarnya tujuan dari Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999

adalah menciptakan efisiensi pada ekonomi pasar dengan mencegah monopoli,

mengatur persaingan yang sehat dan bebas, dan memberikan sanksi terhadap

para pelanggarnya. Sehingga secara prinsipnya tujuan dari Undang-Undang

Anti Monopoli untuk menciptakan efisiensi dan keadilan terutama disuatu pasar

8 Theodore P. Kovaleff, ed. The Anti Trust Impulse, (vol. 1, Katalis and GTZ, 1994), h. 78-80

Page 59: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

48

tertentu dengan cara menghilangkan distorsi pasar antara lain mencegah

penguasaan pangsa pasar yang besar oleh seorang atau beberapa orang pelaku

pasar, mencegah timbulnya hambatan terhadap peluang pelaku pasar pendatang

baru, dan menghambat atau mencegah perkembangan pelaku pasar yang

menjadi pesaingnya. Jadi jelaslah, bahwa eksistensi dan orientasi dari Undang-

Undang Anti Monopoli adalah menciptakan persaingan usaha yang sehat

dengan cara mencegah monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, serta

untuk mencipakan ekonomi pasar yang efektif dan efisiensi demi peningkatan

kesejahteraan rakyat.9

C. Deskripsi Kasus Kartel SMS Terkait Dengan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan

bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan

perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak adanya

perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang

lemah. Lebih-lebih jika produk yang dihasilkan oleh produsen merupakan jenis

produk yang terbatas, produsen dapat menyalahgunakan posisinya yang

monopolistis tersebut. Hal itu tentu saja akan merugikan konsumen.

Krisis finansial Asia menyebabkan ekonomi Indonesia melemah pada

akhir masa Orde Baru. Era Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto telah

9 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta, Kencana

Prenada Media Group, 2009), h. 13-15.

Page 60: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

49

melambungkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sebagai “selebritis” baru

di Indonesia. Soeharto jatuh dikarenakan ia lebih memilih untuk memelihara

KKN.10

Penguasa orde baru sering memberikan perlindungan ataupun privilege

kepada pihak-pihak tertentu. Pemerintah orde baru saat itu menganut konsep

bahwa perusahaan-perusahaan besar perlu ditumbuhkan untuk menjadi

lokomotif pembangunan. Menurut pandangan pemerintah Orde Baru

perusahaan-perusahaan tersebut hanya mungkin menjadi besar untuk kemudian

menjalankan fungsinya sebagai lokomotif pembangunan apabila perusahaan-

perusahaan itu diberikan perlakuan khusus.

Perilaku dari pelaku-pelaku bisnis di Indonesia, yaitu para konglomerat

yang memperoleh perlakuan istimewa, ternyata tidak mau berbuat positif untuk

memperbaiki kondisi ekonomi nasional yang sangat parah saat itu. Kondisi

semacam itu mengharuskan pemerintah mencari bantuan luar negeri. Banyak

hal dari persyaratan utang luar negeri itu mengandung hikmah, yaitu lahirnya

peraturan perundang-undangan yang sudah di dambakan oleh masyarakat pada

masa reformasi. Undang-Undang tersebut diantaranya adalah Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

10

Kompasiana, Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme Adalah Budaya (online),

http://politik.kompasiana.com (diunduh pada 15 Oktober 2014)

Page 61: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

50

Usaha Tidak Sehat dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Sedangkan upaya penegakan hak konsumen yang dilakukan oleh pemerintah

yaitu adalah dengan dibentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) sebagai lembaga penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.

Setidaknya ada sejumlah Putusan KPPU dimana substansi perkara dalam

putusan KPPU tersebut memiliki dua dimensi, yaitu dimensi persaingan usaha

dan perlindungan konsumen. Diantara putusan-putusan tersebut ialah Putusan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Perkara Nomor 26/KPPU-L/2007 tentang

Kartel SMS. Dalam asas Undang-Undang Persaingan Usaha disebutkan bahwa,

“Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan

demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan

pelaku usaha dan kepentingan umum.” Tujuan pembentukan Undang-Undang

Persaingan juga adalah untuk “menjaga kepentingan umum dan meningkatkan

efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat”. Selain asas dan tujuan, ada Pasal-Pasal dalam Undang-

Undang Persaingan Usaha yang selain memperhatikan kepentingan pelaku

usaha juga memperhatikan kepentingan umum termasuk konsumen. Secara

teoritis hukum persaingan usaha akan menguntungkan konsumen di satu pihak

dan mengembangkan iklim usaha yang lebih baik bagi pelaku usaha di pihak

lainnya. Dalam perspektif konsumen dengan adanya larangan monopoli maka

konsumen memperoleh dua keuntungan yaitu pertama kemudahan untuk

memilih alternatif barang atau jasa yang di tawarkan dan kedua adalah harga

Page 62: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

51

barang atau jasa akan cenderung lebih murah dengan kompetisi diantara pelaku

usaha.11

Putusan KPPU Perkara No.26/KPPU-L/2007 ini bermula dari KPPU yang

menerima laporan tentang adanya dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat yang dilakukan oleh PT Excelcomindo Pratama, Tbk. (Terlapor I), PT

Telekomunikasi Selular (Terlapor II), PT Indosat, Tbk. (Terlapor III), PT

Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Terlapor IV), PT Hutchison CP

Telecommunications (Terlapor V), PT Bakrie Telecom, Tbk. (Terlapor VI), PT

Mobile-8 Telecom, Tbk. (Terlapor VII), PT Smart Telecom (Terlapor VIII), dan

PT Natrindo Telepon Seluler (Terlapor IX). Tim Pemeriksa menemukan adanya

beberapa Perjanjian Kerja Sama (PKS) Interkoneksi yang memuat klausul

mengenai penetapan tarif SMS. Terdapat dua jenis klausul mengenai penetapan

tarif SMS yang dimuat dalam PKS Interkoneksi, yaitu tarif SMS operator

pencari akses tidak boleh lebih rendah Rp 250 dan tidak boleh lebih rendah dari

tarif retail penyedia akses. Perjanjian seperti ini adalah pelanggaran yang

dilakukan oleh para operator jasa telekomunikasi pada periode tahun 2004

sampai dengan 1 April 2008. Dengan menggunakan selisih antara pendapatan

pada harga kartel dengan pendapatan pada harga kompetitif SMS off-net dari

11

Mardiharto Tjokrowasito, Kebijakan Persaingan Pada Industri Jasa Penerbangan Dilihat

Dari Perspektif Perlindungan Konsumen (Online), http://www.bappenas.go.id/getfile

server/node/2940/, (diunduh pada 15 Oktober 2014)

Page 63: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

52

keenam operator, maka diperoleh nilai kerugian konsumen sebesar Rp

2.827.700.000.000 (dua trilyun delapan ratus dua puluh tujuh miliar tujuh ratus

juta rupiah).

Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah banyaknya praktik persaingan

usaha yang tidak sehat di berbagai industri dengan mengadakan kesepakatan

atau perjanjian dengan pelaku usaha yang lain dengan berbagai pola.12

Konsumen yang dimaksud dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Perkara Nomor 26/KPPU-L/2007 adalah pengguna atau pelanggan dan pemakai

layanan yang dilakukan oleh 6 (enam) operator, yaitu XL, Indosat, Telkomsel,

Telkom, Bakrie, dan Mobile-8 dalam kurun waktu tahun 2004 hingga tahun

2008. Dengan adanya kartel SMS oleh beberapa operator, konsumen dirugikan

karena harus membayar lebih mahal dari harga kompetitif. Dari adanya Kartel

SMS, kerugian yang dialami konsumen dapat berupa (i) hilangnya kesempatan

konsumen untuk memperoleh harga SMS yang lebih rendah, (ii) hilangnya

kesempatan konsumen untuk menggunakan layanan SMS yang lebih banyak

pada harga yang sama, (iii) kerugian intangible (hak-hak tidak berwujud)

konsumen lainnya, (iv) serta terbatasnya alternatif pilihan konsumen, selama

kurun waktu 2004 sampai dengan April 2008. Dalam Putusan mengenai Kartel

SMS ini, ada beberapa kepentingan konsumen yang baik secara langsung

12

Wahyu Retno Dwi Sari, Kartel: Upaya Damai untuk Meredam Konfrontasi dalam

Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 1, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Jakarta,

2009, h.192

Page 64: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

53

maupun tidak langsung diperhatikan oleh KPPU dan terlihat langsung pada

Putusan yang diputuskan oleh KPPU, yaitu konsumen di kemudian hari dapat

memperoleh harga SMS yang lebih rendah dari sebelumnya, konsumen dapat

menggunakan layanan SMS yang lebih banyak pada harga yang sama dan

pilihan operator dengan jasa yang dibutuhkan kemampuan harga yang sesuai

dengan kemampuan konsumen jadi lebih banyak.13

D. Deskripsi Kasus Kartel SMS Terkait Dengan Anti Monopoli Dan

Penyelesaian Sengketa Yang Telah Dilakukan

Memperhatikan kondisi perkembangan perekonomian negara Indonesia

maka ada upaya untuk menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia

usaha dapat tumbuh berkembang serta demi terhindarnya pemusatan kekuatan

ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu. Kebijakan persaingan

merupakan hal yang cukup baru diterapkan secara serius di Indonesia, setelah

terjadinya krisis ekonomi yang menghadang Indonesia pada tahun 1998.

Perubahan tersebut dilakukan melalui pengesahan UU No. 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai penggeraknya. Hukum

Persaingan Usaha melindungi persaingan dan proses persaingan yang sehat,

dengan mencegah dan memberikan sanksi terhadap tindakan-tindakan yang anti

persaingan. Persaingan merupakan sesuatu yang baik bagi masyarakat maupun

13

Ibid, h. 193

Page 65: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

54

bagi perkembangan perekonomian suatu bangsa karena berbagai alasan. Salah

satu di antaranya adalah dapat mendorong turunnya harga suatu barang atau

jasa, sehingga menguntungkan konsumen. Di samping itu, persaingan juga

dapat mendorong efisiensi produksi dan alokasi serta mendorong para pelaku

usaha berlomba melakukan inovasi baik dalam infrastruktur maupun produknya

agar dapat memenangkan persaingan atau setidak-tidaknya tetap bertahan di

pasar. Sebaliknya di sisi lain, persaingan juga akan memberikan keuntungan

yang semakin berkurang bagi produsen, karena mereka bersaing menurunkan

harga untuk meningkatkan pangsa pasarnya. Hal yang paling mengkhawatirkan

bagi pelaku usaha adalah apabila seluruh pelaku usaha menurunkan harganya,

sehingga mereka mengalami penurunan keuntungan secara keseluruhan. Agar

para pelaku usaha tetap mempertahankan keuntungan, maka mereka berusaha

untuk mengadakan kesepakatan dengan cara membentuk suatu kartel. Praktek

Kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan diantara pelaku usaha agar

dapat mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi mereka agar saat

permintaan meningkat maka harga jual akan meningkat tinggi.14

Kartel adalah kerjasama sejumlah perusahaan yang bersaing untuk

mengkoordinasi kegiatannya sehingga dapat mengendalikan jumlah produksi

dan harga suatu barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan diatas tingkat

14

Theodore P. Kovaleff, ed, The Anti Trust Impulse, (vol. 1, Katalis and GTZ, 1994), h. 78-

80.

Page 66: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

55

keuntungan yang wajar. Kartel akan memaksa konsumen membayar lebih

mahal atas suatu produk, baik itu barang mewah maupun barang-barang yang

biasa diperlukan masyarakat seperti obat-obatan dan vitamin. Kartel akan

merugikan perekonomian, karena para pelaku usaha anggota kartel akan setuju

untuk melakukan kegiatan yang berdampak pada pengendalian harga, seperti

pembatasan jumlah produksi, yang akan menyebabkan in-efisiensi alokasi.

Kartel juga dapat menyebabkan inefisiensi dalam produksi ketika mereka

melindungi pabrik yang tidak efisien, sehingga menaikkan biaya rata-rata

produksi suatu barang atau jasa dalam suatu industri. Menurut pendapat lainnya

Kartel (dalam bahasa Inggris disebut “cartel”) adalah suatu kerja sama dari

produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi,

penjualan harga dan melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri

tertentu.15

Kartel menggunakan berbagai cara untuk mengkoordinasikan

kegiatan mereka, seperti melalui pengaturan produksi, penetapan harga secara

horizontal, kolusi tender, pembagian wilayah, pembagian konsumen secara non-

teritorial, dan pembagian pangsa pasar. Akan tetapi perlu kita sadari bahwa

kartel yang efektif tidaklah mudah untuk dicapai. Bagaimanapun terdapat

kecenderungan para pelaku usaha akan selalu berusaha memaksimalkan

keuntungan perusahaannya masing-masing.

15

Black, Henry Campbel, Black LawDictionary, (USA, 6 thn Ed West Publishing Co. St

Paul-Minn, 1990), h.270.

Page 67: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

56

Praktek kartel pada umumnya dapat berjalan sukses apabila pelaku usaha

yang terlibat di dalam perjanjian kartel tersebut mayoritas berasal dari pelaku

usaha yang berkecimpung di dalam pasar tersebut. Apabila hanya sebagian kecil

saja pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian kartel, biasanya perjanjian

kartel akan tidak efektif dalam mempengaruhi pasokan produksi dalam pasar,

karena kekurangan pasokan di dalam pasar akan ditutupi oleh pasukan dari

pelaku usaha yang tidak terlibat dalam perjanjian kartel tersebut.16

Dalam

kaitannnya ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang berwenang

untuk mengadili dan memeriksa kasus kartel SMS terkait dengan Anti

Monopoli telah selesai melakukan pemeriksaan dan telah menetapkan putusan

terhadap perkara No. 26/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran terhadap

Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999). Dugaan pelanggaran tersebut

adalah penetapan harga SMS off-net (short message services antar operator)

yang dilakukan oleh para operator penyelenggara jasa telekomunikasi pada

periode 2004 sampai dengan 1 April 2008.

Persoalan kartel SMS tersebut menjadi menarik untuk dibahas karena

dalam UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, bentuk pelarangan yang tertera dalam pasal 11

tentang Rule of Reason dinilai tidak tegas. Prinsip Rule of Reason adalah

16

Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan konteks, (Jakarta, RDV

Creative Media,2009), h. 107.

Page 68: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

57

melihat seberapa jauh hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengekangan

persaingan pasar dengan kata lain apabila tidak mengakibatkan adanya indikasi

kerugian bagi pasar dan pelaku pasar maka tindakan tersebut tidak dilarang.17

Dengan hal inilah yang menimbulkan permasalahan yang baru, karena dengan

adanya perjanjian penetapan harga dari anggota yang ada di dalam perjanjian

kartel sms ini menimbulkan dampak yang buruk bagi konsumen yang dirugikan

dengan adanya perjanjian penetapan harga dalam praktek kartel ini. Artinya

tidak ada langkah preventif dalam hal ini terhadap tindakan pelaku usaha yang

sejak awal telah dimungkinkan akan memunculkan kemungkinan kerugian bagi

konsumen.

Seringkali suatu industri hanya mempunyai beberapa pemain yang

mendominasi pasar. Keadaan demikian dapat mendorong mereka untuk

mengambil tindakan bersama dengan tujuan untuk memperkuat kekuatan

mereka dan mempertinggi keuntungan. Ini akan mendorong mereka untuk

membatasi tingkat produksi maupun harga melalui kesepakatan bersama di

antara mereka. Kesemuanya dimaksudkan untuk menghindari terjadinya

persaingan yang merugikan mereka sendiri. Jika berpegang pada teori

monopoli, suatu kelompok industri yang mempunyai kedudukan oligopolis akan

mendapat keuntungan yang maksimal bila mereka secara bersama. Dalam

praktiknya, kedudukan oligopolis ini diwujudkan melalui apa yang disebut

17

Munir Fuady, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung, Citra

Aditya Bakti, 2001), h.13

Page 69: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

58

asosiasi-asosiasi. Melalui asosiasi ini mereka dapat mengadakan kesepakatan

bersama mengenai tingkat produksi, tingkat harga, wilayah pemasaran dan

sebagainya, yang kemudian melahirkan kartel, yang dapat pula mengakibatkan

terciptanya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.18

Satu hal

yang menonjol dalam perjanjian kartel adalah ketiadaan itikat baik para pendiri

kartel terhadap pihak ketiga yang dalam hal ini adalah konsumen. Hal ini

terbukti bahwa akibat dari adanya kartel tersebut, keenam operator mendapat

keuntungan dari penentuan harga SMS yang berakibat konsumen dirugikan

senilai Rp 2,87 triliun dan merenggut hak konsumen yang tertera dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pemain baru dalam bisnis

Telekomunikasi mau tidak mau juga harus mengikuti perjanjian kartel tersebut

karena mereka mempunyai posisi tawar yang lemah terhadap harga pasar yang

telah dipengaruhi oleh perjanjian kartel sebelumnya. Namun ada catatan jika

para pelaku usaha melakukan perjanjian kartel untuk menguntungkan

masyarakat maka perjanjian kartel tersebut tidak masuk ke dalam perjanjian

yang dilarang karena tidak merugikan pihak ketiga yaitu konsumen atau pun

masyarakat. Kartel dianggap sebagai dosa terberat pelaku usaha yang tidak saja

merugikan konsumen tetapi juga menciderai alokasi efisiensi sumber daya

nasional. Selanjutnya ditegaskan bahwa kartel pada dasarnya adalah perjanjian

18

Agus Sardjono, Pentingnya Sistem Persaingan Usaha Yang Sehat dalam

UpayaMemperbaiki Sistem Perekonomian: (Jakarta,Newsletter No 34 Tahun IX, Yayasan Pusat

Pengkajian Hukum, 1998), h.26-27.

Page 70: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

59

satu pelaku usaha dengan pelaku usaha persaingan untuk menghilangkan

persaingan diantara keduanya.19

Berkaitan dengan kartel tarif SMS, KPPU melakukan pemeriksaan

terhadap sejumlah operator seluler di Indonesia yang juga melakukan penetapan

harga SMS off-net (short message services) antara operator pada periode 2004

sampai 1 April 2008. Operator yang diduga melakukan pelanggaran tersebut

adalah PT. Exelcomindo Pratama Tbk, PT. Telekomunikasi Seluler, PT. Indosat

Tbk, PT. Telkom Tbk, PT.Huchison CP Telecomunication, PT. Bakrie

Telecom, PT. Mobile 8 Telecom Tbk, PT. Smart Telekom dan PT. Natrindo

Telepon Seluler.20

Undang-Undang Anti Monopoli sebagaimana hukum

persaingan usaha yang lain mengisyaratkan perlu dibentuknya suatu

competition authory atau disebut juga badan yang mengawasi dan memutuskan

perkara mengenai kegiatan usaha khususnya kegiatan usaha terlarang yang ada

di Indonesia.

Ditegaskan dalam Pasal 30, 35 dan 36 UU No. 5 Tahun 1999, bahwa

KPPU memiliki tugas dan kewenangan atributif untuk mengawasi perilaku

pelaku usaha dengan menggunakan tolak ukur pasal-pasal substantif tentang

larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU bertugas

menganalisis perilaku pelaku usaha dengan terindikasi perilaku tersebut

19

Farid Nasution dan Retno Wiranti, Kartel dan Problematikanya, (KOMPETISI, Media

Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008), h. 4.

20 Ibid, h. 6.

Page 71: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

60

memenuhi unsur pasal atau tidak. Oleh karena itu fokus pemeriksaan KPPU

dalam hukum acara adalah mengumpulkan bukti dan membuktikan bahwa

terdapat beberapa tindakan korporasi yang sistematis dan melanggar UU No. 5

Tahun 1999 termasuk di dalamnya larangan Pasal 5 yaitu ”penetapan harga

yang harus dibayar konsumen atau pelanggan diantara pelaku usaha yang saling

bersaing. Konsisten dengan unsur pasal ini, KPPU melalui putusan perkara

Nomor 26/KPPU-L/2007 setelah melakukan pemeriksaan telah membuktikan

dan memutuskan terjadinya pelanggaran Pasal 5 berupa ”perjanjian atau

penetapan harga SMS off-net (kartel SMS) diantara enam pelaku usaha

terlapor”. Rumusan pasal kesepakatan harga (kartel harga) yang dilarang Pasal

5 UU No. 5 Tahun 1999 memang bersifat per se illegal sehingga KPPU cukup

membuktikan bahwa perjanjian atau kesepakatan itu eksis. KPPU telah selesai

melakukan pemeriksaan dan telah menetapkan putusan perkara

Nomor26/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 UU No. 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat. Dugaan pelanggaran tersebut adalah “penetapan harga tarif SMS off net

yang dilakukan oleh para operator penyelenggara jasa telekomunikasi pada

periode 2004 sampai dengan 1 April 2008.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, hasil pemeriksaan Majelis Komisi

kemudian berpandangan terdapat kerugian konsumen yang dihitung

berdasarkan selisih penerimaan harga kartel dengan penerimaan harga

kompetitif SMS off net setidak-tidaknya sebesar Rp. 2.827 triliun. Dari analisis

Page 72: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

61

hasil putusan di atas, bahwa 6 (enam) operator seluler terbukti mempermainkan

harga short message services (SMS) kepada para pelanggan dengan harga yang

di atas rata-rata. Sehingga mereka didenda mencapai puluhan milyar rupiah oleh

KPPU. Sidang majelis KPPU yang digelar di Jakarta hari Selasa memutuskan 6

(enam) operator seluler ”bersalah” karena terlibat dalam ”kartel SMS”.

Page 73: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

62

BAB IV

PENERAPAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR

8 TAHUN 1999 DAN UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI NOMOR 5

TAHUN 1999 DALAM KASUS KARTEL SMS

A. Analisis Pasal Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8

Tahun 1999 Terkait Masalah Kartel SMS

Ada dua pasal yang dilanggar dalam kasus kartel sms yang dilakukan oleh

ke enam operator telepon seluler dalam kegiatan usaha yang terlarang ini, dalam

kaitannya dengan hukum perlindungan konsumen. Kedua pasal yang terlanggar

para pelaku usaha yang melakukan kegiatan kartel pada kasus ini yaitu pasal 4

dan penerapan pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dalam pasal

4 ini disebutkan tentang hak dan kewajiban konsumen yang tidak dikehendaki

dan direnggut oleh para pelaku usaha yang dalam menjalankan bisnis nya hanya

mementingkan keuntungan diri sebanyak-banyak nya. Adapun bunyi pasal 4 itu

adalah, “ hak konsumen, adalah :

1. Hak atas kenyamanan, dan keselamatan, dalam mengomsumsi barang atau

jasa.

2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang atau jasa sesuai dengan nilai

tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang

digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Page 74: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

63

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensansi, ganti rugi atau penggantian, apabila

barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.1

Penjabaran dari pasal tersebut yang terkait dengan hak-hak konsumen

yang diklasifikasikan ke dalam kasus kartel ini, setidak nya sebelum ada

Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini kedudukan antara pelaku usaha

dan konsumen tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah,

sehingga menjadi objek aktivitas bisnis untuk mendapatkan keuntungan

sebesar-besarnya yang dilakukan oleh pelaku usaha. Pasal 4 poin g yang

bunyinya “hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif” maka oleh itu pelaku usaha operator seluler dalam

menjalankan perjanjian kartel dan penetapan harga tidak menjalani nya atau

melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam menjalankan

kegiatan usahanya. Sehingga dalam hubungan antara pelaku usaha dan

konsumen hak-hak konsumen tidak boleh dilanggar oleh para pelaku usaha,

termasuk hak untuk diperlakukan atau dilayani secara jelas dan benar dan tidak

ada diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan dan

lainnya. Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak

1 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004), h.

38.

Page 75: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

64

konsumen yang disebutkan diatas harus dipenuhi baik oleh pemerintah maupun

oleh produsen, karena pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi

kerugian konsumen dari berbagai aspek.2

Pasal selanjutnya yang dilanggar dalam kasus kartel ini adalah pasal 19,

yaitu mengenai perihal tanggung jawab pelaku usaha. Pasal 19 ayat 1 berbunyi

“pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang atau jasa

yang dihasilkan atau diperdagangkan.” Ganti rugi dapat berupa pengembalian

uang atau penggantian barang atau jasa sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan sesuai dengan bunyi pasal 19 ayat 2 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Untuk pemberian ganti kerugian kepada konsumen

yang hak nya terlanggar bisa diberikan secara sekaligus pula pengembalian

uang nya ataupun barang nya. Dengan berlakunya pasal ini dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen maka keenam operator seluler yang

melakukan kegiatan usaha tidak sehat seperti kartel ini wajib memberikan ganti

kerugian kepada konsumen karena sudah terbukti merugikan konsumen sebesar

2 triliun rupiah. Walaupun KPPU dalam amar putusannya memberi sanksi

denda sebesar 52 milyar kepada negara karena telah melakukan tindak kartel

tetapi ganti kerugian kepada konsumen juga harus diberikan. Dalam kasus

kartel sms ini ada indikasi bahwa keenam operator seluler yang melakukan

2 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, RajaGrafindo Persada,2004), h.

47.

Page 76: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

65

kegiatan kartel ini belum memberikan ganti kerugian kepada konsumen, sesuai

dengan bunyi pasa 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Secara umum,

tuntutan atas ganti kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat

penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa,

dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan yang secara

garis besarnya hanya ada dua kategori, yaitu ganti kerugian berdasarkan

wanprestasi dan tuntutan kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum.3

Dalam penerapan ketentuan yang berada dalam lingkungan hukum privat

tersebut, terdapat perbedaan esensial antara tuntutan ganti kerugian yang

didasarkan atas wanprestasi dan akibat melawan hukum. Apabila tuntutan ganti

kerugian didasarkan wanprestasi maka terlebih dahulu tergugat dengan

penggugat (produsen dengan konsumen) terikat suatu perjanjian. Dengan

demikian, pihak ketiga (bukan sebagai pihak dalam perjanjian) yang dirugikan

tidak dapat menuntut ganti kerugian dengan alasan wanprestasi. Ganti kerugian

yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat tidak dipenuhinya

kewajiban utama atau kewajiban tambahan, yang berupa kewajiban atas prestasi

utama atau kewajiban jaminan atau garansi dalam perjanjian.4 Adapun tuntutan

ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak perlu

didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga

3 Ibid, h. 126-12

4 Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan,(Bandung, Mandar Maju, 1994), h. 11.

Page 77: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

66

tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan

walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara produsen dengan

konsumen. Dengan demikian pihak ketiga pun dapat menuntut ganti kerugian.5

B. Analisis Kasus Kartel SMS Terkait Undang-Undang Perlindungan

Konsumen

Secara harfiah arti kata consumer adalah setiap orang yang menggunakan

barang. Tujuan dari penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan

termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus

bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau

konsumen.6 Lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun

1999 hanya berjarak tiga puluh enam hari dengan lahirnya Undang-Undang No.

5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli, sekalipun demikian Undang-Undang

Perlindungan Konsumen memiliki ketentuan yang menyatakan bahwa kesemua

undang-undang yang ada dan berkaitan dengan perlindungan konsumen tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan atau yang telah diatur khusus dalam

undang-undang.7

5 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen,(Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004),

h.129.

6 John. Echols, Kamus Inggris-Indonesia,(Jakarta, Gramedia Jakarta, 1986), h. 124.

7 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, Diadit Media, 2002), h.29.

Page 78: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

67

Setiap orang pada waktu tertentu dan dalam posisi tunggal atau sendiri

maupun berkelompok dengan orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi

konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang umum

seperti ini pada beberapa sisi menunjukan adanya berbagai kelemahan pada

konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang sama.

Perlindungan terhadap konsumen dipandang terasa sangat penting, lebih-lebih

untuk menyongsong era perdagangan bebas. Konsumen yang keberadaannya

sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan

produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa

dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang

sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara diupayakan, sehingga mungkin

menimbulkan berbagai dampak yang salah satunya dampak dari kegiatan kartel

ini.8 Ke enam operator dalam kasus ini dalam menjalankan kegiatan kartel dan

juga dalam perjanjian penetapan harga mempunyai dampak yang merugikan

konsumen. Adapun dalam kegiatan kartel ini yang di langgar oleh para pelaku

usaha ataupun produsen adalah terlanggarnya hak dari konsumen yang

tercantum dalam pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan dalam

putusan KPPU disertakan wajib membayar ganti rugi kepada konsumen seperti

yang tertera dalam pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

8 Erman Rajaguguk, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung, Mandar Maju, 2000), h. 33-

34

Page 79: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

68

Bila berbicara tentang hukum perlindungan konsumen maka kita harus

pula membicarakan tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8

tahun 1999. Konsumen sebagai pengggerak dalam perekonomian kerap sekali

berada dalam posisi yang lemah atau tidak seimbang bila dibandingkan dengan

pelaku usaha dan hanya menjadi alat dalam aktivitas bisnis untuk meraup

keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha. Berdasarkan penjelasan

umum atas Undang-Undang Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa faktor

utama yang menjadi kelemahan konsumen dalam perdagangan adalah tingkat

kesadaran konsumen masih sangat rendah yang selanjutnya diketahui terutama

disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Mengacu pada hal ini,

Undang-Undang Perlindungan Konsumen diharapkan menjadi landasan hukum

yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen masyarakat

untuk melakukan pemberdayaan konsumen, melalui pembinaan dan pendidikan

konsumen. Sehingga diharapkan segala kepentingan konsumen secara

integrative dan komprehensif dapat dilindungi.

Asas yang terkandung dalam Perlindungan Konsumen terdapat 5 asas

utama yaitu :

1. Asas Manfaat, mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

Page 80: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

69

2. Asas Keadilan, partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal

dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk

memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan

konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun

spriritual.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, memberikan jaminan atas

keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,

pemakaian, pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas Kepastian Hukum, baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati

hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Terkait dengan penegakan hukum perlindungan konsumen, khususnya

dalam kasus kartelisasi bisnis sms yang dilakukan oleh enam operator seluler

sekiranya belum berjalan sesuai harapan. Sejak tahun 2004-2008 kasus

kartelisasi ini bisa berjalan dengan lancar sebelum diketahui oleh KPPU dan

diputuskan bahwa keenam operator ini bersalah karena telah melakukan

kegiatan usaha tidak sehat yang mengakibatkan konsumen mengalami kerugian

mencapai 2 triliiun rupiah. Sehingga sampai saat ini diberitakan bahwa pelaku

usaha yang melakukan tindak kartel bisnis sms belum membayar ganti rugi

kepada konsumen yang dirugikan.

Page 81: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

70

Dalam pengaturan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 dijelaskan

salah satu upaya untuk menyelenggarakan perlindungan konsumen sebagaimana

yang dikehendaki oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen adalah melalui pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan perlindungan konsumen. Pembinaan perlindungan konsumen

diselenggarakan oleh Pemerintah dalam upaya untuk menjamin diperolehnya

hak konsumen dan pelaku usaha serta dilakukannya kewajiban masing-masing.

Sedangkan pengawasan perlindungan konsumen dilakukan secara bersama oleh

pemerintah, masyarakat dan LPKSM (Lembaga Pengawas Konsumen dan

Swadaya Masyarakat), mengingat banyak ragam dan jenis barang dan jasa yang

beredar di pasar serta luasnya wilayah Indonesia. Pembinaan terhadap pelaku

usaha dan pengawasan terhadap barang dan jasa yang beredar di pasar tidak

semata-mata ditunjuk untuk melindungi kepentingan konsumen tetapi sekaligus

bermanfaat bagi pelaku usaha dalam upaya meningkatkan daya saing barang

dan jasa di pasar global.9

Di samping itu, diharapkan pula tumbuhnya hubungan usaha yang sehat

antara pelaku usaha dengan konsumen, yang pada gilirannya dapat menciptakan

iklim usaha yang kondusif. Semoga dengan bersinerginya peran lembaga KPPU

dan BPSK yang masing-masing telah mempunyai pengaturannya dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Anti Monopoli

9 www.hukumonline.com diunduh pada 14 Maret 2015

Page 82: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

71

saat ini, para pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan bisa

menaati peraturan-peraturan yang ada dalam sistem hukum di Indonesia agar

tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan terutama konsumen dalam kegiatan

perdagangan.

Page 83: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

72

C. Analisis Pasal Dalam Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999

Terkait Masalah Kartel SMS

Mengenai pasal-pasal yang telah dilanggar oleh keenam operator dalam

kasus kartel sms, KPPU sebagai lembaga yang berwenang untuk mengawasi

dan menentukan kegiatan persaingan usaha di Indonesia dalam putusannya No.

26/KPPU-L/2007 telah memutuskan dugaan pelanggaran pasal 5 dan pasal 11

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilanggar dalam kasus

kartel sms ini merupakan pasal yang membahas mengenai penetapan harga,

yaitu berbunyi :

1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya

untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar

oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

2. Ketentuan sebagaimana dalam ayat 1 tidak berlaku bagi suatu perjanjian

yang dibuat dalam suatu usaha patungan atau suatu perjanjian yang

didasarkan undang-undang yang berlaku.

Pada pasal 5 ayat 1 menentukan larangan menyeluruh perjanjian harga,

melarang kartel harga yang telah lama dikenal. Termasuk dalam pasal ini

perjanjian penetapan harga (price fixing) atas suatu barang dan atau jasa yang

harus dibayar konsumen atau pelanggan, yang dilakukan sesama pelaku usaha

untuk menghasilkan produk barang dan jasa yang sama dengan menetapkan

harga yang harus dibayar oleh konsumen.10

Paradigma yang digunakan dalam

10

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta, Kencana

Prenada Media Group, 2008), h. 27.

Page 84: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

73

pasal ini adalah perjanjian antar produsen atau antar para pelaku usaha,

produsen menetapkan harga yang harus dibayar oleh pembeli untuk barang dan

jasa yang diperdagangkan di pasar bersangkutan yang sama dari segi factual dan

geografis. Dilihat secara historis, perjanjian harga sebagai hambatan persaingan

telah dikenal sejak jaman dahulu di bumi Eropa, termasuk pemahamannya

mengenai pengaruh buruk perjanjian harga yang menimbulkan harga

melambung tinggi dan harga tersebut bukan harga pasar. Larangan yang termuat

dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 hanya berlaku untuk

pelaku usaha. Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya. Tentu saja pesaingnya tersebut harus merupakan pelaku usaha juga.

Secara eksplisit pesaing hanya pihak yang melakukan kegiatan ekonomi, jadi

bukan pihak pembeli atau konsumen karena pembeli hanya memenuhi

kepentingannya sendiri. 11

Perjanjian penetapan harga (price fixing) merupakan salah satu strategi

yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang bertujuan untuk menghasilkan laba

yang setinggi-tingginya. Dengan adanya penetapan harga yang dilakukan

diantara para pelaku usaha, maka akan meniadakan persaingan dari segi harga

bagi produk yang mereka jual atau pasarkan, yang kemudian dapat

mengakibatkan surplus konsumen, sesuatu yang seharusnya dinikmati oleh

11

Knud Hensen, et.al, Undang-Undang No. 5Tahun 1999 : Undang-Undang Antimonopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Law Concenring Probhition of monopolistic practices and unfair

business competition), (Jakarta:Katalis dan GTZ), h. 206.

Page 85: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

74

pembeli atau konsumen dipaksa beralih ke produsen atau penjual. Kekuatan

untuk mengatur harga, pada dasarnya merupakan perwujudan dari kekuatan

menguasai pasar dan menentukan harga yang boleh jadi tidak masuk akal. 12

Adapun pasal 11 sebagai pasal yang dilanggar dalam kasus kartel sms ini

merupakan pasal mengenai kartel yang berbunyi : “pelaku usaha dilarang

membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk

mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu

barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli

dan atau persaingan usaha tidak sehat.”

Semua perjanjian seperti ini meniadakan kesempatan pihak lawan dalam

pasar untuk memilih secara bebas diantara penawaran para anggota kartel.

Memang dalam kegiatan kordinasi produksi serta pemasaran sering mempunyai

manfaat pro persaingan, sehingga pada konteks kebijakan persaingan usaha

sering terjadi ambivalen dan kegiatan koordinasi pemasaran yang murni selalu

merupakan hambatan persaingan usaha yang serius. Pasal 11 mensyaratkan

terdapatnya perjanjian antara para pelaku usaha yang saling bersaing. Dengan

demikian penerapan ketentuan tergantung pada tiga kriteria, yaitu para pihak

harus pelaku usaha, saling bersaing, dan membuat perjanjian.13

Kartel biasanya terjadi dikarenakan persaingan yang cukup sengit di pasar.

Untuk menghindari persaingan ini anggota kartel setuju menentukan harga

dengan membuat perjanjian penetapan harga (price fixing) secara bersama,

12

Philip Arseda, Anti Trust Analysis Problems Text Cases, (Litile Brown and Company,

1981), h. 315

13

Ibid, h. 206

Page 86: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

75

mengatur produksi bahkan menentukan secara bersama-sama potongan harga,

promosi dan syarat-syarat perjanjian lain.14

D. Analisis Kasus Kartel SMS Terkait Undang-Undang Anti Monopoli

Hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur tentang interaksi

perusahaan atau pelaku usaha di pasar, sementara tingkah laku perusahaan

ketika berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi. Oleh karena itu, untuk

memahami apa dan bagaimana hukum persaingan usaha berjalan dan dapat

mencapai tujuan utamanya, maka diperlukan pemahaman mengenai konsep

dasar ekonomi yang dapat menjelaskan rasionalitas munculnya perilaku-

perilaku perusahaan di pasar. Persaingan usaha merupakan ekspresi kebebasan

yang dimiliki setiap individu dalam rangka bertindak untuk melakukan transaksi

perdagangan di pasar. Persaingan usaha diyakini sebagai mekanisme untuk

dapat mewujudkan efisiensi dan kesejahteraan masyarakat. Bila persaingan

dipelihara secara konsisten, akan tercipta kemanfaatan bagi masyarakat

konsumen, yaitu berupa pilihan produk yang bervariatif dengan harga pasar

serta dengan kualitas tinggi.15

Sebaliknya, bila persaingan dibelenggu oleh

peraturan-peraturan atau dihambat oleh perilaku-perilaku usaha tidak sehat dari

perilaku pasar yang hanya memikirkan keuntungan diri semata, maka akan

14

Ahmad Kaylani, Ada Kartel di Tanjung Priok, (Kompetisi Media berkala KPPU, 2008), h.

11.

15 Irna Nurhayati, Kajian Hukum Persaingan Usaha : Kartel Antara Teori dan Praktik,(Jurnal

Hukum Bisnis, Vol. 30-No2, 2011), h. 6.

Page 87: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

76

muncul dampak kerugian pada konsumen sebagai imbas dari kegiatan usaha

tidak sehat. Hukum persaingan usaha atau hukum anti monopoli diperlukan

tidak hanya dalam rangka menjamin kebebasan untuk bertindak seluas mungkin

bagi pelaku usaha, tetapi juga menentukan garis pembatas antara pelaksanaan

kebebasan pelaku usaha tersebut dengan penyalahgunaan kebebasaannya itu

(freedom paradox). Maka dari itu hukum anti monopoli membangun kerangka

kerja dalam upaya mengatur keseimbangan kepentingan diantara para pelaku

usaha, juga keseimbangan kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan

masyarakat atau konsumen. Agar hukum anti monopoli dapat terjaga

keharmonisan kepentingan diantara pelaku usaha dengan masyarakat, maka

hukum anti monopoli harus dapat menjaga efektivitas dari persaingan usaha.

Hal ini patut diperhatikan karena seringkali kebijakan persaingan usaha justru

mengancam persaingan dengan aturan-aturan yang membelenggu dan

menghambat persaingan. Ancaman persaingan usaha lainnya selain kebijakan,

juga datang dari para pelaku usaha sendiri yang secara sengaja melakukan

berbagai strategi bisnis yang menghambat persaingan.16

Tidak dapat disangkal bahwa cara yang ampuh untuk mengendalikan

persaingan bisnis adalah dengan cara mengaturnya dalam suatu Undang-

Undang Anti Monopoli yang sudah ada di Indonesia yaitu Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999. Pelaksanaan hukum antimonopoli ini bertujuan untuk

mencegah adannya pemborosan yang menyebabkan pasar tidak menjadi

16

Ibid, h. 8

Page 88: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

77

efisien.17

Ketidakefisienan ini dibidang ekonomi khususnya disebabkan karena

terjadi persaingan usaha yang tidak sehat, sehingga dapat menyebabkan dampak

yang buruk bagi konsumen sebagai pihak yang paling dirugikan.

Untuk mencegah terjadinya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 mencegah para pelaku usaha untuk

membuat perjanjian tertentu dengan pelaku usaha lainnya. Larangan tersebut

merupakan larangan terhadap keabsahan obyek perjanjian. Dengan demikian

berarti setiap perjanjian yang dibuat dengan obyek perjanjian berupa hal-hal

yang dilarang oleh Undang-Undang adalah batal demi hukum, dan karenanya

tidak dapat dilaksanakan oleh para pelaku usaha yang menjadi subyek

perjanjian tersebut.18

Terkait dengan hal ini, perjanjian kartel sms yang

dilakukan oleh enam operator pada periode 2004 sampai 2008 melanggar pasal

5 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan tentunya melanggar

pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 mengenai kartel. Dengan adanya

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Anti Monopoli bukanlah

semata-mata memenuhi tuntutan dari berbagai pihak seperti dikemukakan

terdahulu, tetapi juga yang lebih utama adalah sebagai landasan hukum dalam

upaya menciptakan iklim berusaha yang sehat dan kompetitif, sehingga perilaku

17

Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung, PT.

Citra Aditya Bakti, 1999), h.30.

18

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, (Jakarta, RajaGrafindo Persada,

2002), h. 23-24

Page 89: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

78

pelaku usaha yang anti persaingan dapat dicegah bahkan dikenakan sanksi

secara jelas dan tegas. Tujuan dari undang-undang ini pun agar terciptanya

iklim usaha yang sehat, kondusif, dan kompetitif sehingga tidak akan terjadi

kegiatan usaha tidak sehat.19

Berkaitan dengan ini dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010

dijelaskan bahwa praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh

satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi atau

pemasaran atas barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan

usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Maka hal ini

kaitannya dengan kasus kartelisasi bisnis sms yang dilakukan oleh keenam

operator seluler juga telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun

2010.

Dijelaskan pula bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan

antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi atas barang atau jasa

yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha. Dalam kasus kartelisasi bisnis sms keenam operator ini

melakukan kegiatan usaha tidak sehat dengan cara membuat perjanjian

penetapan harga dan membuat kegiatan kartel agar dapat mempengaruhi harga

atas barang atau jasa di pasar yang dikuasai oleh mereka. Peran KPPU dalam

19

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta, Kencana

Prenada Media Group, 2008), h. 56.

Page 90: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

79

kasus ini sangat penting, karena lembaga ini yang bisa mengawasi transaksi

para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha nya dan dapat

memutuskan apabila ditemukan pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha

tidak sehat atau terlarang. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010

juga sudah dijelaskan yakni mengenai Komisi Pengawas Persaingan Usaha

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Page 91: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

terhadap kasus kartelisasi bisnis sms yang dilakukan oleh sejumlah operator

belum berjalan sesuai harapan, disebabkan bahwa pelaku usaha yang

melakukan tindakan kartelisasi bisnis sms belum membayar ganti kerugian

kepada konsumen yang dirugikan. Meskipun konsumen menjadi pihak yang

lemah dalam kegiatan usaha, tetapi keberadaan konsumen dinilai tetap

penting untuk menggerakan roda perekonomian. Diharapkan pula agar

pelaku usaha dan konsumen mempunyai hubungan yang sehat, sehingga

dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif.

2. Penerapan Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999 terhadap

kasus kartelisasi bisnis sms yang dilakukan oleh sejumlah operator

melanggar pasal 5 yakni terkait perjanjian penetapan harga dan pasal 11

yakni terkait kegiatan kartelisasi. Ke enam operator seluler yang melakukan

tindak kartelisasi bisnis sms telah diputuskan bersalah dan dikenakan sanksi

berupa denda kepada Negara sebesar lima puluh dua milyar rupiah oleh

KPPU dalam putusannya No. 26/KPPU-L/2007. Dalam kegiatan usaha yang

Page 92: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

81

dilakukan oleh para pelaku usaha untuk mencegah hal-hal yang dapat

merugikan orang lain peran dan wewenang KPPU diharapkan sebagai alat

pengontrol agar para pelaku usaha tidak melakukan kegiatan usaha yang

dilarang sesuai dengan Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun

1999.

3. Hukum perlindungan konsumen dan hukum persaingan usaha anti monopoli

merupakan dua hal yang saling berhubungan dan saling mendukung. Harga

murah, kualitas tinggi dan pelayanan yang baik merupakan tiga hal yang

fundamental bagi konsumen dan persaingan merupakan cara yang terbaik

untuk menjaminnya. Peran lembaga BPSK dan KPPU juga harus bisa

bersinergi dalam menangani masalah-masalah yang melibatkan antara

konsumen dan pelaku usaha. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan

Konsumen harus sejalan atau saling mendukung dengan Undang-Undang

Anti Monopoli agar tercipta keharmonisan system dalam bidang ekonomi

nasional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini ada beberapa hal yang ingin disarankan

penulis, diantaranya adalah :

1. Pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun

1999 ditujukan untuk melindungi konsumen terhadap produsen. Sebelum

lahirnya undang-undang ini dalam kegiatan usaha pihak konsumen merupakan

pihak yang lemah. Dalam kegiatan usaha saat ini pihak konsumen harus lah

Page 93: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

82

menjadi konsumen yang cerdas karena saat ini pihak konsumen telah

dilindungi oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan dibawah undang-

undang perlindungan konsumen pula dibentuk instansi Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen. Jika konsumen dirugikan oleh para pelaku usaha atau

produsen bisa langsung melapor ke instansi tersebut untuk menyelesaikan

permasalahan yang ada terutama untuk melindungi para konsumen.

2. Disamping itu pelaku usaha atau produsen dalam menjalankan kegiatan usaha

nya juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang

Anti Monopoli. Agar para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan

usahanya bisa dibatasi dan tidak berbuat sewenang-wenangnya hanya demi

mementingkan keuntungan semata. Diharapkan agar para pelaku usaha juga

memperhatikan hak-hak para konsumen dalam kegiatan usaha agar tercipta

keseimbangan dan kenyamanan dalam ekonomi nasional. Untuk mengawasi

dan memutuskan para pelaku usaha dalam berkegiatan usaha telah dibentuk

KPPU agar para pelaku usaha tidak melanggar undang-undang dalam

berkegiatan usaha.

3. Peran BPSK dan KPPU perlu bersinergi dalam memberantas kegiatan usaha

tidak sehat atau yang dilarang dan juga agar konsumen tidak mengambil

kesempatan atau berbuat curang dalam hal ini yang dikarenakan telah

dilindungi dalam UUPK, karena perlindungan konsumen dan juga persaingan

usaha anti monopoli merupakan dua hal yang saling berhubungan dan

berkaitan.

Page 94: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

83

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku :

Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2001.

Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Jakarta, Kencana Prenada

Media Group, 2009.

Arsedo, Philip, Anti Trust Analysis Problems Text Cases, Litile Brown and Company,

1981.

Asshidiqie, Jimly, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta, Konstitusi Press.

Echols, John, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta, Gramedia Jakarta, 1986.

Fahmi, Andi., Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,Jakarta,

RDV Creative Media, 2009.

Fuady, Munir, Hukum Anti Monopoli (Menyongsong Era Persaingan

Sehat),Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Head, W., John, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta, Elips II, 2002.

Henry, Black., Campbell, Black LawDictionary, USA, 6 thn Ed West Publishing Co.

St Paul-Minn, 1990.

Hensen, Knud, Undang-Undang No. 5Tahun 1999 : Undang-Undang Antimonopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Law Concering Probhition of

monopolistic practices and unfair business competition), Jakarta:Katalis dan

GTZ.

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta,

Kencana Pernada Media Group, 2008.

Homby, A., S, Oxford Learner’s Dictionary of Current English, Oxford, Oxford

University Press, 1987.

Ibrahim, Johny, Hukum Persaingan Usaha, Malang, Bayumedia Publishing, 2007.

Kartika, Elsi, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta, PT Gramedia Widiasarana Indonesia,

2005.

Page 95: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

84

Kartte, Wolfgang, Law Concerning Prohibition Of Monopolistic Practices And

Unfair Business Competition, Federal Republic of Germany, Deutche

Geselleschaft fur Techische, 2001.

Lathif, Azharudin, Fiqh Muamalat, Jakarta, UIN Jakarta Press, 2005.

Miru, Ahmadi, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, RajaGrafindoPersada,

2004.

Miru, Ahmadi, Prinsip-Prinsip Perlindungan Bagi Konsumen di Indonesia, Jakarta,

RajaGrafindo Persada, 2011.

Muhammad, Teuku., Radhie, Pembangunan Hukum Nasional dalam Perspektif

Kebijakan, Yogyakarta, Fakultas Hukum UII, 1997.

Nasution, AZ, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit

Media, 2000.

Nurmadjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-Undangan tentang

Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 2000.

Patrik, Purwahid, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Bandung, Mandar Maju, 1994.

Rajaguguk, Erman, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Mandar Maju, 2000.

Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2014.

Sardjono, Agus, Pentingnya Sistem Persaingan Usaha Yang Sehat dalam Upaya

Memperbaiki Sistem Perekonomian, Jakarta,Newsletter No 34 Tahun IX,

Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, 1998.

Shofie, Yusuf, PelakuUsaha, Konsumen, Dan Tindak Pidana Korporasi, Jakarta,

Ghalia Indonesia, 2002.

Sofie, Yusuf, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK: Teori dan

Pencegahan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo, 2000.

Sinamo, Nomensen, Penelitian Hukum, Jakarta, Bumi Intitama Sejahtera, 2009.

Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, RajaGrafindo Persada,

2003.

Page 96: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

85

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2002

Syawali, Husni, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Mandar Maju, 2000.

Tantri, C, Gerakan Organisasi Konsumen, Seri Panduan Konsumen, Jakarta, yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia-The Asia Foundation.

Taufik, Muhammad, Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat Di Indonesia, Bogor, Ghalia Indonesia, 2010.

Theodore, P., Kovaleff, The Anti Trust Impulse, vol. 1, 1994.

Usman, Rachmadi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2004.

Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, Jakarta, RajaGrafindo Persada,

2002.

Wojowasito, KamusBahasa Indonesia (dengan ejaan yang disempurnakan menurut

pedoman Lembaga Bahasa Nasional), Bandung, Shinta Dharma, 1972.

Zuhaili, Wahbah, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Depok, Gema Insani, 2011.

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen pasal 1 butir 2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 TentangAnti Monopoli

Pasal 11

Peraturan Pemerintah :

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan Atau Peleburan

Badan Usaha Dan Pengambilan Saham Perusahaan Yang Dapat

Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat

Jurnal Ilmiah :

Page 97: PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENCEGAHAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29865/1/RIDWAN... · untuk mengetahui tentang Hukum Perlindungan Konsumen ... Ke enam operator

86

Agus Sardjono, Pentingnya Sistem Persaingan Usaha Yang Sehat dalam

UpayaMemperbaiki Sistem Perekonomian: Jakarta,Newsletter No 34 Tahun

IX, Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, 1998

Az. Nasution ,“Sekilas Hukum Perlindungan Konsumen”, Majalah Hukum dan

Pembangunan, Fakultas Hukum UI, No. 6 tahun ke XVI, Desember 1986.

Deswin Nur & Tim Direktorat Kebijakan Persaingan, KPPU dan Pengembangan

Kebijakan Persaingan di Asia, KOMPETISI, Media Berkala Komisi Pengawas

Persaingan Usaha, 2008.

Internet :

www.yudicare.wordpress.com diunduh pada 9 Oktober 2014

www.hukumonline.com diunduh pada 9 Oktober 2014

Kompasiana, Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme Adalah Budaya (online),

http://politik.kompasiana.com diunduh pada 15 April 2014