Upload
eko-setyadi-kurniawan
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Personal Learning Environments dan eLearning
Selama dekade terakhir, penerapan elearning sebagian besar hanya menerapkannya
dengan pendekatan Virtual Learning Environment (VLE), yaitu penerapan elearning dengan
mengaplikasikannya melalui virtualisasi ruang kelas atau disebut virtual classroom. Dengan VLE
guru yang memiliki peranan utama dalam sistem, dari sejak merencanakan pembelajaran sampai
dengan evaluasi pembelajaran, hal ini berimbas pelaksanaannya sebagian besar kurang dinikmati
oleh peserta didik yang memiliki karakter-karakter belajar yang berbeda-beda.
Dari sana muncullah penerapan elearning dengan pendekatan Personal Learning Environments
(PLEs) yang penerapannya sangat berbeda dibandingkan dengan pendekatan VLE. Penerapan
PLEs menitik beratkan elearning sebagai sebuah kegiatan pembelajaran online yang dilakukan oleh
individu pembelajar, bukan dilihat dari pemenuhan kebutuhan institusi penyelenggara
pembelajaran.
A. Konsep Personal eLearning Environments
Personal Learning Environments atau disingkat PLEs adalah sebuah pendekatan atau
cara pandang e-learning dilihat dari sudut pandang pengalaman belajar mandiri siswa/pengguna.
Mohamed Amine Chatti mengibaratkan PLEs sebagai perlengkapan kecil-kecil namun
lengkap, berbeda dengan LMS atau sering disebut dengan e-learning dengan pendekatan
Virtual Learning Environment (VLE).
Intinya bahwa PLEs melihat e-learning sebagai sebuah aktivitas yang biasa dilakukan
seseorang ketika online, tools-nya bebas, bisa dengan social networking, blog atau tools lainnya. Hal ini
diharapkan demotivasi yang biasa terjadi dapat dihilangkan atau setidaknya dikurangi.
Jadi konsep awal PLEs adalah sebuah pendekatan atau cara pandang terhadap e-learning
sebagai sebuah aktivitas pembelajaran yang dilakukan secara online oleh pembelajar (siswa)
dengan tools yang biasa dan disenangi oleh pembelajar yang bersangkutan. PLEs ini diprediksikan
akan menjadi titik tolak utama dalam pengembangan sistem e-learning di masa yang akan segera
datang.
1. Ada 4 lapisan dalam pengoperasian PLES
a. Online journal (contoh weblog)
b. Social content networking (contoh: slide share, youtube, flickr)
c. Social bookmarking (contoh: diigo, delicious)
d. Social networking (contoh: facebook, twitter)
2. Dengan PLES Individu akan mampu melakukan:
a. Membuat konten dan mempublikasikannya
b. Mencari dan mengumpulkan informasi dari banyak sumber
c. Merespon pertanyaan
d. Berkomentar terhadap konten milik individu lain
Setiap saat ketika anda online, anda belajar sesuatu melalui search engine, social
networking, weblog, dll. Itulah yang disebut PLEs.
B. Cara menciptakan Personal eLearning Environments
Dibawah ini mungkin belum bisa dikatakan penciptaan, namun lebih pada pengkondisian
siswa dalam pendekatan PLEs. Yaitu:
1. Tiap individu memiliki kontrol penuh atas kegiatan pembelajarannya.
2. Tiap individu berada dalam 1 atau lebih jaringan
3. Tiap PLEs saling mempengaruhi
Dalam jaringan setiap individu atau siswa (harus )melakukan:
a. Memberi tag yang sama dalam topik yang senada
b. Merespon dan mendiskusikan konten yang senada
c. Me-embed konten milik individu lain jika diperlukan untuk melengkapi kontennya
d. Mengoleksi, mengolah dan membagikan konten
1.
C. Definisi eLearning menurut tokoh-tokoh
Terdapat beberapa perbedaan terminologi penulisan untuk menunjukan istilah
pembelajaran online. Ada yang menuliskan dengan E-Learning, Elearning dan ada pula dengan
penulisan eLearning. Menurut Wahono, fenomena ini hampir sama dengan fenomena
terminologi penulisan E-Mail dan Email, yang pada akhirnya yang menjadi baku adalah
penulisan Email (tanpa tanda hubung). Dalam paper ini terminologi penulisan yang digunakan
adalah Elearning (tanpa tanda hubung). Model mengandung pengertian suatu pola, gaya,
contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Sedangkan model yang
dimaksud adalah suatu pola dan alur proses pengembangan elearning yang dibuat, dihasilkan dan
digunakan guna keberhasilan program kegiatan pembelajaran yang terdiri dari komponen input,
proses dan output.
Secara harfiah, elearning berasal dari dua kata dasar, yaitu e yang merupakan
kependekan dari electronic atau elektronik dan learning atau pembelajaran. Sehingga
elearning dapat diartikan sebagai pembelajaran yang dibentuk atau menggunakan media
elektronik. Namun, pada perkembangannya, pengertian elearning mengalami penyempitan
makna, yaitu untuk menunjukan cara pembelajaran dengan menggunakan media internet, yang
dapat menggantikan atau melengkapi pembelajaran konvensional sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan.
Istilah e-Learning mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga banyak pakar yang
menguraikan tentang definisi e-Learning dari berbagai sudut pandang.
Darin E. Hartley [Hartley, 2001] yang menyatakan: e-Learning merupakan suatu jenis
belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan
media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.
LearnFrame.Com dalam Glossary of e-Learning Terms [Glossary, 2001]
menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa: e-Learning adalah sistem pendidikan yang
menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan
komputer,maupun komputer standalone.
Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan
pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk
menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning
sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet.
Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan
belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang
sesuai dengan kebutuhannya.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi
internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan.
Hal ini senada dengan Cambell (2002) & Kamarga (2002) yang intinya menekankan
penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning.
Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah e atau singkatan dari
elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk
mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.
e-Learning menurut Allan J. Henderson (2003:2) dinyatakan sebagai:
a. e-learning adalah pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer (biasanya
terkoneksi internet).
b. e-learning dapat digunakan untuk para pekerja dimana mereka dapat belajar pada di tempat kerja
mereka tanpa harus pergi ke kelas.
c. e-learning dapat dijadwalkan dengan kesepakatan antara instruktur dengan siswa
d. e-Learning dapat merupakan can be an on-demand course dimana pembelajar dapat belajar
mandiri sesuai waktu yang mereka inginkan.
Dari beberapa devinisi tokoh-tokoh diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa istilah
eLearning merupakan istilah untuk menunjukkan cara pembelajaran dengan menggunakan media
internet, yang dapat menggantikan atau melengkapi pembelajaran konvensional sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan. Atau dapat juga didefinisikan e-Learning merupakan sebuah system
pembelajaran dimana didukung oleh konsep pengembangan berkelanjutan, proses kolaboratif
yang memfokuskan pada peningkatan kemampuan individual dan organisasi. Sistem eLearning
didesain secara efektif melalui pengembangan komunikasi penggunaan media elektonik dan
jaringan. Atau lebih mudahnya bahwa sistem atau konsep pendidikan yang memanfaatkan
teknologi informasi dalam proses belajar mengajar dapat disebut sebagai suatu e-Learning.
Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama, elearning merupakan
penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning
menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model
belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer)
sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti
menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar
tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat,
Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik
keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas
siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.