23
Pertumbuhan Janin Terhambat Secara fisiologis, pertumbuhan janin manusia ditandai oleh urutan pola dari pertumbuhan jaringan dan organ, diferensiasi, serta maturasi yang ditentukan oleh ketersediaan substrat (maternal), transfer substrat melalui plasenta, dan juga potensial genetik pertumbuhan. 1 Walaupun banyak faktor telah dikemukakan berperan dalam proses pertumbuhan janin, mekanisme selular dan molecular proses tersebut belum dapat dimengerti dengan baik. Pada awal kehidupan janin, penentu utama dari pertumbuhan adalah materi genetik (genome) janin. Namun pada bulan-bulan akhir kehamilan, pengaruh faktor lingkungan, nutrisi, dan hormonal menjadi sangat penting. 1 Definisi Pertumbuhan janin terhambat adalah kondisi dimana janin tidak dapat mencapai ukuran potensialnya sesuai dengan potensi genetiknya. Keadaan ini berbeda dengan istilah kecil untul masa kehamilan (small for gestational age, SGA) . SGA didefinisikan sebagai pertumbuhan pada atau kurang dari persentil 10 untuk berat badan janin sesuai masa kehamilan. Namun tidak semua janin dengan SGA terhambat pertumbuhannya secara patologis. Hampir 70% dari janin dengan SGA, berukuran kecil secara konstitusional berdasarkan potensi genetik, dan dalam keadaan normal. Walaupun begitu, janin tersebut dapat dianggap kecil secara konstitusional hanya setelah semua proses patologis dapat disingkirkan. Oleh karena itu janin dengan berat badan dibawah persentil 10 harus tetap dicurigai akan kemungkinan PJT. Beberapa definisi yang digunakan diantaranya adalah janin

Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Pertumbuhan Janin Terhambat

Secara fisiologis, pertumbuhan janin manusia ditandai oleh urutan pola dari

pertumbuhan jaringan dan organ, diferensiasi, serta maturasi yang ditentukan oleh

ketersediaan substrat (maternal), transfer substrat melalui plasenta, dan juga potensial genetik

pertumbuhan.1

Walaupun banyak faktor telah dikemukakan berperan dalam proses pertumbuhan

janin, mekanisme selular dan molecular proses tersebut belum dapat dimengerti dengan baik.

Pada awal kehidupan janin, penentu utama dari pertumbuhan adalah materi genetik (genome)

janin. Namun pada bulan-bulan akhir kehamilan, pengaruh faktor lingkungan, nutrisi, dan

hormonal menjadi sangat penting.1

Definisi

Pertumbuhan janin terhambat adalah kondisi dimana janin tidak dapat mencapai

ukuran potensialnya sesuai dengan potensi genetiknya. Keadaan ini berbeda dengan istilah

kecil untul masa kehamilan (small for gestational age, SGA). SGA didefinisikan sebagai

pertumbuhan pada atau kurang dari persentil 10 untuk berat badan janin sesuai masa

kehamilan. Namun tidak semua janin dengan SGA terhambat pertumbuhannya secara

patologis. Hampir 70% dari janin dengan SGA, berukuran kecil secara konstitusional

berdasarkan potensi genetik, dan dalam keadaan normal. Walaupun begitu, janin tersebut

dapat dianggap kecil secara konstitusional hanya setelah semua proses patologis dapat

disingkirkan. Oleh karena itu janin dengan berat badan dibawah persentil 10 harus tetap

dicurigai akan kemungkinan PJT. Beberapa definisi yang digunakan diantaranya adalah janin

dengan berat badan dibawah persentil 10 disertai lingkar abdomen dibawah persentil 2.5,

namun beberapa peneliti lebih menggunakan standar dibawah persentil 3.1,2,3

Page 2: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Gambar 1. Grafik Persentil Berat Badan Janin terhadap Usia Kehamilan

Epidemiologi

Pertumbuhan janin terhambat merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas janin

terbesar kedua, dibawah prematuritas. Kejadian asfiksia pada kelahiran, aspirasi mekonium,

hipoglikemia, dan hipertermia pada neonatus meningkat pada janin dengan PJT. Hal ini

berlaku pada bayi yang lahir preterm maupun aterm.1

Pertumbuhan dan perkembangan postnatal dari janin dengan PJT nantinya ditentukan

oleh penyebab terjadinya restriksi pertumbuhan, nutrisi pada saat neonatus, dan lingkungan.

Janin dengan PJT akibat kelainan kongenital, infeksi intrauteri, dan kelainan kromosomal

umumnya akan berukuran kecil seumur hidupnya. Namun pada janin dengan PJT akibat

insufisiensi plasenta, anak tersebut akan tumbuh mengejar potensial genetiknya.

Perkembangan neurologis dari janin yang mengalami PJT dipengaruhi oleh lingkungan pre-

dan postnatal. Bayi yang lahir di dalam keluarga yang memiliki status sosioekonomi yang

lebih tinggi menunjukkan masalah perkembangan yang lebih sedikit dibandingan dengan bayi

yang di lahirkan di dalam keluarga yang status sosioekonominya rendah.1

Page 3: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Insidensi dari PJT diestimasikan mencapai 5% dari populasi obstetrik secara umum.

Walaupun demikian, insidensi sangat dipengaruhi oleh populasi tertentu dan referensi kurva

standar pertumbuhan.2,3

Faktor Risiko

Ibu kecil secara konstitusional

Wanita yang kecil umumnya memiliki bayi yang kecil pula. Jika seorang wanita

memulai kehamilan dengan berat kurang dari 50 kg, risiko melahirkan bayi SGA meningkat

setidaknya dua kali (Simpdon dkk, 1975). Ditambah lagi, pengaruh intergenerasi dari berat

badan lahir diturunkan melalui jalur ibu (Emanuel dkk, 1992).1

Sampai saat ini, apakah fenomena ibu yang kecil melahirkan bayi yang kecil

merupakan genetik atau pengaruh dari asuhan masih belum jelas. Brooks dan penulis lainnya

(1995) menganalisa 62 kelahiran dari hasil donasi ovum untuk memeriksa pengaruh relatif

dari donor versus resipien terhadap berat badan lahir. Mereka menyimpulkan bahwa

lingkungan yang disediakan oleh ibu resepien lebih penting daripada kontribusi genetik

terhadap berat badan lahir.1

Kurangnya nutrisi ibu

Pada wanita dengan indeks masa tubuh (IMT) yang rata-rata atau rendah, kenaikan

berat badan yang kecil selama kehamilan bisa diasosiasikan dengan PJT (Simpson dkk,

1975). Kurangnya kenaikan berat badan pada trimester kedua khususnya berkorelasi dengan

penurunan berat badan lahir (Abrams dan Selvin, 1995).1

Pembatasan kenaikan berat badan setelah usia kehamilan setengah trimester kedua

akhir tidak dianjurkan. Pembatasan kalori hanya berpengaruh minimal pada pertumbuhan

janin namun meningkatkan mortalitas janin secara signifikan.1

Rendahnya status sosial

Pengaruh rendahnya status sosial terhadap berat badan lahir berhubungan dengan efek

yang diasosiasikan dengan faktor-faktor gaya hidup seperti merokok atau ketergantungan

obat, dan nutrisi yang kurang. Dejin-Karlson dkk (2000) meneliti secara kohort wanita-

wanita Swedia dan menemukan rendahnya status sosial berhubungan dengan meningkatnya

risiko bayi dengan PJT.1

Page 4: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Infeksi janin

Infeksi virus, bakteri, protozoa, dan spiroseta telah dihubungkan dengan 5% kasus

PJT (Klein dan Remington, 1995). Infeksi yang paling dikenal sebagai penyebab PJT adalah

infeksi yang disebabkan oleh rubela dan sitomegalovirus (Lin dan Evans, 1984; Stagno dkk,

1977). Mekanisme yang mempengaruhi pertumbuhan janin tampaknya berbeda pada kedua

jenis infeksi virus ini. Sitomegalovirus dihubungkan dengan sitolisis langsung dan hilangnya

sel-sel fungsional. Infeksi rubella menyebabkan insufisiensi vascular dengan merusak endotel

pembuluh-pembuluh darah kecil. Rubela juga menurunkan pembelahan sel (Pollack dan

Divon, 1992). Infeksi-infeksi lain yang dihubungkan dengan PJT adalah hepatitis A dan B,

listeriosis, tuberkulosis, sifilis, toksoplasmosis, dan malaria kongenital.1

Malformasi kongenital

Pada studi lebih dari 13000 bayi dengan anomali struktural mayor, 22% menderita

PJT (Khoury dkk, 1988). Umumnya, makin berat malformasi, makin besar kemungkinan

janin mengalami SGA. Hal ini khususnya bisa dibuktikan pada janin dengan abnormalitas

kromosom atau yang memiliki malformasi kardiovaskular serius.1

Aneuploidi kromosom

Plasenta dari janin dengan trisomi autosomal memiliki jumlah arteri kecil pada

cabang tersier vili yang sedikit dibanding normal (Rochelson dkk, 1990). Bergantung pada

kromosom mana yang berlebih, aneuploidi kromosom dapat dihubungkan dengan PJT.1

Penyakit tulang dan tulang rawan

Berbagai sindrom yang diturunkan seperti osteogenesis imperfect dan bermacam-

macam kondrodistrofi lain dihubungkan dengan PJT.1

Teratogen

Semua teratogen dapat mempengaruhi pertumbuhan janin.1

Penyakit vaskular

Khususnya bila disertai dengan preeklamsia superimposed, penyakit vascular kronis

umumnya mengebabkan PJT. Preeklamsia dapat menyebabkan gagal tumbuh dan merupakan

indicator beratnya PJT, khususnya ketika onset terjadi sebelum 37 minggu (Gainer, 2005;

Odegard, 2000; Xiong, 1999, dkk).1

Page 5: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Penyakit ginjal

Insufisiensi ginjal kronis sering diasosiasikan dengan hipertensi dan penyakit

vaskular. Nefropati kronis umumnya disertai dengan PJT (Cunningham dkk, 1990; Stettler

dan Cunningham, 1992).1

Hipoksia kronis

Ketika dipaparkan dengan lingkungan hipoksia kronis, beberapa janin memiliki berat

badan lahir yang menurun secara signifikan.1

Anemia

Pada kebanyakan kasus, anemia ibu tidak menyebabkan PJT. Pengecualian meliputi

penyakit sickle cell dan beberapa anemia lain yang diturunkan.1

Abnormalitas plasenta dan tali pusat

Sejumlah abnormalitas plasenta bisa menyebabkaan PJT. Abnormalitas tersebut

mencakup infark ekstensif, korioangioma, insersi tali pusat marginal atau velamentous,

plasenta sirkumvalata, atau plasenta previa. Kegagalan tumbuh pada kasus ini seringkali

dianggap karena insufisiensi uteroplasenta. Beberapa wanita dengan PJT yang tidak ddapat

dijelaskan sebabnya dan memiliki plasenta yang tampak normal memiliki penurunan aliran

darah uteroplasenta dibandingkan dengan janin yang tumbuh normal (Kotini dkk, 2003;

Lunell dan Nylund, 1992; Papageorghiou dkk, 2001).1

Janin multipel

Kehamilan dengan janin dua atau lebih lebih besar kemungkinan untuk mengalami

PJT pada satu atau lebih janin dibandingkan dengan bayi tunggal normal.1

Sindrom antifosfolipid

Dua kelas antibody antifosfolipid-antibodi antikardiolipin dan antikoagulan lupus-

diasosiasikan dengan PJT (Lockwood dan Rand, 1994). Kehamilan pada wanita dengan

antibody ini seringkali buruk dan bisa melibatkan preeklamsia awitan awal dan kematian

janin (Levine dkk, 2002; Lockwood, 2002). Mekanisme patofisiologi tampaknya disebabkan

oleh agregasi trombosit ibu dan thrombosis plasenta.1

Kehamilan ekstrauterin

Page 6: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Jika plasenta berimplantasi di luar uterus, janin biasanya tumbuh terhambat. Beberapa

malformasi uterus juga dihubungkan dengan PJT.1

Tabel 1. Faktor Risiko Pertumbuhan Janin Terhambat

Placental insufficiency

Unexplained elevated maternal alpha-

fetoprotein level

Idiopathic

Preeclampsia

Chronic maternal disease

Cardiovascular disease

Diabetes

Hypertension

Abnormal placentation

Abruptio placentae

Placenta previa

Infarction

Circumvallate placenta

Placenta accretia

Hemangioma

Genetic disorders

Family history

Trisomy 13, 18 and 21

Triploidy

Turner's syndrome (some cases)

Malformations

Immunologic

Antiphospholipid syndrome

Infections

Cytomegalovirus

Rubella

Herpes

Toxoplasmosis

Metabolic

Phenylketonuria

Poor maternal nutrition

Substance abuse (smoking, alcohol,

drugs)

Multiple gestation

Low socioeconomic status

Klasifikasi

Pertumbuhan Janin Terhambat umumnya diklasifikasikan menjadi simetris ataupun

asimetris berdasarkan rasio lingkar kepala terhadap lingkar abdomen (HC/AC) dari hasil

pengukuran melalui USG. PJT yang dikategorikan sebagai simetris berukuran kecil secara

proporsional, sedangkan asimetris menggambarkan bahwa secara disproporsional, lingkar

abdomen janin lebih kecil dibandingkan dengan lingkar kepalanya.1

Adanya gangguan pada proses pertumbuhan yang timbul sejak awal kehamilan

(pajanan kimia, infeksi virusm atau aneuploidi) akan mengakibatkan baik penurunan jumlah

Page 7: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

sel-sel maupun penurunan ukurannya. Hasilnya, akan terjadi reduksi dari lingkar kepala dan

juga lingkar abdomen secara proporsional, yang disebut sebagai restriksi pertumbuhan

simetris. 1

Pada sisi lain, gangguan pada akhir kehamilan, seperti adanya insufisiensi plasenta

yang disebabkan oleh hipertensi secara teoritis hanya mempengaruhi ukuran sel tertentu.

Insufisiensi plasenta akan menyebabkan berkurangnya transfer glukosa dan penyimpanannya

di hepar, oleh karena itu, lingkar abdomen janin yang menggambarkan ukuran hepar akan

berkurang dan mengakibatkan restriksi pertumbuhan asimetris.1

Walaupun generalisasi mengenai patofisiologi potensial PJT simetris versus PJT

asimetris menarik dari segi konseptual, ada bukti yang menunjukkan pola pertumbuhan janin

lebih kompleks dari itu. Nicolaides dan penulis lain (1991) menemukan bahwa janin dengan

aneuploidi umumnya memiliki ukuran kepala yang secara disproporsional besar dan secara

asimetris PJT. Kebanyakan bayi prematur dengan PJT karena preeklamsia dan insufisiensi

uteroplasenta lain menunjukkan tampilan PJT simetris (Salafia dan penulis lain, 1995).1

Diagnosis

Penting sekali dalam mengidentifikasi PJT untuk memastikan sedini mungkin usia

kehamilan, evaluasi kenaikan berat badan ibu, dan pengukuran tinggi fundus secara teratur

selama kehamilan. Dengan cara tersebut, banyak kasus PJT yang dapat terjangkau sejak awal.

Pada wanita dengan risiko tinggi, seperti wanita dengan riwayat kehamilan dengan PJT,

maka USG serial sangat dianjurkan. Walaupun begitu, diagnosa pasti dari PJT umumnya

tidak dapat dibuat hingga saat persalinan.1

a. Usia Kehamilan

Penentuan usia kehamilan yang akurat, sangat penting dalam mendiagnosa PJT.

Umumnya untuk menentukan usia kehamilan digunakan data hari pertama haid terakhir pada

wanita dengan siklus yang regular atau pengukuran dengan pemeriksaan USG.2,3

b. Pengukuran Tinggi Fundus

Pengukuran tinggi fundus yang dilakukan secara baik, merupakan cara yang

sederhana, aman, tidak mahal, dan cukup akurat digunakan sebagai metode deteksi dini bayi

dengan SGA, walaupun kemungkinan hanya dapat mengidentifikasi sekitar 40% dari semua

kejadian. Pada usia kehamilan 18-30 minggu, dikatakan bahwa tinggi fundus pada sentimeter

dapat disamakan dengan usia kehamilan dalam minggu, Apabila terdapat perbedaan 2-3 cm

dari taksiran, maka harus dicurigai terdapat gangguan pada pertumbuhan janin.1

Page 8: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

c. Pemeriksaan Ultrasonografi

Pemeriksaan biometri janin dengan USG merupakan gold standard untuk mengukur

pertumbuhan janin, Umumnya pemeriksaan ini dilakukan pada trimester pertama untuk

menentukan usia kehamilan, dan pada minggu ke 32-34 untuk mengevaluasi pertumbuhan

janin.1

Dasar pengukuran yang digunakan umumnya adalah diameter biparietal, lingkar

kepala, lingkar abdomen, dan panjang femur. Indikator yang paling sensitif untuk

menentukan PJT simetris maupun asimetris adalah lingkar abdomen, yang memiliki

sensitifitas hingga 95%, jika hasil pengukuran dibawah persentil 2.5%.1

Indikator penting lainnya dari pemeriksaan USG adalah pengukuran estimasi jumlah

cairan amnion. Penurunan volume dari cairan amnion sangat dekat hubungannya dengan PJT.

Morbiditas yang signifikan ditemukan pada kehamilan dengan indeks cairan amnion dibawah

5 cm.1

d. Doppler Velocimetry

Digunakan untuk mengidentifikasi keadaan abnormal dari aliran darah pada arteri

umbilikalis, dikarakteristikkan oleh tidak adanya atau terbaliknya arah aliran end diastolic

yang berasosiasi dengan pertumbuhan janin.1

Tatalaksana

Ketika dicurigai terjadi keterlambatan pertumbuhan janin, harus dilakukan usaha-

usaha untuk menegakkan diagnosis, menilai kondisi janin, dan kemungkinan kelainan lain.1

manajemen janin dengan hambatan perkembangan memiliki penyesuaian individu.2 Tujuan

dari managemen PJT adalah melahirkan bayi dalam kondisi fisiologis terbaik dan risiko

minimal terhadap ibu karena tidak ada terapi yang efektif.3 Terlambat tumbuh mendekati

kelahiran lebih mudah diatasi namun sering kali terlewatkan. Miller, dkk (208) menyatakan,

meskipun hambatan pertumbuhan sebelum usia 34 minggu dikenali, tetap saja bukan hal

yang mudah untuk diterapi. Kordosentesis memberikan kariotyping yang cepat untuk

mendeteksi aneuploid letal, yang dapat mempermudah penatalaksanaan. Sebuah riset oleh

thornton, dkk (2004) menunjukkan bahwa pemilihan antara menunda kelahiran atau segera

melahirkan bayi preterm tidak mengurangi angka mortalitas dan morbiditas bayi secara

signifikan, meskipun data menunjukkan bayi yang ditunda kelahirannya menunjukkan angka

kematian dan kecacatan yang lebih rendah.

a. Petumbuhan janin terhambat mendekati aterm

Page 9: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Persalinan segera merupakan pilihan terbaik untuk janin yang mendekati atau yang

cukup usia kehamilan. Pada kenyataannya klinisi merekomendasikan persalinan pada usia ≥

34 minggu jika terdapat oligohidramnion. Dengan menilai denyut jantung janin, dapat

dilakukan partus pervaginam. Beberapa janin tidak dapat mentolerir persalinan pervaginam,

dan oleh karena itu dipilih section cesarean.

b. Pertumbuhan janin terhambat preterm

Ketika pertumbuhan janin terhambat didiagnosis pada janin yang secara anatomis

normal dan berusia mendekati 34 minggu, cairan amnion dan kondisi janin normal, cukup

diperlukan observasi. Selama pertumbuhan janin terus berlangsung, dan kondisi kesehatan

janin normal, kehamilan dapat diteruskan sampai maturitas janin tercapai. Pada beberapa

kasus dapat dilakukan amniosintesis untuk menilai maturitas paru – paru. Meskipun adanya

oligohidramnion berkaitan dengan kegagalan perkembangan janin, volume cairan amnion

normal tidak mencegah hambatan pertumbuhan janin.

Ketika gangguan pertumbuhan janin terjadi saat masih jauh dari usia aterm, tidak ada

terapi khusus yang dapat memperbaiki kondisi ini. Meskipun tidak terbukti mempercepat

perkembangan janin, istirahat total meningkatkan aliran darah uterus.1,2 Dan kini banyak

klinisi yang menyarankan program istirahat yang dimodifikasi. Suplemen nutrisi, terapi

oksigen, obat antihipetensi, heparin dan aspirin telah terbukti tidak efektif. (ACOG, 2000)

Persalinan preterm diindikasikan pada bayi dengan hambatan perkembangan yang

menunjukkan abnormalitas tes fungsi janin dan disarankan bila bayi tidak tumbuh.2

Pada kebanyakan kasus yang terdiagnosa mendekati aterm, tidak ada etiologi khusus

atau terapi spesifik yang dapat mengatasi. Keputusan manajemen sepenuhnya tergantung dari

penilaian klinisi mengenai resiko kematian janin bila meneruskan kehamilan dan resiko

persalinan preterm.1

Beberapa pemeriksaan seperti nonstress test, profil biofisik, dan velosimetri arteri

umbilikalis tidak dapat mencegah risiko defek neurologis jangka panjang. Profil biofisik

merupakan penilaian kesehatan janin dengan kombinasi dari nonstress test dengan 4

parameter USG (volume cairan amnion, pergerakan pernapasan, pergerakan tubuh dan tonus

otot).2 Namun data mengenai berat lahir dan usia kehamilan memberikan gambaran outcome

selama 2 tahun pada bayi dengan hambatan perkembangan.1

Page 10: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Gambar 2. Algoritma manajemen PJT

Beberapa protokol telah digunakan untuk monitoring antenatal pada bayi PJT dengan

pemeriksaan utama yaitu nonstress test setiap minggu. Modalitas tambahan dapat berupa

perkiraan volume cairan amnion, profil biofisik, dan atau Doppler. Salah satu protokol yaitu

protokol Kramer dan Weiner. Protokol ini bergantung pada penggunaan Doppler karena

temuan abnormalitas Doppler berat dapat mendahului abnormalitas frekuensi denyut jantung

beberapa minggu.3

Persalinan

Perkembangan janin terhambat paling sering disebabkan oleh insufisiensi akibat

kegegalan perfusi maternal, ablasi plasenta, atau keduanya. Jika terdapat kondisi demikian,

akan diperberat dengan persalinan. Tidak kalah pentingnya, berkurangnya cairan amnion

meningkatkan kemungkinan terjadinya kompresi plasenta selama persalinan. Oleh karena itu,

wanita yang dicurigai memiliki janin dengan keterlambatan perkembangan memerlukan

monitoring intrapartum lebih ketat.1

Risiko mengalami hipoksia atau aspirasi mekonium juga meningkat. Janin yang

mengalami hambatan perkembangan berat memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan

metabolik seperti hipoglikemia, polisitemia, dan hiperviskositas. Bayi dengan berat lahir

rendah memiliki risiko lebih tinggi mengalami diabilitas motorik dan neurologic. Persalinan

harus dilakukan di rumah sakit yang mampu menangani berbagai morbiditas berkaitan

dengan hamabatan perkembangan janin seperti asfiksia, aspirasi mekonium, sepsis,

hipoglikemia dan malformasi.2

Page 11: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Hasil akhir

Bayi dengan hambatan perkembangan intrauterin memiliki kecepatan pertumbuhan

yang normal ketika bayi, anak- anak dan remaja, meskipun penelitian menunjukkan 1/3 dari

mereka tidak dapat mencapai tinggi normal.2 Bayi dengan berat lahir rendah memiliki

hubungan dengan perkembangan diabetes melitus tipe 2 ketika dewasa. Smith, dkk (2001)

menemukan bahwa komplikasi kehamilan yang menghasilkan bayi dengan berat lahir rendah

meningkatkan resiko kejadian serangan jantung pada ibu.1

Pencegahan

Pencegahan hambatan perkembangan pada janin telah menjadi target penelitian yang

potensial. Telah dilakukan percobaan dengan merubah rasio tromboksan-prostasiklin dengan

memberikan aspirin dengan atau tanpa dipiridamol pada wanita dengan bayi PJT. Meskipun

begitu sampai kini belum terbukti penggunaan aspirin dapat mencegah terjadinya PJT.3

Infeksi Intrauterin

Definisi Umum

Infeksi intrauterin (IIU) adalah infeksi yang terjadi di dalam rahim pada kehamilan.

Infeksi bakteri dalam rahim dapat terjadi di antara jaringan maternal dan jaringan janin (di

dalam ruang koriodesidual), di dalam membrane janin (korioamnionitis), di plasenta, di

dalam cairan amnion (amnionitis), di tali pusat (funisitis), atau di janin itu sendiri. Infeksi

intrauterine di dalam literature terutama dikaitkan dengan infeksi intraamnion (IIA).

Berdasarkan ada atau tidaknya tanda dan gejala klinis dan hasil dari uji diagnostik, IIU dapat

dibagi menjadi subgrup infeksi klinis atau subklinis, dan/atau korioamnionitis histologik

(yang dapat bersifat noninfeksi).4,5

Gambar 3. Lokasi

potensial infeksi bakteri di

dalam uterus

Page 12: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Sumber: Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WW. Intrauterine infections and preterm

delivery. N Engl J Med. 2000; 342:1500-1507.

Epidemiologi

Insiden IIU yang dilaporkan umumnya bervariasi namun semuanya menunjukkan

adanya penurunan kejadian seiring tuanya usia kehamilan. Variasi dari insiden diakibatkan

oleh beberapa faktor, diantaranya diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan beberapa

faktor risiko populasi dan perbedaan kriteria diagnostik yang dipakai (klinik versus

histologik).4

Prevalensi IIU paling tinggi pada kelahiran prematur. Salah satu studi menunjukkan

insiden IIU pada wanita dengan ketuban pecah dini (KPD) pada usia kehamilan di bawah 27

minggu, 28 sampai 36 minggu, dan kehamilan aterm adalah berturut-turut 41%, 15%, dan

2%. IIU dijumpai pada sepertiga kasus kelahiran prematur dengan selaput ketuban utuh dan

40% kasus ketuban pecah dini prematur yang datang dengan kontraksi.1,4

Etiologi

Pada wanita yang menjalani persalinan prematur spontan dengan ketuban yang utuh,

bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi intrauterin adalah Ureaplasma urealyticum,

Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, peptostreptokokus, dan spesies bakterioides. Itu

semua adalah organism vagina yang virulensinya relatif rendah. Bakteri yang paling sering

diasosiasikan dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah ketuban pecah adalah

Neisseria gonorrhea dan Chlamydia trachomatis sedangkan streptokokus grup B dan

Escherechia coli hanya ditemukan kadang-kadang.1,6

Faktor Risiko

Semua faktor yang meningkatkan risiko pajanan berkepanjangan ketuban janin

dan/atau rongga uterus terhadap mikroba dari vagina akan meningkatkan risiko IAI. Faktor-

Page 13: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

faktor ini meliputi nuliparitas (karena nuliparitas akan meningkatkan lama waktu persalinan),

persalinan prematur, ketuban pecah dini, pemeriksaan vagina dengan jari, kateter intrauterin,

dan infeksi urogenital (terutama infeksi vagina atau serviks, termasuk infeksi menular seksual

(IMS). Terdapat bukti bahwa mekonium di dalam cairan amnion juga meningkatkan risiko

infeksi ibu dan/atau korioamnionitis, mungkin dengan cara menekan respon imun ibu atau

dengan mengganggu komposisi cairan ketuban dengan cara menurunkan pertahanannya

terhadap mikroba.6

Terdapat faktor risiko tambahan seperti penyakit kronis ibu, status nutrisi ibu, dan

stres emosional, semua hal tersebut bisa meningkatkan kerentanan wanita terhadap infeksi

dengan cara mempengaruhi fungsi sistem imun. Hubungan pasti antara faktor-faktor risiko

tersebut, imunitas ibu, dan IAI, merupakan hal yang kompleks dan masih diteliti. Ketika

membicarakan faktor risiko, penting untuk diingat bahwa persalinan prematur dan ketuban

pecah dini prematur tidak hanya dapat menjadi faktor risiko, namun juga dapat menjadi

penyebab infeksi intrauterin.6

Patofisiologi dan Patogenesis

Rute paling sering yang menyebabkan infeksi intrauterin adalah bakteri dari traktus

genitalia bawah. Rute ini terjadi paling sering jika ada ketuban pecah, namun juga bisa terjadi

pada ketuban yang intak. Infeksi intraamnion biasanya disebabkan oleh banyak bakteri

(polimikroba) dan mayoritas kasus disebabkan oleh kombinasi organisme aerob dan anaerob.

Patogen yang paling sering diisolasi dari cairan ketuban pasien dengan IIA adalah bakteri

yang merupakan flora vagina, termasuk Ureaplasma urealyticum, Gardnerella vaginalis,

Bacterioides bividus, streptokokus grup A, B, dan D, termasuk infeksi hematohen atau

transplasenta, infeksi retrograde dari pelvis, dan infeksi transuterin yang disebabkan oleh

prosedur medis, seperti amniosentesis, pengambilan sampel dari vili korion, namun rute-rute

tersebut jarang menjadi rute IIU.6

Ketika bakteri-bakteri tersebut berkolonisasi di dalam rongga uterus, bakteri tidak

hanya dapat menginfeksi namun juga dapat melepaskan endotoksin, yang, dalam jumlah yang

cukup, dipercaya menginisiasi respon inflamasi ibu dan janin yang bisa menghasilkan

ketuban pecah dini (KPD), persalinan prematur, dan kerusakan neurologik pada janin. Secara

singkat, respon inflamasi ini dipercaya berlanjut sebagai berikut: endotoksin bakteri memicu

pelepasan sitokin-sitokin pada jaringan ibu dan janin yang menyebabkan pelepasan sitokin-

sitokin lain, migrasi leukosit, dan pelepasan prostagrandin dari miometrium dan ketuban.

Pelepasan prostaglandin ini, yang dapat menyebabkan ketuban pecah dan/atau inisiasi

Page 14: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

kontraksi uterus, dipercaya merupakan mekanisme (atau salah satu mekanisme) IIA yang

merupakan penyebab langsung persalinan premature. Pada wanita dengan kultur ketuban

positif, ditemukan interleukin-6 dalam konsentrasi yang besar. Penemuan ini bisa

menjelaskan mengapa wanita dengan kultur cairan ketuban yang negative namun memiliki

konsentrasi sitokin yang tinggi di dalam cairan ketuban resisten terhadap obat-obatan

tokolisis. Rupanya, wanita-wanita ini sering memiliki infeksi pada korioamnion, lokasi

dimana kultur tidak mungkin untuk dilakukan sebelum persalinan. Gambar 4 menyediakan

penjelasan hubungan antara IIA, persalinan prematur, ketuban pecah dini prematur, dan

komplikasi ibu dan janin, termasuk palsi serebral.

Gambar 4. Patogenesis infeksi intrauterin

Sumber: Fahey JO. Clinical management of intra-amniotic infection and chorioamnionitis: a

review of literature. J Midwifery Womens Health. 2008;53(3):227-235.

Tanda dan Gejala Klinis

Page 15: Pertumbuhan Janin Terganggu Dan Infeksi Intrauterin

Diagnosis IAI umumnya dibuat berdasarkan gejala klinis, khususnya pada ibu yang

demam tanpa ada sebab yang jelas. Gejala lainnya termasuk takikardia ibu dan janin, nyeri

pada uterus, cairan amnion yang purulen atau berbau tidak sedap.6

Daftar Pustaka

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD. Williams

obstetrics. Ed 22. New York: McGraw-Hill. 2007.

2. Peleg, David., Kennedy, CM., Hunter, SK. Intrauterine growth restriction: identification

and management. Diunduh dari: http://www.aafp.org/afp/980800ap/peleg.html (29 Maret

2011)

3. Rose, Michael. Fetal growth restriction. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com

/article/261226-overview (29 Maret 2011)

4. Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WW. Intrauterine infections and preterm delivery. N

Engl J Med. 2000; 342:1500-1507.

5. Tita ATN, Ramin SM. Intraamniotic infections (chorioamnionitis). UpToDate 18.2. Last

literature review version January 28, 2010.

6. Sumber: Fahey JO. Clinical management of intra-amniotic infection and

chorioamnionitis: a review of literature. J Midwifery Womens Health. 2008;53(3):227-

235.