136
i PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG KUDUS: STUDI TENTANG PROSES PEMBENTUKAN PEZIARAHAN CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN YOGYAKARTA Tesis Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M. Hum) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Oleh: YH. Bintang Nusantara 046322003 PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

i

PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG KUDUS:

STUDI TENTANG PROSES PEMBENTUKAN PEZIARAHAN CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN

YOGYAKARTA

Tesis

Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M. Hum)

di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Oleh:

YH. Bintang Nusantara

046322003

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009

Page 2: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

i

PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG KUDUS:

STUDI TENTANG PROSES PEMBENTUKAN PEZIARAHAN CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN

YOGYAKARTA

Tesis

Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M. Hum)

di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Oleh:

YH. Bintang Nusantara

046322003

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009

Page 3: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus
Page 4: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus
Page 5: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus
Page 6: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : YH. Bintang Nusantara Nomor Mahasiswa : 046322003 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG KUDUS: STUDI TENTANG PROSES PEMBENTUKAN PEZIARAHAN CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN YOGYAKARTA. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 21 April 2009 Yang menyatakan (YH. Bintang Nusantara)

Page 7: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan penulis haturkan atas limpahan kasihNya.

PenyertaanNya telah memungkinkan penulis menyelesaikan tesis ini. KehadiranNya

sungguh nyata dalam setiap orang yang membantu penulis menyelesaikan tesis ini.

Oleh karena itu penulis bermaksud menghaturkan tesis dengan judul “Peziarahan

Sebagai Ruang Bagi Yang Kudus: Studi Tentang Pembentukan Peziarahan Candi

Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Yogyakarta” sebagai persembahan hidup

kepadaNya.

Penulis sungguh bersyukur atas studi tentang pembentukan CHKTY

Ganjuran yang penulis lakukan. Dari studi inilah penulis mengenal lebih banyak

tentang keluarga Schmutzer sebagai sosok utama dibalik munculnya peziarahan

CHKTY Ganjuran. Mereka telah memberikan sebagian besar hidupnya sebagai

persembahan bagi Hati Kudus Tuhan Yesus. Oleh karena itu dengan menelusuri

pembentukan peziarahan CHKTY Ganjuran, penulis berharap apa yang telah penulis

hasilkan sebagai apresiasi penulis terhadap seluruh cara hidupnya.

Bagi penulis, fenomena peziarahan CHKTY memang sungguh menarik untuk

dikaji. Inisiatif keluarga Schmutzer untuk mendirikan suatu ruang tempat mereka

berdevosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus ternyata telah “melahirkan” sebuah

peziarahan yang saat sekarang sangat ramai dikunjungi para peziarah. Peziarahan

CHKTY Ganjuran sekarang ini juga terus-menerus memperlihatkan pergulatannya

untuk menjadi ruang bagi Yang Kudus. Kajian tentang pembentukan peziarahan

CHKTY Ganjuran yang penulis lakukan ini kiranya dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam pergulatan dan kerja besar yang telah berlangsung itu.

Page 8: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

vi

Terselesaikannya tesis ini tidak lepas dari dorongan, bimbingan, perhatian

dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan limpah terimakasih kepada:

1. Dr. G. Budi Subanar SJ. selaku dosen pembimbing dan penguji yang dengan

keikhlasan di tengah kesibukannya berkenan untuk memberi arahan dan

pandangan yang memungkinkan keberlangsungan penulis dalam studi dan

penyelesaian tesis.

2. Dr. St. Sunardi selaku Ketua Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, yang

memperkembangkan penulis dengan wawasannya yang mendalam dan telah

berkenan pula menjadi penguji tesis ini.

3. Prof. Dr. A. Supratiknya yang telah berkenan menjadi dosen penguji untuk

membantu penulis dalam mempertanggungjawabkan tesis ini.

4. Prof. Dr. A. Sudiarja SJ yang telah berkenan membimbing penulis dengan

memberikan kerangka berpikir dan gagasan-gagasan yang mengarahkan penulis

dalam penyusunan keseluruhan penulisan tesis.

5. Seluruh staf dosen Program Magister Ilmu Religi dan Budaya khususnya Dr.

Budiawan yang telah berkenan menjadi moderator pelaksanaan ujian tesis ini.

6. Mbak Henki selaku staf sekretariat yang dengan caranya memperkembangkan

penulis selama perjalanan studi dan penyusunan tesis.

7. Staf pimpinan dan para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan dengan

Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma yang memberi kepercayaan kepada penulis untuk

menjalani studi dan terus-menerus mendorong penyelesaiannya.

Page 9: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

vii

8. Pengelola Peziarahan CHKTY Ganjuran bersama para peziarah yang telah

menjadi sumber informasi bagi penulis untuk keseluruhan penulisan tesis ini.

9. Secara khusus kepada Rita Setyaningsih, istri tercinta yang dengan penuh kasih

dan kelembutan memberi dorongan yang tiada habisnya dalam pasang surut

perjalanan studi dan penulisan tesis ini bersama dengan buah hati kami Lintang

dan Gabriel, yang telah menjadi pendukung paling istimewa bagi penulis.

10. Bapak Ibu di Kutoarjo, Bapak Ibu di Malang dan semua keluarga di Jogja,

Kutoarjo, Purworejo, Malang, Tangerang dan dimana pun berada, yang

senantiasa berdoa dan memberi dukungan dengan cara masing-masing selama

penulis menjalani studi dan menyusun tesis ini.

11. Teman-teman seangkatan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu, yang telah berperan dalam proses studi maupun penulisan tesis ini.

Penulis juga menyadari bahwa apa yang tersaji dalam tesis ini tak lepas dari

kekurangan dan kekuranglengkapan, maka penulis sungguh berterimakasih atas

berbagai masukan, kritik maupun saran demi penyempurnaan tesis ini. Semoga

berbagai masukan, kritik dan pemikiran baru yang penulis terima akan semakin

menyempurnakan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran kepada seluruh pembaca demi upaya meningkatkan cara hidup kita di

hadapan Yang Kudus khususnya melalui praktek ziarah yang kita jalani.

Yogyakarta, 20 Januari 2009

Penulis

YH. Bintang Nusantara

Page 10: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................ iv

KATA PENGANTAR ................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

ABSTRAK .................................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG.................................................................. 1 .

B. RUMUSAN PERMASALAHAN ............................................ 8

C. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 8

D. TUJUAN PENULISAN ............................................................ 19

E. MANFAAT PENULISAN ........................................................ 20

F. METODE PENULISAN ........................................................... 21

G. SISTEMATIKA PENULISAN ................................................. 22

BAB II ZIARAH MANUSIA DAN PENGUDUSAN RUANG

BAGI YANG KUDUS........................................................... 24

A. ZIARAH DALAM HIDUP MANUSIA ..................................... 24

1. Manusia Sebagai Peziarah ............. ..................................... 24

2. Kebiasaan Berziarah dalam Hidup Manusia ...................... 27

3. Kebiasaan Berziarah dalam Gereja ..................................... 29

4. Peranan Sosio Religius Ziarah ............................................ 33

5. Obyek Ziarah ...................................................................... 38

B. YANG KUDUS DALAM HIDUP MANUSIA ........................ 41

1. Gambaran Manusia Religius tentang Yang Kudus ............. 41

2. Kehadiran Yang Kudus dalam Hidup Manusia ................. 42

C. UPAYA-UPAYA PENGUDUSAN RUANG DAN WAKTU

BAGI YANG KUDUS ............................................................ 46

Page 11: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

ix

1. Perlakuan yang Berbeda Terhadap Ruang dan Waktu ......... 46

2. Upaya-Upaya Pengudusan Ruang dan Waktu bagi

Yang Kudus ......................................................................... 48

BAB III PERTUMBUHAN DAN PEMBENTUKAN CANDI HATI

KUDUS TUHAN YESUS SEBAGAI PEZIARAHAN .............. 53

A. PERISTIWA-PERISTIWA PENTING YANG MEMBENTUK

CANDI HKTY GANJURAN SEBAGAI PEZIARAHAN ......... 54

1. Pembangunan Gereja Ganjuran ........................................... 54

2. Pembangunan Candi ............................................................ 56

3. Pemberkatan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus

sebagai Monumen Perutusan .............................................. 59

4. Gerakan Romo Utomo dengan Spiritualitas Hati Kudus

Tuhan Yesus ........................................................................ 60

5. Pembangunan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus

sebagai Kompleks Peziarahan ............................................ 64

6. Munculnya Air Perwitasari ................................................. 67

B. BERBAGAI UNSUR YANG MEMBENTUK PEZIARAHAN

CHKTY GANJURAN ............................................................. 69

1. Adanya Candi Hati Kudus Tuhan Yesus ........................... 69

2. Ritual Ziarah yang Inkulturatif .......................................... 71

3. Air Perwitasari: Tuhan Yang Menyembuhkan .................... 76

4. Adanya Legitimasi dari Otoritas Gereja .................................. 78

5. Kisah-kisah yang Tercipta dan Pengakuan Diri ....................... 80

BAB IV PEZIARAHAN CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS:

RUANG BAGI YANG KUDUS ......................................... 85

A. PENGUDUSAN YANG TERJADI ............................................... 86

1. Kehadiran Yang Kudus. ........................................................ 86

2. Ritual Agama yang Inkulturatif ............................................ 91

3. Peranan Legitimasi dari Gereja ............................................ 96

Page 12: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

x

B. CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS: DARI DEVOSI

KELUARGA KE DEVOSI UMAT .............................................. .. 102

1. Devosi Keluarga yang Mengumat ........................................ 102

2. Konstruksi yang Berkelanjutan ............................................ 105

C. TANTANGAN KE DEPAN: TERUS MENJADI RUANG

BAGI YANG KUDUS ................................................................. 108

1. Terus Menjadi Ruang Perjumpaan dengan Yang Kudus ........ 108

2. Menempatkan Ritual Ziarah pada Tempatnya ...................... 110

BAB V PENUTUP ........................................................................... 113

A. KESIMPULAN ............................................................ 113

B. SARAN ........................................................................ 117

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 120

Page 13: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

xi

ABSTRAK

Judul tesis ini adalah “Peziarahan Sebagai Pengudusan Ruang Bagi Yang

Kudus: Studi Tentang Proses Pembentukan Peziarahan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Yogyakarta”. Tesis ini merupakan usaha untuk menelusuri dan mengkaji secara mendalam proses pembentukan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus (CHKTY) Ganjuran sebagai sebuah peziarahan. Kajian ini tak lepas dari adanya upaya yang terus berlangsung pada saat ini untuk membentuk dan mengembangkan CHKTY Ganjuran sebagai tempat ziarah. CHKTY seperti halnya tempat ziarah yang lain seolah-olah “diusahakan”, sehingga menjadi tempat ziarah yang menarik. Oleh karena itu permasalahan tesis ini berpusat pada pertanyaan utama yaitu bagaimana proses terbentuknya CHKTY Ganjuran sebagai tempat ziarah?

CHKTY Ganjuran yang dibangun mulai tahun 1927 dan selesai tahun 1930 sesudah pembangunan gereja tahun 1924 diyakini telah menjadi tempat di mana iman kepada Yang Kudus diekspresikan sedemikian rupa, sehingga menjadi wahana tumbuh dan berkembangnya hidup beriman umat Katolik dalam lingkup daerah Ganjuran dan sekitarnya. Bahkan karena perannya dalam “memekarkan” iman Katolik, maka CHKTY Ganjuran dijadikan sebagai monumen perutusan dan diakui sebagai tempat ziarah. Berdasarkan pemikiran Mircea Eliade tentang Yang Kudus dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus.

Dari penelitian diperoleh penegasan bahwa, terbentuknya CHKTY Ganjuran sebagai ruang bagi Yang Kudus tak lepas dari inisiatif keluarga Schmutzer untuk “menciptakan” ruang bagi Hati Kudus Tuhan Yesus dalam bentuk sebuah candi. Kehadiran Yang Kudus dalam ruang yang disebut peziarahan CHKTY Ganjuran sangat diyakini oleh pengelola maupun para peziarah. Keyakinan ini didukung oleh pengalaman mereka sendiri atau pun kesaksian dari peziarah yang lain. Peristiwa yang “meneguhkan” keyakinan akan kehadiran Yang Kudus di CHKTY Ganjuran adalah “munculnya” Tirta Perwitasari dari bawah candi. Air yang mempunyai daya menyembuhkan ini diyakini menjadi tanda kehadiran Yang Kudus. Berbagai kisah pun bermunculan sehubungan pengalaman akan Yang Kudus. Kisah “besar” dan kisah “kecil” yang tercipta berperanan menjadi unsur yang membentuk identitas ruang yang disebut sebagai peziarahan CHKTY Ganjuran. CHKTY Ganjuran pun menciptakan “legendanya” sendiri.

Hal yang tidak kalah penting yang menentukan keberadaan CHKTY Ganjuran sebagai peziarahan adalah adanya ritual ziarah yang inkulturatif. Bahkan ritual ini telah menjadi primadona untuk “memikat” para peziarah maupun wisatawan untuk datang ke CHKTY Ganjuran. Perhatian pada budaya setempat, yaitu budaya Jawa dipandang merupakan keunikan atau ciri khas CHKTY Ganjuran sebagai peziarahan. Oleh karena itu ada tantangan besar untuk tetap mempertahankannya tanpa mengabaikan fungsinya untuk membantu peziarah mengungkapkan, memperdalam dan meperkembangkan relasinya dengan Yang Kudus. Diharapkan CHKTY Ganjuran dapat terus menjadi oase bagi umat dan masyarakat untuk hidup dalam keterarahan pada Yang Kudus, dan meneruskan pengalaman perjumpaan dengan Yang Kudus dalam hidup dengan sesamanya.

Page 14: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ziarah merupakan gerakan umat manusia yang bersifat universal. Kebiasaan

berziarah dilakukan manusia di sepanjang jaman dan tempat. Tradisi ziarah adalah

milik semua umat manusia, tanpa membedakan bangsa, suku, ras dan agama.1

Berziarah dilakukan manusia dengan berkunjung ke tempat tertentu yang dianggap

suci atau keramat. Bagi orang beragama, tempat yang menjadi tujuan ziarah diyakini

sebagai tempat kehadiran Yang Ilahi. Oleh karena itu menurut Brenda Shoshanna,

PHD., dalam bukunya Zen, Wisdom, di banyak agama besar, ada perintah untuk

melakukan ziarah, yaitu untuk meninggalkan tempat tinggal, sahabat, aktivitas,

keadaan diri seseorang yang biasa, dan melakukan perjalanan menuju antah

berantah.2 Perjalanan ziarah ini dilakukan entah secara perorangan atau secara

kelompok. Inti dari perjalanan ziarah bagi orang beriman adalah “mencari” dan

menemukan Yang Ilahi.

Pada masa sekarang ini, di tengah deru modernisasi yang melanda hampir

semua sektor kehidupan termasuk dalam hidup keagamaan, ziarah sebagai kekayaan

spiritual tetap dipertahankan dan bahkan ditumbuhsuburkan.3 Dalam hidup

keagamaan umat Katolik di Indonesia, tradisi ziarah juga tumbuh subur. Hal ini

tampak dari ramainya tempat-tempat ziarah umat Katolik pada bulan Mei dan

1 M.Budi Sardjono. Ziarah Dari Sendangsono Sampai Puhsarang Kediri. Yogyakarta: Yayasan

Pustaka Nusatama. 2002, 3. Lihat juga C. Groenen, OFM. 1988. Mariologi: Teologi dan Devosi. Yogyakarta: Kanisius, 187.

2 Brenda Shoshanna, PHD. Zen, Wisdom terj. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 187. 3 Lihat M.Budi Sardjono. 2002, 3.

Page 15: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

2

Oktober. Umat Katolik entah secara perorangan atau secara kelompok mengunjungi

berbagai tempat ziarah yang ada pada bulan-bulan tersebut.

Mengapa umat mendatangi tempat-tempat ziarah? Budi Sardjono

berpandangan bahwa alasan-alasan umat berkunjung ke suatu tempat ziarah

sangatlah beragam. Alasan-alasan itu antara lain, di tempat ziarah orang lebih mantap

dalam hal berdoa dibandingkan di tempat yang biasa. Permohonan serta doa yang

didoakan di tempat ziarah juga diyakini akan terkabul. Di tempat ziarah, umat

mengalami kehadiran Yang Ilahi. Pengalaman akan Yang Ilahi ini disebut oleh

umat/peziarah sebagai mukjijat, yaitu dengan terjadinya kesembuhan dari sakit,

mendapat keturunan, ataupun rumah tangganya utuh kembali.4 Dengan kata lain di

tempat ziarah yang dikunjungi, umat berpandangan bahwa mereka dapat berdoa

secara khusuk untuk mendapatkan sesuatu, entah yang amat spiritual, seperti

pengalaman dengan Yang Ilahi, atau yang material seperti kesembuhan, keberhasilan

dalam usaha dan karya, jodoh, dan sebagainya.

Sekarang ini ternyata bukan hanya ziarah yang marak tetapi juga munculnya

upaya untuk membangun atau mengembangkan tempat-tempat ziarah. Di mana-

mana “tempat ziarah” seolah-olah “diusahakan”, tentunya atas dasar pertimbangan

bahwa berguna sebagai saluran devosi rakyat.5 Pembangunan tempat-tempat ziarah

ini pun “dibarengi” usaha promosional untuk menunjukkan kekhasan yang ada di

tempat tersebut. Usaha promosional ini dimaksudkan agar tempat ziarah yang ada

menjadi “laku”, sehingga peziarah atau pun pengunjung yang datang ke tempat

tersebut akan bertambah banyak.

4 M.Budi Sardjono. Ibid., 4. Dan lihat Andreas Wasono yang memperoleh ketentraman dengan

datang berziarah seperti dikisahkan Albertus Handriyo Widi Ismanto. “Setelah Disentuh Tyas Dalem”, dalam Majalah Utusan No. 06 Tahun ke-52, Juni 2002, 30-31.

5 Lihat C. Groenen, OFM. 1988. Mariologi: Teologi dan Devosi. Yogyakarta: Kanisius, 190.

Page 16: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

3

Tempat ziarah pada akhirnya diperlakukan sebagai obyek untuk menarik

kunjungan para peziarah maupun wisatawan yang hendak menikmati tempat

tersebut. Akibatnya pertumbuhan tempat-tempat ziarah kemudian diikuti dengan

munculnya berbagai kegiatan lain yang terkait dengan usaha untuk beroleh

keuntungan termasuk penjualan berbagai kebutuhan untuk “melayani” para peziarah

maupun wisatawan saat pelaksanaan ritual ziarah ataupun juga pasca ziarah

berlangsung. Yang terjadi selanjutnya apa yang lantas dikenal sebagai “profanisasi”

tempat-tempat ziarah. Tempat ziarah tak ubahnya tumbuh sebagai tempat untuk

berdoa menuju surga, namun sekaligus juga tempat untuk mencari harta ataupun

pemenuhan hidup harian. Dengan demikian keberadaan suatu tempat ziarah

senantiasa tak pernah lepas dari aneka kepentingan.6

Sekarang ini tampak kecenderungan seperti halnya pariwisata, maka ziarah

juga direkayasa sehingga menjadi kebutuhan. Ziarah menjadi agenda yang

“diciptakan” untuk menjadi kebutuhan bagi orang beragama. Artinya, siapapun yang

menganggap diri sebagai orang beriman dan beragama sudah semestinya

menjalankan laku ziarah seperti telah diagendakan dalam tradisi agamanya. Bagi

umat Katolik di Indonesia, kecenderungan ini tampak dari adanya agenda umat untuk

berziarah ke tempat-tempat ziarah Maria pada bulan tertentu, yaitu Mei dan Oktober.

Pengelolaan tempat ziarah pun dilakukan sedemikian rupa sehingga membuat para

peziarah merasa “harus” datang berziarah di tempat tersebut.

6 Menurut Dr. B.S. Mardiatmadja SJ ziarah yang mengandung langkah menentukan, mengandung

panggilan untuk mengambil keputusan karena pentingnya hubungan Allah bagi saya sering dinodai oleh sejumlah hal-hal remeh seperti belanja atau turisme. Kadang belanja atau tamasya dipakai sebagai pancingan agar orang mau berziarah. Dengan begitu derajat ziarah diturunkan. Oleh karena itu bila tak ada relasi batin antara peziarah dengan pribadi yang dikunjungi sebenarnya makna ziarah tidak terjadi sama sekali. Lihat Dr. B.S. Mardiatmdja SJ, “Makna Ziarah di Tahun Yubelium”, dalam Hidup, No. 40 Tahun LIV, 1 Oktober 2000, 13-14.

Page 17: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

4

Seperti halnya tempat pariwisata senantiasa memilih dan berupaya untuk

mengidentifikasikan produknya sebagai sesuatu yang eksotis, sehingga melalui

eksotisme yang ada menggiring orang ke dalam suatu bentuk penjelajahan,

petualangan dan penemuan baru dengan mengunjunginya, maka demikian juga

tempat ziarah ditawarkan sedemikian rupa sehingga memikat para peziarah untuk

datang.7 Tempat ziarah dengan berbagai cara ditawarkan sebagai tempat yang eksotis

pula. Eksotisme tempat ziarah ditampilkan dengan menunjukkan bahwa tempat

tersebut sungguh masih “asli” dan membuat para peziarah yang datang beroleh

kepuasan. Oleh karena itu yang terjadi kemudian adalah berbagai usaha (pengelola)

yang berlomba-lomba menunjukkan tempat ziarahnya sebagai tempat yang eksotis.

Eksotisme sebuah tempat ziarah ditunjukkan bukan hanya melalui pencitraan sisi

fisik tetapi juga berbagai pendukung lainnya yang dimaksudkan untuk

memperlihatkan kekudusan tempat tersebut: entah dengan menunjukkan banyaknya

mukjijat, kesaksian peziarah yang datang atau lainnya. Artinya ada upaya untuk

“merekayasa” tempat ziarah, sehingga mengundang minat peziarah untuk datang.

Bahkan setiap tempat ziarah berupaya untuk menciptakan “legenda kudusnya”

masing-masing yang memperlihatkan apa yang khas dalam peziarahan tersebut.

Sehubungan dengan muncul serta tumbuh dan berkembangnya tempat ziarah,

maka fenomena peziarahan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran (Candi HKTY)

menjadi hal yang sangat menarik. Tempat ziarah yang dibangun mulai tahun 1927

dan selesai tahun 1930 sesudah pembangunan gereja tahun 1924 ini sekarang sangat

ramai dikunjungi. Tempat ziarah ini dalam aneka kesempatan juga terus

memperkenalkan keberadaannya pada para peziarah. Saat ritual ziarah dilaksanakan

7 Dr. James J. Spillane, S.J. 1994. Pariwisata Indonesia, Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan.

Yogyakarta: Kanisius, 15.

Page 18: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

5

ataupun saat promosional yang lain selalu dilakukan semacam upaya untuk

menyampaikan kisah-kisah berkenaan dengan munculnya peziarahan ini. Kisah-

kisah yang disampaikan nampaknya hendak menunjukkan apa saja yang

memperlihatkan "kekuatan” CHKTY sebagai peziarahan. Disadari betul adanya

kebutuhan untuk memperkenalkan latar belakang munculnya CHKTY sebagai

tempat ziarah beserta kekhasannya kepada para peziarah atau bagi para pengelola

peziarahan itu sendiri.

Dari pengamatan awal dan dialog dengan pengelola peziarahan menjadi jelas

bahwa tahun 1988 ada gerakan untuk menghidupkan “lagi” dan mengembangkan

CHKTY sebagai tempat ziarah.8 Salah satu hal yang sangat kuat dilakukan adalah

menggali kembali “semangat awal” yang mendorong adanya CHKTY. Adapun

semangat awal ini diyakini terdapat dibalik berbagai peristiwa yang mengiringi

perjalanan pertumbuhan dan perkembangan CHKTY. Apa sajakah peristiwa-

peristiwa penting yang dikisahkan untuk memperkenalkan keberadaan CHKTY

Ganjuran sebagai tempat ziarah? Mengapakah peristiwa-peristiwa tersebut dipandang

penting? Bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut secara perlahan menciptakan

“legenda” tentang CHKTY sebagai peziarahan? Benarkah sejak awal mula CHKTY

sebagai tempat ziarah? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi pertanyaan

sentral untuk tesis ini.

Kajian secara mendalam terhadap proses pembentukan peziarahan Candi Hati

Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ini diharapkan akan dapat membantu para peziarah

dalam menjalani laku ziarah. Kajian ini diharapkan juga membantu para pengelola

8 Pengelola peziarahan menyatakan tahun 1988 yang menandai gerakan menghidupkan “lagi” lingkup

CHKTY sebagai peziarahan dengan menunjukkan apa yang dinyatakan dalam buku Panduan Prosesi 2004. Lihat Panitia Prosesi Dewan Paroki Ganjuran. 2004. Panduan Prosesi 2004. Yogyakarta: Dewan Paroki Ganjuran, 55.

Page 19: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

6

peziarahan dalam mengembangkan CHKTY Ganjuran sebagai tempat ziarah di masa

sekarang dan yang akan datang. Bagi para peziarah kajian ini semakin perlu untuk

memberikan pemahaman akan latar belakang tempat ziarah yang dikunjunginya,

sebab banyak peziarah tidak mengetahuinya. Dengan mengetahui latar belakang

tempat ziarah yang dikunjungi, sadar akan sejarahnya, serta mau belajar dari sejarah

berdirinya tempat-tempat ziarah itu, maka para peziarah bisa belajar untuk

menangkap apa kehendak Yang Ilahi dalam hidupnya pada masa kini dan masa yang

akan datang seperti halnya pengenalan akan kehendak Yang Ilahi yang telah

dilakukan oleh para tokoh “pendiri” dan “pengembang” tempat ziarah tersebut.

Tempat-tempat ziarah bagi umat beragama pada umumnya memang menjadi

tempat di mana iman kepada Yang Ilahi diekspresikan sedemikian rupa, sehingga

menjadi wahana tumbuh dan berkembangnya hidup beriman umat. Dengan kata lain

tempat ziarah itu menjadi tonggak-tonggak mekarnya iman kepada Yang Ilahi.9 Hal

inilah yang juga terjadi berkenaan dengan peziarahan Candi Hati Kudus Tuhan

Yesus, Ganjuran. Peziarahan CHKTY Ganjuran juga telah menjadi tonggak bagi

mekarnya iman akan Yang Ilahi dalam lingkup daerah Ganjuran dan sekitarnya.

Bahkan karena perannya dalam “memekarkan” iman Katolik, maka CHKTY

Ganjuran dijadikan sebagai monumen perutusan murid Kristus.10

9 Lihat M.Budi Sardjono. 2002, 5. 10 Tentang monumen ini menurut George Aditjondro merupakan kecenderungan Gereja Katolik yang

ingin menancapkan image eksistensi (dominasi) dimana Gereja berada melalui aneka simbol: patung, salib, bangunan gereja yang megah, tempat ziarah. Semuanya menurut George sebagai semacam monumen. Hal ini dinyatakan George dalam tulisannya Death Squad, The Antropology of State Terror ketika menyoroti realitas kekerasan di Timor Leste hal. 158-188. Apakah sebenarnya candi sebagai monumen? Supraktino Rahardjo dalam bukunya Peradaban Jawa menegaskan hal ini. Menurut perspektif Hindu dan Jawa, melalui candi para raja ingin menunjukkan keberadaannya pada waktu berkuasa dan bagaimana kejayaannya pada jaman pemerintahannya. Maka ada candi yang sungguh besar dan megah sebagai lambang bahwa pernah ada masa keemasan raja tertentu pada jaman candi dibuat. Lihat Supratikno Rahardjo. 2002. Peradaban Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu., 243.

Page 20: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

7

Menurut Rm. G. Utomo Pr candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran

sebenarnya merupakan “monumen keluarga” yang dibuat oleh keluarga Schmutzer

untuk mengungkapkan syukur kepada Allah atas keberhasilan pabrik gula yang

dimilikinya dalam mengatasi krisis ekonomi tahun 1920an. Schmutzer membangun

CHKTY sebagai persembahan syukur atas apa yang diperolehnya kepada Hati Kudus

Tuhan Yesus. Namun dalam perkembangannya ternyata CHKTY telah berkembang

menjadi tempat ziarah seperti sekarang ini.

Bagaimanakah ekspresi pribadi Schmutzer dan keluarganya lantas menjadi

ekspresi umat? Bagaimanakah tempat untuk devosi11 pribadi Schmutzer dan

keluarganya lantas menjadi tempat untuk devosi umat? Bagaimana lingkup CHKTY

Ganjuran menjadi peziarahan? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi pertanyaan lebih

lanjut untuk ditelusuri sejalan dengan kesadaran akan pentingnya pengenalan secara

mendalam akan latar belakang tumbuh dan berkembangnya peziarahan CHKTY

Ganjuran. Bagaimakah pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat ditelusuri jawabannya?

Pemikiran Mircea Eliade tentang Yang Kudus, ruang kudus beserta

bagaimana manusia melakukan pengudusan terhadap alam dan berbagai pemikiran

lain yang relevan, kiranya kita dapat menjadi acuan kita untuk pengkajian. Eliade

secara mendalam telah menunjukkan bagaimana pengudusan suatu obyek (termasuk

ruang atau tempat) dapat terjadi baik melalui hierofani, tanda manifestasi dari Yang

Kudus, tanda yang diusahakan maupun upacara.12 Dengan memanfaatkan berbagai

sumber pengetahuan yang ada termasuk yang secara khusus telah mengkaji tentang

11 Sehubungan dengan devosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus ini, Tom Jacobs seorang teolog dalam

Gereja Katolik di Indonesia memaparkan pemikirannya di majalah Utusan, dengan menyatakan bahwa devosi adalah bentuk kebaktian tertentu. Kebaktian ini ditujukan kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Tekanan devosi hendaknya pujian dan syukur bukan pertama-tama pada permohonan. Lihat Tom Jacob. “Devosi Kepada Hati Kudus Tuhan Yesus: Pujian atau Permohonan”. dalam Utusan. No. 06. Tahun ke- 52. Juni 2002, 8-10.

12 P.S. Hary Susanto. 1987. Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanisius, 49-53.

Page 21: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

8

CHKTY Ganjuran, maka kita akan memperoleh masukan yang semakin kaya dan

semakin mendalam untuk dapat menjadi landasan dalam mencermati proses

pembentukan CHKTY Ganjuran sebagai peziarahan. Berbagai pemikiran yang ada

juga dapat sungguh menjadi dasar untuk pengkajian kita.

B. RUMUSAN PERMASALAHAN

Berpangkal dari latar belakang di atas maka permasalahan dalam tesis ini

berpusat pada pertanyaan utama yaitu bagaimana proses terbentuknya CHKTY

Ganjuran sebagai tempat ziarah? Peristiwa-peristiwa penting mana yang sebenarnya

dipandang sebagai jejak-jejak menentukan keberadaan CHKTY Ganjuran sebagai

tempat ziarah? Bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut secara perlahan menciptakan

“legenda” tentang peziarahan CHKTY Ganjuran?

C. TINJAUAN PUSTAKA

Manusia dalam sejarahnya di dunia adalah peziarah (“homo viator”). Ia

senantiasa hidup dalam perjalanan. Menurut Yohanes Paulus II, pada jaman sekarang

ini, perjalanan hidup manusia,

di satu pihak agaknya berjalan ke arah tujuan-tujuan positif berbagai ragam: integrasi seluas dunia dalam sistem-sistem global, sekaligus perasaan yang tajam terhadap pluralisme dan sikap hormat terhadap pelbagai jati diri historis dan nasional, kemajuan ilmiah dan teknis, dialog antar umat beragama, pelbagai komunikasi yang agak mengabur dalam keramaian seluruh dunia melalui instrumen-instrumen, yang semakin efektif dan langsung. Akan tetapi di lain pihak, pada setiap salah satu jalan-jalan itu, rintangan-rintangan silih berganti tampil dalam bentuk-bentuk dan cara-cara yang baru: berhala-berhala ekonomi, penindasan, penyalahgunaan posisi politik orang, arogansi ilmiah, fanatisme religius.13

13 Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. 1999. Ziarah dalam

Yubileum Agung, terj. R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 30.

Page 22: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

9

Manusia terus-menerus hidup dalam pergolakan untuk mengatasi apa saja yang

ditemukan dalam perjalanan hidupnya. Di tengah pergolakan hidup yang terus

menerus berlangsung itu ia tidak jarang mengalami keletihan, ketidakpastian dan

bahkan frustasi. Sekalipun telah menguasai alam semesta melalui akal budinya,

namun manusia seringkali menemukan fenomena-fenomena yang di luar

kemampuannya untuk mengatasi atau pun menemukan jawabannya. Hendropuspito

menyebutnya sebagai kekurangan esksistensial. Menurut dia, kekurangan ini

memang dapat membuat hidup ini suatu frustasi yang mendalam atau bahkan

penderitaan lahir dan batin.14 Hal ini juga dikemukakan Geertz dengan

mengatakannya bahwa apa yang dialami manusia tersebut sebagai kecemasan paling

mengerikan bagi manusia. Menurut Geertz,

Manusia dapat menyesuaikan dirinya entah bagaimana pada apa saja yang dapat dikuasai imajinasinya; tetapi ia tidak bisa berhadapan dengan Khaos. Karena fungsi khas dan modalnya yang paling tinggi adalah konsep, ketakutan terbesarnya adalah menemui apa yang tidak dapat diuraikannya…Oleh karena itu modal-modal kita yang paling penting adalah simbol-simbol tentang orientasi umum kita di dalam alam, di atas bumi, dalam masyarakat, dan dalam apa yang sedang kita kerjakan.15 Manusia menyadari bahwa upayanya untuk menanggapi fenomena-fenomena

hidup yang dialami tidak dapat hanya dengan melihat dalam dunia empiris saja.

Manusia menyadari adanya keterbatasan dirinya untuk mengatasi semua hal

berdasarkan akal budi semata. Manusia memandang perlunya dunia yang lain, yaitu

yang supra empiris, dunia transenden, yang tidak terjangkau oleh pengalaman

empiris manusia, menjadi medan yang “dimasukinya”. Di sinilah letak agama yang

diyakini manusia dapat memberikan jawaban atas persoalan eksistensial yang tidak

dapat dijangkaunya. Melalui agama, manusia kemudian mengandalkan dan

14 D. Hendropuspito. 1990. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 31-32. 15 Clifford Geertz. 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius, 16-17.

Page 23: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

10

menggunakan kekuatan supra empiris yang tertinggi. Inilah yang dikemukakan oleh

Peter L. Berger dengan ungkapan agama sebagai usaha manusia untuk membentuk

suatu kosmos keramat. Agama adalah kosmisasi dalam suatu cara keramat (sakral).16

Bagi Berger kosmos yang ditegakkan oleh agama bukan hanya mengatasi (trancend)

manusia, melainkan juga meliputi manusia. Berger melihat bahwa kosmos yang

keramat itu dihadapi oleh manusia sebagai suatu realitas yang sangat berkuasa yang

bukan dari dirinya sendiri dan telah menempatkan kehidupan manusia dalam suatu

tatanan yang bermakna.17 Dengan demikian agama ialah suatu sikap terhadap dunia,

sikap mana menunjuk kepada suatu lingkungan yang lebih luas daripada lingkungan

dunia ini yang bersifat ruang dan waktu; lingkungan yang lebih luas itu adalah dunia

rohani.18

Agama menyangkut cara pandang tentang dunia dan sekaligus cara bertindak.

Simbol-simbol keagamaan akan mendorong pemeluknya untuk mengambil disposisi

tertentu termasuk juga pilihan tindakan yang diambil dari disposisi yang telah

ditentukannya. Berdasarkan pemikiran Peter L. Berger dengan cara ini dalam kaitan

dengan usaha manusia untuk kosmisasi realitas, maka agama menghantar manusia

dalam suatu tatanan hidup yang bermakna. Agama menciptakan semacam kosmos

keramat yang di dalamnya masyarakat religius hidup terlindungi dalam keteraturan

puncak. Dalam kosmos keramat ini manusia dibebaskan dari rasa cemas karena

kekacauan anomik (tanpa nomos), yakni tanpa hukum dan peraturan yang

menyatukan mereka.19

16 Peter L. Berger. 1991. Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial. terj. Jakarta: LP3ES, 32-33. 17 Ibid. 18 Ibid. 19 Nico Syukur Dister, OFM., Dr. 1988. Pengalaman dan Motivasi Beragama. Yogyakarta: Kanisius, 17.

Page 24: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

11

Mengingat bahwa manusia selalu mengungkapkan imannya dalam rupa-rupa

bentuk religius, maka agama mempunyai segi batiniah maupun lahiriah. Manusia

beragama itu memperkembangkan hubungannya dengan kekuatan yang transenden

(Yang Ilahi) dalam bentuk sistem pemikiran, yaitu mitos, ajaran agama maupun

dogma; dalam sistem kelakuan sosial melalui upacara keagamaan, ritus dan juga

melalui sistem kelembagaan berupa organisasi-organisasi keagamaan.20 Oleh karena

itu dalam membangun disposisi bagi kehidupannya, maka manusia beragama

memandang penting kedudukan upacara atau ritual keagamaan.

Ritual keagamaan dilaksanakan untuk penghadiran kembali pengalaman

keagamaan dalam bentuk kultis. Hal ini dinyatakan oleh Mariasusai Dhavamony

dengan menyatakan bahwa agama merupakan tindakan simbolis: ritual. Menurut

Mariasusai, ritual dapat dikatakan sebagai agama dalam tindakan. Simbol-simbol

yang digunakan dalam ritual mengungkapkan perasaan, perilaku serta membentuk

disposisi pribadi dalam diri manusia yang menjalankannya.21 Penghadiran kembali

pengalaman yang terjadi melalui ungkapan simbolik ini mengekspresikan

pengalaman manusia dengan Yang Ilahi. Akibatnya, seturut pemikiran Mircea

Eliade, maka ritual membuat suatu perubahan ontologis pada manusia dan

mentransformasikan manusia kepada situasi keberadaan baru, yaitu penempatan ke

dalam lingkup yang kudus.22 Manusia pun pada akhirnya mengalami perubahan

fundamental yang eksistensial dalam hal cara beradanya, yakni cara berada yang

dikuduskan. Dengan kata lain agama melalui ritualnya menghantar manusia

mengatasi kelemahan eksistensial ketika dia berhadapan dengan berbagai persoalan

eksistensial dalam hidupnya yang tidak mampu dijawabnya hanya dengan 20 Nico Syukur Dister, OFM., Dr. 1988. ibid.. 21 Mariasusai Dhavamony, “Fenomenologi Agama. terj. Yogyakarta: Kanisius, 167. 22 Ibid., 183.

Page 25: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

12

mengandalkan apa yang empiris saja. Agama menjadi usaha manusia untuk

mengatasi kelemahan eksistensinya. Oleh karena itu Geertz mendefinisikan agama

sebagai,

“(1) sebuah sistem simbol yang berlaku untuk (2) menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, yang meresapi, dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan (3) merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi dan (4) membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualitas, sehingga (5) suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak khas realistis”.23

Pemahaman apapun terhadap agama, tampaknya tidak ada yang

menyangsikan, bahwa dalam apa yang disebut agama tersedia apa yang ingin diraih

manusia. Agama tumbuh dari kemauan manusia untuk hidup atau dari kemauan

untuk mengatasi persoalan eksistensial kehidupannya khususnya akan makna

terdalam dari hidupnya. Motivasi untuk kelakuan beragama ini oleh Nico Syukur

Dister dikelompokkannya dalam empat bagian, yaitu beragama untuk sarana

mengatasi frustasi, beragama sebagai sarana untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib

masyarakat, beragama untuk memuaskan intelek yang ingin tahu dan beragama

untuk mengatasi ketakutan.24 Agama merupakan bagian dari kesadaran manusia

akan adanya sesuatu yang lebih ideal dan memberi arti serta makna kepada

kehidupannya.

Bagi A. Sudiarja secara fenomenologis, agama muncul dari pengalaman

manusia akan “daya” (power). Manusia kagum menyaksikan dunia dan

lingkungannya yang dipenuhi oleh “daya-daya”: daya hidup, daya alam, daya-daya

yang tidak kelihatan, tetapi mempunyai pengaruh yang dapat dirasakan. Manusia

23 Clifford Geertz. 1992, 5. 24 Nico Syukur Dister, OFM dengan sangat lengkap memaparkan secara rinci motivasi beragama

dalam bukunya Pengalaman dan Motivasi Beragama, mulai halaman 71-115.

Page 26: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

13

juga dapat terkena atau memiliki “daya-daya” ini dan menjadi “berdaya”.25 Seperti

halnya yang dinyatakan oleh Mariasusai, maka menurut Sudiarja dengan ritus,

manusia memang mencoba mengungkapkan sikapnya yang benar di hadapan yang

suci, yang berdaya itu.26

Manusia mempunyai sikap tertentu baik terhadap kehidupan ini maupun di

hadapan yang suci. Namun ada perbedaan antara manusia religius dan manusia non

religius dalam memandang kehidupan dan bagaimana “menjalaninya”. Dengan

mendalam Mircea Eliade mengemukakan pemikirannya bagaimana manusia

(religius) dalam bersikap terhadap kehidupan ini, terhadap dunia, terhadap manusia

sendiri dan terhadap apa yang dianggapnya kudus. “Agama”, menurut Mircea Eliade,

tidak harus berarti kepercayaan kepada Tuhan, dewa-dewa atau roh-roh, tetapi

mengacu pada pengalaman akan yang kudus dan, sebagai konsekuensinya,

berhubungan erat dengan konsep ada, makna, dan kebenaran. 27

Manusia religius senantiasa menempatkan kehidupannya tak lepas dari relasi

dengan Yang Kudus. Yang Kudus menjadi pusat kehidupannya. Realitas yang paling

utama ialah Yang Kudus. Manusia religius mempunyai kerinduan yang dalam, untuk

tinggal di dalam suatu dunia yang kudus atau berada sedekat mungkin dengan obyek-

obyek yang dikuduskan.28 Hal ini berbeda dengan manusia yang non religius yang

lebih mengutamakan rasio dalam menanggapi realitas hidupnya sehari-hari. Manusia

non religius selalu melihat dan menghadapi persoalan kehidupannya secara rasional

dengan mengandalkan kemampuan otaknya. Oleh karena itu berhadapan dengan

25 A. Sudiarja. 2006., 43. 26 Ibid., 46. 27 Hary Susanto. 2006. “Memeluk Agama, Menemukan Kebebasan: Mircea Eliade tentang Manusia

Arkhais”. dalam Sesudah Filsafat: Esai-Esai Untuk Franz Magnis Suseno. Yogyakarta: Kanisius., 306.

28 Hary Susanto. 1987, 44.

Page 27: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

14

pandangan tentang Yang Kudus, yang supranatural, mereka tetap membutuhkan

bukti-bukti rasional. Hary Susanto menyatakan bahwa kehidupan religius menuntut

kesadaran akan pertentangan antara Yang Kudus dan yang profan. Alam tidak pernah

merupakan alam secara murni. Bagi mereka yang mempunyai pengalaman religius

seluruh alam sanggup untuk menyatakan dirinya sebagai sakralitas kosmis.29

Dalam bukunya The Sacred and The Profane, Eliade menyatakan lebih lanjut

bagaimana manusia religius dalam memandang dunia dan kehidupannya. Bagi

manusia religius, dunia dimengerti sebagai daerah yang mereka diami saja.30 Dunia

yang macam ini disebutnya sebagai kosmos, artinya dunia yang teratur. Sedangkan

daerah asing yang tidak didiami disebutnya sebagai daerah yang masih kacau atau

tidak teratur atau khaos. Melalui proses “penyucian”, maka menurut manusia religius

dapat dilakukan adanya peralihan daerah atau wilayah yang semula sebagai daerah

khaos menjadi kosmos. Eliade menyebut proses “penyucian” ini dengan istilah

kosmogoni, yaitu mengulang kembali penciptaan awal. Dengan cara ini tempat

tinggal yang telah dipilih manusia religius untuk mendiaminya menjadi tempat yang

telah “dikuduskan” dan sekarang mengambil bagian dalam kekudusan Yang

Kudus.31 Oleh karena itu, manusia religius tidak memperlakukan semua tempat atau

ruang secara sama. Perbedaan perlakuan ini tak lepas dari adanya keyakinan bahwa

tingkat kekudusan suatu ruang berbeda dari ruang yang lain justru karena ada atau

tidaknya kehadiran dari Yang Kudus. Apabila Yang Kudus memanifestasikan diri di

suatu tempat atau ruang tertentu, maka ruang tersebut menjadi kudus.32

29 Ibid. 30 Mircea Eliade. 1959. The Sacred and The Profane terj. Willard R. Trask. New York: Harcourt,

Brace and World Inc., 29-30. 31 Ibid., 31-32, 34, 45-51. 32 Ibid., 20-21.

Page 28: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

15

Bagi manusia religius, seluruh kosmos terbuka kepada Yang Kudus. Oleh

karena itu manusia religius meyakini bahwa obyek apa saja dapat menjadi hierofani

atau penampakan Yang Kudus baginya. Dari pemikiran Eliade menurut Hary

Susanto kekudusan suatu tempat memang tidak selalu ditunjukkan oleh adanya

hierofani, yaitu peristiwa yang menunjukkan manifestasi dari Yang Kudus, tetapi

sering hanya dengan suatu tanda.

Pengudusan, entah melalui peristiwa hierofani entah lewat tanda-tanda ataupun metode-metode tertentu, itu berlaku untuk semua obyek dan mahluk di dunia. …Lewat tanda-tanda istimewa, suatu obyek, binatang atau manusia tertentu menjadi kudus. Dan apabila hierofani serta tanda-tanda istimewa yang menguduskan itu tidak ada, maka semua obyek, binatang atau manusia bisa dikuduskan dengan berbagai bentuk upacara pengudusan.33

Dengan demikian upacara (ritus) pengudusan harus dipandang sebagai sarana bagi

manusia religius untuk menguduskan apa saja yang terkait dengan kehidupannya

termasuk dirinya. Dengan ritus ia melakukan proses penyucian atau pembaharuan

dunia dan dirinya sendiri menuju keadaan yang baru seperti pada awal dirinya

diciptakan.34

Pelaksanaan upacara atau ritus ini juga dilaksanakan didasarkan adanya

kesadaran bahwa realitas dunia yang sekarang tidak lagi menunjukkan apa yang

sejalan dengan realitas dunia pada awal mula. Dengan kata lain dunia sekarang

bukan sebagai dunia yang teratur atau kosmos. Oleh karena itu dunia ini perlu

diperbaharui kembali agar dunia bisa memulihkan kembali kekudusan aslinya, yaitu

kekudusan yang diperoleh dari tangan Sang Pencipta.35 Pengudusan melalui ritus ini

memungkinkan terjadinya kembali kedekatan hubungan manusia religius dengan

33 Hary Susanto. 1987, 49-53. Dari pengamatan Hary Susanto, secara rinci Eliade menunjukkan

bagaimana dunia mengambil bagian dalam kekudusan Yang Kudus. Oleh karena itu, air, tanah, langit dan lain-lain disebut kudus.

34 Mircea Eliade. The Sacred and The Profane, 78. 35 Hary Susanto. 1987, 56-61.

Page 29: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

16

Yang Kudus. Ritus menghantar manusia religius untuk merasakan kehadiran dan

tinggal bersama dengan Yang Kudus.

Eliade berpandangan, bahwa upaya manusia untuk mendekati Yang Kudus

hanya dapat dilakukan melalui bantuan simbol. Oleh karena itu simbol bagi manusia

religius, selalu bersifat religius karena menunjuk pada sesuatu yang nyata yang

mewahyukan realitas kudus yang selanjutnya diharapkan menghasilkan suatu

kesatuan erat yang kekal antara manusia dengan Yang Kudus.36 Simbol-simbol

keagamaan ini dipandang bisa menghadirkan realitas yang transenden tetapi tidak

menggantikannya. Hal ini terjadi karena, manusia yang terdiri dari jiwa dan raga

serta bergulat dalam kehidupan sehari-hari, membutuhkan hal-hal yang konkret yang

dapat diraba, yang langsung berkaitan dengan hidup real.37

Tempat ziarah dengan segala aktifitas yang ada dalamnya diharapkan juga

menghantar pertemuan manusia/peziarah dengan Yang Kudus. Keberadaan tempat

ziarah beserta upacara dengan berbagai lambang yang ada hendaknya juga dalam

rangka membantu para peziarah untuk semakin dekat dan tinggal bersama Yang

Kudus. Tempat-tempat ziarah yang ada haruslah menjadi “Kemah Pertemuan” antara

manusia dengan Yang Kudus.38 Hal ini sekali lagi menegaskan bahwa manusia

sebagai mahluk religius membutuhkan simbol-simbol ataupun perantara untuk

semakin dapat menjalin relasi dengan yang transenden. Peziarahan dan aktivitas

ritual ziarah yang terjadi di dalamnya dapat dipandang menjadi ungkapan ke arah itu.

36 Ibid., 61. 37 Basir G Karimanto, OMI dan F. Sihol Siagian “Mengasih Maria Menagih Sejuta Doa. dalam Hidup

No. 19 Tahun LV 13 Mei, 12. 38 Yohanes Paulus II dalam Ziarah dalam Yubileum Agung mengemukakan pandangan tentang Kemah

Pertemuan ini berdasarkan apa yang terjadi akan penampakan (kehadiran Allah) seperti dikisahkan dalam Kitab Suci.

Page 30: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

17

Manusia sebagai mahluk religius dengan berbagai cara memang senantiasa

ingin mengetahui asal, penyelenggara dan tujuan hidupnya. Kebiasaan berziarah

yang dilakukan manusia juga merupakan salah satu upaya untuk mengalami

perjumpaan dengan penyelenggara hidupnya.39 Praktek ziarah dengan demikian

sebenarnya tidak datang dari kepercayaan Kristiani tetapi datang dari dorongan

religiositas wajar dan alamiah dari kebutuhan dasar manusia. Dengan datang ke

tempat ziarah tertentu, maka manusia religius tidak semata-mata menghormati

tempat itu, tetapi menghormati kehadiran Yang Kudus yang diyakini terlibat dalam

kehidupan manusia di tempat tersebut. Keyakinan para peziarah bahwa tempat

tersebut menjadi tempat di mana Yang Kudus hadir menjadi alasan utama sehingga

selanjutnya tempat tersebut dikuduskan dan diberi label tempat ziarah atau

peziarahan.40

Label sebagai tempat ziarah atau peziarahan telah diberikan pula pada

CHKTY Ganjuran. Banyak kajian yang telah dilakukan untuk mencoba mengenal

berbagai hal berkenaan dengan peziarahan ini. Esti Elihami merupakan salah satu

yang telah menelusuri keberadaan CHKTY dalam kajiannya tentang inkulturasi

sebagai landasan tumbuh dan berkembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran

Yogyakarta. Dia menyatakan bahwa, keluarga Schmutzer membimbing umat melalui

karya-karya nyata mereka dan devosi (penghormatan khusus) mereka terhadap Hati

Kudus Yesus yang mereka sebarluaskan kepada penduduk.41 Menurut Esti,

religiositas dari keluarga Schmutzer inilah yang tampak pada gereja dan candi Hati

39 C. Groenen, OFM. 1988, 192. 40 Basir G Karimanto, Hidup, 12 41 Esti Elihami, Lucia.1995. Sejarah Berdirinya Paroki Hati kudus Yesus Ganjuran: Inkulturasi

sebagai landasan tumbuh dan kembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma FKIP, 56.

Page 31: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

18

Kudus Yesus yang mereka bangun.42 Keluarga Scmutzer membangun gereja dan

candi sebagai tempat beribadat bagi Tuhan dan sekaligus menjadi ajakan bagi umat

untuk beribadat juga kepadaNya.

Selain Esti Elihami, ada kajian lain yang telah dilakukan, yaitu oleh

Sumandiyo Hadi yang meneliti ritual agama khususnya perayaan ekaristi di

peziarahan CHKTY Ganjuran. Ia memaparkan hasil penelitian studi kasusnya

mengenai pembentukan simbol ekspresif (seni) di dalam ritual agama yang disebut

perayaan ekaristi dalam bukunya Seni dalam Ritual Agama.43 Dalam bukunya,

Sumandiyo Hadi mengemukakan, peristiwa upacara atau perayaan Liturgi Ekaristi

ini dianggap sebagai salah satu obyek wisata ziarah. Ritual agama yang setiap

tahunnya diselenggarakan di lingkup CHKTY Ganjuran telah makin berkembang dan

menjadi perhatian bukan hanya umat peziarah, melainkan masyarakat setempat

bahkan wisatawan. 44

Dewan Paroki Ganjuran pada tahun 2004 dalam rangka perayaan syukur 80

tahun keberadaan Paroki Ganjuran juga telah menelusuri keberadaan CHKTY

Ganjuran dalam kaitan dengan sejarah keselamatan di Gereja Ganjuran serta peran

khas spiritualitas hidup keluarga Schmutzer. Berbagai peristiwa yang terkait dengan

CHKTY dalam “buku ulang tahun” ini telah dipaparkan pula.45 Demikian pula

Panduan Prosesi yang dibuat untuk Prosesi Agung pada tahun yang sama juga

memuat tentang fenomena peziarahan CHKTY Ganjuran. Secara eksplisit dalam

buku panduan ini dinyatakan bahwa Gereja dan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus

42 Ibid. 43 Sumandiyo Hadi, Y. 2006. Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Buku Pustaka. ix., 3. 44 Ibid., 299-311. 45 Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. 2004. Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus

Ganjuran: Rahmat Yang Menjadi Berkat. ed. Chris Subagya. Yogyakarta: Dewan Paroki Ganjuran, 8. 20-61.

Page 32: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

19

Ganjuran menjadi tempat ziarah yang dikunjungi, bahkan terkesan “didominasi” para

devosan dari berbagai daerah.46

CHKTY Ganjuran yang telah mendapat label sebagai tempat ziarah saat

sekarang keberadaanya senantiasa dikaitkan dengan berbagai peristiwa yang

menunjukkan adanya kehadiran Yang Kudus. Dari peristiwa-peristiwa inilah

CHKTY seperti halnya tempat–tempat ziarah yang lain lantas mempunyai kisahnya

sendiri yang mengungkapkan pengalaman religius umat di sekitarnya atau pun para

peziarah yang berziarah ke tempat tersebut sekalipun mereka datang dari daerah lain.

Kajian mengenai berbagai peristiwa yang melatarbelakangi adanya suatu peziarahan

beserta unsur-unsur pokok yang membentuk suatu peziarahan kiranya dapat menjadi

“kelanjutan” berbagi pemikiran yang sudah ada tentang peziarahan khususnya

peziarahan CHKTY Ganjuran.

D. TUJUAN PENULISAN

Setiap peziarahan memang mempunyai “legendanya” masing-masing. Namun

demikian selalu ada unsur-unsur pokok yang menunjukkan suatu tempat disebut

sebagai peziarahan. Tesis ini berupaya untuk melihat pertumbuhan dan proses

pembentukan candi HKTY sebagai tempat ziarah sekaligus menunjukkan apa saja

unsur-unsur pokok yang membentuk suatu peziarahan.

Kajian secara mendalam dalam tesis ini diharapkan dapat:

1. menyajikan gagasan dasar tentang ziarah dalam hidup manusia beserta usaha-

usaha yang dilakukan manusia untuk pengudusan ruang bagi Yang Kudus

yang tercermin dari munculnya peziarahan.

46 Panitia Prosesi Dewan Paroki Gereja Ganjuran. 2004, 80.

Page 33: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

20

2. mendeskripsikan peristiwa-peristiwa penting dan unsur-unsur pokok yang

mengkonstruksi “legenda” tentang CHKTY Ganjuran sebagai peziarahan.

3. menyajikan analisa terhadap perkembangan peziarahan CHKTY, yaitu dari

devosi keluarga ke devosi umat beserta tantangan-tantangan yang dihadapi.

E. MANFAAT PENULISAN

Penulisan ini hendak memberikan sumbangan yang bersifat deskriptif tentang

Candi HKTY Ganjuran khususnya berkenaan dengan proses pembentukannya.

Dengan penulisan ini diharapkan secara lengkap dapat diperoleh pemahaman yang

mendalam tentang munculnya CHKTY sebagai peziarahan. Pemahaman yang

mendalam ini selanjutnya diharapkan dapat memberikan sumbangan kritis tentang

pentingnya menempatkan praktek ziarah yang dapat menghantar peziarah sampai

pada pemaknaan yang mendalam pula, sehingga pelaksanaan ritual ziarah sungguh

berorientasi pada upaya membantu peziarah agar tidak jatuh pada kesalehan semata.

Para peziarah dapat “menimba” dari tokoh pendiri dan pengembang tentang

apa yang menjadi kehendak Yang Ilahi dalam hidupnya pada masa kini dan masa

yang akan datang. Dengan demikian CHKTY dapat terus dikembangkan sebagai

tempat di mana iman kepada Yang Ilahi diekspresikan sedemikian rupa, sehingga

menjadi wahana tumbuh dan berkembangnya hidup beriman umat. Pada akhirnya

temuan deskriptif proses pembentukan peziarahan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus,

Ganjuran dapat memberi sumbangan kritis pula dalam kaitan dengan bagaimana

kebijakan mengenai pengelolaan tempat ziarah perlu terus-menerus berpijak pada

upaya menanggapi umat dan masyarakat sesuai kondisi jaman.

Page 34: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

21

F. METODE PENULISAN

Penulisan deskriptif yang hendak menjelaskan dan menggambarkan tentang

proses pembentukan peziarahan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran ini

dilakukan dengan mengandalkan studi pustaka maupun studi lapangan. Dalam studi

lapangan, usaha mengkaji secara mendalam fenomena peziarahan Candi Hati Kudus

Tuhan Yesus Ganjuran, dilakukan dengan pengamatan, observasi, maupun

wawancara. Pengamatan dan observasi terhadap fenomena peziarahan Candi Hati

Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dilakukan bukan hanya terbatas pada sisi fisik,

melainkan juga aktivitas yang terjadi dalam lingkup peziarahan termasuk aktivitas

ziarah yang sedang berlangsung. Sedangkan wawancara dilakukan untuk lebih jauh

mengetahui obyek yang dikaji beserta keseluruhan kaitannya.

Wawancara dilakukan baik secara tidak terstruktur maupun terstruktur

dengan bantuan pertanyaan yang membantu peroleh data. Dua model wawancara ini

dilakukan kepada informan yang dipilih dengan mempertimbangkan relevansinya

dengan tujuan penulisan. Dengan teknik sampling bertujuan ini, maka sampel yang

dipilih merupakan orang-orang yang dipandang dapat menjadi sumber informasi.

Dalam penulisan ini, wawancara dilakukan kepada tokoh sentral yang ada termasuk

para pengelola kompleks peziarahan, dan juga para peziarah di peziarahan CHKTY

Ganjuran. Fokus wawancara adalah untuk menemukan pandangan mereka akan latar

belakang keberadaan peziarahan Candi hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran dan

pemahaman akan unsur-unsur yang berperanan membentuk suatu tempat disebut

sebagai tempat ziarah termasuk dalam hal ini pandangan mereka sendiri tentang

peziarahan CHKTY Ganjuran.

Page 35: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

22

Pada akhirnya untuk mendukung seluruh kajian, dalam penulisan ini juga

dilakukan studi pustaka. Berbagai buku pustaka yang secara khusus memperlihatkan

pergulatan pemikiran tentang peziarahan dan pengudusan ruang bagi Yang Kudus

dalam hidup manusia dimanfaatkan untuk penulisan ini. Dengan studi pustaka ini

pula diharapkan semakin lengkap paradigma penulis dalam melihat dan

mendeskripsikan atau bahkan menganalisis dengan teknik analisis interaktif terhadap

fenomena peziarahan CHKTY. Dari berbagai sumber yang ada diharapkan upaya

pendalaman wacana tentang peziarahan dapat pula dilakukan sehingga semakin

dimungkinkan pendeskripsian bagaimana proses pembentukan CHKTY Ganjuran

sebagai peziarahan telah dilakukan selama ini termasuk tinjauan kritisnya.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan tentang proses pembentukan peziarahan CHKTY Ganjuran ini

dibagi ke dalam 5 bab. Bab pertama akan memaparkan pendahuluan yang meliputi

latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan serta sistematika isi penulisan.

Selanjutnya fokus bab kedua adalah tinjauan tentang ziarah manusia dan

pengudusan ruang bagi Yang Kudus. Dalam tinjauan ini akan dipaparkan

pemahaman mengenai diri manusia sebagai peziarah, peranan ziarah dan kebiasaan

berziarah dalam hidup manusia. Dalam bab kedua ini pula juga dipaparkan secara

mendalam tentang pandangan manusia tentang Yang Kudus dan bagaimana manusia

mengupayakan pengudusan ruang bagi Yang Kudus.

Bab ketiga memaparkan tentang proses pertumbuhan dan pembentukan

CHKTY Ganjuran sebagai peziarahan yang didasarkan pada penelitian lapangan dan

Page 36: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

23

juga pengolahannya. Tekanan utama dalam pemaparan adalah memperlihatkan apa

saja peristiwa dan unsur-unsur yang membentuk CHKTY Ganjuran sebagai

peziarahan. Dengan kata lain bab tiga ini menunjukkan latar belakang adanya

peziarahan CHKTY Ganjuran hingga menjadi peziarahan seperti saat sekarang.

Bab keempat dalam penulisan ini diuraikan secara khusus berpangkal dari

bab dua dan tiga. Dengan mengambil judul analisa, maka pada bab ini akan

dilakukan tinjauan analitis terhadap proses pembentukan CHKTY Ganjuran sebagai

peziarahan dengan mendasarkan diri pada perspektif Mircea Eliade. Analisis

berpusat pada upaya menemukan pemahaman yang mendalam berbagai unsur yang

membentuk suatu peziarahan. Disamping itu juga akan dipaparkan kemungkinan-

kemungkinan menumbuhkembangkan peziarahan CHKTY sesuai dengan tantangan

hidup manusia pada masa sekarang ini.

Akhirnya dalam bab lima akan disampaikan beberapa kesimpulan dan saran

berdasarkan keseluruhan bab sebelumnya. Dengan pemaparan kesimpulan

diharapkan menjadi nampak hal-hal pokok sebagai benang merah keseluruhan

gagasan yang telah dipaparkan. Sedangkan saran menjadi penting untuk

menindaklanjuti berbagai pemikiran yang ada untuk adanya pergulatan ke arah

pemikiran baru atau pun realisasinya dalam tindakan bagi pengembangan peziarahan

Candi Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran.

Page 37: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

24

BAB II

ZIARAH MANUSIA DAN PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG KUDUS

Bab II ini memaparkan dua fokus perhatian yaitu kebiasaan berziarah dalam

kehidupan manusia dan “tindakan” manusia dalam menguduskan ruang bagi Yang

Kudus. Tinjauan keduanya membantu kita memahami kenyataan adanya usaha yang

terus-menerus dari manusia untuk senantiasa memaknai hidupnya teristimewa

melalui “perjumpaannya” dengan Yang Kudus. Terbentuknya tempat ziarah sebagai

ruang bagi Yang Kudus melalui berbagai upaya pengudusan merupakan usaha

manusia beriman untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu mengalami dan

berelasi dengan Yang Kudus.

A. ZIARAH DALAM HIDUP MANUSIA

1. Manusia Sebagai Peziarah

Ada banyak sebutan terhadap diri manusia. Salah satu sebutan itu

menyatakan diri manusia sebagai peziarah (“homo viator”).1 Ia adalah seorang

peziarah dalam dunia ini. Bagi manusia, dunia ini seolah-olah adalah tanah asing.

Sebagai peziarah di tanah asing, maka manusia dituntun oleh “panggilan” hidupnya

sendiri untuk mencari tahu makna hidup yang sesungguhnya dan di mana tempat dia

didalamnya. Dunia tempat manusia tinggal di dalamnya menuntut manusia untuk

lebih dalam memasuki misteri akan diri yang sebenarnya. Hanya dengan menemukan

makna hidup dan keberadaan dirinya di dunia ini, maka manusia mempunyai

kepastian dalam menjalani kehidupannya. 1 Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. Ziarah dalam Yubileum

Agung, terj. R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. 1999, 30.

Page 38: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

25

Pencarian makna hidup ini diupayakan terus-menerus oleh manusia dengan

melakukan tinjauan reflektif atas hidup yang dijalani. Tinjauan reflektif sangat perlu

dalam dunia sekarang ini, sebab menurut A. Sudiarja para penganut religius hidup di

dunia yang ambigu. Kalau mereka salah melangkah bisa terpeleset jatuh dan terseret

arus sekuler, tetapi kalau berhenti dan tidak memberi makna, maka sia-sialah seluruh

arti kehidupan iman mereka.2

Dunia yang kita diami saat ini memang menuntut manusia untuk terus-

menerus berperan dan memberi makna. Kesadaran akan keberadaan diri dalam dunia

ini membantu manusia untuk terus eksis. Sayang sekali kesadaran ini seringkali

belum menjadi milik tiap orang, sehingga hidupnya pun dijalani tanpa arah. Bahkan

sebagai peziarah di dunia ini manusia bisa menjadi salah arah. Disamping itu sebagai

peziarah ia pun dapat memilih untuk bertahan dalam “wilayah” yang membuat

dirinya mengalami rasa aman yang tidak hendak ia tinggalkan. Pada akhirnya iapun

tinggal dalam kebiasaan yang menumbuhkan rasa aman, stabil, dan menutup mata

terhadap keingintahuannya akan makna dan misteri hidupnya yang lebih mendalam.

Dalam peziarahan hidup manusia, rasa aman yang membuat hidup menjadi

“mandeg” seringkali dibangun oleh hidup keagamaan yang dijalani sebatas pada

ibadat. Hidup beragama lebih dipahami sebagai ruang kesalehan privat/individual.

Yang utama dalam hidup keagamaan adalah menjalankan ritual. Pelaksanaan ibadat

kemudian dijalani tanpa ruh. Ibadat lebih melulu sebagai rutinitas, akibatnya ibadat

tidak punya pengaruh dalam kehidupan sehari-hari yang semestinya menjadi puncak

ritual.3 Disamping itu hidup yang “mandeg” dapat pula terjadi karena manusia lebih

2 A. Sudiarja. 2006. Agama di Zaman yang Berubah. Yogyakarta: Kanisius, 1. 3 A.M. Hardjana menyebutnya sebagai beragama yang tidak otentik, sehingga ibadat lebih dijalankan

sebagai formalitas. Lihat A.M. Hardjana. 1993. Penghayatan Agama Yang Otentik & Tidak Otentik. Yogyakarta: Kanisius, 64-69 dan 71-82.

Page 39: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

26

memilih menjalani hidupnya dengan mengutamakan hal-hal yang duniawi dan

mengabaikan sisi religiusnya. Manusia sepenuhnya lebih terlibat dalam perkara

“kemanusiaan” dengan menyisihkan aspek religiusnya sama sekali.

Sebagai peziarah, manusia menjalani kehidupannya dalam tarik menarik

antara melaksanakan praktek-praktek dan kepercayaan religius dengan tindakan

konkret bagi kemanusiaan. Atau dengan kata lain dalam istilah Eliade, hidup

manusia senantiasa dalam pengaruh Yang Kudus. Seperti halnya alam merupakan

manifestasi dari Yang Kudus, maka manusia hendaknya juga bertingkah laku

sebagai “sakramen” akan manifestasi Yang Kudus.4 Dengan kata lain, peziarahan

hidup manusia bukan hanya sebagai peziarahan yang ditandai oleh orientasi pada

kesalehan pribadi, melainkan kesalehan sosial.

Orang beragama memang memiliki dua proses, yaitu pertama internalisasi

nilai keberagamaan dan yang kedua adalah mengekspresikan (eksternalisasi)

keberagamaan dalam berbagai bentuknya. Oleh karena itu hidup keagamaan harus

ditandai keseimbangan akan keduanya. Melalui sisi internalisasi nilai keberagamaan

(ritual) ia meningkatkan spiritualitasnya. Selanjutnya dalam hidup konkret sehari-

hari dalam tindakan sosial ia menghidupi spiritualitas tersebut. Dengan kata lain

manusia bergerak dari suatu pengalaman rohani yang sifatnya amat personal dan

berkaitan dengan dunia spiritual menuju implementasinya dalam kehidupan nyata

dengan menanggapi berbagai persoalan sosial dalam hidup bersama dengan

sesamanya. Dengan cara ini setiap pribadi menjadi agen tindakan kemanusiaan. Ia

bertindak menjadi aktor perubahan di mana dia hidup seturut dengan sistem nilai

yang diyakini dalam agamanya.

4 P.S. Hary Susanto. 1987. Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanisius, 44.

Page 40: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

27

Bagi manusia religius ziarah hidupnya seharusnya mempunyai tujuan yang

transenden, yaitu sebuah peziarahan untuk mencari dan menuju Yang Kudus. Oleh

karena itu sebagai seorang peziarah manusia religius tidak bisa mengabaikan akan

pentingnya praktek-praktek dan kepercayaan religius dalam perjalanan hidupnya di

dunia ini. Ia dapat belajar dari manusia arkhais yang menurut Eliade tidak menjalani

kehidupannya dengan pemisahan antara yang sakral dan profan. Bagi mereka, tidak

ada aktivitas dalam dunia ini yang semata-mata aktivitas profan seperti halnya alam

tidak pernah bersifat natural murni, melainkan sekaligus natural dan supranatural.5

Seperti halnya manusia arkhais menjalani peziarahan hidupnya dengan sepenuhnya

menempatkan Yang Kudus sebagai pusat kehidupan, maka demikian pula hendaknya

manusia dalam setiap jaman.

2. Kebiasaan Berziarah dalam Hidup Manusia

Kebiasaan untuk berziarah yang telah dilakukan manusia dari jaman ke

jaman harus pula dipandang sebagai upaya manusia untuk terus hidup dalam

keterarahan pada Yang Kudus. Dengan demikian pilihan untuk menjalani kehidupan

dengan tanpa arah, bertahan dalam rasa aman dan penolakan keingintahuan dari

dalam diri sebenarnya bertentangan dengan kodrat diri manusia yang senantiasa haus

akan cakrawala-cakrawala baru, lapar akan keadilan dan damai, mencari kebenaran,

mendambakan cinta kasih, dan terbuka bagi Nan Mutlak dan Tak Terbatas.6

Kebiasaan untuk berziarah merupakan upaya untuk menghentikan kecenderungan

manusia untuk melekat pada kebiasaan yang ada, rasa aman, stabilitas, dan keinginan

yang keliru untuk bertahan dalam ketidaktahuan yang menjauhkan manusia dari 5 Ibid., 44-45. 6 Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. 1999. Ziarah dalam Yubileum

Agung, terj. R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 30.

Page 41: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

28

keterarahan pada Yang Kudus. Berziarah dapat menjadi perjalanan untuk

memutuskan kemelekatan, menghancurkan kebiasaan, membuka mata, dan mencari

tahu arah dan makna hidup sesungguhnya.

Kebiasaan berziarah menjadi wujud dari tindakan melepas, dan sekaligus

sebagai suatu perjalanan untuk mencari Tuhan, Sang Khalik, Yang Kekal.7 Di

tengah pergolakan hidup yang ditandai dengan perubahan terus-menerus yang telah

membuat manusia mengalami keletihan, kemandegan ataupun kehampaan akan

makna kiranya manusia membutuhkan kesempatan untuk berdialog dengan dirinya,

sesama dan Yang Kudus. Kebiasaan berziarah justru menjadi kesempatan bagi

manusia untuk beristirahat, menikmati ruang kebebasannya untuk kembali

menemukan hidupnya, tujuannya dan mengalami kehadiranNya.

Dalam agama rakyat kebiasaan berziarah dijalani dengan berkunjung ke

tempat keramat. Entah secara perorangan entah secara kelompok orang beriman

mengunjungi tempat tertentu, yang dianggap “suci/keramat”.8 Kunjungan ke tempat

keramat, apakah itu makam atau tempat lainnya dilakukan bukan hanya dalam arti

rekreatif, tetapi religius. Dalam agama-agama besar, kebiasaan berziarah juga

dijalankan. Bahkan di banyak agama besar, ada perintah untuk melakukan ziarah,

untuk meninggalkan tempat tinggal, sahabat, aktivitas, keadaan diri seseorang yang

biasa, dan melakukan perjalanan menuju antah-berantah.9 Orang beriman berziarah

untuk berkirim doa, mengadakan pembersihan diri atau pun memupuk imannya

kepada Yang Kudus. Dengan demikian kebiasaan berziarah merupakan kebiasaan

yang universal dalam hidup manusia dan mendapat tempat yang penting dalam hidup

keagamaan, sehingga menjadi praktek keagamaan yang “wajib” dilaksanakan. 7 Brenda Shoshanna, PHD. Zen, Wisdom terj. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 187-188. 8 C. Groenen, OFM. 1988. Mariologi: Teologi dan Devosi. Yogyakarta, Kanisius, 190. 9 Brenda Shoshanna, PHD. Zen, Wisdom, 187.

Page 42: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

29

3. Kebiasaan Berziarah dalam Gereja

Dalam lingkup Gereja Katolik, kegiatan ziarah menjadi tanda bagi Gereja

dalam menghayati hidup sebagai peziarahan menuju persatuan dengan Bapa.10

Kebiasaan berziarah dijalani sebagai usaha mencari kedekatan dengan yang ilahi,

yang dilakukan dengan keihklasan menyingkiri kebisingan hal-ihkwal duniawi dan

menghormati tempat-tempat yang kudus. Menurut Dr. B.S. Mardiatmadja SJ, ketika

umat berziarah artinya umat melakukan perjalanan menuju kepada seseorang atau

suatu tempat yang dianggap menentukan tujuan akhir hidup si peziarah”.11 Jadi ada

beberapa unsur pokok dalam ziarah, yaitu perjalanan, kepada seseorang, tujuan akhir

hidup dan si peziarah. Oleh karena itu ziarah menampilkan beberapa langkah yang

ditempuh oleh para peziarah, yaitu pertama saat bertolak yang menampakkan

keputusan para peziarah untuk terus maju ke arah tujuan. Yang kedua di tengah

perjalanan yang menghantarkan peziarah kepada solidaritas dengan sesama, dan

persiapan mereka untuk menjumpai Tuhan. Yang ketiga, di tempat ziarah, kehadiran

mereka di tempat ziarah mengajak mereka ambil bagian dalam ritual ziarah yang

membantu pengolahan diri mereka, akhirnya perjalanan pulang mengingatkan para

peziarah akan misi mereka di dunia, dengan hidup dalam komunitas dan dunianya.12

Kebiasaan berziarah baru mulai berkembang dalam Gereja Katolik setelah

para martir menjadi sasaran devosi,13 yaitu sekitar tahun 200. Selama abad IV-VI

kebiasaan berziarah ke makam para martir dan relikwi mereka (yang dibawa ke 10 Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. 1999, 36. 11 B.S. Mardiatmadja SJ, “Makna Ziarah di Tahun Yubelium”, dalam Hidup, No. 40 Tahun LIV, 1

Oktober 2000, hal 13. 12 Lihat Ibid. 13 Gerald O’Collins SJ mengemukakan istilah devosi berasal dari bahasa Latin devotio dari kata kerja

devovere. yang berarti suatu sikap hati yang mengarahkan untuk mencintai, menghormati, dan menjunjung tinggi seseorang atau suatu benda yang menjadi obyek sembahan. Sedangkan A. Heuken menekankan devosi sebagai suatu sikap dan kebaktian khusus. Lihat Gerald O’Collins SJ. 1996. Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius, 38. dan A. Heuken. 1995. Ensiklopedi Gereja I. Jakarta: Cipta Loka Caraka, 230.

Page 43: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

30

mana-mana ) di seluruh kawasan Timur dan Barat menjadi populer sekali.14 Dengan

demikian kebiasaan berziarah tidaklah muncul dari tradisi Gereja, melainkan telah

hidup, tumbuh dan berkembang sebagai ekspresi religiositas manusia. Kebiasaan

berziarah muncul karena adanya kebutuhan dari dalam diri manusia untuk

mengekspresikan relasinya dengan Yang Kudus secara lahiriah. Ekspresi lahiriah ini

didorong adanya keyakinan akan Yang Kudus yang terus berkarya dalam hidup

manusia termasuk dalam diri para peziarah. Oleh karena itu dalam tradisi Gereja

Katolik kebiasaan berziarah tak dilepaskan dari penghormatan khusus pada pribadi

manusia yang telah memperlihatkan begitu besarnya karya Allah yang telah bekerja

dalam diri mereka. Artinya kebiasaan berziarah dilaksanakan bukan sebagai jalan

bagi upaya pengudusan diri manusia oleh dirinya sendiri, melainkan justru sebagai

praktek hidup beriman untuk merasakan ataupun mengalami karya Allah yang juga

hadir dalam peziarahan yang dikunjungi.

Setelah Maria ibu Yesus tampil dan menonjol sebagai sasaran devosi rakyat,

maka dia pun menjadi sasaran devosi yang disalurkan melalui ziarah. Jumlah tempat

di mana Maria secara khusus dihormati terus tambah banyak. Tempat itu menjadi

tempat ziarah oleh karena ada keyakinan bahwa Maria pernah nampak di situ,

“berkarya” dan mengabulkan doa atau patungnya ditemukan di situ.15 Kebiasaan

untuk berziarah di peziarahan Maria bertumbuh subur dan menjadi kebiasaan yang

paling populer di kalangan umat. Umat beriman berziarah ke peziarahan Maria yang

diyakini sebagai tempat suci, yaitu tempat di mana orang atas dasar imannya dapat

mengalami karya Yang Kudus yang mengikutsertakan ibu Maria.

14 C. Groenen, OFM. 1988, 189. 15 Ibid., 190.

Page 44: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

31

Dalam abad 17 berkembang devosi untuk Hati Kudus Tuhan Yesus. Devosi

kepada Hati Kudus Tuhan Yesus menurut Tom Jacobs SJ adalah sarana untuk

mengembangkan hubungan pribadi dengan Yesus. Devosi kepada Hati Kudus Yesus

merupakan ungkapan silih dan sekaligus ungkapan iman akan kasih Kristus yang

mempersatukan manusia dalam perjalanan menuju Bapa. Maka, tekanan devosi lebih

pada pujian syukur untuk mengagungkan cinta abadi Allah pada manusia.16 Hal ini

dilakukan dengan menyambut komuni sesering mungkin, adanya adorasi pada Jumat

pertama tiap bulan, dan juga perayaan khusus untuk Hati Kudus Tuhan Yesus.17

Dengan devosi ini, maka umat beriman dibantu untuk mengungkapkan

imannya secara wajar dan memuaskan, sebab devosi muncul secara spontan dari

hidup iman umat. Sebagai bentuk kebaktian, devosi dilaksanakan oleh umat baik

melalui doa-doa maupun ritual tertentu. Berbeda dengan kebiasaan berziarah di

peziarahan Maria, maka devosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus diyakini sebagai

kebaktian pada pribadi Yesus sendiri. Umat beriman dengan devosi kepada Hati

Kudus Tuhan Yesus hendak mengungkapkan syukur dan permohonan atas karya

Yang Kudus yang dinyatakan dalam Hati Yesus.18

Devosi kepada Hati Kudus Yesus merupakan kebaktian umat beriman kepada

Kasih. Melalui HatiNya, Allah dalam Yesus Kristus mencintai manusia secara

total.19 Oleh karena itu seperti halnya kebiasaan berziarah ke peziarahan Maria,

berziarah ke tempat ziarah Hati Kudus Tuhan Yesus dilaksanakan juga sebagai

ungkapan iman akan karya Yang Kudus yang nampak dalam diri Yesus. Peziarah

16 Tom Jacobs. 1984. Hati Penyelamat dalam Hidup 28, 26-27. 17 O’Donnell, Timothy Terrance. 1990. Santa Margareta Maria dan Devosi kepada HatiKudus Yesus.

Terj. CB. Kusmaryanto, SCY. Palembang: Propinsi SCY Indonesia, 20. 18 Lihat Tom Jacob. Devosi Kepada Hati Kudus Tuhan Yesus: Pujian atau Permohonan. Dalam

Utusan. No. 06. Tahun ke- 52. Juni 2002, 8-10. 19 O’Donnell, Timothy Terrance. 1990. Ajaran Pimpinan Gereja mengenai Devosi kepada HatiKudus

Yesus. Terj. CB. Kusmaryanto, SCY. Palembang: Propinsi SCY Indonesia, 17.

Page 45: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

32

yang melaksanakan kebiasaan berziarah untuk menghormati Hati Kudus Tuhan

Yesus dapat menimba sikap hati Yesus yang menyerahkan seluruh diriNya kepada

kehendak Yang Kudus (Allah Bapa) sebagai perwujudan kasihNya kepada manusia.

Tindakan yang sama “seharusnya” dilakukan oleh umat beriman dengan

menyerahkan seluruh hidup pada kehendak Yang Kudus melalui kasih kepada

sesama.

Dengan demikian, kebiasaan berziarah dalam tradisi Gereja Katolik

berkembang dari adanya kebiasaan melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang

berkaitan dengan iman Kristiani. Tujuan dari kebiasaan berziarah dalam Gereja

Katolik tidak lain adalah merenungkan karya keselamatan Tuhan dalam hidup

manusia (termasuk peziarah) sekaligus penghayatan persatuan dengan Tuhan sendiri.

Kegiatan ziarah sendiri menjadi tanda bagi umat untuk menghayati hidup sebagai

peziarahan menuju persatuan dengan Yang Kudus. Sebab sebenarnyalah dalam iman,

semua orang hidup adalah berziarah menuju rumah abadi yang melampaui hidup di

dunia ini.

Kebiasaan berziarah menjadi kebiasaan untuk mengungkapkan iman kepada

Yang Kudus yang sejak semula sudah mengundang manusia untuk datang

kepadaNya. Oleh karena itu kebiasaan berziarah mengejawantahkan ibadat manusia

pada Yang Kudus. Dalam prakteknya kebiasaan ini menuntut pelaksanaan secara

setia serta disertai citarasa religius yang intensif.20 Apabila kebiasaan ini

dilaksanakan dengan setia, maka akan menjadi bagian dari proses pembudayaan diri

dari manusia yang menjalaninya.

20 Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. 1999, 36.

Page 46: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

33

4. Peranan Sosio Religius Ziarah

Ziarah adalah suatu interaksi dan proses intersubyektif.21 Ziarah adalah

perjalanan bersama antara manusia dengan Yang Kudus. Dalam ziarah hubungan

dengan sesama serta dengan Yang Kudus hendak diperdalam. Oleh karena itu ziarah

mengandung proses relasi yang mengundang komitmen berkesinambungan. Ziarah

tidak mulai ketika peziarah berangkat ke suatu tempat. Ziarah juga tak berakhir bila

peziarah telah sampai di suatu tempat ziarah tertentu dan selesai menjalankan ritual

yang ada.22 Ziarah menuntut adanya tindak lanjut pasca aktivitas ziarah berakhir,

yaitu memulai tahap ziarah baru dalam hidup yang terwujud dalam pelaksanaan lebih

lanjut komitmen-komitmen. Sayang sekali interaksi dan proses intersubyektif

seringkali tidak terpenuhi dalam aktivitas ziarah. Ziarah kerap kali dinodai oleh

iming-iming yang bersifat rekreatif.23 Tak jarang minat orang berziarah malah

dibangkitkan dengan godaan untuk memenuhi tawaran rekreatif tersebut. Akibatnya

dalam pelaksanaan ziarah tidak ada pergulatan internal dalam diri si peziarah dan

juga perjumpaan dialogal dengan sesama peziarah lainnya. Oleh karena itu menjadi

tantangan besar bagi peziarah untuk menjalani laku ziarah yang sungguh

mengembangkan relasi dengan sesama dan dengan Yang Kudus.

Menurut Victor Turner ziarah justru dapat membawa kita ke pengalaman

liminal dan hidup dalam komunitas. Liminalitas berarti tahap atau periode waktu

dimana subyek mengalami keadaan yang ambigu, yaitu “tidak di sana dan tidak di

sini”. Liminal sering diartikan sebagai peralihan. Di dalam liminalitas individu

21 B.S. Mardiatmadja, SJ. 2000. Hidup, 13-14. 22 Lihat Henny Alit, “Gua Maria Sendang Pawitra, Surya Indah di Gunung Lawu” dalam Hidup, No.

10 Tahun ke-57, 8 Maret 2003, 23. 23 Menurut Dr. B.S. Mardiatmadja SJ ziarah memang sering dinodai oleh sejumlah hal-hal remeh.

Kadang belanja atau tamasya dipakai sebagai pancingan agar orang mau berziarah. Dengan begitu derajat ziarah diturunkan. Lihat B.S. Mardiatmdja SJ, 2000. Hidup, 13-14.

Page 47: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

34

mengalami pengalaman dasar sebagai manusia, sehingga kesadaran eksistensinya

meningkat. Selain itu liminalitas juga menjadi tahap refleksi formatif, artinya dalam

tahap ini individu sebagai subyek ritual merefleksikan ajaran-ajaran dan adat istiadat

masyarakat. Liminalitas dalam ziarah menjadi tahap dimana peziarah berada pada

keadaan masa sekarang dan masa mendatang. Peziarah menghadapi dirinya secara

utuh dalam keadaan yang tidak dipengaruhi keadaan normal sehari-hari.

Tahap liminal dalam ziarah menunjukan bahwa peziarah dimasukkan dalam

suatu keadaan yang lain dengan dunia sehari-hari, karena dia mengalami suatu masa

‘penggodokan’. Ia mengalami peralihan dari dunia sehari-hari ke dalam dunia sakral.

Pengalaman liminal bagi mereka menjadi tahap refleksi dan formatif karena tahap ini

memberikan kesempatan bagi subjek ritual untuk melakukan penyadaran dan

perenungan diri. Oleh karena itu dalam masa liminal mereka sebagai subjek ritual

juga mendapat waktu khusus untuk mempelajari dan merenungkan hidupnya masa

sekarang dan masa mendatang. Para peziarah diajak oleh pemimpin upacara untuk

melihat kembali ajaran-ajaran iman dan kebiasaan-kebiasaan hidup beriman yang

telah dijalani. Peziarah juga memperoleh masukan-masukan entah berkaitan dengan

adat kebiasaan masyarakat secara umum atau sebagai umat dengan norma-norma

moral dan kewajiban-kewajiban orang-orang yang sudah dewasa dalam iman.

Pengalaman liminal dalam ziarah menjadi tahap pembentukan diri si peziarah

sebagai manusia beriman. Dalam masa liminal ini ia mengalami suatu pendasaran

hidup. Macam-macam aktivitas dalam ziarah menjadi pengalaman yang menghantar

dirinya pada penerangan hidup. Penerangan atau pembaharuan yang diperoleh dari

macam-macam aktivitas dalam ziarah inilah yang selanjutnya diaktualisasikan dalam

masyarakat ketika si peziarah kembali ke dalam masyarakat atau umat dalam hidup

Page 48: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

35

sehari-hari.24 Misteri-misteri iman yang semakin dipahami, dialami atau dihayati

harus menjadi dasar bagi dirinya untuk hidup dengan nilai-nilai baru. Justru dalam

pengalaman doa pribadi dan doa bersama, keheningan dan pujian ketika dalam

peziarahan itulah ia sebagai orang beriman semakin memperdalam dan

memperkembangkan imannya. Ia mengalami apa yang disebut Victor Turner dengan

‘reflektif-formatif’. Dalam tahap liminal ketika dalam peziarahan ia mengalami

senantiasa diperhadapkan dengan dirinya yang harus diolah.

“Tahap liminal bagi subjek ritual merupakan pengalaman mendasar karena ia mengalami sesuatu yang asasi. Asasi karena ia menimba nilai-nilai yang asasi dalam kehidupan masyarakat yang menjadi tempat hidupnya. Dalam tahap liminal ini juga akhirnya terbentuk komunitas yaitu hubungan antara individu yang tidak terpilah-pilah ke dalam peran-peran dan kedudukan-kedudukan; masing-masing individu merasa dirinya sama dengan yang lainnya, memiliki rasa persahabatan dan persaudaraan mendalam serta saling berhadapan dalam suatu hubungan yang oleh Martin Buber disebut sebagai I and Thou (Aku dan Engkau).”25

Victor Turner menemukan bahwa ziarah merupakan model komunitas yang

representatif. Dalam ziarah ada kualitas komunitas. Gambaran hidup komunitas yang

berbeda dengan hidup dalam struktur sebagaimana nampak dalam sistem-sistem

hubungan sosial yang stabil, terstruktur dapat kita temukan dalam ziarah.

Pengalaman berziarah menjadi pengalaman yang mengubah para peziarah.

Perubahan ini bukan terutama dengan peristiwa-peristiwa ajaib tetapi melalui

pengalaman dasariah sebagai manusia. Dalam peziarahan, orang sungguh mengalami

tiadanya perbedaan entah dalam hal status atau lainnya. Dalam ziarah kebersamaan

tumbuh secara spontan bukan karena adanya struktur atau kewajiban yang

mengharuskannya. Seperti dikatakan Victor Turner, orang dapat makan dan minum

24 Wartaya Winangun. 1990. Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dan Komunitas menurut Victor

Turner. Yogyakarta: Kanisius, 40-43. 25 Ibid.,40-43.

Page 49: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

36

dari “wadah” yang sama.26 Di hadapan yang Kudus, maka peziarah menyadari diri

sebagai sesama bagi yang lain.

Ciri suatu komunitas, yakni persaudaraan dialami dalam ziarah dan dituntut

untuk senantiasa menjiwai kehidupan sehari-hari pasca ziarah. Kehidupan sehari-hari

hendaknya ditandai oleh ikatan kasih yang mendalam, dalam hubungan yang sehati

dan sejiwa seperti halnya telah dialami dalam ziarah. Tindakan jemaat (peziarah)

untuk saling mengasihi akan tampak dalam kesediannya untuk berbagi. Dalam ziarah

hal ini semua menjadi begitu kelihatan. Orang lain diterima dan diperlakukan sebagai

sesama, atau dirinya yang lain. Ziarah tampak dianggap oleh peziarah yang sadar

sebagai kesempatan-kesempatan di mana komunitas dialami maupun sebagai

perjalanan menuju sumber suci komunitas yang dilihat sebagai sumber penyembuhan

dan pembaharu.27 Melalui ziarah orang beriman meyakini bahwa dia menjalani

praktek devosional dalam rupa ekspresi iman dengan berkunjung ke tempat yang

suci, yaitu tempat di mana Yang Kudus diyakini telah hadir dan berkarya sekaligus

menimba sumber hidup dari sana untuk hidup sehari-hari dengan sesamanya.

Keterarahan manusia pada Yang Kudus ini memperlihatkan apa yang khas

dalam aktivitas ziarah, yaitu peranan sosio religiusnya. Ziarah merupakan wujud dari

tindakan manusia untuk melepaskan apa yang melekat dalam dirinya dalam rangka

mencari Tuhan, Sang Khalik, Yang Kekal.28

Ziarah mempunyai peranan sosio-religius yang amat penting karena peziarahan menjadi tempat suci dan kramat yang mempersatukan seluruh umat beriman yang datang. Ziarah memupuk dan menyadarkan kembali persaudaraan di antara umat beriman yang datang maupun juga persaudaraan lebih luas dengan seluruh umat manusia sebagai sesama peziarah menuju Yang Kudus.29

26 Ibid. 27 Wartaya Winangun, 1990, 56 28 Brenda Shoshanna, PHD. Zen, Wisdom, 187. 29 Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. 1999, 188.

Page 50: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

37

Dalam peziarahan ada kesadaran akan kebersamaan. Kebersamaan itu tentu saja

bukan sekadar suatu kerumunan orang yang tanpa bentuk atau “ikatan”.

Kebersamaan adalah kebersamaan sebagai sesama pencari Yang Kudus meski

dengan segala perbedaannya. Bahkan justru perbedaan itulah yang memungkinkan

kebersamaan menjadi lebih indah karena bisa saling membantu, saling melengkapi

dalam jalan terjal kehidupan. Keunikan, kelemahan dan kelebihan yang satu akan

memberi sumbangan pada yang lain, yang juga unik dan punya kelemahan dan

kelebihan.30

Ziarah pun menghilangkan semua perbedaan sosial. Semua orang yang ikut

serta dalam ziarah menjadi setingkat dan seharga. Pria dan wanita, orang berkuasa

dan yang tidak berkuasa, kaya dan miskin, tua dan muda, semua sama-sama ikut

serta dalam ziarah dan upacara-upacara yang bersangkutan.31 Ziarah dengan

demikian mempunyai implikasi sosial. Dalam ziarah, dengan kesadaran akan

kebesaran Yang Kudus, kekecilan diri sebagai manusia dan juga kebersamaan antar

pribadi manusia, maka akan mengembangkan sikap positif dalam perjumpaan antar

manusia yang satu dengan manusia yang lain, atau pun juga antar umat bergama

yang satu dengan umat beragama lain.

Kesadaran akan orang lain sebagai sesama peziarah mengingatkan saya

bahwa keterbatasan saya membuat saya bisa saling membantu untuk saling

melengkapi dalam konteks peziarahan bersama mencari Yang Kudus. Perjumpaan

antar sesama peziarah yang mempunyai komitmen inilah yang selanjutnya

diharapkan merasuki struktur masyarakat untuk terjadinya kehidupan “baru” dalam

masyarakat dengan nilai-nilai hidup pribadi dan bersama yang telah dibaharui pula. 30 Al. Andang L. Binawan. 2003. “Lebaran dan Peziarahan Bersama”. dalam Kompas. 27 Nopember

2003. 31 Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. 1999, 188.

Page 51: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

38

Oleh karena itu ziarah memang mempunyai tempat yang penting dalam kehidupan

manusia. Ziarah dilakukan untuk menimba sumber kehidupan baik dalam kehidupan

pribadi maupun sosial, baik dalam relasi dengan sesama maupun Yang Kudus.

5. Obyek Ziarah

Obyek ziarah menjadi jawaban bagi si peziarah untuk menemukan, maupun

menggali sumber kehidupan yang dicari melalui ziarah yang dijalani. Obyek ziarah

berupa tempat, benda atau suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian para

peziarah ataupun alasan aktivitas ziarah mereka lakukan. Dalam tradisi Katolik

obyek ziarah selalu merujuk pada “sesuatu” yang penting dalam perjalanan hidup

beriman umat.

Apabila suatu tempat menjadi tempat ziarah, maka tempat tersebut

merupakan tempat-tempat yang menunjuk kepada kenangan akan Tuhan, atau juga

yang menampakkan saat-saat penting dalam sejarah Gereja.32 Tempat-tempat ziarah

yang menunjuk pada kenangan akan Tuhan menjadi tempat ziarah karena diyakini

bahwa di tempat tersebut Tuhan pernah (dan masih terus) hadir. Oleh karena itu

dengan hadir berkunjung ke peziarahan tersebut, para peziarah hendak merasakan

dan mengalami (kembali) kehadiran Tuhan sesuai situasinya sekarang.

Dalam perjalanan sejarah Gereja Katolik kemudian munculah tempat-tempat

ziarah yang dikaitkan dengan penghormatan pada orang kudus yang dipandang

memperlihatkan kehadiran Tuhan. Tempat-tempat suci yang menghormati orang-

orang kudus kemudian menjadi tempat devosi umat. Dengan berziarah ke tempat

suci tersebut, maka para peziarah hendak menghormati orang kudus yang

32 Ibid., 8.

Page 52: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

39

mengingatkan mereka akan Tuhan yang hadir dalam hidup manusia, namun

sekaligus juga menghidupkan kembali keteladanan mereka yang telah menjalani

hidup menurut kehendakNya.33 Demikian halnya, benda-benda dan peristiwa yang

terkait dengan kenangan akan Tuhan yang hadir di tempat yang diyakini tempat suci

tersebut kemudian juga diperlakukan sebagai obyek ziarah. Obyek ziarah inilah yang

kemudian menjadi obyek atau sasaran khusus devosi. Ada pun obyek ziarah yang

kita kenal antara lain: makam kramat, pohon kramat, patung/gambar ajaib,

peninggalan salah satu “penampakan” dari “yang kudus” yang masih ada,

peninggalan (relikwi) orang kudus dan ritual agama.34

Seperti halnya tempat dan benda menjadi obyek ziarah karena terkait dengan

kenangan akan Tuhan, demikian halnya ritual agama. Ritual agama bahkan menjadi

obyek ziarah yang “paling melibatkan” para peziarah untuk menjalankan devosi

mereka. Sebagai obyek ziarah yang melibatkan, maka ritual ziarah yang semula

hanya diikuti secara terbatas oleh umat yang terkait langsung dengan peziarahan

tersebut, sekarang terbuka bagi siapapun yang menjalankan laku ziarah ke tempat

tersebut sekalipun bukan umat. Inilah yang memperlihatkan fungsi sosial ritual

ziarah sebagai obyek ziarah. Fungsi sosio religius yang tampak dalam ritual ziarah

ini mau menekankan adanya unsur kebersamaan atau kesetiakawanan dalam ber-

ritual bersama di tempat peziarahan. Para peziarah yang mengikuti ritual ziarah di

peziarahan yang dikunjunginya menempatkan diri sebagai sesama peziarah di

hadapan Tuhan. Mereka secara bersama-sama berkumpul untuk berdevosi dengan

ungkapan syukur dan permohonan kepada Tuhan.

33 Ibid. 34 C. Groenen, OFM. 1988,187.

Page 53: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

40

Ritual ziarah dengan kata lain bukanlah pertama-tama sebagai aktivitas

perorangan, melainkan perayaan bersama para peziarah sebagai “umat Tuhan”.

Dalam pelaksanaan ziarah ekspresi kebersamaan ini dikuatkan dengan adanya

berbagai simbol yang digunakan dalam keseluruhan ritual ziarah. Simbol-simbol ini

diharapkan membantu para peziarah mengembangkan kesadaran religiusitas mereka.

Dengan kata lain keberadaan simbol-simbol dalam ritual ziarah bukan pertama-tama

sebagai benda-benda yang “biasa”, melainkan benda-benda “yang dikuduskan”.

Sebagai benda-benda kudus, maka simbol-simbol yang digunakan dalam

ritual ziarah pada akhirnya juga menjadi obyek ziarah. Sering terjadi para peziarah

lebih tertarik pada simbol-simbol ritual yang digunakan dibandingkan dengan obyek

yang lain dalam peziarahan tersebut. Oleh karena itu pentinglah pengertian yang

tepat bahwa semua obyek ziarah, baik itu tempat, benda yang ada, peristiwa yang

terjadi maupun ritual ziarah beserta simbol-simbol yang ada sebagai sarana untuk

devosi umat. Selain itu ritual ziarah yang penuh dengan simbolisme itu tidak hanya

merupakan alat efektif untuk menghimpun umat sebagai komunitas, tetapi juga

memantapkan solidaritas dan koherensi kelompok atau sifat kebersamaan.35 Menurut

Paus Yohanes Paulus II, akhirnya di tempat ziarah itu langit dan bumi, yang ilahi dan

ciptaannya (makam, pohon, patung, relikwi) melebur menjadi satu. Melalui tempat

suci/kramat itu Yang ilahi merasuki hidup sehari-hari dengan segala keperluan dan

kesusahannya yang kecil-kecil.36 Obyek-obyek ziarah menjadi saluran devosi umat

(peziarah) yang memperlihatkan kesatuan simbolis dari ekspresi manusia dalam

perjumpaanya dengan Yang Kudus.

35 Sumandiyo, Hadi. Y. 2006. Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Buku Pustaka, 7. 36 Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. 1999, 188.

Page 54: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

41

B. YANG KUDUS DALAM HIDUP MANUSIA

1. Gambaran Manusia Religius tentang Yang Kudus

Kepercayaan kepada Yang Kudus sangat sentral dalam hidup manusia

religius. Yang Kudus dipercayai sebagai asal, penyelenggara dan tujuan hidupnya.

Sekalipun kepercayaan ini diungkapkan dengan manifestasi yang berbeda-beda,

namun manusia religius seturut pandangan dalam agama dan kepercayaannya

senantiasa memberi tempat akan keberadaan Yang Kudus. Yang Kudus di satu pihak

mengatasi kehidupan mereka, dan di pihak lain senantiasa terlibat secara konkret

dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu hidup manusia religius tak lepas dari

relasinya dengan Yang Kudus.

Manusia religius menyadari dan meyakini bahwa Yang Kudus “menuntut”

ketaatan dirinya dalam menjalani kehidupan di alam semesta ini baik untuk hidup

pribadi maupun bersama orang lain. Rudolf Otto, dalam bukunya The Idea of the

Holy, mengemukakan istilah mysterium tremendum untuk menggambarkan

bagaimana pengalaman perjumpaan manusia berhadapan denganYang Kudus.37 Dia

lebih lanjut juga mengemukakan bahwa Yang Kudus menimbulkan rasa kagum atau

takut, tetapi juga tertarik dan terpikat. Pengalaman akan Yang Kudus baginya adalah

mysterium tremendum et fascinans. Baginya Yang Kudus disebut sebagai ‘Misteri’;

‘tak dapat diterangkan’, ‘Yang lain sama sekali’, ‘Yang melebihi’.38 Di hadapan

Yang Kudus manusia mempunyai perasaan bahwa dia tidak berarti, suatu perasaan

dari mahluk yang menempatkan dirinya tidak lebih dari sebuah ciptaan. Manusia

religius menyadari adanya ketergantungan semata-mata dirinya pada Yang Kudus

yang diyakini telah menciptakannya. 37 Lihat Rudolf Otto. 1939. The Idea of the Holy.,26-27 dan Mariasusai Dhavamony. 1995.

Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 103-105. 38 Lihat. Rudolf Otto. Ibid., 45-49 dan Mariasusai Dhavamony. Ibid., 103-105.

Page 55: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

42

Dengan demikian gambaran manusia tentang Yang Kudus tak lepas dari

pandangan manusia tentang dirinya sendiri. Bagi manusia yang memberi tempat akan

adanya dimensi religius dalam dirinya, maka Yang Kudus telah mendapat tempat

tersendiri dalam keseluruhan pergulatan hidupnya. Pandangan manusia religius akan

Yang Kudus yang diakui dan dialaminya sebagai kekuatan dan kekuasaan di luar

dirinya yang mengatasi segala-galanya di bumi ini, termasuk dirinya sendiri telah

menegaskan hal itu. Pandangan ini tidak berlaku bagi manusia yang tidak memberi

tempat akan adanya dimensi religius dalam dirinya. Dengan kata lain, manusia non

religius berbeda dengan manusia religius dalam memahami dan mengemukakan

gambarannya mengenai Yang Kudus. Hary Susanto juga menegaskan bahwa bagi

manusia religius, Yang Kudus menjadi pusat kehidupan mereka. Yang Kudus

menurut Hary Susanto adalah,

yang sungguh-sungguh nyata, penuh kekuatan, sumber semua kehidupan dan energi. Yang Kudus adalah “Yang Maha Lain”, yang transenden, suatu realitas yang bukan milik dunia ini walaupun dimanifestasikan di dalam dan melalui dunia. Yang Kudus juga ambivalen secara esensial; mempesonakan dan menakutkan sekapenyebab kehidupan dan kematian sekaligus, berguna tetapi membahayakan, dapat didekati sekaligus tak terhampiri.39

2. Kehadiran Yang Kudus dalam Hidup Manusia

Mariasusai Davamony menyatakan bahwa yang kudus adalah sesuatu yang

dihormati, dimuliakan, dan tidak dapat dinodai.40 Dalam pengertian ini, maka yang

kudus tidak hanya terkait dengan obyek yang bersifat keagamaan. Tempat-tempat,

tindakan, gagasan dan kebiasaan-kebiasaan termasuk di dalamnya. Mariasusai

Davamony menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam pengertian lebih sempit yang

kudus adalah sesuatu yang dilindungi khususnya oleh agama terhadap pelanggaran,

39 P.S. Hary Susanto. 1987. 45. 40 Mariasusai Dhavamony. Fenomenologi Agama, 87.

Page 56: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

43

pengacauan atau pencemaran. Hal ini kebalikan dengan yang profan. Yang profan

adalah sesuatu yang biasa, umum, tidak dikuduskan, bersifat sementara, pendek kata

yang ada di luar yang religius.41

Bertolak dari pengertian Mariasusai, maka kehadiran Yang Kudus dalam

hidup manusia sebenarnya akan “tampak” bukan hanya dalam yang religius,

melainkan juga yang profan. Kehadiran Yang Kudus dalam yang religius tidak

terbatas pada tempat-tempat, tindakan-tindakan, gagasan-gagasan atau pun

kebiasaan-kebiasaan hidup manusia. Yang Kudus juga hadir dalam peristiwa-

peristiwa yang dialami manusia. Ketika tempat-tempat, tindakan-tindakan, gagasan-

gagasan, kebiasaan-kebiasaan dan peristiwa-peristiwa hidup manusia diyakini oleh

umat beragama ada kehadiran Yang Kudus di dalamnya, maka keseluruhan tempat,

tindakan, gagasan, kebiasaan dan peristiwa tersebut akan diyakini pula sebagai

kudus. Dengan demikian kekudusan tempat-tempat, tindakan-tindakan, gagasan-

gagasan, kebiasaan-kebiasaan dan peristiwa-peristiwa tersebut terjadi karena adanya

kehadiran Yang Kudus di dalamnya. Namun hal ini tidak meniadakan kehadiran

Yang Kudus di dalam tempat-tempat, tindakan-tindakan, gagasan-gagasan,

kebiasaan-kebiasaan dan peristiwa-peristiwa hidup manusia yang tidak secara khusus

oleh agama diyakini sebagai tempat-tempat, tindakan-tindakan, gagasan-gagasan,

kebiasaan-kebiasaan dan peristiwa-peristiwa ‘kudus’.

Menurut Mircea Eliade “pemisahan” antara tempat-tempat, tindakan-

tindakan, gagasan-gagasan, kebiasaan-kebiasaan dan peristiwa-peristiwa hidup

manusia antara yang kudus atau yang profan tidaklah terjadi dalam kehidupan

manusia arkhais.

41 Ibid., 103-105.

Page 57: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

44

Tingkah laku orang arkhais bersifat eksistensial, artinya praktek-praktek dan kepercayaan religius mereka selalu berpusat pada masalah-masalah fundamental kehidupan manusia. Mereka tidak mengenal aktifitas profan. Bagi mereka tidak ada aktifitas yang melulu merupakan kecakapan profan. Alam tidak pernah bersifat natural secara murni, tetapi sekaligus natural dan supra-natural. Bersifat supra-natural karena alam merupakan manifestasi kekuatan-kekuatan Yang Kudus dan figur realitas-realitas transendental.42

Yang Kudus hadir dalam seluruh kehidupan manusia. Alam semesta, dunia nyata-

nyata memperlihatkan atau menjadi tanda kehadiran Yang Kudus. Alam semesta

menjadi tanda kehadiran Yang Kudus karena mengambil bagian dalam kekudusan

Yang Kudus yang adalah Penciptanya. Eliade menguraikan unsur-unsur alam yang

menjadi tanda kehadiran Yang Kudus satu persatu. Dia menyebutkan unsur-unsur

alam yang dimaksud adalah air, bumi, pepohonan dan tumbuh-tumbuhan, bebatuan

dan juga langit termasuk bulan dan matahari juga dinyatakannya.

Menurut Eliade masing-masing unsur alam menunjukkan bagaimana

keberadaannya bagi kehidupan. Air dianggap kudus karena melambangkan

keberadaan manusia dan sekaligus menjadi sumber kehidupannya. Air

melambangkan kematian dan kelahiran kembali hidup manusia.43 Bumi menjadi

tanda kehadiran Yang Kudus, karena bumi merupakan asal dari semua mahluk hidup

dan menjadi sumber dari berbagai kekuatan kudus dan dianggap ibu manusia.44

Demikian pula pepohonan dan tumbuh-tumbuhan memperlihatkan adanya

perkembangan kehidupan yang terus berubah menuju kekekalan.45

Kehadiran Yang Kudus dalam hidup manusia terjadi juga di wilayah-wilayah

atau tempat yang dijadikan tempat tinggal bagi manusia. Manusia religius menurut

Eliade membedakan antara kosmos, yaitu wilayah atau tempat yang sudah 42 P.S. Hary Susanto. 1987.Ibid., 43. 43 Mircea Eliade. 1959. The Sacred and The Profane, 129-136. 44 Ibid., 138-147. 45 Ibid., 147-151.

Page 58: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

45

‘disucikan’ dengan khaos atau wilayah yang masih tidak teratur atau kacau.46 Yang

Kudus hadir tempat-tempat yang sudah disucikan. Tempat-tempat yang dijadikan

tempat tinggal adalah tempat-tempat yang sudah disucikan. Namun demikian ada

pula tempat-tempat yang secara khusus dipersembahkan pada Yang Kudus. Tempat-

tempat tersebut kemudian disebut sebagai tempat suci. Di tempat-tempat suci

manusia religius bertingkah laku secara berbeda dari pada kalau ia berada di tempat-

tempat profan.47 Oleh karena itu manusia religius berbeda dengan manusia non

religius dalam memahami keberadaan suatu tempat atau ruang.

Bagi manusia religius, semua ruang tidaklah sama. Suatu ruang dibedakan

dengan ruang-ruang yang lain justru karena kekudusannya.48 Artinya ada perbedaan

‘kualitatif’ antara suatu ruang yang satu dengan ruang yang lain berpangkal dari ada

atau tidaknya ‘kehadiran ‘ Yang Kudus. Pandangan ini berbeda dengan manusia non

religius. Manusia non religius melihat bahwa pengalaman hidup manusia melulu

‘profan’. Oleh karena itu tidak ada perbedaan antara suatu ruang yag satu dengan

ruang yang lain termasuk dengan alasan kualitatif yang disebut sebagai ‘kehadiran’

Yang Kudus. Semua ruang sama antara yang satu dengan yang lainnya dan bersifat

netral.49

Perbedaan antara manusia religius dan non religius dalam meyakini kehadiran

Yang Kudus dalam hidup manusia menurut Hary Susanto menumbuhkan satu

pertanyaan pokok, yaitu apakah di dunia ini terdapat manusia-manusia yang melulu

hanya menerima eksistensi profan saja dan bebas dari semua pengandaian religius

46 Ibid., 29-32. 47 Mariasusai Dhavamony. Fenomenologi Agama, 106. 48 Mircea Eliade. The Sacred and The Profane, 20-21. 49 Ibid., 22-24.

Page 59: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

46

dan yang sama sekali menolak kekudusan alam?50 Sebenarnya Yang Kudus hadir

dalam diri semua manusia entah disadari, diyakini atau pun tidak. Yang Kudus juga

hadir dalam pengalaman hidup manusia entah yang berkaitan dengan alam ataupun

relasi dengan manusia lainnya. Hal ini juga berlaku sehubungan dengan keberadaan

suatu ruang.

Disadari dan diyakini atau tidak, Yang Kudus juga hadir dalam ruang mana

pun. Permasalahan yang dihadapi saat sekarang ini adalah apakah ada signifikansi

antara pemahaman, kesadaran dan pengakuan akan adanya kehadiran Yang Kudus

dalam hidup manusia dengan kenyataan konkret hidup sehari-hari yang dijalani oleh

manusia? Pertanyaan ini menjadi penting untuk menghantar pribadi manusia tidak

mengabaikan dimensi religius dalam dirinya, sehingga ia tetap hidup selayaknya

sebagai manusia (religius) yang nampak religiusitasnya bukan hanya dalam sebagian

hidupnya, melainkan dalam keseluruhannya. Seperti halnya dia melakukan

pengudusan ruang dan waktu untuk dipersembahkan bagi Yang Kudus, demikian

pula hendaknya dia mengusahakan ‘pengudusan’ dirinya melalui aneka aktivitas

hidupnya, sehingga Yang Kudus bukan hanya hadir dalam tempat tinggalnya,

melainkan dalam hidup dan dirinya.

C. UPAYA-UPAYA PENGUDUSAN RUANG DAN WAKTU BAGI YANG

KUDUS 1. Perlakuan yang Berbeda Terhadap Ruang dan Waktu

Hary Susanto berpandangan bahwa sebenarnya pengalaman manusia modern

mengenai ruang menegaskan adanya perlakuan yang berbeda antara ruang yang satu

50 P.S. Hary Susanto. 1987, 52-53.

Page 60: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

47

dengan ruang yang lain sekalipun tidak dimaksudkan dalam kaitan dengan Yang

Kudus. Menurut Hary Susanto,

Pengalaman manusia modern mengenai ruang profan tetap memiliki nilai yang sedikit banyak juga mempunyai kekhususan yang tidak homogen begitu saja seperti halnya dalam pengalaman religius mengenai ruang kudus. Ada tempat-tempat istimewa yang secara kualitatif berbeda dengan yang lain, misalnya saja tempat kelahiran seseorang, tempat terjadinya peristiwa cinta pertama, atau tempat-tempat tertentu di daerah asing yang dia kunjungi untuk pertama kalinya, dsb. Bahkan bagi manusia yang dianggap sangat tidak religiuspun, semua tempat tersebut tetap merupakan suatu hal yang istimewa, yang mempunyai makna tersendiri, merupakan tempat suci kehidupan pribadinya. Di situ ia mengalami suatu realitas yang lain dari kenyataan yang biasa dijumpai dalam hidupnya sehari-hari.51

Dari pandangan tersebut menjadi jelas bahwa manusia mempunyai kecenderungan

untuk melakukan pengkhususan akan berbagai hal yang berkaitan dengan hidupnya

untuk membuat hidupnya makin bernilai atau bermakna. Pengkhususan ini juga

terjadi terhadap ruang dan waktu yang dipersembahkannya bagi Yang Kudus. Bagi

Yang Kudus, manusia mengkhususkan ruang dan waktu dengan melakukan

pengudusan. Oleh karena itu ketika suatu ruang atau waktu sudah dikhususkan bagi

Yang Kudus ruang tersebut akan menjadi ruang yang suci. Demikian pula halnya,

waktu yang sudah dikhususkan bagi Yang Kudus akan menjadi waktu kudus.

Pengudusan yang dilakukan manusia membuat ruang dan waktu yang ada

mendapat makna lebih secara kualitatif, bukan hanya karena dipersembahan untuk

menghormati yang ilahi, namun karena di ruang dan dalam waktu yang suci itulah

Yang Kudus menyatakan diri dan masuk dalam persekutuan dan hubungan dengan

manusia. Dengan adanya komunikasi antara Yang Kudus dan manusia, maka

menjadi mungkinlah bagi manusia untuk berpindah dari satu bentuk keberadaan yang

satu ke keberadaan yang lain, yaitu dari (profan) ke yang suci atau sakral. Menurut

51 P.S. Hary Susanto. 1987, 52-53.

Page 61: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

48

Eliade, tempat, wilayah atau ruang yang termasuk khaos memang dapat dijadikan

daerah yang teratur atau kosmos melalui berbagai upaya pengudusan.52

2. Upaya-Upaya Pengudusan Ruang dan Waktu Bagi Yang Kudus

Pengudusan suatu tempat, wilayah atau ruang dapat terjadi melalui ada atau

tidaknya peristiwa hierofani. Hierofani adalah segala bentuk manifestasi dari “yang

suci” dalam “obyek” apapun sepanjang sejarah. 53 Obyek yang menjadi wujud

kehadiran Yang Kudus dapat berupa batu, pohon, atau pun manusia. Suatu obyek

yang merupakan perwujudan kehadiran Yang Kudus tidak lagi menjadi obyek yang

biasa. Hierofani membuat suatu obyek sebagai suatu realitas memiliki tatanan yang

sangat berbeda dengan tatanan dunia, yang menjadi bagian dari dunia profan. Oleh

karena itu ketika manusia religius melakukan pemujaan terhadap “obyek” yang telah

menjadi kehadiran Yang Kudus, maka ia bukanlah menyembah “obyek” tersebut

sebagaimana adanya, melainkan menyembah Yang Kudus yang hadir di dalamnya.

Dengan kehadiran Yang Kudus setiap benda, tempat, wilayah, ruang dan waktu akan

menjadi sesuatu yang lain, meskipun secara lahiriah tetap sama. Melalui peristiwa

hierofani yang diyakini sebagai‘cara’ Yang Kudus hadir, maka suatu tempat, wilayah

atau ruang yang menjadi tempat kehadiranNya disebut kudus atau suci.

Tempat-tempat suci biasanya ditemukan dalam semua agama-agama di dunia.

Beberapa tempat dipersembahkan bagi Tuhan dan oleh karena itu dipisahkan dari

kegiatan-kegiatan biasa dan profan.54 Tempat-tempat ziarah kiranya merupakan

tempat suci yang dipersembahkan bagi Yang Kudus. Terbentuknya tempat ziarah

52 Mircea Eliade. The Sacred and The Profane, 31-32. 53 Lihat Mircea Eliade. (ed.). 1986 The Encyclopedia of Religion, Volume VI. New York: Macmillan

Publishing Company, 313. 54 Mariasusai Dhavamony. Fenomenologi Agama, 106.

Page 62: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

49

sebagai tempat suci bagi Yang Kudus seringkali terjadi juga karena adanya peristiwa

hierofani. Oleh karena itu di tempat ziarah seperti halnya di tempat-tempat yang suci

yang lain, manusia religius akan bertingkah laku secara berbeda dari pada kalau ia

berada di tempat-tempat profan.

Pengudusan suatu tempat, wilayah atau ruang menjadi tempat yang suci yang

disebut sebagai peziarahan akan membuat tempat tersebut diistimewakan dan

“dipisahkan” dari tempat-tempat yang lain. Tempat ziarah dipandang sebagai tempat

suci karena menjadi tempat keilahian, tempat dimana Yang Ilahi tinggal. Dengan

demikian kehadiran Yang Ilahi dalam tempat yang pada akhirnya disebut sebagai

peziarahan menjadi unsur yang menentukan untuk “identifikasi” suatu tempat dapat

disebut sebagai tempat ziarah atau tidak.

Selain melalui peristiwa hierofani, pengudusan sering pula harena adanya

suatu tanda yang “menunjukkan” kehadiran Yang Kudus di tempat, wilayah atau

ruang tersebut.55 Adanya tanda kehadiran Yang Kudus diyakini juga sebagai

petunjuk bahwa tempat, wilayah atau ruang dimana tanda tersebut berada disebut

kudus. Dengan tanda yang ada, maka manusia religius mempunyai suatu kepastian

atau pun penegasan bahwa tempat, wilayah atau ruang dimana tanda itu berada dapat

dijadikan sebagai tempat tinggal atau pun tempat untuk melakukan pemujaan kepada

Yang Kudus. Keberadaan suatu tempat ziarah tak lepas juga dari ada atau tidaknya

tanda yang menunjukkan kehadiran Yang Kudus di tempat tersebut. Peziarahan yang

menjadi tempat pemujaan pada Yang Kudus sangat ditentukan keberadaannya oleh

tanda kehadiran Yang Kudus yang terjadi di tempat tersebut. Adanya tanda yang

menunjukkan kehadiran Yang Kudus “menegaskan” kekudusan tempat tersebut dan

55 P.S. Hary Susanto. 1987, 50-51.

Page 63: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

50

sekaligus “kelayakan” untuk disebut sebagai tempat ziarah, yaitu tempat dimana

manusia dapat mencari, menemukan dan berelasi dengan Yang Kudus.

Hary Susanto menegaskan lebih lanjut, bahwa apabila hierofani serta tanda-

tanda istimewa yang menguduskan itu tidak ada, pengudusan ruang dapat dilakukan

melalui upacara pengudusan.56 Dengan upacara pengudusan, maka suatu ruang

mengalami “penciptaan kembali”, sehingga menjadi ruang kudus atau yang

dikuduskan. Dalam upacara pengudusan, maka inisiatif perjumpaan manusia dengan

Yang Kudus lebih tampak sebagai inisiatif dari manusia. Suatu ruang dapat menjadi

kudus melalui upacara pengudusan karena dalam upacara pengudusan manusia

religius melakukan tindakan religius. Artinya, tindakan manusia dalam upacara

pengudusan itu mempunyai sifat religius karena keterarahannya pada Yang Kudus.

Menurut Hary Susanto,

Demikian juga halnya dengan tindakan religius; setiap tindakan religius, hanya oleh karena fakta sederhana bahwa tindakan itu bersifat religius, diberi status atau makna simbolis sebab tindakan itu menunjuk kepada mahluk atau nilai-nilai supra natural. …Jadi simbol mengubah suatu benda atau tindakan menjadi sesuatu yang lain daripada benda atau tindakan yang nampak bagi pengalaman profan. 57

Melalui tindakan religius dalam upacara pengudusan, maka suatu ruang akan

menjadi tempat yang berbeda dari sebelumnya, yaitu menjadi ruang kudus. Ruang

tersebut tidak lagi sebagai ruang profan melain tempat yang suci karena sudah

“dikuduskan”.

Keberadaan tempat ziarah dapat pula muncul karena adanya upacara

pengudusan, sehingga tempat yang semula biasa saja menjadi tempat yang kudus

atau suci. Pengudusan suatu tempat untuk menjadi peziarahan melalui upacara

pengudusan berarti merupakan tindakan penciptaan kembali. Dengan demikian 56 Ibid., 62. 57 Ibid.

Page 64: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

51

tempat tersebut mempunyai “identitas” yang baru. Namun demikian hal ini terjadi

tak lepas dari ada atau tidaknya “otoritas” dibalik upacara pengudusan yang terjadi.

Berger sangat menekankan pentingnya legitimasi yang memberikan penegasan akan

kebenaran suatu fenomena.

Menurut Berger, pandangan individual tentang fenomena yang ada

membutuhkan penegasan akan kebenaran yang dipahami, sebab setiap nomos

menghadapi individu sebagai suatu realitas bermakna yang memahami dirinya dan

semua pengalamannya. Dalam pandangan Berger, agama sebagai institusi religius

dapat memberikan penegasan akan makna fenomena yang ada. 58 Dengan pandangan

dari agama, maka individu-individu dapat menginternalisasikan makna-makna yang

ada. Legitimasi dari agama bisa menjadi pembenaran akan makna atau tindakan

yang telah dijalani setiap individu ataupun juga tindakan kolektif dari individu-

individu sebab agama merepresentasikan kekuatan keramat atau keilahian (dari

Yang Kudus). Lebih lanjut Berger berpandangan, legitimasi religius memberikan

semacam stabilitas dan kontinuitas kepada formasi-formasi tatanan sosial yang

secara intrinsik adalah rawan. Dengan legitimasi religius, maka terjadi transformasi

produk manusia menjadi faktisitas supramanusiawi dan nonmanusiawi. Dunia yang

dibangun manusia menjadi suatu nomos ilahi, atau sekurang-kurangnya suatu realitas

yang mendapat maknanya dari luar lingkup manusia.59

Keberadaan suatu peziarahan kiranya juga sangat ditentukan oleh legitimasi

religius ini. Pengudusan suatu tempat, wilayah atau ruang untuk menjadi tempat yang

suci sangat membutuhkan adanya legitimasi religius. Hal ini terjadi menurut

Schroeder, karena seluruh legitimasi kekuatan agama ditemukan dari sumber-sumber

58 Peter L. Berger. 1991. Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial. terj. Jakarta: LP3ES, 65. 59 Ibid., 108.

Page 65: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

52

yang skaral dan transendental, yaitu dari Tuhan atau Dewa. 60 Institusi agama

mempunyai “otoritas” pengudusan tidak dari dirinya sendiri, melainkan dari Yang

Kudus. Personifikasi otoritas dari agama ini tampil dalam diri para ulama atau elite

agama. Melalui mereka diperoleh legitimasi sehubungan dengan hal-hal yang terkait

dengan agama yang bersangkutan. Dalam Gereja Katolik, otoritas ini dipegang oleh

hirarki. Dengan demikian entah melalui tokoh agama atau institusi agama sendiri,

maka legitimasi akan memberikan kepastian status wilayah, tempat atau ruang untuk

disebut sebagai tempat ziarah atau bukan. Dengan legitimasi ini pula tempat, wilayah

atau ruang sebagai realitas yang telah dikuduskan dan mempunyai kepastian status

itu juga akan mempunyai “identitas” baru baik dari dirinya sendiri maupun sebutan

dari luar dirinya, yaitu sebagai peziarahan.

60 Ralp Schroeder. 2002. Max Weber tentang Hegemoni Kepercayaan. Yogyakarta: Kanisius, VIII.

Page 66: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

53

BAB III

PERTUMBUHAN DAN PEMBENTUKAN

CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS SEBAGAI PEZIARAHAN

Bab III ini memaparkan secara deskriptif apa yang telah diperoleh penulis

tentang proses pembentukan peziarahan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus (CHKTY),

Ganjuran. Observasi, pengamatan, maupun wawancara yang dilakukan oleh penulis

telah memungkinan perolehan informasi yang sangat kaya tentang fenomena

peziarahan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

Dengan metodologi penelitian kualitatif interpretatif, maka dalam penelitian

ini apa yang dilihat, dialami, dipikirkan ataupun dirasakan dan dilakukan subyek

penelitian telah menjadi fokus untuk diteliti. Interpretasi dan pemaknaan subyek

mengenai fenomena peziarahan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran khususnya

berkenaan dengan proses pembentukannya menjadi hal yang sentral. Dengan

metodologi ini pula telah diperoleh data deskriptif dari subyek penelitian yang

diamati.

Dari subyek penelitian, maupun dari berbagai sumber lainnya di peroleh

penegasan bahwa ada banyak peristiwa yang terjadi yang melatarbelakangi proses

pertumbuhan dan pembentukan CHKTY sebagai peziarahan. Dengan teknik analisis

interaktif, maka bab III ini menyajikan data tentang proses pertumbuhan dan

pembentukan peziarahan CHKTY sesuai dengan satuan uraian yang telah dibuat dan

sekaligus sebagai penyimpulan akhir. Dengan demikian diharapkan dalam bab III ini

berbagai informasi yang memperlihatkan bagaimana peziarahan CHKTY Ganjuran

pada akhirnya terbentuk seperti sekarang dapat tersaji dengan baik.

Page 67: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

54

A. PERISTIWA-PERISTIWA PENTING YANG MEMBENTUK CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN SEBAGAI PEZIARAHAN

1. Pembangunan Gereja Ganjuran

Peristiwa penting yang menjadi latar belakang munculnya peziarahan Candi

Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran oleh para responden, langsung dikaitkan dengan

peran keluarga Schmutzer. Keluarga Schmutzer adalah pemilik Pabrik Gula

Gondang Lipuro. Di bawah kepemilikan Schmutzer bersaudara, pabrik gula Gondang

Lipuro dapat berkembang dengan pesat. Pabrik gula Gondang Lipuro bahkan mampu

bertahan sekalipun ada krisis ekonomi pada waktu itu.

Inisiatif Julius Schmutzer untuk membangun saluran irigasi dari sungai

Progo ke daerah Kretek di Bantul dengan persetujuan Sri Sultan Hamengkubuwono

VIII pada waktu itu dipandang menjadi salah satu faktor yang mendukung

kemampuan pabrik Gondang Lipuro menghadapi krisis. Irigasi yang ada telah

memungkinkan para petani memperoleh sumber air yang cukup untuk mengairi

tanah pertanian mereka yang dipakai untuk penanaman tebu maupun untuk tanaman

padi, sehingga hasil pertanian pun menjadi semakin berlipat.

Bagi keluarga Schmutzer, keuntungan pabrik bukanlah melulu menjadi hak

mereka, melainkan juga hak para buruh. Mereka membagi keuntungan pabrik untuk

menyejahterakan para buruh. Keluarga Schmutzer mengelola pabrik dengan

menerapkan ajaran sosial Gereja, yaitu Ensiklik Rerum Novarum yang dikeluarkan

tahun 1891 oleh Paus Leo XIII. Apa yang ada dalam Ensiklik Rerum Novarum

diterjemahkan oleh Keluarga Schmutzer dalam pengelolaan Pabrik Gula Gondang

Lipuro, yaitu antara lain dalam hal cara mengorganisir para pekerja. Keluarga

Schmutzer membentuk serikat pekerja bagi para pekerja pabriknya. Serikat Pekerja

Page 68: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

55

ini mempunyai kekuatan untuk menentukan besarnya upah bagi para pekerja,

sehingga kesejahteraan pekerja terjamin.1 “Sistem pengelolaan” pabrik yang macam

ini telah menjadi faktor yang ikut menentukan ketahanan pabrik dari krisis sekaligus

menjadi kekuatan dari dalam untuk terus berkembang.

Gabungan antara penggunaan teknologi yang sempurna, kondisi kerja yang

menguntungkan, manajemen yang baik dan penggunaan bibit tebu unggul membuat

Pabrik Gula Gondang Lipuro menjadi pabrik gula terbaik di jamannya.2 Keluarga

Schmutzer memandang perkembangan yang terjadi dan keuntungan berlimpah yang

diperoleh oleh pabrik gula Gondang Lipuro sebagai anugerah dari Tuhan melalui

mereka. Sebagai ungkapan syukur atas berkat Tuhan melalui pabriknya, maka

keluarga Schmutzer berkeinginan membangun sebuah gereja. Gereja yang dibangun

hendak dipergunakan bagi keperluan ibadat keluarga Schmutzer sendiri dan para

pekerja pabrik.

Pada tahun 1924 gedung gereja selesai dibangun. Rm. Van Driessche SJ yang

sudah berkarya di Ganjuran untuk memperhatikan pengembangan iman sebelum

pembangunan gereja menjadi pastor pertama yang bertugas di gereja tersebut. Ibadat

umat khususnya Perayaan Ekaristi pun beralih tempat dari kediaman keluarga

Schmutzer ke gereja yang baru. Keluarga Schmutzer dan umat awal di Ganjuran pun

menjadikan gereja yang baru sebagai tempat yang mereka khususkan bagi Tuhan. Di

gedung gereja ini ditahtakan Sakramen Maha Kudus yang menjadi lambang

kehadiran Tuhan di tengah umatNya.

1 Lihat G. Budi Subanar, SJ. 2003. Soegija, Si Anak Betlehem van Java. Yogyakarta: Kanisius. 108. 2 Esti Elihami, Lucia.1995. Sejarah Berdirinya Paroki Hati kudus Yesus Ganjuran: Inkulturasi

sebagai landasan tumbuh dan kembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma FKIP, 31.

Page 69: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

56

Keluarga Schmutzer dan umat Ganjuran menyebut gereja yang menjadi

tempat ibadat untuk mengekspresikan hubungan mereka dengan Tuhan sebagai

monumen berkat Kristus. Gedung gereja ini dikenal sebagai Gereja Hati Kudus

Tuhan Yesus Ganjuran. Di samping gedung gereja inilah terdapat Candi Hati Kudus

Tuhan Yesus.

2. Pembangunan Candi

Candi Hati Kudus Tuhan Yesus memang berada di sebelah bangunan gereja.

Setelah mendirikan gereja, keluarga Schmutzer berkeinginan mendirikan bangunan

yang dapat menjadi tempat khusus bagi mereka untuk berdevosi kepada Hati Kudus

Tuhan Yesus. Mereka ingin menjadikan bangunan itu sebagai monumen keluarga,

yaitu sebagai monumen syukur atas berhasilnya usaha pabrik gula Gondang Lipuro

yang bagi mereka menjadi tanda sangat jelas akan penyertaan dan belas kasih Hati

Kudus Tuhan Yesus. Mereka berharap dengan keberadaan bangunan yang hendak

dibuat, dapat senantiasa mengenang penyertaan dan belas kasih Hati Kudus Tuhan

Yesus yang terus menerus mereka alami. Keluarga Schmutzer memilih monumen

yang mereka inginkan dalam bentuk sebuah candi.

Peletakan batu pertama pembangunan candi dilakukan pada tanggal 26

Desember 1927 oleh Mgr. van Velsen SJ yang menjadi Uskup Batavia pada waktu

itu. Candi dibangun persis berhadapan dengan tempat tinggal keluarga Schmutzer.

Menurut para responden, bangunan dalam bentuk candi dipilih karena candi bagi

orang Jawa terkait dengan hidup religius. Candi dalam khasanah Jawa dikaitkan

dengan peribadatan. Bangunan candi memiliki fungsi sebagai sarana penunjang

Page 70: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

57

dalam peribadatan atau kegiatan ritual. Candi menjadi tempat dimana orang

melakukan pemujaan kepada Yang Ilahi.

Menurut para responden, dibangunnya candi dimaksudkan oleh keluarga

Schmutzer juga dalam perspektif yang sama, yaitu ada untuk menunjang pelaksanaan

peribadatan. Oleh karena itu arca yang ada di dalam candi juga hendak menjadi

sarana ritual yang digunakan untuk melambangkan kehadiran ‘Yang Ilahi’ dalam

peribadatan. Maksud keluarga Schmutzer ini sangat jelas dari apa yang tampak

dalam wujud fisik candi termasuk dengan keberadaan arca di dalamnya. Di dalam

candi ditempatkan sebuah arca yang menjadi simbol penjelmaan Tuhan (Yang

Kudus) yang hadir di tengah manusia. Arca yang diletakkan adalah arca Yesus

Kristus yang sedang duduk di tahta, berpakaian raja dalam busana Jawa dan

tanganNya menunjuk pada hatiNya Yang Maha Kudus. Arca candi ini

menyimbolkan kuasa dan kasih Hati Kudus Tuhan Yesus bagi seluruh umat manusia.

Oleh karena itu candi yang dibangun disebut sebagai Candi Hati Kudus Tuhan Yesus

(CHKTY).

Dalam pandangan keluarga Schmutzer, candi HKTY dibangun untuk

menghormati Tuhan sendiri. Candi HKTY menjadi lambang persatuan dengan

Tuhan, tempat umat berjumpa dan berhubungan secara dekat dengan Tuhan sebagai

“raja” mereka. Dengan membangun candi, Julius Schmutzer selaku pemilik

perkebunan tebu ingin mengingatkan peranan Kristus dalam kehidupan keluarga

mereka dan juga para karyawan pabrik serta masyarakat secara lebih luas. Oleh

karena itu CHKTY dipandang oleh para responden mempunyai perbedaan dengan

candi-candi lainnya. CHKTY dibangun untuk menghormati Tuhan. Hal ini berbeda

dengan candi-candi pada umumnya yang dibangun sebagai monumen untuk

Page 71: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

58

menghormati manusia yang dipandang telah berjasa atau menjadi pahlawan. CHKTY

diharapkan mampu menarik segenap orang untuk berbakti kepada Kristus, sehingga

Kristus selalu meraja di dalam dirinya dengan Hati Kudus-Nya.

Pembangunan candi HKTY berlangsung dengan lancar karena bahan-bahan

yang dibutuhkan sudah dipersiapkan sebelumnya. Bersamaan dengan pembangunan

candi, keluarga Schmutzer juga memberikan perhatian terhadap pendidikan anak-

anak dengan membangun sekolah-sekolah. Ada 12 sekolah yang dibangun di daerah

sekitar pabrik gula Gondang Lipuro.3 Keluarga Schmutzer juga membangun balai

kesehatan (poliklinik) untuk menunjang kesehatan masyarakat. Poliklinik ini

selanjutnya menjadi rumah sakit yang sekarang dikenal sebagai RS Elisabeth di

Ganjuran dan Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta.

Pembangunan candi, pendirian sekolah dan poliklinik memperlihatkan secara

jelas bagaimana spiritualitas hidup keluarga Schmutzer. Mereka menjalani kehidupan

dengan spiritualitas hidup yang dibangun dari devosi terhadap Hati Kudus Tuhan

Yesus. Keluarga Schmutzer berdevosi terhadap Hati Kudus Tuhan Yesus tidak hanya

dalam doa, melainkan meneruskannya dalam tindakan konkret dengan berbuat kasih

bagi sesamanya. Keluarga Schmutzer dengan sepenuh hati menjalankan karya

kerasulan mereka dalam berbagai bidang kehidupan, yaitu sosial ekonomi, sosial

politik, sosial budaya maupun keagamaan.4

3 Secara lengkap 12 sekolah untuk rakyat yang dibangun atas inisiatif keluarga Scmutzer dapat dilihat

dalam Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. 2004. Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran: Rahmat yang Menjadi Berkat. Yogyakarta: Dewan Paroki Ganjuran, 14, 29. 33. Tentang sekolah ini juga pernah dikemukakan oleh Esti Elihami dalam skripsinya dengan menegaskan bahwa 12 sekolah yang didirikan diibaratkan sebagai kedua belas rasul Yesus. Lihat Lucia Esti Elihami.1995. Sejarah Berdirinya Paroki Hati kudus Yesus Ganjuran: Inkulturasi sebagai landasan tumbuh dan kembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma FKIP, 51.

4 Lihat Esti Elihami, Lucia.1995. Sejarah Berdirinya Paroki Hati kudus Yesus Ganjuran: Inkulturasi sebagai landasan tumbuh dan kembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta. 32-33, 36.

Page 72: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

59

3. Pemberkatan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus sebagai Monumen Perutusan

Sekalipun bahan-bahan untuk membuat candi, yaitu batu “kali” yang diambil

dari lereng gunung Merapi, sudah dipersiapkan, namun pembangunan candi tetap

memakan waktu selama lebih dari 2 tahun. Baru pada tahun 1930, Mgr. Van Velsen

SJ selaku pimpinan Gereja pada waktu itu (Uskup Batavia) memberkati Candi Hati

Kudus Tuhan Yesus. Pemberkatan dilaksanakan pada tanggal 11 Februari, bertepatan

dengan tanggal penampakan Bunda Maria di Lourdes. Upacara pemberkatan candi

HKTY dihadiri oleh para imam, seluruh pimpinan religius, orang-orang Katolik dari

berbagai pelosok tanah Jawa.5

Melalui pemberkatan itu candi HKTY Ganjuran resmi menjadi monumen

perutusan jemaat, artinya candi tidak lagi hanya sebagai monumen keluarga

Schmutzer, melainkan untuk kepentingan lebih luas. Kedudukan Candi HKTY yang

baru diberkati disejajarkan dengan Gua Maria di Sendangsono. Keduanya merupakan

tempat yang hendak dipergunakan untuk melakukan devosi. Gua Maria di Sendang

Sono menjadi tempat khusus berdevosi pada Maria Ibu Yesus, sedangkan Candi

HKTY Ganjuran untuk berdevosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Gua Maria di

Sendang Sono diakui sebagai monumen kelahiran murid Kristus, yaitu melalui

peristiwa pembaptisan umat Katolik pertama di Jawa pada tahun 1904, oleh Rm. Van

Lith SJ, maka CHKTY Ganjuran merupakan monumen perutusan murid Kristus

dengan keberadaannya untuk dipersembahkan kepada Hati Kudus Tuhan Yesus.

Pemberkatan candi HKTY untuk menjadi monumen perutusan telah sejalan

dengan apa yang dinyatakan Mgr van Velsen SJ pada waktu peletakan batu pertama

pembangunan candi. Beliau meminta agar candi dijadikan sebagai monumen Gereja

5 Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. 2004. Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus

Ganjuran: Rahmat yang Menjadi Berkat. Yogyakarta: Dewan Paroki Ganjuran, 33.

Page 73: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

60

Katolik secara “nasional”, sehingga dihadapan Kristus Raja seluruh umat dan

masyarakat di tanah Jawa dimohonkan perlindunganNya. Dengan bangga para

responden juga mengemukakan bahwa, Gereja Ganjuran boleh dikata sebagai

monumen berkat Kristus Raja yang setia mendampingi umatNya dengan belas kasih

hatiNya Yang Mahakudus. Sedangkan candi HKTY menjadi monumen perutusan

atas berkat yang sudah diterima.

Penghormatan dan bakti kepada Hati Kudus Tuhan Yesus tidak berhenti

melalui doa dihadapan Hati Kudus Tuhan Yesus, melainkan dalam kehidupan sehari-

hari. Candi sebagai monumen perutusan mengenangkan berkat Tuhan yang telah

diterima keluarga Schmutzer dan diharapkan juga berkat dalam diri orang-orang

yang berdoa di hadapan Hati Kudus Tuhan Yesus. Mereka diajak untuk mensyukuri

berkat yang telah mereka terima sekaligus menjadi pembawa berkat bagi orang-

orang lain.

4. Gerakan Romo Utomo dengan Spiritualitas Hati Kudus Tuhan Yesus

Bagi keluarga Schmutzer maupun umat di Ganjuran, menurut para responden,

keberadaan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus sangat besar artinya. Setiap sore

keluarga Schmutzer selalu berbincang-bincang di depan rumah mereka sambil

menatap candi yang persis ada di depan rumah. Mereka sangat menyakralkan candi

tersebut. Mereka selalu berdoa dan memohon kepada Tuhan dengan perantaraan Hati

Kudus Tuhan Yesus. Demikian halnya bagi umat di Ganjuran, CHKTY menjadi

tempat menyepi dari keramaian dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Menurut

kesaksian Romo L. Ryckeversel SJ, sikap hormat ini telah terbangun sejak awal

keberadaan candi, yaitu pada waktu upacara peletakan batu pertama. Dalam upacara

Page 74: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

61

telah dilakukan prosesi menuju stupa candi serta penghormatan oleh seluruh yang

hadir.6

Prosesi yang merupakan penghormatan khusus kepada Hati Kudus Tuhan

Yesus secara rutin dilaksanakan sejak Romo Soegijapranata Pr. berkarya di

Ganjuran, yaitu tahun 1942. Prosesi ini bahkan kemudian ditradisikan dengan

pelaksanaannya pada waktu Jumat I setiap bulan. Namun demikian menurut para

responden, Clash II tahun 1948 telah membawa pengaruh besar. Clash II telah

membuat pabrik gula Gondang Lipuro hancur lebur karena dibumihanguskan, namun

gereja dan candi tetap kokoh berdiri.7 Sekalipun demikian menurut para responden,

dalam waktu-waktu berikutnya ada kesan bahwa CHKTY yang masih kokoh berdiri

belum (tidak) terawat, sehingga kondisinya kotor, gelap dan di sekitarnya penuh

dengan rerumputan bahkan semak belukar. Candi menjadi semakin kotor ketika pada

kesempatan bersembahyang di waktu malam hari, umat memakai lampu dari minyak

tanah.

Bagian atas candi Hati Kudus Tuhan Yesus dengan arca di dalamnya

senantiasa dikunci. Bagian atas hanya dibuka jika Jumat I untuk memberi

kesempatan umat yang akan bersembahyang. Sejak Romo Soegijapranata berkarya di

Ganjuran dan Gereja Ganjuran menjadi paroki, spiritualitas Hati Kudus Tuhan Yesus

mulai digali. Prosesi sebagai penghormatan kepada Hati Kudus Tuhan Yesus sudah

dilaksanakan dan mulai ditradisikan.8 Selanjutnya sekitar tahun 1970-an oleh Rm.

Jonckbloed mulai diadakan tuguran dan tirakatan setiap malam jumat. Pada akhir

6 Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. 2004. Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus

Ganjuran: Rahmat yang Menjadi Berkat. Yogyakarta: Dewan Paroki Ganjuran, 20-23. 7 Ibid., 35. 8 Ibid., 38.

Page 75: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

62

tahun 1980-an spiritualitas Hati Kudus Tuhan Yesus digali kembali oleh Romo G.

Utomo.

Romo G. Utomo yang mulai berkarya di Ganjuran pada tahun 1988 berupaya

untuk “menghidupkan” Candi HKTY. Beliau mengajak umat untuk menggali

kembali semangat Hati Kudus Tuhan Yesus. Beliau meyakini sepenuhnya bahwa

semangat Hati Kudus Tuhan Yesus adalah spiritualitas hidup keluarga Schmutzer.

Semangat Hati Kudus Tuhan Yesus inilah yang melandasi keseluruhan hidup

keluarga Scmutzer. Dengan semangat belas kasih dari Hati Kudus Tuhan Yesus,

maka Josef dan Julius Schmutzer yang menjadi pemilik pabrik gula Gondang Lipuro

telah mengelola pabrik dengan cara yang berbeda pada jamannya. Keluarga

Schmutzer mengelola pabrik gula Gondang Lipuro berdasarkan ajaran Gereja pada

waktu itu, yaitu Rerum Novarum yang banyak mengupas tentang hubungan kaum

buruh dengan majikan. Kaum buruh yang bekerja di pabrik Gondang Lipuro sungguh

dihargai. Kaum buruh sangat diperhatikan kesejahteraannya. Menurut Romo G.

Utomo keluarga Schmutzer telah sungguh mengelola pabrik dan menjalani hidup

sehari-hari dengan semangat Hati Kudus Tuhan Yesus.

Penghayatan semangat hidup berdasarkan Hati Kudus Tuhan Yesus, menurut

para responden semakin tampak dari kepedulian keluarga Schmutzer terhadap

kondisi masyarakat sekitar dimana mereka hidup. Masyarakat yang pada waktu itu

hidup dalam penderitaan karena kemiskinan, penyakit dan penindasan sungguh

diperhatikannya. Perhatian ini dilakukan oleh keluarga Schmutzer antara lain melalui

tindakan konkret dengan cara memberikan bantuan makanan secara langsung.

Disamping itu hal yang paling mengesankan adalah solusi yang disampaikannya

untuk memecahkan sumber kemiskinan, yaitu melalui pembuatan saluran irigasi

Page 76: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

63

untuk mengatasi kekeringan yang telah mengakibatkan masyarakat tidak beroleh

hasil panen.

Rm. G. Utomo Pr. mengajak umat Ganjuran untuk menggali lagi spiritualitas

Hati Kudus Tuhan Yesus seperti telah dihidupi keluarga Schmutzer. Hal ini semakin

dikokohkan melalui penegasan bahwa spiritualitas Hati Kudus Tuhan Yesus telah

menjadi spiritualitas Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran. Oleh karena itu dalam

berbagai kesempatan umat mulai diajak untuk mengerti, memahami dan

melaksanakan devosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Umat diajak untuk

menghidupi dan mengamalkan semangat Hati Kudus Tuhan Yesus dalam kehidupan

sehari-hari seperti telah dijalani keluarga Schmutzer. Romo G. Utomo Pr. mengajak

umat menghayati semangat Hati Kudus Tuhan Yesus dengan tidak meninggalkan

nilai-nilai budaya tradisional yang sudah mengakar dalam kehidupan mereka. Hal

ini dilakukan oleh beliau dengan senantiasa menggunakan tradisi Jawa dalam setiap

aktivitas keagamaan di lingkup candi Hati Kudus Tuhan Yesus.

Menurut para responden, upaya untuk menghayati spiritualitas Hati Kudus

Tuhan Yesus berlanjut dalam pengelolaan candi. Candi yang oleh keluarga

Schmutzer dibangun sebagai “kelanjutan” gereja untuk devosi kepada Hati Kudus

Tuhan Yesus dipandang harus mendapat perhatian yang lebih memadai. Menurut

Romo G. Utomo Pr. perhatian yang selama ini terhadap keberadaan candi belum

sesuai dengan apa yang seharusnya. Keberadaan yang dimaksudkan Romo G.

Utomo Pr. baik dalam hal fisik maupun pengelolaan dalam keseluruhannya. Selama

ini candi justru dipisahkan secara fisik dengan gereja dengan adanya pagar pembatas

dan bangunan lainnya. Pembatasan yang terjadi membuat perhatian terhadap candi

Page 77: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

64

menjadi berkurang. Oleh karena itu Romo G. Utomo Pr. mengajak untuk

“menghidupkan” kembali candi melalui penataan lingkungan fisiknya.

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ada termasuk prosesi untuk menghormati

Hati Kudus Tuhan Yesus juga ikut ditata. Dalam perkembangannya, prosesi

semakin mendapat perhatian dan menjadi hal yang sentral dalam ritual keagamaan

di CHKTY Ganjuran. Prosesi dan kegiatan untuk menghayati spiritualitas Hati

Kudus Tuhan Yesus dilaksanakan di candi Hati Kudus Tuhan Yesus dengan

menggunakan simbol-simbol dalam tradisi Jawa. Ternyata ritual yang dilaksanakan

tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya tradisional (Jawa) kemudian justru membuat

CHKTY Ganjuran semakin dikenal baik oleh umat Katolik yang berada di dalam

maupun di luar Paroki Ganjuran. Bahkan perhatian pada budaya tradisional, yaitu

budaya Jawa lantas dipandang sebagai keunikan Candi HKTY Ganjuran.

5. Pembangunan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus sebagai Kompleks

Peziarahan

Tahun 1990an, terjadi peristiwa yang menentukan pertumbuhan dan

pembentukan CHKTY sebagai peziarahan. Menurut para responden, hal ini terjadi

karena adanya upaya dari Romo Utomo Pr. untuk “menghidupkan” lagi CHKTY

dengan cara baru, yaitu mengajak umat belajar menjadi berkat melalui gerakan yang

disebut sebagai kerasulan doa. Disamping kerasulan doa, Romo G. Utomo Pr juga

mengangkat kembali slogan atau sapaan yang sudah dimunculkan sejak tahun 1955

oleh Romo A. Sontobudaja Sj dan Romo A. Sandiwanbrata Pr, yaitu “Berkah

Dalem”.9 Sapaan ini terus dipakai sampai sekarang.

9 Ibid.

Page 78: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

65

Romo G. Utomo Pr menggulirkan gagasan kerasulan doa ini bersama Romo

E.M. Supranowo dengan maksud untuk menjadikan Gereja Ganjuran sebagai Gereja

Pendoa. Tahun 1997 gagasan ini direalisasikan melalui pembuatan brosur-brosur

penawaran doa bagi siapapun yang membutuhkan layanan doa. Ternyata layanan

doa yang ditawarkan melalui brosur-brosur tersebut mendapat tanggapan yang amat

menggembirakan. Dari berbagai daerah banyak orang yang mengajukan

permohonan untuk didoakan di candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

Permohonan doa dengan berbagai macam intensi yang ingin didoakan

ternyata terus berdatangan. Dari brosur penawaran yang mendapat tanggapan

semakin bertambah dan terus-menerus inilah kemudian candi Hati Kudus Tuhan

Yesus Ganjuran menjadi semakin dikenal. Bahkan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus

Ganjuran kemudian dikenal sebagai tempat ziarah. Hal ini terjadi karena para

pemohon doa ternyata tidak hanya berkirim surat, melainkan mereka langsung

datang ke Ganjuran ikut berdoa bersama umat di candi Hati Kudus Tuhan Yesus.

Apa yang terjadi pada tahun 1997, yaitu banyaknya tanggapan terhadap

tawaran layanan doa menjadi momen yang menentukan pertumbuhan dan

pembentukan CHKTY sebagai peziarahan. Pada tahun 1997 menurut para responden,

rombongan peziarah mulai berdatangan ke CHKTY Ganjuran. Mereka merasa belum

“mantap” apabila belum datang sendiri ke Ganjuran. Oleh karena itu pada

kesempatan-kesempatan tertentu para peziarah mulai ikut berdoa bersama umat

Gereja Ganjuran, khususnya pada Misa Jumat I dan Misa Prosesi.

Ketika rombongan peziarah semakin banyak yang datang ke candi HKTY,

maka semakin tampak adanya berbagai kekurangan yang ditemukan. Ada banyak

fasilitas pendukung yang belum tersedia di lingkup CHKTY Ganjuran. Tuntutan

Page 79: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

66

konkret menanggapi kebutuhan para peziarah membuat para pengelola CHKTY

membangun berbagai infrastruktur yang dibutuhkan. CHKTY kemudian ditata

layaknya sebagai tempat yang nyaman dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang

diperlukan para peziarah. Dengan demikian lambat laun kompleks Candi Hati

Kudus Tuhan Yesus mulai tertata sebagai suatu peziarahan dengan sarana prasarana

yang memadai.

Salah satu infrastruktur yang dibuat dalam lingkup CHKTY sebagai

peziarahan adalah panel-panel Jalan Salib. Pembuatan panel-panel jalan salib

dilakukan bukan hanya karena kebutuhan para peziarah, melainkan karena adanya

keinginan dari keluarga Schmutzer sendiri. Panel-panel jalan salib dibuat untuk

memenuhi keinginan keluarga Schmutzer pada awal pendirian candi, yaitu agar di

sekeliling candi dibuat panel-panel jalan salib. Dengan panel-panel tersebut

“identitas” CHKTY Ganjuran sebagai peziarahan semakin diperkuat.

Pembuatan panel-panel jalan salib diteruskan dengan pembangunan sarana

dan prasarana. Penyediaan tempat-tempat untuk para peziarah berdoa maupun

beristirat ikut pula dilakukan seperti halnya pembuatan pendopo. Bal-hal yang

menyangkut keindahan kompleks CHKTY sebagai peziarahan juga tak luput dari

perhatian, yaitu melalui pembuatan taman, pemasangan konblok dan lain-lainnya.

Bahkan untuk membantu para peziarah dalam menjalankan laku ziarah, maka di

komleks yang dibangun itu disediakan pula warung dan toko yang menyediakan

sarana untuk berdoa, makanan, cendera mata atau souvenir.

Pembangunan kompleks peziarahan dilakukan dengan memanfaatkan dana

dari umat ataupun para donatur. Dana untuk pembangunan dapat terkumpul

khususnya melalui apa yang dikenal sebagai stipendium. Para peziarah yang datang

Page 80: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

67

berziarah atau pun orang-orang yang doaanya minta didoakan memberikan sejumlah

dana sesuai dengan kerelaan mereka. Dana yang masuk kemudian dikelola oleh

pengelola peziarahan yaitu Dewan Paroki Ganjuran untuk dipergunakan bagi

pemeliharaan candi serta meningkatkan pelayanan bagi para peziarah. Pembangunan

kompleks peziarahan candi HKTY selanjutnya dikenal dengan ungkapan

membangun mandala Hati Kudus Tuhan Yesus. Pembangunan ini menurut

responden menegaskan upaya kompleks CHKTY Ganjuran untuk membentuk diri

sebagai peziarahan. Hal ini dilakukan dengan semakin menunjukkan kesatuan antara

gereja dengan candi, penyediaan sarana dan prasarana yang semakin memadai untuk

menjadi tempat berziarah serta sosialisasi pengertian tentang istilah mandala

khususnya makna spiritualnya.

Istilah mandala dimaksudkan sebagai lingkup, wilayah kekuasaan yang

bernuansa religius. Nuansa religius ini tercipta ketika para peziarah hidup

berdasarkan spiritualitas Hati Kudus Tuhan Yesus. Oleh karena itu, secara spiritual

kompleks peziarahan candi HKTY hendak menjadi mandal Hati Kudus Tuhan

Yesus. Sebagai mandala HKTY, maka diharapkan keseluruhan lingkup peziarahan

CHKTY dikuasai dan dilingkupi Hati Kudus Tuhan Yesus. Candi Hati Kudus Tuhan

Yesus menjadi tempat dimana Kristus meraja dengan Hati-Nya Yang Maha Kudus.

6. Munculnya Air Perwitasari

Munculnya Air Perwitasari disebut sebagai peristiwa yang

“memproklamirkan” Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran sebagai peziarahan.

Sekalipun candi sudah diresmikan sejak tahun 1930, namun perhatian terhadap

keberadaannya tidaklah sebanyak setelah ditemukannya sumber air di bawah dan di

Page 81: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

68

sekitar candi. Candi menjadi “besar” dan terkenal salah satunya justru karena adanya

“Tirta Perwitasari” yang ditemukan pada bulan Mei 1998. Sejak saat itulah air yang

bisa digunakan untuk menyembuhkan bermacam penyakit ini membuat CHKTY

menjadi semakin ramai dikunjungi para peziarah.

Air Perwitasari yang bisa menyembuhkan ditemukan “tanpa sengaja” ketika

ada upaya mencari sebab atas sakitnya para romo di Ganjuran. Kamar pastoran

kemudian diteliti karena adanya dugaan bahwa di bawahnya ada sungai di bawah

tanah. Dari penelitian barulah diketahui kalau di kompleks candi dan juga di bawah

pastoran memang terdapat sebuah sumber air yang sangat besar. Bahkan menurut

bisikan, sumber air di bawah candi bisa digunakan untuk menyembuhkan orang.

Menurut para responden, pengalaman sembuh dari sakit melalui air dari candi

pertama kali dialami oleh bapak Perwita. Oleh karena itu air yang ditemukan itu

lantas dinamai sebagai “Tirta Perwitasari” untuk mengabadikan nama Bapak.

Perwita. Setelah dilakukan peneltian lebih lanjut, ternyata air dari candi HKTY

memang mengandung mineral yang dapat menyehatkan tubuh. Air di CHKTY

mempunyai kandungan mineral yang tinggi yang membuat air tersebut bisa langsung

dipergunakan sebagai air minum. Keyakinan bahwa air itu bisa menyembuhkan

semakin dikokohkan bertolak dari penafsiran terhadap waktu yang menunjukkan

peristiwa penemuan air tersebut, yaitu pada Jumat Pertama, bertepatan dengan waktu

untuk devosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus dan sekaligus pembukaan bulan

rosario pada bulan Mei 1998.

Setelah peristiwa bapak Perwita yang mengalami kesembuhan dari air

ternyata semakin banyak orang mengalami peristiwa yang sama. Diyakini bahwa air

yang ada di candi HKTY memang bisa menyembuhkan. Namun demikian

Page 82: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

69

kesembuhan dapat terjadi apabila para peziarah mempunyai doa yang khusyuk.

Kesembuhan terjadi didukung oleh doa yang khusuk dan kepercayaan kepada Tuhan.

Oleh karena itu untuk memberi kemudahan dalam mengambil air candi, pengelola

peziarahan CHKTY lantas memasang kran air di sekitar candi, agar air terus

mengalir sehingga dapat dengan mudah diambil untuk dipergunakan oleh para

peziarah. Sayang sekali air yang ada dengan kemudahan untuk mengambilnya justru

sering disalahgunakan, yaitu dengan memperjualbelikannya. Air dijual dengan harga

tertentu dengan jumlah yang relatif besar (bergalon-galon).

Dalam pelaksanaan ziarah, umat biasanya menerima percikan air dari candi.

Percikan dilakukan sebagai lambang pemberian berkat dari Tuhan bagi umat yang

hadir. Berkat yang diterima melalui pemberian percikan air candi adalah berkat

kehidupan. Para peziarah yang menerima percikan air candi berarti menerima berkat

untuk menjalani kehidupannya setiap hari. Dengan keberadaan Tirta Perwitasari,

maka peziarahan CHKTY menjadi semakin dikenal dan semakin ramai dikunjungi.

Umat Ganjuran juga semakin merasa memiliki keberadaan peziarahan CHKTY.

Yang pasti, kondisi candi sekarang terawat, sehingga keadaannya bersih dan penuh

dengan penerangan. Hal ini berbeda dengan yang dulu, gelap, pengap dan tidak ada

penerangan apapun untuk menyambut para peziarah kapan pun mereka datang.

B. BERBAGAI UNSUR YANG MEMBENTUK PEZIARAHAN CANDI HATI

KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN 1. Adanya Candi Hati Kudus Tuhan Yesus

Dalam kesatuan dengan gereja, menurut para responden, keberadaan candi

dipandang sebagai unsur yang membentuk peziarahan CHKTY Ganjuran.

Page 83: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

70

Keberadaan candi menjadi hal yang menarik para peziarah untuk datang ke

peziarahan candi HKTY Ganjuran. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus memperlihatkan

apa yang oleh peziarah dengan istilah unik. Bentuk obyek ziarah yang tidak biasa,

yaitu bangunan candi dianggap menjadi sesuatu yang baru. Apalagi di dalam candi

juga terdapat arca yang mempunyai bentuk khas pula, yaitu arca seorang raja dengan

pakaian raja Hindu Jawa lengkap dengan mahkotanya. Disamping itu juga ada

tulisan dalam candi yang menegaskan siapa yang ditampilkan dalam arca tersebut,

yaitu Yesus Kristus yang dinyatakan dengan bahasa Jawa sebagai “Sampeyan Dalem

Gusti Yesus Pangeraning Para Bangsa”. Candi yang selalu dihubungkan dengan

agama Hindu atau Budha ternyata di Ganjuran terkait dengan agama Katolik. Candi

yang dibangun oleh keluarga Schmutzer ini menjadi “candi Katolik”.

Sebagai obyek ziarah hal ini berbeda dengan peziarahan lain yang pada

umumnya berupa gua dan diperuntukkan untuk devosi kepada Maria ibu Yesus.

Candi Hati Kudus Tuhan Yesus dibangun untuk devosi kepada Hati Kudus Tuhan

Yesus. Oleh karena itu keberadaan candi HKTY sebagai “candi Katolik” merupakan

hal yang “dengan sendirinya” menarik. Adanya candi HKTY menurut para

responden, mengundang para peziarah untuk datang, sekalipun pada mulanya

bangunan candi bukanlah sebagai obyek ziarah. Candi dengan arca Hati Kudus

Tuhan Yesus di dalamnya sebenarnya merupakan monumen keluarga Schmutzer.

Oleh karena itu candi sengaja dibuat oleh keluarga Schmutzer berhadapan dengan

tempat tinggal mereka. Sebagai monumen keluarga, maka candi HKTY dijadikan

oleh keluarga Schmutzer untuk berdevosi pada Hati Kudus Tuhan Yesus.

Sekarang ini, keberadaaan bangunan candi di peziarahan CHKTY sangatlah

sentral. Menurut responden, bangunan candi dengan arca di dalamnya dipandang

Page 84: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

71

sebagai unsur pokok yang menentukan keberadaan keseluruhan komplek CHKTY

sebagai tempat ziarah. Keseluruhan tempat di mana candi HKTY berada pada saat

sekarang dipandang sebagai lingkup atau kompleks peziarahan. Oleh pengelola

peziarahan, lingkup ini disebut dengan istilah mandala, yang artinya lingkup, wilayah

kekuasaan yang bernuansa religius. Mandala Hati Kudus Tuhan Yesus dipahami

meliputi bukan hanya candi, melainkan termasuk kompleks gereja beserta sarana dan

prasarana yang ada.

Wawancara dengan responden menegaskan bahwa candi yang pada mulanya

tidak banyak menjadi perhatian, sekarang ini semakin ramai dikunjungi para

peziarah. Candi HKTY tidak lagi hanya sebatas sebagai monumen keluarga dari

keluarga Schmutzer, melainkan sebagai tempat untuk berziarah. Namun demikian

bangunan candi menjadi dikenal dan diakui keberadaannya sebagai tempat ziarah tak

lepas dari keberadaan unsur lainnya, yaitu ritual ziarah yang inkulturatif dan adanya

“Tirta Perwita Sari”.

2. Ritual Ziarah yang Inkulturatif

Adanya candi HKTY memang bukanlah satu-satunya yang mengundang para

peziarah untuk datang berziarah. Para responden mengemukakan bahwa upacara-

upacara yang sering diadakan di peziarahan CHKTY merupakan hal yang menarik

pula bagi para peziarah untuk datang di peziarahan CHKTY. Menurut mereka, apa

yang dilaksanakan di peziarahan CHKTY Ganjuran, yaitu ritual agama Katolik yang

“dikemas” dengan mengindahkan dan menggunakan unsur-unsur dalam budaya Jawa

merupakan hal yang mengesankan. Sekalipun seringkali tidak mengerti apa yang

Page 85: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

72

dilihat, apa yang didengarkan dan apa yang diucapkan, namun bagi para peziarah,

suasana “sakral” yang tercipta sangat mendukung pelaksanaan ziarah mereka.

Ritual agama Katolik yang bersifat inkulturatif yang dilaksanakan di

peziarahan CHKTY Ganjuran pada saat sekarang ini, menurut responden telah

menjadi menarik bukan hanya bagi para peziarah yang datang untuk berziarah tetapi

juga mereka yang datang lebih untuk “menonton”. Upaya mengemas ritual agama

yang inkulturatif ini dilaksanakan dengan tetap mendasarkan keseluruhan ritual yang

ada dengan “penggabungan” antara agama Katolik dengan tradisi Jawa. Berbagai

unsur yang ada dalam kebudayaan Jawa “diambil” menjadi bagian dalam upacara

yang ada. Menurut responden, “penggabungan” ini telah dilaksanakan sejak dulu

oleh keluarga Schmutzer khususnya dalam berbagai upacara yang terkait dengan

pabrik.

Keluarga Schmutzer telah senantiasa memberi perhatian terhadap berbagai

upacara yang lekat dengan budaya Jawa dengan mengadakan upacara-upacara yang

dikenal dengan istilah slamatan. Adapun slamatan yang diadakan di pabrik Gondang

Lipuro adalah slamatan untuk memulai musim tanam, musim panen, dan musim

giling tebu. Dalam pelaksanaan slamatan tersebut, keluarga Schmutzer menggunakan

berbagai simbol dari tradisi Jawa, namun sekaligus ”mengusung” makna berdasarkan

agama Katolik. Keluarga Schmutzer mencoba memperkenalkan kepada penduduk

Ganjuran tentang iman Katolik dalam bahasa dan lambang yang dekat dengan

mereka, yaitu tradisi Jawa.

Di antara berbagai ritual yang dilaksanakan di peziarahan CHKTY Ganjuran

pada saat sekarang ini, maka prosesi10 mendapat porsi utama. Menurut responden,

10 Panitia Prosesi Dewan Paroki Ganjuran. 2004. Panduan Prosesi 2004. Yogyakarta: Dewan Paroki

Ganjuran, 69-79.

Page 86: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

73

prosesi untuk menghormati Hati Kudus Tuhan Yesus menjadi peristiwa ritual agama

yang paling besar. Bagi umat Gereja Ganjuran prosesi menjadi perayaan Syukur

Agung. Dalam kesempatan prosesi ini, umat yang hadir akan membawa berbagai

persembahan untuk dipersembahkan pada Hati Kudus Tuhan Yesus. Persembahkan

umat berupa hasil bumi, makanan, uang dan lainnya. Persembahan umat secara

simbolis memuncak dalam bentuk gunungan. Umat mempersembahkan itu semua

sebagai ungkapan syukur atas berkat Tuhan yang telah mereka terima. Dengan

mempersembahkan kepada Hati Kudus Tuhan Yesus hal terbaik yang mereka miliki,

maka umat juga akan menerima berkah “yang lebih” dari Hati Kudus Tuhan Yesus.

Berkah ini bukan hanya untuk hidup umat sendiri, melainkan untuk hidup bersama

dengan dan bagi sesamanya.

Setiap tahun keseluruhan ritual prosesi inilah yang sangat menarik bagi para

peziarah. Seluruh petugas yang memakai pakaian dalam busana Jawa, iringan

gamelan dan suasana hening yang terjadi saat perarakan Hati Kudus Tuhan Yesus

menjadi peristiwa yang mengesankan. Menurut pengelola peziarahan CHKTY

Ganjuran, sikap syukur, kesadaran akan adanya berkat Tuhan yang telah diterima dan

kenyataan bahwa hidup manusia sebagai peziarahan merupakan nilai-nilai yang

terkandung dalam ritual agama yang bersifat inkulturatif yang dilaksanakan di

peziarahan CHKTY. Oleh karena itu bagi mereka sebagai pengelola, ritual agama

yang sekarang ini dilaksanakan hendak terus mereka pertahankan bahkan

“dikembangkan”, yaitu melalui penggunaan bahasa Indonesia untuk bagian-bagian

tertentu. Penggunaan bahasa Indonesia dimaksudkan untuk membantu para peziarah

yang datang dari berbagai daerah agar dapat mengikuti dan memahami makna

upacara yang mereka ikuti.

Page 87: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

74

Saat sekarang ritual agama yang setiap tahunnya diselenggarakan di

peziarahan CHKTY Ganjuran itu memang semakin mendapat perhatian. Masyarakat

setempat ikut pula mengambil bagian ketika ritual prosesi dilaksanakan. Para

peziarah dari berbagai daerah terus pula berdatangan untuk ikut serta di dalamnya.

Bahkan menurut responden, prosesi agung yang setiap tahun dilaksanakan tersebut

dianggap sebagai salah satu obyek wisata ziarah yang khas. Dengan adanya ritaul

agama yang inkulturatif itulah peziarahan CHKTY Ganjuran mempunyai nuansa

atau cirikhas tersendiri bila dibandingkan dengan peziarahan lainnya. Ritual agama

yang inkulturatif yang ada merupakan unsur “konstitutif” keberadaan CHKTY

sebagai peziarahan.

Prosesi di peziarahan CHKTY Ganjuran telah menjadi kalender tetap dan

diselenggarakan tiap minggu terakhir dalam bulan Juni. Peristiwa tahunan ini makin

lama makin banyak diminati karena merupakan peristiwa yang di dalamnya

mempunyai banyak keunikan khususnya terkait dengan adanya proses inkulturasi.

Menurut para responden, prosesi yang dilaksanakan di peziarahan CHKTY Ganjuran

yang bersifat inkulturatif ini mirip dengan pelaksanaan upacara perarakan “labuhan”

yang diselenggarakan oleh warga masyarakat setempat, yaitu di Parangtritis, Bantul.

Warga setiap tahun juga mengadakan prosesi yang dikenal sebagai sedekah laut.

Oleh karena itu bagi warga setempat di mana peziarahan CHKTY ada, yaitu di

Ganjuran, pemaknaan akan upacara prosesi lebih mudah mereka tangkap justru

karena ada kesejajarannya dengan sedekah laut yang dilaksanakan sebagai ungkapan

syukur dan mohon berkat pada “Tuhan”.

Setiap diadakan prosesi tahunan itu, pengelola peziarahan selalu membentuk

panitia untuk membantu kelancaran keseluruhan penyelenggaraan ritual. Dengan

Page 88: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

75

panitia yang dibentuk, maka perayaan agung yang memakan waktu hampir tiga

setengah jam dengan detil-detil yang ada dapat terlaksana dengan baik berkat adanya

buku panduan yang disusun oleh panitia.11 Yang menarik bagi para responden,

dalam pelaksanaan ritual yang inkulturatif ini kehadiran para peziarah baik umat

setempat maupun dari berbagai daerah lainnya termasuk mereka yang datang untuk

berwisata tampak sama-sama menempatkan diri sesuai dengan kedudukan mereka.

Oleh karena itu ketika ritual sedang berlangsung, ada yang berdoa dengan khusuk,

namun sejalan dengan itu adapula yang hanya menyaksikan seluruh peristiwa untuk

kemudian mendokumentasikan.

Menurut pengelola peziarahan upaya untuk memadukan ritual agama sebagai

pengalaman keimanan dengan unsur seni yang terkait dengan budaya Jawa

merupakan hal yang perlu terus dilakukan. Melalui ritual agama yang inkulturatif

diharapkan para peziarah dapat berjumpa dengan Tuhannya sesuai dengan akar

budaya dimana dia hidup. Hal inilah yang tidak bisa dikesampingkan sehubungan

dengan keberadaan ritual ziarah di lingkup peziarahan CHKTY Ganjuran. Namun

demikian kedekatan dengan Tuhan melalui ritual ziarah hanya dapat dilakukan

apabila peziarah berpartisipasi dalam ritual tersebut sesuai dengan syarat yang sudah

ditentukan. Oleh karena itu dalam setiap pelaksanaan ritual di peziarahan CHKTY

ada yang disebut sebagai panduan termasuk panduan untuk ritual prosesi. Panduan

yang ada menjadi pegangan bagi umat, peziarah maupun para petugas. Dalam buku

panduan secara terinci diuraikan makna dari berbagai simbol yang digunakan dalam

upacara, sehingga membantu para peziarah untuk lebih mudah memahami dan

menghayati. Partisipasi aktif dengan pemahaman akan makna ini menjadi hal sangat

11 Ibid., 5-50.

Page 89: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

76

mendukung keseluruhan pelaksanaan ritual ziarah yang sedang berlangsung baik

bagi umat peziarah maupun panitia (atau pengelola).

3. Air Perwitasari: Tuhan Yang Menyembuhkan

Seluruh perayaan syukur yang dilaksanakan di peziarahan CHKTY yang

disebut prosesi selalu diakhiri dengan pengutusan. Sebelum penutup atau perayaan

selesai, seluruh umat (dan peziarah) yang hadir memperoleh berkat Tuhan. Berkat itu

disimbolkan dengan percikan air yang diambil dari mata air candi. Seluruh umat dan

para peziarah biasanya berusaha untuk memperoleh air yang direcikkan pada mereka.

Mereka berpandangan bahwa air yang direcikkan itu sungguh air yang “terberkati”.

Air itu dikenal sebagai Tirta Perwitasari.

Keberadaan air Perwitasari diyakini mempunyai daya menyembukan. Para

responden berpandangan bahwa keberadaan air Perwitasari di lingkup candi Hati

Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ikut menentukan keberadaan CHKTY sebagai tempat

ziarah. Menurut kesaksian mereka, sebelum Tirta Perwitasari ditemukan, maka umat

dan peziarah yang datang ke peziarahan CHKTY masih sedikit. Penemuan Tirta

Perwitasari dipandang sebagai titik balik dalam pertumbuhan dan pembentukan

CHKTY sebagai peziarahan. Setelah ditemukannya air yang mempunyai daya

menyembuhkan ini, dari berbagai daerah kemudian semakin banyak para peziarah

yang berdatangan. Air dari sumber air CHKTY diyakini sebagai air suci. Oleh karena

itu bagi para peziarah yang minum atau pun memperoleh percikan dari air suci ini

akan beroleh berkat dan daya yang menghidupkan, menyegarkan dan menyucikan.

Demikian halnya keberadaan Tirta Perwitasari menurut responden menunjukkan

“kesakralan” CHKTY sebagai peziarahan.

Page 90: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

77

Sekalipun demikian menurut para responden, dalam kotbahnya Romo

senantiasa mengingatkan agar para peziarah datang bukan pertama-tama untuk

mendapatkan air tersebut, melainkan berkat dari Tuhan. Artinya air adalah sarana

bukan sebagai tujuan. Yang mempunyai daya menyembuhkan bukan airnya,

melainkan Tuhan yang hadir melalui air tersebut. Dengan memberikan anugerah

Tirta Perwitasari yang mempunyai daya menyembuhkan dan menghidupkan, maka

sebenarnya hal itu menjadi tanda yang mengingatkan para peziarah bahwa Tuhan

selalu memberi kehidupan pada manusia.

Menurut para responden, peristiwa kesembuhan bapak Perwita setelah minum

dari air candi dipandang sebagai “mukjijat” yang paling jelas akan Diri Tuhan yang

memberi kesembuhan dan kehidupan. Para peziarah pada umumnya berharap bahwa

diri mereka (khususnya yang sakit) dapat mengalami mukjijat penyembuhan pula.

Sedangkan yang lain berharap melalui air yang terberkati dapat membuat mereka

menjalani kehidupam sehari-hari dengan mantap.

Menurut para responden, banyak sekali orang yang telah mengalami

kesembuhan melalui air Perwitasari. Bagi mereka yang mengalami kesembuhan

berpandangan bahwa kesembuhan yang terjadi bukan semata-mata karena air candi

yang mereka minum atau direcikkan pada mereka, melainkan juga karena mereka

senantiasa berdoa dengan khusuk dan penuh kepercayaan kepada Tuhan.

Kesembuhan terjadi karena adanya berkat Hati Kudus Tuhan Yesus yang bekerja

melalui air Perwitasari. Keberadaan air Perwitasari menjadi sarana bagi Tuhan dalam

bekerja bagi manusia (peziarah).

Page 91: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

78

4. Adanya Legitimasi dari Otoritas Gereja

Tumbuh dan berkembangnya lingkup CHKTY Ganjuran sebagai peziarahan

yang dikenal saat sekarang ini, menurut responden tak bisa dilepaskan dari

kebijakan-kebijakan Gereja. Dalam wawancara, para responden mengemukakan

bahwa peran para romo dan keuskupan sangatlah besar. Apa yang terjadi di tengah

umat Ganjuran tak lepas dari perhatian para romo dan keuskupan. Hal yang sama

juga berlaku berkenaan dengan kebijakan terhadap candi Hati Kudus Tuhan Yesus.

Peletakan batu pertama pembangunan candi dan pemberkatan candi setelah

selesai dibangun dilakukan oleh Mgr. van Velsen SJ yang menjadi Uskup Batavia

pada waktu itu. Demikian halnya, ketika air Perwitasari diketemukan, maka para

romo di Ganjuran langsung mengadakan pertemuan untuk memberikan pengertian

akan penggunaan air tersebut. Hal ini menurut para responden memperlihatkan

peran penting Gereja terhadap apa yang sedang terjadi di tengah hidup umat. Apa

yang dilakukan Mgr. van Velsen SJ dan para romo Ganjuran, menurut responden

menegaskan bahwa apa yang terkait dengan peziarahan candi HKTY Ganjuran

harus mengikuti petunjuk dari Gereja (hirarki). Para romo ataupun keuskupanlah

yang menentukan sehubungan dengan apa yang ada dalam peziarahan CHKTY

Ganjuran. Pengertian dan pemahaman atas air Perwitasari juga tumbuh dan

berkembang seturut pemikiran dari para romo dan keuskupan.

Namun demikian, menurut para responden, peran para romo dan keuskupan

paling tampak melalui Dewan Paroki. Dewan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus

Ganjuran dipandang yang berperan untuk menerjemahkan berbagai kebijakan

Gereja terkait dengan CHKTY. Salah satu kebijakan yang begitu berpengaruh bagi

tumbuh dan berkembangnya CHKTY sebagai peziarahan adalah gerakan untuk

Page 92: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

79

menjadikan Gereja Ganjuran sebagai Gereja Pendoa. Kerasulan doa yang diadakan

telah “memperkenalkan” secara lebih luas keberadaan CHKTY dan sekaligus telah

menghantar untuk menjadi sebuah peziarahan melalui kedatangan para peziarah

yang menanggapi gerakan kerasulan doa tersebut.

Dewan Paroki sebagai pengelola kemudian mengadakan penataan terhadap

keseluruhan lingkup CHKTY sehingga menjadi kompleks peziarahan seperti

sekarang. Kebijakan untuk mencari dana dari para peziarah atau devosan dan dari

sumber-sumber lain beserta penggunaannya merupakan unsur-unsur penting pula

yang menegaskan keberadaan CHKTY Ganjuran sebagai peziarahan yang khas.

Dalam hal penggunaan dana, menurut responden, hal yang menarik adalah adanya

alokasi untuk dana sosial. Para responden berpandangan bahwa alokasi dana ini

meneruskan apa yang telah dilakukan oleh keluarga Schmutzer yang senang berbagi

apa yang mereka miliki melalui tindakan karitatif. Dana sosial yang terkumpul tidak

digunakan secara terbatas hanya untuk pemeliharaan tempat ziarah dan pelayanan

kepada para peziarah, melainkan karya sosial lebih luas.

Selanjutnya hal yang menegaskan keberadaan CHKTY Ganjuran adalah

peristiwa penetapan CHKTY sebagai salah satu tempat ziarah bagi umat Katolik

Keuskupan Agung Semarang untuk mendapatkan indulgensi. Penetapan yang terjadi

tahun 2000 ini bagi para responden sungguh sebagai penegasan akan “pengakuan”

yang sah keberadaan CHKTY sebagai peziarahan. Oleh karena itu pula pada tahun

yang sama ada gerakan untuk membaharui pengelolaan peziarahan sehingga

semakin tertata secara lebih terstruktur.

Pembaharuan bukan hanya dalam tata organisasi, melainkan juga didukung

pemenuhan berbagai sarana dan prasarana untuk memberikan pelayanan terbaik

Page 93: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

80

bagi para peziarah. Menurut para responden selama tahun 2000 terjadi kesibukan

yang luar biasa di lingkup CHKTY Ganjuran dengan kehadiran para peziarah

sekaligus dibarengi dengan berbagai penataan internal. Keadaan ini menurut

responden menegaskan bahwa sekalipun otoritas Gereja memegang peranan penting

akan keberadaan dan perkembangan peziarahan CHKTY Ganjuran, namun peran

seluruh umat Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran pun tidak bisa diabaikan.

Partisipasi dari berbagai pihaklah yang menumbuhkan dan membentuk CHKTY

Ganjuran sebagai peziarahan yang dikenal seperti sekarang.

5. Kisah-kisah yang Tercipta dan Pengakuan Diri

Salah satu unsur lain yang dikemukakan para responden sehingga membuat

CHKTY diyakini sebagai tempat ziarah adalah adanya begitu banyak pengalaman

religius yang dialami oleh para peziarah. Pengalaman-pengalaman dari para peziarah

ini telah “menciptakan” beragam kisah tentang CHKTY sebagai peziarahan. Ada

peziarah yang mengisahkan dirinya mengalami kesembuhan dari kelumpuhannya.

Peziarah yang lain mengalami mukjijat dalam kehidupan keluarganya yang semula

“berantakan” menjadi baik atau rukun setelah bersama-sama berziarah di peziarahan

CHKTY Ganjuran.

Salah satu responden menceritakan pula kisah lentera di CHKTY Ganjuran.

Sebelum ada lampu yang menerangi kompleks peziarahan CHKTY, maka yang ada

hanyalah lentera untuk penerangan. Lentera itu di pasang di arca Hati Kudus Tuhan

Yesus di dalam candi. Lentera yang berisi minyak tersebut pernah diambil seseorang

untuk dipakai sebagai obat bagi keluarganya yang sedang sakit. Orang yang

mengambil itu memberi kesaksian bahwa minyak dari lentera yang telah dibawanya

Page 94: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

81

telah menyembuhkan saudaranya. Kesaksian orang ini, menurut responden kemudian

membuat banyak orang ingin mengalami/melakukan hal yang sama, yaitu

menggunakan minyak dari lentera dalam candi sebagai obat untuk menyembuhkan.

Demikian halnya para peziarah yang lain menceritakan terkabulnya doanya

setelah didoakan dalam kesempatan ritual prosesi di CHKTY atau pun juga ketika

dirinya datang berziarah di peziarahan CHKTY. Ada pula yang mengalami

kesembuhan seperti halnya bapak Perwita setelah dirinya minum dari air Perwitasari

yang memancar dari bawah candi HKTY. Dengan kekuatan doa dan berkat air candi,

dirinya dan orang lain yang meminum air tersebut mengalami kesembuhan.

Berbagai kisah yang ada menguatkan “identitas” CHKTY Ganjuran sebagai

peziarahan dan dari berbagai pengalaman yang terjadi menurut para responden telah

pula memberikan peneguhan pada umat dan masyarakat Ganjuran bahwa CHKTY

memang merupakan peziarahan. Pengakuan ini bukan hanya oleh umat, melainkan

masyarakat. Para responden menegaskan hal ini dengan mengemukakan bahwa yang

datang berziarah ke peziarahan CHKTY Ganjuran bukan hanya umat Katolik tetapi

umat dan masyarakat dari berbagai agama. Hanya saja para responden berkeyakinan

bahwa bagaimana pun juga kepercayaan kepada Tuhan tetap sebagai hal yang utama.

Artinya menurut mereka, adanya lentera, adanya air Perwitasari dan berbagai sarana

yang lain yang ada dan dipakai dalam peziarahan CHKTY tetap harus ditempatkan

sebagai sarana menuju Tuhan dan bukan sebagai tujuan.

Responden begitu menekankan pandangan ini karena melihat pada masa

sekarang banyak peziarah yang berziarah bukan untuk tujuan yang lebih spiritual,

melainkan material. Bahkan dari pengamatan responden, ada yang datang semata-

mata memang untuk berwisata, sekedar melihat apa dan bagaimana peziarahan

Page 95: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

82

CHKTY Ganjuran. Kehadiran dalam peziarahan CHKTY Ganjuran dimaknai sebatas

untuk pemenuhan kebutuhan yang material tersebut. Hal yang sama juga dirasakan

oleh responden dengan keberadaan unsur-unsur pendukung yang hendak membantu

para peziarah agar dapat berziarah dengan nyaman. Keberadaan warung-warung

makanan, toko benda-benda suci untuk ziarah, penjualan souvenir menurut

responden bisa “merusak” kesucian ruang dimana CHKTY berada sebagai

peziarahan atau pun suasana ketika ritual ziarah sedang berlangsung.

Dari apa yang terjadi saat sekarang ini menurut responden, CHKTY sebagai

peziarahan memang masih harus terus ditata. Responden menambahkan, gempa yang

terjadi 27 Mei 2006 yang telah memporakporandakan kompleks peziarahan CHKTY

Ganjuran khususnya bangunan gereja meneguhkan kemendesakan penataan kembali

peziarahan CHKTY. Sekarang ini lingkungan peziarahan pun menjadi berubah

dengan adanya “bangunan” sementara di depan candi untuk perayaan ekaristi

mingguan bagi umat Gereja Ganjuran. Namun demikian penataan kompleks

peziarahan CHKTY Ganjuran untuk situasi sekarang tampaknya menurut responden

dipusatkan dulu untuk renovasi gereja. Yang jelas, pasca gempa memang

menunjukkan adanya penurunan peziarah yang ke peziarahan CHKTY Ganjuran.

Namun akhir-akhir ini situasinya menurut responden telah membaik.

Situasi peziarahan setelah gempa dan situasi yang sekarang mengundang

pertanyaan bagaimanakah peziarahan tetap bisa eksis? Menurut pandangan

responden, peziarahan CHKTY Ganjuran bisa eksis bukan semata-mata melalui

peran Dewan Paroki Ganjuran dan para romonya, melainkan (sambil menunjuk buku

panduan prosesi) karena kuasa Hati Kudus Tuhan Yesus. Pengakuan diri sebagai

peziarahan bagi para pengelola peziarahan CHKTY Ganjuran memang tak bisa

Page 96: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

83

dilepaskan dari pengakuan akan karya Yang Kudus sehubungan dengan keberadaan

CHKTY. Sekalipun begitu besar peran keluarga Schmutzer, para pengelola, donatur

atau juga umat, namun CHKTY dapat tumbuh dan berkembang sebagai peziarahan

karena adanya karya Allah. Menurut responden, Allah telah bekerja dalam diri

orang-orang yang mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap peziarahan

CHKTY Ganjuran. Hal inilah yang menurut responden membuat peziarahan

CHKTY Ganjuran dapat bertahan dalam segala situasi.

Responden juga mengakui bahwa terbentuknya peziarahan CHKTY tak lepas

dari peran para pengelola peziarahan khususnya melalui para romo yang berkarya di

Paroki Ganjuran dan dewan parokinya. Mereka berperan “menciptakan” kisah-kisah

sehubungan keberadaan CHKTY. Kisah-kisah ini disampaikan melalui brosur, buku

panduan prosesi dan media lainnya. Berbagai kisah tentang gereja dan CHKTY

Ganjuran sebagaimana disampaikan melalui brosur, buku panduan prosesi, buku doa

dan media yang lain telah membentuk pemahaman umat, peziarah dan masyarakat

tentang identitas CHKTY sebagai peziarahan. Gambaran konseptual tentang

peziarahan CHKTY Ganjuran tercipta dalam diri umat, peziarah, masyarakat melalui

sumber informasi yang dibuat oleh pengelola peziarahan.

Dengan demikian, ada kisah-kisah individual yang dibuat oleh para peziarah,

umat dan masyarakat seturut pengalaman mereka masing-masing dan ada kisah

“kolektif” yang telah dirumuskan oleh pengelola peziarahan. Kedua kisah tersebut

saling melengkapi untuk membentuk gambaran tentang CHKTY sebagai peziarahan.

Keduanya menjadi kekuatan yang meneguhkan keberadaan CHKTY Ganjuran

sebagai peziarahan. Masing-masing tidak dapat saling meniadakan. Yang jelas,

menurut responden, adanya informasi dari pengelola peziarahan telah sangat

Page 97: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

84

membantu untuk mengenal lebih dalam bagaimana peziarahan CHKTY Ganjuran.

Informasi juga membuat umat, peziarah dan masyarakat mampu memaknai secara

lebih “tepat” berbagai hal yang terkait dengan peziarahan CHKTY khususnya

simbol-simbol yang dipakai dalam ritual ziarah. Sebaliknya adanya kesaksian, kisah,

masukan sebagai kritik dan saran (ada kotak khusus yang disediakan oleh pengelola

peziarahan) dari umat, peziarah dan masyarakat telah membantu pengelola

peziarahan untuk melakukan penataan terus menerus peziarahan CHKTY. Melalui

kisah-kisah yang tercipta dan pengakuan diri, maka CHKTY semakin diteguhkan

keberadaannya sekaligus ditantang untuk secara jujur menunjukkan kepantasannya

sebagai sebuah peziarahan. Peziarahan CHKTY menurut responden diharapkan terus

menjadi sebuah peziarahan yang ramai dikunjungi bukan hanya karena kelengkapan

sarana dan prasarananya, namun karena mampu membantu peziarah untuk mencapai

tujuan peziarahannya. Apabila ini terpenuhi, maka akan muncul kisah-kisah lebih

lanjut yang semakin menguatkan atau meneguhkan identitas CHKTY Ganjuran

sebagai peziarahan.

Page 98: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

85

BAB IV

PEZIARAHAN CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN:

RUANG BAGI YANG KUDUS

Terbentuknya suatu peziarahan sebagai ruang bagi Yang Kudus tidak terjadi

dengan sendirinya. Peziarahan terbentuk bukan sebagai sesuatu yang “given”,

melainkan bentukan. Ada berbagai peristiwa dan berbagai unsur yang berperanan

menentukan dalam proses pertumbuhan dan pembentukan suatu peziarahan. Dalam

penelitian tentang terbentuknya peziarahan CHKTY Ganjuran hal ini sangat jelas

dapat kita temukan. Dalam paparan hasil penelitian tentang proses pertumbuhan dan

pembentukan peziarahan CHKTY Ganjuran ditemukan bahwa peziarahan CHKTY

Ganjuran terjadi tidak dengan sendirinya. CHKTY Ganjuran menjadi sebuah

peziarahan yang dikenal pada masa sekarang ini tak lepas dari berbagai peristiwa dan

unsur-unsur yang mendukungnya.

Bab IV dalam tesis ini hendak menyajikan analisa atas terbentuknya

peziarahan CHKTY Ganjuran sebagai ruang bagi Yang Kudus. Analisa berpusat

pada upaya untuk melihat dan menemukan bagaimana pengudusan ruang telah

terjadi di lingkup CHKTY Ganjuran. Oleh karena itu pemikiran-pemikiran yang ada

dalam Bab II yang telah mengupas tentang ziarah manusia dan pengudusan ruang

bagi Yang Kudus menjadi pegangan dan pendasaran dalam melakukan analisa.

Selanjutnya secara khusus dalam bab ini hendak pula dipaparkan tantangan-

tantangan yang ada pada masa sekarang dan akan datang sehubungan upaya untuk

tetap “mempertahankan” dan mengembangkan CHKTY Ganjuran sebagai

peziarahan.

Page 99: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

86

A. PENGUDUSAN YANG TERJADI

1. Kehadiran Yang Kudus

Apa yang membuat suatu tempat menjadi suci? Mariasusai Dhavamony,

mengemukakan tempat suci adalah tempat keilahian, kekudusan. Tempat suci

berbeda dari tempat profan, karena inilah tempat tinggal yang ilahi.1 Pengudusan

suatu tempat, wilayah atau ruang yang “biasa” menjadi ruang suci terjadi karena

Yang Kudus hadir di dalamnya. Kehadiran Yang Kudus membuat suatu ruang dapat

disebut sebagai kudus atau suci. Demikian halnya keberadaan wilayah, tempat atau

ruang yang dikenal sebagai peziarahan CHKTY Ganjuran bisa disebut sebagai

tempat yang kudus karena adanya keyakinan kehadiran Yang Kudus di dalamnya.

Dari hasil penelitian, kehadiran Yang Kudus yang menguduskan wilayah atau

ruang yang sekarang disebut peziarahan CHKTY Ganjuran terjadi melalui berbagai

tanda. Menurut hasil penelitian, tanda yang paling “jelas” menunjukkan adanya

kehadiran Yang Kudus yang menyucikan itu adalah munculnya air Perwitasari.

Ditemukannya sumber air yang sangat deras yang ada di bawah candi diyakini

sebagai tanda yang menunjukkan bahwa Yang Kudus berkenan atas peziarahan

CHKTY Ganjuran.

Tirta Perwitasari sebagai tanda kehadiran Yang Kudus menjadi semakin

menguat didukung oleh “khasiat” air tersebut yang bisa menyembuhkan. Hal ini

sejalan dengan pemikiran Mircea Eliade yang mengemukakan bagaimana air

melambangkan keberadaan manusia dan sekaligus menjadi sumber kehidupannya.2

Unsur-unsur alam termasuk air sungguh merupakan manifestasi kehadiran Yang

Kudus.

1 Mariasusai Dhavamony. 1995. Fenomenologi Agama, 110. 2 Mircea Eliade. 1959. The Sacred and The Profane, 129-136.

Page 100: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

87

Melalui air Perwitasari, para peziarah merasakan adanya “daya-daya” sebagai

energi yang berfungsi secara luar biasa, di luar perhitungan dan kemampuan

manusia.3 Bagi para peziarah sebagai manusia religius meyakini bahwa “daya-daya”

menyembuhkan dari air Perwitasari bersumber dari Yang Kudus sebagai Yang Maha

Daya. Pengudusan ruang dimana CHKTY Ganjuran berada diyakini terjadi melalui

keberadaan Tirta Perwitasari yang mempunyai daya menyembuhkan. Keyakinan ini

semakin tumbuh dalam diri para pengelola peziarahan maupun para peziarah

didukung adanya berbagai kesaksian orang-orang yang mengalami daya penyembuh

dari air tersebut.

Sekarang ini keberadaan air Perwitasari di peziarahan CHKTY Ganjuran

dipandang sebagai salah satu obyek ziarah yang mengundang para peziarah untuk

datang berziarah. Keberadaan air Perwitasari di peziarahan CHKTY Ganjuran saat

sekarang justru menjadi pusat perhatian para peziarah ataupun alasan aktivitas ziarah

mereka lakukan. Namun catatan kritis yang perlu diperhatikan adalah bahwa

keberadaan Tirta Perwitasari sebagai obyek ziarah haruslah tetap dalam “koridor”

untuk menghantar para peziarah dalam keterarahan pada tujuan transenden

peziarahannya, yaitu untuk mencari dan menuju Yang Kudus. Artinya laku ziarah

yang dilaksanakan bukan sekedar pada pemenuhan kebutuhan yang material,

melainkan kebutuhan yang “transendental”. Hal inilah yang perlu diwaspadai

berkenaan dengan keberadaan Tirta Perwitasari di peziarahan CHKTY Ganjuran,

sebab ada kecenderungan pemenuhan kebutuhan yang material lebih didahulukan

(atau bahkan sering menjadi satu-satunya tujuan berziarah) daripada yang spiritual.

Tirta Perwitasari yang telah menjadi tanda kehadiran Yang Kudus haruslah menjadi

3 Lihat A. Sudiarja. 2006. Agama di Zaman yang Berubah. Yogyakarta: Kanisius, 44-45.

Page 101: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

88

sarana bagi para peziarah untuk mengalami kehadiran Yang Kudus. Dengan

pengalaman akan Yang Kudus inilah para peziarah diharapkan menuju pada

pengudusan dirinya.

Paus Yohanes Paulus II menandaskan bahwa tempat-tempat ziarah dalam

tradisi Katolik memang selalu merujuk pada “sesuatu” yang penting dalam

perjalanan hidup beriman umat. Artinya, apabila suatu tempat menjadi tempat ziarah,

maka tempat tersebut merupakan tempat-tempat yang menunjuk kepada kenangan

akan Tuhan.4 Tempat-tempat ziarah yang menunjuk pada kenangan akan Tuhan

menjadi tempat ziarah karena diyakini bahwa di tempat tersebut Tuhan pernah (dan

masih terus) hadir. Demikian halnya dengan keberadaan peziarahan CHKTY

Ganjuran yang terus diyakini sebagai tempat kehadiran Yang Kudus seperti halnya

melalui “mukjijat” Tirta Perwitasari. Peziarahan CHKTY Ganjuran sungguh telah

menjadi ruang bagi Yang Kudus karena Yang Kudus berkenan hadir di dalamnya.

Namun demikian sebenarnya keberadaan peziarahan CHKTY Ganjuran

sebagai ruang bagi Yang Kudus tak bisa dilepaskan dari maksud awal

keberadaannya. Dari hasil penelitian kita mengetahui bahwa sejak awal keluarga

Schmutzer memang berniat untuk mengkhususkan suatu tempat bagi Yang Kudus.

Setelah mendirikan gereja, ia berkeinginan membangun monumen untuk berdevosi

kepada Hati Kudus Tuhan Yesus dalam bentuk sebuah candi. Candi dipilih karena

fungsinya sebagai tempat ibadat.5 Selain itu candi menjadi simbol keabadian dan

kebesaran. Bangunan batu yang tidak lapuk oleh waktu dan cuaca melambangkan

4 Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. 1999, 8. 5 Supraktino Rahardjo dalam bukunya Peradaban Jawa menegaskan bahwa candi dalam khasanah

Jawa memang senantiasa dikaitkan dengan peribadatan. Ada candi yang berfungsi untuk tempat menyimpan arca dewa atau simbolnya dan ada yang lebih berfungsi untuk menampung jemaat ketika peribadatan berlangsung. Yang jelas, bangunan candi memiliki fungsi sebagai sarana penunjang dalam peribadatan atau kegiatan ritual. Lihat Supratikno Rahardjo. 2002. Peradaban Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu. Hal. 243

Page 102: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

89

penyertaan Tuhan kepada umat-Nya yang bersifat kekal abadi. Kesetiaan Tuhan

tidak dibatasi oleh waktu dan situasi (cuaca) apa pun. Di dalam simbol keabadian

inilah raja-raja jaman dulu dimakamkan, dan pemujaan kepada Yang Maha Esa

dilakukan.6

Pemilihan candi sebagai monumen untuk devosi Hati Kudus Tuhan Yesus

sebenarnya merupakan reinterpretasi fungsi sebuah candi. Apabila sebuah candi

dimengerti mempunyai fungsi untuk tempat pemujaan, maka keberadaan CHKTY

juga mempunyai maksud dan fungsi yang sama. Pengudusan ruang bagi Yang

Kudus yang kita kenal sekarang ini sebagai peziarahan CHKTY Ganjuran terjadi

karena intensi keluarga Schmutzer untuk mengkhususkan suatu ruang, wilayah atau

tempat bagi Yang Kudus. Sekalipun keluarga Schmutzer tidak berkehendak

membuat suatu tempat untuk menjadi peziarahan, namun niatnya untuk

mengkhususkan suatu tempat bagi Yang Kudus telah menjadi jalan pengudusan

CHKTY sebagai ruang bagi Yang Kudus.

Pengkhususan suatu ruang bagi Yang Kudus dalam bentuk candi berdasarkan

hasil penelitian merupakan kelanjutan dari tindakan religius keluarga Schmutzer

yang bersyukur kepada Yang Kudus (Hati Kudus Tuhan Yesus) atas anugerah yang

mereka diterima melalui pabrik gula Gondang Lipuro yang mereka miliki.

Perwujudan syukur yang mereka lakukan adalah dengan mendirikan sebuah tempat

untuk beribadat bagi mereka sendiri dan para pekerja pabrik. Mereka mendirikan

sebuah gereja yang sekarang dikenal sebagai Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus.

Sebagai tempat beribadat yang secara sadar dikhususkan bagi Yang Kudus, maka

6 Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. 2004. Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus

Ganjuran: Rahmat Yang Menjadi Berkat. Yogyakarta: Dewan Paroki Ganjuran. 75.

Page 103: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

90

gereja seperti halnya candi secara kualitatif berbeda dengan bangunan dan ruang

yang lainnya.

Dari pemikiran Hary Susanto dengan berpijak pada Mircea Eliade, apa yang

dilakukan keluarga Schmutzer telah membuat ruang dimana CHKTY Ganjuran itu

berada secara kualitatif berbeda dengan ruang atau wilayah lainnya.7 Ruang dimana

gereja dan CHKTY berada telah dikhususkan bagi Yang Kudus, sehingga dengan

demikian dapat disebut sebagai ruang kudus. Hal itu semakin nyata melalui

fungsinya yang terus menerus mendapat perhatian, yaitu untuk tempat ibadat atau

pemujaan kepada Yang Kudus. Oleh karena itu peziarahan CHKTY mendapat

“pengakuan” akan keberadaannya sebagai peziarahan bukan hanya karena dibuat

sebagai persembahan untuk menghormati Yang Kudus, yaitu Hati Kudus Tuhan

Yesus, namun karena diyakini menjadi obyek dari kekuatan Yang Kudus sendiri

yang telah dikaruniakanNya bagi hidup manusia untuk berelasi denganNya.

Yang Kudus sebagai yang sungguh-sungguh nyata, penuh kekuatan, sumber

semua energi, Yang Maha Lain, yang transenden tetaplah sebagai suatu realitas yang

bukan milik dunia sekalipun dimanifestasikan di dalam dan melalui dunia.8 Manusia

memang membutuhkan perlambangan untuk menangkap, memahami dan

berkomunikasi, bahkan “mengalami” kehadiran Yang Kudus, yang di luar jangkauan

diri manusia yang serba terbatas. Menurut hasil penelitian, keberadaan arca Kristus

Raja di dalam CHKTY merupakan perlambangan kehadiran Yang Kudus. 9 Arca

7 P.S. Hary Susanto. 1987. Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanisius, 53. 8 P.S. Hary Susanto. 1987. Ibid., 45. 9 Lihat Supratikno Rahardjo. 2002. Peradaban Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu. hal. 270. Menurut

Supratikno Rahardjo, keberadaan candi dengan arca di dalamnya dapat menjadi media perjumpaan antara peziarah dengan Yang Ilahi seperti halnya “arca dipandang sebagai media yang dapat ‘hidup’ ketika esensi kedewataan masuk ke dalamnya melalui suatu upacara tertentu”

Page 104: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

91

Kristus Raja yang ada dalam candi yang disebut “Sampeyan Dalem Maha Prabu

Yesus Kristus Pangeraning Para Bangsa”, merupakan simbol suci.

Seperti halnya simbol suci yang lainnya yang ada dalam Gereja, maka arca

Kristus Raja hendak mengajak umat (peziarah) untuk berkomunikasi denganNya.

Hal ini telah pula disampaikan oleh keluarga Schmutzer yang berharap bahwa

keberadaan CHKTY dengan arca Kristus Raja dapat mengundang umat untuk

menyadari keberadaannya sebagai manusia dihadapan Yang Kudus. Keberadaan arca

HKTY yang melambangkan kehadiran Yang Kudus diyakini telah memungkinkan

manusia berkomunikasi denganNya. Oleh karena itu ruang dimana arca itu berada

mendapat arti baru dari ruang biasa menjadi ruang kudus. Sebagai ruang bagi Yang

Kudus, CHKTY Ganjuran telah menjadi tempat bagi keluarga Schmutzer untuk

berdoa, berdevosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Kegiatan doa, bersembahyang

atau pun devosi kemudian dilaksanakan pula oleh umat termasuk puncaknya dalam

setiap tahun melalui ritual inkulturatif untuk menghormati Hati Kudus Tuhan Yesus

yang disebut sebagai prosesi.

2. Ritual Agama yang Inkulturatif

Pengudusan suatu ruang “biasa” menjadi ruang kudus dapat pula terjadi

karena tindakan religius manusia. Manusia religius menyucikan tempat yang baru

dengan suatu upacara.10 Dengan upacara pengudusan, maka suatu ruang mengalami

“penciptaan kembali”, sehingga dari ruang “biasa” menjadi ruang kudus atau yang

dikuduskan. Hasil penelitian memperlihatkan pengudusan ruang yang sekarang

10 P.S. Hary Susanto. 1987. Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanisius. 46.

Page 105: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

92

menjadi peziarahan CHKTY Ganjuran juga terjadi melalui upacara.11 Bahkan

upacara ini menjadi unsur yang sentral bagi terbentuknya CHKTY Ganjuran sebagai

peziarahan maupun bagi keberadaan selanjutnya.

Peletakan batu pertama pembangunan candi yang dilaksanakan pada tanggal

26 Desember 1927 oleh Mgr. van Velsen SJ yang menjadi Uskup Batavia pada

waktu itu menjadi titik awal tindakan manusia untuk menguduskan tempat, wilayah

atau ruang yang hendak dibangun candi itu sebagai ruang kudus. Peletakan batu

pertama pembangunan candi mengandaikan adanya tindakan pemilihan yang telah

dilakukan, yaitu menentukan suatu tempat untuk menjadi ruang bagi Yang Kudus.

Bagi manusia religius, tindakannya untuk memilih suatu tempat, mengaturnya dan

kemudian mendiaminya merupakan tindakan yang mengandaikan suatu pilihan

eksistensial, pilihan atas dunia tertentu yang menuntut kesediaan untuk

“menciptakannya”.12 Dengan tindakan pemilihan ini, maka sejak awal ia mempunyai

kesadaran bahwa tempat yang dipilih akan menjadi “pusat” keberadaannya, menjadi

dunianya yang baru.

Tindakan manusia untuk “menciptakan kembali” ruang yang telah dipilih

untuk dibangun sebuah candi dilaksanakan melalui pemberkatan. Setelah peletakan

batu pertama yang disertai pemberkatan patung kecil Hati Kudus Tuhan Yesus yang

ditanam di dalam candi, maka pada tahun 1930, Mgr. Van Velsen, SJ selaku

pimpinan Gereja pada waktu itu (Uskup Batavia) memberkati Candi Hati Kudus

11 Lihat Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. 2004. Gereja Hati Kudus Tuhan

Yesus Ganjuran: Rahmat Yang Menjadi Berkat. Yogyakarta: Dewan Paroki Ganjuran. Halaman 20-23 mengisahkan bagaimana ritual yang inkulturatif telah dilaksanakan untuk upacara pemberkatan candi. Hal yang sama ditegaskan oleh Esti Elihami dengan menyatakan bahwa Schmutzer dengan bukunya Europanisme of Catholicisme berusaha menggali kebudayaan Jawa beserta maknanya. Lihat Esti Elihami, Lucia.1995. Sejarah Berdirinya Paroki Hati kudus Yesus Ganjuran: Inkulturasi sebagai landasan tumbuh dan kembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma FKIP. 57-58.

12 P.S. Hary Susanto. 1987. Ibid., 48.

Page 106: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

93

Tuhan Yesus. Pemberkatan yang dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 1930 dalam

ritual agama yang inkulturatif merupakan tindakan pengudusan terhadap CHKTY

beserta seluruh ruang lingkup di mana candi itu berada. Melalui pemberkatan itu

candi HKTY Ganjuran telah menjadi kosmos, yaitu daerah yang teratur dan

berbentuk karena sudah “dikonsekrasikan”.

Melalui upacara pengudusan, maka ruang lingkup dimana CHKTY berada

telah menjadi tempat yang berbeda dari sebelumnya, yaitu menjadi ruang kudus.

Seluruh ruang lingkup dimana CHKTY berada tidak lagi sebagai ruang profan

melainkan tempat yang suci karena sudah “dikuduskan” (diberkati). Dengan

demikian tempat tersebut mempunyai “identitas” yang baru. Dengan pemberkatan,

CHKTY menjadi pusat “dunia” baru, yaitu dengan “identitasnya” untuk menjadi

monumen perutusan jemaat. Candi HKTY mempunyai kedudukan baru sebagai

ruang bagi Yang Kudus yang tidak hanya diperuntukkan bagi keluarga Schmutzer

yang telah melakukan pemilihan atas ruang yang hendak dikuduskan, melainkan

sebagai monumen Gereja Katolik secara nasional.

Ruang yang sudah dikuduskan yang sekarang dikenal sebagai peziarahan

CHKTY Ganjuran ini merupakan altar bagi Yang Kudus. Apabila mendirikan candi

dipandang seperti halnya mendirikan sebuah altar, maka dengan mendirikan candi

HKTY hendak diupayakan terjalinnya hubungan manusia dengan Yang Kudus.

Pendirian CHKTY sebagai sebuah altar bagi Yang Kudus berarti tindakan untuk

menghadirkan Yang Kudus di tengah-tengah manusia (umat, peziarah). Keluarga

Schmutzer berharap pembangunan CHKTY dapat membuat orang-orang senantiasa

datang menghadap Hati Kudus Tuhan Yesus dan melakukan “pemujaan” kepadaNya.

Page 107: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

94

Upacara pengudusan untuk “penciptaan kembali” ruang yang sekarang

menjadi CHKTY dilaksanakan dalam ritual agama yang inkulturatif. Keseluruhan

upacara pengudusan dengan sangat jelas menunjukkan adanya peran sangat menonjol

dari budaya Jawa. Pada masa sekarang upacara ini terus-menerus dilaksanakan di

peziarahan CHKTY Ganjuran.13 Menurut Hary Susanto, setiap tahun dunia ini

memang perlu diperbaharui kembali agar dunia bisa memulihkan kembali kekudusan

aslinya, yaitu kekudusan yang diperoleh dari tangan Sang Pencipta.14 Melalui

upacara pengudusan, CHKTY Ganjuran telah menguduskan seluruh kosmos dan juga

menguduskan kehidupan kosmis, karena menjadi tempat kudus dan imago mundi.

Oleh karena itu upacara pengudusan di peziarahan CHKTY Ganjuran bukan hanya

menjadi unsur yang sentral bagi terbentuknya CHKTY, melainkan juga alasan

keberadaan CHKTY di masa kini dan perannya sebagai “pusat dunia”.

Aktivitas ziarah di peziarahan CHKTY Ganjuran yang paling menonjol saat

sekarang justru berbagai upacara untuk merayakan dan memuji kehadiran Yang

Kudus dalam kehidupan umat (peziarah). Adapun puncak upacara seperti dapat kita

ketahui melalui hasil penelitian terlaksana dalam ritual agama yang disebut prosesi.

Prosesi yang dilaksanakan di peziarahan CHKTY merupakan simbol peziarahan

manusia menuju Yang Kudus. Melalui prosesi para peziarah hendak melihat dan

mengarahkan kembali perjalanan hidupnya di tengah dunia agar senantiasa dalam

keterarahan pada Yang Kudus.

Sekarang ini prosesi dilaksanakan dengan mengemasnya sedemikian rupa

sehingga menjadi ritual agama yang bersifat inkulturatif. Kemasan ritual prosesi

13 Ritual yang inkulturatif terlaksana dalam Misa Prosesi seperti dapat dilihat dalam Dewan Paroki

Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. 2004. Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran: Rahmat Yang Menjadi Berkat. Yogyakarta: Dewan Paroki Ganjuran. 77-86.

14 Lihat P.S. Hary Susanto. 1987. Ibid., 56-57.

Page 108: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

95

yang inkulturatif ini menjadi daya tarik luar biasa bagi para peziarah yang datang

untuk berziarah atau pun wisatawan yang datang lebih untuk “menonton”. Dari

penelitian ditunjukkan bahwa sekalipun ada perbedaan antara peziarah dan

wisatawan yang datang, namun masing-masing menempatkan diri sesuai dengan

kedudukannya, sehingga proses ritual ziarah dapat berlangsung sebagaimana

mestinya.

Pelaksanaan ritual ziarah yang inkulturatif tersebut saat sekarang memang

telah menjadi ajang keramaian tersendiri di peziarahan CHKTY Ganjuran.

Sumandiyo Hadi menyebutnya sebagai ajang keramaian desa.15 Di dalam ritual,

yang hadir bukan hanya umat Ganjuran, para peziarah setempat, melainkan para

peziarah dan wisatawan dari berbagai daerah, masyarakat setempat bahkan termasuk

mereka yang bukan beragama Katolik. Ritual agama di peziarahan CHKTY

Ganjuran telah menjadi obyek ziarah. Seperti halnya keberadaan Tirta Perwitasari

telah menggerakkan orang-orang untuk berziarah di peziarahan CHKTY Ganjuran,

maka demikian pula halnya dengan adanya ritual ziarah yang dikemas dengan nuansa

Jawa. Banyak para peziarah yang datang untuk berziarah karena ingin mengambil

bagian dalam pelaksanaan ritual ziarah tersebut. Namun, ada pula yang tergerak

untuk datang karena tertarik pada kemasan ritual ziarah yang didasarkan pada

kebudayaan Jawa. Bagi mereka, ritual ziarah menjadi obyek untuk wisata ziarah

yang ingin mereka nikmati.

Sehubungan dengan kenyataan ini, maka ritual ziarah yang inkulturatif yang

menjadi upaya pengudusan ruang yang disebut peziarahan CHKTY Ganjuran

haruslah tetap “dijaga” dari kecenderungannya untuk lebih menjadi sekedar obyek

15 Sumandiyo, Hadi. Y. 2006. Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Buku Pustaka, 6-7.

Page 109: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

96

wisata dan bukan obyek ziarah. Pelaksanaan ritual ziarah hendak mengupayakan

untuk memungkinkan para peziarah mengalami kebersamaan atau kesetiakawanan

dalam beritual bersama di tempat peziarahan. Selain itu ritual ziarah yang penuh

dengan simbolisme dari budaya Jawa itu diharapkan tidak hanya merupakan alat

efektif untuk menghimpun umat sebagai komunitas, tetapi juga memantapkan

solidaritas dan koherensi kelompok atau sifat kebersamaan. Hal inilah yang sangat

ditekankan oleh Victor Turner sehubungan dengan “fungsi” ziarah dan kiranya dapat

tercipta melalui dan di dalam peziarahan CHKTY Ganjuran.

Di dalam ritual ziarah diharapkan para peziarah memanfaatkan ziarah yang

dijalani sebagai kesempatan di mana komunitas dialami maupun sebagai perjalanan

menuju sumber suci komunitas yang dilihat sebagai sumber penyembuhan dan

pembaharu.16 Hal yang sama telah diitandaskan dalam Konstitusi Liturgi artikel 26

yang menyatakan, semua umat yang hadir dalam upacara menyadari ataupun

merasakan suatu “belonging” atau keikutsertaan, kebersamaan, sekaligus kesempatan

mengadakan kontak sosial yang biasanya cukup langka, menyegarkan atau

memperbaharui rasa solidaritas kelompok. 17

3. Peranan Legitimasi dari Gereja

Pengudusan suatu tempat, wilayah atau ruang untuk menjadi ruang kudus

yang terjadi baik karena adanya tanda kehadiran Yang Kudus maupun melalui

upacara pengudusan kiranya masih menuntut unsur ketiga untuk dapat “secara

legitim” disebut sebagai peziarahan. Unsur ketiga yang dimaksudkan adalah

legitimasi. Peter L. Berger mengemukakan bahwa legitimasi memberikan penegasan

16 Winangun, 1990, 56 17 Konsili Vatikan II. 1993. “Konstitusi tentang Liturgi Suci” dalam Dokumen Konsili Vatikan II. terj.

R. Hardawiryana. Jakarta: Obor.

Page 110: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

97

akan kebenaran suatu fenomena.18 Dalam kaitan dengan peziarahan CHKTY

Ganjuran hal ini berarti bahwa pengudusan yang telah terjadi baik melalui tanda

kehadiran Yang Kudus maupun upacara pengudusan masih harus didukung oleh

“otoritas” dibalik keseluruhan proses pengudusan melalui pemberian legitimasi.

Dengan legitimasi yang diberikan oleh “otoritas pemberi makna”, maka keberadaan

CHKTY akan mempunyai kepastian kebenarannya sebagai peziarahan. Disamping

itu, legitimasi menurut pandangan Berger juga akan memberikan kepastian makna

dan sekaligus dapat memberikan pengertian-pengertian pada individu tentang makna

dari fenomena yang ada.19

Legitimasi yang diberikan oleh Gereja akan keberadaan peziarahan CHKTY

Ganjuran kiranya dapat dipahami dalam perspektif yang sama. Sebagai institusi

religius, maka Gereja mempunyai kekuatan untuk melegitimasi yang didasarkan

pada yang sakral dan transendental, yaitu dari Tuhan.20 Dengan demikian Gereja

mempunyai otoritas tidak dari dirinya sendiri, melainkan dari Yang Kudus. Dengan

otoritas dari Yang Kudus inilah Gereja memberikan legitimasi akan keberadaan

CHKTY sebagai peziarahan melalui serangkaian tindakan dan kebijakannya.

Adapun tindakan dan kebijakan Gereja menjadi tampak melalui personifikasi hirarki

Gereja.

Dari hasil penelitian, legitimasi yang terjadi berkenaan dengan CHKTY

Ganjuran sebagai peziarahan terjadi antara lain melalui sosok Mgr. van Velsen SJ

selaku Uskup Batavia yang melakukan peletakan batu pertama pembangunan candi

18 Peter L. Berger. 1991. Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial, 38. 19 Peter L. Berger. 1991. Ibid. 20 Ralp Schroeder. 2002. Max Weber tentang Hegemoni Kepercayaan. Yogyakarta: Kanisius, VIII.

Page 111: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

98

maupun pemberkatan setelah candi selesai dibangun.21 Peletakan batu pertama oleh

Mgr. van Velsen secara simbolis menjadi menjadi personifikasi otoritas Gereja yang

memberi pengakuan dan sekaligus memberikan landasan akan keberadaan CHKTY

untuk menjadi ruang bagi Yang Kudus. Demikian halnya melalui pemberkatan,

secara simbolis pula terjadi pengakuan lebih lanjut akan keberadaan candi yang telah

selesai dibangun sebagai ruang bagi Yang Kudus. Bahkan pengakuan ini

dieksplisitkan dengan ungkapan kata-kata (verbal) bahwa CHKTY menjadi

monumen perutusan jemaat. Artinya keberadaan candi telah direstui oleh Gereja

sebagai pemegang otoritas yang menentukan keberadaan suatu tempat untuk disebut

sebagai ruang bagi Yang Kudus. Selanjutnya dengan pemberkatan oleh Mgr. van

Velsen, SJ sebagai personifikasi dari otoritas Gereja, maka keberadaan candi telah

sah dalam lingkup Gereja pada waktu itu.

Demikian halnya tindakan Romo Sugijapranata pada tahun 1942 yang

menjabat Pastor Paroki Ganjuran pada waktu itu untuk melaksanakan ritual prosesi

sebagai penghormatan kepada Hati Kudus Tuhan Yesus di CHKTY menjadi momen

legitimasi pula. Bahkan Romo Sugijapranata sudah memulai menggali spiritualitas

Hati Kudus Tuhan Yesus. Tindakan yang sama terhadap keberadaan candi menurut

hasil penelitian telah dilakukan oleh Romo Jonckbloed sekitar tahun 1970-an yang

mengadakan tuguran dan tirakatan setiap malam jumat di CHKTY Ganjuran.

Demikian halnya Romo G. Utomo yang mulai berkarya di Ganjuran pada tahun 1988

berupaya untuk “menghidupkan” Candi HKTY dengan menggali kembali

spiritualitas Hati Kudus Tuhan Yesus. Keseluruhan tindakan-tindakan tersebut

sungguh menjadi momen legitimasi keberadaan CHKTY.

21 Lihat Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. 2004. Gereja Hati Kudus Tuhan

Yesus Ganjuran: Rahmat Yang Menjadi Berkat. Yogyakarta: Dewan Paroki Ganjuran. 20-23.

Page 112: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

99

Selanjutnya pada tahun 2000 Mgr. Ignatius Suharyo menunjuk CHKTY

Ganjuran menjadi tempat ziarah yang “dapat memberi” indulgensi. Mgr Ignatius

Suharyo sebagai “pemegang” otoritas pada masa kini dengan tindakannya tersebut

telah memperkuat identitas CHKTY Ganjuran, yaitu sebagai suatu tempat ziarah.

Kebijakan ini menumbuhkan semangat baru yang luar biasa besar bagi umat/peziarah

untuk datang berziarah. Dengan penunjukan CHKTY Ganjuran untuk tempat

indulgensi, maka para peziarah mempunyai kepastian akan fungsi candi sebagai

tempat ziarah yang dapat menghantar mereka untuk mengalami “pengudusan” diri

melalui indulgensi ataupun melakukan pemujaan pada Yang Kudus atau bahkan

mengalami kehadiranNya. Dengan demikian legitimasi dari hirarki sebagai

personifikasi dari Gereja sebagai institusi religius telah menjadi kekuatan yang

memberikan kepastian akan keberadaan CHKTY sebagai peziarahan maupun segala

aktivitas ziarah yang terjadi di dalamnya. Dengan legitimasi dari Gereja sebagai

institusi religius, maka sekarang ini pengelola peziarahan maupun umat sebagai

peziarah terbantu pula untuk menemukan pembenaran akan makna yang mereka

pahami atau pun tindakan yang telah mereka jalani.

Hal ini tampak dari tindakan para romo di Paroki Ganjuran bersama Dewan

Paroki Ganjuran sebagai pengelola peziarahan. Dewan Paroki bersama para romo

terus berusaha meneruskan pengakuan akan keberadaan candi dengan

mengaktualkan fungsinya sebagai monumen perutusan jemaat melalui pengadaan

ritual agama yang disebut sebagai prosesi maupun beragam aktivitas lainnya.

Disamping itu para romo dan Dewan Paroki juga tak henti-hentinya memberikan

pengertian dan pemahaman “yang benar” akan keberadaan dan segala aktivitas di

peziarahan CHKTY Ganjuran.

Page 113: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

100

Dengan demikian dari hasil penelitian telah kita ketahui bahwa kepastian

kebenaran akan keberadaan CHKTY Ganjuran yang telah mengalami pengudusan

untuk menjadi ruang bagi Yang Kudus memang melibatkan banyak aktor.

Pembentukan peziarahan Ganjuran sebagai peziarahan adalah tindakan aktif kreatif

pemimpin Gereja beserta umatnya. Usaha pembentukan dan pengembangan

peziarahan CHKTY Ganjuran merupakan tindakan aktif dan kreatif dari umat dan

para pemimpin Gereja Paroki Ganjuran beserta mereka semua yang mempunyai

kepedulian terhadapnya termasuk keluarga Schmutzer. Tindakan aktif kreatif itu

muncul dari kesadaran mereka sebagai subyek dengan mempertimbangkan posisinya

masing-masing, antara lain posisi sebagai pemimpin Gereja, pengurus dewan paroki,

dan sebagai umat. Dari kesadaran yang tumbuh bersama ini, maka jelas bahwa

peziarahan menjadi lebih mudah untuk pengelolaannya serta menjadi lebih

“fungsional”, karena sejalan dengan kondisi riil dan kebutuhan umat atau

masyarakat.

Hanya saja, menurut A. Sudiarja ada dilema yang harus dipahami berkenaan

dengan kepentingan otoritas.22 Dengan sistematisasi ajaran agama, maka

berkembanglah tahapan baru dalam hidup keagamaan. Agama menjadi kegiatan yang

lebih dari sekadar praktis-pragmatis, atau reaktif terhadap daya-daya alamiah belaka,

karena sekarang melibatkan juga pikiran manusia. Kenyataan ini membuat

berkurangnya spontanitas dalam ungkapan religius manusia. Yang terjadi justru

adanya keharusan untuk menyesuaikan dengan peraturan-peraturan keagamaan yang

sudah dirumuskan. Kesesuaian terhadap aturan yang ada merupakan hal yang utama

dalam mengungkapkan hubungan dengan Yang Kudus khususnya melalui praktek

22 A. Sudiarja. 2006. Agama di Zaman yang Berubah. Yogyakarta: Kanisius, 58.

Page 114: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

101

ibadat. Oleh karena itu menurut A. Sudiarja dari sini muncul kepentingan tokoh atau

otoritas yang berwewenang mengatur dan menetapkan kesamaan-kesamaan yang

diperlukan untuk keseluruhan ungkapan iman dan aturan keagamaan.23 Dalam

tataran inilah, otoritas pemegang kebenaran akan memberikan kata akhir mengenai

mana yang benar, dan mana yang salah.

Dengan kata lain ada bahaya, legitimasi dapat pula menjadi landasan untuk

membuat situasi hidup individu dan sosial umat sebagai situasi yang dapat diterima

dan tidak perlu diubah.24 Sebab apa yang dirumuskan dan tampak dalam pengertian

kolektif akan mempengaruhi individu dalam kehidupan konkretnya. Artinya apabila

ada pemaknaan yang sudah diberikan oleh institusi yang mewakili kekuatan kolektif

pemberi makna, maka individu bisa memahami bahwa makna itu sudah bersifat final.

Padahal menurut Berger, legitimasi seharusnya memungkinkan individu menemukan

pengintegrasian pengalaman-pengalaman nomos dalam dirinya ke dalam nomos

yang ditegakkan secara sosial. Sebab apa yang ada dalam pengertian kolektif telah

ada padanannya dalam kesadaran individual.25 Jadi legitimasi sekali lagi seharusnya

lebih berperanan memberi kepastian makna dan bukan untuk menghapuskan

pemaknaan masing-masing individu. Oleh karena itu berkenaan dengan peziarahan

CHKTY Ganjuran hal ini mengingatkan pentingnya pemaknaan oleh umat/peziarah

tetap mempunyai ruang, sehingga dengan cara demikian umat/peziarah mengambil

bagian dalam mengkonstruksi makna tentang keberadaan CHKTY Ganjuran sebagai

peziarahan dengan keseluruhan aktivitasnya. Sebab bagaimanapun juga tumbuh dan

berkembangnya peziarahan CHKTY tak lepas dari mereka semua sebagai aktor

pemberi makna. 23 A. Sudiarja. 2006. Ibid. 24 Peter L. Berger. 1991. Ibid., 38-41. 25 Peter L. Berger. 1991. Ibid., 38-40.

Page 115: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

102

B. CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS: DARI DEVOSI KELUARGA SCHMUTZER KE DEVOSI UMAT

1. Devosi Keluarga yang Mengumat

Hanya “usaha” yang disengaja sama sekali tidak terjamin berhasil. Devosi

rakyat bersifat spontan.26 Ungkapan ini dengan sangat tepat menggambarkan

bagaimana perjalanan peziarahan CHKTY Ganjuran sebagai tempat untuk devosi

keluarga Schmutzer menjadi tempat untuk devosi umat. Pertumbuhan dan

pembentukan CHKTY Ganjuran sebagai ruang bagi Yang Kudus yang sekarang

dikenal sebagai peziarahan tak lepas dari ketegangan itu: antara sifat spontan devosi

dan tindakan yang sadar dan sengaja untuk “mencipta” sesuatu.

Saat sekarang peziarahan CHKTY Ganjuran memang dikenal karena adanya

devosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Kegiatan devosional yang bernuansa Jawa

sepanjang tahun terus dilaksanakan. Devosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus

dilaksanakan dalam perayaan ekaristi pada malam Jumat Pertama, ibadat malam

Jumat Kliwon, perayaan ekaristi pada hari Minggu Kelima, dan puncaknya pada

prosesi agung di bulan Juni. Devosi di peziarahan CHKTY Ganjuran yang

dilaksanakan sekarang tak bisa dilepaskan dari devosi keluarga Schmutzer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan CHKTY beserta praktek

devosi yang ada di dalamnya justru muncul bertolak dari inisiatif keluarga Schmutzer

yang berkehendak untuk mendirikan monumen syukur atas berkat Tuhan yang telah

mereka terima. Setelah mendirikan gereja, maka inisiatif itu terlaksana dengan

dibangunnya sebuah candi pada tahun 1927 dan diberkati tahun 1930 oleh Mgr. van

Velsen. Candi didirikan untuk menjadi tempat khusus bagi mereka berdevosi pada

26 C. Groenen, OFM. 1988. Mariologi: Teologi dan Devosi. Yogyakarta, Kanisius, 190.

Page 116: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

103

Hati Kudus Tuhan Yesus. Mereka menjadikan candi sebagai monumen keluarga,

yaitu sebagai monumen syukur atas penyertaan dan belas kasih Hati Kudus Tuhan

Yesus. Oleh karena itu di candi itulah selanjutnya keluarga Schmutzer mengenang

penyertaan dan belas kasih Hati Kudus Tuhan Yesus dengan menjalankan praktek

devosi.

Dari penelitian menjadi jelas pula bahwa pemberkatan candi oleh Mgr. van

Velsen telah “memproklamirkan” CHKTY bukan hanya sebagai monumen keluarga,

melainkan sebagai monumen perutusan jemaat. Artinya ada titik temu antara harapan

keluarga Schmutzer terhadap keberadaan candi dengan Gereja melalui Mgr. van

Velsen, SJ, yaitu agar candi menjadi tempat yang dipersembahkan kepada Hati

Kudus Tuhan Yesus. Seperti halnya Sendangsono menjadi tempat devosi kepada

Bunda Maria, maka demikian halnya CHKTY hendaknya menjadi tempat devosi

kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Tindakan sadar dan sengaja keluarga Schmutzer

dalam mendirikan tempat berdevosi mendapat legitimasi dari Gereja melalui Mgr.

van Velsen selaku uskup Batavia waktu itu.

Namun demikian keberadaan candi sebagai tempat untuk berdevosi umat

tidak terjadi hanya dari inisiatif keluarga Schmutzer yang telah mendapat legitimasi

dari Gereja. Tumbuhnya “benih” kebiasaan untuk berdevosi ini justru muncul secara

spontan dalam peristiwa peletakan batu pertama pembangunan candi. Dikisahkan

oleh L. van Ryckeversel, SJ, bahwa ketika upacara peletakan batu pertama sedang

berlangsung terjadi suasana yang sangat mengharukan.

“Ketika jemaat yang ada di situ, yang terdiri atas orang Jawa dan Belanda, Katolik dan Non Katolik, imam dan awam, tengah mengelilingi stupa, tiba-tiba muncullah seorang nenek pincang. Ia maju ke depan, berjalan pincang

Page 117: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

104

dengan kurk di lengannya meniti tiga tingkat stupa. Dari situ ia turun ke peringi, berlutut lalu menyembah tiga kali.“27 Peristiwa ini memperlihatkan adanya “religiusitas asli” masyarakat Ganjuran

yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Masyarakat Jawa di Ganjuran sudah

mempunyai kebiasaan religius dalam menghormati Yang Kudus. Religiusitas asli ini

pula yang telah menjadi unsur menentukan tumbuh berkembangnya peziarahan

CHKTY Ganjuran dari tempat devosi keluarga menjadi tempat devosi yang

mengumat. Penghormatan kepada Hati Kudus Tuhan Yesus seperti dilaksanakan

oleh Mbah Soinangun, saat sekarang juga dilakukan oleh para peziarah yang datang

ke peziarahan CHKTY Ganjuran.

“Pertumbuhan” CHKTY menjadi tempat devosi yang mengumat tampak pula

dengan sangat jelas dalam peristiwa yang sama seperti disampaikan L. van

Ryckeversel SJ. Menurut L. van Ryckeversel SJ, peristiwa peletakan batu pertama

pembangunan candi, tepat pada waktu hari jadi perkebunan tebu milik keluarga

Schmutzer, yaitu tanggal 26 Desember. Pesta ulang tahun ke 65 pabrik tebu Gondang

Lipuro berlangsung sangat meriah baik jasmani maupun rohani. Diiringi alunan

gamelan, sesudah misa kudus yang dipersembahkan Mgr. van Velsen, SJ di gereja

selesai, umat yang ratusan jumlahnya melakukan prosesi menuju stupa.28

Peristiwa ini menegaskan bahwa kebiasaan religius yang telah bertumbuh di

lingkup pabrik Gondang Lipuro dengan berbagai upacara slamatan yang mereka

laksanakan sehubungan dengan musim tanam “diperjumpakan” oleh kebiasaan

dalam tradisi Katolik untuk merayakan misa kudus sebagai ungkapan syukur atas

anugerah Allah. Kebiasaan religius yang telah ada di dalam masyarakat Ganjuran

27 Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. 2004. Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus

Ganjuran: Rahmat yang Menjadi Berkat. Yogyakarta: Dewan Paroki Ganjuran, 23. 28 Ibid. 22.

Page 118: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

105

untuk bersyukur dan mohon berkat pada Yang Kudus dalam aktivitas hidup yang

mereka jalani tidak dihapuskan, melainkan dimaknai secara baru berdasarkan iman

Katolik. Oleh karena itu praktek devosi saat sekarang ini yang berpuncak pada

prosesi kiranya juga muncul dan berkembang tak lepas dari apa yang sudah hidup

dalam devosi masyarakat Ganjuran. Hal inilah yang kemudian ditumbuhsuburkan

oleh Romo G. Utomo ketika mengajak umat untuk secara sadar menghidupkan

kebiasaan berdevosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Romo G. Utomo

“memadukan” kebudayaan Jawa dengan iman Katolik dalam ritual ziarah di

peziarahan CHKTY Ganjuran. Kemudian secara sistematis dengan membaharui

pengelolaan candi, pengadaan sarana dan prasarana serta berbagai upaya kreatif

lainnya, peziarahan CHKTY Ganjuran pun diperkembangkan sebagai tempat untuk

devosi umat. Dalam berbagai kesempatan baik yang sudah ditentukan oleh pihak

pengelola peziarahan maupun waktu yang dipilih sendiri, maka umat datang ke

peziarahan CHKTY Ganjuran untuk berdoa, memuji, memohon dan mengikuti ritual

ziarah yang ada. CHKTY Ganjuran pun sebagai tempat ziarah pada saat sekarang

menjadi tempat yang semakin ramai dikunjungi oleh peziarah baik secara pribadi

maupun kelompok.

2. Konstruksi yang Berkelanjutan

Sampai sekarang peziarahan CHKTY Ganjuran memang terus dikembangkan

menjadi tempat ziarah “yang layak”. Proses pembentukan CHKTY sebagai

peziarahan belum berakhir dan bahkan terus berkelanjutan. Kesadaran untuk

melakukan konstruksi yang berkelanjutan ini saat sekarang dirasakan semakin

dibutuhkan. Oleh karena itu berbagai upaya telah dilakukan untuk membangun

Page 119: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

106

wacana tentang CHKTY sebagai peziarahan. Dalam penelitian dapat kita ketahui

bahwa upaya membangun wacana ini dilakukan dengan cara antara lain pembuatan

brosur, selebaran (Suara Candi), buku panduan prosesi, buku doa dan lain-lainnya.29

Dari brosur yang ada maupun juga buku panduan diperlihatkan bagaimana

keberadaan CHKTY sebagai peziarahan. “Keseluruhan” hal sejauh mungkin

ditampilkan, sehingga memungkinkan banyak orang memperoleh informasi “yang

benar” tentang peziarahan CHKTY Ganjuran.

Setiap tempat ziarah memang biasanya mempunyai “legendanya” sendiri,

yang mesti menjelaskan asal usul tempat itu.30 Legenda ini diciptakan untuk

menumbuhkan maupun memperluas wacana tentang tempat ziarah tersebut. Oleh

karena itu apabila kita membaca informasi tentang suatu tempat ziarah akan muncul

kesan bahwa tempat itu seolah-olah “diusahakan” dengan pertimbangan bahwa

berguna sebagai saluran devosi. Legenda yang dibuat sejauh mungkin menonjolkan

apa yang khas dari peziarahan tersebut. Hal yang sama tampak pula sebagai

pergulatan dari peziarahan CHKTY Ganjuran dalam menampilkan identitasnya

sebagai tempat ziarah. Brosur, buku panduan prosesi, teks-teks misa novena maupun

berbagai media informasi yang lain telah menjadi sarana bagi pembentukan wacana

tentang peziarahan CHKTY Ganjuran dengan berbagai kekhasannya.

Selain wacana yang diperkembangkan oleh para pengelola peziarahan, ada

pula wacana yang lain yang bertumbuh dan berkembang melalui para peziarah.

Kesaksian para peziarah dalam mengikuti ritual ziarah di peziarahan CHKTY

Ganjuran telah menciptakan wacana tersendiri yang ikut menentukan identitas

29 Suara Candi sebagai selebaran kecil diterbitkan oleh Bidang Pelayanan Peziarahan. Lihat juga Chris

Subagya. 2002. “Menimba Berkat Hati Kudus Tuhan Yesus di Ganjuran”. dalam Utusan No. 06. Tahun ke- 52. Juni 2002, 6-7.

30 C. Groenen, OFM. 1988. Mariologi: Teologi dan Devosi. Yogyakarta, Kanisius, 190.

Page 120: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

107

CHKTY sebagai peziarahan. Begitu banyak peziarah yang tertarik untuk datang

berziarah di peziarahan CHKTY karena mendengar kesaksian para peziarah yang

sudah pernah datang lebih dulu. Kesaksian bahwa banyak permohonan dan doa yang

terkabul saat didoakan di tempat peziarahan CHTY Ganjuran ternyata juga jadi

“perangsang” yang ampuh bagi umat untuk datang berziarah. Demikian halnya

berbagai kesaksian yang disampaikan saat ritual ziarah semakin mengokohkan

“kebenaran” CHKTY sebagai peziarahan.

Hal yang sama terus diupayakan secara berkelanjutan oleh Dewan Paroki dan

para romo paroki Ganjuran untuk menyampaikan wacana “yang benar” tentang

peziarahan CHKTY Ganjuran. Mereka sebagai pemegang otoritas kiranya

mempunyai kekuasaan yang lebih untuk menguasai, menjinakkan dan mengontrol

keberadaan wacana tentang CHKTY. Hal ini berarti, apa saja yang disampaikan oleh

mereka sebagai “otoritas kebenaran” sehubungan dengan peziarahan Ganjuran ada

kemungkinan lantas dikanonisasikan atau menjadi pembenaran atau klaim

keseluruhan kebenaran akan wacana tentang CHKTY sebagai tempat ziarah yang

khas. Oleh karena itu konstruksi wacana tentang CHKTY tak bisa mengesampingkan

pentingnya tradisi dan praksis. Adanya berbagai upacara ritual, waktu-waktu ritual

khusus yang tertata rapi justru menegaskan bahwa upaya konstruksi wacana tentang

peziarahan CHKTY Ganjuran juga terjadi melalui tindakan, dan tradisi, yang

kesemuanya telah menjalani semacam kanonisasi.

Raymundus, mengingatkan bahwa perumusan identitas suatu kelompok

sosial mengandaikan adanya proses historis pembentukan dan pemeliharaannya.

Proses panjang yang mengandung ingatan kolektif itu berhubungan erat dengan

wilayah (teritori), nenek moyang (etnis, leluhur, silsilah) agama, bahasa, budaya dan

Page 121: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

108

kadang-kadang juga dengan makanan dan ikatan-ikatan sosial lainnya. 31 Perumusan

identitas peziarahan Candi HKTY juga mengalami proses yang panjang. Ada ingatan

kolektif yang terus dimunculkan ataupun dimaknai yaitu khususnya berkenaan

dengan keluarga Schmutzer. Merekalah yang mendirikan candi. Oleh karena itu

identitas peziarahan Candi HKTY selalu dikaitkan dengan awal mula keberadaannya.

Pengelola peziarahan selalu memunculkan apa yang menjadi maksud ‘awal’ dari

keberadaan candi untuk diperbandingkan dengan apa yang terjadi sekarang ini.

Dengan cara ini sekalipun konstruksi yang berkelanjutan tentang peziarahan CHKTY

Ganjuran terus dilakukan, namun tidak bisa menghilangkan maksud awal

keberadaannya, yaitu sebagai monumen syukur keluarga yang telah menjadi

monumen perutusan jemaat.

C. TANTANGAN KE DEPAN: TERUS MENJADI RUANG BAGI YANG

KUDUS

1. Terus Menjadi Ruang Perjumpaan dengan Yang Kudus

Bagaimana dalam situasi sekarang peziarahan CHKTY Ganjuran tetap bisa

bertahan dan juga berfaedah untuk kehidupan manusia? Pertanyaan ini menjadi

tantangan terbesar untuk melihat kembali keberadaan suatu peziarahan termasuk

peziarahan CHKTY Ganjuran di masa sekarang. Peziarahan sebagai ruang bagi Yang

Kudus kiranya harus tetap memungkinkan manusia (para peziarah) menemukan dan

“berjumpa” dengan Yang Kudus. Disamping itu seperti halnya disampaikan Victor

Turner, aktivitas ziarah di dalam suatu peziarahan hendaknya juga menghantar

31 Raymundus Sudhiarsa, SVD. Iman dan Budaya dalam Agenda Misi Gereja dalam Dialog Antara

Iman dan Budaya. Jakarta: Komisi Teologi Konferensi Waligereja Indonesia.128.

Page 122: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

109

subyek ziarah mengalami kebaharuan hidup dalam komunitas.32 Dengan cara

demikian, peziarah sebagai individu mengalami kebaharuan dalam menempatkan

dirinya di hadapan Yang Kudus dan dalam hidup dengan sesamanya.

Menurut Paus Yohanes Paulus II, keberadaan peziarahan di masa kini justru

sangat dibutuhkan, sebab di tengah pergolakan perubahan yang terus menerus umat

manusia juga mengalami keletihan dan menginginkan tempat, barangkali untuk

beribadat, supaya mereka menikmati istirahat, ruang kebebasan yang memungkinkan

dialog dengan dirinya, dengan sesama dan dengan Allah.33 Peziarahan di masa

sekarang ditantang untuk menjadi ruang perjumpaan manusia dirinya, sesamanya dan

dengan Yang Kudus.

Apa yang terjadi di peziarahan CHKTY Ganjuran saat sekarang ini

menegaskan adanya tantangan tersebut. Pembangunan peziarahan CHKTY sebagai

kompleks ziarah yang “nyaman” memunculkan tantangan untuk tetap tidak

meniadakan nuansa religiusnya. Hal ini terjadi karena adanya penataan kompleks

peziarahan dengan pembuatan sarana dan prasarana pendukung termasuk pengadaan

warung-warung yang menjual berbagai kebutuhan bagi peziarah dapat

mempengaruhi aktivitas peziarah. Sarana ziarah yang disediakan ternyata seringkali

justru menjadi tujuan. Hal yang sama dapat terjadi juga dalam pelaksanaan ritual

ziarah. Upaya peziarahan CHKTY untuk mempertahankan ritual ziarah yang

inkulturatif sebagai perjumpaan antara iman Katolik dan budaya Jawa tidaklah

langsung menjamin bagi para peziarah untuk menjalani laku ziarah dengan khidmat

dan membantu menghayati imannya. Ritual ziarah yang terlalu menekankan

keindahan dan kemeriahannya akan menjadi estetisme. Peziarah lebih tertarik pada 32 Wartaya Winangun. 1990. Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dan Komunitas menurut Victor

Turner. Yogyakarta: Kanisius, 40-43. 33 Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. 1999, 30-31.

Page 123: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

110

keindahan ritual ziarah daripada maksudnya yang utama, yaitu memuji dan

memuliakan Yang Kudus.

Kemasan ritual ziarah dituntut untuk tetap membantu peziarah beribadat

kepada Yang Kudus. Hal ini sekali lagi tidaklah mudah dan sungguh menjadi

tantangan besar bagi sebuah peziarahan termasuk peziarahan CHKTY Ganjuran.

Namun demikian, apa yang berkembang dewasa ini tentang kearifan tradisional,

yaitu pengetahuan yang ada dalam setiap tradisi keagamaan yang otentik kiranya

justru menjadi tantangan bagi setiap peziarahan untuk menggalinya sesuai dengan

“konteks” di mana peziarahan itu berada. Peziarahan CHKTY Ganjuran yang dikenal

dengan nuansa Jawa kiranya juga ditantang untuk semakin masuk dalam budaya

Jawa untuk menemukan berbagai konsep dan nilai yang mampu membantu para

peziarah mempunyai cara pandang yang baru terhadap “dunianya” yang didasarkan

pada horison spiritual. Peziarahan diharapkan tetap mampu menjadi ruang bagi para

peziarah untuk mengembangkan spiritualitasnya yang bersumber dari relasinya

dengan Yang Kudus.

2. Menempatkan Ritual Ziarah pada Tempatnya

Ritual ziarah yang diselenggarakan di peziarahan CHKTY Ganjuran semakin

berkembang dan mendapat perhatian besar tidak hanya oleh umat dan masyarakat

setempat, melainkan banyak dihadiri oleh umat dari berbagai daerah. Bahkan ada

pula yang hadir sebagai wisatawan. Ada berbagai macam hal yang menjadi alasan

kehadiran umat dan masyarakat. Salah satu alasan yang menonjol adalah karena

adanya upacara atau ritual ziarah yang menarik dan telah mengalami proses

inkulturasi. Ritual ziarah dipandang menarik karena kuatnya unsur seni yang berlatar

Page 124: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

111

belakang budaya Jawa yang ditampilkan. Oleh karena itu upacara yang semula lebih

banyak dihadiri umat, sekarang ini juga dihadiri oleh para wisatawan.

Keberagaman orang yang datang dalam ritual ziarah di peziarahan CHKTY

Ganjuran menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola peziarahan. Mereka ditantang

untuk tetap menempatkan ritual ziarah sebagaimana mestinya, yaitu membantu para

peziarah mencapai tujuan ziarah yang dijalani. Kunjungan ke tempat ziarah bagi

subyek ziarah dilakukan bukan untuk kepentingan rekreatif, tetapi religius. Oleh

karena itu ritual ziarah sekalipun dikemas dengan menarik perlu tetap dapat

membantu peziarah mengalami refleksi formatif sebagai orang beriman. Sebagai

subjek ritual, para peziarah perlu dihantar sampai pada upaya melihat kembali

ajaran-ajaran iman dan kebiasaan-kebiasaan hidup beriman yang telah dijalaninya,

sehingga pasca ziarah mereka mampu hidup baru sebagai orang beriman.

Untuk membantu peziarah mencapai tujuannya, pengelola peziarahan

CHKTY Ganjuran selalu membuat panduan untuk peziarah.34 Bahkan panduan ini

seringkali dibuat dengan sangat lengkap. Dalam panduan ini dengan rinci

disampaikan perihal ritual ziarah yang akan berlangsung. Hal-hal tersebut antara lain,

urutan upacara, para petugas, simbol-simbol yang digunakan beserta maknanya.

Dengan panduan yang ada, maka masing-masing pihak, baik itu petugas, peziarah,

dan wisatawan yang hadir pada waktu ritual ziarah sedang berlangsung bisa

menempatkan diri sebagaimana mestinya.

Namun demikian keberadaan panduan yang ada masih menuntut pengelola

peziarahan untuk mengemas ritual ziarah sedemikian rupa sehingga tidak hanya

membantu para peziarah mencapai tujuannya, melainkan juga terselenggara secara

34 Lihat Panitia Prosesi Dewan Paroki Gereja. 2004. Panduan Prosesi 2004. Yogyakarta: Dewan

Paroki Ganjuran. 1-80.

Page 125: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

112

menarik. Tuntutan untuk mengemas ritual ziarah secara menarik kiranya juga

menjadi tantangan bagi pengelola peziarahan CHKTY Ganjuran di masa sekarang.

Tuntutan ini tidaklah mudah untuk dipenuhi, karena harus menyatupadukan esensi

agama dengan unsur seni. Apabila pilihan membuat ritual ziarah yang menarik lebih

menonjolkan unsur seninya, maka yang terjadi adalah adanya pertunjukan ritual

ziarah. Bila hal ini yang dipilih, maka peziarahan bisa jatuh pada kecenderungan

untuk komoditifikasi agama, yaitu “menjual” ritual ziarah sebagai “dagangan” untuk

ditawarkan kepada para wisatawan, sehingga semakin banyak di antara mereka yang

hadir untuk “membeli” dengan cara menonton atau menikmatinya. Dengan kata lain

menempatkan ritual ziarah sebagaimana mestinya berarti mengambil pilihan untuk

tetap mengutamakan esensi agama dalam ritual ziarah yang hendak diselenggarakan

tanpa mengabaikan unsur seninya.

Peziarahan CHKTY Ganjuran kiranya terus-menerus dihadapkan pada

tantangan tersebut. Peziarahan CHKTY Ganjuran dituntut untuk senantiasa

menempatkan ritual ziarah pada tempatnya, yaitu untuk kepentingan ziarah bukan

wisata. Aktivitas ziarah bukan semata-mata untuk pertunjukan ritual agama pada

para peziarah, melainkan ajakan untuk mengungkapkan dan memperdalam hubungan

dengan Yang Kudus. Dengan demikian ritual ziarah bukanlah sekedar obyek (wisata)

ziarah melainkan yang terutama adalah sarana untuk memperkembangkan

religiusitas. Dengan mengambilbagian dalam ritual ziarah di peziarahan CHKTY

Ganjuran, para peziarah diharapkan dapat memperdalam spiritualitas hidupnya

khususnya spriritualitas Hati Kudus Tuhan Yesus.

Page 126: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

113

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Studi tentang pembentukan peziarahan CHKTY Ganjuran ini memunculkan

banyak gagasan penting. Kesimpulan berikut ini hendak mencoba menunjukkan

gagasan-gagasan yang dimaksud. Salah satu gagasan penting yang patut ditekankan

kembali adalah bahwa manusia sebagai peziarah di dunia ini tak henti-hentinya untuk

mencari dan menemukan Yang Kudus. Di tengah kehidupannya muncul saat-saat

dimana dia mengalami keletihan dan menginginkan tempat untuk menikmati

istirahat, ruang kebebasan yang memungkinkan dialog dengan dirinya, dengan

sesama dan dengan Yang Kudus. Tempat ziarah muncul dari kebutuhan dasar

manusia sebagai manusia religius untuk menemukan tujuan dan makna hidupnya,

serta menemukan peran Yang Kudus di dalamnya.

Di tempat ziarah manusia entah secara perorangan atau kelompok

melakukan ziarah dengan meninggalkan tempat tinggal, sahabat, aktivitas, keadaan

diri yang biasa, untuk merenungkan hidupnya, mengadakan pembersihan diri,

berkirim doa, atau pun memupuk imannya kepada Yang Kudus. Terbentuknya suatu

peziarahan menjadi tanggapan atas kebutuhan manusia akan ruang yang bisa menjadi

oase dalam perjalanan hidupnya. Tempat ziarah bagi manusia religius menjadi ruang

yang dipersembahkan bagi Yang Kudus, sehingga melalui aktivitas ziarah manusia

dapat mengalami kehadiranNya serta membangun relasi yang semakin mendalam

denganNya.

Page 127: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

114

Ada banyak unsur yang saling terkait yang berperanan membentuk suatu

peziarahan. Terbentuknya peziarahan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran juga

tak lepas dari keberadaan unsur-unsur tersebut. Unsur-unsur yang menentukan

keberadaan suatu peziarahan khususnya peziarahan CHKTY Ganjuran adalah adanya

candi Hati Kudus Tuhan Yesus sebagai obyek ziarah yang menjadi tanda kehadiran

Yang Kudus, adanya ritual ziarah yang dikenal sebagai ritual yang inkulturatif,

adanya legitimasi dari otoritas Gereja dan adanya pengakuan diri para peziarah dan

pengelola peziarahan.

Peziarahan ada karena manusia hendak mengkhususkan suatu ruang bagi

Yang Kudus. Oleh karena itu manusia meyakini bahwa suatu peziarahan terbentuk

(dan pantas) menjadi ruang Yang Kudus apabila Yang Kudus berkenan hadir di

dalamnya. Dalam peziarahan CHKTY Ganjuran diyakini bahwa Yang Kudus telah

hadir di dalam ruang yang disebut Candi Hati Kudus Tuhan Yesus melalui berbagai

tanda khususnya air Perwitasari. Munculnya air Perwitasari yang dapat

menyembuhkan merupakan tanda bahwa Yang Kudus yang mempunyai kuasa

menyembuhkan dan menghidupkan telah hadir melalui air Perwitasari tersebut.

Kehadiran Yang Kudus melalui keberadaan air Perwitasari diyakini menjadi tanda

kelihatan bahwa seluruh tempat atau wilayah dimana CHKTY berada adalah ruang

kudus, sehingga dapat menjadi tempat bagi manusia untuk berjumpa dan mengalami

kehadiran Yang Kudus melalui aktivitas ziarah..

CHKTY Ganjuran menjadi ruang bagi Yang Kudus dimana peziarah dapat

mengalami dan berjumpa dengan Yang Kudus karena adanya upacara pengudusan.

Upacara tersebut dikenal dengan istilah pemberkatan. Melalui upacara pemberkatan

candi yang dilakukan Mgr. van Velsen SJ, maka manusia melakukan tindakan

Page 128: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

115

religius untuk menguduskan suatu tempat, wilayah atau ruang bagi Yang Kudus.

Dengan upacara pengudusan (pemberkatan) manusia telah “menyucikan” suatu

ruang di mana candi Hati Kudus Tuhan Yesus berada menjadi ruang bagi Yang

Kudus. Oleh karena itu ruang yang sudah disucikan itu “beralih identitasnya” dari

ruang biasa (profan) menjadi ruang kudus. Upacara untuk pengudusan ini masih

terus dilaksanakan sampai sekarang. Keberadaan upacara yang ada di lingkup

CHKTY Ganjuran yang dikenal sebagai ritual ziarah menjadi unsur yang

menentukan pula keberadaan CHKTY sebagai suatu peziarahan. Upacara atau ritual

yang dilaksanakan itulah yang sekarang ini menjadi obyek ziarah yang mengundang

para peziarah untuk datang mengikutinya.

Terbentuknya CHKTY Ganjuran menjadi sebuah peziarahan seperti sekarang

ini tak lepas dari unsur lainnya, yaitu adanya legitimasi dari otoritas pemegang

kebenaran dan pemberi makna. CHKTY Ganjuran menjadi tempat ziarah dalam

lingkup Gereja Katolik karena adanya legitimasi yang telah diberikan oleh Gereja

Katolik. Gereja sebagai institusi religius memberikan legitimasi melalui Mgr. van

Velsen SJ yang melakukan pemberkatan candi, maupun melalui Mgr. I. Suharyo

yang menyatakan bahwa CHKTY menjadi tempat ziarah untuk “penerimaan”

indulgensi. Gereja memberikan legitimasi karena Gerejalah yang mempunyai otoritas

terkait dengan keberadaan CHKTY untuk menjadi ruang bagi Yang Kudus menurut

agama Katolik. Sebagai institusi religius, maka kuasa Gereja bukan dari diri Gereja

sendiri, melainkan dari “Realitas Purna”, yaitu Yang Maha Kuasa, oleh karena itu

legitimasi Gereja terhadap keberadaan ruang yang disebut peziarahan CHKTY

Ganjuran adalah legitimasi religius.

Page 129: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

116

Kehadiran Yang Kudus dalam ruang yang disebut peziarahan CHKTY

Ganjuran sangat diyakini oleh pengelola maupun para peziarah. Keyakinan ini

didukung oleh pengalaman mereka sendiri atau pun kesaksian dari peziarah yang lain

yang mereka percaya. Berbagai kisah yang tercipta sehubungan dengan pengalaman

akan peziarahan CHKTY berperanan pula menjadi unsur yang ikut membentuk

identitas ruang yang disebut sebagai peziarahan CHKTY Ganjuran.

Sebagai sebuah peziarahan, maka peziarahan CHKTY Ganjuran juga

menciptakan “legendanya” sendiri. Kisah besar tentang CHKTY Ganjuran sebagai

peziarahan meperlihatkan adanya berbagai kisah “kecil” yang kesemuanya

berperanan ikut menentukan/membentuk identitas CHKTY sebagai peziarahan.

Dalam studi tentang pembentukan peziarahan CHKTY yang telah dilakukan, hal ini

pun patut mendapat perhatian. Berbagai kisah “kecil” memang kait mengkait

membentuk kisah “besar” tentang fenomena yang disebut sebagai peziarahan

CHKTY Ganjuran. Kisah-kisah “kecil” tersebut adalah tentang peristiwa

pembangunan gereja, pembangunan candi dengan pemberkatannya, usaha pengelola

peziarahan diantaranya Romo G. Utomo Pr, penemuan air Perwitasari dan ritual

ziarah yang khas. Disamping itu ada begitu banyak kisah “yang lebih kecil” lagi dari

para peziarah, umat dan masyarakat atas pengalaman konkret mereka berkenaan

dengan peziarahan CHKTY Ganjuran. Kesemuanya mengambil bagian dalam

membentuk ruang yang sekarang dikenal sebagai Peziarahan CHKTY Ganjuran.

Akhirnya dari studi juga ditemukan bahwa proses pembentukan CHKTY

Ganjuran sebagi peziarahan masih terus berlanjut. Dari studi diketahui bahwa

keberadaan CHKTY Ganjuran sebagai peziarahan untuk devosi umat pada masa

sekarang “meneruskan” devosi keluarga Schmutzer. Artinya, peziarahan CHKTY

Page 130: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

117

Ganjuran berkembang dari tempat untuk devosi keluarga menjadi tempat untuk

devosi umat. Hal ini terjadi karena adanya perpaduan usaha sadar dan sengaja

pengelola peziarahan (bersama umat, peziarah dan berbagai pihak lainnya) dengan

unsur spontan dalam kehidupan umat dan masyarakat Ganjuran dengan tradisi

Jawanya serta adanya campur tangan Yang Kudus sendiri. Oleh karena itu

“pengembangan” peziarahan CHKTY Ganjuran tidak dapat melepaskan ketiganya.

Peziarahan CHKTY Ganjuran terus ditantang untuk mengembangkan

peziarahan yang menghargai dan memberi tempat yang semestinya pada

kebudayaan setempat (Jawa). Tantangan ini tidak mudah dalam aktualisasinya

melalui ritual ziarah yang inkulturatif, karena harus “memadukan” esensi agama

dengan unsur budaya Jawa dalam kemasan yang menarik. Oleh karena itu peziarahan

CHKTY Ganjuran dari waktu ke waktu ditantang untuk menempatkan ritual ziarah

pada tempat yang semestinya. Ada harapan agar ritual ziarah dalam nuansa Jawa

yang menjadi kekhasan di peziarahan CHKTY Ganjuran tidak jatuh sebagai sekedar

“tontonan” dalam rangka wisata ziarah. Pada akhirnya sesuai dengan “awal mula”

keberadaannya, peziarahan CHKTY Ganjuran ditantang pula untuk terus menjadi

ruang bagi Yang Kudus, khususnya untuk berdevosi kepada Hati Kudus Tuhan

Yesus, sehingga membantu peziarah untuk menimba spiritualitas hidup berdasarkan

Hati Kudus Tuhan Yesus.

B. SARAN

Terbentuknya peziarahan CHKTY Ganjuran tidak terjadi begitu saja. Begitu

banyak pihak yang terlibat di dalamnya. Namun demikian, keberadaan peziarahan

CHKTY Ganjuran amat ditentukan oleh institusi Gereja. Dalam proses pembentukan

Page 131: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

118

peziarahan CHKTY sangat jelas peran yang telah diambil oleh Gereja sejak awal.

Sekalipun inisiatif pembangunan candi muncul dari keluarga Schmutzer, namun

secara positif Gereja menanggapi dan menindaklanjuti. Apa yang telah terjadi dalam

awal pertumbuhan peziarahan CHKTY Ganjuran serta waktu-waktu selanjutnya

kiranya dapat menjadi pilihan peran institusi Gereja saat sekarang khususnya yang

diaktualisasikan melalui pengelola peziarahan. Gereja perlu terus-menerus terbuka

akan adanya aspirasi dari umat, peziarah dan masyarakat demi pertumbuhan dan

perkembangan CHKTY. Melalui penyediaan berbagai wadah yang ada, maka Gereja

dapat menampung aspirasi umat, peziarah dan masyarakat demi perkembangan lebih

lanjut dari peziarahan CHKTY.

Sebaliknya bagi umat, peziarah kiranya perlu menyadari perannya selama ini

sebagai aktor yang ikut mengambil bagian dalam pertumbuhan dan perkembangan

peziarahan CHKTY Ganjuran. Kesadaran akan peran diri umat, peziarah dengan

belajar dari keluarga Schmutzer kiranya akan memungkinkan tumbuhnya rasa

memiliki terhadap keberadaan peziarahan CHKTY. Dengan demikian umat, peziarah

pun termotiwasi untuk terus-menerus berperanan. Hanya dengan cara dialog terus-

menerus antara umat, peziarah dengan institusi Gereja (pengelola peziarahan), maka

peziarahan CHKTY akan tetap bertahan dalam pergulatan jaman.

Hal lain yang tak kalah penting adalah perlunya perhatian lebih khusus

berkenaan dengan ungkapan-ungkapan religius dalam ritual ziarah yang

diselenggarakan di peziarahan CHKTY Ganjuran. Ritual ziarah di peziarahan

CHKTY selama ini dikemas dengan nuansa Jawa. Kebudayaan Jawa dijadikan

wahana untuk mengungkapkan dan mengembangkan iman umat (peziarah). Kemasan

ritual ziarah dalam nuansa Jawa ini perlu terus-menerus dikaji pelaksanaannya

Page 132: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

119

khususnya untuk melihat sejauhmana efektivitasnya dalam membantu

pengembangan iman umat. Hal ini menjadi semakin mendesak karena kemasan ritual

ziarah dalam nuansa Jawa ini saat sekarang semakin menarik minat dan perhatian

wisatawan untuk menjadi obyek wisata ziarah.

Sekarang ini semakin kuat kecenderungan memperlakukan ritual ziarah yang

inkulturatif semata-mata sebagai obyek wisata ziarah, sehingga diharapkan

memenuhi selera wisatawan: dikemas dengan menarik, singkat dan padat. Oleh

karena itu pengelola peziarahan CHKTY Ganjuran bersama umat perlu membangun

komitmen untuk mengemas ritual ziarah yang ada dengan orientasi pada peziarah

bukan pada wisatawan. Ritual ziarah dilaksanakan untuk melayani umat, peziarah

dan bukan semata-mata demi kepentingan selera dunia pariwisata untuk

“diperdagangkan”. Untuk itu kerjasama pengelola peziarahan dengan berbagai pihak

bisa menjadi perhatian lebih lanjut dalam pengelolaan CHKTY Ganjuran sebagai

peziarahan yang khas, yaitu sebagai monumen perutusan jemaat.

Page 133: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

120

DAFTAR PUSTAKA

Agus Salim. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Dari Densin Guba dan

Penerapannya. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Andang L. Binawan, Al. 2003. “Lebaran dan Peziarahan Bersama”. dalam Kompas.

27 Nopember 2003

Basir. G Karimanto, OMI dan F. Sihol Siagian “Mengasih Maria Menagih Sejuta

Doa”. dalam Hidup No. 19 Tahun LV 13 Mei 2001.

Berger. Peter. L.1991. Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial. (terj.) Jakarta:

LP3ES.

Budi Sardjono. M. Ziarah Dari Sendangsono Sampai Puhsarang Kediri. 2002.

Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Budi Subanar. G. SJ. 2003. Soegija, Si Anak Betlehem van Java. Yogyakarta:

Kanisius.

Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. 2004. Gereja Hati Kudus

Tuhan Yesus Ganjuran: Rahmat yang Menjadi Berkat; HUT 80 Tahun. Chris

Subagya, (ed).Yogyakarta: Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus.

Dhavamony, Mariasusai. 1995. Fenomenologi Agama. (terj.). Yogyakarta: Kanisius.

Eliade, Mircea. 1959. The Sacred and The Profane. terj. Willard R. Trask. New

York: Harcourt, Brace and World Inc.

Eliade, Mircea. (ed.). 1986 The Encyclopedia of Religion, Volume VI. New York:

Macmillan Publishing Company.

Page 134: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

121

Esti Elihami, Lucia.1995. Sejarah Berdirinya Paroki Hati kudus Yesus Ganjuran:

Inkulturasi sebagai landasan tumbuh dan kembangnya Paroki Hati Kudus

Yesus Ganjuran Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma FKIP.

Geertz, Clifford. 2000. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Groenen, C. OFM. 1988. Mariologi: Teologi dan Devosi. Yogyakarta, Kanisius.

Hardjana. A.M.1993. Penghayatan Agama Yang Otentik & Tidak Otentik.

Yogyakarta: Kanisius.

Handriyo Widi Ismanto, Albertus.2002. “Setelah Disentuh Tyas Dalem di Ganjuran”.

dalam Majalah Utusan No. 06 Tahun ke-52, Juni 2002.

Hary Susanto, P.S. 1987. Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta:

Kanisius.

.2006. “Memeluk Agama, Menemukan Kebebasan: Mircea Eliade tentang

Manusia Arkhais”. dalam Sesudah Filsafat: Esai-Esai Untuk Franz Magnis

Suseno. Yogyakarta: Kanisius.

Hendropuspito, D. 1990. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Henny Alit. 2003. “Gua Maria Sendang Pawitra, Surya Indah di Gunung Lawu.”

dalam Hidup, No. 10 Tahun ke-57, 8 Maret 2003.

Heuken, A. 1995. Ensiklopedi Gereja I. Jakarta: Cipta Loka Caraka

Jacobs, Tom. 2002. “Devosi Kepada Hati Kudus Tuhan Yesus: Pujian atau

Permohonan”. dalam Utusan. No. 06. Tahun ke- 52. Juni 2002.

Konsili Vatikan II. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II. terj. R. Hardawiryana.

Jakarta: Obor.

Mardiatmadja, B.S., SJ. 2000. “Makna Ziarah di Tahun Yubelium”, dalam Hidup,

No. 40 Tahun LIV, 1 Oktober 2000, hal 13-14.

Page 135: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

122

Moleong, Lexy, J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

O’Collins, Gerald, SJ. 1996. Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius.

O’Donnell, Timothy Terrance. 1990. Ajaran Pimpinan Gereja mengenai Devosi

kepada HatiKudus Yesus. Terj. CB. Kusmaryanto, SCY. Palembang: Propinsi

SCY Indonesia.

. 1990. Santa Margareta Maria dan Devosi kepada HatiKudus Yesus. Terj.

CB. Kusmaryanto, SCY. Palembang: Propinsi SCY Indonesia.

Otto, Rudolf. 1939. The Idea of the Holy. London.

Panitia Prosesi Dewan Paroki Ganjuran. 2004. Panduan Prosesi 2004. Yogyakarta:

Dewan Paroki Ganjuran.

Schmutzer, Dr. J.J. Ten Berge S.J dan W. Maas dalam Europanisme of Katholicisme,

De Gemeenschap, Uitgevers- Utrech, Leuven, tanpa tahun.

Schroeder, Ralp. 2002. Max Weber tentang Hegemoni Kepercayaan. Yogyakarta:

Kanisius.

Shoshanna, Brenda. PHD. Zen, Wisdom terj. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer

Spillane, James J. S.J. 1994. Pariwisata Indonesia, Siasat Ekonomi dan Rekayasa

Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Subagya, Chris. 2002. “Menimba Berkat Hati Kudus Tuhan Yesus di Ganjuran”.

dalam Utusan No. 06. Tahun ke- 52. Juni 2002.

Sudhiarsa, Raymundus. SVD. Iman dan Budaya dalam Agenda Misi Gereja dalam

Dialog Antara Iman dan Budaya. Jakarta: Komisi Teologi Konferensi

Waligereja Indonesia.

Page 136: PEZIARAHAN SEBAGAI PENGUDUSAN RUANG BAGI YANG … · 2019. 3. 12. · dan pembentukan ruang bagi Yang Kudus, maka CHKTY Ganjuran telah mengalami proses menjadi ruang bagi Yang Kudus

123

Sudiarja. A. 2006. Agama di Zaman yang Berubah. Yogyakarta: Kanisius.

Sumandiyo Hadi, Y. 2006. Seni dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Buku Pustaka.

Supratikno Rahardjo. 2002. Peradaban Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu.

Yohanes Paulus II, Panitia Kepausan untuk Para Migran dan Perantau. 1999. Ziarah

dalam Yubileum Agung, terj. R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: Departemen

Dokumentasi dan Penerangan KWI.

Wartaya Winangun, Y. W. 1990. Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dan

Komunitas menurut Victor Turner. Yogyakarta: Kanisius.