114
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Proses penuaan akan selalu terjadi pada setiap mahluk hidup, di mana proses tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor. Sehingga banyak usaha untuk menunda proses penuaan dengan memberi intervensi terhadap faktor-faktor tersebut agar kualitas hidup tetap baik pada usia lanjut. Menjadi tua adalah suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak mencolok. Penuaan akan terjadi pada hampir semua sistem tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Meskipun proses menjadi tua merupakan gambaran yang universal, tidak seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab penuaan dan mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. Pesatnya perkembangan ilmu dan tehnologi secara ilmiah menemukan bahwa proses penuaan dapat diperlambat sehingga menyebabkan sebagian orang berusaha melakukan berbagai upaya untuk menghambat ataupun mengobati penuaan termasuk penuaan pada kulit (Pangkahila, 2007; Afaq dan Mukhtar, 2010). Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan, tapi sebenarnya dibagi dua kelompok teori yaitu teori stokastik dan teori nonstokastik. Dan proses yang mempengaruhi penuaannya juga dibagi dua kelompok, yaitu penuaan intrinsik (proses yang berkaitan dengan genetik) dan ekstrinsik (proses akibat akumulasi dari kerusakan akibat pengaruh lingkungan). Paling banyak dapat diantisipasi adalah

photoaging mekanisme

Embed Size (px)

DESCRIPTION

photoaging mekanisme

Citation preview

Page 1: photoaging mekanisme

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Proses penuaan akan selalu terjadi pada setiap mahluk hidup, di

mana proses tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor. Sehingga banyak

usaha untuk menunda proses penuaan dengan memberi intervensi terhadap

faktor-faktor tersebut agar kualitas hidup tetap baik pada usia lanjut.

Menjadi tua adalah suatu proses natural dan kadang-kadang tidak

tampak mencolok. Penuaan akan terjadi pada hampir semua sistem tubuh

manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu

yang sama. Meskipun proses menjadi tua merupakan gambaran yang

universal, tidak seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab penuaan

dan mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. Pesatnya

perkembangan ilmu dan tehnologi secara ilmiah menemukan bahwa proses

penuaan dapat diperlambat sehingga menyebabkan sebagian orang

berusaha melakukan berbagai upaya untuk menghambat ataupun

mengobati penuaan termasuk penuaan pada kulit (Pangkahila, 2007; Afaq

dan Mukhtar, 2010).

Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses

penuaan, tapi sebenarnya dibagi dua kelompok teori yaitu teori stokastik

dan teori nonstokastik. Dan proses yang mempengaruhi penuaannya juga

dibagi dua kelompok, yaitu penuaan intrinsik (proses yang berkaitan

dengan genetik) dan ekstrinsik (proses akibat akumulasi dari kerusakan

akibat pengaruh lingkungan). Paling banyak dapat diantisipasi adalah

Page 2: photoaging mekanisme

2

faktor ekstrinsik (seperti gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan

yang salah, polusi lingkungan, cuaca dan iklim yang ekstrim, stres, dan

kemiskinan). Untuk kita di daerah tropis, faktor ekstrinsik ini yang sering

menyebabkan penuaan dini kulit (premature skin aging). Beberapa hal

yang menjadi faktor ekstrinsik seperti paparan sinar UV, deterjen, dan

beberapa zat topikal tertentu pada kulit.

Faktor lingkungan yang paling berperan adalah radiasi sinar

ultraviolet yang dapat merusak telomer dan menginduksi radikal bebas

sehingga menimbulkan penuaan seluler (Kosmadaki dan Gilchrest, 2004),

sehingga istilah penuaan dini kulit sering disebut pula dengan istilah

photoaging (Garmyn et al., 2004).

Photoaging akan terjadi apabila kulit terpapar sinar UV secara

kronik dan berulang dalam kurun waktu tertentu. Pajanan kronis sinar

UVA dan UVB sangat berperan dalam terjadinya photoaging dan

photocarcinogenesis (Holder dan Richard, 2004; Gloster dan Nail, 2006;

Kochevar dan Taylor, 2008). Kerusakan kulit pada photoaging dapat

terjadi pada komponen epidermis, dermis maupun jaringan appendages

kulit. Salah satu perubahan mikroskopis yang terjadi pada lapisan dermis

kulit yang mengalami photoaging dapat berupa berkurangnya jumlah serat

kolagen secara bermakna (Yaar et al., 2008; Walker et al., 2008),

berkurangnya kelenjar lemak dan kelenjar keringat sehingga menyebabkan

berkurangnya kelembaban pada kulit.

Page 3: photoaging mekanisme

3

Kolagen adalah salah satu komponen serat yang dominan pada

lapisan dermis kulit. Serat kolagen banyak berperan pada kekompakan dan

kekenyalan kulit. Apabila terjadi kerusakan pada dermis akibat paparan

UV, maka akan terjadi perubahan berupa berkurangnya jumlah serat

kolagen dan berakibat pada ketebalan kolagen berkurang, serat kelarutan

serat kolagen berkurang (Diegelman, 2008).

Kerusakan kolagen akibat paparan sinar UVB akibat pengaruh

radikal bebas, yang menimbulkan kerusakan pada tingkat seluler dan pada

akhirnya berakibat pada kematian sel serat kolagen maupun sel fibroblas

yang memproduksi kolagen (Diegelman, 2008; Fischer et al., 2008).

Apabila terjadi kerusakan pada serat kolagen maka akan terjadi pula

kerusakan pada gugus asam amino.

Teori radikal bebas yang dikemukakan oleh Harman pada tahun

1956 merupakan teori yang paling luas dikenal sebagai penyebab penuaan.

Tubuh manusia memiliki mekanisme perlawanan terhadap stres oksidatif

dengan membentuk antioksidan yang akan mengurangi dan menetralisir

radikal bebas, baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik. Namun

paparansinar ultraviolet dan sumber radikal bebas lainnya (seperti

merokok, polusi) dapat mengalahkan sistem perlawanan alami tubuh

tersebut sehingga kontrol terhadap perlawanan alami menjadi tidak

adekuat dan terbentuk kerusakan oksidatif (Pinnell, 2003).

Antioksidan merupakan molekul yang dapat bekerja pada kulit

untuk mengurangi efek reactive oxygen species (ROS), yang terbentuk

Page 4: photoaging mekanisme

4

sebagai akibat dari sinar ultraviolet dan mengakibatkan kerusakan kolagen.

Perkembangan terakhir banyak mengarah pada penggunaan antioksidan

baik oral maupun topikal untuk melawan penuaan kulit, namun publikasi

tentang hal ini termasuk minim. Banyak produk perawatan kulit yang

menggunakan antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, ferulic acid,

koenzim Q-10, teh hijau, pycnogenol, sylimarin, idebenone (Baumann,

2008). Antioksidan tersebut dapat merangsang produksi kolagen dermis

dengan meningkatkan produksi Tissue Inhibitor of Matrix

Metalloproteinas-1 di dermis yang berfungsi untuk menghambat

pemecahan kolagen-1.

Dengan demikian untuk mencegah kerusakan selular yang

berhubungan dengan stres oksidatif maka penting untuk menjaga

keseimbangan antioksidan dan oksidan dengan suplementasi antioksidan

(Hanggono, 2004). Salah satu tanaman Indonesia yang bisa dimanfaatkan

untuk tujuan tersebut adalah buah manggis (Garcinia mangostana),

terutama pemanfaatan kulit buahnya. Tanaman manggis berasal dari hutan

tropis di kawasan Asia Tenggara, salah satunya Indonesia. Sudah lama

masyarakat tradisional kita mempercayai dan menggunakan kulit manggis

sebagai masker untuk mencerahkan, melembabkan dan mengencangkan

kulit. Kulit manggis mengeksudasikan resin kuning yang kaya akan xanton

(Akao et al., 2008). Mangostin adalah unsur xanton utama, dan terdapat

pada tanaman manggis (Peres et al., 2000). Priya et al., (2010)

mengekstraksi kulit manggis menemukan kandungan 95% xanton,

Page 5: photoaging mekanisme

5

disamping itu didapat juga kandungan isoflavon, tannin dan flavonoid

(Priya et al., 2010).

Pada penelitian pendahuluan untuk menguji efektifitas dosis kulit

manggis terhadap peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi

MMP-1 dermis pada mencit yang akan dilakukan pada penelitian ini

didapat hasil bahwa diantara dosis kulit manggis 25%, 50% dan 95%,

ternyata dosis 95% adalah yang paling optimal didalam hal peningkatan

jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 dermis pada mencit

(Ericson, 2014).

Dengan demikian penulis ingin melakukan penelitian untuk

menilai efek proteksi dan peremajaan kulit dari ekstrak kulit manggis dan

seberapa besar kandungannya sebagai antioksidan terhadap hewan

percobaan yang dipaparkan ultraviolet sehingga terjadi aging skin.

1.2 Rumusan masalah

1. Apakah pemberian solutio ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia

mangostana) 95% meningkatkan jumlah kolagen dermis pada kulit

mencit yang dipapar UVB ?

2. Apakah pemberian solutio ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia

mangostana) 95% menurunkan ekspresi matriks metalloproteinase-

1 pada kulit mencit yang dipapar UVB ?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Page 6: photoaging mekanisme

6

Membuktikan bahwa pemberian solutio ekstrak etanol kulit

manggis (Garcinia mangostana) 95% menghambat penuaan kulit pada

kulit mencit yang dipapar UVB.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Membuktikan bahwa pemberian solutio ekstrak etanol kulit manggis

(Garcinia mangostana) 95% meningkatkan jumlah kolagen dermis

pada kulit mencit yang dipapar UVB.

2. Membuktikan bahwa pemberian solutio ekstrak etanol kulit manggis

(Garcinia mangostana) 95% menurunkan ekspresi matriks

metalloproteinase-1 pada kulit mencit yang dipapar UVB.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat ilmiah

Memberikan informasi ilmiah mengenai peranan kulit manggis

dalam meningkatkan jumlah kolagen dermis dan menurunkan ekspresi

matriks metalloproteinase-1.

1.4.2 Manfaat aplikasi

Mendukung pengembangan penelitian kulit manggis sebagai

alternatif antioksidan topikal dalam hal menghambat penuaan kulit melalui

peningkatan jumlah kolagen dermis dan penurunan ekspresi matriks

metalloproteinase–1.

Page 7: photoaging mekanisme

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan

Proses menua merupakan suatu akumulasi secara progresif

berbagai perubahan patologis di dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring

dengan waktu. Disamping itu, proses penuaan akan disertai menghilangnya

kemampuan jaringan secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti

diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tubuh

tidak dapat bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan

tersebut (Rabe et al., 2006).

2.2 Penuaan kulit

2.2.1 Macam proses penuaan kulit

Proses menua kulit mempunyai dua fenomena yang saling

berkaitan dan sering tumpang tindih. Yang pertama adalah penuaan

intrinsik (intrinsic aging, chronological aging) (Gilchrest dan Krutmann,

2006).

1. Penuaan intrinsik dikenal juga dengan proses penuaan secara alamiah,

yang merupakan proses yang terus berlangsung, biasanya dimulai pada

usia 20 tahunan yang disebabkan oleh berbagai faktor dari faktor

fisiologis tubuh sendiri seperti faktor genetik, hormonal dan ras (Chung

et al., 2003; Yaar dan Gilchrest, 2008), maupun faktor patologis seperti

penyakit dan kekurangan gizi. Penuaan intrinsik tersebut, terjadi oleh

karena akumulasi kerusakan endogen yang disebabkan oleh

Page 8: photoaging mekanisme

8

pembentukan senyawa oksigen reaktif selama metabolisme oksidasi

seluler. Pemendekan telomer pada pembelahan sel juga dapat dikatakan

sebagai salah satu penyebab penuaan intrinsik pada kulit, selain oleh

karena penurunan faktor pertumbuhan dan hormon. Manifestasi klinis

penuaan kronologis kulit dapat berupa serosis, kelemahan, kerutan dan

gambaran tumor jinak seperti keratosis seboroik dan angioma buah ceri.

Proses penuaan dari seseorang ternyata dipengaruhi oleh gen

tetentu. Kondisi kulit orang tertentu, ada yang memiliki kecenderungan

mengalami proses penuaan lebih awal seperti kecenderungan untuk

timbul keriput. Di dunia ini ada berbagai macam ras dan masing-

masing mempunyai struktur kulit yang berbeda terutama struktur kulit

yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh terhadap lingkungan. Ras

kaukasia lebih mudah mengalami terbakar surya dan akan lebih mudah

mengalami penuaan dini kulit, terjadinya lesi prekanker kulit atau

kanker kulit dibandingkan dengan kulit berwarna (Yaar dan Gilchrest,

2008).

Pengaruh hormonal erat hubungannya dengan umur seseorang.

Proses menua fisiologis lebih terlihat pada wanita yang memasuki masa

menopause. Pada masa tersebut fungsi ovarium menurun, menyebabkan

estrogen berkurang yang mengakibatkan kekeringan dan penurunan

elastisitas kulit sehingga dapat menyebabkan penuaan kulit (Klatz dan

Goldman, 2003; Rabe et al., 2006).

Page 9: photoaging mekanisme

9

2. Penuaan ekstrinsik (photoaging), terjadi sebagai akibat kerusakan

kumulatif dari radiasi sinar ultraviolet.

Paparan sinar matahari, dapat menginduksi penuaan kulit lebih

awal dan sering disebut dengan istilah premature skin aging. Gambaran

klinis penuaan ini terbatas pada daerah terpapar sinar UV seperti wajah,

leher, lengan dan punggung tangan. Penuaan ekstrinsik pada kulit pada

umumnya disebabkan paparan sinar UV sehingga dikenal dengan istilah

photoaging (Glogau, 2004).

Radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 200 - 400 nm

merupakan 5% dari seluruh kisaran radiasi sinar matahari. Secara

umum sinar ultraviolet dibagi menjadi tiga, yaitu UVA (320 - 400nm),

UVB (290 - 320nm), UVC (300 - 290nm). UVC dapat terabsorbsi

secara langsung oleh lapisan ozone di atmosfer.

Radiasi UV dapat mengakibatkan aktivasi reseptor permukaan sel

yang mengakibatkan propagasi sinyal intraseluler dan sintesis faktor

transkripsi. Protein inti yang berikatan dengan DNA dapat

meningkatkan atau menekan gen transkripsi. Salah satu faktor

transkripsi yang secara cepat dan prominen dapat terinduksi oleh radiasi

sinar UV adalah AP-1. AP-1 dapat mempengaruhi gen transkripsi

kolagen pada fibroblas, menurunkan level prokolagen-I dan

prokolagen-III, selain itu AP-1 juga dapat merangsang gen transkripsi

yang mengkode matrix-degrading enzyme seperti metalloproteinase.

Page 10: photoaging mekanisme

10

Pada kulit yang mengalami photoaging tersebut dapat

memperlihatkan gambaran klinis berupa permukaan yang kasar, kerutan

halus dan kasar, bercak kekuningan, kering, dan telangiektasis (Rigel

et.al., 2004; Gilchrest dan Krutmann, 2006).

Kelembaban udara juga berpengaruh pada terjadinya proses

penuaan kulit. Kelembaban udara yang rendah, paparan angin dan suhu

dingin akan mempercepat penguapan air kulit yang akan menyebabkan

kulit menjadi kering dan mempercepat terjadi penuaan kulit. Berbagai

bahan yang meningkatkan pembentukan radikal bebas dapat

mempercepat penuaan kulit, antara lain: sinar X, sinar UV, polusi

kendaraan bermotor, gas N2O, freon, asap rokok, diet karbohidrat

dengan kalori tinggi, bahan pengawet, pewarna dan pelezat.

Penggunaan kosmetik yang tidak sesuai dengan kondisi kulit dapat

menyebabkan kekeringan kulit dan pada akhirnya dapat terjadi penuaan

kulit. Terlalu sering menggunakan sabun, detergen, pembersih berkadar

alkohol tinggi pada jenis kulit normal atau kering akan mempercepat

terjadi penuaan kulit (Chung et al., 2003; Soepardiman, 2003).

Sumber : catatan kuliah penuan kulit oleh Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna, Spkk

Gambar 2.1. Gambar perbandingan kulit muda dan tua.

Page 11: photoaging mekanisme

11

Tabel 2.1. Perubahan kulit secara klinis dan histologis karena penuaan kulit.

Epidermis Dermis Lain-lain

Dermal-epidermal

junction menyempit

Atrofi (kehilangan

volume dermal)

Rambut kehilangan

pigmen

Ketebalan bervariasi Fibroblas berkurang Kehilangan rambut

Ukuran dan bentuk sel

bervariasi

Sel mast berkurang Perubahan rambut

terminal menjadi rambut

vellus/halus

Nukleus atipik berkala Pembuluh darah

berkurang

Dasar kuku yang

abnormal

Melanosit berkurang Loop kapiler memendek Kelenjar berkurang

Sel Langerhans berkurang Ujung saraf abnormal

Sumber : catatan kuliah penuan kulit oleh Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna, Spkk

2.2.2 Teori terjadinya proses penuaan

Secara perspektif penuaan dibagi tiga sudut pandang : usia biologis

(kapasitas fungsi sistem organ), usia psikologis (kapasitas perilaku

adaptasi), usia sosial (perubahan peran & perilaku sesuai usia manusia).

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menjelaskan lebih kearah

sudut pandang usia biologis. Teori ini berfokus pada proses biologi dalam

kehidupan seseorang dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh

dapat secara independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang

bersifat patologis. Teori biologi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu (

Klatz dan Goldman, 2003; Yaar dan Gilchrest, 2008) :

Page 12: photoaging mekanisme

12

1. Teori stokastik/ Stochastic theories

Bahwa penuaan merupakan suatu kejadian yang terjadi secara acak /

random dan akumulasi setiap waktu. Teori ini terdiri dari :

a. Free radical theory (teori radikal bebas)

Banyak teori yang menjelaskan mengenai penuaan, yang paling

banyak dianut adalah teori radikal bebas. Riset anti penuaan Dr.

Denham Harman pada tahun 1954 mengemukakan teori radikal bebas.

Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan

ireversibel akibat senyawa pengoksidan.

Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan

bagian molekul yang sagat reaktif. Molekul ini mempunyai muatan

ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein,

mengubah bentuk dan sifatnya. Molekul ini juga dapat bereaksi dengan

lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi

permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel lainnya.

Radikal bebas adalah elektron dalam tubuh yang tidak memiliki

pasangan sehingga akan berusaha mencari pasangan agar dapat

berikatan dan stabil. Sebelum mendapat pasangan radikal bebas akan

terus menerus merusak sel tubuh termasuk sel tubuh normal. Hal

tersebut mengakibatkan sel akan cepat rusak dan menua, bahkan

mungkin dapat menimbulkan terjadi kanker atau keganasan.

Page 13: photoaging mekanisme

13

Radikal superoksid dan hidroksil akan terbentuk saat respirasi

mitokondria yang timbul akibat autooksidasi berbagai molekul

intraseluler serta akibat pengaruh lingkungan seperti sinar ultraviolet.

Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal

bebas terbesar, secara spesifik, oksidasi lemak, protein dan

karbohidrat dalam tubuh menyebabkan terbentuknya formasi radikal

bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas.

Enzim superoksid dismutase akan berkurang seiring bertambahnya

umur sehingga akan mengakibatkan antioksidan alami tubuh tidak

mampu lagi menetralisir oksidan yang terbentuk.

b. Teori kelainan alat (Orgell error theory)

Kesalahan transkripsi DNA akan dapat menghasilkan RNA yang

tidak sempurna, hal tersebut mengakibatkan kelainan pada berbagai

enzim dan protein intraseluler sehingga terjadi gangguan fungsi sel

dan menyebabkan kerusakan atau kematian sel bersangkutan. Teori

kesalahan didasarkan pada gagasan di mana kesalahan dapat terjadi di

dalam rekaman sintese DNA. Kesalahan ini diabadikan dan

secepatnya didorong kearah sistem yang tidak berfungsi di tingkatan

yang optimal. Jika proses transkripsi dari DNA terganggu maka akan

mempengaruhi suatu sel dan akan terjadi penuaan yang berakibat pada

kematian. Jumlah enzim yang tidak aktif akan semakin bertambah

dengan meningkatnya umur.

Page 14: photoaging mekanisme

14

c. Teori ikatan silang (Cross-linkage theory)

Proses menua terjadi akibat DNA dan molekul lainnya akan saling

melekat, saling memilin (Crosslink) sehingga terbentuk ikatan silang

yang progresif antara protein intraseluler dan interseluler seperti

contoh pada serabut kolagen. Ikatan silang ini akan meningkat dengan

bertambahnya umur. Akibatnya protein yang sudah rusak tidak dapat

dicerna oleh enzim protease, sehingga ikatan silang ini akan

menyebabkan penurunan elastisitas dan kelenturan kolagen pada

membran basalis atau pada substansi dasar jaringan penyambung,

mengurangi elastisitas protein dan molekul. Akibatnya pada kulit bisa

terjadi kerutan, pada ginjal fungsi penyaringan menjadi berkurang dan

pada mata dapat menimbulkan katarak (kekeruhan lensa mata),

ataupun kerusakan organ yang lain.

d. Wear and tear theory (Teori pakai dan rusak)

Dipublikasikan pertama sekali oleh Dr. Augus Weistman seorang

biologis dari Jerman pada tahun 1882. Teori ini mengatakan bahwa

manusia diibaratkan seperti mesin. Sehingga perlu adanya perawatan.

Dan penuaan merupakan hasil dari penggunaan yang terus menerus

dan berlebihan.

e. Teori neuroendokrin

Vladimir Dilman, Ph.D. menjelaskan teori kerusakan akibat

pemakaian dengan berfokus pada sistem neuroendokrin, jaringan

biokimia rumit yang mengatur pelepasan hormon dan elemen-elemen

Page 15: photoaging mekanisme

15

vital tubuh lainnya. Ketika muda, hormon-hormon kita bekerja

bersama-sama untuk mengatur berbagai fungsi-fungsi tubuh, termasuk

respon kita terhadap panas, dingin dan aktifitas seksual kita. Kelenjar

sebesar kacang kenari ini terletak dalam otak dan bertanggung jawab

untuk reaksi berantai hormonal kompleks yang dikenal dengan nama

lain thermostat tubuh.

Hormon penting fungsinya untuk memperbaiki dan mengatur

fungsi-fungsi tubuh. Sejalan dengan bertambahnya usia, tubuh

memproduksi hormon-hormon dalam kadar yang lebih rendah dan

dapat menyebabkan efek berbahaya, termasuk penurunan

kemampuannya dalam memperbaiki tubuh dan mengatur tubuh.

Produksi hormon sangat interaktif : produksi satu tetes hormon

apapun akan mempengaruhi mekanisme secara keseluruhan, seperti

menyampaikan sinyal pada organ-organ lain untuk melepaskan

hormon lainnya dalam kadar yang lebih rendah sehingga bagian-

bagian tubuh lainnya juga akan mengeluarkan hormon dalam kadar

yang lebih rendah. Dan bilamana salah satu hormon produksinya

berkurang akan menyebabkan produksi hormon yang lain dapat

berubah, bisa berkurang dan bahkan malah bertambah.

f. Teori telomerase

Teori penuaan telomerase adalah teori baru tentang penuaan yang

menawarkan banyak kemungkinan yang menjanjikan dalam bidang

obat-obatan anti penuaan. Teori ini lahir dari hasil temuan kemajuan

Page 16: photoaging mekanisme

16

ilmu-ilmu genetika dan teknologi genetika. Pertama kali ditemukan

oleh sekelompok ahli dari Geron Corporation di Menlo Park,

California, telomer adalah sekumpulan asam nukleat yang merupakan

perpanjangan dari ujung kromosom. Telomer bertugas untuk

mempertahankan integritas kromosom. Setiap kali sel-sel kita

membelah, telomer akan memendek. Terutama, saat ujung telomer-

DNA terlalu pendek, pembentukan sel akan melambat dan kemudian

akan berhenti sama sekali. Hal ini diyakini kemungkinan sebagai

mekanisme untuk jam selular penuaan.

Para ahli menemukan bahwa elemen kunci dalam membentuk

kembali telomer-telomer kita yang hilang adalah enzim telomerase

abadi sebuah enzim yang hanya ditemukan dalam sel-sel kuman dan

kanker. Telomerase berfungsi untuk memperbaiki dan memperbaharui

telomer, memanipulasi mekanisme berdetaknya jam yang mengatur

jangka waktu terbelahnya sel.

2. Teori nonstokastik/Nonstochastic theories

Proses penuaan disesuaikan menurut waktu tertentu

a. Programmed theory (teori kontrol genetik)

Pembelahan sel dibatasi oleh waktu, sehingga suatu saat tidak

dapat regenerasi kembali. Teori ini mengatakan bahwa kita sudah memiliki

program genetik dalam DNA masing-masing, yang akan mengatur fungsi

fisik dan mental masing-masing individu. Keturunan genetik ini yang

menentukan berapa usia kita yang mulai menua, usia berapa kita akan

Page 17: photoaging mekanisme

17

meninggal, setiap manusia seakan memiliki jam waktu (seperti bom

waktu) yang berdetik terus sampai masanya habis. Dan setelah itu kita

meninggal.

b. Immunity theory

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat

menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali

dirinya sendiri. Mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada

antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan system imun

tubuh mengalami perubahan, dan dapat dianggap sebagai sel asing. Hal

inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Di lain pihak,

system imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada

proses penuaan dan daya serangnya terhadap sel kanker mengalami

penurunan.

2.2.3 Penyebab penuaan kulit

Proses penuaan itu berhubungan dengan perubahan yang terjadi

secara terus-menerus pada semua jaringan termasuk pada kulit.

Perubahan ini termasuk kehilangan interstitial matriks protein dalam sel.

(Jenkins, 2002). Penuaan kulit secara intrinsik berupa pengurangan

ketebalan kulit dan perubahan karakteristik dari susunan jaringan.

Gambaran klinis dari perubahan karakteristik tersebut, seperti terjadinya

kerutan halus, permukaan jaringan yang lebih kasar dan timbulnya

hiperpigmentasi.

Page 18: photoaging mekanisme

18

Secara umum diasumsikan penyebab dari proses penuaan kulit ini

dapat dipengaruhi oleh latar belakang etnis, gaya hidup dan paparan sinar

matahari secara terus-menerus (Gilchrest dan Krutmann, 2006).

2.3 Photoaging

2.3.1 Definisi

Photoaging adalah kelainan dan kerusakan kulit yang diakibatkan

paparan kronis sinar UV pada kulit yang memang sudah mengalami

penuaan intrinsik. Banyak fungsi kulit yang menurun seiring dengan

bertambahnya usia kronologis, akan tetapi pada photoaging terjadi lebih

cepat. Jadi photoaging dianggap sebagai kondisi makroskopis,

mikroskopis dan fungsional kulit akibat pajanan kronik dan berulang

terutama disebabkan radiasi ultraviolet matahari atau sumber sinar

buatan (Glogau et al., 2004).

2.3.2 Kondisi kulit akibat photoaging

2.3.2.1 Perubahan klinis kulit pada photoaging

Penuaan merupakan proses multifaktorial yang kompleks dan

mengakibatkan sejumlah perubahan fungsional dan estetik pada kulit.

Perubahan ini dipengaruhi faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Proses

menua kulit berlangsung secara lambat tetapi pasti, mulai tampak jelas

adanya keriput pada wajah, lipatan kulit dan garis ekspresi lebih nampak

serta penurunan kulit (kendor) terutama pada dagu. Kulit muka menjadi

kering, tipis dan kasar serta berkurangnya elastisitas, tidak jarang disertai

bercak-bercak hiperpigmentasi dan tumor jinak kulit sehingga akan

Page 19: photoaging mekanisme

19

sangat mempengaruhi penampilan seseorang (Kochevar dan Taylor,

2008).

Proses penuaan pada orang-orang tertentu dapat terjadi sesuai usia,

tetapi pada sebagian orang proses menua kulit lebih awal atau disebut

premature skin aging. Salah satu faktor yang sering dikambing-hitamkan

mempercepat penuaan kulit adalah pengaruh sinar UV, sehingga sering

disebut pula dengan photoaging. Tanda klinis yang berhubungan dengan

photoaging adalah depigmentasi, kekenduran, kerutan, telangiektasia,

penampakan seperti kulit hewan yang disamak (leather), dan keganasan

kulit. Seborrhoeic keratosis adalah pertumbuhan proliferatif jinak,

merupakan salah satu contoh dari ciri karakteristik kulit yang telah

mengalami penuaan dan berhubungan dengan paparan matahari.

Fenotipe spesifik yang merupakan akibat dari paparan matahari dapat

terlihat jelas pada kasus actinic elastosis dan sindroma Favré-Racouchot

(elastosis noduler dengan kista dan komedo) (Moyal dan Fontainer,

2004).

2.3.2.2 Perubahan histopatologi pada kulit photoaging

Secara histopatologis, kulit yang telah mengalami photoaging

memperlihatkan hilangnya polaritas epidermal atau kekacauan proses

maturasi sel keratinosit. Keratinosit menunjukkan gambaran atipik,

terutama pada lapisan epidermis yang lebih dalam. Ketebalan epidermis

yang terlindung dari matahari pun dapat berkurang seiring dengan

bertambahnya usia, walaupun beberapa laporan memperlihatkan bahwa

Page 20: photoaging mekanisme

20

jumlahnya masih relatif konstan. Terjadi penipisan atau pendataran taut

dermoepidermal yang dapat menyebabkan penampakan menyerupai

atrofi seperti yang terlihat pada poikiloderma (Garmyn et al., 2004;

Rabello-Fonseca et al., 2008).

Secara menyeluruh, jumlah sel-sel pada dermis yang mengalami

photoaging akan meningkat. Fibroblas mengalami hyperplasia dengan

banyak ditemukan infiltrat radang. Inflamasi kronis yang terjadi pada

kulit yang mengalami photoaging disebut heliodermatitis.

Mikrovaskuler juga mengalami perubahan dan dinding pembuluh

darah menebal akibat penumpukan basement membrane-like material.

Fibroblast pada kulit yang telah mengalami photoaging memanjang dan

kolaps. Pada kulit yang mengalami penuaan intrinsik akan

memperlihatkan berkurangnya kolagen-1 dan kolagen-3, namun hal

yang sama akan terjadi lebih cepat pada daerah yang terpapar sinar

matahari (Fenske et al., 2012; Fisher et al., 2001). Jumlah serat elastin

menurun seiring bertambahnya usia, namun pada kulit yang terpapar

matahari, jumlah serat elastin meningkat secara proporsional. Elastin

yang terakumulasi pada kulit abnormal akan menempati daerah yang

seharusnya ditempati serat serat kolagen. Suatu teori yang diajukan

menyatakan bahwa peningkatan elastin yang abnormal merupakan akibat

dari proses bifasik yang berawal dari hiperplasia jaringan elastik normal.

Elastin menjadi abnormal dalam penampilannya karena efek peradangan

kronis (Fisher et al., 2002; Chung et al., 2003; Chung et al., 2004).

Page 21: photoaging mekanisme

21

2.3.2.3 Patogenesis terjadi photoaging

Matriks ekstraseluler dermis terutama terdiri dari kolagen-1 (85%),

sejumlah kecil kolagen-3, elastin, proteoglikan dan fibronektin. Serat

kolagen yang terdapat pada dermis manusia berperan penting untuk

kekuatan dan kekenyalan kulit, terdiri sekitar 85% kolagen-1 dan sekitar

10% kolagen-3 (Uito et al., 2008).

Biosintesis kolagen-1, berawal dari pembentukan prokolagen-1

dalam sel fibroblast dermis dan terdiri dari kolagen-1 tripel helix, ujung

karboksipeptida dan ujung aminopeptida. Begitu disekresikan dari

fibroblast ke matriks ekstraseluler, prokolagen-1 melalui proses

enzimatik, maka akan pecah dari kedua ujungnya dan membentuk

kolagen-1 matang (Varani et al., 2001).

Matriks metalloproteinase merupakan sekelompok enzim yang

bertanggung jawab terhadap degradasi kolagen. Sampai saat ini sudah

ditemukan 18 jenis matriks metalloproteinase, akan tetapi yang berperan

pada kulit dapat diklasifikasikan menjadi empat sub family yaitu:

kolagenase, gelatinase, stromelisin, dan MMPs membrane.

Penghancuran kolagen tergantung pada aktivitas kolagenase.

Enzim kolagenase dapat diklasifikasikan lagi menjadi MMP-1

(kolagenase-1 atau kolagen interstitial), MMP-8 (kolagenase-2 atau

kolagen netrofil) dan MMP-13 (kolagenase-3). Masing-masing

kolagenase akan memecah kolagen dengan spesifisitas tertentu. Misalnya

MMP-8 lebih memecah kolagen-1 dibanding kolagen-3.

Page 22: photoaging mekanisme

22

Lokasi pemecahan kolagen juga spesifik dan akan menghasilkan

fragmen yang terdiri dari ¾ dan ¼ bagian. Kolagen yang telah hancur

disebut gelatin dan lebih lanjut gelatin akan dihancurkan oleh gelatinase

dan stromelisin, dan selanjutnya diekskresi dari tubuh (Uito et al., 2008;

Varani et al., 2010).

2.3.2.4 Pecegahan dan pengobatan photoaging

Pada prinsipnya penatalaksanaan photoaging, lebih mengutamakan

faktor pencegahan primer. Pencegahan dilakukan dengan menghindari

paparan sinar matahari seperti penggunaan perlindungan fisik (topi,

pakaian ataupun payung), serta penggunaan tabir surya dengan daya

perlindungan yang memadai dan disesuaikan dengan kondisi kulit. Faktor

pencegahan sekunder dalam hal ini dengan menggunakan asam retinoat,

antioksidan, faktor pertumbuhan sitokin (Kullavanijaya dan Lim, 2005;

Cuninghan et al., 2005).

Apabila sudah terjadi photoaging, setiap tindakan yang dilakukan

untuk mengatasi atau mengkoreksi kelainan tersebut sudah merupakan

tindakan pengobatan (Sterm, 2004; Kullavanijaya dan Lim, 2005;

Cuninghan et al., 2005). Pengobatan ini adalah pengobatan dari suatu

proses penyakit simtomatik yang ada untuk memperbaiki efeknya atau

menunda kemajuannya.

Pengobatan tersebut meliputi penggunaan chemical peeling, teknik

seperti mikro-dermabrasion resurfacing, penggunaan sistem ablatif dan

Page 23: photoaging mekanisme

23

non-ablatif laser, teknologi frekuensi radio, penggunaan racun Botulinum

eksotoksin dan augmentasi jaringan lunak, juga dikenal sebagai filler.

2.4 Sinar matahari dan ultraviolet

2.4.1 Sinar matahari

Sinar matahari merupakan energi elektromagnetik yang dipancarkan

dalam bentuk gelombang yang terdiri dari sinar gama, sinar X, sinar UV,

sinar kasat mata, infra merah dan gelombang radio. Spektrum sinar

matahari yang mencapai permukaan bumi dan berperan dalam

fotobiologi adalah radiasi sinar UV, sinar tampak dan sinar infra merah.

Radiasi sinar UV dapat dibagi menjadi UVA (320-400 nm), UVB (290-

320 nm) dan UVC (200-290 nm). Radiasi UVC tidak mencapai

permukaan bumi (kecuali pada dataran yang tinggi sekali) karena

seluruhnya diserap oleh lapisan ozon. Lapisan ozon di permukaan bumi

juga menghambat sekitar 95% sinar UVB (Walker et al., 2008).

Spektrum elektromagnetik yang ditransmisikan oleh sinar matahari

berkisar antara sinar kosmik yang sangat pendek hingga gelombang radio

yang sangat panjang. Sebagian besar perubahan kulit akibat sinar yang

terjadi berhubungan dengan radiasi UV. Terdapat tiga kategori radiasi

UV, yaitu : UVC, dengan panjang gelombang yang terpendek, yaitu 200-

290 nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek dari 290 nm

yang mencapai permukaan bumi, terutama disebabkan oleh fitrasi oleh

lapisan ozone, kecuali bila ada keruskan pada lapisan ozone. Berbeda

dengan UVB dengan panjang gelombang 290-320 nm yang mencapai

Page 24: photoaging mekanisme

24

permukaan bumi dan bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar

terjadinya fotobiologi pada kulit. Sinar UVA dengan panjang gelombang

320-400 nm mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi UVA-satu

dengan panjang gelombang 340-400 nm dan UVA-dua dengan panjang

gelombang 320-340 nm (Rigel et al., 2004). Menipisnya lapisan

stratosfer dari ozone mengakibatkan semakin banyak jumlah radiasi

UVB yang mencapai permukaan bumi yang selanjutnya menimbulkan

efek langsung terhadap kesehatan manusia. Paparan ultraviolet ini

memegang peranan penting terhadap terjadinya penuaan dini kulit.

Menariknya hasil akhir dari proses glikasi atau advance glycation end

product (AGE) yang terakumulasi pada protein yang berusia panjang

seperti matriks ekstraseluler juga berfungsi sebagai sensitiser untuk

ultraviolet sehingga merusak sel fibroblas di dermal. Sinar ultraviolet

juga terbukti meningkatkan degradasi kolagen melalui aktivasi matriks

metalloproteinase (MMP). Dan juga sinar ultra violet dapat memacu

sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan TNF-α oleh keratinosit

dan fibroblas. UVB secara langsung berefek pada kerusakan DNA

terutama pada dua lesi besar yaitu cyclobutane dimer dan pyrimidine

pyrimidone photo product. Yang secara langsung mempengaruhi sintesis

asam nukleat. Walaupun DNA inti mempunyai kemampuan untuk

memperbaiki diri, kerusakan DNA jarang sekali di perbaiki secara

komplit dan bisa menjadi sel kanker (Gilchrest, 2004).

Page 25: photoaging mekanisme

25

Pada beberapa penelitian juga dikatakan bahwa radiasi sinar UVB

menyebabkan penurunan dari sintesis TGF-β (Gilchrest dan Krutmann,

2006). TGF-β dapat menghambat sintesis melanin dengan memecah

enzim tyrosinase (Martinez-Esparza et al., 2001).

Sumber : catatan kuliah fotofisik, fotokimia dan fotobiologi

Dr.dr.A.A.G.P,Wiraguna, Spkk

Gambar 2.2. Gambar sinar ultraviolet

Sebanyak 95-98% radiasi UV yang mencapai permukaan bumi

terdiri dari UVA, sedangkan sisanya sekitar 2-5% adalah sinar UVB.

Intensitas UVA dalam sinar matahari mencapai 500-1000 kali lebih besar

dibandingkan UVB. Namun penyebab utama dari photoaging dan

photocarsinogenesis adalah UVB. Dahulu UVA dianggap tidak

berbahaya, akan tetapi ternyata paparan kronik ikut berperan pada

photoaging dan photocarsinogenesis (Hawk dan Young, 2004; Walker et

al., 2008).

Kedalaman penetrasi sinar UV dipengaruhi panjang gelombang.

Semakin besar panjang gelombang semakin dalam penetrasinya pada

Page 26: photoaging mekanisme

26

kulit. Sinar UVA maupun UVB dapat menembus sampai ke lapisan

dermis (Hawk et al., 2004).

2.4.2 Pengaruh sinar UV pada matriks ekstraseluler dermis

Radiasi UV memiliki banyak efek negatif terhadap kulit, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Diperkirakan bahwa sekitar

50% kerusakan yang disebabkan oleh UV terjadi karena pembentukan

radikal bebas, sedangkan kerusakan seluler langsung dan mekanisme

lainnya merupakan penyebab untuk sisanya. Kerusakan matriks

ekstraseluler kulit dermis akibat sinar UV pada dasarnya diperantarai

mekanisme seluler dan molekuler antara lain melibatkan reseptor

permukaan sel, jalur transduksi sinyal protein kinase, faktor transkripsi,

matriks metalloproteinase (MMP) (Rabe et al., 2006).

Radiasi UV dapat mengaktivasi reseptor sitokin faktor

pertumbuhan (growth factor), pada permukaan keratinosit di epidermis

dan sel fibroblast pada dermis. Diperkirakan sekitar 15 menit setelah

paparan UV, akan terjadi aktivasi reseptor untuk epidermal growth factor

(IL-1 dan TNF-α) pada keratinosit dan fibroblast. Aktivasi reseptor ini

akan menginduksi sinyal intraseluler seperti MAP kinase yang

selanjutnya mengaktivasi kompleks faktor transkripsi nukleus activator

protein-satu (AP-1) (Rigel et al., 2004).

Bukti yang ada terus bertambah dari penelitian in vitro bahwa

radiasi UV memicu aksi ligand reseptor melalui pembentukan ROS.

Telah didahlilkan bahwa ROS bersifat sebagai oksidan dan melalui

Page 27: photoaging mekanisme

27

proses oksidasi tersebut akan menurunkan ensim protein-tyrosine

phosphatase. Penurunan ensim ini akan menyebabkan terjadi up-

regulation reseptor growth factor dan pada akhirnya akan mengaktivasi

AP-satu (Rabe et al., 2006). Reactive oxygen species (ROS) juga

berpengaruh dalam tranduksi sinyal yang diperantarai oleh MAP kinase

(MAPKs), p38 dan JNK. Enzim ini sama baiknya dengan seramid dari

membran sel yang selanjutnya menyebabkan induksi AP-1. Activator

protein-1 terdiri dari dua subunit, yaitu c-fos yang diekspresikan secara

konstitutif dan c-jun yang dapat terinduksi UV. Ekspresi komponen c-

Jun dari AP-1 yang berlebihan pada fibroblast hasil kultur dapat

mengurangi jumlah ekspresi kolagen-1. Pada dermis dan epidermis, AP-1

menginduksi ekspresi MMP kolagenase (MMP-1), stromelysin-1 (MMP-

3) dan gelatinase 92-kd (MMP-9) yang merusak kolagen dan protein lain

yang menyusun matriks ekstraseluler dermis. AP-1 dapat menekan

ekspresi gen prokolagen-1, prokolagen-3 dan TGFβ sel fibroblas dermis

sehingga terjadi penurunan sintesis kolagen. Pada manusia dalam waktu

beberapa jam terpapar sinar UV akan terbentuk MMPs khususnya

gelatinase dan kolegenase yang pada akhirnya menurunkan jumlah

kolagen pada lapisan dermis (Fisher et al., 2002; Rhein dan Santiago,

2010).

Up-regulation MMPs dapat terjadi walau hanya menerima dosis

minimum UV yang besarnya jauh di bawah dosis yang diperlukan untuk

menyebabkan terjadinya eritema serta didapat hubungan dosis antara

Page 28: photoaging mekanisme

28

paparan UV dan induksi MMPs. Paparan terhadap sinar UV dalam

jumlah yang tidak cukup untuk menyebabkan terbakarnya kulit (sunburn)

dapat memfasilitasi terjadinya degradasi kolagen kulit yang

menyebabkan terjadi photoaging. Paparan dosis sangat rendah berulang

sinar UV pada dosis yang setara dengan lima sampai dengan 15 menit

paparan terhadap matahari siang setiap dua hari sekali adalah cukup

untuk mempertahankan tingkat MMP yang meningkat ini (Cuningham et

al., 2005).

Faktor transkripsi Nuclear Factor-kB (NF-κB) juga diaktivasi oleh

sinar UV melalui mekanisme iron-dependent. Mekanisme ini

memperkuat respon UV dengan menstimulasi transkripsi sitokin untuk

peroses inflamasi dan menarik neutrofil yang mengandung neutrophil

collagenase (MMP-8) yang telah terbentuk sebelumnya (Fisher et al.,

2007). Nuclear Factor-kB (NF-κB) juga dapat meningkatkan ekspresi

MMP-9 (Kim et al., 2007; Rhein dan Santiago, 2010).

Produksi kolagen berkurang pada kulit yang mengalami

photoaging. Setelah radiasi UV, persediaan prokolagen tampak jelas

berkurang dan tidak ada sama sekali saat 24 jam setelah paparan in vivo.

AP-1 dan transforming growth factor β (TGF-β) terlibat dalam down-

regulation sintesis kolagen yang dimediasi oleh UV ini (Chung et al.,

2004; Rabe et al., 2006).

Secara keseluruhan, efek radiasi UV pada dermis menghasilkan

degradasi kolagen, hambatan sintesis kolagen, inflamasi dan stres

Page 29: photoaging mekanisme

29

oksidatif, serta penurunan kemampuan sel dan pada akhirnya terjadi

proses apoptosis (Cuningham et al., 2005; Rabe et al., 2006).

Gambar 2.3 Efek radiasi UV pada keratinosit (KC) dan fibroblas (F).

Radiasi UV memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS) yang

dapat merusak DNA dan menghambat kerja enzim tirosin fosfatase. UV

juga dapat menurunkan reseptor asam retinoat (RA) dan memicu

peningkatan nuclear factor-kB (NFk), dengan efek akhir penurunan

produksi kolagen, pemecahan kolagen, akibat aktivitas matriks

metaloproteinase (MMP).

(Sumber: Rigel et al., 2004; Rabe et al., 2006)

2.4.3 Efek ultraviolet

Ultraviolet B (UVB) merupakan spektrum radiasi ultraviolet

dengan panjang gelombang 290 – 320 nm, dan merupakan sinar

ultraviolet yang paling efektif menembus bumi dan mengakibatkan

kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang terjadi oleh karena

ultraviolet B adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang merupakan

kromofornya. Sinar UVB banyak terserap ke epidermis dan menembus

ke papila dermis. Gejala kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UVB

ke epidermis berupa eritema. Panjang gelombang dari ultraviolet yang

Page 30: photoaging mekanisme

30

paling efektif menyebabkan eritema yaitu 250-290 nm dan semakin

berkurang efek eritemanya seiring dengan bertambahnya panjang

gelombang. Pada paparan sinar UVB tunggal dengan dosis suberitema,

gejala eritema berangsur berkurang dalam waktu 24 jam. Pada paparan

berulang akan terjadi efek kumulatif dan terjadilah eritema. Gejala

eritema setelah paparan sinar UVB akan terjadi kemudian dalam waktu

tiga-lima jam dan maksimal pada 12-24 jam kemudian, dan berkurang

dalam 72 jam. Sebelum terjadi eritema maka akan terjadi vasodilatasi

pembuluh darah. Secara histopatologis pada studi dengan potongan kulit

1-µm yang disinari UVB tunggal dengan dosis tiga MED terjadi

kerusakan sel keratinosit pada 30 menit setelah paparan, dan paling jelas

pada 24 jam kemudian. Setelah 72 jam sel keratinosit yang rusak berubah

menjadi parakeratotik dan pembesaran sel endotel terjadi setelah 30

menit sampai maksimal 24 jam setelahnya (Gilchrest, 2004). Lihat

lampiran-1 (Tabel 2.2 Efek UV terhadap kulit).

2.4.3.1 Efek akut ultraviolet

2.4.3.1.1 Eritema

Eritema (sunburn) merupakan reaksi inflamasi akut pada kulit

berkaitan dengan kemerahan yang timbul akibat setelah paparan yang

berlebihan radiasi sinar ultraviolet. Eritema yang terbentuk tergantung

pada panjang gelombang. UVA yang memiliki dua kategori oleh karena

memiliki perbedaan eritemogenik di mana UVA-2 lebih meningkatkan

eritema dibandingkan UVA-1. Efektivitas eritema menurun dengan

Page 31: photoaging mekanisme

31

bertambahnya panjang gelombang. Eritema yang diinduksi oleh UVB

berespon lebih lambat, mencapai puncaknya setelah enam sampai 24 jam

tergantung dosis. Intensitas kemerahan sangat tergantung dosis. Eritema

ini dapat bertahan satu hari atau lebih, tergantung dosis dan tipe kulit.

Meskipun reaksi akhirnya adalah peningkatan kemerahan kulit, lamanya

dan dosis yang mengakibatkan eritema akibat UVB dan UVA sangat

berbeda, radiasi UVA sangat kurang efektif mengakibatkan kemerahan

dibandingkan dengan UVB. Dosis terendah yang mengakibatkan

kemerahan minimal yang dapat dilihat dengan jelas 24 jam setelah

radiasi disebut minimal erythema dose (MED). Nilai MED ini bervariasi

antara satu orang dengan lainnya tergantung fototipe kulit, warna kulit,

dan lokasi anatomi (Rigel et al., 2004).

2.4.3.1.2 Pigmentasi

Respon pigmentasi kulit mengikuti paparan sinar matahari terdiri

dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Respon

kecoklatan pada kulit tergantung panjang gelombang radiasi. Eritema

yang diinduksi UVB diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi yang terjadi

akibat paparan kumulatif UVA bertahan lebih lama dibandingkan dengan

yang terjadi akibat paparan UVB. Perbedaan ini kemungkinan terjadi

akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi oleh UVA lebih basal.

Melanisasi yang diinduksi oleh UVB menghilang dengan turn-over

epidermis dalam satu bulan (Fisher et al., 2001; Rigel et al., 2004). Jadi

pigmentasi dapat terjadi karena meningkatnya fungsi melanosit,

Page 32: photoaging mekanisme

32

meningkatnya sintesis melanin dan meningkatnya transfer melanosom ke

keratinosit.

2.4.3.1.3 Kerusakan DNA

DNA seluler secara langsung menyerap UVB, dan penyerapan ini

menyebabkan lesi pada basa pirimidin, yang menjadi ikatan kovalen dan

merusak heliks DNA. Apabila kerusakan DNA ini tidak diperbaiki maka

akan mengakibatkan kesalahan pembacaan kode genetik, mutasi, dan

kematian sel. Radiasi UVA juga merusak DNA tetapi kurang jika

dibandingkan dengan UVB (Rigel et al., 2004; Placzek et al., 2005;

Gilchrest dan Krutmann, 2006).

2.4.3.1.4 Penekanan sistem imun

Paparan sinar ultraviolet ternyata dapat menekan sistem imunitas.

Fenomena ini disebut photo immunosuppresion. Fenomena ini berperan

penting terhadap terjadinya kanker kulit, meningkatnya insiden penyakit

infeksi dan virus, serta menurunnya efektivitas vaksin. Suatu penelitian

menunjukkan bahwa dosis tunggal suberitemal dari radiasi simulator

sinar matahari (0,25 atau 0,5 MED) menekan induksi dari respon

hipersensitifitas kontak terhadap dinitroklorobenzena hingga 50-80%

(Rigel et al., 2004).

Page 33: photoaging mekanisme

33

Tabel 2.2. Efek akut UV terhadap kulit

Efek Mikroskopik Efek seluler Efek Fungsi

Infiltrat sel radang

Vasodilatasi

Produksi sitokin

Imunosupresi

Sel sunburn (Apoptosis) Proses repair Sintesis vit D

Pengurangan sel

Langerhans

Berhentinya siklus sel

Hiperkeratosis Hiperproliferasi

(Penebalan epidermis)

Akantosis

Sumber : catatan kuliah fotofisik, fotokimia dan fotobiologi

Dr.dr.A.A.G.P,Wiraguna, Spkk

2.4.3.2 Efek kronis ultraviolet

2.4.3.2.1 Photoaging

Beberapa perubahan molekuler dan seluler yang diinduksi oleh

paparan tunggal radiasi ultraviolet tidak memiliki relevansi dengan

kerusakan kronis. Perubahan seluler dan jaringan yang terlibat pada

beberapa efek akibat paparan ultraviolet, tidak sesederhana yang terjadi

sebagai respon akut. Kromofor terbesar menyerap UVB adalah asam

nukleat dan protein, kromofor lainnya menyerap UVA tetapi pada

konsentrasi yang rendah (Gichrest, 2004). Kulit yang mengalami

photoaging secara klinis menunjukkan karakteristik kasar, kerutan halus

dan kasar, hiperpigmentasi yang tidak merata dapat berupa lentigen atau

Page 34: photoaging mekanisme

34

bercak (freckles), kelemahan, bengkak, dan telangiektasis (Rigel et al.,

2004).

2.4.3.2.2 Fotokarsinogenesis

Telah banyak penelitian yang menyokong peranan langsung

paparan sinar matahari terhadap perkembangan kanker kulit, khususnya

kanker kulit non melanoma, seperti melanoma sel skuamosa dan

karsinoma sel basal. Sangat sulit mengevaluasi efek paparan ultraviolet

pada induksi dan progresi kanker kulit pada manusia. Perkembangan lesi

ini membutuhkan waktu bertahun-tahun, dan frekuensi maupun intensitas

paparan menyerupai keadaan yang sebenarnya di alam sangatlah sulit

(Rigel et al., 2004). Dikatakan juga kerusakan DNA yang disebabkan

oleh radiasi UV merupakan penyebab utama perkembangan kanker kulit

(Pleczek et al., 2005).

Sumber : catatan kuliah fotofisik, fotokimia dan fotobiologi

Dr.dr.A.A.G.P,Wiraguna, Spkk

Gambar 2.4. Efek positif dan negatif sinar matahari

Page 35: photoaging mekanisme

35

Sumber : catatan kuliah fotofisik, fotokimia dan fotobiologi

Dr.dr.A.A.G.P,Wiraguna, Spkk

Gambar 2.5. Gambar patogenesa efek radiasi UV

Sumber : catatan kuliah fotofisik, fotokimia dan fotobiologi

Dr.dr.A.A.G.P,Wiraguna, Spkk

Gambar 2.6.Patofisiologi photoaging.

Page 36: photoaging mekanisme

36

2.5. Kolagen

Merupakan protein (polipeptida) ekstraseluler utama dalam tubuh

manusia yang ditemukan pada hampir semua organ tubuh. Sampai saat

ini sudah ditemukan sebanyak 21 tipe kolagen, jumlah dan jenisnya

berbeda-beda pada berbagai organ tubuh manusia (Rhein dan Santiago,

2010).

Kolagen-1 merupakan jenis serabut kolagen terbanyak yang

dijumpai dalam tubuh manusia seperti pada tendon, tulang, kulit. Serabut

kolagen-1 berperan penting dalam pembentukan jaringan parut. Kolagen-

2, kolagen-9, kolagen-10, kolagen-11 ditemukan pada kartilago.

Kolagen-3 banyak dijumpai pada kulit, dinding pembuluh darah, pada

jaringan yang ada serabut retikuler, seperti pada jaringan yang

mengalami pertumbuhan cepat terutama pada tahap awal penyembuhan

luka. Kolagen-3 penyebarannya hampir sama dengan kolagen-1.

Sedangkan kolagen-7 kebanyakan lokasinya terletak pada anchoring

fibril di dermal epidermal junction pada kulit, mukosa dan servik.

Kolagen-7 juga banyak terdapat pada dinding pembuluh darah (Uito et

al., 2008).

Telah banyak dibuktikan bahwa tipe kolagen yang mendominasi

organ kulit adalah kolagen-1 dan kolagen-3 yang berfungsi pada

pertahanan mekanik. Akan tetapi tipe kolagen lain yang juga ada pada

kulit, seperti kolagen-5, kolagen-6, kolagen-7, kolagen-12 ditemukan

dalam jumlah minimal yang diperkirakan ikut menunjang, akan tetapi

Page 37: photoaging mekanisme

37

peran yang pasti belum jelas (Uito et al., 2008; Rhein, 2010). Karena

kolagen-1 yang mendominasi organ kulit, maka kolagen-1 yang akan

diukur pada penelitian kali ini.

Pada umumnya jumlah kolagen akan berkurang dengan bertambah

umur. Akan tetapi beberapa tipe kolagen mengalami hal yang tidak sama.

Pada kulit anak mempunyai banyak kolagen-3 (biasanya pada jaringan

dengan pertumbuhan cepat). Pada proses penuaan intrinsik akan terjadi

penurunan kolagen-3 dan peningkatan kolagen-1. Kolagen-1 terus

meningkat sampai umur 35 tahun, saat kulit mencapai puncak kekuatan

mekanik, setelah itu kolagen-1 akan menurun. Hubungan umur dengan

jumlah kolagen sampai saat ini belum jelas, akan tetapi jumlah kolagen

manusia setelah umur 60 tahun secara keseluruhan secara signifikan

jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kulit umur lebih muda

(Rhein dan Santiago, 2010).

Kolagen merupakan serat utama pada lapisan dermis kulit dan

merupakan protein yang berfungsi untuk kekuatan mekanik dan

penyangga kulit. Semakin bertambah umur maka struktur protein kulit

dan komponen kulit lain akan berubah dan hal ini menyebabkan penuaan

kulit. Perubahan jumlah kolagen merupakan bagian integral dari proses

penuaan kulit. Diperkirakan bahwa akan terjadi penurunan kolagen

sekitar 1% pertahun perunit area kulit akan tetapi pada kulit yang

terpapar sinar UV dijumpai penurunan sampai 59% seperti yang

Page 38: photoaging mekanisme

38

ditemukan pada kulit yang mengalami photodamage (Uito et al., 2008;

Griffits et al., 2009).

Walaupun kolagen-1 merupakan kolagen utama pada lapisan

dermis kulit akan tetapi kolagen tipe lain juga tidak kalah peranan

pentingnya. Kolagen-7 yang terbanyak pada anchoring fibril terletak

pada membrana basalis yang melekatkan membrana basalis ke papila

dermis. Pada pasien dengan paparan sinar UV kronis akan menurunkan

jumlah kolagen-7 dan akan mengakibatkan perlekatan antara membrana

basalis dengan papilla dermis menurun sehingga ikatan epidermis dan

dermis menjadi lemah Pada satu penelitian didapatkan bahwa kerutan

kulit terbentuk akibat lemahnya ikatan antara dermis dan epidermis oleh

karena degenerasi anchoring fibril. Hal ini ditambah adanya bukti adanya

penurunan kolagen-7 pada pada dasar kerutan kulit di samping juga

ditemukan penurunan kolagen-4 pada tempat yang sama (Rhein dan

Santiago, 2010).

2.6 Martiks Metalloproteinase-satu (MMP-1)

MMP adalah suatu protease dengan aktivitas degradasi terhadap

protein jaringan ikat seperti kolagen, elastin, proteoglikan dan laminin.

Pada setiap organisme, MMP merupakan endopeptidase yang

mengandung domain aktif Zn² (zinc-dependent endopeptidase). MMP

memiliki gene family pada manusia terdiri dari 28 tipe dengan struktur

dan spesivitas yang berbeda. MMPs berhubungan dengan proses

Page 39: photoaging mekanisme

39

fisiologis dan patologis yang berkaitan dengan turn over matriks

ekstraseluler, wound healing, angiogenesis, dan kanker.

Sejumlah MMPs mampu menimbulkan degradasi terhadap

kolagen-1 yaitu antara lain MMP-1, MMP-8, MMP-13, MT1-MMP

(MMP-14), MT2-MMP (MMP-15), dan MT3-MMP (MMP-16). Pada

kulit hanya MMP-1 yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh

pajanan sinar ultraviolet dan tampaknya paling bertanggung jawab

terhadap pemecahan kolagen akibat paparan matahari. Oleh karena itu,

kadar MMP-1 yang akan diukur pada penelitian kali ini. Kadar MMP-1

akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, yang mana hal ini

diperkirakan sebagai akibat dari fragmentasi serat kolagen dan

disorganisasi susunan serat kolagen pada dermis (Seltzer dan Eisen,

2006).

Matriks Metalloproteinase juga bertanggung jawab terhadap

tejadinya degradasi kolagen. MMP juga telah dikenal perannya dalam

pertumbuhan sel kanker dan metastase dan telah sering menjadi target

terapi anti kanker oleh karena ekspresinya yang berlebihan. Berbagai

jenis Matriks Metalloproteinase dan target sasaran yang didegradasi

dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Rhein dan Santiago, 2010).

Page 40: photoaging mekanisme

40

Tabel 2.3 Jenis Matriks Metalloproteinase dan target sasaran yang terdegradasi

SINGKATAN NAMA NAMA ALTERNATIF TARGET SASARAN

MMP-1 Matrix collagenase Collagens I,II.II.VII dan

X

MMP-2 Gelatinase Gelatin, Collagens I,V,

VII, XI, Fibronectin

laminin dan elastin

MMP-3 Stromelysin I Agreccan, Gelatin,

Laminin Fibronectin,

Collagens tipe IV, IX, X

MMP-7 Matrilisyn Agreccan, Fibronectin

MMP-8 Neutrophil colagenase Agreecan, Gelatin,

Fibronectin, Laminin,

Collagens II, IV, IX, X

MMP-9 Gelatinese B Agrecan dan Fibronectin

MMP-10 Stromelysin 2 Agrecan

MMP-11 Stromelysin 3 Fibronectan

MMP-12 Metalloelastase Elastin

MMP-13 Collagenase 3 Collagens I, II, III

MMP-14 Membran Type Collagens I, II, III,

Lamininn

MMP-18 Colagenase IV Agrecan

Sumber : Rhein dan Santiago (2010)

Page 41: photoaging mekanisme

41

2.7 Radikal bebas

2.7.1 Definisi

Radikal bebas adalah molekul oksigen yang tidak stabil atau

molekul lainnya yang tidak stabil. Molekul-molekul tersebut hanya

mengandung satu atau lebih elektron bebas (elektron yang tidak

berpasangan = unpaired electrons). Adanya satu atau lebih elektron

bebas menyebabkan senyawa itu menjadi sangat reaktif. Molekul tersebut

akan berusaha secara reaktif mencari pasangan elektron dengan

mengambil atau mencuri dari elektron sel lainnya, sel yang diambil

elektronnya akan menjadi molekul reaktif juga, demikian seterusnya

secara berantai, sehingga sering disebut ROS (Bauman, 2002; Chen et

al. 2012).

2.7.2 Jenis dan sumber radikal bebas

Terbentuknya radikal bebas dapat terjadi melalui sistem internal

yang melibatkan sistem biologis tubuh maupun pengaruh eksternal

seperti faktor lingkungan. Reaksi inflamasi ataupun setiap respirasi di

mitokondria dapat menghasilkan oksidan. Kelebihan gizi juga dapat

menimbulkan radikal bebas. Pada saat terjadi proses metabolisme lemak

di samping terbentuk energi ternyata dapat menimbulkan oksidan. Faktor

lingkungan antara lain seperti paparan sinar UV, polusi asap rokok atau

pabrik, emisi kendaraan bermotor, konsumsi alkohol akan dapat

menyebabkan terbentuk radikal bebas (Pinnel, 2003; Ardhie, 2011).

Page 42: photoaging mekanisme

42

Oksigen penting untuk kehidupan organisme aerob, akan tetapi

oksigen dapat mengalami reduksi parsial menjadi radikal bebas seperti

anion superoksida, hidrogen peroksida pada saat metabolisme normal di

mitokondria dan di peroxisomes. Radikal bebas dapat terbentuk akibat

aktivitas dalam berbagai sistem ensim seperti sitokrom p-450, ensim

yang berhubungan dengan oksidasi pada plasma membran seperti

lipoksigenase dan xanthine oxidase. Hidrogen peroksida merupakan

oksidan yang lemah dibanding anion superoksida, berfungsi sebagai

intermediasi dalam produksi metabolisme oksigen yang reaktif dan

toksik seperti hypochlorous acid yang terbentuk dari aktifitas

mieloperoksidase dan radikal hidroksil, serta melalui oksidasi metal

transisi (Moini et al., 2002; Pinnel, 2003; Chen, 2012).

Sebagian hasil reduksi metabolik oksigen yang dikenal dengan

istilah ROS, ternyata reaktifitasnya relatif lebih tinggi dibanding oksigen.

Nitrit oksida (NO) yang diproduksi berlebihan juga merupakan sumber

oksidan toksik yang dikenal dengan istilah RNOS, seperti peroxynitrite,

nitroxyl, oxide nitrogen. Oxide nitrogen merupakan reaksi dari NO

dengan anion superokside atau molekul oksigen (Moini et al., 2002).

Fungsi utama ROS atau RNOS adalah untuk mekanisme

pertahanan imunologis, yang akan mengalami degenerasi dibantu oleh

makrofag dan netrofil untuk mengeliminasi mikroba dan benda asing.

Fakta terakhir menunjukkan bahwa NO penting dalam neurotransmisi

dan mengatur tekanan darah. Fakta lain, sel non fagosit beberapa sitokin,

Page 43: photoaging mekanisme

43

growth factor, hormon dan neurotransmiter produksi meningkat akibat

pacuan ROS dan atau RNOS yang berperan dalam signal molekul atau

sebagai tranduksi signal (Moini et al., 2002).

Akan tetapi ROS atau RNOS level tinggi cenderung menyebabkan

kerusakan makromolekul seluler seperti lemak, protein dan DNA. Efek

merusak radikal bebas dapat dinetralkan oleh sistem pertahanan

antioksidan, seperti sistem enzim endogen yang menetralkan radikal

bebas seperti superoksid dismutase, katalase, glutation peroksidase dan

antioksidan non enzim dengan berat molekul rendah seperti glutathione

(GSH) dan thioridoksin (Moini et al., 2002; Chen et al., 2012).

Apabila terjadi pembentukan radikal bebas melebihi antioksidan

dalam tubuh ataupun antioksidan dari konsumsi makanan akan

menyebabkan kerusakan secara berantai sampai ke tingkat seluler dikenal

dengan istilah stres oksidatif. Jadi stres oksidatif didefinisikan secara luas

sebagai ketidak seimbangan antara kapasitas produksi oksidan dan

antioksidan yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada sel.

Walaupun beberapa reaksi sistem biologis berperan dalam menjaga

keseimbangan konsentrasi anion superoksida dan hidrogen peroksida

akan tetapi mitokondria rupanya menjadi sumber yang paling penting

untuk terbentuk radikal bebas. Produk berlebihan ROS dan RNOS

berperan dalam patogenesis dan perkembangan penyakit peradangan

kronis, aterosklerosis, kanker, diabetes dan proses aging (Moini et al.,

2002; Pinnel, 2003).

Page 44: photoaging mekanisme

44

ROS yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan sampai ke

tingkat seluler oleh karena pengambilan elektron baik dari komponen

lemak, protein, DNA termasuk kerusakan pada sel yang berhubungan

dengan proses penuaan. Diperkirakan setiap hari terjadi kerusakan

sebanyak 10.000 DNA akibat proses oksidatif dalam tubuh yang

menimbulkan radikal bebas. Oksigen yang kita hirup digunakan dalam

metabolisme tubuh, sebanyak 95% mengalami metabolisme lengkap, 5%

menghasilkan ROS (semi Reduce oxygen species) (Moini et al., 2002;

Pinnel, 2003; Ardhie, 2011).

Berbagai jenis radikal bebas yang ada dalam tubuh dapat

dibedakan menjadi dua bagian besar. Pertama adalah molekul oksigen

dengan elektron yang tidak berpasangan di antaranya adalah anion

superoksida (+O2-), radikal hidroksil (OH-), radikal peroksil lipid

(LOO) sedangkan yang kedua adalah molekul oksigen tunggal (Bauman,

2002; Ardhie, 2011).

Anion superokside merupakan radikal bebas yang pertama kali

terbentuk saat metabolisme lipid maupun protein. Segera setelah

terbentuk radikal ini melalui sistem enzim akan diubah menjadi hidrogen

peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida merupakan oksidan lemah dan

mampu menginisiasi proses oksidatif sehingga dapat membentuk radikal

bebas. Perubahan H2O2 menjadi OH- melalui reaksi yang dikatalasi oleh

transisi metal (Fe2+ atau Cu2+) (Moini, 2002; Pinnel, 2003).

Page 45: photoaging mekanisme

45

Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan sinar UV

menimbulkan kerusakan pada kulit. Sinar UVB memicu produksi anion

superokside melalui aktivasi NADPH oksidase dan rantai reaksi

pernafasan di mitokondria. Sinar UVB yang diserap DNA dapat juga

menyebabkan kerusakan langsung pada DNA. Sedangkan UVA melalui

reaksi fotokimia diserap kromofor seperti riboflavin atau porpirin dan

menimbulkan radikal bebas. Biasanya UVA memicu terbentuk ROS

berupa molekul oksigen tunggal, sedangkan UVB memicu radikal

hidroksil dan lipid peroksidase (Masaki, 2010).

Sumber : catatan kuliah free radical oleh Prof.Dr.dr.A.A.Gd.Budhiarta

Gambar 2.7. Radikal Bebas

2.7.3 Tahap pembentukan radikal bebas

Secara umum, tahapan reaksi pembentukan radikal bebas melalui tiga

tahapan reaksi berikut:

1. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas, misalnya:

Fe ++

+ H2O2 Fe +++

OH- + •OH

Page 46: photoaging mekanisme

46

R1 _H + •OH R1• + H2O

2. Tahap propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal.

R2_H + R1• R2 • + R1_H

R3_H + R2• R3 • + R2_H

3. Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal

lain atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya

rendah. (Winarsi, 2011).

R1 • + R1 • R1_R1

R2 • + R1 • R2_R1

R2 • + R2 • R2_R2 dan seterusnya

2.7.4 Spesies oksigen reaktif

Radikal bebas, yang sering disebut senyawa oksigen reaktif (ROS),

dapat dibentuk melalui jalur enzimatis ataupun metabolik. Senyawa

oksigen reaktif juga dapat diproduksi oleh sel dalam kondisi stres

ataupun tidak stres. Pada kondisi tidak stres, terdapat keseimbangan

antara proses pembentukan dan pemusnahan senyawa oksigen reaktif.

Sementara pada kondisi stres oksidatif, pembentukan senyawa oksigen

reaktif lebih tinggi dibandingkan dengan pemusnahannya. Akibatnya,

sistem pertahanan tubuh terpacu untuk bekerja lebih keras untuk

memusnahkan senyawa oksigen reaktif. Salah satu sistem pertahanan

tubuh itu adalah sistem antioksidan enzimatis dan non enzimatis, yang

bekerja menekan senyawa oksigen reaktif yang berlebihan. Sebagai

akibatnya adalah gangguan metabolik yang mengakibatkan stres

Page 47: photoaging mekanisme

47

oksidatif. Senyawa oksigen reaktif berasal dari oksigen (O2), yaitu

senyawa yang sangat dibutuhkan oleh organisme aerob seperti halnya

manusia (Winarsi, 2010).

Tabel 2.4. Spesies Oksigen Reaktif (Caimi et al., 2004)

2.7.5 Dampak positif radikal bebas

Oksigen aktif atau ROS adalah bagian dari radikal bebas. ROS ini

penting dalam produksi energi, fagositosis, sistem imun, transduksi

signal (Hanggono, 2004).

2.7.6 Dampak negatif radikal bebas

Namun ROS juga berperan terhadap terjadinya penyakit kanker,

jantung dan proses penuaan. Radikal bebas dapat merusak DNA, protein,

membran fosfolipid (Hanggono, 2004). Radikal bebas mempengaruhi

peroksidasi lipid yang menyebabkan produksi MDA yang mengikat

protein dan menyebabkan gangguan fungsi biologik protein tersebut.

Pengaruh radikal bebas secara molekuler berupa serangkaian peristiwa

yang menyebabkan oksidasi organik oleh oksigen molekuler, peristiwa

ini mengakibatkan kerusakan fungsi seluler melalui terjadinya. Di dalam

sel, peroksidasi lipid berhubungan dengan kondisi kerusakan seluler dan

sitotoksisitas. Di mana terjadi perubahan pada struktur membran dan

Page 48: photoaging mekanisme

48

fluiditas, peningkatan permeabilitas, kerusakan biologis seperti DNA dan

protein menghasilkan penyakit kronis (Halliwell dan Gutteridge, 2006).

2.7.7 Stres oksidatif

Stres oksidatif adalah suatu keadaan ketika jumlah antioksidan

tubuh kurang dari yang diperlukan, untuk meredam efek buruk radikal

bebas, yang dapat merusak membran sel, protein dan DNA, dan berakibat

fatal bagi kelangsungan hidup sel atau jaringan. Jika hal ini terjadi dalam

waktu yang berkepanjangan, maka akan terjadi penumpukan hasil

kerusakan oksidatif di dalam sel dan jaringan yang akan menyebabkan

sel atau jaringan tersebut kehilangan fungsinya dan akhirnya mati

(Bagiada, 2001). Stres oksidatif dihipotesiskan berperan penting terhadap

terjadinya berbagai penyakit kronis (Wu et al., 2004). Dengan demikian

penting untuk menjaga keseimbangan antioksidan dan oksidan dengan

suplementasi antioksidan (Hanggono, 2004).

Sumber : catatan kuliah free radical oleh Prof.Dr.dr.A.A.Gd.Budhiarta

Gambar 2.8. Ketidakseimbangan ROS dan antioksidan

Page 49: photoaging mekanisme

49

2.8 Antioksidan

2.8.1 Definisi

Antioksidan (AO) merupakan molekul yang menghambat proses

oksidasi molekul oksidan. Oksidasi merupakan reaksi kimia yang

memindahkan elektron atau hidrogen dari satu substansi ke agen oksidan

(McDaniel, 2007).

Sebagai pertahanan terhadap kerusakan oksidatif, sel tubuh

manusia dilengkapi berbagai antioksidan yang bekerja melalui berbagai

mekanisme. Integritas seluler dipertahankan dengan menggunakan

berbagai AO enzimatik seperti katalase, glutation peroksidase, glutation

reduktase yang akan menghambat dampak negatif H2O2. Sedangkan

area ekstra seluler dilindungi AO superoksid dismutase (SOD) dari

dampak anion superokside. Membran sel dilindungi AO non enzimatik

seperti glutation dan vit C pada fase air, vit E dan ubiquinol pada fase

lipid (Ames et al., 1993; Stahl dan Sies, 2003).

Sumber : catatan kuliah free radical oleh Prof.Dr.dr.A.A.Gd.Budhiarta

Gambar 2.9. Mekanisme antioksidan menetraliser oksidan.

Page 50: photoaging mekanisme

50

2.8.2 Mekanisme kerja antioksidan (Tandon, 2005; Ardhie, 2011)

1. Antioksidan primer.

Anti oksidan primer ini bekerja untuk mencegah pembentukan

senyawa radikal bebas baru. Ia mengubah radikal bebas yang ada

menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal

bebas ini sempat bereaksi. Antioksidan tipe ini akan menetralisir radikal

bebas dengan mendonasi satu elektronnya. Akibat kehilangan satu

elektron molekul AO tersebut akan menjadi radikal bebas yang baru.

Radikal yang baru terbentuk ini relatif stabil yang selanjutnya akan

dinetralisir oleh AO lain seperti vit C, vit E, LA, CoQ10, flavonoid, asam

urat, bilirubin (Moini et al., 2002).

Contoh antioksidan ini adalah enzim SOD yang berfungsi sebagai

pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses

peradangan karena radikal bebas. Enzim SOD sebenarnya sudah ada

dalam tubuh kita. Namun bekerjanya membutuhkan bantuan zat-zat gizi

mineral seperti mangan, seng dan tembaga. Selenium (Se) juga berperan

sebagai antioksidan. Jadi, jika ingin menghambat gejala dan penyakit

degeneratif, mineral-mineral tersebut hendaknya tersedia cukup dalam

makanan yang dikonsumsi setiap hari.

2. Antioksidan sekunder.

Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa serta mencegah

terjadinya reaksi berantai. Mekanisme ini bekerja dengan mengikat

logam, transisi pemicu ROS dan selanjutnya menyingkirkannya.

Page 51: photoaging mekanisme

51

Antioksidan yang termasuk dalam antioksidan sekunder adalah:Vitamin

E, Vitamin C, beta karoten, asam urat, bilirubin, transferin, laktoferin,

seruloplasmin, Xanton dan albumin.

3. Antioksidan tertier.

Proses menumpuknya biomolekul yang telah rusak dapat

menimbulkan kerusakan sel sekitarnya. Agar tidak menjadi parah seperti

terjadinya kerusakan DNA (contohnya enzim metionin sulfaoksida

reduktase), maka protein yang teroksidasi akan diproses oleh sistem

enzim proteolitik dan lipid teroksidasi diproses oleh enzim lipase,

peroksidase.

2.8.3 Klasifikasi antioksidan

2.8.3.1 Klasifikasi antioksidan berdasarkan sumbernya (Ames et al., 1993)

1. Antioksidan endogen dari dalam tubuh sendiri

a. Sistem AO enzimatik: SOD, katalase, glutation Reduktase (GDR),

glutation peroksidase (GPx), Glukosa 6 phosfatase dehidrogenase

(G6PD), sistem sitokrom oksidase, peroksidase.

b. Sistem AO non enzimatik: glutation, bilirubin, albumin, tranferin,

plasmin, feritin, sistein dan lainnya.

2. Antioksidan sintetik (eksogen) berasal dari luar tubuh

a. Mikonutrien: terdapat dalam makanan sehari hari seperti wortel,

minyak ikan, hati, jeruk, manggis, ubi jalar ungu, nanas, sayuran

hijau. Antioksidan tersebut berupa beta caroten, vitamin C,vit E, zinc,

selenium,likopen, alpha lipoic acid, xanton.

b. Antioksidan sintetik (butylated hydroxyl anysol).

Page 52: photoaging mekanisme

52

2.8.3.2 Klasifikasi antioksidan berdasarkan interaksinya (Tandon, 2005)

a. Antioksidan enzimatik: mengkatalisator pemusnahan radikal bebas

dalam sel.

b. Antioksidan pencegah: mengikat ion logam transisi untuk mencegah

pembentukan radikal bebas.

c. Antioksidan pemutus reaksi rantai: merupakan donor elektron kuat dan

bereaksi dengan radikal bebas sebelum merusak molekul sasaran.

2.8.3.3 Klasifikasi antioksidan berdasarkan kelarutannya (Bauman, 2002)

a. Antioksidan larut dalam lemak (vitamin A, vitamin E dan CoQ10,

Xanton).

b. Antioksidan larut dalam air, misalnya vitamin C dan glutation.

c. Antioksidan larut dalam lemak maupun air, misalnya alpha lipoic acid.

2.8.4. Metode pengujian DPPH antioksidan

Salah satu metode yang digunakan untuk pengujian aktivitas

antioksidan adalah metode DPPH. Metode DPPH didasarkan pada

kemampuan antioksidan untuk menghambat radikal bebas dengan

mendonorkan atom hidrogen. Perubahan warna ungu DPPH menjadi

ungu kemerahan dimanfaatkan untuk mengetahui aktivitas senyawa

antioksidan. Metode ini menggunakan kontrol positif sebagai

pembanding untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel. Kontrol

positif ini dapat berupa tokoferol, BHT, dan vitamin C. Uji aktivitas

antioksidan dengan metode DPPH menggunakan 1,1-difenil-2-

pikrilhidra-zil (DPPH) sebagai radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi

Page 53: photoaging mekanisme

53

penangkapan hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan , misalnya

troloks, yang mengubahnya menjadi 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin.

2.9 Manggis

Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia setelah Brazil

yang mempunyai biodiversitas (keanekaragaman hayati). Biodiversitas

tersebut meliputi : ekosistem, jenis maupun genetik. Termasuk dalam

biodiversitas jenis adalah keanekaragaman tanaman di Indonesia yang

sangat besar, termasuk tanaman yang berpotensi sebagai obat. Seiring

dengan ada slogan “back to nature”, maupun krisis ekonomi yang

berkepanjangan sehingga mengakibatkan daya beli masyarakat terutama

masyarakat golongan menengah ke bawah, penggunaan obat tradisional

menjadi alternatif pengobatan di samping obat modern. Salah satu

tanaman Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan tersebut adalah

buah manggis (Garcinia mangostana L.), terutama pemanfaatan kulit

buahnya. Manggis juga merupakan salah satu buah favorit yang digemari

oleh masyarakat Indonesia. Dari tahun ke tahun permintaan manggis

meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap buah manggis

(Nugroho, 2011).

2.9.1 Pembudidayaan manggis

Pohon manggis telah dibudidayakan di seluruh dunia area tropis.

Pohon ini berasal dari Asia Tenggara terutama di Indonesia juga

Myanmar, Thailand, Vietnam, Malaka (Akao et al., 2008). Pohon

manggis dapat tumbuh di dataran rendah sampai di ketinggian di bawah

Page 54: photoaging mekanisme

54

1.000 m dpl. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah dengan ketinggian

di bawah 500-600 m dpl. Pusat penanaman pohon manggis adalah

Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat (Jasinga, Ciamis,

Wanayasa), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jawa Timur dan

Sulawesi Utara (Prihatman, 2000). Sentra produksi manggis di Pulau

Jawa antara lain Bogor, Subang, Purwakarta, Sukabumi, Cilacap,

Banjarnegara, Purworejo, Banyuwangi, Trenggalek, dan Blitar

(Kuntarsih, 2006).

2.9.2 Karakteristik manggis

Nama ilmiah manggis adalah Garcinia mangostana, diameter

buahnya secara keseluruhan 2,4-7,5cm, ketebalan kulit 0,6-1cm dengan

pigmen warna ungu (Akao et al., 2008). Garcinia mangostana

merupakan buah tropis yang dikenal sebagai "superfruits" karena

karakteristik rasa, bau, penampilan yang berkualitas juga kekayaan

nutrisi juga kekuatan antioksidannya (Priya et al., 2010). Kulit buah

manggis yang dibuang, ternyata dapat dikembangkan sebagai kandidat

obat (Nugroho, 2011). Kulit manggis telah digunakan secara luas sebagai

obat tradisional selama bertahun-tahun (Pedraza et al., 2008).

Page 55: photoaging mekanisme

55

Gambar2.10. Pohon Garcinia mangostana Linn (A), penampilan buah

manggis (B) dan struktur kimia xanthones (C). (Akao et al., 2008)

2.9.3 Kandungan

Kulit manggis mengeksudasikan resin kuning yang kaya akan xanton

(Akao et al., 2008). Priya et al., (2010) mengekstraksi kulit manggis

menemukan kandungan 95% xanton, disamping itu didapat juga

kandungan isoflavon, tannin dan flavonoid (Priya et al., 2010). Selain itu

kulit buah manggis juga mengandung antosianin (Pradipta et al., 2009).

Dan pada uji fitokimia kulit manggis dengan metode DPPH tgl 7 mei 2013

di fakultas tehnologi pertanian unit pelayanan laboratrium uji fitokimia

UNUD diketahui kulit manggis memiliki kandungan vitamin C, fenol dan

antosianin yang cukup tinggi (Ericson,2014). Jadi kandungan xanton,

vitamin C, fenol dan antosianin yang ada dalam kulit manggis ini

merupakan antioksidan yang mampu mencegah penuaan kulit dini. Xanton

adalah kelompok pigmen kuning yang terdapat pada beberapa famili

Page 56: photoaging mekanisme

56

tanaman tinggi, jamur, tanaman lumut. Mangostin adalah unsur xanton

utama, dan terdapat pada tanaman manggis (Peres et al., 2000). Xanton

telah diisolasikan dari buah, kulit, daun dari manggis. Beberapa penelitian

menunjukkan xanton dari manggis memiliki aktivitas biologis

(Suksamrarn et al., 2006).

IPB melakukan evaluasi biomassa, kadar, profil xanton dan potensi

antioksi dan pada beberapa sentra produksi manggis

(Kaligesing/Purworejo, Wanayasa/Purwakarta, Puspahiang/Tasikmalaya,

Watulimo/Trenggalek, Leuwiliang/Bogor). Pada sentra produksi manggis

di Purworejo didapat bobot kulit dibanding buah 62,84%, derivat xanton

18,07%. Derivate xanton yang diisolasi pada manggis Kaligesing antara

lain Dehydration 6-0-methilmangostanin, 3-isomangostin, Mangostanol,

Gartanin, Mangoxanthone, 8-deoxygartanin, Mangostenone, α-

mangostin, mangostenone B, 9-hydroxycalabaxanthone, β-mangostin,

mangostenone B, Garciniafuran. Aktivitas antioksidan sangat kuat

sebagai penangkap radikal bebas (radical scavenging) (IPB, 2009). Hasil

penelitian yang banyak dilaporkan tentang xanton lebih banyak pada

isolasi, identifikasi struktur dan efikasinya (Chairungsrilerd et al., 2007).

Terdapat 50 jenis xanton alami yang dilaporkan terdapat pada kulit

manggis (Pedreza et al., 2008). Lihat Lampiran-2 (Tabel 2.6. Xanton

yang diisolasikan dari kulit manggis (Pedraza et al., 2008).

Xanton merupakan senyawa polifenolik dengan struktur kimia

yang mengandung cincin trisiklik aromatik. Struktur ini yang memiliki

Page 57: photoaging mekanisme

57

aktivitas biologis seperti antioksidan, antinflamasi, antibakteri,

antikanker (Nakagawa et al., 2007).

2.9.4 Aktivitas biologis

A. Antioksidan

Ekstrak kulit manggis diuji aktivitas antioksidan dengan metode

2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) berdasar parameter nilai Effective

Consentration 50 (EC50) didapat 8,5539ug/ml (< 50ug/ml) berarti

aktivitas antioksidan tinggi (Supiyanti et al., 2010). Ekstrak kulit buah

manggis berpotensi sebagai antioksidan (Moongkarndi et al., 2004).

Penelitian aktivitas antioksidan dilakukan terhadap beberapa

ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol 50% dan 95%, serta

etil asetat. Metode yang digunakan adalah penangkapan radikal bebas

DPPH (Weecharangsan et al., 2006). Pemberian α-mangostin

menunjukkan efek protektif melawan peroksidasi lipid dan

mempertahankan antioksidan (Sampath dan Vijayaraghavan., 2007).

Jung et al. (2006) mengukur kapasitas penangkal peroksinitrit (ONOO_)

dari 13 xanton dengan memonitor oksidasi dihidrorhodamin 123 (DHR-

123) . Xanton yang memiliki kapasitas penangkal ONOO_ terbesar

adalah smeathxanthone A, 8-hydroxycudraxanthone G, γ-mangostin,

gartanin, a-mangostin, garcinone E, garcimangosone B, 1-isomangostin

dan garcinone D (Jung et al., 2006). Peneliti lain menemukan adanya

tujuhxanton yaitu 3-isomangostin, 8-desoxygartanin, gartanin, α-

mangostin, garcinone E, 9-hydroxycalabaxanthone dan β-mangostin

Page 58: photoaging mekanisme

58

yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Zarena dan Sankar,

2009).

B. Antikanker

Terdapat laporan bahwa ekstrak metanol kulit buah manggis

menunjukkan aktivitas sangat poten dalam menghambat proliferasi sel

kanker payudara SKBR-3, dan menunjukkan aktivitas apoptosis

(Moongkarndi et al., 2004). Berdasarkan penelitian tersebut, senyawa

garsinon E menunjukkan aktivitas sitotoksisitas paling poten terhadap sel

kanker hati (Ho et al., 2002).

Di lain pihak, terdapat uji serupa yaitu aktivitas antiproliferatif dan

apoptosis pada pertumbuhan sel leukimia manusia HL60. α-mangostin

menunjukkan aktivitas anti-proliferasi dan apoptosis terpoten diantara

senyawa xanton lainnya (Matsumoto et al., 2003). Nabandith et al.,

(2004) melakukan penelitian in vivo aktivitas kemopreventif α-

mangostin pada lesi preneoplastik putatif yang terlibat pada

karsinogenesis kolon tikus, disimpulkan senyawa tersebut menurunkan

terjadinya lesi fokal dan epitelium kolon tikus (Nabandith et al., 2004).

Penelitian α-mangostin (0,10,20 mg/kgBB/hari) memicu peningkatan

supresi pertumbuhan tumor dan metastase lodus limfatik pada model

kanker payudara dengan mutasi p53 (Shibata et al., 2011).

C. Aktivitas anti-histamin

Dalam reaksi alergi, komponen utama yang mengambil peran

penting adalah sel mast, beserta mediator-mediator yang dilepaskannya

Page 59: photoaging mekanisme

59

yaitu histamin dan serotonin. Setelah adanya interaksi kembali antara

antigen-antibodi, akan merangsang sel mast untuk melepaskan histamin

(Kresno, 2001). Berhubungan dengan reaksi alergi atau pelepasan

histamin tersebut, Chairungsrilerd et al. (2007) melakukan pengujian

ekstrak metanol kulit buah manggis terhadap kontraksi aorta dada kelinci

terisolasi yang diinduksi oleh histamin maupun serotonin. Dari penelitian

ini disimpulkan bahwa α-mangostin tersebut dikategorikan sebagai

penghambat reseptor histaminergik khususnya H-1, sedangkan γ-

mangostin sebagai pengeblok reseptor serotonergik khususnya 5-

hidroksitriptamin 2-A atau 5-HT-2A (Chairungsrilerd, 2007).

D. Anti-inflamasi

Penelitian mengenai aktivitas anti-inflamasi dari kulit buah

manggis sampai saat ini baru dilakukan pada tahapan in vitro. Dari hasil

penelitian diduga bahwa senyawa yang mempunyai aktivitas anti-

inflamasi adalah γ-mangostin. Nakatani et al., (2002) melakukan

penelitian aktivitas anti-inflamasi in vitro dari γ-mangostin terhadap

sintesa PGE-2 dan siklooksigenase (COX) dalam sel glioma tikus C-6. γ-

mangostinmenghambat secara poten pelepasan PGE-2. γ-mangostin

menghambat perubahan asam arakidonat menjadi PGE-2 dalam

mikrosomal, ini ada kemungkinan penghambatan pada jalur

siklooksigenase. Pada percobaan enzimatik in vitro, senyawa ini mampu

menghambat aktivitas enzim COX-1 dan COX-2 (Nakatani et al., 2002).

E. Antibakteri

Page 60: photoaging mekanisme

60

Selain memiliki beberapa aktivitas farmakologi seperti di atas,

kulit buah manggis juga menunjukkan aktivitas antimikroorganisme

termasuk Staphylococcus aereus, Staphylococcus epidermidis,

Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhimurium, spesies

Enterococcus, Mycobacterium tuberculosis dan propionibacterium

acnes. Penelitian fitokimia menunjukkan komponen yang berperan

adalah derivat xanton seperti α-, β-, γ- mangostin, gartinin, 1- dan 3-

isomangostin (Chomnawang et al., 2005). Ekstrak kulit manggis efektif

melawan Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus dan Mikrococcus

lutus (Priya et al., 2010). Ekstrak kulit manggis juga memiliki aktivitas

antibakteri terhadap streptococcus mutans dimana bakteri ini

berhubungan dengan pembentukan plak gigi dan caries gigi

(Torrungruang, 2007). Suksamrarn et al. (2006) bersama kelompoknya

asal Thailand, melakukan penelitian potensi antituberkulosa dari senyawa

xanton terprenilasi yang diisolasi dari kulit buah manggis. Dari beberapa

penelitian diantara semua derivat xanton, α-mangostin memiliki aktivitas

antibakteri yang paling poten (Suksamrarn et al.,2006; Chomnawang et

al., 2005).

2.9.5 Toksisitas

Untuk menentukan dosis letal kulit manggis Priya et al. (2010)

menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis pada tikus

dengan dosis 1-3 g/kgBB perhari tidak menghasilkan efek toksik selama

periode 14 hari (Priya et al., 2010). Penelitian subakut oleh Towatana et

Page 61: photoaging mekanisme

61

al. (2010) pada tikus wistar selama 12 minggu mendapat ekstrak dosis

400, 600, dan 1200 mg/kgBB/hari. Hewan percobaan diamati setiap hari

klinis dan perubahan tingkah lakunya. Kesimpulan penelitian ini ekstrak

tiap dosis tidak menghasilkan efek yang merugikan (Towatana et al.,

2010). Penelitian secara kronis dilakukan oleh Chivapat et al. (2011)

terhadap ekstrak etanol kulit manggis 95% selama enam bulan dosis 10,

100, 500, 1000 mg/kgBB/hari pada 180 tikus percobaan. Ekstrak tidak

mempengaruhi prilaku, status kesehatan hewan, keadaan klinis dan nilai

hematologis. Namun pada dosis 500 mg/kgBB ke atas mempengaruhi

berat badan, meningkatkan ALT, BUN, adanya degenerasi hepatoseluler

(Chivapat et al., 2011). Dosis akut lethal (LD50) dari kulit manggis

adalah 9,37 g/kgBB (Pongphasuk et al., 2005).

2.10 Mencit (Mus musculus)

Mencit banyak diternakan untuk tujuan komersil dan keperluan

penelitian, selain itu beberapa mencit juga di kembang biakan sebagai

hewan peliharaan, pakan reptil dan keperluan praktikum.

Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang masuk dalam

familia dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Para ahli zoology

(Ilmu hewan), setelah melakukan penelitian dan pengamatan yang

memakan waktu yang lama dan pemikiran yang seksama, sepakat untuk

menggolongkan hewan ini ke dalam ordo rodensia (hewan pengerat), sub

ordo Mymorpha, famili Muridae, dan sub famili Murinae. Untuk lebih

jelasnya mencit (Mus musculus) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Page 62: photoaging mekanisme

62

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Class : Mamalia

Sub class : Theria

Ordo : Rodentia

Sub ordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Sub family : Murinae

Genus : Mus

Species : Mus musculus

2.10.1 Anatomi kulit mencit

Secara garis besar kulit mencit dibagi menjadi lapisan epidermis,

dermis dan subkutis. Epidermis terdiri dari lapisan malpigi yang

merupakan lapisan sel yang terletak sebelah dalam dan dikenal juga

dengan istilah sel basah (moist cells). Lapisan paling luar (stratum

korneum) atau lapisan tanduk yang terdiri dari lapisan sel tanpa inti

(anucleate), pipih, mati (non viable) yang disebut sel kering. Substrata

sel hidup pada epidermis terdiri dari sel basal, sel spinosa dan lapisan

granular (Marshall dan Huge, 2013).

Lapisan dermis terletak di bawah epidermis yang sebagian besar

tersusun dari jaringan ikat konektif. Terdapat suatu matriks tiga dimensi

dari jaringan ikat longgar yang tersusun dari komponen protein fibrosa

Page 63: photoaging mekanisme

63

(kolagen dan elastin) dan digulung dalam jelly amorphous dari

glikosaminoglikan. Selain matriks fibrosa juga terdapat sistem pembuluh

darah, saraf dan sistem limfe (Marshall dan Huge, 2013).

Kolagen merupakan 77% dari berat jaringan kulit dan berperan utama

sebagai kekuatan lentur dari dermis. Kolagen-1 merupakan kolagen

utama, sedangkan kolagen-3 hanya 15% dari jumlah masa kolagen

(Marshall dan Huge, 2013).

Serabut elastin terdiri dari mikrofibril yang terikat dalam

amorphous matrix, disusun dari asam amino lysin dan disebut elastin.

Jaringan adiposa disebut juga hipodermis atau panikulus adiposus

(Marshall dan Huge, 2013).

Sebuah penelitian eksperimental yang dilakukan Kim S.Y. et al.

(2004) dengan menggunakan mencit balb/c yang diberi sinar UVB

dengan dosis total 600 mJ//cm2, yaitu 50 mJ/cm2 pada minggu pertama,

70 mJ/cm2 pada minggu ke dua dan 80 mJ/cm2 pada minggu ke tiga dan

diberikan tiga kali seminggu akan menyebabkan photoaging pada kulit.

Sedangkan penelitian Wahyuningsih (2010) menemukan terjadi

kerusakan kolagen secara bermakna pada kulit (photoaging) didapat

dengan pemberian dosis total UVB sebesar 840 mJ/cm2.

Page 64: photoaging mekanisme

64

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Paparan sinar ultraviolet terutama sinar UVB merupakan salah satu

faktor yang sangat berperan untuk terjadinya penuaan dini kulit

(photoaging) terutama yang hidup di daerah tropis. Paparan sinar UVB

secara kronis dan berulang dapat menyebabkan kerusakan pada

komponen epidermis, dermis dan appendages kulit. Hal ini dapat dinilai

dengan adanya penurunan jumlah kolagen akibat degradasi yang

disebabkan oleh meningkatnya MMP-1 secara bermakna.

Ekstrak kulit manggis mengandung xanton, isoflavon, tannin,

flavonoid, vitamin C, Fenol dan Antosianin menunujukan adanya

aktivitas antioksidan tinggi. Atas dasar ini timbul pemikiran untuk

menggunakan kulit manggis secara topikal sebagai antioksidan

khususnya untuk memberi efek perlindungan terhadap kolagen dermis

dan penghambatan peningkatan ekspresi MMP-1 yang berakibat pula

menghambat photoaging.

Pada penelitian pendahuluan untuk menguji efektifitas dosis kulit

manggis terhadap peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi

MMP-1 dermis pada mencit yang akan dilakukan pada penelitian ini

didapat hasil bahwa diantara dosis kulit manggis 25%, 50% dan 95%,

ternyata dosis 95% adalah yang paling optimal didalam hal peningkatan

Page 65: photoaging mekanisme

65

jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 dermis pada mencit

(Ericson, 2014).

3.2 Konsep Penelitian

Gambar 3.1 Konsep penelitian

3.3 Hipotesis

1. Pemberian solutio ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana)

95% meningkatkan jumlah kolagen dermis pada kulit mencit yang

dipapar UVB.

2. Pemberian solutio ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana)

95% menurunkan ekspresi matriks metalloproteinase–1 pada kulit

mencit yang dipapar UVB.

Ekstrak kulit manggis Faktor Eksterrnal

Lingkungan

Gizi

Polusi

Kelembaban

Sinar UVB

Polusi

Makanan

Faktor Internal

Genetik

Ras

Usia

Mencit balb/c, yang dipapar sinar

UVB

- Jumlah kolagen dermis

- Ekspresi MMP-1 dermis

Page 66: photoaging mekanisme

66

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan penelitian

Penelitian ini adalah animal experimental dengan memakai post

test only control group design.

Skema rancangan penelitian adalah sebagai berikut :

Keterangan

P= Populasi S= Sampel R= Random

P1 = Perlakuan-1 (kontrol), diberi paparan UVB dan hanya diberikan

solutio plasebo (bahan dasar solutio saja).

P2 = Perlakuan-2, diberi paparan UVB dan diberikan solutio ekstrak

etanol kulit manggis 95%.

O1 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1

perlakuan-1 post test.

O2 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1

perlakuan-2 post test.

P S R

P1

P2

O2

O1

O1

Page 67: photoaging mekanisme

67

4.2 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukkan di Laboratory Animal Unit Bagian

Farmakologi FK UNUD, Denpasar, Bali. Penelitian ini secara keseluruhan

dilakukan selama 4 minggu.

4.3 Sampel

4.3.1 Besaran sampel

Pada penelitian ini perhitungan jumlah sampel dihitung dengan

rumus (Federer, 2008):

(n-1) x (t-1) ≥ 15

t = jumlah perlakuan / kelompok = 2

(n-1) x (2-1) ≥ 15 n = 15 + 1

n = jumlah replikasi n = 16

Tiap kelompok ditambah 10% sebagai cadangan ( 10% x 16 = 2 ).

Jadi total sampel (16 x 2) + (2 x 2) = 36 ekor mencit yang

dibutuhkan untuk penelitian secara keseluruhan.

4.3.2 Teknik penentuan sampel

Teknik penentuan sampel dilakukan dengan cara berikut :

a. Dari populasi mencit Balb/c diadakan pemilihan sampel berdasarkan

kriteria inklusi.

b. Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat inklusi diambil secara

random untuk mendapatkan hewan percobaan.

c. Dari hewan percobaan yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi dua

kelompok secara random yaitu kelompok perlakuan-1 (kontrol) dan

Page 68: photoaging mekanisme

68

kelompok perlakuan-2, masing-masing kelompok mendapatkan jumlah

mencit yang sama.

Hewan percobaan yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dari

Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi FK UNUD.

Kriteria inklusi sampel hewan percobaan adalah:

a. Mencit betina sehat dan normal.

b. Strain balb/c.

c. Umur 6-8 mingu (berat badan 20-25 gram).

d. Tampak aktif.

Kriteria drop out mencit tidak mau makan, sakit atau mati selama

penelitian.

4.4 Variabel penelitian

Variabel penelitian yang akan diukur adalah :

1. Variabel tergantung, yaitu: jumlah kolagen dermis dan ekspresi enzim

MMP-1.

2. Variable bebas, yaitu : Solutio ekstrak etanol kulit manggis 95%.

3. Variabel kendali, yaitu : strain, usia, dan berat badan mencit.

4.5 Definisi operasional

1) Kulit buah manggis

Kulit buah manggis adalah bagian terluar dari buah manggis yang

berwarna merah keunguan. Mempunyai bobot 62,84% bila dibandingkan

dengan buahnya. Priya et al. (2010) mengekstraksi kulit manggis

menemukan kandungan 95% xanton, disamping itu didapat juga

Page 69: photoaging mekanisme

69

kandungan isoflavon, tannin dan flavonoid (Priya et al., 2010). Selain itu

kulit buah manggis juga mengandung antosianin (Pradipta et al., 2009).

Dan pada uji fitokimia kulit manggis dengan metode DPPH tgl 7 mei 2013

di fakultas tehnologi pertanian unit pelayanan laboratrium uji fitokimia

UNUD diketahui kulit manggis memiliki kandungan vitamin C, fenol dan

antosianin yang cukup tinggi (Ericson, 2014). Kulit buah manggis yang

dipakai pada penelitian berasal dari buah manggis Purwokerto, dengan

kriteria sebagai berikut: diameter ± 55-65 mm, warna kulit merah

keunguan, tidak cacat, tidak busuk, tidak ada serangga, kotoran, warna isi

buah putih bersih, stadia kematangan 4-6.

2) Ekstrak kulit manggis

Ekstrak kulit buah manggis yang didapat diproses dengan pelarut

etanol di laboratrium biopestisida UNUD.

3) Solutio

Solutio adalah sediaan cair yang merupakan campuran homogen

antara dua atau lebih zat yang terdiri dari hanya satu fase. Solutio

digunakan secara topikal.

Solutio Ekstrak etanol kulit manggis 95%

Solutio ekstrak etanol kulit manggis 95% di proses dari

ekstrak etanol kulit manggis menjadi bentuk solutio dengan

perbandingan ekstrak etanol kulit manggis : bahan dasar solutio

(solutio plasebo) 95:5 di PT. Fanita Estetika. Kemudian solutio

ekstrak etanol kulit manggis 95% diberikan secara topikal di

Page 70: photoaging mekanisme

70

punggung mencit dua kali sehari selama empat minggu pada

kelompok perlakuan-2.

4) Sinar ultraviolet B

Sinar ultraviolet B adalah salah satu jenis sinar ultraviolet dengan

panjang gelombang 290-320 nm. Sinar UVB pada penelitian ini didapat

dari simulator UVB buatan China, tipe KN-4003 B. Paparan sinar UVB

diberikan sebanyak tiga kali seminggu selama empat minggu dengan

dosis total penyinaran sebesar 840 mJ/Cm2.

5) Mencit

Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang masuk dalam

familia dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Mencit yang dipakai

pada penelitian ini balb/c betina berumur 6-8 minggu dengan berat 20-25

gram. Didapat dari Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi FK

UNUD.

6) Kolagen

Adalah protein (polipeptida) ekstraseluler yang merupakan

jaringan ikat di dalam dermis yang diproduksi oleh fibroblast.

Kolagen pada penelitian ini diambil dari jaringan kulit dari

punggung mencit yang telah dipapar sinar UVB. Biopsi kulit mencit

diambil dengan punch biopsy dengan diameter lima mm dan ke dalaman

sampai sub kutan. Setelah itu dibuat preparat histologisnya, kemudian

dilakukan pengecatan Sirius red. Selanjutnya perhitungan jumlah kolagen

dilakukan dengan analisis digital menggunakan piranti lunak adobe

Page 71: photoaging mekanisme

71

photoshop Cs2 versi-9 (Rabello-Fonseca et al., 2008). Satuan yang

digunakan adalah %.

7) Matriks Metalloproteinase-1

MMP-1 adalah suatu protease di dalam dermis yang diproduksi di

dalam fibroblast dengan aktivitas degradasi terhadap protein jaringan ikat

kolagen. Preparat histologisnya didapat dari jaringan kulit hasil biopsi

kulit mencit yang telah dipapar sinar UVB masing-masing dengan

diameter lima mm dan ke dalaman sampai sub kutan.

Pengecatan enzim MMP-1 mempergunakan Kit MMP-1 (DAKO

LSAB plus, universal detection kit, DAB 5ml) dengan menggunakan

metode imunohistokimia. Setelah pengecatan selesai, baru dapat dihitung

ekspresi MMP-1 dengan metode analisis digital dengan menggunakan

format JPEG menggunakan perangkat lunak Optilab Viewer 1.0 dan

Image Raster 2.1 (Miconos, Indonesia). Satuan yang digunakan adalah

%.

4.6 Bahan, hewan percobaan dan prosedur penelitian

4.6.1 Bahan dan hewan percobaan

a. Mencit balb/c berumur 6-8 minggu dengan berat 20-25 gram.

b. Lampu broadband Ultraviolet buatan tipe KN-4003 B.

c. Pengukur dosis radiasi (Dosimetri).

d. Kandang dan alat khusus untuk fiksasi mencit selama penyinaran.

e. Ekstrak etanol kulit manggis di dapat dari bagian laboratrium

biopestisida UNUD, sedangkan pembuatan menjadi solutio dilakukan

Page 72: photoaging mekanisme

72

di PT Fanita Estetika. Dosis solutio etanol ekstrak kulit manggis

ditentukan 95% didapat setelah melakukan penelitian pendahuluan

untuk menentukan dosis optimal (ericson, 2014).

Penelitian dengan menggunakan mencit dilakukan di Laboratory

Animal Unit Bagian Farmakologi FK UNUD.

Bahan dan peralatan laboratorium untuk tindakan pengecatan dan

mikroskop serta pembuatan foto untuk perhitungan jumlah kolagen,

juga Kit LSAB (DAKO, Denmark), antibodi primer anti-mouse MMP-

1 (BIOS, USA), bahan-bahan lain untuk pengecatan MMP-1 yang

menggunakan bahan dari Sigma-Aldrich (USA), semuanya didapat

dari bagian histologi FK UNUD.

4.6.2 Prosedur penelitian

4.6.2.1. Hewan coba

4.6.2.1.1. Sebelum perlakuan

1. Dari populasi mencit, dipilih sebanyak 36 ekor mencit sesuai kriteria

inklusi untuk dijadikan sampel.

2. Sebanyak 36 ekor mencit sampel diadaptasi terlebih dahulu selama satu

minggu.

3. Kandang yang digunakan untuk memelihara mencit percobaan berupa bak

plastik berukuran 50x40x20 cm dan pada bagian atas diberi penutup

kawat, di dalam kandang terdapat tempat makanan dan botol minuman,

serta pada dasar bak diberikan sekam padi untuk menyerap kotoran

mencit. Ada tujuh kandang, tiap kandangnya berisi 6 ekor mencit.

Page 73: photoaging mekanisme

73

4. Dari 36 ekor mencit percobaan tersebut dibagi menjadi dua kelompok

secara random dan dilakukan pencukuran pada punggung mencit (area

yang mendapat penyinaran). Semua mencit percobaan diaklimatisasi di

unit Animal Laboratorium Farmakologi Universitas Udayana. Mencit

dikandangkan dan setiap kandang berisi mencit sebanyak 6 ekor dan

diberikan makanan standar berupa jenis pakan ayam petelur dengan

komposisi KLK super 35%, ditambah dedak padi 15% dan jagung 50%.

sehari dua kali selama lima minggu, dan diberi minum secara ad libitum

juga. Mencit ditempatkan pada kondisi 12 jam pada pagi hari tanpa lampu,

sedangkan pada 12 jam berikutnya (malam hari) diberi penerangan berupa

lampu kuning 10 watt. Suhu kandang dijaga pada kisaran suhu 25°C dan

kelembaban 70%, kebersihan dan kenyamanan kandang harus selalu dijaga

dan mencit diperlakukan dengan kasih sayang.

4.6.2.1.2. Saat perlakuan

1. Kelompok pertama (18 ekor mencit) dipapar UVB tiga kali seminggu

selama 4 minggu dan diberikan solutio plasebo (bahan dasar solutio)

sebanyak 0,5ml setiap kali sebelum penyinaran. Kemudian setelah 4

minggu penyinaran, mencit dibiarkan terlebih dahulu selama dua puluh

empat jam untuk menyingkirkan pengaruh efek penyinaran akut (Vayalil,

2004). Selanjutnya dilakukan biopsi plong 5mm pada kulit punggung

mencit yang dipapar sinar UVB.

2. Kelompok kedua (18 ekor mencit) dipapar UVB tiga kali seminggu selama

4 minggu dan diberikan solutio ekstrak etanol kulit manggis 95% sebanyak

Page 74: photoaging mekanisme

74

0,5ml setiap kali sebelum penyinaran. Kemudian setelah 4 minggu

penyinaran, mencit dibiarkan terlebih dahulu selama dua puluh empat jam

untuk menyingkirkan pengaruh efek penyinaran akut (Vayalil, 2004).

Selanjutnya dilakukan biopsi plong 5mm pada kulit punggung mencit yang

dipapar sinar UVB.

3. Penyinaran UVB yang dilakukan dengan menggunakan simulator sinar

UVB buatan merek KN-4003, dengan dosis total penyinaran pada

kelompok perlakuan-1 (kontrol) dan perlakuan-2 sebesar 840 mJ/cm2,

dengan perincian: 50 mJ/cm2 .

pada minggu pertama, 70 mJ/cm2 pada

minggu ke dua dan 80 mJ/cm2 pada minggu ke tiga dan ke empat.

Penyinaran diberikan tiga kali seminggu selama empat minggu, sehingga

dosis totalnya mencapai 840 mJ/cm2.

4.6.2.1.3. Sesudah perlakuan

Pada akhir penelitian mencit dieuthanasia melalui cara di suntik

dengan Ketamin 20mg/25g Xylazin 20mg/25g i.m., bila belum mati di

tambahkan lethal dose of barbiturat (pentotal) i.m. Bila sudah mati, mencit

ditempatkan dalam ruang kaca yang tertutup dan transparan. Setelah itu

kadaver mencit dikubur.

4.6.2.2. Langkah pembuatan ekstrak kulit manggis

Kulit buah manggis yang digunakan dalam penelitian ini, diambil

zat aktifnya dengan cara ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan cara

membersihkan kulit manggis (segar) Purworejo yang telah terkumpul,

kemudian dicincang kecil-kecil dan dikeringanginkan. Kulit yang telah

Page 75: photoaging mekanisme

75

kering digiling hingga menjadi serbuk simplisia. 500 g serbuk simplisia

kulit manggis dimaserasi di dalam 1 liter etanol 96% selama 48 jam

dengan tujuan menarik zat aktif pada bahan yang akan digunakan. Filtrat

diperoleh dengan penyaringan melalui empat lapis kain kasa dilanjutkan

dengan penyaringan menggunakan kertas saring Whatman nomor satu

atau dua. Filtrat yang diperoleh ditampung disebut filtrat satu, sedangkan

ampasnya direndam atau diekstrak lagi dengan etanol 96% dan

diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Lakukan kegiatan

penyaringan sehingga akan diperoleh filtrat dua, dan ampasnya direndam

lagi seperti prosedur sebelumnya, lakukan penyaringan sehingga

diperoleh filtrat tiga. Filtrat satu, dua dan tiga digabung dan dievaporasi

menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 40°C, sehingga

diperoleh ekstrak kasar (crude extract).

4.6.2.3. Langkah pembuatan solutio

4.6.2.3.1 Solutio plasebo

Solutio plasebo dibuat di PT. Fanita Estetika dengan komposisi

glycerin 0,6, propylene glycol 1,0, triethanolamine 0,3, croduret 1,0,

transqutol 2,0, microcare MT 0,1, aqua 95,0. Bentuk solutio plasebo

berupa cairan minyak putih bening dengan pH 6.5, baunya khas.

Proses pembuatan solutio plasebo sebagai berikut :

1. Timbang glycerin sebagai emolient agar dapat masuk ke fase minyak,

tambahkan propyleneglikol sebagai emolient fase minyak, kemudian

diaduk hingga homogen.

Page 76: photoaging mekanisme

76

2. Tambahkan TEA (trietanolamin) untuk mengatur pH solutio, kemudian

diaduk hingga homogen selama 5-10 menit.

3. Tambahkan croduret sebagai solubulizer, kemudian diaduk hingga

homogen.

4. Tambahkan transqutol sebagai pendispers masuk ke dalam kulit agar

hasil yang diperoleh dapat maksimal, kemudian diaduk hingga

homogen.

5. Tambahkan microcare MT sebagai pengawet, kemudian diaduk hingga

homogen.

6. Diaduk kembali hingga menjadi soloutio yang homogen.

4.6.2.3.2. Solutio ekstrak etanol kulit mangis 95%

Solutio ekstrak etanol kulit manggis 95% di proses di PT. Fanita

Estetika dengan komposisi glycerin 0,6, propylene glycol 1,0,

triethanolamine 0,3, croduret 1,0, transqutol 2,0, Extract manggis 95,0,

microcare MT 0,1, aqua 0,0. Bentuk solutio cair, ada sedikit endapan, agak

kasar, agak lengket, warna merah tua dengan pH 4,57.

Proses pembuatan solutio ekstrak etanol kulit manggis 95%

sebagai berikut :

1. Timbang glycerin sebagai emolient agar dapat masuk ke fase minyak,

tambahkan propyleneglikol sebagai emolient fase minyak, kemudian

diaduk hingga homogen.

2. Tambahkan TEA (trietanolamin) untuk mengatur pH solutio, kemudian

diaduk hingga homogen selama 5-10 menit.

Page 77: photoaging mekanisme

77

3. Tambahkan croduret sebagai solubulizer, kemudian diaduk hingga

homogen.

4. Tambahkan transqutol sebagai pendispers masuk ke dalam kulit agar

hasil yang diperoleh dapat maksimal, kemudian diaduk hingga

homogen.

5. Tambahkan microcare MT sebagai pengawet, kemudian diaduk hingga

homogen.

6. Diaduk kembali hingga menjadi soloutio yang homogen.

7. Tambahkan ekstrak etanol kulit manggis ke dalam solutio pasebo yang

sudah jadi itu dengan perbandingan ekstrak etanol kulit manggis :

solutio plasebo adalah 95:5.

8. Diaduk kembali hingga menjadi soloutio yang homogen.

4.6.2.4. Pembuatan sediaan histo1ogis

Pembuatan sediaan histologis dibagi menjadi empat tahapan yaitu

tahap fiksasi, dehidrasi, clearing dan embeding. Jaringan kulit hasil

biopsi kulit mencit masing-masing dengan diameter lima mm dan ke

dalaman sampai sub kutan diperlakukan mengikuti tahapan tersebut.

Tahap fiksasi artinya kulit hasil biopsi direndam dalam formalin bufer

fospat 10% selama 24 jam kemudian dilakukan triming bagian jaringan

yang akan diambil. Selanjutnya jaringan tersebut direndam dengan

alkohol bertingkat (tahap dehidrasi) direndam berturut turut 50%, 70%,

90%, 96% dan 100% masing masing dua kali selama dua jam.

Selanjutnya masuk ke tahap clearing dengan memasukkan jaringan ke

Page 78: photoaging mekanisme

78

clearing agent (xylene) selama 24 jam sampai transparan. Tahap

embeding diawali dengan proses infiltrasi sebanyak dua kali selama

masing-masing satu jam dengan parafin murni (Histoplast) cair (suhu 60o

C) kemudian jaringan ditanam ke dalam parafin cair dan dibiarkan

membentuk blok yang memakan waktu selama satu hari agar mudah

diiris dengan mikrotom. Pemotongan menggunakan mikrotom rotari

(Jung Histocut Leica 820), tebal lima mikro meter secara seri dan diambil

irisan ke lima, 10, 15 untuk selanjutnya dilakukan penempelan pada gelas

objek, lalu diinkubasi pada suhu 60o C selama dua jam. Khusus untuk

slide yang dicat dengan immunohistokimia (pemeriksaan MMP-1),

menggunakan objek glass yang sudah dilapisi daya rekat seperti Poly-

Lysine atau yang sejenis.

4.6.2.5. Pewarnaan kolagen dengan Sirius red dan perhitungan jumlah

kolagen

Kolagen merupakan polipeptida dengan struktur utama berbentuk

triple helix. Setiap rantai komposisinya merupakan pengulangan Gly-X-Y

dan apabila rangkaian ini rusak dengan enzim tertentu maka gugus

Glycine yang tampak. Pengecatan glycine dapat dilakukan dengan

menggunakan pewarna Sirius red.

Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi

dan rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2x5 menit,

etanol 100% selama dua menit, etanol 96% 2x2 menit, etanol 70%

selama dua menit dan aquadest selama dua menit. Selanjutnya dilakukan

Page 79: photoaging mekanisme

79

pewarnaan inti sel dengan Hematoxilin Gill selama 10 menit dan dicuci

selama 10 menit dengan air mengalir. Dilakukan pewarnaan dengan

picro Sirius red selama satu jam yang bertujuan memberikan pewarnaan

mendekati seimbang. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian dengan air

asam sebanyak dua kali. Air yang berlebihan selanjutnya dihilangkan

secara fisik dengan menggoyang secara perlahan. Dehidrasi dalam etanol

70% selama 10 detik, etanol 96% 2x 10 detik, etanol 100% selama 10

detik dan xylene 2x2 menit, keringkan selama dua jam dalam suhu

ruang, lalu mounting pada medium berbasis xylene (DPX).

Pengamatan hasil jumlah ekspresi kolagen sediaan dilakukan

dengan metode analisis digital dengan pembesaran 10 dan 40 kali,

menggunakan mikroskop Olympus CX41 (Japan), difoto dengan kamera

Optilab Pro (Miconos, Indonesia). Masing masing preparat difoto

sebanyak tiga kali dengan menggunakan format JPEG menggunakan

perangkat lunak Optilab Viewer 1.0 (Miconos, Indonesia). Penghitungan

jumlah kolagen dermis dengan menggunakan piranti lunak Adobe

PhotoShop CS3 dan Image J. Jaringan kolagen yang tampak berwarna

merah terang dipilih menggunakan fungsi “Magic Wand” oleh Adobe

PhotoShop CS3. Kemudian dengan menggunakan fungsi “inverse” maka

terpilihlah pixel selain warna merah, lalu dihapus menggunakan fungsi

“delete” sehingga pada gambar hanya tersisa pixel dengan warna merah.

Ekspresi kolagen dihitung sebagai persentase pixel area kolagen yang

berwarna merah dibandingkan dengan pixel area seluruh jaringan.

Page 80: photoaging mekanisme

80

Pertama-tama gambar yang sudah dihilangkan pixel selain warna merah,

dipisah channel warna merahnya melalui fungsi “RGB stack” pada Image

J. Setelah didapatkan channel warna merah kemudian dibuat nilai

“threshold” untuk warna merah, lalu dijalankan fungsi “measure”

sehingga didapatkan presentase pixel warna merah dari total pixel secara

otomatis.

Jumlah kolagen = pixel area kolagen x 100%

pixel area seluruh jaringan

4.6.2.6. Pengecatan dan perhitungan ekspresi Matriks Metalloproteinase-1

Pengecatan enzim MMP-1 mempergunakan Kit MMP-1 (DAKO

LSAB plus, universal detection kit, DAB 5ml) dengan menggunakan

metode imunohistokimia.

Kit MMP-1 adalah suatu bahan yang digunakan untuk proses

pengukuran MMP-1 pada manusia dalam bentuk pro dan aktif yang ada

dalam serum, plasma, supernatan kultur sel dan urin. Kit ini terdiri dari

lempengan mikro dengan 96 sumuran yang sudah dilapisi dengan anti-

human MMP-1, larutan buffer untuk pencuci, larutan standar yang

mengandung recombinant human MMP-1, assay dilluent, pendeteksi

antibody MMP-1 (biotynilated anti-human MMP-1), HRP-conjugated

streptavidine, tetramethylbenzidine (TMB) dan Stop Solution.

a. Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan

rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2x5 menit, etanol

100% selama dua menit, etanol 96% 2x2 menit, etanol 70% selama dua

menit dan PBS selama dua menit.

Page 81: photoaging mekanisme

81

b. Selanjutnya dilakukan antigen retrieval, yaitu slide direndam dalam

buffer Tri Sodium Citrat lalu dipanaskan dalam microwave selama lima

menit dengan menggunakan daya 800 Watt, dinginkan lalu cuci dengan

PBS 2x5 menit.

c. Kemudian dilakukan bloking peroksidase endogen dalam boks plastik

dengan H2O2 3% selama 30 menit. Kemudian dicuci dengan PBS 1X

selama lima menit masing-masing dua kali. Diteteskan 5% FBS 100 µL

selama dua jam dalam suhu ruang dan boks dalam keadaan tertutup.

Dilanjutkan dengan dicuci PBS 1X selama lima menit masing-masing

dua kali, kemudian diteteskan antibodi primer 100 µL selama satu malam

dalam boks tertutup. Setelah satu malam dicuci dengan PBS 1X selama

lima menit dalam glass jar masing-masing sebanyak dua kali sambil

digoyangkan. Karena biotinylated link dapat berikatan dengan antibodi

MMP-1, maka dilanjutkan dengan biotinylated link yang diteteskan pada

seluruh permukaan jaringan kemudian diinkubasi selama 30 menit dalam

boks tertutup, kemudian dicuci dalam PBS 1X selama lima menit dalam

glass jar masing-masing dua kali sambil digoyangkan. Selanjutnya

diteteskan streptavidin peroxidase kemudian didiamkan selama 30 menit

dalam boks tertutup, dicuci kembali dalam glass jar menggunakan PBS

1X sebanyak empat kali masing-masing selama tiga menit sambil

digoyangkan. Agar streptavidin peroxidase yang mengandung HRP

dapat berikatan dengan biotinylated link. HRP dari streptavidin

peroxidase dapat berikatan dengan DAB. Sehingga fibroblas yang

Page 82: photoaging mekanisme

82

mengandung HRP dapat berubah warna menjadi coklat yang

menandakan adanya enzim MMP-1. Jadi proses selanjutnya diteteskan

DAB hingga berwarna coklat kemudian dicuci dengan PBS 1X hingga

bersih dan dikeringkan. Diteteskan Hematoxylin Gill didiamkan selama

lima menit kemudian dicuci dengan air mengalir. Direndam dalam etanol

absolut sebanyak dua kali masing-masing selama lima menit, dilanjutkan

perendaman pada xylene sebanyak dua kali masing-masing selama lima

menit. Setelah kering slide di-mounting dengan medium berbasis xylene

(DPX) dan ditutup cover glass.

d. Perhitungan jumlah ekspresi MMP-1 sediaan dilakukan dengan metode

analisis digital dengan pembesaran 10 dan 40 kali, menggunakan

mikroskop Olympus CX41 (Japan), difoto dengan kamera Optilab Pro

(Miconos, Indonesia). Masing masing preparat difoto sebanyak tiga kali

dengan menggunakan format JPEG menggunakan perangkat lunak

Optilab Viewer 1.0 dan Image Raster 2.1 (Miconos, Indonesia). Ekspresi

MMP-1 berwarna coklat dan dihitung berdasarkan sel fibroblast yang

mengekspresikan MMP-1. Kuantifikasi MMP-1 adalah jumlah sel

fibroblast yang mengekspresikan MMP-1 dibagi total sel fibroblast dalam

lapangan pandang dihitung masing-masing untuk tiga lapangan pandang.

Jumlah = fibroblast yang mengandung MMP-1 x 100%

ekspresi MMP-1 fibroblast keseluruhan

Page 83: photoaging mekanisme

83

4.6.2.7. Langkah paparan sinar UVB pada mencit balb/c.

Tabel 4.1 jadwal dan waktu paparan UVB

Jadwal Paparan Dosis Sinar UVB Lama Paparan

Minggu I

( Senin, Rabu, Jumat )

50 mJ/cm2

50 detik

Minggu II

( Senin, Rabu, Jumat )

70 mJ/cm2

70 detik

Minggu III dan IV

( Senin, Rabu, Jumat )

80 mJ/cm2 80 detik

4.6.2.8. Alur penelitian

Gambar 4.1 Alur Penelitian

Gambar 4.1 Alur Penelitian

36 ekor mencit Balb/c , umur 6-8 minggu, berat badan 20-25 g

Mencit diadaptasi selama 1 minggu

Kelompok 1

Diolesi Solutio Plasebo

Kelompok 2

Diolesi solutio kulit manggis 95%

Paparan UVB dengan dosis total 840mj/cm², 3 x seminggu selama 4 minggu

Mencit didiamkan selama 24 jam

Periksa jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1

Analisis Data

Page 84: photoaging mekanisme

84

4.7. Analisis Data

Data yang telah terkumpul diproses dengan SPSS 17.0 for

windows, dan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Analisis deskriptif

Dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis)

untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki Analisis deskriptif

dilakukan dengan program SPSS.

b. Uji normalitas data

Normalitas data diuji dengan uji Shapiro-Wilk. Distribusi data

normal dengan p ≥ 0,05.

c. Uji Homogenitas

Homogenitas data diuji dengan Levene’s test. Varian data homogen

dengan p ≥ 0,05.

d. Analisis Komparatif

Karena data berdistribusi normal dan homogen, maka analisis

komparatif dilakukan dengan uji t-independent pada taraf kemaknaan α =

0,05

Page 85: photoaging mekanisme

85

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian eksperimental ini menggunakan mencit balb/c sebagai subyek

penelitian dan seluruh kegiatan penelitian dapat berjalan sesuai dengan waktu

yang direncanakan tanpa menemui kendala yang berarti. Pada akhir penelitian

semua pengukuran dapat diselesaikan dengan lancar dan tidak ditemukan adanya

mencit balb/c yang mati atau tidak ada drop out dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 36 ekor mencit sehat dan

normal, Strain balb/c, umur 6-8 minggu dan berat badan 20-25 gram secara

random sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing

berjumlah 18 ekor, yaitu kelompok perlakuan-1 (UVB dan solutio plasebo),

perlakuan-2 (UVB dan solutio ekstrak etanol kulit manggis 95%). Sebelum dipapar

sinar UVB terlebih dahulu mencit sampel diadaptasi 1 minggu. Setelah itu ke dua

kelompok sampel dipapar sinar UVB buatan 3 x seminggu dengan dosis total

840mJ/cm² selama 4 minggu. Setelah itu mencit dari kedua kelompok didiamkan

selama 24 jam untuk mengurangi efek akut dari paparan UVB, kemudian

dilakukan biopsi plong pada kulit punggung yang dipapar UVB dengan alat punch

biopsi nomor lima (diameter lima mm). Selanjutnya dibuat sediaan histologis dan

dilakukan pengecatan dengan Sirius red untuk kemudian dihitung jumlah

kolagen. Sedangkan untuk pemeriksaan ekspresi MMP-1 pembuatan sediaan

histologisnya menggunakan objek glass yang sudah dilapisi daya rekat seperti

Poly-Lysine atau yang sejenis, dan pengecatannya dicat dengan pewarnaan

immunohistokimia menggunakan kit MMP-1 LSAB (DAKO, Denmark) dan

Page 86: photoaging mekanisme

86

antibodi primer anti-mouse MMP-1 (BIOS, USA) . Bahan-bahan lainnya

menggunakan bahan dari Sigma-Aldrich (USA). Selanjutnya dinilai ekspresi

enzim MMP-1.

Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji normalitas, uji homogenitas, uji

komparabilitas, dan efek perlakuan.

5.1 Uji Normalitas Data

Data jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1 pada masing-masing

kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya

menunjukkan bahwa data jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1 berdistribusi

normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Kolagen Dermis dan Ekspresi MMP-1

Masing-masing Kelompok

Kelompok Perlakuan N P Keterangan

Jumlah kolagen perlakuan-1

Jumlah kolagen perlakuan-2

Ekspresi MMP-1 perlakuan-1

Ekspresi MMP-1 perlakuan-2

18

18

18

18

0,373

0,885

0,105

0,403

Normal

Normal

Normal

Normal

5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok

Data jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 diuji homogenitasnya dengan

menggunakan Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05),

disajikan pada Tabel 5.2.

Page 87: photoaging mekanisme

87

Tabel 5.2

Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok Data Jumlah Kolagen dan Ekspresi

MMP-1 Sesudah Perlakuan

Variabel F P Keterangan

Jumlah kolagen

Ekspresi MMP-1

0,428

1,297

0,518

0,263

Homogen

Homogen

5.3 Jumlah Kolagen

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah kolagen antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-

independent disajikan pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3

Rerata Jumlah kolagen antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan

Kelompok Subjek N

Rerata

Jumlah Kolagen

( % )

SB T

P

Perlakuan-1 (Kontrol)

Perlakuan-2

18

18

53.76

63,02

10,00

9,41

2,86 0,007

Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah kolagen kelompok

Perlakuan-1 (kontrol) adalah 53,7610,00 dan rerata kelompok Perlakuan-2

adalah 63,029,41. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan

bahwa nilai t= 2,86 dan nilai p = 0,007. Hal ini berarti bahwa rerata jumlah

kolagen pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05).

Page 88: photoaging mekanisme

88

Grafik 5.1 Jumlah kolagen

Grafik 5.1 diatas menunjukan bahwa pemberian solutio ekstrak etanol

kulit manggis 95% (kelompok perlakuan-2) menyebabkan peningkatan

rerata jumlah kolagen sebesar 63,02% yang cukup bermakna bila

dibandingkan kelompok perlakuan-1 (kontrol) yang diberi solutio plasebo

yang sebesar 53,76% .

45,00

50,00

55,00

60,00

65,00

53,76

63,02

solutio solutio ekstrak plasebo kulit mangis 95%

solutio plasebo

solutio ekstrak kulit manggis

Page 89: photoaging mekanisme

89

Foto Kolagen ( Solutio Placebo )

Keterangan : Fragmen yang berwarna merah merupakan gambaran kolagen

dermis mencit yang diolesi solutio plasebo dan telah dipapar UVB selama 4

minggu dengan dosis total 840mJ/cm². Terlihat di kedua gambar atas fragmen

kolagennya sedikit.

Foto Kolagen ( Solutio Ekstrak kulit manggis 95% )

Keterangan : Fragmen yang berwarna merah merupakan gambaran kolagen

dermis mencit yang diolesi solutio ekstrak etanol kulit manggis 95% dan telah

dipapar UVB selama 4 minggu dengan dosis total 840mJ/cm². Terlihat di kedua

gambar atas fragmen kolagennya banyak memenuhi lapangan pandang.

Gambar 5.1 Foto Kolagen Hasil Penelitian

Page 90: photoaging mekanisme

90

5.4 Ekspresi MMP-1

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata ekspresi MMP-1 antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-

independent disajikan pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4

Rerata Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan

Kelompok Subjek N

Rerata

Ekspresi

MMP-1

( % )

SB F

P

Perlakuan-1(kontrol)

Perlakuan-2

18

18

10,44

6,72

4,37

3,23

2,91 0,006

Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata ekspresi MMP-1 kelompok

Perlakuan-1 adalah 10,444,37 dan rerata kelompok Perlakuan-2 adalah

6,723,23. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa

nilai t = 2,91 dan nilai p = 0,006. Hal ini berarti bahwa rerata ekspresi MMP-1

pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05).

Grafik 5.2 Ekspresi MMP-1

0,00

5,00

10,00

15,0010,44

6,72

solutio solutio ekstrak plasebo kulit manggi 95%s

solutio plasebo

solutio plasebo kulit manggis

Page 91: photoaging mekanisme

91

Grafik 5.2 diatas menunjukan bahwa pemberian solutio ekstrak etanol kulit

manggis 95% (kelompok perlakuan-2) menyebabkan penurunan rerata

ekspresi MMP-1 sebesar 6,72% yang cukup bermakna bila dibandingkan

kelompok perlakuan-1 (kontrol) yang diberi solutio plasebo sebesar 10,44%.

Page 92: photoaging mekanisme

92

Foto MMP-1 ( Solutio Placebo )

KETERANGAN : Menunjukkan fibroblas dengan MMP-1

Menunjukkan fibroblas tanpa MMP-1

Keterangan : Terlihat dari kedua gambar diatas memperlihatkan fibroblas dengan

MMP-1 (lingkaran hijau/panah merah) jumlahnya banyak terlihat pada dermis

mencit yang diolesi solutio plasebo dan telah dipapar UVB selama 4 minggu

dengan dosis total 840mJ/cm².

Foto MMP-1 ( Solutio Ekstrak kulit manggis 95% )

KETERANGAN : Menunjukkan fibroblas dengan MMP-1

Menunjukkan fibroblas tanpa MMP-1

Keterangan : Terlihat dari kedua gambar diatas memperlihatkan fibroblas dengan

MMP-1 (lingkaran hijau/panah merah) jumlahnya sedikit pada dermis mencit

yang diolesi solutio ekstrak etanol kulit manggis 95% dan telah dipapar UVB

selama 4 minggu dengan dosis total 840mJ/cm².

Gambar 5.2 Foto MMP-1 Hasil Penelitian

Page 93: photoaging mekanisme

93

BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1. Subyek Penelitian

Sebelum dilakukan penyinaran dengan UVB, mencit dicukur terlebih

dahulu pada daerah punggung dan tindakan pencukuran selalu diulang lagi

sebelum jadwal penyinaran. Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh

bulu terhadap transmisi sinar UVB.

Dosis sinar UVB yang dipakai pada penelitian ini sebesar 840mj/cm²

dengan dosis terbagi. Dosis sinar UVB yang dapat menimbulkan kerusakan pada

kolagen dermis (photoaging) pada kulit mencit dari beberapa penelitian sangat

bervariasi. Kim et al. (2004) pada penelitiannya tentang pengaruh isoflavon oral

dalam perlindungan (efek fotoprotektif) pada kulit mencit, menggunakan UVB

dengan dosis 600 mJ/cm2 yang diberikan dengan dosis terbagi. Pada penelitian

lain menggunakan dosis total UVB sampai 840 mJ/cm2 yang diberikan dengan

dosis terbagi, juga menggunakan mencit balb/c dan hasilnya terjadi kerusakan

kolagen secara bermakna dan terjadi penurunan jumlah ekspresi kolagen dermis

kulit mencit mus musculus (Wahyuningsih, 2010). Penelitian lain menggunakan

dosis 90 mJ/ cm2 selama 2 bulan (dosis total: 1440 mJ/cm

2) dengan dosis selang

sehari berhasil menyebabkan kerusakan kolagen bermakna pada mencit yang

diteliti (Vayalil et al., 2004).

Untuk menguji pemberian ekstrak etanol kulit manggis terhadap

peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 mencit, maka

Page 94: photoaging mekanisme

94

dilakukan penelitian pada mencit sehat yang dipapar dengan UVB dan diberikan

solutio ekstrak etanol kulit manggis 95%.

Sebagai hewan coba digunakan mencit sehat dan normal, Strain balb/c,

umur 6-8 mingu dan berat badan 20-25 gram. Pada penelitian ini menggunakan

mencit sebagai hewan percobaan karena mencit termasuk vertebrata mamalia, dan

mempunyai struktur kulit yang mirip dengan manusia. Hal ini memiliki

persamaan dengan manusia usia dewasa muda yang belum mengalami penuaan

intrinsik. Mencit ini merupakan strain mencit albino yang tidak memiliki pigmen

termasuk pada folikel rambut. Vayalil et al. (2004) pada penelitiannya tentang teh

hijau serta efeknya dalam mencegah pengaruh paparan ultraviolet, menggunakan

SKH-1 hairless mice. Mencit tanpa bulu (hairless mice) sangat ideal untuk

penelitian yang memerlukan perlakuan paparan sinar pada kulit oleh karena lebih

praktis dan tidak perlu lagi melakukan tindakan pencukuran. Namun mencit

strain tanpa bulu belum bisa di dapatkan di Indonesia.

Mencit yang digunakan sebanyak 36 ekor sebagai sampel, yang terbagi

menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 18 ekor mencit, yaitu

kelompok perlakuan-1 (kontrol) yang dioleskan dengan solutio plasebo dan

kelompok perlakuan-2 yang dioleskan dengan solutio ekstrak kulit manggis 95%.

Kedua kelompok dipapar sinar UVB 3 x seminggu dengan total 840 mj/cm²

selama 4 minggu untuk membuat kondisi premature aging pada kulit mencit.

6.2. Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Jumlah kolagen

Data jumlah kolagen pada kelompok perlakuan-1 (kontrol) dan kelompok

perlakuan-2 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas (Uji Shapiro Wilk)

Page 95: photoaging mekanisme

95

menunjukkan hasil p>0,05 yang artinya distribusi data kedua kelompok adalah

normal. Sedangkan hasil uji homogenitas (Levene test) pada kedua kelompok

menunjukkan hasil p>0,05 yang artinya varian data kedua kelompok adalah

homogen.

Setelah dilakukan analisis komparatif atas kelompok perlakuan-1 (kontrol)

dan kelompok perlakuan-2 dengan menggunakan uji t-independent didapat hasil

bahwa terdapat perbedaan secara bermakna rerata jumlah kolagen antara

kelompok perlakuan-1 (kontrol) dengan kelompok perlakuan-2 dengan p < 0,05.

Dari Data hasil penelitian juga didapatkan rerata jumlah kolagen

kelompok perlakuan-2 sebesar 63,029,41 sedangkan pada kelompok perlakuan-1

(kontrol) sebesar 53,7610,00 yang berarti kelompok perlakuan-2 mempunyai

hasil jumlah kolagen yang lebih banyak dibandingkan kelompok perlakuan-1

(kontrol). Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan jumlah kolagen secara

bermakna pada kelompok perlakuan-2 sesudah diberikan solutio ekstrak etanol

kulit manggis 95% dengan p<0,05.

Pada penelitian yang memberikan LA oral 0,87mg pada mencit yang

dipapar UVB didapat rerata jumlah kolagennya sebesar 48,7%. (Sudarjana, M.,

2012). Hal ini menunjukkan pemberian solutio ekstrak kulit manggis 95% lebih

baik daripada pemberian oral LA oral 0,87mg dalam hal peningkatan jumlah

kolagen dermis mencit yang dipapar UVB.

Paparan kronis sinar UVB akan menimbulkan gejala klinis seperti kerutan,

kekenduran, kulit kasar, pigmentasi yang tak beraturan dan hal ini tidak dinilai

pada penelitian ini. Pengaruh paparan sinar ultraviolet termasuk ultraviolet B pada

Page 96: photoaging mekanisme

96

kulit secara histologis banyak berdampak pada kolagen dermis. Kulit yang

mengalami penuaan dini akan memperlihatkan perubahan yang nyata pada

berbagai komponen matriks intra dan ekstra seluler pada jaringan konektif seperti

terjadi akumulasi dan tidak teratur serabut elastin, serta berkurang atau hilangnya

serabut kolagen (Chen et al.,2012 ).

Faktor utama yang diduga bertanggung jawab pada terjadinya kerusakan

kolagen pada kasus photoaging adalah adanya radikal bebas yang dipicu sinar

ultraviolet B yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan matriks ekstra

seluler terutama kerusakan kolagen (Uito et al., 2008)

Radikal bebas juga dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan relatif

anti oksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik yang merupakan

sistem pertahanan pada kulit serta pada akhirnya dapat menyebabkan berbagai

kelainan seperti kanker kulit, menekan sistem imun termasuk terjadi penuaan dini

kulit (Kochevar, 2008; Chen et al., 2012). Radical oxygen species diyakini dapat

mengaktifkan jalur tranduksi signal sitoplasma pada fibroblast kulit yang akan

mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi dan penuaan dan degradasi jaringan

konektif dan juga dapat menimbulkan kelainan genetik permanen (Chen et al.,

2012).

Ultraviolet dapat menimbulkan radikal bebas melalui berbagai mekanisme.

Bila kulit terpajan sinar ultraviolet maka kromofor kulit akan mengabsorpsi energi

ultraviolet tersebut. Jenis kromofor yang dapat menyerap sinar ultraviolet di kulit

adalah DNA, asam urukanat, 7-dehidrokolesterol, ribovlavin dan melanin.

Kromofor akan menjadi tereksitasi setelah mengabsorpsi energi dan akan terjadi

Page 97: photoaging mekanisme

97

reaksi fotokimia dan menghasilkan photoproduct. Reaksi fotokimia dapat berupa

reaksi langsung dan sensitized photoproduct. Reaksi fotokimia langsung

merupakan photoproduct yang timbul apabila molekul tersebut menyerap photon.

Sedangkan sensitized photoproduct dihasilkan melalui perpindahan ke molekul

lain, pada molekul yang tidak menyerap foton. Photoproduct yang dihasilkan

dapat berupa ROS seperti sinlglet oksigen dan radikal bebas lainnya (Hawk,

2004). Spesies oksigen reaktif ini dapat meyebabkan oksidasi lipid dan protein

sampai ke tingkat DNA, menginduksi matriks metalloproteinase yang

menyebabkan photoaging dan dapat pula menyebabkan photocarsinogenesis

(Kochevar, 2008; Yaar and Gichrest, 2008).

Satu penelitian yang menggunakan paparan sinar ultraviolet dan

pengaruhnya pada factor transkripsi NF-κB memperlihatkan bahwa sinar UV

akan memacu NF-κB dan mengaktifkan AP-1 akan tetapi sifatnya sementara.

Aktivasi terdeteksi dua jam setelah paparan sinar UV dan menetap sampai

delapan jam. Setelah dilakukan perlakuan pemberian antioksidan LA ternyata

didapatkan penekanan NF-κB dan AP-1 yang dievaluasi tiga jam setelah paparan

(Saliou et al., 2014).

Kulit manggis mengeksudasikan resin kuning yang kaya akan xanton (Akao

et al., 2008). Priya et al. (2010) mengekstraksi kulit manggis menemukan

kandungan 95% xanton, disamping itu didapat juga kandungan isoflavon, tannin

dan flavonoid (Priya et al., 2010). Selain itu kulit buah manggis juga mengandung

antosianin (Pradipta et al., 2009). Xanton adalah kelompok pigmen kuning yang

terdapat pada beberapa famili tanaman tinggi, jamur, tanaman lumut. Mangostin

Page 98: photoaging mekanisme

98

adalah unsur xanton utama, dan terdapat pada tanaman manggis (Peres et al.,

2000). Xanton merupakan senyawa polifenolik dengan struktur kimia yang

mengandung cincin trisiklik aromatik. Struktur ini memiliki aktivitas biologis

seperti antioksidan, antinflamasi, antibakteri, antikanker (Nakagawa et al., 2007).

Dan pada uji fitokimia kulit manggis dengan metode DPPH tanggal 7 mei 2013 di

fakultas tehnologi pertanian unit pelayanan laboratrium UNUD diketahui kulit

manggis memiliki kandungan vitamin C, Fenol dan Antosianin yang cukup tinggi

(Ericson, 2014). Aktivitas antioksidan pada kulit manggis sangat kuat sebagai

penangkap radikal bebas (radical scavenging) (IPB, 2009). Sehingga sifat

antioksidan dari kulit manggis ini dapat menghambat terbentuknya ROS, dan

selanjutnya menghambat penghancuran kolagen oleh paparan sinar UVB dan

meningkatkan jumlah kolagen dermis.

6.3. Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Ekspresi MMP-1

Data ekspresi MMP-1 pada kelompok perlakuan-1 (kontrol) dan kelompok

perlakuan-2 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas (Uji Shapiro Wilk)

menunjukkan hasil p>0,05 yang artinya distribusi data kedua kelompok adalah

normal. Sedangkan hasil uji homogenitas (Levene test) pada kedua kelompok

menunjukkan hasil p>0,05 yang artinya varian data kedua kelompok adalah

homogen.

Setelah dilakukan analisis komparatif atas kelompok perlakuan-1 (kontrol)

dan kelompok perlakuan-2 dengan menggunakan uji t-independent didapat hasil

bahwa terdapat perbedaan secara bermakna rerata ekspresi MMP-1 antara

kelompok perlakuan-1 (kontrol) dengan kelompok perlakuan-2 dengan p < 0,05.

Page 99: photoaging mekanisme

99

Dari Data hasil penelitian juga didapatkan rerata ekspresi MMP-1

kelompok perlakuan-2 sebesar 6,723,23 sedangkan pada kelompok perlakuan-1

(kontrol) sebesar 10,444,37 yang berarti kelompok perlakuan-2 mempunyai hasil

ekspresi MMP-1 yang lebih sedikit dibandingkan kelompok perlakuan-1

(kontrol). Hal ini berarti bahwa terjadi penurunan ekspresi MMP-1 secara

bermakna pada kelompok perlakuan-2 sesudah diberikan solutio ekstrak etanol

kulit manggis 95% dengan p<0,05.

Pada penelitian yang memberikan astaxanthin gel 0,02% pada kulit mencit

yang dipapar UVB didapat rerata ekspresi MMP-1 sebesar 6,11%, ekstrak bulung

boni gel 0,4% pada kulit mencit yang dipapar UVB didapat rerata ekspresi MMP-

1 sebesar 5,52%. (Wiraguna, 2013). Hal ini menunjukkan pemberian solutio

ekstrak kulit manggis 95% mempunyai kemampuan yang hampir sama dengan

pemberian astaxanthin gel 0,02% maupun pemberian ekstrak bulung boni gel

0,4% dalam hal penurunan ekspresi MMP-1 dermis mencit yang dipapar UVB.

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa ekspresi MMP-1 pada

kelompok perlakuan-1 (kontrol) lebih tinggi bila dibandingkan dengan ekspresi

MMP-1 kelompok perlakuan-2. Hal ini disebabkan karena saat kulit terekspos

dengan sinar UVB, akan mengaktivasi respon molekuler yang dapat merusak

jaringan ikat kulit. Untuk menimbulkan efek biologisnya, molekul kulit yang

disebut kromofor harus menyerap sinar UVB, dan energi yang terserap harus

diubah menjadi reaksi kimia. Tergantung pada kromofornya, apakah akan

menyebabkan perubahan kimia langsung terhadap kromofor itu sendiri atau akan

diteruskan pada molekul lain kemudian mengalami perubahan kimia. Kromofor

Page 100: photoaging mekanisme

100

utama kulit adalah DNA, asam urokanik, asam amino aromatik, bilirubin,

retinoid, karotenoid, flavin, melanin, hemoglobin, dan NADPH (nicotinamide

adenine dinucleotide phophatae) (Rigel et al., 2004).

Selain itu radiasi UVB juga memproduksi ROS (Fisher et al., 2008), yang

mengaktivasi reseptor permukaan sel seperti EGF (epidermal growth factor), IL-1

(interleukin-1), insulin, keratinosicyte growth factor, dan TNF-α (tumor

necrotizing factor-α). Aktivasi reseptor ini, sebagian karena ROS menginduksi

penghambatan enzim protein tirosin fosfatase-κ, yang fungsinya mempertahankan

reseptor seperti reseptor EGF dalam keadaan inaktif (terfosforilasi). Aktivasi

reseptor menyebabkan aktivasi signal intraseluler melalui stimulasi mitogen

activated protein (MAP) kinase p38 dan c-Jun amino terminal kinase (JNK).

Aktivasi kinase merangsang transkripsi komplek nukleus AP-1 yang menyusun

protein c-Jun dan c-Fos. AP-1 kemudian akan meningkatkan transkripsi MMP dan

menurunkan ekspresi gen prokolagen I dan III dan reseptor TGF-β, yang

konsekuensi akhirnya berupa penurunan pembentukan matriks ekstraseluler (Yaar

and Gilcrest, 2008).

Ditemukan bahwa hanya dengan satu kali ekspos terhadap paparan radiasi

UV sinar matahari dapat mengganggu jaringan konektif dengan menyebabkan

gangguan sintesis kolagen yang hampir komplit, selama 24 jam yang kemudian

diikuti dengan recovery 48-72 jam setelahnya ( Fisher et al., 2001). Selain itu juga

terjadi degradasi kolagen karena terjadi peningkatan kadar MMP-1 yang cukup

signifikan yaitu sekitar 4,4 ± 0,2 kali lipat jika dibandingkan dengan kulit yang

tidak dipapar radiasi UV (Fisher et al., 2001).

Page 101: photoaging mekanisme

101

MMP adalah mediator utama terhadap timbulnya degradasi kolagen pada

kulit yang mengalami photoaging. Enzim MMP kolagenolitik mendegradasi fibril

kolagen dan elastin, yang penting untuk kekuatan dan elastisitas kulit. Aktivitas

MMP di kulit akan meningkat walaupun hanya dengan radiasi UV yang singkat,

yang akan menyebabkan timbulnya kerutan pada kulit, yang menjadi tanda

photoaging (Yaar and Gilchrest, 2008). Dengan demikian, hambatan terhadap

MMP adalah salah satu cara untuk mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar

UV. Stres oksidatif berpengaruh besar dalam proses photoaging dan

fotokarsinogenesis dan juga dalam patogenesis fotodermatosis (Stahl et al., 2002).

Kulit manggis mengeksudasikan resin kuning yang kaya akan xanton

(Akao et al., 2008). Priya et al., (2010) mengekstraksi kulit manggis menemukan

kandungan 95% xanton j, pada penelitiannya didapat juga kandungan isoflavon,

tannin dan flavonoid (Priya et al., 2010). Selain itu kulit buah manggis juga

mengandung antosianin (Pradipta et al., 2009). Xanton adalah kelompok pigmen

kuning yang terdapat pada beberapa famili tanaman tinggi, jamur, tanaman lumut.

Mangostin adalah unsur xanton utama, dan terdapat pada tanaman manggis (Peres

et al., 2000). Xanton merupakan senyawa polifenolik dengan struktur kimia yang

mengandung cincin trisiklik aromatik. Struktur ini memiliki aktivitas biologis

seperti antioksidan, antinflamasi, antibakteri, antikanker (Nakagawa et al., 2007).

Dan pada uji fitokimia kulit manggis dengan metode DPPH tanggal 7 mei 2013 di

fakultas tehnologi pertanian unit pelayanan laboratrium uji fitokimia UNUD

diketahui kulit manggis memiliki kandungan vitamin C, Fenol dan Antosianin

yang cukup tinggi (Ericson, 2014). Aktivitas antioksidan pada kulit manggis

Page 102: photoaging mekanisme

102

sangat kuat sebagai penangkap radikal bebas (radical scavenging) (IPB, 2009).

Sehingga sifat antioksidan dari kulit manggis ini dapat menghambat terbentuknya

ROS, dan selanjutnya menekan peningkatan MMP. Hal ini yang menjelaskan

hasil dari penelitian ini pada kelompok perlakuan-2 yang dipapar dengan UVB

terjadi penghambatan peningkatan MMP-1.

Page 103: photoaging mekanisme

103

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian terlihat hasil terjadinya penghambatan

penuaan kulit pada dermis mencit dikarenakan sebagai berikut:

1. Pemberian solutio ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana)

95% meningkatkan jumlah kolagen dermis pada kulit mencit yang dipapar

UVB.

2. Pemberian solutio ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana)

95% menurunkan ekspresi matriks metalloproteinase–1 pada kulit mencit

yang dipapar UVB.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peranan ekstrak kulit

manggis dalam menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan dini lainnya

selain akibat paparan sinar ultra violet.

2. Perlu melakukan penelitian uji klinis pada manusia untuk mengetahui

efektivitas pemberian solutio ekstrak etanol kulit manggis terhadap

peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 pada kulit

manusia.

Page 104: photoaging mekanisme

104

DAFTAR PUSTAKA

Afaq, F., Mukhtar H., 2010. Antioxidants for The Prevention of Photoaging. In :

Rhein, L.D., Fluhr J.M., editors. Aging Skin : Current and Future

Therapeutic Strategis 1st ed.USA: Allu Red Bussiness Media. P. 273-93.

Akao, Y., Nakagawa, Y., Linuma, M. and Nozawa, Y., 2008. Anti-Cancer Effects

of Xanthones from Pericarps of Mangosteen. International Journal of

Molecular Sciences 9, 355-370.

Ames, B.N., Shigenaga M.K., and Hagen T.M. 1993. Oxidant and Antioxidant

and the Generative of Disease of Aging. Proc. Natl. Acad. Sci. USA.Vol

90 : 7915-22 Ardhie, A.M., 2011.

Ardhie, A.M., 2011. Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam Mencegah

Penuaan. Medicinus. Vol. 24(1) : 4-9.

Bagiada, N.A., 2012. Materi kuliah Proses Penuaan dan Penanggulangannya.

Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Baumann, L., 2002. Antioksidant in: Cosmetic Dermatology. Prinsiple and

Practise. Hongkong : Mc Graw Hill. P. 105-6.

Baumann, L., 2008. How to Prevent Photoaging. J. Invest. Dermatol, vol,125 :

xii-xiii.

Caimi, G.C., Carollo, R. and Presti., 2004. Chronic Renal Failure : Oxidative

Stress, endothelial dysfunction and wine. Journal Cline Nephrology 62 :

331-335

Chairungsrilerd, N.K., Takeuchi, Y., Ohizumi, S., Nozoe and T. Ohta., 2007.

Mangostanol, a prenyl xanthone from Garcinia mangostana. Journal

Phytochemistry 43 (5) : 1099-1102.

Chen, L., Hu, J.Y. and Wang, S.Q., 2012. The Role Antioxidant in

Photoprotection : a critical review. (cited 2012 May 15). J.Am.Acad.

Dermatol July. Vol.496907. available online 2013 May URL. http : //www

. Sciencedirect.com/science/article/pii/SO1909622120013.

Page 105: photoaging mekanisme

105

Chivapat, S., Chavalittumrong, P., Wongsinkongmani, P., Phisalpong, C. and

Rungsipipat, A., 2011. Chronic Toxicity Study of Garcinia mangostana

Linn. pericarp Extract. Thai Journal Veterinary Medical. 41(1) : 45-53.

Chomnawang, M.T., Surassmo, S., Nukoolkarn, V.S. and Gritsanapan, W., 2005.

Antimicrobial effects of Thai medicinal plants against acne-inducing

bacteria. Journal Ethnopharmacology; 101 : 330-333.

Chung, J., Cho, S. and Kang, S. 2004. Why does The Skin Ages. in: Rigel, D.S.,

Weiss, R.A., Linn, H.W., Dover, J.S. editors. Photoaging, 2nd.

ed.

Canada: Maarced Decker inc. p 1-5.

Chung, J., Hanf, V.N. and Kang, S., 2003. Aging and Photoaging. J.Am.Acad. Of

Dermatol July. Vol. 49 : 690-7.

Cunningham, W., Baran, R. and Maibah H., 2005. Aging and Photoaging. In :

Textbook of Cosmetic Dermatology. Francis : Taylor 3rd. ed. London. p.

443-5.

Diegelmann, R.F., 2008. Collagen Metabolism., [cited 2013 July 18]. Available

from [online] : URL. http : /www.medscape.com/viewarticle/423231.

Federer, W. 2008. Statistics and Society : Data Collection and Interpretation. 2nd

Edition. New York : Marcel Dekker.

Fenske, N.A., Lober, C.W., 2012 Aging and its Effect on the skin. In :

Dermatology 3rd ed.. Moschela, S.L., Hurley H.J., editors. Philadelpia :

W.B Saunders Company. P 107-122.

Fisher, G.J., Choi, H.C., Batta-C., Sorgo Z., Shao, Datta, ZQ., Kang, W.S. and

Voorhess, J.J., 2007. Ultraviolet Irradiation Increase Matrix

Metalloproteinase-8 Protein in Human Skin Invitro. J. Invest Dermatol

117-26.

Fisher, G.J., Kang, S., Varani J., 2002. Mechanism of Photoaging and

Chronological skin aging. http/www. arch. dermatol. com. vol 138.

Fisher, G.J., Wang, Z.Q., Datta , S.C., Varani, J. and Kang, S., 2001.

Pathophysiology of Premature Skin Aging. N. Eng. J. Med. Vol. 337:

1419-29.

Page 106: photoaging mekanisme

106

Fisher, G.J., Wang, Z.Q., Datta , S.C., Varani, J., Kang, S. and Voorhees, J.J.,

2008. Pathophysiologi of Premature Skin Aging Induce by Ultraviolet

Light. [cited:2013June12]. Available from URL

http//Wikipedia.org/wiki/Antioxidan.

Fisher, G.J., Wang, Z.Q., Datta , S.C., Varani, J., Kang, S., and Voorhees, J.J.

2008. Pathophysiologi of Premature Skin Aging Induce by Ultraviolet

Light. [cited:2013June12]. Available from URL

http//Wikipedia.org/wiki/Antioxidan.

Garmyn, M., Vander Oord, J. Ch., Cho, S. and Kang S., 2004. Clinic and

Histological change in Photoaging in : Rigel, D.S., Weiss, R. A., Linn,

H.W., Dover, J. S. editors. Photoaging, 2nd ed. Canada : Maarced Decker

inc. p33-55.

Gilchrest, B.A. dan Krutmann, J., 2006. Skin Aging. Germany : Springer-Verlag

Berlin Heidelberg, Germany. p.10-11, 34-42.

Glogau, R.G.S., 2004. Photo Aging and Aging Skin. in: Rigel D.S., Weiss R.A.,

Linn H.W., Dover J.S. editors. Photoaging, 2nd ed. Canada : Maarced

Decker inc. p 65-73.

Gloster, H.M., Neal, K., 2006. Skin Cancer in Skin Colour. J.Am.Acad. Dermatol.

Vol.55 : 741-60.

Gorido, N., Meseguer, C., Simon, A., Pellicer and Remohi, J., 2004. Pro-oxidative

and anti-oxidative imbalance in human semen and its relation with male

fertility. Asian Journal Andrology 6: 59-65.

Griffits, C., Russman, A.N.,Majmudar, G. and Singer R.S., 2009. Restoration of

collagen Formation in photodamage Human Skin by Tretinoin. [cited

2013 April 23]. Available from: URL : http :

//conten.nemj.org/cgi/conten/full/329/8/530.

Halliwell, B. and Gutteridge, J.M.C., 2006. Free Radicals in Biology and

Medicine. London : Oxford Univ.

Hanggono, T., 2004. Biomolekular mechanism of antioxidant activity aging

process. Available from : http :

Page 107: photoaging mekanisme

107

//pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/10/biomolecular _

mechanism. pdf. Accessed October 20, 2013.

Hawk, J. and Young, A., 2004 . Cutaneus Photobiology. In : Burn, T.,

Breathnach, CoxN., Griffiths, editors. Rook’s Textbook of Dermatology.,

7th

Oxford Blackwell Scientific Publication. Vol. 24: 241-9.

Ho, C.K., Huang, Y.L. and Chen, C.C., 2002. Garcinone E, a xanthone derivative,

has potent cytotoxic effect against hepatocellular carcinoma cell lines.

Journal Planta Medical., 68(11) : 975-979.

Holder, R.M. and Richard, G., 2004. Photo Aging in Patients of Skin Colour in :

Rigel D.S., Weiss, R.A., Linn, H.W., J.S. editors. Photoaging, 2nd ed.

Canada : Maarced Decker inc. p 55-65.

IPB, 2009. Evaluasi biomassa, kadar dan profil derivates Xanthone serta potensi

antioksidan kulit buah manggis (garcinia mangostana l). Dari beberapa tipe

Agroekologi sentra produksi manggis. Available at : http : //www.search-

document.com/pdf/7/10/kandungan-kulit-manggis.html#. Accessed

Agustus 14, 2013.

Jenkins, G., 2002. Molecular mechanism of skin ageing. Mech Ageing Dev, 123 :

801-810.

Jung, H.A., Su, B.N., Keller, W.J., Mehta, R. G. and Kinghorn, A.D., 2006.

Antioxidant xanthones from the pericarp of Garcinia mangostana

(Mangosteen), Journal Agriculture Food Chemical 54 (6) : 2077-2082.

Kierman, J.A., 2010. Sirius Red Staining Protocollagen. IHC World, [cited 2013

Apr, 15]. Available from: URL : http//print/Sirius Red 20% Protocol/html.

Kim, H.S., Kim, H.J., Kim, Y.N., Kwon, T.K., Kim, J.G. and Lee, I.K., 2007.

Alpha Lipoic Acid Inhibit matrix metalloproteinase-9 expresion by

inhibiting NF-kB transcription activity. Experimental and Molocular

Medicine. Vol. 39, No 1: 106-13.

Kim, S.Y., Kim , S.J., Lee, J.Y., Kim W.G., Park,W.S., Sim Y.C., Lee, S.J., 2004.

Protective Effects of Dietary Soy Isoflavones against UV-Induced Skin

Aging in Hairless Mouse Model. Original Research Journal of the American

College of Nutrition , vol 23: p.157-162.

Page 108: photoaging mekanisme

108

Klatz, R. and Goldman, R., 2003. Anti Aging Revolution.Third Edition. Boulevard

East : Basic Health Publication.

Kochevar, I.E, Taylor, C.R., 2008. Photophysics, Photochemistry and

Photobiology. In : Feedberg I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., Austen, K.F.,

Goldsmith L.A., Katz, S.I., editors. Fitzpatrick’s dermatology in general

medicine; 7th ed. New York : McGraw-Hill. p. 1267-75.

Kochevar, I.E. and Taylor, C.R., 2008. Photophysics, Photochemistry and

Photobiology. In : Feedberg I.M., Eisen, A.Z., Wolff K, Austen, K.F.,

Kosem, N., Ichikawa, K., Utsumi, H., Moongkarndi, P., 2012. In vivo

toxicity and anti tumor activity of mangosteen extract. Journal of Natural

Medicine. 05/2012; DOI : 10.1007/s11418-012-0673-8.

Kosmadaki, M.G., Gilchrest, B.A., 2004. Role of Telomeres in Skin Aging /

Photoaging. Micron; 35 : 155-9.

Kresno, S.B., 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, Jakarta :

137-145, Balai Penerbit FKUI. Hal 137-145.

Kullavanijaya, P. and Lim, H.W., 2005. Photoprotection. J.Am.Acad. of

Derm.Vol. 52 : 937-958.

Kuntarsih, S., 2006. Program Pengembangan Manggis di Indonesia. Makalah

dalam Seminar harteknas dan ritech expo. Puspiteks Serpong Tangerang

31 Agustus 2006.

Marshall, PT. and Huge GM., 2013. The Physiologi of mammal and other

vertebrate. Cambridge. University Press.

Martinez-Esparza, M., Ferrer, C., Castells, M.T., Garcia-Borron, J.C. and Zuasti,

A., 2001. Transforming growth factor beta1 mediates hypopigmentation of

B16 mouse melanoma cells by inhibition of melanin formation and

melanosome maturation. Int. J. Biochem, 33 : 971–983.

Masaki, H., 2010. Role of antioxidant in the Skin: Anti Aging effects. J Dermatol

Science. Vol 58 : 85-90.

Matsumoto, K., Akao, Y., Kobayashi, E., Ohguchi, K., Ito, T., Tanaka, T.,

Iinuma, M. and Nozawa, Y., 2003. Induction of apoptosis by xanthones

Page 109: photoaging mekanisme

109

from mangosteen in human leukemia cell lines. Journal Nature Product,

66(8) : 1124-1127.

Matsumoto, K., Akao, Y., Yi, H., Ohguchi, K., Ito, T., Tanaka, T., Kobayashi, E.,

Iinuma, M. and Nozawa, Y., 2004. Preferential target is mitochondria in

alpha-mangostin-induced apoptosis in human leukemia HL60 cells.

Journal Bioorganism Medical Chemical.12(22) : 5799-5806.

Mc.Daniel, C.F., 2007. Understanding Antioksidan. [cite 2013 June 18].

Available from: URL http : //www fisherinstitute.org.live-pages

antioksidan.

Moini, H., Packer, L. and Saris, N.E.L., 2002. Antioxidant and Prooxidant

Activities of Alpha Lipoic Acid. Toxicol. Appl. Pharmacol.182, 84.

Moongkarndi, P., Kosem, N., Kaslungka, S., Luanratana, O., Pongpan, N. and

Neungton, N., 2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of

apoptosis by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast

cancer cell line, Journal Ethnopharmacology 90(1 ) : 161-166.

Moyal, D. and Fountainer, A., 2004. Acute and Chronic Effect of Ultraviolet.

What are they and How to Study. in : Rigel, D.S., Weiss R,A., Linn H.W.,

Dover J.S. editor. Photoaging 2nd ed. Canada: Marceed Decker Inc. p.15-

54.

Nabandith, V., Suzui, M., Morioka, T., Kaneshiro, T., Kinjo, T., Matsumoto, K.,

Akao, Y., Iinuma, M.and Yoshimi, N. 2004, Inhibitory effects of crude

alpha-mangostin, a xanthone derivative, on two different categories of

colon preneoplastic lesions induced by 1, 2-dimethylhydrazine in the rat,

Asian Pacific Journal Cancer Preventive 5(4) : 433-438.

Nakagawa, Y., Iinuma, M., Naoe, T., Nozawa, Y. and Akao, Y., 2007.

Characterized mechanism of alpha-mangostin induced cell death : caspase

independent apoptosis with release of endonuclease-G from mitochondria

and increased miR-143 expression in human colorectal cancer DLD-1

cells. Journal Bioorganism and Medica Chemical 15 (16) : 5620-5628.

Nakatani, K., Atsumi, M., Arakawa, T., Oosawa, K., Shimura, S., Nakahata, N

and Ohizumi, Y., 2002. Inhibitions of histamine release and prostaglandin

Page 110: photoaging mekanisme

110

E2 synthesis by mangosteen, Journal Thai medicinal Plant Biology

Pharmacology Bull 25, 1137-1141.

Nugroho, A.E. Manggis (Garcinia mangostana L.), 2007 : Dari kulit buah yang

terbuang hingga menjadi kandidat suatu obat. Available from : http ://mo

t.farmasi.ugm.ac.id/files/69 Manggis_Agung % 20 Baru. pdf. Accessed

November 30, 2011.

Pangkahila, W. 2007. Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup.

Anti-Aging Medicine.Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Hal :

8-9, 13, 15-17, 20, 39-41.

Pedraza-Chaverri J., Cárdenas-Rodríguez, N., Orozco-Ibarra, M. and Pérez-Rojas,

J.M. 2008. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana).

Journal Food Chemical. Toxicology, 46 : 3227-3239.

Peres V, Naem TJ, de Oliviera FF., 2000. Antioxidant and antimicrobial activities

of crude extracts from mangosteen (Garcinia mangostana L.) parts and

some essential oils. Available from: http : //www. International Food

Research Journal 17: 583-589 (2010). Accessed October, 20, 2013.

Pinnel, S.R., 2003. Cutaneus Photodamage, Antioxidant Stress and Topical

Antioksidan . J.Am.Acad Dematol. Vol 48 : 1-19.

Placzek, M., 2005. Ultraviolet B-Induced DNA Damage in Human Epidermis Is

Modified by the Antioxidants Ascorbic Acid and D-α-Tocopherol. Journal

of Investigative Dermatology, 124, 304-307.

Pongphasuk, N., Khunkitti, W., Chitcharoenthum. M., 2005. Anti-Inlammatory

and Analgesic Activities of the Extract from Garcinia mangostana LINN.

Acta Hort. (ISHS) 680 : 125-130. Available from : http :

//www.actahort.org/books/680/680_18.htm. Accessed October, 20, 2013.

Pradipta, I.S., Nikodemus, T.W., Susilawati, Y., (2009), “Isolasidan Identifikasi

Senyawa Golongan Xanton dari KulitBuah Manggis (Garcinia

mangostana L.)”, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Prihatman, K., 2000, Manggis (Garcinia mangostana L.), Kantor Deputi

Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi BPP Teknologi, Jakarta.

Page 111: photoaging mekanisme

111

Priya, V., Jainu, M., Mohan, S.K., Saraswati, P. and Gopan, C.S., 2010.

Antimicrobial activity of pericarp extract of garcinia mangosatan linn.

International Journal of Pharma Sciences and Research vol 1 (8) p 278-

281.

Rabe, J.H., Mamelak, A.J., Mc Elgunn, P.J.S. and Morison, W.L., 2006.

Photoaging Mechamism and Repair . J.Am.Acad of Dermatol. Vol 55: 1-

19.

Rabello-Fonseca, R.M., Azulay, Luis, R.R., Mandarine-Lacerda C.A., Cuzzi,

Manela-Azulay, M., 2008 Oral Isotretinoin in Photoaging : Clinical and

Histophatological of efficacy of an Label indication. J. Euro Acad.

Dermatol and venerology.

Rhein, L.D. and Santiago, J.M., 2010. Matrix Metallo Proteinase, Fibrosis, and

Regulationby Transforming Growth Factor Beta: A new Frontier in

Wrinkle Repair. In : Rhein, L.D., Fluhr J.M., editors. Aging Skin :

Current and Future Therapeutic Strategis 1st

ed.USA: Allu Red Bussiness

Media. P. 26-81.

Rigel, D.S., Weiss, R.A., Lim, H.W., Dover, J.S. 2004. Photoaging. New York :

Marcel Dekker, Inc.S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffel, D.J., editors.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 6th. ed. New York :

McGraw-Hill. p. 517-41.

Saliou, C.,Kitazawa,M., McLaughlin, L., Yang, J.P., Lodge, J.K.Tetsuka,

T.,Iwasaki K., Cillard, J., Okamoto, T., and Packer L. 2014. Antioxidant

Modulate acute Solar Ultraviolet Radiation-induce NF-kB activation in a

human keratinocyte cell line. Free Radical Biology and Medicine. Vol.26

Issues 1-2: p.174-8

Sampath, P. and Vijayaraghavan, K., 2007. Cardioprotective effect of alpha

mangostin,a xanthone derivative from mangosteen on tissue defense

system against isoproterenol-induced myocardial infarction in rats. Journal

Biochemical Molecular Toxicology 21: 336–339.

Page 112: photoaging mekanisme

112

Seltzer, J.L., Eisen, A.Z., 2006. The Role of Extracellular Matrix

Metalloproteinases in Conective Tissue Remodelling. In: Fitzpatrick T.B. et

al, editors. Dermatology. Mc Graw-Hill Book co, p 200-209.

Shibata, M., Linuma, M., Morimoto, J., Kurose, H., Kanako, A., Okuno, Y.,

Akao, Y. and Otsuli, Y., 2011. a-Mangostin extracted from the pericarp of

themangosteen (Garcinia mangostana Linn) reduces tumor growth and

lymph node metastasis in animmuno competent xenograft model of

metastatic mammary cancer carrying a p53 mutation. BioMed Journal .

Cytotoxic prenylated xanthones from the young fruit of Garcinia

mangostana.Central Medicine 2011, 9 : 69.

Soepardiman, L., 2003. Etiopatogenesis Kulit Menua. In : Peremajaan Kulit.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI. P. 1-9.

Stahl, W., and Sies, H., 2002. Carotenoid and protection agains solar UV

Radiation. Skin Pharmacol Appl. Skin Physiol. Vol.15 : 291-96.

Sterm, R.S., 2004. Treatment of Photoaging. N. Eng. J. Med. Vol. 35 1526-34

Tandon, R. 2005. Antioxidant: Past and Present. [cite 2013 June, 18].

Available from : URL http : //www pharmainfo-net/reviews/antioxidant

past and present. 3(4).

Sudarjana, M., 2012. Pemberian Alpha-Lipoic Acid Oral Menghambat Penurunan

Kolagen Dermis Kulit Mencit Balb/c Dengan Pajanan Sinar Ultraviolet.

(Tesis). Denpasar : Universitas Udayana.

Suksamrarn, S., Komutiban, O., Ratananukul, P., Chimnoi, N., Lartpornmatulee,

N. and Suksamrarn, A., 2006 Journal Chemical Pharmcology Bull. 54,

301–305.

Supiyanti, W., Endang, D.W., Lia, K., 2010 Uji Aktivitas antioksidan dan

Penentuan Kandungan Antosianin pada kulit buah manggis (Garcinia

Mangostana). Majalah Obat Tradisional 15(2), 64-70.

Tandon, R., 2005. Antioxidant : Past and Present. [cite 2013 June, 18]. Available

from : URL http : //www pharmainfo-net/reviews/antioxidant past and

present. 3(4).

Page 113: photoaging mekanisme

113

Torrungruang, K., Vichienroj, P. and Chutimamorapan, S., 2007. Antibacterial

activity of mangosteen pericarp extract against cariogenic streptococcus

mutans. CU Dental Journal 30 : 1-10.

Towatana, N.H., Reanmongkol, Wand Wattanapiromsakul, C., 2010. Acute and

subchronic toxicity evaluation of the hydroethanolic extract of mangosteen

pericarp. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 4(10), pp. 969-974.

Uito, J., Chu, M., Gallo, R. and Eizen, A.Z., 2008. Collagen, Elastic fibers and

Extracellular Matrix of the Dermis. In : Wolff, K., Gold Smith, L.A., Katt.

Varani, J., Quan, T.H. and Fisher GJ., 2010. Mechanism and Pathophysiologi of

Photoaging and Chronological Skin Aging. In : Rhein, L.D., Fluhr J.M.,

editors. Aging Skin : Current and Future Therapeutic Strategis 1st

ed.USA : Allu Red Bussiness Media. P. 1-25.

Vayalil, P.K., Mitta, A., Hara, Y., Elmets, C.A., Hara, Y. and Katiyar, S.K., 2004.

Green Tea Polyphenol Prevent Ultraviolet Light Induce Oxidative Damage

and Matrix Metalloproteinase Expression in Mouse Skin. J Invest

Dermatol Vol. 122 : 1480-87.

Wahyuningsih, K.A., 2010. Pemberian Asthaxantine Topikal Menghambat

Penuaan Dini Kulit akibat Pajanan Sinar Ultraviolet B dengan

Memberikan Efek Proteksi Terhadap Kolagen pada Mencit (Mus

Musculus). (Tesis). Denpasar : Universitas Udayana.

Walker, S.L., Hawk, J.L.M. and Young, A.R., 2008. Acute and Chronic

Collagenase Degradeed Collagen in Vitro. Am.J. Pathology. Vol 158; 931-

42.

Weecharangsan, W., Opanasopit, P., Sukma, M., Ngawhirunpat, T., Sotanaphun,

U. and Siripong, P., 2006. Antioxidative and neuro protective activities of

extracts from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.).

Journal Medical Princ Practice 15(4) : 281-287.

Winarsi, H., 2011. Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Potensi dan Aplikasinya

dalam Kesehatan. Cetakan ke-5. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.Hal 18.

Wiraguna, 2013. Pemberian Gel Ekstrak Bulung Boni (Caulerpa spp.) Topikal

Mencegah Penuaan Kulit Melalui Peningkatan Ekspresi Kolagen,

Page 114: photoaging mekanisme

114

Penurunan Kadar dan Ekspresi MMP-1 Serta Ekspresi 8-OhdG Pada

Tikus Wistar Yang Dipapar Sinar Ultra Violet-B. (Disertasi). Denpasar :

Universitas Udayana.

Wiraguna, A.A.G.P., 2012. Materi kuliah Foto Fisik, Foto kimia, Foto Biologi.

Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Wirohadidjojo, Y.W., and Dahlan I., 2007. The effect of narrow and broad band

ultraviolet B onto Keloid fibroblast-VEGF Expression. Berkala Ilmu

Kedokteran. Vol. 39(2) : 82-87.

Wu, T., Rifai, N., Roberts, L.J., Willett, W.S. and Rimm, E.B., 2004. Stability of

Measurements of Biomarkers of Oxidative Stress in Blood Over 36 Hours.

Journal Cancer Epidemiology Biomarkers Preventive August 2004 13;

1399.

Yaar, M., 2006. Clinical and Histological Features of Intrinsic versus Extrinsic

Skin Aging. Dalam : Gilchrest, B.A., Krutmann, J., editors. Skin Aging.

Berlin : Springer. P. 10-52.

Yaar, M., Gilchrest, B.A., 2008. Aging of Skin. In : Wolff, K., Goldsmith, L.A.,

Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., editors. Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York : McGraw-Hill. P.

963-74.

Zarena, A.S. and Sankar, U., 2009. Screening of xanthone from mangosteen

(Garcinia mangostana L.) peels and their effect on cytochrome c reductase

and phosphomolybdenum activity. Journal of Natural Products, Vol.

2(2009) : 23-30.