20
SEMANTIK Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang Linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi bertujuan untukl menyampaikan suatu makna. Ferdinand de Saussure menyatakan bahwa sesungguhnya studi Linguistik tanpa disertai dengan studi semantik adalah tidak ada artinya, sebab Linguistik dengan semantik tidak dapat dipisahkan, bagaikan dua sisi mata uang. 1.Pengertian 1.1 Pengertian Semantik Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambing”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Kemudian yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik (signe linguistique) seperti dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure yaitu terdiri dari dua komponen: 1) Komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk- bentuk bunyi bahasa, 2) Komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu 1

PLU - TUGAS SEMANTIK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PLU - TUGAS SEMANTIK

SEMANTIK

Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang Linguistik (gengogaku) yang mengkaji

tentang makna. Semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam

komunikasi bertujuan untukl menyampaikan suatu makna. Ferdinand de Saussure menyatakan

bahwa sesungguhnya studi Linguistik tanpa disertai dengan studi semantik adalah tidak ada

artinya, sebab Linguistik dengan semantik tidak dapat dipisahkan, bagaikan dua sisi mata uang.

1. Pengertian

1.1 Pengertian Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani sema

(kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambing”. Kata kerjanya adalah semaino

yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Kemudian yang dimaksud

dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda

linguistik (signe linguistique) seperti dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure

yaitu terdiri dari dua komponen:

1) Komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi

bahasa,

2) Komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu

Kedua komponen itu adalah merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang

dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut

referen atau hal yang ditunjuk. Selain itu, beberapa ahli lain juga memberikan

beberapa definisi mengenai semantik, antara lain:

J.W.M Verhaar

Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau

teori arti, yakni cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.

Lehrer

Mengemukakan bahwa Semantik adalah studi tentang makna, menyinggung

aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan

psikologi, filsafat dan antropologi.

1

Page 2: PLU - TUGAS SEMANTIK

Charles Morris

Mengemukakan bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda

dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.

Abdul Chaer

semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3

(tiga) tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).

1.2 Hakikat Makna

Menurut Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa

terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian (yang mengartikan) yang

wujudnya berupa runtunan bunyi, dan komponen signifie ( yang diartikan) yang

wujudnya berupa pengertian atau konsep. Berdasarkan teori yang dikembangkan

oleh Ferdinand de Saussure tersebut, makna itu adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’

yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Ada juga teori yang

menyatakan bahwa makna itu tidak lain daripada sesuatu atau referen yang diacu

oleh kata itu.

Di dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata, makna kata itu

seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep

dasarnya dan juga dari acuannya. Misalnya, kata buaya dalam kalimat “Dasar

buaya ibunya sendiri ditipunya” sudah terlepas dari konsep asal atau acuannya.

Oleh karena itu, banyak pakar mengatakan bahwa kita baru dapat menentukan

makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Para

pakar itu juga menyatakan bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila

kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya.

Satu hal lagi yang harus diingat mengenai makna ini, karena bahasa itu

bersifat arbitrer, maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbitrer.

Kita tidak dapat menjelaskan, mengapa benda cair yang selalu kita gunakan untuk

keperluan mandi, minum, masak, dan sebagainya disebut air, bukan ria, atau rai,

atau juga sebutan lainnya. Begitu juga dengan kata-kata lainnya, kita tidak bisa

menjelaskan hubungan kata-kata itu dengan makna yang dimilikinya.

2

Page 3: PLU - TUGAS SEMANTIK

2. Ruang Lingkup

2.1 Batasan dan Ruang Lingkup Semantik

Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna

(go no imi kankei) antar satu kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam

suatu ideom (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi).

Makna kata satu persatu (

語のこ こ

個々のい み

意味)

Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena

komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa

Jepang, baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh

pembicara dalam komunikasi tersebut, makna atau maksudnya sama dengan

yang digunakan oleh lawan bicaranya. Akan tetapi, baik dalam kamus

(terutama kamus bahasa Jepang-Indonesia) maupun dalam buku pelajaran

bahasa Jepang, tidak setiap kata maknanya dimuat secara keseluruhan. Bagi

pembelajar bahasa Jepang, jika berkomunikasi dengan penutur asli, terjadi

kesalahan berbahasa dikarenakan informasi makna yang diperoleh pembelajar

tersebut masih kurang lengkap. Oleh karena itu, untuk meningkatkan

keterampilan berbahasa khususnya bahasa Jepang, perlu dilakukan penelitian

yang mendiskripsikan makna kata satu persatu secara menyeluruh.

Hubungan antarmakna kata dengan kata yang lainnya (relasi makna)

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan

bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa di sini dapat

berupa kata, frase, maupun kalimat, dan relasi makna dapat menyatakan

kesamaan makna, kegandaan makna, atau juga kelebihan makna. Relasi

makna perlu diteliti, karena hasilnya dapat dijadikan bahan untuk menyusun

kelompok kata (goi) berdasarkan kategori tertentu. Misalnya, pada verba 話す

(berbicara), 言う (berkata),しゃべる (ngomong) dapat dikelompokkan ke

dalam kotoba o hassuru (bertutur). Dalam relasi makna ini biasanya juga

dibahasa mengenai masalah-masalah yang disebut sinonim, antonim,

polisemi, homonim, hiponim, ambiguiti, dan redundansi.

3

Page 4: PLU - TUGAS SEMANTIK

a. Sinonim

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya

kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran

lainnya. Misalnya, antara kata betul dengan kata benar, antara kata

hamil dan frase duduk perut, dan antara kalimat Dika menendang bola

dengan bola ditendang dika. Dalam bahasa Jepang, sinonim disebut

dengan ruigigo yaitu apabila dua buah kata atau lebih yang mempunyai

salah satu imitokuchou yang sama. Seperti pada kata agaru (上がる )

dan noboru (のぼる) yang memiliki kemiripan makna yaitu naik, maka

kedua kata tersebut dapat dikatakan bersinonim.

b. Antonim

Antonim adalah hubungan semantik antara dua buah satuan

ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau

kontras antara yang satu dengan yang lain. Misalnya, kata buruk

berantonim dengan kata baik, kata mati berantonim dengan kata hidup,

dan kata membeli berantonim dengan kata menjual. Dalam bahasa

Jepang istilah antonym ini dikenal juga dengan han-gi kankei.

Keantoniman dua buah kata dapat juga dilihat dari imitokuchounya, jika

salah satu maknanya dianggap berlawanan, maka hubungan kata

tersebut bersifat antonim. Seperti pada kata otoko ( 男 ) yang berarti

laki-laki dengan kata onna (女)yang berarti perempuan.

c. Polisemi

Sebuah kata atau satuan ujaran disebut polisemi kalau kata itu

mempunyai makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala yang

setidaknya mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia, (2) ketua atau

pemimpin, (3) sesuatu yang berada di sebelah atas, (4) sesuatu yang

berbentuk bulat, (5) sesuatu atau bagian yang sangat penting.

d. Homonim

4

Page 5: PLU - TUGAS SEMANTIK

Homonim adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang

bentuknya “kebetulan” sama, maknanya tentu saja berbeda, karena

masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.

Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna inai dan kata pacar yang

bermakna kekasih, antara kata bisa yang berarti racun ular dan kata bisa

yang berarti sanggup, dan juga antara kata mengurus yang berarti

mengatur dan kata mengurus yang berarti menjadi kurus.

e. Hiponim

Hiponim adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk

ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain.

Umpamanya, antara kata merpati dan kata burung. Di sini kita lihat

makna kata merpati tercakup dalam makna kata burung. Kita dapat

mengatakan merpati adalah burung, tetapi burung bukan hanya merpati,

bisa juga perkutut, balam, dan cendrawasih. Dalam bahasa Jepang hal

ini dikenal dengan isitilah jouge-kankei (hubungan antara hiponim dan

hipernim), hubungan ini merupakan hubungan antara dua kata misalnya

A dan B, bisa dikatakan bahwa “A termasuk ke dalam (bagian) B”

Misalnya antara kata どうぶつ

動物 (binatang) dan kata いぬ

犬(anjing), maka kata

動物 merupakan hipernim sedangkan kata 犬 merupakan hiponim.

f. Ambiguiti dan ketaksaan

Ambiguiti adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna

akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tafsiran gramatikal yang

berbeda ini umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena dalam bahasa

tulis unsur suprasegmental tidak dapat digambarkan dengan akurat.

Misalnya, “buku sejarah baru” dapat ditafsirkan maknanya menjadi (1)

buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu memuat sejarah zaman baru.

g. Redundasi

Istilah redundansi biasanya diartikan sebagai berlebih-

lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.

Umpamanya, kalimat “bola itu ditendang oleh Dika” tidak akan

5

Page 6: PLU - TUGAS SEMANTIK

berbeda maknanya bila dikatakan “Bola itu ditendang Dika”. Jadi,

tanpa penggunaan preposisi “oleh” inilah yang dianggap redundansi,

berlebih-lebihan dalam menggunakan kata-kata.

Makna frase

Ungkapan 本を読む(membaca buku), くつを買う(membeli sepatu),

dan はらがたつ (perut berdiri/marah) merupakan suatu frase. Frase “hon o

yomu dan “kutsu o kau” dapat dipahami cukup dengan mengetahui makna

kata hon, kutsu, kau dan o. Jadi, frase itu dapat dipahami secara leksikalnya.

Tetapi, untuk frase “hara ga tatsu” meskipun seseorang mengetahui makna

setiap kata dan strukturnya, belum tentu bisa memahami makna frase tersebut,

jika tidak mengetahui makna frase secara idiomatikalnya. Lain halnya dengan

frase “ashi o arau”, ada dua makna, yaitu secara leksikal, yakni “mencuci

kaki”, dan juga secara idiomatikal yakni “berhenti berbuat jahat”. Jadi, dalam

bahasa Jepang ada frase yang hanya bermakna secara leksikal saja, ada frase

yang bermakna secara ideomatikalnya saja, dan ada juga frase yang bermakna

kedua-duanya.

Makna kalimat

Makna kalimat bisa juga dijadikan sebagai objek kajian semantik,

karena suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya.

Misalnya, kalimat “watashi wa yamada san ni megane o ageru” (saya

memberi kacamata pada yamada) dengan kalimat “watashi wa yamada san ni

tokei o ageru” (saya memberi jam pada Yamada), jika dilihat dari strukturnya

kalimat itu sama yaitu “A wa B ni C o ageru”, tetapi maknanya berbeda. Hal

ini disebabkan makna kata megane dan tokei berbeda. Oleh karena itu, makna

kalimat ditentukan oleh kata yang menjadi unsur kalimat tersebut.

2.2 Jenis Makna

Makna leksikal dan makna gramatikal

Makna Leksikal dalam bahasa Jepang disebut dengan jishoteki-imi (辞

書的意味) atau goiteki-imi (語彙的意味). Makna leksikal adalah makna kata

yang sebenarnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra

6

Page 7: PLU - TUGAS SEMANTIK

dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna

asli suatu kata. Misalnya, kata neko dan kata gakkkou memiliki makna

leksikal “kucing dan sekolah”.

Makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut bunpouteki-imi (文法

的 意 味 ) yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya. Dalam

bahasa Jepang, joshi (partikel) dan jodoushi (kopula) tidak memiliki makna

leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal, sebab baru jelas maknanya jika

digunakan dalam kalimat. Partikel に secara leksikal tidak jelas maknanya,

tetapi baru jelas kalau digunakan dalam kalimat seperti :バンドンにすんで

いる(tinggal di Bandung).

Makna denotatif dan makna konotatif

Makna denotatif dalam bahasa jepang disebut meijiteki-imi (明示的意

味). Makna denotatif adalah makna yang berkaitan dengan dunia luar bahasa

seperti suatu objek atau gagasan dan bisa dijelaskan dengan analisis

komponen makna. Makna konotatif disebut anjiteki-imi (暗示的意味), yaitu

makna yang ditimbulkan karena perasaan atau pemikiran pembicara dan

lawan bicaranya. Misalnya, pada kata chichi (父 ) dan oyaji (親父 ) kedua-

duanya memiliki makna yang sama, yaitu “ayah”. Makna denotatif dari kedua

kata tersebut sama, karena merujuk pada referent yang sama, tetapi nilai rasa

berbeda. Kata chichi digunakan lebih formal dan lebih halus, sedangkan kata

oyaji terkesan lebih dekat dan lebih akrab.

Makna dasar dan makna perluasan

Makna dasar disebut dengan kihon-gi (基本儀) merupakan makna asli

yang dimiliki oleh suatu kata. Makna asli yang dimaksud, yaitu makna bahasa

yang digunakan pada masa sekarang ini. Hal ini perlu dipertegaskan karena

berbeda dengan gen-gi (makna asal), mengingat dalam bahasa jepang modern

banyak sekali makna asal suatu kata yang sudah berubah dan tidak digunakan

lagi. Makna dasar terkadang disebut juga sebagai makna pusat (core) atau

makna protipe, meskipun tidak sama persis. Makna perluasan ten-gi (転義)

7

Page 8: PLU - TUGAS SEMANTIK

merupakan makna yang muncul sebagai hasil perluasan dari makna dasar,

diantaranya akibat penggunaan secara kiasan. Hal ini dikemukakan oleh para

penganut aliran linguistik kognitif. Aliran linguistik kognitif dalam

mendeskripsikan hubungan antarmakna dalam suatu polisemi, banyak

menggunakan gaya bahasa.

Makna referensial dan non-referensial

Sebuah kata disebut bermakna referensial kalau ada referensnya, atau

acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-

kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata.

Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau, dank arena adalah termasuk kata-kata

yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai

referens.

Makna konseptual dan makna asosiatif

Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata

terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata “kuda” memiliki makna

konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai” dan kata

“rumah” memiliki makna konseptual “bangunan tmpat tinggal manusia”. Jadi,

makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna

denotatif, dan makna referensial.Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki

sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang

berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang

suci atau kesucian, kata merah berasosiasi dengan “berani” atau juga paham

komunis dan kata buaya berasosiasi dengan “jahat” atau juga kejahatan”.

Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambing atau perlambang

yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain,

yang mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan, atau ciri yang ada pada

konsep asal kata tersebut. Jadi, kata melati yang bermakna konseptual sejenis

bunga keci-kecil berwarna putih berbau harum” digunakan untuk menyatakan

perlambang “kesucian’, kata merah yang bermakna konseptual ‘sejenis warna

terang menyolok” digunakan untuk perlambang “keberanian” atau di dunia

politik untuk melambangkan “paham atau golongan komunis”, dan kata buaya

8

Page 9: PLU - TUGAS SEMANTIK

yang bermakna koseptual “sejenis bintang reptil buas” yang memakan

binatang apa saja termasuk bangkai” digunakan untuk melambangkan

“kejahatan atau penjahat”.

Makna kata dan makna istilah

Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna

leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Namun, dalam

penggunaaanya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada

di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Kita belum tahu makna

kata jatuhsebelum kata itu berada di dalam konteksnya. Oleh karena itu, dapat

dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas.

Berbeda dengan kata, maka yang disebut dengan istilah mempunyai makna

yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks

kalimat.

Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks,

sedangkan kata tidak bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah

hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Seperti pada

kata tangan dan lengan dalam bidang kedokteran mempunyai makna yang

berbeda. Demikian juga dengan kata kuping dan telinga. Dalam bahasa umum

kedua kata itu merupakan dua kata yang bersinonim, dan oleh karena itu

sering dipertukarkan. Tetapi sebagai istilah dalam bidang kedokteran

keduanya memiliki makna yang tidak sama. Dalam perkembangan bahasa

memang ada sejumlah istilah, yang karena sering digunakan, lalu menjadi

kosakata umum. Artinya, istilah itu tidak hanya digunakan di dalam bidang

keilmuannya, tetapi juga telah digunakan secara umum, di luar bidangnya.

Makna idiom dan peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan

dari makna unsure-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal.

Umpamanya, secara gramatikal bentuk “menjual rumah” bermakna yang

menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya, tetapi dalam

bahasa Indonesia bentuk menjual gigi tidaklah memiliki makna seperti itu,

melainkan bermakna “tertawa keras-keras”. Jadi, makna seperti yang dimiliki

9

Page 10: PLU - TUGAS SEMANTIK

bentuk menjual gigi itulah yang disebut makna idiomatikal. Contoh lain dari

idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna bekerja keras, meja

hijau dengan mkana “pengadilan”, dan sudah beratap seng dengan makna

“sudah tua”.

Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan secara

leksikal maupun gramatikal, maka yang disebut peribahasa memiliki makna

yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena

adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanyasebagai peribahasa.

Umpamanya, peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna dua

orang yang tidak pernah akur. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang

yang namanya anjing dan kucing jika bertemu memang selalu berkelahi, tidak

pernah damai.

2.3 Perubahan Makna

Secara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi secara

diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Maksudnya dalam masa yang relatif

singkat, makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah, tetapi dalam waktu

yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Ada

kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam

sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja, yang disebabkan

oleh berbagai faktor, antara lain; perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi,

perkembangan sosial budaya, perkembangan pemakaian kata, pertukaran

tangkapan indra dan adanya asosiasi. Perubahan makna kata atau satuan ujaran itu

ada beberapa macam, yaitu:

a. Perubahan yang meluas

Perubahan yang meluas artinya, kalau tadinya sebuah kata

bermakna A, maka kemudian menjadi bermakna B. Umpamanya, kata

baju pada mulanya hanya bermakna pakaian sebelah atas dari pinggang

sampai ke bahu, seperti pada ungkapan baju batik, baju sport, baju

lengan panjang. Tetapi dalam kalimat “Murid-murid itu memakai baju

10

Page 11: PLU - TUGAS SEMANTIK

seragam”, yang dimaksud bukan hanya baju, tetapi juga celana, sepatu,

dasi, dan topi.

b. Perubahan yang menyempit

Perubahan makna yang menyempit artinya, kalau tadinya

sebuah kata atau satuan ujaran itu memiliki makna yang sangat umum

tetapi kini maknanya menjadi khusus atau sangat khusus. Umpamanya,

kata sarjana tadinya bermakna ‘orang cerdik pandai’, tetapi kini hanya

bermakna ‘lulusan perguruan tinggi’ saja.

c. Perubahan makna secara total

Perubahan makna secara total artinya, makna yang dimiliki

sekarang sudah jauh berbeda dengan makna aslinya. Umpamanya, kata

ceramah dulu bermakna cerewet, banyak cakap, sekarang bermakna

‘uraian mengenai suatu hal di muka orang banyak’.

11

Page 12: PLU - TUGAS SEMANTIK

SIMPULAN

Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang Linguistik (gengogaku) yang

mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang

digunakan dalam komunikasi bertujuan untuk menyampaikan suatu makna. Objek kajian

semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna (go no imi kankei) antar satu

kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam suatu ideom (ku no imi), dan makna

kalimat (bun no imi).

Dikarenakan semantik merupakan kajian tentang makna, maka di dalamnya juga

terdapat jenis-jenis makna dan juga perubahan makna. Makna dalam semantik terdiri dari

makna leksikal dan gramatikal, makna denotatif dan konotatif, makna dasar dan

perluasan, makna referensial dan non-referensial, makna konseptual dan asosiatif, makna

kata dan istilah kemudian makna idiom dan peribahasa. Kemudian perubahan makna

dalam semantik bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain; perkembangan dalam

bidang ilmu dan teknologi, perkembangan sosial budaya, perkembangan pemakaian kata,

pertukaran tangkapan indra dan adanya asosiasi.

12

Page 13: PLU - TUGAS SEMANTIK

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta

http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2094851-pengertian-semantik/diunduh pada tanggal 27 Maret 2011, 15:07 WIB

http://sastrawancyber.blogspot.com/2010/04/pengertian-semantik-menurut-beberapa.html diunduh pada tanggal 27 Maret 2011, 15:15 WIB

Pateda, Mansoer. 1994. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang: nihongo gaku no kiso. Bandung: Humaniora

13