9
POLA TANAM BERDAYA SAING KOMODITAS UNGGULAN PADA LAHAN KERING DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Competitive Cropping Pattern of Priority Commodity in Upland for Farmer’s Welfare Enhancement Amar K. Zakaria Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.70 Bogor 16161 ABSTRACT Expansion of food crops to dry land area is an effort to increase national food production. This can be done by restructuring the cropping pattern in the area through the introduction of hybrid maize on the rainy season. The research is aimed to compare the benefit of hybrid maize introduction the cropping pattern the areas. The study was conducted in Temanggung Districts, Central Java Province in 2008. The study found out the cropping pattern of “Maize-Maize-Fallow/M-M-F” gave the highest net income, namely of Rp 18.45 million per ha with gross income of Rp 26.69 million per ha. All contribution came from maize crop. The cropping pattern of “Maize-Tobacco/M-T” gave net income of Rp 17.90 million, the cropping pattern of “Maize-Peanut-Fallow/M-P-F” Rp 14.50 million per ha, and the cropping pattern “Maize-Cassava/M-C” Rp 11.80 million per ha, respectively. Based on cost and income (R/C) of ratio, it can be concluded that all cropping pattern in dry land areas gave R/C ratios that were more than two and the levels of financial profitability were between 60.3 – 69.1 percent. With those indicators it can be concluded that all type of cropping pattern activities in dry land areas are economically feasible. Key words : croppng pattern, hybrid corn, major commodity, dryland areas ABSTRAK Pengembangan pangan di lahan kering adalah suatu upaya untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Untuk itu, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah perubahan dalam sistem pola tanam dengan memasukkan tanaman jagung di musim penghujan. Penelitian ini ditujukan untuk membandingkan manfaat komoditas jagung hibrida dalam pola tanam di lahan kering. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam “Jagung-Jagung-Bero/J-J-B” memberikan pendapatan bersih yang paling tinggi, yaitu sebesar Rp 18,45 juta per hektar dengan pendapatan kotornya sebesar Rp 26,69 juta per ha. Pendapatan yang tinggi tersebut, seluruhnya berasal dari usahatani tanaman jagung. Sedangkan pola “Jagung-Tembakau/J-T” memberikan pendapatan bersih sebesar Rp 17,90 juta per ha, pola “Jagung-Kacang Tanah-Beras/J-KT-B” Rp 14,50 juta dan pola “Jagung-Ubi Kayu/J-UK” Rp 11,80 juta per ha. Dilihat berdasar imbangan biaya dan pendapatan (R/C) dari semua pola tanam nilai indikatornya lebih dari dua dengan tingkat profitabilitas finansialnya berkisar 60,3 – 69,1 persen. Dengan indikator tersebut dapat disimpulkan semua pola tanam yang diusahakan pada lahan kering secara ekonomi adalah layak dijalankan. Kata kunci : jagung hibrida, komoditas unggulan, lahan kering

POLA TANAM BERDAYA SAING KOMODITAS UNGGULAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_03_2010.pdf · pergeseran jenis pola tanam yang diusahakan juga untuk komoditas basis

  • Upload
    builiem

  • View
    212

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

POLA TANAM BERDAYA SAING KOMODITAS UNGGULANPADA LAHAN KERING DALAM PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN PETANI

Competitive Cropping Pattern of Priority Commodity in Uplandfor Farmer’s Welfare Enhancement

Amar K. Zakaria

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianJl. A. Yani No.70 Bogor 16161

ABSTRACT

Expansion of food crops to dry land area is an effort to increase national foodproduction. This can be done by restructuring the cropping pattern in the area through theintroduction of hybrid maize on the rainy season. The research is aimed to compare thebenefit of hybrid maize introduction the cropping pattern the areas. The study wasconducted in Temanggung Districts, Central Java Province in 2008. The study found out thecropping pattern of “Maize-Maize-Fallow/M-M-F” gave the highest net income, namely of Rp18.45 million per ha with gross income of Rp 26.69 million per ha. All contribution came frommaize crop. The cropping pattern of “Maize-Tobacco/M-T” gave net income of Rp 17.90million, the cropping pattern of “Maize-Peanut-Fallow/M-P-F” Rp 14.50 million per ha, andthe cropping pattern “Maize-Cassava/M-C” Rp 11.80 million per ha, respectively. Based oncost and income (R/C) of ratio, it can be concluded that all cropping pattern in dry land areasgave R/C ratios that were more than two and the levels of financial profitability werebetween 60.3 – 69.1 percent. With those indicators it can be concluded that all type ofcropping pattern activities in dry land areas are economically feasible.

Key words : croppng pattern, hybrid corn, major commodity, dryland areas

ABSTRAK

Pengembangan pangan di lahan kering adalah suatu upaya untuk meningkatkanproduksi pangan nasional. Untuk itu, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalahperubahan dalam sistem pola tanam dengan memasukkan tanaman jagung di musimpenghujan. Penelitian ini ditujukan untuk membandingkan manfaat komoditas jagung hibridadalam pola tanam di lahan kering. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Temanggung,Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam“Jagung-Jagung-Bero/J-J-B” memberikan pendapatan bersih yang paling tinggi, yaitusebesar Rp 18,45 juta per hektar dengan pendapatan kotornya sebesar Rp 26,69 juta perha. Pendapatan yang tinggi tersebut, seluruhnya berasal dari usahatani tanaman jagung.Sedangkan pola “Jagung-Tembakau/J-T” memberikan pendapatan bersih sebesar Rp 17,90juta per ha, pola “Jagung-Kacang Tanah-Beras/J-KT-B” Rp 14,50 juta dan pola “Jagung-UbiKayu/J-UK” Rp 11,80 juta per ha. Dilihat berdasar imbangan biaya dan pendapatan (R/C)dari semua pola tanam nilai indikatornya lebih dari dua dengan tingkat profitabilitasfinansialnya berkisar 60,3 – 69,1 persen. Dengan indikator tersebut dapat disimpulkansemua pola tanam yang diusahakan pada lahan kering secara ekonomi adalah layakdijalankan.

Kata kunci : jagung hibrida, komoditas unggulan, lahan kering

Amar K. Zakaria

126

PENDAHULUAN

Besarnya kontribusi sektor pertanian dalam Pendapatan Domestik Bruto(PDB) dan dalam penyerapan tenaga kerja, menyebabkan pihak pemerintah selalumemberi prioritas utama pada pelaksanaan pembangunan sektor pertanian.Kebijaksanaan pembangunan pertanian menurut misi bahwa di satu sisi sektorpertanian harus mampu menyediakan kebutuhan konsumsi langsung bagimasyarakat dengan cukup, baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Di sisi lainsektor pertanian harus pula dapat menjadi pendorong berkembangnya berbagaikegiatan, baik pada sektor hulu maupun hilir pada setiap pembangunan wilayahpertanian. Dan strategi yang dapat dilakukan adalah melalui pembangunan usaha-usaha pertanian dan system agribisnis. Operasionalisasi dari strategipembangunan tersebut dituangkan dalam dua program utama, yaitu : (1) ProgramPengembangan Agribisnis, dan (2) Program Peningkatan Ketahanan Pangan.

Sistem agribisnis merupakan kesatuan usaha yang komersial di bidangpertanian dengan memanfaatkan semua sumberdaya secara optimal untukmemperoleh manfaat yang maksimal bagi seluruh pelaku subsistem agribisnisyang terlibat, seperti subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem produksiprimer serta subsistem pengolahan dan pemasaran hasil (Suryana dan Adnyana,1997). Lebih lanjut, Soeharjo (1996), memandang sistem agribisnis sebagai suatusistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang satu dengan lainnya salingberhubungan erat dan mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam sistem.Oleh karena itu, pengembangan agribisnis harus mengembangkan semuasubsistem di dalamnya.

Dalam rangka peningkatan produksi tanaman pangan telah dilaksanakanantara lain melalui peningkatan produktivitas usahatani, perluasan lahan pertanianserta peningkatan pemanfaatan lahan kering yang didukung dengan penyediaansarana dan prasarana yang makin efisien serta kebijakan harga yang sesuai(Anonim, 1995). Dan untuk mewujudkan swasembada pangan selain beras yangsekaligus mengurangi ketergantungan terhadap satu komoditas dimana sepertijagung dan kedelai masih belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.Pelaksanaan Gerakan Padi, Kedelai dan Jagung (Gema Palagung 2001) melaluiupaya khusus (Upsus) merupakan strategi untuk peningkatan produktivitas perhektar dengan peningkatan mutu intensifikasi dan perluasan areal denganpeningkatan indeks pertanaman yang secara simultan dilakukan pemberdayaanpetani (Departemen Pertanian, 1998).

Sejalan dengan kondisi tersebut, penerapan pola tanam pada areal lahankering dengan menggunakan komoditas unggulan (jagung hibrida) menjadi salahsatu alternative positif terhadap keberhasilan yang dikelola petani.

METODOLOGI

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada Tahun 2007 di wilayah KabupatenTemanggung Provinsi Jawa Tengah. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja

Pola Tanam Berdaya Saing Komoditas Unggulan pada Lahan Kering dalam PeningkatanKesejahteraan Petani

127

(purposive sampling) dimana desa terpilih adalah Desa Pager Gunung dan DesaCanggal yang merupakan desa berbasis ekologi lahan kering. Penelitian inimerupakan kegiatan penelitian dengan metode deskriptif yaitu suatu pendekatandengan memusatkan perhatian pada fakta dan masalah-masalah aktual yang adapada saat penelitian dan selanjutnya dijabarkan dengan interpretasi tabel (Soejonodan Abdurrahman, 1977).

Data primer diperoleh dengan pengisian kuesioner terstruktur kepadarumah tangga contoh secara perorangan dengan teknik wawancara, berdasarpenerapan pola tanam setahun. Jumlah rumah tangga contoh seluruhnyaberjumlah 80 petani yang terdiri dari 10 orang petani pada setiap pola tanam disetiap desa. Selanjutnya data dianalisis secara explanatary yang disajikan dalambentuk tabel dari aspek karakteristik petani contoh aspek biaya usahatani,sedangkan untuk mengukur tingkat pendapatan usahatani, digunakan metodekelayakan ekonomi yang sederhana, yaitu dengan rumus sebagai berikut : PB =PK – TB; dimana PB = pendapatan bersih; PK = pendapatan kotor, yaitu nilaitingkat hasil dengan harga jual dan TB = total biaya yang dikeluarkan dalamproses produksi pada skala luasan tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Penelitian. Pemilihan desa penelitian dipilih berdasar lokasiberbasis lahan kering dengan komoditas basis tanaman jagung. Berdasar datapotensi desa, terlihat bahwa di kedua desa tersebut merupakan wilayah dengansumber daya lahan kering yang potensial dengan bentangan permukaan yangbergelombang dan kondisi wilayahnya terletak pada elevasi 600-670 meter darimuka laut. Di lokasi Desa Pager Gunung sebesar 87 persen dari lahan usahatanidikerjakan sebagai budidaya lahan kering dengan komoditas jagung sebagaitanaman utamanya dan di Desa Canggal sebesar 95 persen dari luas lahanusahatani mengusahakan budidaya lahan kering (Tabel 1).

Karakteristik Petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari segiumur petani di kedua desa berdasar keragaman pola tanam, pada umumnyatergolong dalam kelompok usia produktif (20-54 tahun). Dengan demikian, dapatdikemukakan bahwa petani di kedua wilayah tersebut dalam menjalankan aktivitasusahatani yang dikelolanya, secara fisik sangat mendukung dan cukup produktif.Demikian pula jika dilihat dari tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan,pada dasarnya memiliki tingkat pendidikan yang cukup memadai, sehingga sangatmendukung terhadap penetapan keputusan yang diambil terhadap kegiatanusahatani yang dikelolanya.

Dilihat dari potensi sumberdaya tenaga kerja keluarga yang tersedia,menunjukkan bahwa dengan jumlah anggota rumah tangga sebesar 4,2-4,8 jiwa,pada dasarnya cukup mendukung karena petani akan lebih mengutamakanketersediaan tenaga kerja keluarga untuk melakukan aktivitas usahatani,khususnya kegiatan lahan kering pada skala luasan lahan garapan yang rata-ratanya sebesar 0,26-0,34 hektar (Tabel 2).

Amar K. Zakaria

128

Tabel 1. Keragaan Potensi Sumberdaya Desa Penelitian Tahun 2007 di KabupatenTemanggung, Jawa Tengah

Uraian Lokasi Desa PenelitianPager Gunung Canggal

Luas wilayah (km2) 3,39 1,89Elevasi (m-dpl) 670 600Penduduk (jiwa)- Laki-laki- Perempuan

Jumlah

.....................................1.5121.6163.128

1.0571.0692.126

Penggunaan lahan (hektar)- Pekarangan- Sawah- Tegalan/ladang- Kebun/kayu-kayuan- Lainnya

…………………………..48,635,5

175,672,86,5

24,87,7

107,343,52,7

Total 339,0 189,0Sumber : Data Primer, 2007

Tabel 2. Keragaan Karakteristik Petani Contoh di Desa Penelitian Berdasar KeragamanPola Tanam Setahun Di Kabupaten Temanggung, 2008

Uraian Pola A Pola B Pola C Pola DRataan Kisaran Rataan Kisaran Rataan Kisaran Rataan Kisaran

Umur Petani (tahun) 40,4 28-52 41,8 26-56 43,5 32-58 42,2 30-57

Pendidikan petani (tahun) 7,4 4-10 7,2 4-12 6,4 3-12 6,3 2-10

Jumlah ART (jiwa) 4,2 2-7 4,4 3-7 48 2-8 4,3 3-7

Luas garapan (hektar) 0,29 0,12-0,70

0,26 0,10-0,50

0,32 0,20-0,80

0,34 0,21-1,00

Sumber : data primer, 2008.

Keragaman Pola Tanam. Pada awal Tahun 2000 pola tanam yang palingdominan diusahakan oleh petani di kedua desa penelitian adalah “Jagung-Tembakau/J-T” yaitu sekitar 60 persen diterapkan petani. Namun pada Tahun2003 terjadi pergeseran dalam penerapan pola tanam setahunnya, dimana untukpola tanam “Jagung-Jagung” menjadi pola yang banyak diusahakan petani. Hal initerjadi karena harga jual dari hasil jagung memberikan tingkat harga yangkompetitif, sehingga memberikan pendapatan usahatani yang memadai. Dilainpihak tingkat harga jual dari tembakau memiliki kecenderungan yang terusmenurun dalam setiap tahunnya. Dalam penelitian ini kondisi pola tanam yangditeliti dan diterapkan oleh petani adalah Sebagai berikut: (1) Pola A “Jagung-Jagung-Bera/J-J-B” dengan proporsi 38 persen dari seluruh petani contoh, (2) PolaB “Jagung-Kacang Tanah-Bera/J-KT-B”, 18 persen, (3) Pola C “Jagung-Tembakau/J-T” 31 persen, dan (4) Pola D “Jagung-Ubi Kayu/J-UK” 13 persen.

Kegiatan usahatani lahan kering berbasis tanaman jagung, selain terjadipergeseran jenis pola tanam yang diusahakan juga untuk komoditas basis tersebut,

Pola Tanam Berdaya Saing Komoditas Unggulan pada Lahan Kering dalam PeningkatanKesejahteraan Petani

129

terjadi pergeseran penggunaan benih. Dalam hal ini, dapat dikemukakan bahwapada awalnya yaitu pada dekade tahun 1990 varietas jagung yang ditanam adalahjagung lokal khususnya jagung putih dan berperan sebagai sumber bahwakonsumsi rumah tangga. Akan tetapi, dalam perkembangannya terjadi perubahandengan tingkat harga jual hasil jagung yang cenderung membaik yaitu sebesar Rp2.200 – Rp 2.400 per kilogram pipilan kering. Sejalan dengan itu, maka untukmemperoleh tingkat produksivitas yang tinggi dari kegiatan budidaya jagungdigunakan benih jagung varietas hibrida, walaupun harga benih hibrida relatifmahal.

Selanjutnya, hasil penelitian yang mengacu berdasar keragaman polatanam yang diusahakan, terlihat bahwa petani pengguna jagung hibrida adalahsebesar 70 – 85 persen dengan jumlah benih yang dipakai untuk setiap hektarnyaadalah 24,2 – 26,3 kg. Sedangkan untuk pemakaian benih jagung lokal adalah 30,2– 36,6 kg. Dalam hal penerapan komponen teknologi untuk penggunaan saranapupuk pabrik/kimia pada budidaya jagung, menunjukkan bahwa pada semua polatanam yang diusahakan petani (Pola A s/d Pola D) dalam budidaya jagungmenggunakan pupuk kimia secara lengkap (Pupuk Urea, SP36 dan NPK),walaupun dari segi takarannya belum sesuai dengan yang dianjurkan. Dalampemakaian pupuk pabrik ini, petani pola A cenderung lebih tinggi yaitu sebesar300,5 kg per hektar, sedangkan terendah pada petani pola B, yaitu sebesar 251,3kg per hektarnya. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36 danpupuk NPK (Tabel 3).

Tabel 3. Keragaan Petani Contoh dalam Penerapan Komponen Teknologi Budidaya Jagungdi Desa Penelitian, 2008

Komponen Teknologi Pola A Pola B Pola C Pola DVarietas Ditanam (%)- Hibrida- Non-hibrida

……………………………………………………………85,015,0

72,527,5

60,040,0

70,030,0

Pemakaian Benih (kg/ha)- Hibrida- Non-hibrida

……………………………………………………………23,432,6

26,336,6

25,634,2

24,430,2

Pemakaian Pupuk (kg/ha)- Urea/ZA- SP 36- KCL- NPK- Pupuk Kandang

…………………………………………………………....8783-

35298

16462-

27324

17237-

27308

17648-

20245

Pemakaian Pestisida (l/ha) 10,96 0,75 0,52 0,82Sumber : data primer, 2008.

Struktur Biaya Usahatani. Secara umum ada dua faktor yangmempengaruhi keputusan petani dalam mengelolaan usahatani, yaitu faktor luarpetani yang meliputi lingkungan fisik, biotik ketersediaan teknologi dan sistemkelembagaan ditingkat usahatani. Sedangkan dari faktor dalam petani adalahketersediaan sumberdaya lahan usahatani yang dikuasai, modal yang tersedia dan

Amar K. Zakaria

130

kemampuan mengelola (manajemen). Berdasar pada faktor-faktor tersebutmenyebabkan petani menghadapi berbagai keterbatasan dalam pengelolaanusahatani dalam upaya pencapaian produktivitas serta profitabilitas yang tinggi.

Untuk melihat dampak struktur biaya yang dialokasikan pada kegiatanusahatani berdasarkan pola tanam yang diterapkan oleh petani, dalam hal inidigunakan konsepsi pengukurannya, yakni : (1) seluruh pengeluaran untuk saranaproduksi yang digunakan dinilai, baik yang dibeli maupun tidak dibeli, (2) penilaiancurahan tenaga kerja baik tenaga kerja upahan maupun tenaga kerja keluargatermasuk upah berupa natura, (3) untuk nilai lahan tidak dihitung. Keberhasilankegiatan budidaya tanaman akan sangat tergantung dari tingkat produktivitas yangdicapai dan tingkat harga jual produknya secara memadai serta efisiensi biasadalam proses produksinya.

Dengan mengacu berdasar pola tanam setahun yang diterapkan, hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada petani contoh yang menerapkan Pola A (duakali tanam jagung), total biaya produksinya mencapai tujuh koma sembilan jutarupiah. Dalam hal ini, komponan biaya sarananya sebesar 39,6 persen dimanauntuk pengadaan benih mencapai 69 persen dari total (biaya sarana, karena hargabenih jagung hibrida nilainya relatif mahal). Alokasi biaya sarana produksi ini,menunjukkan kesamaan dengan petani yang menerapkan Pola B (37,7%) danPola D (36,8%). Sedangkan pada penerap Pola C kecenderungannya lebih tinggi,yaitu sebesar 44,3 persen.

Dengan mengacu pada Tabel 4, menunjukkan bahwa dari struktur biayausahatani dalam pola tanam setahun berdasarkan keempat pola yang ditelitiadalah sebagai berikut: (1) Untuk pengeluaran biaya usahatani secarakeseluruhan nilai biaya yang dikeluarkan (total biaya), Pola C paling besar yaitusebesar 11,80 juta rupiah dan tanpa menilai tenaga kerja keluarga adalah sebesar8,98 juta rupiah. Sedangkan pada pola A menempati urutan kedua, yaitu sebesar8,72 juta rupiah dan 5,02 juta rupiah (tanpa penilaian tenaga kerja keluarga).Selanjutnya diikuti Pola B (7,24 juta rupiah dan 4,56 juta rupiah) serta Pola D yangterendah yaitu 5,40 juta rupiah dan 3,15 juta rupiah); (2) Jika dilihat dari alokasibiaya, pada Pola A, Pola B dan Pola D untuk biaya tenaga kerja merupakanalokasi yang terbesar dengan kecenderungannya tidak berbeda yaitu 56,8-58,8persen. Akan tetapi dari segi alokasi curahan tenaga upahan yang tertinggi adalahpada Pola B, yaitu 21,8 persen dari total biaya. Sedangkan pada Pola C,merupakan alokasi terendah yaitu sebesar 44,5 persen dengan alokasi tenagakerja upahan sebesar 20,6 persen. (3) Apabila dilihat dari alokasi pengeluaranuntuk biaya sarana produksi, pada Pola C yang terbesar yaitu sebesar 53,0 persendimana sebesar 33,7 persen dipakai untuk pengadaan benih/bibit. Sedangkanpada Pola A dari alokasi untuk sarana produksi sebesar 41 persen, dipakai untukpengadaan benih sebesar 26,1 persen. Selanjutnya diikuti Pola D (40 persen 24,8persen) dan Pola B (38,7 persen dan 28,6 persen untuk pengadaan benih).

Dengan melihat alokasi pengadaan benih yang cukup besar dibandingkandengan pengadaan sarana pupuk dan pestisida adalah sebagai cerminan bahwapetani sudah berorientasi terhadap penerapan teknologi benih yang lebih bermutudan memiliki nilai ekonomis yang dijadikan sebagai komoditas unggulan.

Pola Tanam Berdaya Saing Komoditas Unggulan pada Lahan Kering dalam PeningkatanKesejahteraan Petani

131

Tabel 4. Keragaan Biaya Usahatani Per Hektar pada Lahan Kering Berdasar Pola TanamSetahun di Desa Penelitian Kabupaten Temanggung, Tahun 2008

Komponen biaya usahatani Pola A Pola B Pola C Pola DBenihA. Tanam IB. Tanam II

1.120 (13,5)1.040 (12,6)

1.020 (14,1)1.050 (14,5)

820 (6,9)3.160 (26,8)

1.060 (19,6)335 (6,2)

Pupuk 986 (11,9) 585 (8,1) 1.880 (15,9) 670 (12,4)Pestisida 244 (3,0) 145 (2,0) 396 (3,4) 98 (1,8)Jumlah Sarana 3.390 (41,0) 2.800 (38,7) 6.256 (53,0) 2.163 (40,0)Tenaga Kerja- Upahan- Keluarga

1.450 (17,5)3.250 (39,3)

1.580 (21,8)2.680 (37,0)

2.430 (20,6)2.820 (23,9)

850 (15,7)2.250 (41,7)

Jumlah T. Kerja 4.700 (56,8) 4.260 (58,8) 5.250 (44,5) 3.100 (57,4)Biaya Lainnya 182 (2,2) 178 (2,5) 294 (2,5) 134 (2,5)Total Biaya- Tanpa T. Keluarga- Dengan T. Keluarga

5.022 –8.272

(100,0)

4.558 –7.238

(100,0)

8.980 –11.800(100,0)

3.147 –5.397

(100,0)

Hasil analisis biaya dan pendapatan dari usahatani lahan kering berdasarpenerapan pola tanamnya (Tabel 5), menunjukkan bahwa tingkat penerimaanbersih dari usahatani per hektar pertahun yang terbesar adalah Pola A yaitusebesar 18,45 juta rupiah (“jagung-jagung”) dengan tingkat profitabilitasnyasebesar 69,1 persen. Sedangkan pada Pola B diperoleh penerimaan sebesar17,90 juta rupiah dengan tingkat profitabilitas finansialnya sebesar 66,7 persen.Selanjutnya diikuti oleh petani yang menerapkan Pola C (14,50 juta rupiah) danPola D (11,80 juta rupiah) dengan tingkat profitabilitas finansialnya masing-masingsebesar 60,3 persen dan 68,6 persen.

Tabel 5. Keragaan Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Lahan Kering BerdasarKeragaman Pola Tanam Setahun di Wilayah Penelitian Kabupaten Temanggung,2008

Uraian Pola A Pola B Pola C Pola DPendapatan Kotor (Rp. 000) 26.690 21.740 29.700 17.200Total Biaya (Rp. 000) 8.272 7.238 11.800 5.397Penerimaan Bersih (Rp. 000) 18.452 14.502 17.900 11.803Nilai R/C 3,22 3,00 2,52 3,19Tingkat Profitabilitas (%) 69,1 66,7 60,3 68,6Kontribusi Jagung (%) 100,0 52,3 42,0 47,4

Dengan kondisi tersebut diatas, maka pelaksanaan kegiatan usahatanilahan kering dari keseluruhan pola tanam yang diterapkan, adalah layak

Amar K. Zakaria

132

diusahakan karena memiliki nilai imbangan biaya dan penerimaan usahatani lebihdari satu. Mengenai nilai R/C nya adalah Pola A (3,22); pola B (3,00), Pola C (2,52)dan Pola D (3,19). Sejalan dengan itu, maka upaya pengembangan usahatanilahan kering dengan menggunakan komoditas unggulan, khususnya jagung hibridatetap dipertahankan dan lebih ditingkatkan penerapan komponen teknologipemupukan yang lebih memadai.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasar hasil penelitian pada areal lahan usahatani berbasis lahan keringdi wilayah Kabupaten Temanggung, dapat disimpulkan bahwa :

1) Komoditas jagung hibrida merupakan tanaman utama yang diusahakan, olehpetani telah memberikan hasil yang memuaskan terutama pada kegiatanusahatani musim penghujan yang umumnya ditanam secara monokultur.

2) Penggunaan benih jagung hibrida oleh petani, semakin membudaya dalamupaya memperoleh tingkat hasil yang tinggi, walaupun hanya pembeliannyarelatif mahal.

3) Pola tanam yang diterapkan oleh petani (Pola A,B,C dan D) di wilayahKabupaten Temanggung, yang dilaksanakan pada kegiatan musim tanamTahun 2008, telah memberikan profitabilitas finasial yang secara ekonomisadalah layak untuk dilaksanakan karena nilai R/C lebih dari dua.

4) Berdasar penerapan pola tanam setahun, tingkat keuntungan bersih terbesaradalah Pola A (jagung-jagung) dan selanjutnya diikuti oleh Pola C (jagung-tembakau), pola B (jagung-kacang tanah) dan Pola D (jagung-ubi kayu).

SaranUpaya penerapan teknologi pemupukkan secara lengkap dan tepat jumlah

perlu ditangani secara terpadu dalam kelembagaan kelompok tani dandisosialisasikan kepada petani pelaksana, sehingga tingkat hasil jagung hibridadapat dicapai dengan hasil memuaskan dan dukungan harga jual yang memadai,sehingga pendapatan petani akan lebih meningkat dan sekaligus tingkatkesejahteraannya.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M. O dan K. Kariyasa, 1997. Sumber Pertumbuhan Produksi Dari TingkatKeuntungan Kompetitif Usahatani Jagung Dalam agribisnis Tanaman Pangan.Makalah disampaikan pada Seminar Jagung Nasional. 11-12 November 1997,Ujung Pandang.

Pola Tanam Berdaya Saing Komoditas Unggulan pada Lahan Kering dalam PeningkatanKesejahteraan Petani

133

Amar K. Zakaria, 2005. Keragaan Usahatani Petani Miskin Pada Lahan Kering dan SawahTadah Hujan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis (SOCA) vol. 5 no. 3: 243-362 November 2005. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. ISSN : 1411-7177.

Amar K. Zakaria, 2006. Keragaan Kesempatan Kerja Di Sektor Pertanian dan PengaruhnyaTerhadap Pendapatan Rumah Tangga Perdesaan. Jurnal Sosial EkonomiPertanian Dan Agribisnis (SOCA) vol. 6 no. 2 : 109-216 Juli 2006. FakultasPertanian Universitas Udayana. ISSN : 1411-7177.

Departemen Pertanian. 1998. Petunjuk Pelaksanaan Dan Pedoman Teknis KegiatanPerluasan Areal Tanam. Program Gema Palagung 2001. Departemen Pertanian.

Nurmanaf, A. R. 2001. An Analysis of Economic Linequalities Between Household in RuralIndonesia. Dissertation findings in Brief. Faculty of Business and Computing.Southern Cross University, Coff Harbour Campus, Australia.

Quibria, M G dan Srinivaran, 1993. Rural Proverty in Asia. Oxford University Press,Hongkong.

Sawit, M. H., dkk, 1996. Diversifikasi Sektor Pertanian dan Perubahan Struktur Pendapatan.Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Soeharjo, A. 1996. Pengembangan Sistem Usahatani Pertanian. Makalah Disajikan PadaSeminar Nasional Dinamika Sumberdaya Dan Pengembangan Sistem UsahaPertanian Di Bogor.

Suryana, A dan M. O. Adnyana, 1997. Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Padi danSistem Usaha Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian,Jakarta. 1997.

Thomas, K. D. 1993. Pembangunan Ekonomi Indonesia : Sebuah Kajian Alternatif. MakalahSeminar, 4-6 Febuari, 1993. Yogyakarta, Lembaga Studi Realino, Yogyakarta.