Upload
try-enos-oktafian
View
185
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sindrom polikistik kidney adalah
Citation preview
PENYAKIT GINJAL POLIKISTIK
I. PENDAHULUAN
Penyakit ginjal polikistik (PKD) adalah penyakit herediter dimana terdapat kista yang
multipel dengan berbagai ukuran yang dapat menyebabkan pembesaran ginjal dan kerusakan
ginjal yang progresif sebagai akibat dari kompresi nefron oleh kista yang dapat menyebabkan
obstruksi intrarenal yang terlokalisir. penyakit ginjal polikistik (PKD) Pertama kali
dideskripsikan dalam jurnal medis Portugis pada tahun 1918. Polikistik degenerasi merupakan
penyakit bawaan dan sebagian lagi diperoleh saat dewasa. Lesi inflamasi dan kista timbul oleh
adanya retensi. 1,2
Penyakit ginjal polikistik ini terdapat dalam dua bentuk, yaitu penyakit ginjal polikistik
autosomal resesif (ARPKD) dan penyakit ginjal polikistik autosomal dominan (ADPKD).
Keduanya merupakan kelainan herediter dimana ARPKD terjadi pada anak-anak sedangkan
ADPKD terjadi pada orang dewasa. Walaupun merupakan penyakit herediter keduanya memiliki
penyebab dan manifestasi yang berbeda. 2,3
II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) adalah suatu penyakit genetik yang
jarang terjadi (1:6000 hingga 1:40.000) melibatkan mutasi lokal dari kromosom 6. Penyakit
ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) merupakan penyakit ginjal yang paling sering
diwariskan. Prevalensinya sekitar 1:500 dan lebih sering terjadi pada orang kaukasia daripada
penduduk Afro-Amerika. Penyakit ini bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan. Karena
merupakan penyakit genetik, penyakit ginjal polikistik dimulai pada saat pembuahan. Pada
ARPKD ataupun ADPKD manifestasi pada ginjal dapat terjadi sebelum lahir atau di kemudian
hari. ARPKD biasanya terjadi pada masa kanak-kanak, Jarang terjadi pada akhir masa remaja
dan bahkan pada awal masa dewasa. ADPKD paling sering pada orang dewasa berusia 20-40
tahun. 2,4
1
ADPKD bertanggung jawab atas ESRD (End Stage Renal Disease) 6-10% dari kasus di
Amerika Utara dan Eropa. Kira-kira 1 per 500-1.000 orang membawa mutasi untuk kondisi ini.
Sekitar 85-90% dari pasien dengan ADPKD adalah ADPKD tipe 1 (PKD yang diterjemahkan ke
lengan pendek kromosom 16) ; dan sisanya adalah pasien ADPKD tipe 2 (PKD yang
diterjemahkan ke lengan panjang kromosom 4) tersisa. Usia rata-rata pada pasien adalah 60,5
tahun. ADPKD sedikit lebih berat pada laki-laki daripada perempuan, tetapi tidak signifikan
secara statistik. Gejala umumnya meningkat dengan usia. Anak-anak sangat jarang ditemukan
dengan gagal ginjal dari ADPKD. Usia rata-rata onset ESRD pada pasien dengan ADPKD1
adalah 53 tahun sedangkan pada pasien dengan ADPKD2 adalah 74 tahun. 4
Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) di Finlandia dilaporkan bahwa
insidennya adalah 1:1000. Semua ras dan jenis kelamin bisa terkena penyakit ini tanpa ada
perbandingan yang jelas. Penyakit ini dapat muncul antara periode perinatal dan umur 5 tahun,
tergantung dari klasifikasi. 5
III.ETIOLOGI
ADPKD adalah jenis penyakit kista yang paling sering terjadi yang dapat disebabkan
oleh mutasi salah satu dari tiga gen, yaitu gen yang terletak pada lengan pendek kromosom 16
yang dapat menyebabkan ADPKD tipe 1 (85-90% dari kasus), gen yang terletak pada lengan
pendek kromosom 4 yang dapat menyebabkan ADPKD tipe 2 (15% dari kasus), dan gen yang
belum mampu dipetakan yang dapat menyebabkan ADPKD tipe 3. Pada ARPKD, mutasi gen
pada kromosom 6 menjadi penyebab utama dari penyakit polikistik jenis ini. 2,6
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak dirongga retroperitoneal bagian
atas. Bentuknya meyerupai kacang dengan sisi cekungnya mengahadap ke medial. Pada sisi ini
terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sitem limfatik, sitem saraf,
dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.3
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini bergantung pada jenis kelamin, umur,
serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal
2
orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya
bervariasi antara 120 – 170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.3
Gambar 1. Anatomi ginjal (dikutip dari kepustakaan 7)
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa
(true capsule) ginjal dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial
ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal / suprarenal yang berwarna kuning.
Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota.
Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal
serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia Gerota dapat
pula berfungsi sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat
metastasis tumor ginjal ke organ disekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jaringan lemak
retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal.3
Di sebelah posterior ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang
rusuk ke XI dan XII sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ-organ intraperitoneal.
Ginjal dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien,
lambung, pankreas, jejeunum, dan kolon. 3
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli
ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes. 3
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam
glomeruli kemudian ditubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami
reabsorpsi dan zat-zat hasil sisa metabolism mengalami sekresi bersama air membentuk urine.
Setiap hari tidak kurang dari 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan
urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramid ke sistem
pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter. 3
3
Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor, dan
pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya
terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter. 3
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari
aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam
vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai
anastomose dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah
satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya. 3
Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal berfungsi juga
dalam:
(1) mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) dalam
mengatur jumlah cairan tubuh,
(2) mengatur metabolism ion kalsium dan vitamin D.
(3) menghasilkan beberapa hormon, antara lain: eritropoetin yang berperan dalam pembentukan
sel darah merah, rennin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormon
prostaglandin. 3
V. PATOFISIOLOGI
Pathogenesis tidak diketahui kecuali bahwa penyakit ARPKD diturunkan secara genetik
sebagai resesif autosom. Gen ARPKD telah diterjemahkan ke daerah kromosom 6p21. Hasil tes
DNA yang abnormal dalam perkembangan kista disaluran pengumpul ginjal, yang berkembang
ke ukuran besar karena hyperplasia sel epitel di dinding kista dan akumulasi cairan dalam rongga
kista. Bayi yang baru lahir dapat memilki 80% dari tubulus yang terlibat, sedangkan pasien
dewasa memperlihatkan keterlibatan yang kurang. 6
ARPKD ini ditandai dengan perubahan patologi pada ginjal dan liver. Dalam ginjal
hyperplasia epithelial muncul di sepanjang ductus kolektivus pada nefron. Sel yang hyperplasia
ini mengalami perubaham fungsi dari reabsorpsi menjadi fungsi sekretoris. Cairan yang
disekresikan dari sel yang abnormal ini adalah kaya akan epithelial growth factors, dimana
4
nantinya mampu merangsang proliferasi epitel. Kombinasi dari proliferasi epitel dan sekresi
cairan akan menyebabkan dilatasi dari duktus. Sekitar 10-90% duktus akan mengalami
penurunan fungsi yang akan menyebabkan disfungsi renal yang luas. Ginjal akan membesar
tergantung dari jumlah duktus yang terlibat. Pemeriksaan ginjal akan memperlihatkan kista
subkapsular yang kecil dan multiple. 5
Penyakit pada hepar muncul pada pasien dengan ARPKD, dengan manifestasi yang
berbeda-beda sesuai dengan umur pasien. Kelainan patologi utama yang muncuk adalah
periportal fibrosis dan dilatasi dari duktus biliaris. Keterlibatan yang paling signifikan pada hepar
adalah penyakit fibrosis hepatic congenital dimana hipertensi portal adalah manifestasi klinis
yang paling sering muncul. 5
Gejala atau tanda klinis utama dari bilateral ADPKD adalah pelebaran kistik yang
progresif dari tubulus ginjal, yang akan mengarah pada stadium akhir penyakit ginjal (End Stage
Renal Disease). Kista hepar, cerebral aneurisma, dan kelainan katup jantung juga dapat terjadi. 4
Meskipun ADPKD adalah penyakit sistemik, hal itu menunjukkan ekspresi fokus karena
kurang dari 1% dari nefron menjadi kistik. Dalam ADPKD, masing-masing sel epitel dalam
tubulus ginjal menjadi tempat mutasi, tetapi hanya sebagian kecil dari tubulus ginjal berkembang
menjadi kista. Saat ini ada pendapat yang menyatakan bahwa sel dilindungi oleh alel warisan
dari orang tua tanpa ADPKD. Ketika alel ini tidak aktif oleh peristiwa somatic (mutasi atau
sebaliknya) dalam sel tubulus ginjal soliter, sel membelah berulang kali sampai suatu kista
berkembang, dengan program pertumbuhan menyimpang menyebabkan ekspansi tanpa akhir.
Keparahan ADPKD adalah konsekuensi langsung dari jumlah, waktu, dan frekuensi dengan
proses cystogenic ini yang terjadi dalam ginjal sepanjang hidup pasien. 4
Yang meluas berisi cairan massa tumor sekunder dan tersier menimbulkan perubahan
dalam interstitium ginjal yang tampak oleh penebalan dan laminasi dari ruang bawah tanah
tubula membrane, infiltrasi makrofag, dan neovaskularisasi. Fibrosis dalam interstitiun dimulai
pada awal perjalan penyakit. Cellular proliferasi dan sekresi cairan dapat dipercepat oleh cAMP
dan faktor pertumbuhan, seperti epithelial growth factor (EGF). Singkatnya, kista berfungsi
sebagai struktur otonom dan bertanggung jawab untuk pembesaran ginjal progresif dalam
ADPKD. 4
Sekitar 85-90% dari pasien dengan ADPKD memiliki kelainan pada lengan pendek
kromosom 16 (yaitu, ADPKD tipe 1 [ADPKD1]). Tipe kedua, diistilahkan dengan ADPKD tipe
5
2 (ADPKD2), bertanggung jawab atas 5-15% dari kasus ADPKDditemukan pada lengan pendek
kromosom 4. Genotipe ketiga mungkin ada tetapi tidak ada lokus genomic diberikan. 4
ADPKD1 dan ADPKD2 dinyatakan dalam kebanyakan organ dan jaringan tubuh
manusia. Protein yang dikodekan oleh ADPKD1 dan ADPKD2, polycystin 1 dan polycystin 2,
tampaknya berfungsi bersama-sama untuk mengatur konfigurasi morfologi sel epitel. Polycystins
diekskpresikan dalam pertumbuhan awal pada stadium blastocyt dan differential pada jaringan. 4,11
VI. DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis
Gambaran klinis utama yang dapat terlihat dengan USG, CT scan, atau MRI adalah kista
multiple dalam ginjal. Kista muncul sejak dalam uterus dan perlahan merusak jaringan normal
sekitarnya bersamaan dengan pertumbuhan anak menjadi dewasa. Kista muncul dari berbagai
bagian nefron atau duktus koligentes dimana kista ini dapat diraba dari permukaan abdomen
penderita. 2,8,9
Selain gambaran klinis utama, penyakit ginjal polikistik, kita dapat menemukan
gambaran klinis yang lain seperti: 2,8,9
o Hematuria
o Proteinuria
o Hipertensi
o Infeksi saluran kemih
o Batu ginjal (sekitar 20-30% dari kasus)
o Peningkatan insiden aneurisma intrakaranial yang dapat mengarah pada perdarahan
subarkhnoid
o Uremia
o Sakit pinggang, nyeri pada abdomen (akibat perdarahan ke dalam kista ginjal yang
menyebabkan meregangnya kapsul ginjal)
6
Kista pada hati, pankreas, dan limpa dapat muncul sebagai manifestasi ekstrarenal. .
B. Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk membantu dalam menegagkan diagnosis
dengan melihat kelainan – kelainan pada pemeriksaan foto polos abdomen ,pielografi intervena,
CT Scan, dan USG.
1. Foto polos
Pada foto polos menunjukkan penonjolan lokal pada ginjal yang mencurigakan suatu
kista atau tumor.Pengkerutan , baik lokal atau seluruh ginjal , mencurigakan adanya suatu
infeksi kronis. 10
Gambar 2. Penonjolan ginjal yang lokal (dikutip dari kepustakaan 10)
2. Intravenous Pielografi (IVP)
Pada pemeriksaan pielografi inravena memperlihatkan ginjal yang membesar dengan
kontur yang multilobulasi. Pada pelvis dan infundibulum mengalami pemanjangan dan sering
mengalami penekanan di sekitar kista, membentuk outline berupa gambaran bulan sabit. Jarang
ditemukan kalsifikasi pada dinding kista ginjal polikistik. Kista sederhana yang ganda (multiple)
pada kedua ginjal seperti busa sabun yang terutama melibatkan korteks dan permukaan ginjal.
Kista pada penyakit ginjal polikistik sebaliknya, kedua korteks dan medulla yang terlibat. 9
7
Gambar 3. Pembesaran ginjal yang lokal karena kista (dikutip dari kepustakaan 9)
3. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat menunjukkan pembesaran ginjal yang didalamnya terdapat kista
yang multiple dengan ukuran yang beragam dan tersebar secara acak dengan gambaran free
echoic/anechoic. Pada pasien dengan pembesaran ginjal dan penurunan fungsi ginjal,
ultrasonografi dapat membedakan ginjal polikistik dari massa solid yang multiple. 11
Gambar 6. A. Sonogram menunjukkan tidak tampak parenkim ginjal yang normal tersisa, multiple kista.B. Potongan menyilang menunjukkan hasil yang sama beberapa kista yang lebih kecil diantara kista besar
(dikutip dari kepustakaan 11)
8
4. CT Scan
Penyakit polikista ginjal dapat pula dideteksi dengan menggunakan CT Scan. Dengan CT
Scan, kita dapat mengetahui ukuran ginjal, menilai jumlah dan distribusi dari kista yang multiple
secara akurat. 12
Gambar 7. CT Scan abdomen menunjukkan pembesaran bilateral kistik ginjal dan hati (dikutip dari kepustakaan 12)
Gambar 8. Axial CT scan (C dan D) memperlihatkan peningkatan jumlah dan volume kista ginjal antara tahun 1999
dan 2003. Didapatkan pula dinding aorta yang mengalami kalsifikasi (dikutip dari kepustakaan 13)
C. Patologi Anatomi
Ginjal pada ADPKD dapat mencapai ukuran sangat besar dan telah dicatat beratnya
mencapai 4 kg pada tiap ginjal. Ginjal yang sangat besar ini dengan mudah teraba di abdomen
9
sebagai massa yang melanjutkan diri ke dalam pelvis. Pada pemeriksaan makroskopik,
tampaknya ginjal semata-mata terdiri dari massa kista dengan berbagai ukuran diameter,
mencapai 3-4 cm, tanpa parenkim yang menyelangi. Kista terisi cairan, dapat jernih, keruh atau
hemoragik. 14
Gambar 9. Pembesaran ginjal pada orang dewasa dengan ADPKD, yang menunjukkan kista yang sangat besar yang
memenuhi parenkim ginjal. (dikutip dari kepustakaan 15)
VII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pencitraan IVP, USG ginjal, maupun MRI. 16
Adenokarsinoma Ginjal
Adenokarsinoma ginjal adalah tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus
proksimal ginjal. Tumor ini merupakan 3% dari seluruh keganasan pada orang dewasa. Angka
kejadian biasanya banyak ditemukan pada usia lanjut (setelah usia 40 tahun), tetapi dapat pula
menyerang usia muda. Kejadian tumor pada kedua sisi (bilateral) terdapat pada 2% kasus.
Penemuan kasus baru meningkat setelah diketemukannya alat bantu diagnosis USG dan
CT Scan. pada pielogram tampak massa padat dalam ginjal yang tidak homogen, dan tidak ada
kalsifikasi dari ginjal . Pada gambaran CT Scan dapat dilihat massa yang padat kelihatan seperti
lebih kistik . 2,16
10
Dari gambaran klinis didapatkan tiga trias klasik, yaitu: nyeri pinggang, hematuria, dan
massa pada perut atau pinggang. Nyeri akibat invasi tumor ke dalam organ lain, sumbatan aliran
urine, atau massa tumor yang menyebabkan peregangan kapsula fibrosa. Di samping itu, ada
gejala dan tanda klinis lain, yaitu febris, hipertensi, anemia, dan tanda metastasis ke paru atau
hepar. 16
VIII. PENGOBATAN
Pengobatan yang dapat diberikan pada penyakit ginjal polikistik, antara lain: 17,12
o Nyeri perut dan nyeri pinggang yang disebabkan oleh pembesaran kista dikelola
oleh analgesik non-narkotik.
o Hipertensi harus ditangani secara agresif untuk mencegah progresifitas dari
kerusakan ginjal dan untuk mencegah rupture aneurisma dalam keluarga yang
memiliki riwayat perdarahan otak.
o Pembatasan asupan protein untuk mencegah progresi dari kerusakan ginjal.
o Jika infeksi muncul, berikan antibotik yang sesuai, terutama yang mampu
menembus kista ginjal (trimethoprimsulphamethoxazole, chloramphenicol, dan
fluoroquinolone seperti norfloxacin dan ciprofloxacin). Pada infeksi, drainase
mungkin dibutuhkan.
o Screening untuk aneurisma intracranial diindikasikan bila dalam kasus terdapat
hipertensi dan riwayat perdarahan hemoragik dalam keluarga.
o Pada ADPKD, 20-30% pasien dapat menderita batu ginjal yang harus diobati
dengan alkalinisasi urin dan extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL).
o Laparoskopi ginjal telah terbukti bermanfaat dalam menghilangkan rasa sakit
yang terkait dengan kista.
o Gagal ginjal ditangani dengan dialysis atau transplantasi ginjal.
IX. PROGNOSA
Pada penyakit ginjal polikistik resesif (ARPKD), anak-anak yang dapat bertahan selama
bulan pertama kehidupan, 78% akan bertahan hingga melebihi 15 tahun. Diagnosis dini dan
pengobatan hipertensif secara agresif dapat memperbaiki diagnosis pada anak-anak tersebut.
11
Dialysis dan transplantasi ginjal adalah pengobatan yang sesuai jika terdapat gagal ginjal.
Beberapa anak telah menjalani trans Uplantasi hepar dan ginjal secara bersamaan dan berhasil. 2
Pada ADPKD, penyakit ini berkembang menjadi ESRD pada sekitar 25% pasien berusia
50 tahun dan sekitar 50% pada usia 60 tahun. Ginjal yang besar, kasus gross hematuri, infeksi
ginjal yang berat dan berulang, hipertensi, ras kulit hitam, dan jenis kelamin laki-laki adalah
beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan progresi dari ESRD. Beberapa pasien dapat
memiliki waktu hidup yang normal dan meninggal akibat penyakit non-renal. Walaupun
memiliki gejala klinis yang sama, kedua tipe ADPKD yaitu ADPKD tipe 1 dan ADPKD tipe 2
memiliki prognosis yang berbeda dimana ADPKD tipe 2 memiliki prognosis yang lebih baik
dilihat dari usia rata-rata ginjal dapat bertahan yaitu 68 tahun pada ADPKD tipe 2 dan 53 tahun
pada ADPKD tipe 1. 2,4,5
DAFTAR PUSTAKA
1. Almeida EAF, Prata MM. First description of polycystic kidney disease in a Portuguese
journal. [online] 2010 [cited on 2 Januari 2011]. Available from URL :
http://ndt.oxfordjournals.org/cgi/reprint/gfn107v1.pdf
2. Wilson LM, Price SA. Gagal ginjal kronik. Dalam: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
patofisiologi Hartanto H, Susi A, Wulansari A, Mahanani DA, Editor Edisi 6. Jakarta :
EGC ; 2006. hal. 937-8.
3. Purnomo BB. Ginjal. Dalam dasar-dasar urologi. Edisi 2. Jakarta : CV. Sagung Seto;
2007. hal. 2-4, 126-7, 164-7.
4. Young YB. Polycystic Kidney Disease [online] 2010 [cited on 2 Januari 2011].
Available from URL: http.//www.emedicine.com
5. Verghase P. Autosomal Recessive Polycystic Kidney Disease [online] 2010 [cited on 2
Januari 2011]. Available from URL: http.//www.emedicine.com
12
6. Lippert MC. Renal cystic disease. In: Adult and pediatric urology Gillenwater JY,
Howards SS, Grayhack JT, Mitchel M.. Editors 4th edition. Virginia : Lippincott Williams
& Wilkins Publishers; 2002. p. 1294-1317.
7. Putz R, Pabst R. Ginjal. Dalam: Atlas anatomi manusia Sobotta. Edisi 21. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC; 2000. hal. 180-1.
8. Patel PR. Saluran kemih. Dalam: Safitri A. Lecture Notes Radiologi. Edisi 2. Jakarta :
Erlangga; 2007. hal. 178-9.
9. Ekayuda I. Traktur urinarius. Dalam: Diagnostik radiologi. Edisi 2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 2005. hal. 294.
10. P.E.S Palmer, Cockshott WP, Hegedus V, Samuel E. Jantung. Dalam: Petunjuk membaca
foto untuk dokter umum. Jakarta : EGC; 1995. hal.189,201.
11. Adam A, Dixon AK, Grainger RG, Allison DJ. Renal masses. In: Grainger & Allison’s
diagnostic radiology: a textbook of medical imaging. 4th edition. Churcill Livingstone;
2001. p. 1560, 1568.
12. Tiong H, Shim T, Lee Y, Tan J. Bilateral laparascopi nephrectomy for autosomal
dominant polycystic kidney disease [online] 2010 [cited on 27 oktober 2010]. Available
from URL:
http://www.ispub.com/journal/the_internet_journal_of_urology/volume_6_number_1_37/
article/bilateral-laparoscopic-nephrectomy-for-autosomal-dominant-polycystic-kidney-
disease.html
13. Torres EV. Vasopressin antagonists in polycystic kidney disease [online] 2010 [cited on
2 Januari 2011].Available from URL:
http://www.nature.com/ki/journal/v68/n5/fig_tab/4496397f3.html
14. Robbins SL, Kumar V. Penyakit ginjal kistik. Dalam: Buku ajar patologi anatomi II.
Edisi 4. Jakarta : EGC; 1995. hal. 211-3
15. Anonymous. Dominant polycystic kidney disease [online] 2010 [cited on 2 Januari
2011]. Available from URL:
http://library.med.utah.edu/WebPath/RENALHTML/RENAL047.html
16. Scher HI, Motzer RJ. In: Harrison’s Principle of Internal Medicine Dennis L. Kasper.
Bladder and renal cell carcinomas. Editor 16th ed. McGraw-Hill.inc.; 2000. p.541-2
13