61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn) SEBAGAI BAHAN BAKU TEMPE; SENSORI, KUALITAS GIZI, SERAT PANGAN, DAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Oleh : KARTIKO CAHYO KUMORO H 0607066 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

  • Upload
    dothien

  • View
    232

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn) SEBAGAI

BAHAN BAKU TEMPE; SENSORI, KUALITAS GIZI, SERAT

PANGAN, DAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian

di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh :

KARTIKO CAHYO KUMORO H 0607066

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn) SEBAGAI BAHAN BAKU TEMPE; SENSORI, KUALITAS GIZI, SERAT

PANGAN, DAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN

Yang dipersiapkan dan disusun oleh KARTIKO CAHYO KUMORO

H 0607066

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal : 27 Februari 2012

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua

Setyaningrum Ariviani, S.TP., MSc

NIP. 197604292002122002

Anggota I

Ir. Choirul Anam, MP NIP. 196802122005011001

Anggota II

Ir. Kawiji, MP.

NIP. 196112141986011001

Surakarta, Maret 2012

Mengetahui, Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian Dekan,

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. NIP : 195602251986011001

Page 3: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Potensi Biji Saga Pohon (Adenanthera

Pavonina Linn) Sebagai Bahan Baku Tempe; Sensori, Kualitas Gizi, Serat

Pangan, dan Kapasitas Antioksidan”. Penulisan skripsi ini merupakan salah

satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa untuk mencapai gelar Sarjana

Stratum Satu (S-1) pada program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk

itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian.

3. Setyaningrum Ariviani, S.TP., MSc selaku Dosen Pembimbing Utama skripsi

yang telah banyak membimbing dan memberi nasehat kepada saya dari awal

hingga hingga akhir.

4. Ir. Choirul Anam, MP selaku Dosen Pembimbing Pendamping skripsi yang

telah banyak membimbing dan memberi nasehat kepada saya dari awal

hingga hingga akhir.

5. Ir. Kawiji, MP selaku Pembimbing Akademik sekaligus Penguji Skripsi saya

yang selalu memberikan motivasi selama masa perkuliahan dan telah

memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala ilmu dan

bantuan selama masa perkuliahan penulis.

7. Ayah dan Ibu tercinta saya yang telah merawat dan mendidik dengan penuh

kasih sayang semenjak masih dalam kandungan sampai sekarang. Begitu tak

Page 4: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

terhitung yang telah ayah dan ibu korbankan demi memberikan yang terbaik

bagi putra-putrinya.

8. Adik-adikku tersayang; Imannia Sari Pramukti, Cipta Tata Amalla dan

Martha Raalit yang telah memberi banyak semangat kepada saya untuk cepat

lulus.

9. Teman-teman karib saya; Ahmad Farid I G, Anthony TM, Dedi Kurniawan,

Dwi Setyawan, Lilik, Iskandar Azmy Harahap, Ivan Widiyanto, Mas Heru,

Mas HP Arief, yang banyak memberikan motivasi dan mengingatkan saya

dalam kebaikan.

10. Teman-teman seperjuangan THP angkatan 2007, HIMAGHITA FP UNS dan

FUSI FP UNS yang telah banyak memberikan motivasi dan pengalaman yang

berharga kepada saya selama masa perkuliahan.

11. Teman-teman Kos Batu Alam: Mas Arif, Mas Henky, Mas Ade, Adit, dan

Aan yang telah membersamai dalam suka duka menjadi anak kos.

12. Keluarga besar Jurusan Teknologi Pertanian yang banyak membantu dalam

segala hal selama masa perkuliahan.

13. Semua pihak yang telah banyak membantu kelancaran penyusunan skripsi ini

dan memberi dukungan, doa serta semangat bagi penulis untuk terus

berjuang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Maret 2012

Penulis

Page 5: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix

RINGKASAN ...................................................................................................... x

SUMMARY ......................................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Perumusan Masalah .................................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3

1. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3

2. Manfaat Penelitian .................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori............................................................................................ 5

1. Saga ........................................................................................................ 5

2. Tempe ..................................................................................................... 11

3. Fermentasi Tempe ................................................................................. 13

4. Serat Pangan ........................................................................................... 15

5. Antioksidan Tempe................................................................................ 17

B. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 21

C. Hipotesis ..................................................................................................... 21

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 22

B. Bahan dan Alat............................................................................................ 22

1. Bahan ...................................................................................................... 22

2. Alat ......................................................................................................... 23

C. Tahapan Penelitian...................................................................................... 23

Page 6: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

1. Pembuatan Tempe ................................................................................. 23

D. Perancangan Percobaan .............................................................................. 26

E. Metode Analisa ........................................................................................... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Pembuatan Tempe Saga ............................................................... 27

B. Perubahan Selama Fermentasi Biji Saga ................................................ 29

1. Kualitas Gizi........................................................................................ 30

2. Kapasitas Antioksidan....................................................................... 34

3. Kandungan Serat Pangan............................................................ ...... 37

C. Potensi Tempe Saga Dibanding Tempe Kedelai................................... 38

1. Kualitas Gizi......................................................................................... 39

2. Kapasitas Antioksidan ......................................................................... 42

3. Kandungan Serat Pangan..................................................................... 43

4. Analisa Sensori .................................................................................... 45

a. Warna .............................................................................................. 45

b. Aroma .............................................................................................. 46

c. Rasa ................................................................................................. 47

d. Tekstur............................................................................................. 47

e. Overall ............................................................................................. 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................................. 49

B. Saran ............................................................................................................ 49

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 51

LAMPIRAN ........................................................................................................ 60

Page 7: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Beberapa Biji-bijian per 100 gram........................... 8

Tabel 2.2 Perbandingan Asam Amino Biji Saga Pohon dengan Kedelai per 100 gram............. .............................................................................. 9

Tabel 2.3 Proporsi Asam Lemak Biji Saga ...................................................... 10

Tabel 3.1 Metode Analisis ................................................................................ 26

Tabel 4.1 Hasil Analisa Proksimat Biji Saga Rebus dan Tempe Saga serta Presentase Perubahannya (drybase) ................................................ 30

Tabel 4.2 Hasil Analisa Kapasitas Antioksidan Biji Saga Rebus dan Tempe Saga (drybase)................................................................................... 34

Tabel 4.3 Hasil Analisa Dietary Fibre Biji Saga Rebus dan Tempe Saga (drybase) ............................................................................................ 37

Tabel 4.4 Hasil Analisa Proksimat Tempe Saga dan Tempe Kedelai (drybase) ............................................................................................ 39

Tabel 4.5 Hasil Analisa Kapasitas Antioksidan Tempe Saga dan Tempe Kedelai (drybase) .............................................................................. 42

Tabel 4.6 Hasil Analisa Dietary Fibre Tempe Saga dan Tempe Kedelai (drybase) ............................................................................................ 44

Tabel 4.7 Hasil Penilaian Organoleptik Tempe Saga...................................... 45

Page 8: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pohon dan Polong Saga ............................................................... 6

Gambar 2.2 Biji Kedelai, Biji Saga Kupas Kulit, dan Biji Saga ................... 7

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Penelitian Tempe Saga ................................ 21

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tempe Saga Pohon ........................... 25

Page 9: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR LAMPIRAN

I. Prosedur dan Hasil Analisis Penelitian ....................................................... 60

A. Kadar Air Metode Thermogravimetri (Sudarmadji dkk, 2003) ............ 60

B. Kadar Abu Cara Kering (Apriyantono dkk, 2003)................................. 61

C. Kadar Lemak Metode Soxlet (Sudarmadji dkk, 2003) .......................... 62

D. Kadar Protein Metode Semi-Mikro (Apriyantono dkk, 2003) .............. 63

E. Aktivitas Antioksidan DPPH (Subagio et al, 2002) .............................. 64

F. Total Fenol (Senter et al, 1989)............................................................... 65

G. Serat Pangan Metode Multiple Enzyme (Asp dan Johansson, 1981) .... 66

II. Borang Uji Organoleptik .............................................................................. 70

III. Analisis SPSS (Independent T test) terhadap Kualitas Gizi, Kapasitas

Antioksidan dan Serat Pangan ...................................................................... 71

IV. Analisis SPSS (Independent T test) terhadap Karakteristik Organoleptik

Tempe Saga dan Tempe Kedelai .................................................................. 77

V. Dokumentasi Penelitian ................................................................................ 80

Page 10: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina Linn) SEBAGAI

BAHAN BAKU TEMPE; SENSORI, KUALITAS GIZI, SERAT PANGAN, DAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN

KARTIKO CAHYO KUMORO

H 0607066

RINGKASAN

Tempe merupakan makanan tradisional asli Indonesia yang dibuat dari kedelai atau kacang-kacangan melalui fermentasi kapang Rhizopus. Tempe memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, teknologi pembuatannya sederhana, harganya terjangkau, dan mempunyai citarasa yang enak sehingga menjadi sumber protein nabati utama masyarakat Indonesia. Kedelai sebagai bahan baku utama tempe sebagian besar diperoleh dari komoditas import sehingga dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Saga pohon (Adenanthera pavonina Linn) merupakan leguminosa lokal yang belum banyak dimanfaatkan, memiliki protein yang tinggi dan manfaat kesehatan seperti menurunkan tekanan darah, bersifat antioksidan, anti bakteri, dan antiinflamatori. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi potensi biji saga pohon sebagai bahan baku pembuatan tempe yang meliputi kualitas sensori, kualitas gizi: kandungan air, karbohidrat, protein, lemak, dan abu, selain itu juga terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu variasi bahan baku tempe; saga dan kedelai. Hasil penelitian menyatakan bahwa kadar air tempe saga lebih besar dibanding tempe kedelai, yaitu 205,55%(db) dibanding 170,17%(db); sementara total abu, lemak dan karbohidrat tempe saga dan tempe kedelai setara, untuk tempe saga yaitu; 3,73%(db), 37,61%(db) dan 28,89%(db), sedangkan tempe kedelai 3,03%(db), 33,25%(db), dan 27,97%(db); meskipun kadar protein tempe saga lebih rendah yaitu, 29,77%(db) dibanding tempe kedelai 35,81%(db). Untuk kapasitas antioksidan yang meliputi aktifitas penangkal radikal DPPH dan Total Fenol keduanya seimbang, tempe saga sebesar 0,12 %DPPH/mg sampel (db) dan 0,33 mg fenol/100g sampel (db), sedangkan tempe kedelai sebesar 0,23 %DPPH/mg sampel (db) dan 0,36 mg fenol/100g sampel (db). Sementara kandungan serat pangan; serat pangan larut, serat pangan tak larut dan serat pangan total dari tempe saga juga tidak berbeda dari tempe kedelai. Secara berurutan tempe saga; 1,78%(db), 0,81%(db) dan 2,59%(db) sedang tempe kedelai; 1,59%(db), 1,03%(db) dan 2,62%(db). Untuk analisa sensori, tempe saga lebih baik dalam parameter warna dan setara dalam tekstur meskipun dari segi aroma dan rasa tempe kedelai masih lebih baik. Namun secara overall tempe saga dan tempe kedelai memiliki nilai yang sama. Kata kunci : tempe, saga pohon, kualitas gizi, antioksidan, serat pangan.

Page 11: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

POTENTIAL OF SAGA POHON (Adenanthera pavonina Linn) AS TEMPEH INGREDIENT; SENSORY, NUTRIENTS QUALITY, DIETARY FIBRE,

AND ANTIOXIDANT CAPACITY

KARTIKO CAHYO KUMORO H 0607066

SUMMARY

Tempeh is Indonesian original traditional food is made from soybeans or others beans by Rhizopus mould fermentation. Tempeh has many benefit for healthy, simple process, low price, and tasty that is made tempeh become primary source of vegetable protein for Indonesian. Soybeans is major ingredient of tempeh, most of them is obtained from import that could threaten national food defence. Saga pohon (Adenanthera pavonina Linn) is indigenous leguminose have not been used but has high protein and healty benefit, such: lower blood pressur, antioxidant, antibacteri, and antiinflamtory. The purpose of this study is to explore potential of saga pohon as tempeh ingredient is include sensory quality, nutrient quality; moisture content, carbohidrat, protein, fat, and total ash, in addition dietary fibre; soluble dietary fibre, insoluble dietary fibre, and total dietary fibre also antioxidant capacity. This research used Completed Random Draft (CRD) with one factor, tempeh ingredient variations; saga and soybeans. The result of experiment show moisture content of saga tempeh is higher than soybeans tempeh, 205,55%(db) dan 170,17%(db); in other hand total ashes, fats, and carbohidrats both same, tempe saga is: 3,73%(db), 37,61%(db) and 28,89%(db) and tempe kedelai is: 3,03%(db), 33,25%(db) and 27,97%(db); nevertheless protein of saga tempeh is lower than soybeans tempe, 29,77%(db) and 35,81%(db). For the antoxidant capacity, include scavenging activity against DPPH radicals and total fenolic compunds is as much, tempe saga is 0,12 %DPPH/mg sample (db) and 0,33 mg fenol/100g sample (db), and tempe kedelai is 0,23 %DPPH/mg sample (db) dan 0,36 mg fenol/100g sample (db). Meanwhile, dietary fibre content of saga tempeh; soluble dietary fibre, insoluble dietary fibre, and total dietary fibre alike with soybeans tempeh. Consecutively, tempe saga is 1,78%(db), 0,81%(db) and 2,59%(db); and tempe kedelai is; 1,59%(db), 1,03%(db) and 2,62%(db). In the sensory analyse, saga tempe is better in colour parameter, a tie in texture, nevertheless the smell and taste of soybeans tempeh is better. But the overall saga tempe and soybeans tempeh is same. Kata kunci : tempeh, saga pohon, nutriens quality, antioxidant, dietary fibre

Page 12: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tempe merupakan makanan tradisional asli Indonesia yang dibuat dari

kedelai atau kacang-kacangan lain melalui fermentasi oleh kapang Rhizopus.

Tempe memiliki efek antioksidan, antibakteri, antikanker, antihemolitik

antialergi, antiinfeksi, dan mencegah gejala menopausal seperti osteoporosis,

selain itu serat dalam tempe dapat menurunkan kolesterol darah

(Pawiroharsono, 1997; Kasmidjo, 1997; Karyadi dan Hermana, 1995; Astuti,

dkk., 2000; Brata dan Arbai, 1999). Karena keunggulan tersebut tempe

direkomendasikan sebagai food for the future. Teknologi pembuatan tempe

yang tergolong sederhana, harganya yang murah, mempunyai citarasa yang

enak, dan mudah dimasak membuat tempe menjadi sumber protein nabati

utama masyarakat Indonesia. Selain sebagai negara asal, Indonesia juga

merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai

terbesar di Asia. Saat ini konsumsi tempe rata-rata di Asia sekitar 12,5 kg tiap

orang/tahun (USSEC, 2010), untuk indonesia sendiri sebesar 6,45 kg tiap

orang/tahun (Astawan, 2003).

Kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan tempe. Selama ini

produsen tempe menggantungkan kebutuhan bahan baku tempe pada jenis

kedelai, terutama kedelai impor. Dari data Departemen Pertanian (2005) target

produksi kedelai Indonesia tahun 2010 sebesar 1.352.682 ton sementara

kebutuhan kedelai mencapai 2.085.265 ton. Ketergantungan terhadap kedelai

impor mengancam ketahanan pangan nasional. Selain itu, 50 % kedelai yang

diimpor Indonesia merupakan kedelai transgenik yang masih dipertanyakan

keamanannya, baik bagi manusia maupun lingkungan (Prabowo, 2010;

Rosyidi, 2008). Upaya untuk mengurangi kedelai impor adalah dengan

mengembangkan varietas unggul kedelai lokal Indonesia. Namun masih

terkendala karena kedelai lokal memiliki beberapa kekurangan seperti

harganya yang mahal, kualitasnya kurang terjamin, dan produktivitas rendah

(Suryana, 2005 dalam Handayani dkk., 2009). Alternatif lain adalah dengan

Page 13: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

leguminosa lokal lain yang memiliki potensi menjanjikan. Sampai saat ini

sudah banyak legum lokal yang dikembangkan menjadi tempe, diantaranya

adalah koro-koroan; koro benguk dan koro pedang. Namun dari segi

kandungan gizi, khususnya protein masih dibawah kedelai (Subagio dkk.,

2003 dan Anonima, 2011).

Saga pohon (Adenanthera pavonina L) adalah tanaman pohon yang

banyak tumbuh di Indonesia, terutama di pulau Sumatera. Saga merupakan

tanaman menahun dengan tinggi pohon bisa mencapai 20 meter dan biasanya

dimanfaatkan sebagai peneduh. Biji saga berukuran hampir sama dengan

kedelai, berbentuk bulat gepeng, kulit bijinya berwarna merah dan keras.

Tanaman ini tidak memerlukan pemeliharaan khusus, dapat tumbuh dalam

berbagai topografi, mulai dataran rendah hingga tinggi, tanah datar hingga

lereng, tanah yang subur, relatif subur hingga pesisir pantai, dari tanah netral

hingga agak asam (Suryowinoto, 1997 dalam Rizatullah, 2010; Soemartono

dan Syarifudin, 1980 dalam Sutandi, 2002; Trinth, 2010). Daun, kulit batang,

dan akar dari tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat asma, inflamasi,

bisul, rematik, tumor, diarrhoea dan tonik (Ara et al., 2010). Berdasarkan

penelitian Balai Informasi Pertanian Ciawi, Bogor, Jawa Barat, 1985 dalam

Haryoko dan Kurnianto, 2010, kandungan protein biji saga lebih tinggi

dibandingkan dengan kedelai, yaitu sebesar 48,2 %(b/b) sedangkan kedelai

34,9 %(b/b). Selain itu biji saga pohon memiliki efek antioksidan, antibakteri,

antifungi, antiinflamatori, menurunkan tekanan darah, dan menurunkan

kolesterol dalam darah (Rodrigo et al., 2007; Ara et al., 2010; Adedapo et al.,

2009; Maruthappan dan Shree, 2010).

Penelitian ini akan mengkaji potensi biji saga pohon sebagai bahan baku

pembuatan tempe yang meliputi sensori (metode duo trio, Kartika dkk., 1989),

kualitas gizi: kandungan air, karbohidrat, protein, lemak, dan abu (analisa

proksimat, Sudarmadji et al, 2003 dan Apriyantono dkk, 1989), selain itu juga

terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut

(metode multiple enzyme, Asp and Johansson,1981), dan kapasitas antioksidan

Page 14: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

(metode DPPH, Subagio dkk., 2002 dan total fenol metode Folin-Ciocalteu,

Senter et al, 1989).

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1. Bagaimana kualitas sensori dari tempe biji saga (Adenanthera pavonina

Linn) yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, overall, dan kesukaan

konsumen dibanding dengan tempe kedelai?

2. Bagaimana kualitas gizi tempe dari biji saga (Adenanthera pavonina Linn)

dibanding tempe kedelai?

3. Bagaimana kapasitas antioksidan dan kandungan serat pangan total, serat

pangan larut dan serat pangan tak larut tempe dari biji saga (Adenanthera

pavonina Linn) dibanding tempe kedelai?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kualitas sensori dari tempe biji saga (Adenanthera pavonina

Linn) yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, overall, dan kesukaan

konsumen dibanding dengan tempe kedelai.

2. Mengetahui kualitas gizi tempe dari biji saga (Adenanthera pavonina

Linn) dibanding tempe kedelai.

3. Mengetahui kapasitas antioksidan dan kandungan serat pangan total, serat

pangan larut dan serat pangan tak larut tempe dari biji saga (Adenanthera

pavonina Linn) dibanding tempe kedelai.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menggali potensi leguminosa lokal sebagai salah satu alternatif bahan

baku pengganti kedelai khususnya kedelai impor.

2. Memberi informasi ilmiah tentang kandungan gizi, serat pangan dan

kapasitas antioksidan pada biji saga dan tempe biji saga.

Page 15: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

3. Meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis biji saga pohon serta

memberikan alternatif pemanfaatan biji saga pohon dalam pengolahan

pangan.

Page 16: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Saga

Saga (Adenanthera pavonina L.) merupakan tanaman yang berasal

dari China dan India namun juga tumbuh di asia tenggara; Indonesia,

Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Brunei, kawasan tropis

afrika; Kenya, Tanzania, beberapa negara kepulauan pasifik dan kepulauan

karibia; Kuba, Dominika, Haiti, Puerto Rico (Maruthappan dan Shree,

2010), Jepang, Australia, dan Amerika (Orwa dkk., 2009). Saga pohon

memiliki banyak nama, jumbie bead, false sandalwood, crab's eyes, coral

wood, circassian seed, circassian bean, red wood, red sandalwood, red

bead tree, bead tree (Inggris); saga, raktakambal, manjadi, anikundumani,

lopa (India); kitoke laut, saga telik, segawe sabrang (Indonesia).

Tanaman saga pohon tidak memerlukan pemeliharaan khusus dalam

pertumbuhannya, dapat hidup dalam berbagai topografi, mulai dataran

rendah hingga tinggi yakni pada ketinggian 1-600 mdpl; tanah datar

hingga lereng; tanah yang subur, relatif subur hingga pesisir pantai; dari

tanah netral hingga agak asam (Suryowinoto, 1997 dalam Rizatullah,

2010; Soemartono dan Syarifudin, 1980 dalam Sutandi, 2002; Trinth,

2010). Menyukai pH sedikit asam, dapat tumbuh di seluruh daerah dataran

rendah beriklim tropis dengan curah hujan 3000-5000 mm per tahun. Saga

pohon termasuk tanaman deciduos atau berganti daun setiap tahun

(Suryowinoto, 1997 dalam Rizatullah, 2010). Pohon saga dapat tumbuh

hingga 20 meter. Daun majemuk menyirip genap berseling, jumlah anak

daun bertangkai 2-6 pasang, helaian daun 9-15 pasang, panjang tangkainya

antara 10-40 cm, daun berwarna hijau muda (Tan, 2010). Bunga kecil-

kecil berwarna kekuning-kuningan, corolla berjumlah 4–5 helai, benang

sari berjumlah 8–10. Polong berwarna hijau, panjangnya mencapai 15

sampai 20 cm, polong yang tua akan kering dan pecah dengan sendirinya,

berwarna coklat kehitaman. Setiap polong berisi 10–12 butir biji. Biji

Page 17: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

dengan garis tengah 5–6 mm, berbentuk segitiga tumpul, keras dan

berwarna merah mengkilap (Suryowinoto, 1997 dalam Rizatullah, 2010).

Tiap 1 kilogram biji saga kering berisi kurang lebih 3750 butir saga (Orwa

dkk., 2009). Gambar pohon, polong muda dan polong tua saga disajikan

dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Pohon dan Polong Saga (Aggraini, 2009 dan Tan, 2010)

Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan (taksonomi), tanaman saga

pohon diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Fabale Famili : Fabaceae Genus : Adenanthera L. Spesies : Adenanthera pavonina L.

(USDA, 2010).

Seringkali saga pohon (Adenanthera pavonina L.) disamakan dengan

saga perdu (Abrus precatorius L.). Biji saga perdu memiliki bentuk lebih

bulat dan memiliki bintik hitam dan diketahui mengandung beberapa

senyawa aktif diantaranya abrin yang merupakan senyawa beracun

(Juniarti, 2009).

Page 18: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Hampir semua bagian dari tanaman saga pohon dapat dimanfaatkan.

Batang pohonnya bisa dipakai sebagai bahan bangunan, furnitur, ornamen

dekorasi, bahan bakar, dan bubuk kayu yang telah dikeringkan dapat

digunakan sebagai pewarna merah pada pakaian (Trinth, 2010). Daun,

kulit batang, akar, dan biji dari tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai

obat asma, inflamasi, bisul, rematik, tumor, diarrhoea, tonik (Watt dan

Breyer-Brandwijk, 1962; Kirtikar dan Basu, 1981; Burkil, 1994; Dr

Duke’s, 2009 dalam Ara et al., 2010), dan antiseptik (Tan, 2001). Biji saga

pohon dahulu digunakan untuk menimbang emas dan perak (Trinth, 2010)

hal ini disebabkan memiliki berat yang mirip (Tan, 2001), selain itu kata

“saga” sendiri berasal dari terminologi bahasa Arab yang berarti pandai

emas. Biji yang berwarna merah mencolok itu juga sering dirangkai

menjadi kalung, manik-manik dan ornamen dekorasi. Meskipun kulitnya

berwarna merah mencolok, kotiledon saga berwarna kuning cerah.

Perbandingan biji kedelai, biji saga dan biji saga kupas kulit ditunjukkan

dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Biji Kedelai, Biji Saga Kupas Kulit, dan Biji Saga

(Dokumentasi Penelitian)

Saga merupakan leguminose yang memiliki potensi yang

menjanjikan. Berdasarkan penelitian Balai Informasi Pertanian Ciawi,

Bogor, Jawa Barat, 1985 dalam Haryoko dan Kurnianto, 2010, kandungan

protein biji saga lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai, yaitu sebesar

Page 19: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

48,2 %(b/b) sedangkan kedelai 34,9 %(b/b). Pada beberapa penelitian

sebelumnya, menyebutkan bahwa kandungan protein tempe dari biji saga

lebih tinggi dari pada tempe kedelai. Haryoko dan Kurnianto, 2010

menyebutkan bahwa kandungan protein tempe saga sebesar 26,42 %

sedangkan tempe kedelai sebesar 21,9 %. Dalam penelitian yang dilakukan

oleh Aggraini, 2009 menyebutkan kandungan protein terlarut dari tempe

saga sebesar 22,41 % sedang protein terlarut dalam tempe kedelai sebesar

18 %. Daftar perbandingan kualitas gizi beberapa biji dengan saga

ditampilkan dalam tabel 2.1.

Tabel.2.1 Tabel Perbandingan Beberapa Biji-bijian per 100 gram. No Biji Protein Lemak Karbohidrat Air 1. Saga 48,2 (%) 22,6 (%) 10,0 (%) 9,1 (%) 2. Kedelai 34,9 (%) 14,1 (%) 34,8 (%) 8,9 (%) 3. Kacang Hijau 22,2 (%) 1,2 (%) 62,9 (%) 10,0 (%) 4. Kacang Tanah 25,3 (%) 42,8 (%) 21,1 (%) 4,0 (%) 5. Kecipir 32,8 (%) 17,0 (%) 36,5 (%) 10,0 (%)

(Sumber: Balai Informasi Pertanian-Ciawi, 1985 dalam Haryoko dan Kurnianto, 2010)

Kelebihan dari protein pada biji-bijian atau leguminose tidak hanya

terletak pada jumlahnya, tetapi juga dari asam amino-asam amino

penyusunnya, terutama kandungan asam amino esensial yang sangat

dibutuhkan oleh manusia karena tidak dapat disintesis sendiri oleh sel

tubuh. Kandungan asam amino biji saga mirip dengan asam amino pada

kacang kedelai. Biji saga memiliki beberapa asam amino esensial yang

lebih tinggi dibanding dengan kedelai, yaitu asam amino lisin dan arginin,

tetapi kekurangan asam amino sulfur (methionin dan sistein) dan threonin.

Sementara untuk asam amino non esensial biji saga unggul dalam asam

aspartat, asam glutamat dan glisin. Perbandingan jumlah asam amino biji

saga dan kedelai disajikan dalam tabel 2.2.

Page 20: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Tabel.2.2 Tabel Perbandingan Asam Amino Biji Saga Pohon dengan Kedelai per 100 gram.

Asam Amino Biji Saga Pohon (g) Kacang Kedelai (g) Isoleusin 4,07 5,80 Leusin 7,50 7,60 Lisin 7,15 6,60 Methionin 0,37 1,10 Sistein 0,70 1,20 Fenilalanin 4,72 4,80 Tirosin 3,64 3,20 Threonin 2,59 3,90 Triptophan 1,18 1,20 Valin 3,75 5,20 Arginin 9,96 7,00 Histidin 2,19 2,50 Alanin 3,65 4,50 Asam Aspartat 9,18 8,30 Asam Glutamat 19,30 18,50 Glisin 4,40 3,80 Prolin 3,86 5,40 Serin 4,06 5,60

(Sumber: Soemartono, 1977 dalam Sutandi, 2002)

Lemak dari leguminose merupakan salah satu sumber lemak yang

baik. Hal ini karena kandungan asam lemak tak jenuhnya yang tinggi.

Asam lemak tak jenuh membantu mengontrol keseimbangan lemak darah,

mencegah arterosklerosis yang berujung pada penyakit jantung koroner.

Komponen lemak dari biji saga didominasi oleh asam lemak tak jenuh,

yaitu mencapai lebih dari 75% total keseluruhan kandungan lemaknya.

Asam lemak tak jenuh yang paling banyak adalah asam lemak linoleat

(18:2) dan oleat (18:1), sedangkan asam lemak jenuh, lignoserat (24:0) dan

palmitat (16:0). Proporsi asam lemak dalam biji saga disajikan dalam tabel

2.3.

Page 21: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Tabel.2.3 Tabel Proporsi Asam Lemak Biji Saga

a = The reproducibility was in the range 92-96% t = Trace (less than 0,05%) n.d. = not detected Fatty acid composition in A. Pavonina seeds. Abbreviations used: TL, total lipid; NL, neutral lipids; TAG, triacylglycerols; FFA, free fatty acids; 1,2-DAG, 1,2-diacylglycerols; 1,3-DAG, 1,3-diacylglycerols; PL, polar lipids; PC, phosphatidylcholine; PE, phosphatidylethanolamine; LPC, lysophosphatidylcholine.

(Sumber: Zarnowski, 2004).

Leguminose seperti halnya sumber makanan dari tumbuhan lain

memiliki kelebihan dibanding dengan bahan pangan hewani karena

mengandung serat. Salah satu dari fungsi serat adalah membantu

melancarkan buang air besar dan mencegah kanker kolon. Biji saga

mentah tanpa kulit memiliki serat kasar sebesar 3,5 gram per 100 gramnya,

sementara setelah direbus menjadi 12,6 gram/100 gram (Direktorat Gizi

Departemen Kesehatan RI, 1979 dan Lie dan Oey, 1980 dalam Sutandi,

2002).

Selain itu, biji saga pohon memiliki efek antioksidan, antibakteri,

antifungi, menurunkan tekanan darah, dan menurunkan kolesterol dalam

darah (Rodrigo et al., 2007; Ara et al., 2010; Adedapo et al., 2009;

Maruthappan dan Shree, 2010). Disebutkan juga, bahwa biji saga

mengandung tanin, alkaloid, saponin, flavonoid, dan kardiak glikosida.

Dimana flavonoid mempengaruhi metabolisme asam arakidonat, memiliki

sifat antiinflamasi, anti alergi, dan vasoprotective effect. Sementara

saponin merupakan senyawa obat yang penting karena memiliki hubungan

terhadap hormon seksual, diuretic steroids, vitamin D, dan kardiak

glikosida (Maruthappan dan Shree, 2010).

Lipid Fatty acidsa (%)

C14:0 C15:0 C16:0 C16:1 C18:0 C18:1 C18:2 C20:0 C20:1 C20:2 C22:0 C24:0 TL t t 10,0 0,2 2,2 17,8 51,1 n.d. 1,9 t 3,1 13,5 NL 0,1 0,1 11,4 0,2 2,7 18,8 44,0 n.d. 2,8 0,3 3,6 16,0 TAG 0,2 0,1 15,4 0,1 3,7 22,5 30,4 n.d. 2,8 n.d. 6,1 18,7 FFA 1,2 0,3 30,1 0,1 6,8 11,2 22,1 2,8 0,8 n.d. 6,2 18,4 1,2-DAG 0,5 0,3 25,4 t 4,4 9,1 23,6 n.d. 1,6 n.d. 6,6 28,5 1,3-DAG 1,5 0,8 40,4 1,5 11,0 19,2 14,8 n.d. t n.d. 10,8 n.d. PL 2,6 0,9 34,0 t 5,1 21,6 24,2 n.d. 0,4 0,2 1,1 9,8 PC 2,4 1,1 32,6 3,9 4,4 25,1 17,3 n.d. n.d. t 2,4 11,0 PE 3,1 1,0 37,5 5,1 3,8 20,2 28,4 n.d. 1,1 n.d. n.d. n.d. LPC 3,5 1,5 35,3 6,5 4,1 16,3 22,1 n.d. 1,0 0,5 t 9,1

Page 22: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

2. Tempe

Menurut Steinkraus et al., (1960) dalam Nugroho (2007) tempe

adalah makanan hasil fermentasi kedelai rebus dengan jamur Rhizopus.

Kedelai saling terikat oleh miselia jamur yang membentuk padatan yang

kompak berwarna putih selama fermentasi.

Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu

bahan baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan

keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses

fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah keping-keping

biji kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme yang digunakan

berupa kapang antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae,

Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies atau

ketiganya) dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C, pH

awal 6.8, kelembaban nisbi 70-80% (Hidayat, 2008).

Menurut Dwidjoseputro (1981), Rhizopus merupakan golongan

jamur kelas Phycomycetes yang mempunyai ciri yaitu miseliumnya berupa

tabung panjang yang tidak bersekat-sekat dan berwarna putih. Miselium

Rhizopus terbagi-bagi atas stolon yang menghasilkan rhizoid dan

sporangiofor.

Hesseltine (1985) dalam Yuliansih (2007) menyebutkan bahwa

karakteristik Rhizopus diantaranya adalah dapat membentuk koloni dengan

cepat, membentuk stolon dan rhizoid, cabang rhizoid tumbuh ke media

berkebalikan dengan sporangiospore. Aktivitas fisiologis jamur pada

proses fermentasi tempe dimulai sejak diinokulasikannya inokulum pada

kedelai yang telah siap difermentasi yaitu kedelai masak yang telah

dikupas, direndam ditiriskan. Spora jamur tersebut mulai tumbuh

berkecambah dengan membentuk benang-benang yang tumbuh

memanjang membalut dan menembus biji kedelai.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Rhizopus sebagai inokulum

tempe adalah sebagai berikut: (a) pertumbuhan cepat pada suhu 37°C; (b)

mempunyai aktivitas proteolitik yang tinggi dan menghasilkan ammonia

Page 23: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

bebas setelah fermentasi 48-78 jam; (c) mempunyai kemampuan untuk

menghasilkan sifat-sifat khas tempe seperti flavor, aroma, dan tekstur; (d)

mempunyai aktivitas lipolitik yang tinggi dan memproduksi antioksidan;

(e) menghasilkan enzim-enzim esensial dengan mudah dan dalam jumlah

besar (Shurtleff dan Aoyagi., 1979; Desrosier., 1988).

Jenis Rhizopus untuk pembuatan tempe menurut Hidayat (2008)

diantaranya sebagai berikut: (a) R. oligosporus, memiliki aktivitas protease

& lipase paling kuat, aktivitas amilase paling lemah, baik digunakan untuk

tempe dari serealia atau campuran kedelai-serealia; (b) R. oryzae, memiliki

aktivitas amilase paling kuat, tidak baik untuk tempe serealia, aktivitas

protease di bawah R. oligosporus, digunakan di Jawa Tengah dan Jawa

Timur; (c) R. arrhizus, memiliki aktivitas amilase kedua setelah R. oryzae,

mempunyai aktivitas pektinase, dan banyak digunakan di Malang; (d) R.

stolonifer, tidak memiliki aktivitas amylase, bagus untuk tempe

serealia/kedelai, aktivitas protease paling rendah, tumbuh pada suhu

rendah (25oC); (e) R. achlamydosporus, memiliki aktivitas protease yang

tinggi, memiliki aktivitas amilase cukup baik, bagus untuk tempe tetapi

belum umum; (f) R. cohnii, baik digunakan untuk tempe koro

benguk/kedelai.

Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa

kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia.

Tempe kaya akan serat pangan (dietary fiber), kalsium, vitamin B, zat

besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai sifat

fungsional (fitokimia), salah satunya adalah senyawa antioksidan sebagai

pencegah penyakit degeneratif. Degradasi komponen-komponen kedelai

saat fermentasi, membuat tempe memiliki rasa dan aroma yang khas

(Anonim, 2010).

Menurut Hidayat, 2008 dan Anonimb 2010, selain jenis tempe

kedelai ada jenis tempe yang lain, yakni tempe leguminosa non kedelai

dan tempe non leguminosa. Tempe leguminosa non kedelai diantaranya

adalah tempe koro benguk (Mucuna pruriens L.D.C. var. utilis), tempe

Page 24: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

gude (Cajanus cajan), tempe gembus (dari ampas kacang gude pada

pembuatan pati), tempe kacang hijau, tempe kacang kecipir

(Psophocarpus tetragonolobus), tempe kara pedang (Canavalia

ensiformis), tempe lupin (Lupinus angustifolius), tempe kacang merah

(Phaseolus vulgaris), tempe kacang tunggak (Vigna unguiculata), tempe

kara wedus (Lablab purpures), tempe kara (Phaseolus lunatus), dan tempe

menjes (dari kacang tanah dan kelapa), tempe kedelai hitam, tempe

lamtoro, dsb. Sedangkan jenis tempe non leguminosa diantaranya tempe

gandum, tempe sorghum, tempe tela, tempe mungur (Enterolobium

samon), tempe bongkrek (bungkil kapuk atau ampas kelapa), tempe biji

karet, dan tempe jamur merang dan lain-lain.

Tempe bermanfaat untuk mencegah penyakit degeneratif diantaranya

adalah menurunkan kadar kolesterol. Serat tumbuhan telah dibuktikan

mampu menurunkan kadar kolesterol darah karena menambah ekskresi

asam kolat (Mangkoewidjojo, 1986). Menurut Sabudi dkk (1997),

senyawa yang berpengaruh pada penurunan kolesterol antara lain protein,

asam lemak tidak jenuh tunggal dan majemuk, serat dan antioksidan

seperti isoflavon.

3. Fermentasi Tempe

Fermentasi merupakan proses perubahan kimia dalam substrat

organik oleh adanya biokatalisator yaitu enzim yang dihasilkan oleh jenis

mikroorganisme tertentu (Hudaya dan Daradjat, 1982). Secara teknik

fermentasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerobik

atau parsial anaerobik dari karbohidrat dan menghasilkan alkohol serta

beberapa asam. Namun banyak proses fermentasi yang menggunakan

substrat protein dan lemak (Muchtadi dan Tien, 1997).

Sedangkan menurut Sardjono dkk. (1999), secara biokimia

fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi melalui katabolisme

senyawa organik; sedangkan aplikasinya ke dalam industri, fermentasi

diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi suatu

Page 25: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

produk oleh massa sel mikroba. Dalam pengertian ini juga termasuk

proses anabolisme pembentukan komponen sel secara aerob.

Buckle (1987) menyatakan bahwa sifat-sifat bahan pangan hasil

fermentasi ditentukan oleh mutu dan sifat-sifat asal bahan pangan itu

sendiri dan interaksi yang terjadi di antara bahan pangan dan

mikroorganisme. Berdasarkan produk yang dihasilkan, Supardi dan

Sukamto (1999) mengelompokkan proses fermentasi menjadi dua macam

yaitu: (a) proses fermentasi alkoholis, fermentasi ini menghasilkan produk

berupa alkohol, misalnya fermentasi dalam pembuatan bir, anggur, tuak,

brem, sider, dan lain-lain; (b) proses fermentasi non-alkoholis, hasil dari

fermentasi tipe ini berupa asam-asam organik, vitamin, dan lain-lain.

Fermentasi tipe ini biasanya digunakan dalam pembuatan tempe, kecap,

oncom, terasi, sosis, yoghurt, bekasem, dan lain-lain.

Menurut Sudarmadji (1977) dalam Kasmidjo (1990) proses

fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase yaitu: (a) Fase

pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi), pada fase ini terjadi kenaikan

jumlah asam lemak bebas, kenaikan suhu, pertumbuhan kapang cepat

dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat,

sehingga menunjukkan massa yang lebih kompak; (b) fase transisi (30-50

jam fermentasi), fase ini merupakan fase optimal fermentasi tempe dan

siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam

lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan kapang hampir tetap atau

bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, serta tekstur lebih

kompak; (c) fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam

fermentasi), pada fase ini terjadi kenaikan jumlah bakteri dan jumlah asam

lemak bebas, pertumbuhan kapang menurun dan pada kadar air tertentu

pertumbuhan kapang terhenti serta terjadi perubahan flavor karena

degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amonia.

Beuchat (2001) dalam Babu et al (2009) menyatakan bahwa pada

prinsipnya ada 2 hal penting yang terjadi selama fermentasi kedelai

menjadi tempe yaitu: miselium menyelubungi permukaan kedelai hingga

Page 26: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

menjadi produk yang kompak dan kedelai dicerna oleh enzim yang

dihasilkan kapang. Keuntungan dari fermentasi tempe antara lain

meningkatkan nilai gizi dan aktivitas antioksidan makanan, makanan hasil

fermentasi lebih mudah dicerna dan cita rasanya lebih baik (Hudaya dan

Daradjat, 1982).

4. Serat Pangan

Menurut Fardiaz dkk. (1997) dan Muchtadi dkk. (1992), karbohidrat

dikelompokkan menjadi dua yaitu: (a) karbohidrat yang dapat dicerna

seperti monosakarida, oligosakarida dan polisakarida penghasil energi; (b)

karbohidrat yang tidak dapat dicerna yaitu polisakarida penguat tekstur.

Polisakarida ini mengandung banyak serat yang dapat menstimulir enzim-

enzim pencernaan. Menurut Muchtadi et al (1992) serat dibedakan

menjadi dua macam yaitu: (a) serat kasar (crude fiber), yang tersusun dari

selulosa dan lignin; (b) serat makanan (dietary fiber), yang tersusun dari

selulosa, hemiselulosa, lignin, pentosan, pektin, dan komponen lain dalam

jumlah sedikit seperti gugus fenolik, asam fitat, khitin, gum, mucilage.

Serat makanan (dietary fiber) adalah bagian dari makanan yang tidak

dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Sedangkan serat kasar

(crude fiber) adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis

oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat

kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH

1,25%). Oleh karena itu kadar serat kasar nilainya lebih rendah

dibandingkan dengan serat makanan, karena asam sulfat dan natrium

hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisi

komponen makanan dibandingkan dengan enzin-enzim pencernaan

(Muchtadi, 1989).

Menurut Tensiska (2008), serat kasar adalah komponen sisa hasil

hidrolisis suatu bahan pangan dengan asam kuat selanjutnya dihidrolisis

dengan basa kuat sehingga terjadi kehilangan selulosa sekitar 50% dan

hemiselulosa 85%. Sementara itu serat makanan masih mengandung

Page 27: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

komponen yang hilang tersebut sehingga nilai serat makanan lebih tinggi

daripada serta kasar. Sedangkan berdasarkan AOAC (International

Official analytical methods) dalam De Vries, 2011, dietary fibre adalah

sisa dari sel-sel tumbuhan, polisakarida, lignin dan substansi lain yang

tahan terhadap hidrolisis (digestion) oleh enzim-enzim pencernaan

manusia.

Dalam AACC, 2001, disebutkan bahwa konstituen atau unsur

pembentuk dari serat makana ada empat yaitu Non-Starch Polysaccharides

dan Resistant Oligosaccharides, yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa

(Arabinoxylan dan Arabinogalactan), polifruktosa (inulin dan

oligofruktosa), galaktooligosakarida, gum, mucilage, pectin; Analogous

Carbohydrates, yaitu: indigestible dextrins (resistant maltodextrin dan

resistant potato dextrins), senyawa sintesis karbohidrat (polidektrosa,

metilselulosa dan hidroksilpropilmetil selulosa), dan indigestible starches;

lignin; substansi yang berhubungan dengan Non-Starch Polysaccharide

dan lignin kompleks dalam tanaman yang meliputi, wax, pitat, cutin,

saponin, suberin, dan tanin.

Salah satu komponen penyusun dietary fiber adalah selulosa.

Selulosa (C6H10O5)n adalah senyawa seperti serabut liat, tidak larut di

dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan.

Senyawa ini merupakan homopolisakarida linear tidak bercabang terdiri

dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4

glikosida (Lehninger, 2005). Berat molekul selulosa kira-kira 300.000.

Bila dihidrolisis sempurna, selulosa menghasilkan glukosa, tetapi pada

hidrolisis sebagian menghasilkan selobiosa (Sastrohamidjojo, 2005). Suatu

molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus dari 1,4-β-D-glukosa

(Fessenden dan Fessenden, 2006).

Selulosa adalah polisakarida yang tidak dapat dicerna oleh tubuh,

tetapi berguna dalam mekanisme alat pencernaan antara lain merangsang

alat pencernaan untuk mengeluarkan enzim, membentuk volume makanan

sehingga menimbulkan rasa kenyang, serta memadatkan sisa-sisa gizi yang

Page 28: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

tidak diserap lagi oleh dinding usus (Muchtadi, 1997). Selulosa tidak

memiliki nilai gizi bagi manusia karena manusia tidak memiliki enzim

selulase untuk mencernanya (Fardiaz et al., 1997), namun selulosa

berperan dalam menghindari terjadinya konstipasi (susah uang air besar),

mengencerkan zat-zat beracun dalam kolon dan mengabsorbsi zat

karsinogenik dalam pencernaan yang kemudian akan terbuang dari dalam

tubuh bersama feses (Silalahi, 2006).

Komponen lain penyusun dietary fiber adalah lignin. Menurut

Muchtadi et al (1992) lignin merupakan senyawa yang menyusun dinding

sel tanaman dan menyebabkan dinding sel menjadi keras. Pembentukan

jaringan ini dimulai dengan terjadinya proses polimerisasi dehidrogenasi

kompleks dari sinamil alkohol, koniferil alkohol, sinapil alkohol, dan p-

kumaril alkohol.

Serat makanan memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai bahan

pencahar, fermentasi serat dalam kolon menghasilkan produk berupa gas

seperti gas hidrogen, metana, karbondioksida dan asam lemak rantai

pendek (short chain fatty acid) seperti asam asetat, propionat dan butirat,

yang mana memberi efek kemoprotektif dalam kolon. Mencerna serat

tertentu dapat memperbaiki toleransi glukosa dan menurunkan konsentrasi

insulin plasma pada orang normal dan pada penderita penyakit diabetes.

Konsumsi serat makanan dapat menurunkan absorpsi kolesterol dan

peningkatan pelepasan asam empedu (Tensiska, 2008). Selain itu, menurut

Herminingsih (2011), serat pangan juga dapat mencegah kanker, sembelit

dan kelebihan berat badan.

5. Antioksidan Tempe

Antioksidan adalah substansi yang dibutuhkan dalam konsentrasi

yang sangat kecil untuk mencegah atau menghambat pro-oksidan. Pro-

oksidan adalah substansi toksik yang dapat menyebabkan kerusakan

oksidatif terhadap lemak, protein, dan asam nukleat sehingga

mengakibatkan berbagai penyakit (Cao dan Prior, 2002).

Page 29: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Contoh pro-oksidan adalah ROS (Reactive Oxygen Species), RNS

(Reactive Nitrogen Species) dan RCS (Reactive Chlorine Species). ROS

meliputi superoxide (O2−·), hydroxyl (OH·), radikal peroxyl (ROO·), dan

hydrogen peroxide (H2O2). RNS meliputi nitric oxide (NO·) dan nitrogen

dioxide (NO2·). Sedangkan contoh dari RCS adalah klorin (Cl) (Halliwell,

2002).

Secara kimia, senyawa antioksidan diartikan sebagai senyawa

pemberi elektron (electron donors). Secara biologis, pengertian

antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam

dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan

mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan

sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi,

2008).

Menurut Silalahi (2006), antioksidan pangan adalah suatu zat dalam

makanan yang menghambat akibat buruk dari efek senyawa oksigen yang

reaktif (ROS), senyawa nitrogen yang reaktif (SNR) atau keduanya, dalam

fungsi fisiologis normal pada manusia. Antioksidan dalam makanan dapat

berperan dalam pencegahan berbagai penyakit, meliputi penyakit

kardiovaskular, serebrovaskular, kanker, penyakit yang berhubungan

dengan penuaan dan lain-lain.

Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi dua yaitu

antioksidan enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya

enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase.

Sedangkan antioksidan non-enzimatis masih dibagi menjadi dua kelompok

lagi yaitu antioksidan larut lemak seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid,

quinon, dan bilirubin; dan antioksidan larut air seperti asam askorbat, asam

urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme (Winarsi, 2008).

Legum kaya akan komponen nutrisi seperti protein, karbohidrat,

asam lemak, mikronutrien; vitamin dan mineral. Selain itu juga, terdapat

dietary fibre dan komponen bioaktif non-gizi lainnya seperti, fenol.

Komponen fenol yang dominan dalam biji leguminosa berupa

Page 30: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

proanthocyanidines (condensed tannins). Legum juga mengandung

phenolic acids (hydroxybenzoic dan hydroxycinnamic acids) (Troszynska,

dan Cizka., 2002).

SOD terbentuk selama fermentasi tempe. SOD terbentuk setelah 24

jam fermentasi dan jumlahnya terus meningkat sampai 60 jam fermentasi

dan setelah itu akan mulai menurun. Hal ini disebabkan karena

pertumbuhan Rhizopus menurun yang dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan terutama pH. Jumlah SOD yang terbentuk selama fermentasi

tempe seiring dengan pertumbuhan Rhizopus (Astuti dkk., 2000).

King (2002) dalam Winarsi (2008) melaporkan bahwa kedelai

mengandung 12 macam isoflavon antara lain daidzein dan tiga glukosida

konjugasinya yaitu daidzin, asetildaidzin, dan malonildaidzin; genistein

dan tiga glukosida konjugasinya yaitu genistin, asetil genistin,

malonilgenistin; glisitein dan tiga glukosida konjugasinya yaitu glisitin,

asetilglisitin, malonilglisitin.

Menurut King dan Bignell (2000) dalam Handajani (2002), di dalam

kedelai dan koro terdapat tiga kelompok isoflavon yaitu: (a) Kelompok

aglikon, yang meliputi daidzein, genistein dan glycitein; (b) Kelompok

glikosida sederhana; (c) Kelompok malonil- dan asetil-glikosida. Kadar

glisitein dan glukosidanya sangat kecil dibandingkan dengan daidzein dan

genistein beserta glukosidanya. Oleh sebab itu, sebagian besar penelitian

dilakukan terhadap daidzein dan genistein beserta glukosidanya. Jumlah

isoflavon dalam kedelai bervariasi, bergantung pada jenis kedelai, daerah

geografis budidaya, dan cara pengolahannya. Isoflavon melindungi tubuh

dari kanker payudara, uterus, dan prostat yang diinduksi oleh hormon.

Isoflavon kedelai juga mampu menekan gejala menopause dengan cara

memodulasi aktivitas estrogen endogen ketika senyawa tersebut berikatan

dengan reseptor estrogen (Winarsi, et al., 2004 dalam Winarsi, 2008).

Wuryani (1994) dalam Handajani (2002) mengatakan bahwa selama

proses perendaman kedelai, isoflavon glukosida (daidzin dan genistin)

dihidrolisa oleh glukosidase menjadi bentuk aglikon (daidzein dan

Page 31: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

genistein) yang lebih aktif sebagai antioksidan. Suyanto (1995) dalam

Handajani (2002) mengatakan bahwa fermentasi tempe telah mengubah

bentuk isoflavon yang tidak larut menjadi bentuk larut daidzein, genistein,

glisitein, dan faktor II (6,7,4 tri-hidroksiisoflavon). Faktor II bersifat

sebagai antioksidan, antihemolisis, antifertil, antikolesterol dan antikanker.

Faktor II sangat menarik perhatian berkaitan dengan kekuatan

antioksidannya 10 kali lebih besar daripada vitamin A dan 3 kali lebih

besar dari aglikon lain (Jha, 1985 dalam Handayani, 2002).

Page 32: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

B. Kerangka Berfikir

Gambar 2. 3. Kerangka Berpikir Penelitian Tempe Saga

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga tempe biji saga pohon (Adenanthera pavonina L.). mempunyai

kualitas sensori berupa warna, aroma, rasa, tekstur, overall, dan kesukaan

konsumen yang berbeda dibanding tempe kedelai.

2. Diduga tempe biji saga pohon (Adenanthera pavonina L.) mempunyai

kualitas gizi dan serat pangan yang berbeda dibanding tempe kedelai.

3. Diduga tempe biji saga pohon (Adenanthera pavonina L.) memiliki

aktivitas antioksidan dan kadar total fenol yang berbeda dibanding tempe

kedelai.

Page 33: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses

Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan

dalam jangka waktu 6 bulan.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan tempe saga adalah

biji saga yang diperoleh dari Pasar Legi Surakarta. Bahan pembantu yang

digunakan adalah ragi tempe merk “Jago Kate” yang diproduksi oleh UD.

Jaya Mulya-Kediri, daun pisang, dan air bersih,.

Tempe yang dihasilkan kemudian dianalisis nilai sensorinya dan

nilai gizinya yang meliputi karbohidrat, protein, lemak, dan kadar abu,

juga kandungan dietary fibre dan aktivitas antioksidannya. Sedangkan

bahan – bahan yang digunakan untuk analisis sampel antara lain :

a. Analisa Kandungan Protein: HCl 0,001 N atau 0,002N, K2SO4, HgO,

H2SO4, air, H3BO3, indikator (campuran 2 bagian metal merah 0,2%

dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0,2% dalam alkohol), NaOH-

Na2S2O3, HCl 0,02 N, Blanko (aquadest)

b. Analisa Kandungan Lemak: pelarut dietil eter atau petroleum ether

c. Analisa Aktivitas Antioksidan: Methanol dan larutan DPPH

(2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl)

d. Analisa Total Fenol: reagen Folin-Ciocalteau, aquades, Na2CO3 alkalis,

standart fenol murni

e. Analisa Dietary Fiber: Buffer fosfat (pH 6,0), NaH2PO4 anhidrat,

Termamyl, larutan NaOH, suspensi enzim pepsin, suspensi enzim

Page 34: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

pepsin, larutan HCl, suspensi enzim pankreatin, etanol 95%, etanol

78%, dan aseton.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan pembuatan tempe kedelai

adalah panci, baskom, pisau, talenan, kompor, ember, spatula kayu,

tampah, timbangan dan lain-lain. Sedangkan peralatan untuk analisis

sampel antara lain :

a. Analisa Kandungan Protein: timbangan analitik, labu kjeldahl 30 m,

batu didih, alat distilasi, erlenmeyer 125 ml, alat titrasi

b. Analisa Kandungan Lemak: timbangan analitik, kertas saring, labu

lemak, oven, saringan timbel, kapas, alat ekstraksi soxhlet, alat

kondensor, desikator

c. Analisa Kadar Air: krus gooch/botol timbang, timbangan analitik, oven,

desikator

d. Analisa Kadar Abu: kompor listrik, krus porselen, tanur, timbangan

analitik

e. Analisa Aktivitas Antioksidan : spektrofotometer UV-Vis, timbangan

analitik, erlenmeyer, pipet volume dan pro pipet, mikro pipet, vortex

mixer, sentrifuge, tabung reaksi, kuvet

f. Analisa Total Fenol : spektrofotometer UV-Vis, timbangan analitik,

labu takar 100 ml, pipet volume dan pro pipet, tabung reaksi, kuvet,

erlenmeyer, pengaduk, vortex, gelas ukur

g. Analisa Dietary Fiber : timbangan analitik, bekker glass 1000 ml,

aluminium foil, kertas saring, water bath, termometer, pHmeter,

inkubator, oven, krus porselen, tanur.

C. Tahapan Penelitian

1. Pembuatan Tempe

Metode yang dipakai dalam pembuatan tempe saga mengambil

pada referensi dari Anggraini (2009), yang kemudian setelah uji coba

Page 35: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

pendahuluan mengalami beberapa modifikasi. Sebelum dibuat tempe biji

saga memerlukan perlakuan pendahuluan, karena kulit biji saga sangat

keras biji saga dikupas menggunakan mesin pengupas kulit, setelah itu biji

saga disortasi dipisahkan dari kulitnya. Biji saga kemudian direbus selama

15 menit dan direndam selama ± 24 jam dengan penambahan soda kue

0,5% (b/v) yang berfungsi membantu mengurangi aroma langu. Setelah

perendaman, biji saga ditiriskan dan direbus lagi selama 30 menit. Biji

saga rebus ditiriskan kembali dan didinginkan hingga suhu 300C. Ragi

tempe diinokulasikan kemudian tempe dibungkus plastik dan

difermentasikan selama 30 jam pada suhu ruang (25-300C). Tempe yang

telah terbentuk dengan baik akan dianalisa kualitas gizinya dengan analisa

proksimat, aktivitas antioksidannya, total fenol, dan total dietary fibrenya.

Sementara untuk kualitas sensorinya, tempe akan digoreng dan diujikan

kepada panelis. Proses sistematika pembuatan tempe saga digambarkan

dalam diagram alir pada gambar 3.1.

Page 36: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Biji Saga Kupas Kulit (± 1 kg)

Pencucian I

Perebusan I (± 15 menit)

Perendaman (± 24 jam)

Pencucian II

Perebusan II Biji Saga (± 30 menit)

Penirisan dan Pendinginan (± 30�C)

Air Bersih (± 4 Liter)

Air Bersih (± 4 Liter)

Inokulasi

Pencampuran

Pembungkusan

Fermentasi ± 30 jamSuhu 25-30�C

Ragi Tempe 2% (b/b)

Plastik

Tempe Saga

Analisa Nilai Gizi, Aktifitas Antioksidan dan Serat Pangan

Pencucian

Air Bersih (± 4 Liter) Soda Kue (0,5% b/v)

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tempe Saga Pohon

Sumber: Anggraini (2009) yang dimodifikasi dengan penelitian pendahuluan

Page 37: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

D. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 1 variabel

yaitu bahan baku tempe; saga dan kedelai. Analisa akan dilakukan tiga

ulangan sampel dan dua ulangan analisis. Data hasil penelitian akan dianalisa

secara statistik dengan menggunakan Independent T-Test pada taraf

signifikasi α = 0,05 melalui program SPSS untuk mengetahui ada tidaknya

pengaruh perbedaan perlakuan.

E. Metode Analisa

Tempe saga yang telah terbentuk dianalisa karakteristik gizinya

berupa analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, karbohidrat,

kapasitas antioksidannya, total dietary fibre, serta karakteristik sensorisnya

melalui uji indrawi menggunakan metode Duo Trio dengan parameter aroma,

warna, rasa, tekstur, overall, dan kesukaan. Untuk uji duo trio, tempe saga

pohon akan disajikan bersama tempe kedelai. Masing-masing metode analisis

dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Metode Analisis No Macam Analisis Metode

1 Uji Kadar Air Thermogravimetri (Sudarmadji et al, 2003) 2 Uji Protein Kjeldahl Semi-Mikro (Anton Apriyantono dkk,

1989) 3 Uji Lemak Soxhlet (Sudarmadji et al, 2003) 4 Uji Karbohidrat By Difference (Anton Apriyantono dkk, 1989) 5 Uji Abu Cara Kering (Anton Apriyantono dkk, 1989) 6 Uji Aktifitas Antioksidan DPPH (Subagio et al, 2002) 7 Uji Total Fenol Folin-Ciocalteu (Senter et al., 1989)

8 Uji Serat Pangan Multiple Enzyme (Asp dan Johansson, 1981) 9 Kualitas Sensori Uji Duo Trio (Kartika dkk, 1989)

Page 38: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tempe merupakan makanan tradisional asli Indonesia yang dibuat dari

kedelai atau kacang-kacangan lain melalui fermentasi oleh kapang Rhizopus.

Tempe memiliki efek antioksidan, antibakteri, antikanker, antihemolitik

antialergi, antiinfeksi, dan mencegah gejala menopausal seperti osteoporosis,

selain itu serat dalam tempe dapat menurunkan kolesterol darah (Pawiroharsono,

1997; Kasmidjo, 1997; Karyadi dan Hermana, 1995; Astuti, et al, 2000; Brata dan

Arbai, 1999). Selama ini produsen tempe menggantungkan kebutuhan bahan baku

tempe pada jenis kedelai, terutama kedelai impor sehingga mengancam ketahanan

pangan nasional. Selain itu, 50 % kedelai yang diimpor Indonesia merupakan

kedelai transgenik yang masih dipertanyakan keamanannya, baik bagi manusia

maupun lingkungan (Prabowo, 2010; Rosyidi, 2008). Upaya untuk mengurangi

kedelai impor adalah dengan mengembangkan varietas unggul kedelai lokal

Indonesia. Namun masih disayangkan karena kedelai lokal tersebut ternyata masih

memiliki beberapa kekurangan yaitu harganya yang mahal, kualitasnya kurang

terjamin, dan produktivitas rendah (Suryana, 2005 dalam Handayani dkk., 2009).

Alternatif lain adalah dengan leguminosa lokal lain yang memiliki potensi

menjanjikan, diantaranya adalah koro-koroan; koro benguk dan koro pedang.

Namun dari segi kandungan gizi, khususnya protein masih dibawah kedelai

(Subagio dkk., 2003 dan Anonima, 2011). Salah satu potensi lain yang

menjanjikan adalah saga pohon.

A. Proses Pembuatan Tempe Saga

Proses pembuatan tempe saga pohon berdasarkan Anggraini (2009)

yang dimodifikasi setelah perlakuan pendahuluan. Hasil modifikasi diperoleh

setelah tiga kali perulangan pembuatan tempe dengan perubahan atau

penambahan perlakuan setiap perulangannya.

Pada percobaan pertama, 1 kilogram biji saga yang telah dicuci bersih

direbus selama 15 menit dalam 4 liter air, selanjutnya dicuci dan direndam

dalam air selama 36 jam, setelah itu biji saga dibuang kulitnya dan dicuci lagi

Page 39: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

sebelum proses perebusan yang kedua. Proses perebusan kedua dilakukan

selama 30 menit. Biji saga kemudian ditiriskan, diinokulasi dengan ragi tempe

sebanyak 2% (b/b) selanjutnya difermentasikan dalam suhu ruang (25-30oC)

selama 36 jam. Pada percobaan pertama ini, dihasilkan tempe saga dengan

tekstur yang kompak namun lunak dan pertumbuhan miselium yang merata,

akan tetapi mengeluarkan aroma langu yang sangat kuat.

Pada percobaan kedua, dilakukan modifikasi perlakuan dengan

menambahkan soda kue 0,5% (b/v). Hasilnya, aroma langu tempe saga pada

percobaan kedua ini berkurang, tetapi aroma langu masih cukup kuat. Pada

percobaan ketiga, biji saga terlebih dahulu dikupas kulitnya dengan mesin

pengupas kulit. Perlakuan selanjutnya sama seperti proses pembuatan tempe

saga pada percobaan kedua. Hasil yang didapat, aroma langu dari tempe saga

tidak sekuat pada percobaan kedua, meskipun aroma langu masih terasa.

Proses pengupasan kulit dengan mesin dilakukan karena menurut

Muchtadi et al (1984), dalam kulit biji saga mengandung zat anti gizi berupa

saponin. Saponin merupakan senyawa glikosida yang umumnya diproduksi

oleh tanaman, tetapi juga diproduksi oleh beberapa hewan laut dangkal dan

bakteri Meskipun memiliki efek farmakologis; meningkatkan sistem imunitas,

efek citostatik melawan sel kanker, menurunkan kolesterol, antiprotozoa,

antibakteria, antivirus, memiliki aktivitas antioksidan, bersifat neurotropik,

dan neuroprotektif, saponin ternyata memiliki efek samping yang negatif

terhadap absorpsi protein dan fungsi reproduksi pada beberapa hewan

percobaan (Riguera, 1997; Yoshiki et al, 1998 dalam Francis et al, 2002).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Adimunca (1988), tikus percobaan yang

diberikan ransum saga yang direbus bersama kulitnya, meningkatkan kadar

billirubin yang berdampak pada anemia haemolitik dan kerusakan fisiologi

hati. Sedangkan menurut penelitian Muchtadi et al (1985), pemberian ransum

dari tahu dan tempe saga yang diproses bersama kulitnya berefek pada

haemolisa sel darah merah dan kerusakan hati tikus percobaan, sedangkan

kotiledon biji saga yang direbus tanpa kulit dinyatakan aman karena tidak lagi

mengandung saponin.

Page 40: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Aroma langu disebabkan adanya aktivitas enzim lipoksigenase yang

secara alami sudah ada dalam leguminosa. Enzim ini dapat mengoksidasi

asam lemak-asam lemak tak jenuh menjadi senyawa-senyawa dengan berat

molekul yang lebih rendah dan mudah menguap seperti aldehid dan keton

(Astawan, 2008). Enzim ini aktif saat biji pecah pada proses pengupasan kulit

atau penggilingan dan kontak dengan udara (oksigen). Enzim lipoksigenase

merupakan suatu protein yang dapat didegradasi dengan pemanasan.

Penggunaan abu atau bahan kimia seperti NaOH 0,05% atau NaHCO3 0,15%

yang bersifat basa dapat meregangkan struktur protein sehingga lebih mudah

didegradasi (Kinsella, 1979; dan Winarno 1985; Santosa et al, 1994;

Widowati 2007 dalam Ginting, 2009) Oleh sebab itu pencampuran abu atau

soda ke dalam air selama proses perendaman dapat mengurangi aroma langu

karena pada pH tinggi struktur protein penyusun enzim lipoksigenase lebih

mudah terdegradasi.

Pembuatan tempe saga untuk analisa dilakukan sebanyak tiga kali. Dari

tiga kali perulangan pembuatan dihasilkan rendemen tempe dengan rata-rata

sebesar 117%.

B. Perubahan Selama Fermentasi Biji Saga

Fermentasi merupakan proses perubahan kimia dalam substrat organik

oleh adanya biokatalisator yaitu enzim yang dihasilkan oleh jenis

mikroorganisme tertentu (Hudaya dan Daradjat, 1982). Menurut Supardi dan

Sukamto (1999) fermentasi tempe merupakan fermentasi non-alkoholik, yang

menghasilkan asam-asam organik, vitamin, dan lain-lain. Hudaya dan

Daradjat (1982) menjelaskan bahwa keuntungan dari fermentasi tempe antara

lain meningkatkan nilai gizi, aktivitas antioksidannya, lebih mudah dicerna,

dan cita rasanya lebih baik. Selama proses fermentasi biji saga menjadi tempe

saga diamati perubahan yang terjadi terhadap kualitas gizi dan komponen

bioaktifnya yang meliputi: kapasitas antioksidan dan serat pangan.

Page 41: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

1. Kualitas Gizi

Air, karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin merupakan

komponen nutrisi dalam makanan yang dibutuhkan oleh manusia

(Winarno, 2004). Pengujian proksimat bertujuan untuk mengetahui

bagaimana perubahan kualitas gizi biji saga rebus selama proses

fermentasi tempe berlangsung dan seberapa besar perubahannya. Kualitas

gizi yang dianalisa meliputi; kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar

protein, dan kadar karbohidrat. Hasil analisa perubahan kualitas gizi dari

biji saga menjadi tempe saga ditunjukkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Analisa Proksimat Biji Saga Rebus dan Tempe Saga serta Presentase Perubahannya (drybase)

Komposisi Kimia Biji Saga Rebus Tempe saga Persentase perubahan

Air (%), db 188,87 205,55 + 8,83% Abu (%), db 3,76 3,73 - 0,78% Lemak (%), db 39,87 37,61 - 5,67% Protein (%), db 26,41 29,77 + 12,72% Karbohidrat (%), db 29,96 28,89 - 3,57%

Keterangan: Tanda (+) menunjukkan peningkatan dan (-) menunjukkan penurunan

Dalam pembuatan tempe tempe, kadar air sangat mempengaruhi

pertumbuhan kapang yang berperan penting dalam fermentasi tempe

(Rochmah, 2008). Pengaruh perubahan kadar air dalam saga rebus selama

fermentasi menjadi tempe saga ditunjukkan dalam Tabel 4.1 dihitung

dengan menggunakan satuan persentase drybase. Selama fermentasi kadar

air mengalami peningkatan sebesar 8,83%, dari 188,87% (db) menjadi

205,55% (db). Peningkatan kadar air disebabkan aktivitas katabolisme dari

kapang Rhizopus yang menghasilkan energi dan hasil samping berupa

karbondioksida dan air.

Rochmah (2008) menjelaskan bahwa dalam fermentasi aerob,

mikrobia menggunakan karbohidrat sebagai salah satu substrat

metabolismenya, yang kemudian dalam reaksi katabolisme dipecah

menghasilkan energi berupa ATP dan hasil samping berupa CO2 dan uap

air. Sudarmaji (1977) dan (Mulato, 2003, dalam Wiryadi, 2007)

Page 42: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

menyatakan bahwa semakin lama fermentasi semakin tinggi pula

kandungan air dalam tempe. Penelitian dari Dwinaningsih (2010) dan

Suhartanti (2010) membuktikan hal yang sama, dimana fermentasi tempe

beberapa varietas kedelai lokal dan tempe kedelai-beras dengan

penambahan angkak meningkat dari fermentasi jam 30 hingga jam 54.

Abu adalah residu anorganik hasil dari proses pembakaran atau

oksidasi komponen organik dari bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan

pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut

(Faridah et al, 2008). Dalam Tabel 4.1 menunjukkan hasil analisa kadar

abu memperlihatkan kandungan total abu dalam saga rebus dan tempe saga

mengalami penurunan yang sangat kecil, yaitu dari 3,76% menjadi 3,73%

atau berkurang 0,78%. Berkurangnya kadar abu mungkin dikarenakan

kapang tempe yang menggunakan beberapa elemen mineral untuk

pertumbuhan dan bereproduksi.

Astuti et al (2000), menyatakan jumlah trace mineral seperti besi,

kalsium dan cuprum tidak berpengaruh selama proses fermentasi tempe

kedelai, akan tetapi solubilitasnya meningkat. Hal ini disebabkan

terlepasnya ikatan mineral-mineral tersebut dengan protein dan senyawa

organik lainnya. Keuntungan lainnya dari proses fermentasi tempe adalah

terdegradasinya asam fitat. Asam fitat dikenal memiliki kemampuan

mengikat mineral dan mengurangi daya absorbsinya oleh tubuh sehingga

dengan terdegradasinya asam fitat, bioavailabilitas mineral semakin

meningkat (Hermana et al, 2001). Selama fermentasi tempe juga

menyebabkan beberapa mineral muncul dalam bentuk senyawa organik

fungsional. Berdasarkan Ferlina (2009), selama fermentasi tempe kedelai

terjadi peningkatan vitamin B12 sampai 33 kali. Kenaikan itu dipicu

adanya kontaminan berupa Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii

atau Micrococcus luteus (Boumann dan Bisping, 1995 dalam Widoyo,

2010). Vitamin B12 adalah suatu vitamin yang sangat kompleks

molekulnya, yang mempunyai sebuah atom cobalt (Co) yang terikat mirip

Page 43: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

dengan besi terikat dalam hemoglobin atau magnesium dalam klorofil

(Winarno, 2004).

Lemak merupakan salah satu dari gizi makro yang dibutuhkan tubuh.

Lemak atau minyak merupakan senyawa trigliserida atau triasgliserol atau

berarti triester dari gliserol dan memiliki energi yang paling besar bila

dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal/gramnya

(Winarno, 2004). Pengaruh perubahan kadar lemak dalam saga rebus

setelah fermentasi menjadi tempe saga ditunjukkan dalam Tabel 4.1.

Kadar lemak dari biji saga rebus dan tempe saga menurun setelah proses

fermentasi tempe. Kadar lemak biji saga rebus turun sebesar 5,67% dari

39,87% pada biji saga rebus menjadi 37,61% setelah menjadi tempe saga.

Kapang tempe memiliki aktivitas lipolitik, selama fermentasi terjadi

perubahan lemak menjadi bentuk yang lebih sederhana, yaitu asam lemak.

Selain itu kapang juga menggunakan lemak sebagai salah satu substrat

metabolismenya untuk diubah menjadi energi atau ATP.

Astuti et al (2000), menyatakan kandungan lemak tempe turun

sebesar 26% dari pada kedelai sebelum fermentasi. Penyebabnya adalah

enzim lipase yang menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas

yang digunakan kapang sebagai sumber energi. Sementara itu Murata et al

(1971) dan Wang et al (1967) dalam Triwibowo (2010), berpendapat

selama fermentasi penurunan lemak kedelai sebesar 0,8% sampai 2,8%.

Graham et al, 1995 dalam Astuti et al, 2000, mengungkapkan bahwa R.

Oligosporus dan R. Stolonifer memanfaatkan asam palmitat, oleat dan

linoleat sebagai sumber energi oleh karena itu selama fermentasi jumlah

asam palmitat, stearat dan linoleat turun drastis. Buren et al (1972),

menjelaskan dalam penelitiannya, selama fermentasi dari 0 jam hingga 72

jam terjadi penurunan jumlah lemak bebas, namun terjadi peningkatan

presentase asam lemak terhadap jumlah lemak total.

Kadar protein total dari saga rebus dan tempe saga dapat dilihat

dalam Tabel 4.1. Kadar protein total dari biji saga rebus dan tempe saga

meningkat setelah proses fermentasi. Saga rebus memiliki protein sebesar

Page 44: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

26,41% dan tempe saga 29,77%. Kenaikan protein oleh fermentasi tempe

sebesar 12,72%. Selama fermentasi tempe, terjadi perombakkan protein

oleh kapang menjadi asam amino sehingga secara kualitas terjadi

peningkatan mutu protein namun secara kuantitas seharusnya tidak

terdapat perubahan karena protein hanya bertransformasi menjadi bentuk

yang lebih sedarhana.

Salah satu kapang dalam tempe, Rhizopus oligosporus

menghasilkan enzim - enzim protease yang merombak senyawa kompleks

protein menjadi senyawa - senyawa lebih sederhana, seperti asam-asam

amino, NH3 dan N2 (Pangastuti dan Tribowo, 1996; Nurhidayat dkk,

2006). Aktivitas protease mulai terdeteksi setelah fermentasi berjalan 12

jam, saat hifa kapang relatif masih sedikit. 5% protein terhidrolisis sebagai

sumber karbon dan energi, sedangkan sisanya terakumulasi dalam bentuk

peptida dan asam amino (Nurhidayat dkk, 2006).

Beberapa peneliti mengkonfirmasi bahwa selama fermentasi terjadi

penurunan total protein. Handajani (2000) melaporkan adanya penurunan

protein pada tempe kacang koro benguk setelah fermentasi. Sedangkan

Deliani (2008), juga menyatakan hal senada, bahwa selama fermentasi

terjadi penurunan jumlah protein total dari tempe kedelai.

Peningkatan kadar protein dalam penelitian ini mungkin

diakibatkan dari perubahan jumlah komponen setelah fermentasi. Selama

fermentasi tempe berlangsung terjadi pengurangan jumlah susbstrat seperti

karbohidrat dan lemak (Astuti et al, 2000; Deliani, 2008 dan Syarief,

1999) yang digunakan untuk metabolisme kapang tempe. Perubahan berat

kering beberapa komponen seperti karbohidrat dan lemak akan

perpengaruh terhadap kenaikan subjektif dari protein akibat turunnya

prosentase berat kering keseluruhan terhadap kadar protein.

Pengaruh perubahan kadar karbohidrat dalam saga rebus setelah

menjadi tempe saga ditunjukkan dalam Tabel 4.1. Berdasarkan Tabel 4.1,

terjadi pengurangan karbohidrat sebesar 3,57% dari biji saga rebus 29,96%

menjadi 28,89% pada tempe saga. Penurunan jumlah karbohidrat dalam

Page 45: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

biji saga rebus disebabkan aktifitas katabolisme kapang yang

menggunakan karbohidrat sebagai salah satu sumber energinya, selain

lemak dan protein selama proses.

Menurut Syarief (1999) selama fermentasi tempe, mikrobia

mencerna substrat: karbohidrat dan lemak (Rohmah, 2008 dan Astuti, et

al, 2000) dan menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi

(ATP). Air dari hasil pemecahan karbohidrat menyebabkan peningkatan

kadar air tempe dan merubah tekstur tempe menjadi lembek. Hermana et

al, (2001) menyatakan bahwa penurunan kadar karbohidrat terjadi selama

proses fermentasi disebabkan oleh pemecahan gula-gula kompleks seperti

pati, stakiosa dan rafinosa, yang menyebabkan flatulensi, menjadi gula-

gula yang mudah dicerna (digestible sugars) oleh kapang.

2. Kapasitas Antioksidan

Kapasitas antioksidan dari biji saga rebus dan tempe saga ditentukan

dengan menguji total fenol dan aktifitas penangkapan terhadap radikal

bebas DPPHnya. Hasil analisa kapasitas antioksidan dari kedua sampel

tersebut tersaji dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Analisa Kapasitas Antioksidan Biji Saga Rebus dan Tempe Saga (drybase)

Kapasitas Antioksidan Biji Saga Rebus

Tempe saga Persentase perubahan

Total Fenol (mg/100g sampel) 0,21 0,33 + 57,14%

Aktivitas DPPH (% DPPH/mg sampel)

0,03 0,12 + 300%

Keterangan: Tanda (+) menunjukkan peningkatan dan (-) menunjukkan penurunan

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa selama fermentasi terjadi

peningkatan total fenol sebesar 57,14%. Sebelum fermentasi biji saga

rebus mengandung 0,21 mg fenol/100 gram sampel (db), setelah

fermentasi menjadi tempe meningkat sampai 0,33 mg fenol/100 gram

sampel (db). Kenaikan yang tinggi ini disebabkan selama proses

fermentasi berlangsung terjadi perubahan beberapa senyawa menjadi

Page 46: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

bentuk sederhana atau tidak terikat yang memiliki sifat bioaktif lebih

tinggi.

Legum kaya akan komponen nutrisi seperti protein, karbohidrat,

asam lemak, mikronutrien; vitamin dan mineral. Selain itu juga, terdapat

dietary fibre dan komponen bioaktif non-gizi lainnya seperti, senyawa

antioksidan fenol (Troszynska dan Cizka, 2002). Senyawa fenol adalah

senyawa organik yang memiliki minimal satu cincin aromatik dengan satu

atau lebih gugus hidroksil (Suarsana dkk, 2006). Polifenol merupakan

senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan.

Antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan akibat

reaksi oksidasi. Fungsi polifenol sebagai penangkap dan pengikat radial

bebas dari rusaknya ion-ion logam (Rahardjo dan Hernani, 2006).

Aktifitas kapang tempe menyebabkan beberpa komponen fenolik

yang terikat oleh senyawa organik menjadi senyawa fenol bebas. Menurut

Sheih et al, (2000) dan Starzynska et al, (2008) dalam Moe, (2011),

Rhizopus oligosporus menyebabkan naiknya konsentrasi senyawa

antioksidan fenol sehingga terjadi peningkatan penangkapan terhadap

radikal bebas yang mana berkorelasi dengan kandungan total fenolnya.

Selama fermentasi tempe terjadi kenaikan aktivitas antioksidan yang

disebabkan oleh terhidrolisisnya senyawa isoflavon glikosida menjadi

senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon oleh enzim β-Glukosidase

yang salah satunya dihasilkan oleh Rhizopus oligosporus selama

fermentasi (Susanto dkk, 1998). Handajani (2002), menjelaskan bahwa

antioksidan yang paling menonjol dalam tempe adalah isoflavon, oleh

karena itu senyawa yang paling dominan terukur dalam uji aktivitas

antioksidan adalah isoflavon.

Dalam Tabel 4.2 juga menunjukkan adanya peningkatan aktifitas

penangkapan radikal DPPH yang sangat signifikan, yaitu tiga kali lipat

dari sebelum fermentasi atau kenaikannya sebesar 300%. Aktifitas

penangkapan radikal DPPH biji saga rebus sebesar 0,03% DPPH/mg

sampel (db) dan setelah fermentasi bertambah menjadi 0,12% DPPH/mg

Page 47: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

sampel (db). Peningkatan yang signifikan ini salah satunya disebabkan

peningkatan senyawa fenolnya selama fermentasi. Senyawa fenol memiliki

sifat antioksidan yang dapat mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi.

Aktifitas antioksidan dari fenol umumnya dikarenakan karakter redoksnya,

yang membuatnya bertindak sebagai reducing agents, hydrogen donators,

singlet oxygen quenchers, dan memiliki potensi sebagai metal chelation

(Rice-Evans et al, 1995 dalam Kahkonen et al, 1999).

Metode pengujian aktivitas antioksidan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Metode

DPPH digunakan secara luas untuk pengujian kemampuan penangkapan

radikal bebas dari beberapa komponen alam seperti komponen fenolik,

flavonoid, antosianin dan lain-lain (Pezzuto, 2002 dalam Yuswantina,

2009). Prinsip metode DPPH adalah pengukuran penangkapan radikal

bebas sintetik dalam pelarut organik polar seperti etanol atau metanol pada

suhu kamar oleh suatu senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan.

Proses penangkapan radikal ini melalui mekanisme pengambilan atom

hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas sehingga radikal

bebas menangkap satu elektron dari antioksidan. Senyawa DPPH bereaksi

dengan senyawa antioksidan melalui pengambilan atom hidrogen dari

senyawa antioksidan untuk mendapatkan pasangan elektron (Pokorny et

al, 2001). Senyawa yang aktif sebagai antioksidan mereduksi radikal bebas

DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) menjadi difenil pikrilhidrazil sehingga

warna sampel berubah dari ungu menjadi pudar (Blois, 1958 dalam Hanani

et al., 2005). Semakin tinggi aktivitas antioksidan dalam suatu sampel

semakin pudar warna yang dihasilkan karena semakin besar jumlah radikal

bebas direduksi oleh antioksidan.

Susanto, dkk (1998) mengutarakan bahwa aktivitas Rhizopus sp.

Selama proses fermentasi menyebabkan terjadinya proses transformasi dan

biosintesis senyawa aktif, salah satunya antioksidan. Senyawa antioksidan

yang terkandung dalam tempe adalah isoflavon, superoksida dismutase

(Astuti et al, 2000), tokoferol (Kasmidjo, 1990) dan lain-lain. Selama

Page 48: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

fermentasi tempe terjadi kenaikan aktivitas antioksidan yang disebabkan

oleh terhidrolisisnya senyawa isoflavon glikosida menjadi senyawa

isoflavon bebas yang disebut aglikon oleh enzim β-Glukosidase pada saat

proses perendaman biji. Enzim ini dihasilkan pula oleh Rhizopus

oligosporus selama fermentasi (Susanto, dkk, 1998). Aktivitas antioksidan

dari isoflavon ini akan meningkat seiring dengan lamanya waktu

fermentasi. Handajani (2002) mengatakan bahwa fermentasi tempe telah

mengubah bentuk isoflavon glukosida menjadi isoflavon aglikon yaitu

daidzein, genistein, glisitein, dan faktor II (6,7,4 tri-hidroksiisoflavon).

Senyawa-senyawa turunan tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan isoflavon glukosida. Selama fermentasi

juga terbentuk superoksida dismutase (SOD), yaitu enzim yang dihasilkan

sel-sel makhluk hidup sebagai sistem pertahanan terhadap radikal bebas.

SOD muncul setelah 24 jam fermentasi dan terus meningkat sampai

fermentasi 60 jam, bersamaan dengan tumbuhnya kapang (Astuti et al,

2000).

3. Kandungan Serat Pangan

Analisa dietary fibre menggunakan metode multiple enzyme,

dengan memakai beberapa enzim untuk menghidrolisa sampel. Data yang

didapat berupa serat pangan tidak larut (insoluble dietary fibre), serat

pangan terlarut (soluble dietary fibre), dan serat pangan total (total dietary

fibre). Untuk hasil analisa serat pangan biji saga rebus dan tempe saga

tercantum dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Analisa Dietary Fibre Biji Saga Rebus dan Tempe Saga (drybase)

Serat Pangan Biji Saga Rebus

Tempe saga Persentase perubahan

Serat Pangan Tidak Larut,% 1,62 0,81 - 50% Serat Pangan Larut,% 2,46 1,78 -27,64% Serat Pangan Total,% 4,08 2,57 -37%

Keterangan: Tanda (+) menunjukkan peningkatan dan (-) menunjukkan penurunan

Page 49: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Dari data yang diperoleh diketahui serat pangan dari biji saga rebus

menurun setelah fermentasi. IDF, SDF dan TDF biji saga rebus mengalami

pengurangan setelah menjadi tempe. IDF menurun sebesar 50%, dari

1,62% menjadi 0,81%. SDF menurun 27,64%, dari 2,46% menjadi 1,78%.

Dan TDF menurun 37%, dari 4,08% sebelum fermentasi menjadi 2,59%

setelah menjadi tempe. Selama proses fermentasi menjadi tempe

kandungan IDF dan SDF dari biji saga mengalami penurunan sehingga

secara akumulatif menurunkan kandungan total dietary fibrenya.

Penurunan serat pangan ini disebabkan adanya degradasi atau hidrolisa

beberapa komponen serat oleh kapang selama fermentasi tempe menjadi

gula sederhana.

Rysova et al (2010), dalam penelitiannya mengemukakan bahwa

kandungan TDF dari tempe kedelai dan tempe dari beberapa varietas pea

(Pisum sativum) dengan starter tunggal R. Oligosporus mengalami

penurunan dibandingkan sebelum terfermentasi. Harnani (2009), juga

menyatakan hal yang sama dimana total dietary fibre dan insoluble dietary

fibre dari tepung tempe kacang tunggak lebih rendah daripada tepung

kacang tunggak yang tidak mengalami proses fermentasi tempe, sementara

soluble dietary fibrenya tidak mengalmi perubahan. Proses fermentasi

mengakibatkan terdegradasinya karbohidrat, lignin, asam pitat, dan tanin

(Rozan et al, 1996; Paredes-López dan Harry, 1989; dan Hachmeister dan

Fung, 1993 dalam Moe 2011). Selain itu R. arrhizus yang terdapat dalam

laru memiliki kemampuan untuk menghidrolisa pektin karena

menghasilkan enzim pektinase (Hidayat, 2008). Lignin, pitat, tanin, dan

pektin merupakan beberapa konstituen dari serat pangan (AACC, 2001).

C. Potensi Tempe Saga Dibanding Tempe Kedelai

Untuk melihat potensi biji saga sebagai bahan baku pembuatan tempe,

dalam penelitian ini tempe saga dibandingkan dengan tempe kedelai. Penilaian

didasarkan atas kualitas gizinya yaitu; kandungan air, abu, lemak, protein, dan

Page 50: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

karbohidrat, komponen bioaktif seperti kapasitas antioksidan dan serat

pangan, serta kualitas sensorinya.

1. Kualitas Gizi

Analisa kualitas gizi meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak,

kadar protein, dan kadar karbohidrat. Pengujian dilakukan terhadap tempe

saga dan tempe kedelai. Hasil analisa proksimat disajikan dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Analisa Proksimat Tempe Saga dan Tempe Kedelai (drybase)

Komposisi Kimia Tempe saga Tempe Kedelai Kadar Air (%), db 205,55b±2,99 170,17a±5,06 Kadar Abu (%), db 3,73a±0,13 3,03a±0,35 Kadar Lemak (%), db 37,61a±1,32 33,25a±0,83 Kadar Protein (%), db 29,77a±1,00 35,81b±0,25 Kadar Karbohidrat (%), db 28,89a±0,45 27,97a±0,31

Keterangan: Pada baris yang sama, angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada Independent T-test pada α = 0.05

Data Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kadar air dari tempe saga lebih

tinggi dari pada tempe kedelai. Tempe saga mengandung 205,55% (db)

sedang tempe kedelai sebesar 170,17% (db). Kadar air dalam bahan

pangan menurut Kamil dalam Handajani (1993), dipengaruhi beberapa

faktor salah satunya kecepatan penyerapan air pada biji-bijian yang

dipengaruhi oleh permeabilitas kulit biji atau membran biji, konsentrasi

larutan, suhu, tekanan hidrostatik, luas permukaan biji yang kontak dengan

air, daya intermolekuler, spesies, varietas, tingkat kemasakan dan

komposisi kimia serta umur dari biji. Menurut Winarno (2004), air

merupakan komponen yang sangat penting bagi manusia. Meskipun tidak

termasuk ke dalam komponen nutrien, peranan air sangat vital, salah

satunya dalam proses metabolisme. Semua bahan makanan mengandung

air dalam jumlah yang bervariasi, kandungan air ini dapat mempengaruhi

penampakan, tekstur, citarasa, dan daya tahan bahan makanan tersebut.

Ditinjau dari Tabel 4.4, kadar abu tempe saga dibandingkan dengan

tempe kedelai tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara keduanya.

Page 51: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Kadar abu merupakan bentuk kasar dari jumlah mineral yang terkandung

dalam suatu bahan. Mineral merupakan mikronutrien yang penting bagi

tubuh, beberapa manfaat dari mineral antara lain untuk pembentukkan

tulang dan gigi, untuk sekresi beberapa hormon pertumbuhan, regenerasi

sel darah merah, membentuk sistem imunitas dan masih banyak yang

lainnya Winarno (2004). Berdasarkan Direktorat Gizi, Departemen

Kesehatan RI, 1979 dalam Sutandi (2002), biji saga tanpa kulit memiliki

kadar abu 3,9 gram tiap 100 gramnya, diantaranya terdiri dari; kalsium

1062 mg, fosfor 161 mg dan besi 14,2 mg. Sementara, berdasarkan

Koswara (1992) dalam Dwinaningsih (2010), per 100 gram kedelai kering

mengandung; 227 mg kalsium, 585 mg fosfor dan 8,0 mg besi.

Dalam Tabel 4.4 diketahui bahwa kandungan lemak dalam tempe

saga dan tempe kedelai tidak berbeda secara signifikan yang berarti

keduanya memiliki kandungan lemak yang setara. Kandungan lemak

tempe saga sebesar 37,61% sedangkan tempe kedelai 33,25%. Lemak

merupakan sumber energi paling efisien dibanding karbohidrat dan protein

karena menghasilkan 9 kkal energi pergramnya (Winarno, 2004). Balai

Informasi Pertanian Ciawi, Bogor, Jawa Barat, 1985 dalam Haryoko dan

Kurnianto (2010), menyatakan bahwa kandungan lemak biji saga lebih

tinggi daripada biji kedelai, yaitu 22,6% dan 14,1%. Komponen lemak dari

biji saga didominasi oleh asam lemak tak jenuh, yaitu mencapai lebih dari

71% total keseluruhan kandungan lemaknya. Asam lemak tak jenuh yang

paling banyak adalah asam lemak linoleat (17,8%) dan oleat (51,1%)

(Zarnowski, 2004). Asam lemak tak jenuh mampu mengontrol LDL dalam

darah, yang secara tidak langsung membantu mencegah timbulnya

artesklerosis dan penyakit jantung.

Sementara itu, perbandingan antara tempe saga dan tempe kedelai

menunjukkan bahwa tempe kedelai memiliki total protein yang lebih

tinggi dari pada tempe saga, yaitu sebesar 35,81% sedangkan tempe saga

sebesar 29,77%. Hal ini berlawanan dengan beberapa penelitian

sebelumnya, yang menyebutkan bahwa kandungan tempe saga lebih besar

Page 52: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

daripada tempe kedelai. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Haryoko

dan Kurnianto, 2010 menyebutkan kadar protein kasar tempe saga sebesar

26,42 % sedangkan tempe kedelai sebesar 21,9 %. Dalam penelitian lain

yang dilakukan oleh Aggraini, 2009 menyebutkan kadar protein terlarut

tempe saga dengan menggunakan metode titrasi formol sebesar 22,41 %

sedang tempe kedelai sebesar 18 %. Dari perbandingan data hasil analisa

dalam penelitian ini dengan data dari dua penelitian di atas, perbedaan

terjadi disebabkan perbedaan metode dalam proses pengolahan tempe

saga. Dalam penelitian Haryoko dan Kurnianto, 2010 dan Aggraini, 2009

proses pengolahan biji saga selama perebusan dan perendaman masih

menyertakan kulitnya sementara pada penelitian ini biji saga diolah setelah

dilakukan pemisahan terhadap kulitnya terlebih dahulu. Pengupasan kulit

biji saga dilakukan dalam upaya menanggulangi efek samping dari saponin

yang terkandung di dalam kulit biji saga.

Selama proses perebusan dan perendaman biji saga tanpa kulit,

sebagian protein ikut terlarut dalam air. Menurut Veen dan Schaefer

(1950), selama proses penghilangan kulit, perendaman dan perebusan

terjadi pengurangan nitrogen sebesar 3,9-8,0%. Sedangkan menurut

Nurhidayat dkk, 2006 selama perendaman protein total turun sebesar

1,4%. Smith et al (1963), mengungkapkan bahwa tempe kedelai yang

diproses dengan menyertakan kulit arinya selama perebusan dan

perendaman lebih sedikit kehilangan total N-nya dari pada kedelai yang

telah mengalami dehulling atau penghilangan kulit ari dari awal.

Untuk lebih mendukung kebenaran hipotesis bahwa selama proses

pembuatan tempe, protein dari biji saga lebih banyak yang hilang dari pada

kedelai, dalam studi ini peneliti melakukan analisa tambahan untuk

menganalisa kadar protein kasar dari biji saga dan biji kedelai mentah.

Dari hasil analisa tersebut diperoleh kadar protein kasar dari biji saga

sebesar 37,37% (db) sedangkan biji kedelai 36,19% (db). Hal ini

membuktikan bahwa selama proses perebusan dan perendaman, sejumlah

besar protein dari biji saga terlarut dan hilang. Berdasarkan penelitian

Page 53: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Balai Informasi Pertanian Ciawi, Bogor, Jawa Barat, 1985 dalam Haryoko

dan Kurnianto (2010), menyatakan hal yang sama, bahwa kandungan

protein biji saga lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai, yaitu sebesar

48,2 % sedangkan kedelai 34,9 %.

Dalam Tabel 4.4 juga menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan

yang nyata kandungan karbohidrat antara tempe saga. Tempe saga

memiliki kadar karbohidrat sebesar 28,89 % sedangkan tempe kedelai

sebesar 27,97%.

Secara keseluruhan tempe saga dan tempe kedelai memiliki

kualitas gizi yang seimbang. Meskipun nilai proteinnya lebih rendah

namun hal ini bukan disebabkan dari kandungan biji saga sendiri tetapi

lebih karena proses produksi tempe yang belum optimal. Hasil penelitian

ini mengindikasikan bahwa ditinjau dari kualitas gizinya, tempe biji saga

berpotensi untuk menggantikan tempe kedelai.

2. Kapasitas Antioksidan

Tempe merupakan makanan tradisional yang kaya akan senyawa

antioksidan. Secara kimia, senyawa antioksidan diartikan sebagai senyawa

pemberi elektron (electron donors). Secara biologis, pengertian

antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam

dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan

mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan

sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi,

2008). Hasil analisa kapasitas antioksidan dari tempe saga dan tempe

kedelai tersaji dalam tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Analisa Kapasitas Antioksidan Tempe Saga dan Tempe Kedelai (drybase)

Kapasitas Antioksidan Tempe saga Tempe Kedelai Total Fenol (mg/100g sampel) 0,33a±0,01 0,36a±0,06

Aktivitas DPPH (% DPPH/mg sampel) 0,12a±0,01 0,23a±0,04

Keterangan: Pada baris yang sama, angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada Independent T-test pada α = 0.05

Page 54: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa jumlah total fenol tempe saga dan

tempe kedelai tidak memiliki perbedaan yang nyata. Tempe saga

mengandung 0,33 mg fenol/100 gram sampel (db) dan tempe kedelai 0,36

mg fenol/100 gram sampel (db). Ini menunjukkan bahwa tempe saga

sebanding dengan tempe kedelai dalam hal kandungan senyawa fenolnya,

salah satunya yang cukup menonjol adalah isoflavon.

Handajani (2002), menjelaskan bahwa antioksidan yang paling

menonjol dalam tempe adalah isoflavon, oleh karena itu senyawa yang

paling dominan terukur dalam uji aktivitas antioksidan adalah isoflavon.

Isoflavon tidak hanya ada dalam kedelai, juga banyak terdapat dalam jenis

leguminosa lain (Rahardjo dan Hernani, 2006). Salah satunya mucuna atau

populernya disebut kacang koro benguk. Handajani (2001), dalam

penelitiannya membuktikan bahwa proses fermentasi meningkatkan total

isoflavon aglikon dari koro benguk yaitu daidzein, genistein, glisitein, dan

faktor II-nya, meskipun dalam penelitian yang sama jumlahnya masih

lebih kecil dari pada tempe kedelai. Biji saga diketahui juga mengandung

tanin, alkaloid, flavonoid, dan kardiak glikosida (Rodrigo et al., 2007; Ara

et al., 2010; Adedapo et al., 2009; Maruthappan dan Shree, 2010).

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui aktifitas penangkapan radikal

DPPH dari tempe saga sebesar 0,12% DPPH/mg sampel (db) dan tempe

kedelai sebesar 0,23% DPPH/mg sampel (db). Kedua sampel tidak

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata yang berarti bahwa kandungan

antioksidan dalam tempe saga dan tempe kedelai setara. Menurut

Antioksidan dalam makanan dapat berperan dalam pencegahan berbagai

penyakit, meliputi penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, kanker,

penyakit yang berhubungan dengan penuaan dan lain-lain (Silalahi, 2006).

3. Serat Pangan

Hasil analisa serat pangan biji saga rebus dan tempe saga termasuk

di dalamnya serat pangan tidak larut (insoluble dietary fibre), serat pangan

Page 55: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

terlarut (soluble dietary fibre), dan serat pangan total (total dietary fibre)

tercantum dalam tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Analisa Dietary Fibre Tempe Saga dan Tempe Kedelai (drybase)

Dietary Fibre Tempe saga Tempe Kedelai Serat Pangan Tidak Larut,% 0,81a±0,09 1,03a±0,01

Serat Pangan Larut,% 1,78a±0,16 1,59a±0,15

Serat Pangan Total,% 2,59a±0,06 2,62a±0,16 Keterangan: Pada baris yang sama, angka dengan huruf yang berbeda

menunjukkan perbedaan yang nyata pada Independent T-test pada α = 0.05

Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 4.6, diketahui bahwa

kandungan IDF, SDF dan TDF dari tempe saga menunjukkan tidak

terdapat perbedaan yang nyata terhadap tempe kedelai. Menurut pendapat

Winarno (2004), serat pangan umumnya merupakan karbohidrat atau

polisakarida. Mungkin hal ini juga yang menyebabkan jumlah total

dietary fibre tempe saga dan tempe kedelai tidak berbeda nyata, karena

kandungan karbohidrat keduanya juga tidak menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan.

Dietary fibre adalah sisa dari sel-sel tumbuhan, polisakarida,

lignin dan substansi lain yang tahan terhadap hidrolisis (digestion) oleh

enzim-enzim pencernaan manusia (AOAC dalam De Vries, 2011).

Menurut Schneeman (1987) dalam Harnani (2009), Serat pangan dibagi

atas dua bagian menurut kelarutannya terhadap air, yaitu serat pangan

tidak larut (insoluble dietary fibre, IDF) dan serat pangan terlarut

(soluble dietary fibre, SDF). Serat pangan tidak larut terdiri atas selulosa,

lignin, dan beberapa fraksi hemiselulosa. Sedangkan serat pangan terlarut

terdiri atas pektin, gum, mucilage, dan beberapa hemiselulosa.

Serat makanan memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai

bahan pencahar, fermentasi serat dalam kolon menghasilkan produk

berupa gas seperti gas hidrogen, metana, karbondioksida dan asam lemak

rantai pendek seperti asam asetat, propionat dan butirat, memberi efek

kemoprotektif dalam kolon. Mencerna serat tertentu dapat memperbaiki

toleransi glukosa dan menurunkan konsentrasi insulin plasma pada orang

Page 56: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

normal dan pada penderita penyakit diabetes. Konsumsi serat makanan

dapat menurunkan absorpsi kolesterol dan peningkatan pelepasan asam

empedu (Tensiska, 2008). Selain itu, menurut Herminingsih (2011), serat

pangan juga dapat mencegah kanker, sembelit dan kelebihan berat badan.

4. Analisa Sensori

Kualitas sensori memiliki arti penting untuk produk pangan.

Meskipun dari segi nutrisi lengkap namun jika dari segi organoleptik

kurang disukai, bahan pangan tersebut akan sukar untuk dikembangkan

ke depannya. Dalam penelitian ini dilakukan uji sensori dengan

menggunakan metode duo-trio, untuk membandingkan sejauh mana

perbedaan antara tempe saga dengan tempe kedelai. Parameter yang

diujikan adalah warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Sampel tempe

sebelumnya telah digoreng terlebih dahulu sebelum disajikan kepada

panelis.

Dari hasil analisa sensori dengan kontrol pembanding tempe

kedelai terhadap 30 panelis, didapatkan hasil bahwa tempe saga dari

semua parameter yang diujikan mendapat respon yang positif bahwa

tempe saga sangat berbeda nyata terhadap tempe kedelai. Pengujian

dilanjutkan dengan penilaian skoring kesukaan. Data penilaian

ditampilkan dalam Tabel 4.7

Tabel 4.7 Hasil Penilaian Organoleptik Tempe Saga Parameter Warna Aroma Rasa Tekstur Overall Tempe Saga 3,87b 2,30a 2,30a 3,40a 2,63a Tempe kedelai 3,17a 3,03b 3,17b 3,00a 2,93a

Skala nilai: 1) sangat lebih buruk, 2) lebih buruk, 3) netral, 4) lebih baik, 5) sangat lebih baik (uji Independet T-Test dengan tingkat signifikansi pada α = 0.05).

1. Warna

Menurut Winarno (2004), secara visual faktor warna tampil lebih

dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan dalam memilih bahan

makanan. Penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung faktor

alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima.

Page 57: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Berdasarkan data dari 30 panelis menyatakan bahwa dari segi warna

tempe saga goreng lebih baik dari tempe kedelai goreng dengan hasil

perhitungan statistik yang memberikan angka 3,87. Dari segi tampilan

tempe saga goreng memiliki warna lebih cerah dibanding tempe kedelai,

dengan intensitas kekuningan.

2. Aroma

Menurut de Mann (1989) dalam Mayasari (2010), dalam industri

pangan, pengujian aroma atau bau dianggap penting karena cepat dapat

memberikan hasil penilaian terhadap produk terkait diterima atau tidaknya

suatu produk. Timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau tersebut bersifat

volatile (mudah menguap).

Dari data menunjukkan bahwa aroma tempe saga lebih buruk dari

pada tempe kedelai. Hal ini disebabkan karena aroma langu dari tempe saga

yang lebih kuat dari pada aroma langu tempe kedelai. Aggraini (2009), yang

melakukan uji sensori terhadap tempe saga menyatakan jika mayoritas

panelis menyatakan bahwa tempe saga memiliki aroma yang sangat

menyengat. Menurut Astawan (2008), aroma langu disebabkan adanya

aktivitas enzim lipoksigenase yang mengoksidasi asam lemak-asam lemak

tak jenuh menjadi senyawa-senyawa mudah menguap seperti aldehid dan

keton. Proses pembuatan tempe saga dalam penelitian ini telah dimodifikasi

untuk meminimalisir aroma langu yang sangat kuat dari biji saga dengan

penambahan soda kue ke dalam air perendam. Soda kue yang bersifat basa

dapat meregangkan struktur protein yang menyusun enzim lipoksigenase

agar lebih mudah didegradasi (Kinsella, 1979; dan Winarno 1985; Santosa

et al, 1994; Widowati 2007 dalam Ginting, 2009) sehingga aroma langu

dapat dikurangi. Metode ini cukup efektif untuk mengurangi aroma langu

pada beberapa leguminosa seperti koro-koroan, namun tidak cukup efektif

terhadap biji saga. Hal ini mungkin disebabkan karena biji saga memiliki

kadar lemak yang sangat tinggi bahkan melebihi kedelai. Lemak biji saga

mayoritas tersusun dari asam lemak tak jenuh (Zarnowski, 2004 dan Balai

Page 58: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Informasi Pertanian-Ciawi, 1985 dalam Haryoko dan Kurnianto, 2010) yang

merupakan substrat dari enzim lipoksigenase.

3. Rasa

Menurut Kartika dkk (1989), makanan merupakan gabungan dari

berbagai macam rasa bahan – bahan yang digunakan dalam makanan

tersebut. Sedangkan de Mann (1989) dalam Mayasari (2010),

mendefinisikan flavor atau rasa sebagai rangsangan yang ditimbulkan oleh

bahan yang dimakan, yang dirasakan oleh indra pengecap atau pembau,

serta rangsangan lainnya seperti perabaan dan penerimaan derajat panas

oleh mulut.

Dari analisa sensori, menunjukkan bahwa rasa dari tempe saga kurang

disukai dibandingkan dengan tempe kedelai. Mayoritas panelis

mengungkapkan bahwa tempe saga memiliki sedikit rasa pahit walaupun

beberapa menyatakan tempe saga memiliki rasa yang khas. Aggraini (2009),

mengatakan bahwa 38,5% panelis menyatakan tempe saga memiliki rasa

yang unik, sementara 76,9% panelis menyatakan kekurang sukaannya

terhadap aromanya yang menyegat. Menurut Winarno (2004), rasa suatu

bahan pangan dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya komponen kimia

penyusun bahan pangan tersebut, tekstur, suhu, konsentrasi, dan interaksi

antara komponen rasa.

4. Tekstur

Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi citarasa yang

ditimbulkan dari bahan tersebut. Dari penelitian-penelitian yang telah

dilakukan diketahui bahwa perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat

mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan

rangsangan terhadap sel olfaktori dan kelenjar air liur (Winarno, 2004).

Ditinjau dari tekstur, tempe saga memiliki nilai lebih dari pada tempe

kedelai. Tempe saga menurut panelis memiliki tekstur lebih lembut dan

lunak dari pada tempe kedelai, meskipun terasa sedikit kesan berpasir.

Page 59: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Aggraini (2009), mengatakan bahwa sebanyak 84,6% responden uji

organoleptik menilai tempe saga memiliki tekstur yang lebih lembut dari

pada tempe kedelai. Tekstur yang lembut dan lunak dari tempe saga

kemungkinan dipengaruhi oleh kadar air dari tempe saga yang lebih tinggi

dibanding tempe kedelai.

5. Overall

Ditinjau dari penilaian keseluruhan parameter yang meliputi warna,

aroma, rasa dan tekstur yang tergabung dalam penilaian overall. Secara

statistik tempe saga memiliki kualitas sensori yang sama dengan tempe

kedelai yang selama ini masih menjadi produk olahan kedelai yang paling

banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dilihat dari hasil analisa

yang menunjukkan tidak terdapt perbedaan yang nyata antara keduannya.

Meskipun dari segi rasa dan aroma tempe saga masih dinilai dibawah

kualitas tempe kedelai namun warna dan tekstur tempe saga lebih baik

sehingga menutup kekurangan dari sisi rasa dan aroma.

Page 60: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai karakteristik

kimia dan sensori dari tempe saga, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kualitas sensori dari tempe saga tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai.

Meskipun dari segi rasa dan aroma tempe kedelai masih lebih buruk dari

pada tempe kedelai namun dari segi warna lebih baik dan tekstur keduanya

sama walaupun ada tendensi tempe saga lebih baik. Sehingga secara overall

tempe saga dan tempe kedelai memiliki mutu sensori yang sama.

2. Kualitas gizi dari tempe saga sebanding dengan tempe kedelai. Kadar air

tempe saga lebih tinggi dibanding tempe kedelai, yaitu; 205,55%(db)

dibanding 170,17%(db). Sedangkan kadar abu, lemak dan karbohidrat

keduanya setara, untuk tempe saga berturut-turut; 3,73%(db), 37,61%(db)

dan 28,89%(db) sedangkan tempe kedelai; 3,03%(db), 33,25%(db) dan

27,97%(db), meskipun tempe saga memperlihatkan total protein yang lebih

rendah daripada tempe kedelai, 29,77%(db) dibanding 35,81%(db).

3. Tempe saga memiliki komponen bioaktif yang meliputi aktifitas

penangkapan radikal bebas, total fenol, dietary fibre (insoluble dietary fibre,

soluble dietary fibre, total dietary fibre) yang setara dengan tempe kedelai.

Berturut-turut kandungan tempe saga; 0,12 %DPPH/mg sampel (db) dan

0,33 mg fenol/100g sampel (db), 1,78%(db), 0,81%(db), dan 2,59%(db).

Sedangkan tempe kedelai; 0,23 %DPPH/mg sampel (db) dan 0,36 mg

fenol/100g sampel (db), 1,59%(db), 1,03%(db), dan 2,62%(db).

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode pembuatan tempe

saga sehingga menghasilkan tempe saga yang lebih baik kualitasnya ditinjau

dari kandungan nutrisi, sifat fungsional dan kualitas sensorinya.

Page 61: POTENSI BIJI SAGA POHON (Adenanthera pavonina, Linn .../Potensi... · terhadap serat pangan; serat pangan total, serat larut dan serat tak larut, dan kapasitas antioksidan. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih spesifik tentang optimalisasi lama

fermentasi tempe saga, yang terkait dengan kandungan asam amino, asam

lemak, kapasitas antioksidan, dan serat pangan.

3. Melihat dari potensi kualitas sensori, kualitas gizi, kapasitas antioksidan,

dan serat pangan dari tempe saga yang sebanding dengan tempe kedelai,

perlu diadakannya kerjasama dari berbagai bidang untuk mensosialisasikan

dan memulai produksi komersial tempe saga, baik pakar pangan, pengrajin

tempe, pembudidaya, pemerintah, dan masyarakat.

4. Perlu dilakukan penelitian mengenai diversifikasi pengolahan dari biji saga.