9
Seminar NasionalKe III FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaanPotensi Gas Metana Batubara Formasi Muara Enim di Lapangan YF, Cekungan Sumatera Selatan Yusi Firmansyah, Reza Mohammad Ganjar Gani, Ardy Insan Hakim, Edy Sunardi Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor 45363 Email : [email protected] Abstrak Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan belakang busur atau Back Arc Basin. Struktur cekungan yang terbentuk pada lapangan “YF” dipengaruhi oleh tektonik pada Zona Subduksi yang terletak di lepas pantai Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Gaya yang bekerja adalah gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah baratdaya timurlaut (Pola Jambi) kala Kapur Akhir Tersier Awal. Objek penelitian ini difokuskan pada batubara yang terdapat pada Formasi Muara Enim. Penelitian ini dilakukan melalui analisis laporan akhir batuan inti, log sumur, seismik, dan perhitungan potensi gas metana dalam batubara. Deskripsi batuan inti dilakukan pada litologi pembawa batubara untuk keperluan persebaran batubara. Analisis log sumur dilakukan untuk korelasi antar sumur juga untuk menentukan log yang menunjukkan batubara yang akan dibuat zona batubara. Seismik digunakan untuk keperluan persebaran batubara pada bawah permukaan dengan mengintegrasikan data sumur. Zona batubara yang berpotensi untuk gas metana adalah zona pada kedalaman 300m 700m dan 700m 1000m dan cadangan gas metana (GIP) keseluruhan yang terkandung pada lapangan “YF” sebanyak 25.1 bcf. Kata Kunci : Gas Metana Batubara, Formasi Muara Enim, Seismik, Well Log, Elektrofasies, GIP Pendahuluan Sumber energi minyak dan gas bumi sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek, baik dalam kebutuhan industri maupun dalam kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan yang semakin meningkat ini tidak disertai dengan meningkatnya produksi minyak dan gas bumi. Kelangkaan pada sumber energi minyak dan gas bumi ini harus segera diatasi, oleh karena itu dikembangkan ilmu-ilmu yang digunakan dalam eksplorasi untuk mencari sumber energi yang baru, dalam hal ini unconventional energy. Untuk mengembangkan pencarian zona prospek hidrokarbon dilakukan penelitian sebelum tahap eksplorasi. Metoda yang digunakan dalam kegiatan eksplorasi diantaranya adalah seismic reflection dan well logging. Seismic reflection dapat memberikan informasi kondisi bawah permukaan yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk pencarian sebaran hidrokarbon. Sedangkan berdasarkan Wireline Logging dapat diketahui karakter petrofisika batuan yang tergambarkan dalam kurva Gamma Ray, Density, Spontaneous Potential, Sonic. Tujuan penelitian ini adalah menentukan zona batubara pada daerah penelitian serta menghitung cadangan gas pada daerah penelitian. Penelitian ini memberikan informasi mengenai potensi Gas

Potensi Gas Metana Batubara Formasi Muara Enim di Lapangan ... · Berdasarkan komposisi warna dan tekstur yang terlihat dari composite log sumur Ardy – 9 peneliti membagi Formasi

Embed Size (px)

Citation preview

Seminar NasionalKe – III

FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran

“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”

Potensi Gas Metana Batubara Formasi Muara Enim di Lapangan YF,

Cekungan Sumatera Selatan

Yusi Firmansyah, Reza Mohammad Ganjar Gani, Ardy Insan Hakim, Edy Sunardi Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran,

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor 45363

Email : [email protected]

Abstrak

Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan belakang busur atau Back Arc

Basin. Struktur cekungan yang terbentuk pada lapangan “YF” dipengaruhi oleh tektonik pada

Zona Subduksi yang terletak di lepas pantai Barat Sumatera dan Selatan Jawa. Gaya yang

bekerja adalah gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah baratdaya –

timurlaut (Pola Jambi) kala Kapur Akhir – Tersier Awal.

Objek penelitian ini difokuskan pada batubara yang terdapat pada Formasi Muara

Enim. Penelitian ini dilakukan melalui analisis laporan akhir batuan inti, log sumur, seismik,

dan perhitungan potensi gas metana dalam batubara. Deskripsi batuan inti dilakukan pada

litologi pembawa batubara untuk keperluan persebaran batubara. Analisis log sumur

dilakukan untuk korelasi antar sumur juga untuk menentukan log yang menunjukkan

batubara yang akan dibuat zona batubara. Seismik digunakan untuk keperluan persebaran

batubara pada bawah permukaan dengan mengintegrasikan data sumur.

Zona batubara yang berpotensi untuk gas metana adalah zona pada kedalaman 300m –

700m dan 700m – 1000m dan cadangan gas metana (GIP) keseluruhan yang terkandung pada

lapangan “YF” sebanyak 25.1 bcf.

Kata Kunci : Gas Metana Batubara, Formasi Muara Enim, Seismik, Well Log, Elektrofasies,

GIP

Pendahuluan

Sumber energi minyak dan gas bumi

sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek, baik dalam kebutuhan industri maupun dalam

kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan yang

semakin meningkat ini tidak disertai dengan

meningkatnya produksi minyak dan gas bumi.

Kelangkaan pada sumber energi minyak dan

gas bumi ini harus segera diatasi, oleh karena

itu dikembangkan ilmu-ilmu yang digunakan

dalam eksplorasi untuk mencari sumber

energi yang baru, dalam hal ini

unconventional energy.

Untuk mengembangkan pencarian zona

prospek hidrokarbon dilakukan penelitian

sebelum tahap eksplorasi. Metoda yang

digunakan dalam kegiatan eksplorasi

diantaranya adalah seismic reflection dan well

logging. Seismic reflection dapat memberikan

informasi kondisi bawah permukaan yang

dapat dijadikan sebagai acuan untuk

pencarian sebaran hidrokarbon. Sedangkan

berdasarkan Wireline Logging dapat diketahui

karakter petrofisika batuan yang

tergambarkan dalam kurva Gamma Ray,

Density, Spontaneous Potential, Sonic.

Tujuan penelitian ini adalah

menentukan zona batubara pada daerah

penelitian serta menghitung cadangan gas

pada daerah penelitian. Penelitian ini

memberikan informasi mengenai potensi Gas

Seminar NasionalKe – III

FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran

“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”

Metana Batubara dilihat dari aspek Geologi

dan Geofisika. Informasi ini merupakan dasar

yang menjadi acuan awal dalam tahapan

eksplorasi hidrokarbon non-konvensional.

Geologi Regional

Cekungan Sumatera Selatan terletak di

sebelah timur dari bukit barisan dan menyebar

ke bagian timur hingga offshore area dan

merupakan cekungan belakang busur (back-

arc basin) dibatasi oleh bukit barisan di

sebelah barat daya, dan paparan sunda pra-

tersier sebelah timur laut. Cekungan ini

memiliki sejarah pembentukan yang sama

dengan cekungan Sumatera Tengah. Batas

antara kedua cekungan tersebut merupakan

kawasan yang membujur dari Timurlaut –

Baratdaya melalui bagian utara pegunungan

Tigapuluh.

Cekungan Sumatera Selatan terbentuk

selama extension berarah barat – timur pada

akhir pra-tersier hingga awal tersier. Aktifitas

orogenesa selama late-cretaceous-Eocene

memotong cekungan ini menjadi empat sub-

cekungan yaitu, sub cekungan Jambi, sub

cekungan Palembang Utara, sub cekungan

Palembang tengah dan sub cekungan

Palembang Selatan. Cekungan ini dikenal

sebagai cekungan penghasil hidrokarbon baik

minyak maupun gas.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam

analisis gas metana batubara pada daerah

penelitian yaitu dengan menggunakan metode

pendekatan melalui Seismik, Elektro Facies

(Wire Line Log Analisis), dan Simulasi

Monte Carlo, dalam satu sumur yang

berkembang dan kemudian ditelusuri

kemenerusannya. Metode ini digunakan

dalam penelitian untuk memungkinkan hasil

yang maksimal dari keterbatasan data yang

tersedia. Diagram alir penelitian dapat dilihat

pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir penelitian

Hasil Penelitian dan Diskusi

Analisis Log Sumur dan Lapisan Batubara

Terdapat 3 (tiga) buah sumur yang digunakan

dalam analisis log sumur ini, yaitu sumur

Ardy-9, Ardy-6, Ardy-14 dengan ketersediaan

data log lengkap. Tujuan menggunakan

analisis ini adalah untuk menentukan lapisan

batubara yang kemudian lapisan batubara

tersebut dikelompokkan dan dibuat menjadi

zona batubara, sehingga dapat dilakukan

korelasi antar well. Untuk menentukan

lapisan batubara dalam sumur, kita dapat

menggunakan beberapa data log untuk

dikombinasikan. log density merupakan log

yang paling umum digunakan untuk

menentukan lapisan batubara. Adapun nilai

dari log ini yang dipakai untuk penentuan

batubara adalah 1.2 – 1,8 g/cc. Penentuan

lapisan batubara dengan metode analisis well

log yang terbaik adalah menggunakan

kombinasi dari beberapa log. Dalam

penelitian ini penentuan lapisan batubara

digunakan kombinasi log Gamma Ray (GR),

log Neutron (NPHI) dan log density (RHOB).

Seminar NasionalKe – III

FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran

“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”

Penentuan Lapisan Batubara

Untuk penentuan batubara nilai dari

log Gamma Ray rendah, nilai dari log

Neutron tinggi dan nilai dari density rendah.

Dapat dilihat kenampakan yang khas dari

kombinasi ketiga log ini jika menunjukkan

adanya lapisan batubara (Gambar 2)

Gambar 2 penentuan lapisan batubara

Penentuan Zona dan Ketebalan Batubara

Penentuan zona batubara dilakukan

dengan cara pengelompokkan dari beberapa

lapisan batubara yang telah didapat melalui

hasil analisis data log, kemudian di golongkan

dalam zona – zona yang berbeda. Dalam

penelitian ini terdapat 2 (dua) zona batubara

dari yang terdalam hingga yang terdangkal

yaitu Coal Zone 1 dan Coal Zone 2.

Penentuan jumlah lapisan batubara tiap zona

merupakan hasil dari interpretasi peneliti,

Sementara untuk lapisan batubara yang

diambil adalah yang memiliki ketebalan lebih

dari 1 meter, batubara yang memiliki

ketebalan minimal 1 meter itu memiliki

potensi yang baik untuk keperluan gas metana

dalam batubara. Setelah mengelompokkan

lapisan batubara yang telah ditentukan, lalu

dilakukan perhitungan ketebalan dari tiap

lapisan tersebut, sehingga peneliti mempunyai

ketebalan batubara dari setiap zona batubara

(Tabel 1, Tabel 2)

Tabel 1

Tabel 2

Korelasi Zona Batubara

Setelah didapatkan beberapa zona batubara

pada sumur bor, maka kita akan mempunyai

nilai dari kedalaman tiap zona batubara,

sehingga kita dapat melakukan plotting pada

data sumur dan dapat menentukan horizon

dari tiap zona batubara. Pada penelitian ini

sumur Ardy-6 memiliki data log yang paling

lengkap sehingga sumur ini menjadi sumur

kunci untuk menentukan korelasi antar sumur.

Langkah selanjutnya adalah dengan

mengkorelasikan zona batubara pada sumur

Ardy-6 terhadap sumur Ardy-9 dan Ardy-14

sehingga dapat diketahui penyebaran

batubaranya (Gambar 3).

Analisis Fasies dan Lingkungan

Pengendapan

Analisis fasies dan lingkungan

pengendapan dilakukan dengan menggunakan

analisis litofasies dari data cutting dan analisis

elektrofasies dari data log sumur. Data cutting

memiliki tingkat akurasi yang lebih baik jika

dibandingkan dengan data log sumur. Data

cutting memiliki tingkat akurasi yang lebih

Seminar NasionalKe – III

FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran

“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”

Gambar 3. Korelasi Sumur

baik jika dibandingkan dengan data log

sumur, karena data cutting merupakan satu –

satunya data yang menunjukkan kondisi

bawah permukaan secara nyata. Namun,

dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan

deskripsi cutting secara langsung tetapi hanya

menyadur dari laporan yang ada, dan dari 3

sumur yang dipakai hanya 1 yang memiliki

laporan cutting. Dari hasil deskripsi cutting

pada laporan penulis mencoba melakukan

interpretasi litofasies dari hasil deskripsi

laporan, setelah itu membandingkannya

dengan beberapa skematik suksesi fasies dari

beberapa lingkungan pengendapan. Setelah

itu penulis juga mencoba membandingkan

dengan hasil elektrofasies yang ada.

Analisis Geologi Batubara

Kerangka stratigrafi regional

Cekungan Sumatera Selatan telah

melatarbelakangi dan mengontrol geologi

batubara di daerah studi. Geologi batubara

daerah studi ini berkaitan dengan 2 (dua)

satuan batuan sebagai formasi pembawa

batubara, yang secara stratigrafi dapat

diurutkan sebagai berikut, Formasi Talang

Akar di bagian bawah, dan Formasi Muara

Enim di bagian paling atas. Geologi batubara

dan stratigrafi dari masing – masing batuan

pembawa batubara memiliki perbedaan

terutama berkaitan dengan penyebaran lateral

dan asosiasi batuan penyertanya. Batubara

pada Formasi Talang Akar berasosiasi dengan

batuan yang termasuk dalam Anggota

Gritsand, yang terdiri dari batupasir kasar

hingga sangat kasar dengan interkalasi serpih,

lanau dan sisipan batubara yang diendapkan

di lingkungan fluviatile – delta. Sedangkan

anggota transisi memiliki litologi terdiri dari

serpih interkalasi dengan batupasir – batubara

kadang – kadang menjadi serpih marine

interkalasi dengan batupasir gampingan.

Diendapkan secara selaras diatas anggota

Gritsand selama Miosen Bawah. Keterdapatan

batubara yang paling banyak dijumpai adalah

pada Formasi Muara Enim. Formasi ini

merupakan formasi pembawa batubara utama,

di daerah studi dapat dijumpai 2 (dua) Coal

Zone dengan ketebalan mulai dari 0,86 hingga

7,84 meter seperti teridentifikasi pada sumur

Ardy – 9. Batubara pada formasi ini

merupakan hasil pengendapan di lingkungan

system fluvial hingga dataran pasang surut

(tidal flat) yang sangat membantu dalam

mengontrol penyebaran dan ketebalan

lapisannya. Di daerah studi batubara dari

Formasi Muara Enim cukup baik tersingkap

di permukaan. Batubara pada Formasi Muara

Enim terbentuk selama proses akhir transgresi

atau sebagai sistem regresi dari Formasi Air

Benakat menjadi Formasi Muara Enim.

Kenaikan muka air laut menyebabkan adanya

limpah banjir serta ruang akomodasi menjadi

lebih besar, serta terjadi pula kenaikan dari

muka air tanah, mengakibatkan penyebaran

garis pantai semakin meluas, sehingga secara

regional batubara dapat berkembang dengan

baik (Formasi Muara Enim).

Analisis Elektrofasies

Terdapat 6 sumur pada interval studi, dengan

1 sumur diantaranya memiliki data cutting

yaitu Sumur Ardy – 9.

Seminar NasionalKe – III

FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran

“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”

Gambar 4. Analisis Elektrofasies

Berdasarkan komposisi warna dan tekstur

yang terlihat dari composite log sumur Ardy –

9 peneliti membagi Formasi Muara Enim

menjadi 4 (empat) litologi yang berbeda

yaitu:

1. Batubara dengan warna abu – abu gelap

sampai hitam, dengan tingkat kekerasan

lunak

2. Batulempung, dengan warna abu – abu,

dan sebaian bersifat karbonatan

3. Batulanau, dengan warna abu – abu tua,

dan sebagian bersifat karbonatan

4. Batupasir, dengan warna abu - abu,

berbutir batupasir sangat halus

Interpretasi fasies tentunya akan sangat sulit

dilakukan karena tidak adanya penjelasan

mengenai struktur sedimen, oleh karena itu

penulis mencoba melakukan kesebandingan

dengan laporan yang ada sebelumnya dan

melakukan korelasi dengan pola log

elektrofasies.Analisis elektrofasies merupakan

analisis untuk menentukan fasies – fasies

pada interval kedalaman tertentu dengan

melihat pola log sumur. Data hasil

elektrofasies yang telah dikalibrasikan dengan

data cutting dapat dikorelasikan dengan hasil

log sumur lain sehingga dapat diperkirakan

penyebaran lateral elektrofasies tersebut.

Hasil analisis elektrofasies pada interval

Formasi Muara Enin, secara garis besar

menampakkan 4 pola log, yaitu; serrated and

bell shape, serrated, serrated and funnel

shape, bell shape. Keempat pola log yang

berbeda tersebut mengindikasikan adanya

perbedaan pola dan system pengendapan.

Perbedaan pola pengendapan tersebut dapat

disebabkan oleh perbedaan lingkungan

pengendapan karena tebal kolom air saat

pengendapan yang berbeda pula. Pola serrated

and bell shapemerupakan thin section yang

tersusun oleh litologi mudstone dengan fasies

pro delta/shelf dan setelah dikorelasikan

dengan data litofasies diinterpretasikan bahwa

fasies ini diendapkan di lingkungan pro delta

dengan arus yang relative stabil, maka dari ini

pada kedalaman ini terdapat batubara yang

menjadi bagian dari coal zone 1. Sementara

itu pola serrated mengindikasikan paket

endapan yang relative blocky shale yang

relatif tebal sekitar 100m dan setelah

dikorelasikan dengan data litofasies

diinterpretasikan bahwa fasies ini diendapkan

di lingkungan pengendapan lakustrin dengan

arus yang relative lebih tenang dan stabil.

Pola serrated and funnel shape yang tersusun

atas perselingan batupasir dan batulempung

dengan kecenderungan batulempung menebal

bagian atas. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa proses sedimentasi saat diendapkannya

pola log ini bersifat fluktuatif. Setelah

dikalibrasi dengan data litofasies,

diperkirakan bahwa paket batuan ini

diendapkan di lingkungan pro – delta. Pola

bell – shape yang tersusun atas batulempung

batupasir ini mengindikasikan bahwa proses

Seminar NasionalKe – III

FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran

“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”

sedimentasi bersifat fluktuatif. Setelah

dikalibrasi dengan data litofasies dan

diperkirakan bahwa paket batuan ini

merupakan fasies mouth bar yang diendapkan

di lingkungan delta front. Secara keseluruhan

Formasi Muara Enim jika diinterpretasikan

melalui analisis elektrofasies merupakan

Formasi yang diendapkan pada lingkungan

dengan arus yang cukup tenang, maka dari itu

potensi dari gas metana dalam batubara pada

formasi ini cukup baik.

Interpretasi Data Seismik

Terdapat 52 line seismic yang dipakai

dalam penelitian ini. Data seismik

menunjukkan kualitas data yang sedang

sampai buruk. Refleksi seismik menunjukkan

kontinuitas yang buruk sampai cukup baik,

kecuali pada horizon batuan dasar yang

memperlihatkan pola yang tidak beraturan.

Pada umumnya interpretasi horizon batuan

sedimen relatif lebih mudah untuk dilakukan,

kecuali pada penampang seismik yang dilalui

oleh struktur kompleks, hal ini disebabkan

oleh kontinuitas refleksi yang terganggu.

Gambar 5. Interpretasi Seismik

Peta Struktur Waktu dan Kedalaman

Hasil interpretasi seismik selanjutnya dikonversi menjadi peta struktur waktu pada

tiap horizonnya (Gambar 6) lalu peta struktur

waktu ini dikonversi menjadi peta struktur

kedalaman (Gambar 7) dengan menggunakan

data kurva checkshot.

Gambar 6. Peta Struktur Waktu

Sweet Spot Area

Setelah melakukan pembuatan peta

struktur waktu dan peta struktur kedalaman,

selanjutnya adalah menentukan sweet spot

area yang diperkirakan sebagai area prospek

dari gas metana batubara yang telah dioverlay

dengan peta struktur kedalaman dan telah

dibagi per kedalaman. Kedalaman gas metana

batubara yang hingga kini bisa diambil untuk

tahap eksploitasi adalah pada kedalaman 300

meter hingga 700 meter, namun pada

penelitian ini selain kedalaman 300 meter

hingga 700 meter yang dihitung potensi gas

metana batubaranya juga pada kedalaman 700

meter hingga 1000 meter juga dihitung

tingkat potensi dari gas metana batubaranya.

Dari hasil analisis ini didapatkan sweet spot

area dari tiap kedalaman yang kemudian akan

Seminar NasionalKe – III

FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran

“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”

dihitung nilai potensi gas yang terkandung

pada batubara.

Gambar 7. Peta Kedalaman

Sweet Spot Area Kedalaman 300 Meter –

700 Meter

Peta struktur kedalaman dari tiap coal

zone yang telah dibuat kemudian dibagi

sesuai kedalaman 300 meter hingga 700

meter, maka akan menghasilkan sweet spot

are dari setiap coal zone (Gambar 8). Setelah

itu dapat ditentukan luas area dari tiap sweet

spot area dalam tiap coal zone. Luas area ini

berguna dalam perhitungan nilai Gas In Place.

Sweet Spot Area Kedalaman 700 Meter –

1000 Meter

Langkah yang dilakukan dalam

penentuak sweet spot area pada kedalaman ini

seperti pada kedalaman 300m – 700m yaitu,

peta struktur kedalam dari tiap coal zone yang

telah dibuat kemudian dibagi sesuai

kedalaman 700 meter hingga 1000 meter,

maka akan menghasilkan sweet spot area dari

setiap coal zone, luas area ini berguna dalam

perhitungan nilai Gas In Place.

Gambar 8. Sweet Spot Kedalaman 300-700 meter

Perhitungan Gas Content dan Gas In Place

Pada tahap ini dibutuhkan beberapa

aspek yang digunakan untuk perhitungan

menentukan nilai dari gas content dan gas in

place diantaranya adalah nilai dari properti

batubara yang merupakan nilai pasti yang

didapatkan dari hasil laboratorium, lalu

dibutuhkan juga aspek luas area potensi yang

didapatkan dari hasil analisis sebelumnya,

sementara untuk menentukan nilai dari gas

content digunakan Kim’s Formula.

Seminar NasionalKe – III

FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran

“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”

Gambar 9. Sweet Spot Kedalaman 700-1000

meter

Analisis Properti Batubara

Analisis ini didapatkan dari hasil

laboratorium (Tabel 3) untuk menentukan

nilai dari batubara itu sendiri. Hasil dari data

laboratorium ini yang diberikan oleh

perusahaan untuk membantu dalam

perhitungan nilai dari gas content sehingga

masuk kedalam ketersediaan data dalam

penelitian ini. Selain nilai yang ada pada tabel

diatas, ada nilai lain yang diberikan

perusahaan untuk membantu perhitungan dari

iGas Content, yaitu nilai dari Recovery Factor

(RF (%)) sebesar 0.19. setiap nomor sampel

digunakan untuk tiap zona batubara ynag

berbeda, nomor sampel 1 digunakan untuk

menentukan Gas Content pada zona batubara

1, nomor sampel 2 digunakan untuk

menentukan Gas Content pada zona batubara

1.

Tabel 3 Data analisis laboratorium untuk

menentukan gas content batubara (Data Sekunder,

Pusat Studi energy, 2015)

Perhitungan Gas Content

Perhitungan ini menggunakan rumus

Kim yang di dalamnya membutuhkan

beberapa elemen seperti data kedalaman

sumur kunci, kedalaman minimum sumur,

kedalaman maksimum sumur dan kedalaman

tengah dari sumur. Data lain yang dibutuhkan

adalah data proximate yaitu data yang

didapatkan melalui hasil analisis

laboratorium. Setelah semua data yang

dibutuhkan untuk perhitungan Gas Content

telah terkumpul, maka selanjutnya nilai Gas

Content (Tabel 4) bisa didapat.

Tabel 4. Hasil perhitungan nilai Gas Content

Perhitungan Gas In Place

Untuk perhitungan dari nilai Gas In

Place dibutuhkan beberapa data yaitu, data

luas area sweet spot, data ketebalan batubara

dalam zona batubara, nilai dari Gas Content

dan nilai dari densitas dimana nilai densitas

yang dipakai adalah nilai standar densitas

batubara yang dipakai di perusahaan yaitu

sebesar 1.3 g/cc. Setelah didapatkan nilai Gas

In Place ini kita menggunakan metode Monte

Seminar NasionalKe – III

FakultasTeknikGeologiUniversitasPadjadjaran

“PeranGeologidalamPengembanganPengelolaanSumberDayaAlamdanKebencanaan”

Carlo, metode ini adalah metode statistic yang

dipakai untuk menghitung prediksi dari nilai

Gas In Place yang ada, kemungkinan nilai

yang bisa kita dapat adalah nilai maksimum,

nilai minimum dan nilai tengah. Dalam dunia

industri nilai yang biasa dijadikan

pertimbangan adalah nilai tengah (P50).

Setelah didapatkan hasil nilai Gas In Place

P50 dari setiap coal zone pada kedalaman 300

meter hingga 700 meter, selanjutnya kita

dapat menentukan nilai total dari Gas In Place

P50 dalam kedalaman ini dengan cara

menjumlahkan seluruh nilai Gas In Place P50

dari semua coal zone. Untuk kedalaman 700

meter hingga 1000 meter, metode yang

digunakan untuk perhitungan nilai Gas In

Place P50 sama dengan pada kedalaman 300

meter hingga 700 meter, berikut hasil

perhitungan nilai total Gas In Place pada

kedalaman 700 meter hingga 1000 meter

(Tabel 5).

Tabel 5. Hasil perhitungan Gas In Place pada

kedalaman 300m – 700m

Tabel 6. Hasil perhitungan Gas In Place pada

kedalaman 700m – 1000m

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan

data pada lapangan “YF”, Formasi Muara

Enim. Dapat ditarik kesimpulan potensi dari

gas metana pada batubara di lapangan “X”

sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil dari analisis korelasi

antar sumur, didapatkan lapisan – lapisan

batubara yang dikelompokkan menjadi

beberapa zona batubara.

2. Perhitungan cadangan gas metana dalam

batubara dihitung berdasarkan kedalaman

dan didapatkan cadangan gas metana pada

batubara kedalaman 300m – 700m sebesar

19.42 bcf dan pada kedalaman 700m –

1000m sebesar 5.68 bcf.

Pustaka

Boggs, JR, Sam., 1995, Principles of

Sedimentology and Stratigraphy, Second

Edition, Prentice-Hall, Inc, A Simon and

Schuster Company, Upper Saddle River, New

Jersey.

Diessel C.F.K., 1992; Coal Bearing

Depositional Systems, Springer-Verlag,

Berlin

Eubank, R.T. dan Makki, A.C. 1981.

Structural Geology of The Central Sumatera

Back Arc-Basin: Proceedings Indonesian

Petroleum Association,10th Annual

Convention, Vol. 1. Jakarta.

Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi

dan Aplikasi Log, Edisi 8. Schlumberger

Oilfield Service, Jakarta.

Koesoemadinata, R. P. 1980. Geologi

Minyak dan Gas Bumi, Jilid 1 dan 2. Institut

Teknologi Bandung

Mitchum, R.M., 1977, Seismic

Stratigraphy and Global Changes of Sea

Level, dalam C.E. Payton, Seismic

Stratigraphy-Application to Hydrocarbon

Exploration.

Pulunggono, A. and Cameron, N.R.,

1984, Sumatran Microplates, their

characteristics and their role in the evolution

of Central and South Sumatera Basins,

Proceeding of the 13th Indonesian Petroleum

Association Annual Convention, 121-143.