Upload
yanisriarum
View
44
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PPC
Citation preview
A. Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari – hari, manusia sangat membutuhkan berbagai kebutuhan untuk
mempertahankan kehidupan didunia. Kebutuhan disini memiliki tingkatan masing – masing
untuk menentukan bagaimana kehidupan masing – masing. Tingkatan kebutuhan manusia terdiri
dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa sayang, kebutuhan
pengetahuan, kebutuhan harga diri dan kebutuhan kekuasaan.
Dalam tingkatan kebutuhan ini terdapat salah satu kebutuhan yang harus dimiliki oleh
manusia dalam mengarungi kehidupan, yaitu kebutuhan akan pengetahuan. Pengetahuan
(knowledge) menjadi bekal untuk memahami dan mengerti segala sesuatu yang ada
dimasyarakat. Pengetahuan disini merupakan hasil tau dari pengalaman yang dilakukan oleh
individu atas pengindraan dari pengalaman yang diperolehnya. Pengetahuan ini merupakan
dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuam yang berhubungan dalam kehidupan sehari – hari yaitu salah satunya
mengenai tentang pengetahuan individu yang berhubungan dengan kesehatan. Seseorang harus
cakap dan tanggap dalam merespon apa yang terjadi disekitarnya. Hal ini supaya tidak terjadi hal
– hal yang tidak diinginkan. Pengetahuan dalam hal kesehatan ini sangat bermacam – macam.
Dalam pembahasan ini nantinya akan dikupas mengenai pengetahuan tentang basic life support
(bantuan hidup dasar), khususnya pada RJP (Resusitasi Jantung – Paru).
A. Pengertian Basic Life Support
Basic Life Support merupakan suatu bentuk bantuan hidup dasar. Bantuan hidup
dasar ini berguna untuk menjaga jalan nafas supaya tetap terbuka, menunjang kelancaran
pernafasan, sirkulasi dengan tidak menggunakan alat bantu, (Soerianata, 1966). Dari
pendapat diatas dengan adanya bantuan hidup dasar ini memiliki peranan yang sangan
penting dalam keadaan darurat.
Menurut Alkatiri (2007), bantuan hidup dasar merupakan suatu bentuk usaha
bantuan yang bersifat darurat untuk membuka jalan nafas, memperlancar pernafasan dan
mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu. Bantuan hidup dasar ini
terdiri dari dua elemen, yaitu usaha bantuan penyelamatan pernafasan dan kompresi dada
eksternal, apabila kedua elemen bantuan ini digabungkan, maka akan disebut dengan
Resusitasi Jantung – Paru, (Handley, 1997).
B. Pengertian RJP (Resusitasi jantung – paru)
Resusitasi atau reanimasi secara harfiah memiliki arti yaitu menghidupkan
kembali. Resusitasi merupakan suatu bentuk usaha bantuan darurat yang bertujuan untuk
mengembalikan fungsi pernafasan, fungsi jantung serta menangani akibat berhentinya
fungsi – fungsi tersebut pada orang yang tidak diharapkan mati pada saai tersebut.
Resusitasi jantung –paru (RJP) juga dikenal dengan istilah cardio pulmonier
resuscitation (CPR).
Resusitasi jantung – paru ini merupakan bentuk komninasi dari pijat jantung dan
bantuan pernafasan. Hal ini bertujuan untuk membantu kebutuhan kecukupan oksigen
otak dan substrat, yang mana jantung dan paru tidak berfungsi secara optimal. Metode ini
tepat digunakan untuk pertolongan pertama terhadap pasien yang mengalami henti nafas
dan henti jantung supaya membantu mengoptimalkan kembali kerja jantung dan paru
sehingga terhindar dari kematian.
C. Tujuan Resusitasi Jantung – Paru
Dari pengertian diatas dapat diketahui betapa pentingnya metode resusitasi
jantung –paru (RJP) sebagai pertolongan pertama terhadap pasien yang mengalami henti
jantung dan henti pernafasan akibat kecelakaan yang terjadi, baik disengaja maupun tidak
disengaja. Resusitasi ini merupakan bagian dari bantuan hidup dasar untuk
mengoptimalkna kembali fungsi jantung – paru dengan cara nafas buatan dan pijat
jantung supaya pasien terhindar dari kematian yang mungkin terjadi saat itu. Dari hal ini,
sehingga tujuan dari resusitasi jantung – paru ini yatu sebagai berikut:
1. Mengembalikan fungsi pernafasan dan fungsi sirkulasi pada henti nafas dan henti
jantung pada pasien yang mengalami suatu bentuk kecelakaan yang mampu
menyebabkan kematian apabila kedua fungsi ini tidak kembali berjalan secara
optimal.
2. Untuk mencegah berhentinya fungsi sirkulasi pada paru dan fungsi respirasi pada
paru.
3. Untuk memberikan bantuan secara eksternal terhadap pasien yang mengalami
henti fungsi jantung dan paru melalui cardio pulmonary resuscitation (CPR) atau
resusitasi jantung – paru (RJP).
D. Langkah - Langkah melakukan RJP
Resusitasi jantung – paru sebagai pertolongan yang bersifat darurat, memiliki
peran penting yang sangat berharga sebagai pertolongan pertama terhadap pasien yang
mengalami permasalahan berhentinya fungsi sirkulasi dan fungsi pernafasan. Oleh karena
, sangat penting pula masyarakat mengetahui langkah – langkah penanganan penggunaan
metode resusitasi jantung – paru. Adapun langkah – langkan resusitasi jantung – paru
(RJP) menurut European Resuscitation Council Guideline For Resuscitation 2010 adalah
sebagai berikut:
1. Periksa respon dan layanan kedaruratan medis
Untuk memeriksa kesadaran dari pasien, maka dapat dilakukan dengan berteriak
didekat telinga atau menepuk bagian bahu serta wajah pasien. Apabila pasien
masih dalam keadaan sadar, maka biarkanlah dia berada posisi yang dia rasa
nyaman. Bahkan bila perlu lakukan kembali cek kesadaranya setelah beberapa
menit kemudian. Sedangkan untuk layanan daruratnya, apabila pasien tidak sadar
maka segera berteriak minta tolong atau menggunakan alat komunikasi untuk
menghubungi pertolongan darurat, (ERC Guidelines, 2010).
Gambar 1.1
Pemeriksaan kesadaran korban (Sumber: European Resuscitation Council
Guidelines For Resuscitation 2010). Korban, “Apakah kamu baik – baik saja?”
2. Pembebasan Jalan Nafas (Airway Support)
Penyebab penutupan jalan nafas dapat terjadi akibat posisi lidah yang
masuk kedalam, darah membeku, endema, trauma serta muntahan sehinnga
nafosaring tertutup. Bentuk sumbatan ini dapat segera diatasi dengan cara
mengangkat dagu atau mendorong rahang bawah kearah depan. Namun juga
sangat penting untuk dipahami apabila tindakan – tindakan airway ini mampu
untuk menimbulkan dan memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, salama
pelaksanaan prosedur ini diperlukan immobilisasi segaris dan korban atau pasien
ditempatkan pada alas yang rata dan keras, (IKABI 2004). Adapun teknik –
teknik untuk mempertahankan airway adalah sebagai berikut:
a. Tindakan kepala tengadah (head tilt)
Tindakan ini dilakukan apabila tidak terjadi trauma pada leher. Satu
tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah,
(Latief dkk, 2009).
b. Tindakan dagu diangkat (chin lift)
Jari – jari dari satu tangan diletakan dibawah rahang yang kemudian
secara hati – hati mengangkat dagu kebagian depan sehingga menghadap
keatas. Ibu jari juga bisa diletakan dibelakang gigi seri dan secara
bersamaan dagu diangkat secara hati – hati. Maneuver chin lift tidak boleh
sampai menyebabkan hiperekstensi leher, (IKABI, 2004).
Gambar 2.1
Head – tilt, Chin lift maneuver. Sumber (European Resuscitation Council
Guidelines For Resuscitation 2010)
c. Tindakan Mendorong Rahang Bawah
Pasien yang menderita trauma leher, rahang bawah diangkat didorong
kedepan pada sendinya tanpa menggerakan leher – kepala, (Latief dkk,
2009).
Gambar 2.2
Jaw – thrust maneuver. Sumber (European Resuscitation Council
Guidelines For Resuscitation 2010)
3. Bantuan Nafas dan Ventilasi (Breathing Support)
Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenisasi
dengan inflasi tekanan secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi
dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut dengan alat (S – Tube Masker atau
bag valve mask), (Alkhatiri, 2007). Breathing support terdiri dari dua tahap, yaitu:
Penilaian pernafasan
Menilai pernapasan dengan memantau dinding dada pasien dengan cara
melihat (look) naik turunya dinding dada pasien, mendengar (listen) udara
yang keluar saat ekshalasi dan merasakan (feel) aliran udara yang
menghembus di pipi penolong, (Mansjoer, 2009).
Gambar 3.1
Look, Listen and Feel. Sumber (European Resuscitation Council
Guidelines For Resuscitation 2010)
Memberi Bantuan Napas
Bantuan napas dapat dilakukan melaui mulut ke mulut (mouth – to –
mouth), mulut ke hidung (mouth – to – nose), mulut ke mulut via sungkup,
(Latief dkk, 2009).
Pada bantuan pernapasan mulut ke mulut (mouth – to – mouth) ini
maka penolong dapat melakukan dengan cara menarik napas
secara dalam. Kemudian bibir penolong ditempelkan di bibir
pasien dengan rapat. Saat bibir sudah ditempelkan di bibir pasien,
maka udara ekspirasi dihembuskan dengan penolong memencet
kedua lubang hidung pasien secara rapat supaya udara tidak bocor.
Gambar 3.2
Ventilasi buatan dari mulut ke mulut. Sumber (European
Resuscitation Council Guidelines For Resuscitation 2010)
Pada bantuan napas mulut ke hidung (mouth – to – nose) penolong
dapat melakukan dengan menarik napas secara dalam – dalam
kemudian meniukanya ke hidung. Hal ini dilakukan apabila mulut
dalam keadaan sulit untuk dibuka karena (trauma maksilo – fasial
(trismus).
Pada bantuan napas mulut ke sungkup pasa dasarnya sama dengan
mulut ke mulut. Bantuan napas dapat juga dilakukan dari mulut ke
stoma pada pasien pasca bedah laringektomi.
4. Sirkulasi (Circulation Support)
Menurut Alkhatiri (2007), circulation support merupakan suatu bentuk
resusitasi jantung untuk mengatasi sirkulasi peredaran darah dengan cara memijat
jantung, sehingga sel – sel syaraf di otak dapat bekerja secara optimal. Sirkulasi
dapat di nilai melalui pulsasi arteri karotis dan pengecekan maksimal aelama lima
detik. Apabila nadi tidak ditemukan maka dilakukan kompresi jantung dengan
kecepatan 100 kali permenit dengan kedalaman tekanan 4 – 5 cm. Waktu
relaksasi dan kompresi sama. Rasio kompresi dan ventilasi 30 : 2, (Mansjoer,
2009).
Tempat kompresi jantung liau yang benar yaitu bagian tengan separuh
bawah tulang dada. Pada pasien dewasa tekan tulang dada ke bawah menuju
tulang punggung sedalam 3 – 4 cm sebanyak 60 – 100 kali. Tindakan ini akan
memeras jantung yang letaknya dijepit oleh tulang dada dan tulang punggung.
Pijatan yang baik akan menghasilkan denyut nadi pada karotis dan curah jantung
sekitar 10 – 15 % dari normal, (Latief dkk, 2009).
Gambar 4.1
Posisi penolong pijat jantung. Sumber (European Resuscitation Council
Guidelines For Resuscitation 2010)
Periksa keberhasilan resusitasi jantung – paru (RJP) dengan memeriksa denyut
nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Apabila pupil dalam keadaan kontriksi reflek
cahaya positif, maka menandakan oksigenisasi darah ke otak cukup. Namun apabila yang
sebaliknya terjadi, maka merupakan tanda kerusakan berat di otak dan resusitasi dianggap
kurang berhasil, (Alkhatiri, 2007).
E. Penghentian RJP
Menururt Asih (1996), hentikan RJP apabila terjadi:
i. Korban sadar kembali (dapat bernafas dan denyut nadi teraba kembali)
ii. Digantikan oleh penolong terlatih atau petugas kedaruratan medis
iii. Penolong kehabisan tenaga untuk melakukan RJP
iv. Keadaan menjadi tidak aman
F. Posisi Pemulihan (Recovery Position)
Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of Spontaneous
Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi:
Tangan pasien yang berada di sisi penolong diluruskan ke atas.
Tangan lainya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan di pipi
pasien.
Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik kea
rah penolong, sekaligus memiringkan posisi tubuh pasien dihadapan
penolong.
Dengan posisi ini jalan napas diharapkan tetap bebas dan mencegah aspirasi nika terjadi
muntah. Selanjutnya lakukan pemeriksaaan pernapasan secara berkala, (Resuscitation
Council UK 2010).
Gambar 1.1
Recovery position. Sumber (European Resuscitation Council Guidelines For
Resuscitation 2010).
Daftar Pustaka
Diunduh pada hari Sabtu, tanggal 28 Februari 2015 pada pukul 10.15 WIB melaui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31633/4/Chapter%20II.pdf
http://www.hetfkunand.org/uploads/1/2/5/7/12573182/rjp.pdf
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CDgQFjAD&url=http
%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F1110000130-emergency-medicine
%2Femd166_slide_istilah.pdf&ei=gFDwVJ6BJMaPuASJ24CYCQ&usg=AFQjCNG3VYJfSkNj
DCUkxkXUBG60alpRgg&bvm=bv.87269000,d.c2E