54
PREEKLAMPSIA BERAT, HELLP SINDROM PARSIAL DENGAN HIPERTIROID PRESENTASI KASUS Universitas Andalas Oleh : Mairunzi Pembimbing : Dr. Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG (K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND RS Dr. M.DJAMIL PADANG 2013

Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kasus peb, hypertiroid, dengan hellp syndrom

Citation preview

Page 1: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

PREEKLAMPSIA BERAT, HELLP SINDROM

PARSIAL DENGAN HIPERTIROID

PRESENTASI KASUS

Universitas Andalas

Oleh :

Mairunzi

Pembimbing :

Dr. Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG (K)

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND

RS Dr. M.DJAMIL PADANG 2013

Page 2: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................i

DAFTAR TABEL ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

BAB II LAPORAN KASUS ......................................................................... 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 24

A. PREEKLAMPSIA BERAT DENGAN HELLP SINDROM ......... 24

1. Definisi ............................................................................ 24

2. Epidemiologi ................................................................... 24

3. Klasifikasi ........................................................................ 25

4. Etiologi dan Patogenesis ................................................ 27

5. Gambaran Klinis ............................................................. 27

6. Penatalaksanaan ............................................................ 29

B. HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN ...................................... 32

1. Hubungan Fungsi Tiroid dengan Kehamilan ................... 32

2. Etiologi ............................................................................ 33

3. Patofisiologi .................................................................... 33

4. Diagnosis ........................................................................ 35

5. Penatalaksanaan ............................................................ 38

BAB IV DISKUSI ..................................................................................... 42

BAB V KESIMPULAN ............................................................................. 49

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sistem Klasifikasi HELLP Syndrom ..................................... 26

Tabel 2. Faktor Risiko Morbiditas/ Mortalitas Maternal pada HELLP

Syndrom ...............................................................................

29

Tabel 3. Pemberian Magnesium Sulfat pda Preeklampsia dan

Eklampsia ............................................................................

31

Tabel 4. Perbandingan Tes – tes Evaluasi Tiroid pada Kehamilan

dan Hipertiroid ......................................................................

38

Page 4: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

1

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan kelainan yang sering ditemukan selama

kehamilan. Istilah preeklampsia-hipertensi gestasional digunakan untuk

menggambarkan kelainan pada pasien dengan sedikit peningkatan

tekanan darah atau hipertensi berat dengan disfungsi organ termasuk

didalamnya yaitu ; hipertensi gestasional akut, preeklampsia, eklampsia

dan Hemolisis Elevated Liver Enzim And Low Platelet (HELLP)

sindrom.(Sibai, 2011)

Preeklampsia merupakan kelainan multisistem dengan manifestasi

klinis hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa gejala yang menyertai,

hasil laboratorium yang abnormal, IUGR, atau berkurangnya cairan

amnion.(Sibai, 2011)

Insidens preeklampsia dan eklamsia berkisar antara 4-9 % pada

wanita hamil, 3-7 % terjadi pada nullipara, dan 0,8-5 % pada multipara.

Angka kejadian PE di Indonesia berkisar antara 3-10 %. (Roeshadi, 2004)

Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis,

Elevated Liver Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali

dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982 pada penderita preeklampsia

berat. Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada

penderita preeklampsia berat dan eklampsia yang terutama ditandai

dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzym hepar dan

penurunan jumlah trombosit (trombositopenia). Sindroma HELLP

dikatakan merupakan varian yang unik preeklampsia. Sekali berkembang

dengan cepat dapat menyebabkan penderita menjadi gawat, berakhir

dengan kegagalan fungsi hati dan ginjal, respiratory distress syndrome

pada penderita dan kematian ibu dan janin.(Roeshadi, 2004, James N. Martin Jr et al.,

2006)

Hipertiroid adalah suatu sindroma klinik disebabkan oleh sekresi

hormon kelenjar tiroid yang berlebihan. Sekitar 90% dari hipertiroid

disebabkan oleh penyakit Grave. Penyakit Grave pada umumnya

Page 5: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

2

ditemukan pada usia yang lebih muda, sebagian besar antara 20 – 40

tahun, sedangkan hipertiroid akibat nodul toksik ditemukan pada umur

yang lebih tua yaitu antara 40 – 60 tahun.(Cunningham et al., 2010c)

Hipertiroid terjadi pada 2-5% wanita dan 1-2% terjadi wanita usia

produktif. Wanita memiliki resiko 5 kali menderita penyakit tiroid dibanding

laki-laki. Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan berkisar 0,2% dari semua

kehamilan. Mesmant dan kolega, 1995 menyatakan bahwa hipertiroid

komplikasi yang terjadi 1 dalam 1000 – 2000 kehamilan. Casey dkk, 2003

menemukan insiden hipertiroid 3,9/1000, termasuk wanita yang

diidentifikasi sebelum kehamilan.(Cunningham et al., 2010c)

Kadang-kadang timbul kesulitan dalam diagnosis hipertiroid dalam

kehamilan, sehingga sering hipertiroid tidak terdiagnosis, karena

kehamilan sendiri berakibat peningkatan metabolisme basal ( 15 sampai

25% ) yang serupa dengan gambaran klasik hipertiroid terutama pada

trimeser kedua dan ketiga. Oleh karena hipertiroid Grave pada umumnya

ditemukan pada usia subur maka hampir seluruh hipertiroid yang terjadi

pada kehamilan adalah penyakit Grave.(Grigoriu et al., 2008)

Hipertiroid tanpa pengobatan yang adequat akan mengakibatkan

abortus, bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat badan rendah dan

krisis tiroid pada saat persalinan. Dan pada wanita hamil yang tidak diobati

atau pada mereka yang tetap hipertiroid meskipun diterapi, terjadi

peningkatan insiden preeklampsia, gagal jantung, dan gangguan hasil

akhir perinatal.(Cunningham et al., 2010c)

Berikut ini akan dilaporkan kasus seorang wanita umur 32 tahun

dengan diagnosa G2P1A0H1 gravid aterm + PEB + HELLP sindrom

parsial + Hipertiroid. Janin hidup tunggal intrauterine presentasi kepala HI.

Pada pasien ini dilakukan seksio sesarea atas indikasi PEB + HELLP

sindrom parsial dengan penyulit berupa hipertiroid.

Page 6: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

3

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS :

Nama : Ny. Isusirawati

Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

MR : 812735

Alamat : Koto Lamo, Sijunjung

Nama suami : Tn. Andi Y

Umur : 38 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

ANAMNESIS :

Seorang pasien wanita umur 32 tahun masuk KB IGD RSUP Dr.

M. Djamil Padang pada tanggal 03 Januari 2013 jam 13.50 WIB kiriman

RSUD Sawah Lunto dengan diagnosis G2P1A0H1 Gravid aterm +

Hipertiroid + Hipertensi

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Sebelumnya pasien telah dirawat di RSUD Sawah Lunto selama 3 hari

dengan diagnosis G2P1A0H1 gravid aterm + hipertiroid + hipertensi

- Nyeri kepala hebat (-), nyeri ulu hati (-), pandangan mata kabur (-)

- Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)

- Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-)

- Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-)

- Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)

- Tidak haid sejak ± 9 bulan yang lalu

- HPHT : lupa TP : sukar ditentukan

- Gerak anak dirasakan sejak ± 5 bulan yang lalu

- RHM : Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

- ANC : Kontrol ke bidan desa 3x ( bulan ke 2, 5, dan 8 )

- RHT : Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

Page 7: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

4

- Riwayat Menstruasi : Menarche umur 13 th, siklus haid tidak teratur,

lamanya 5-7 hari, banyaknya 2-3x ganti duk/hari, nyeri (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien sebelumnya dikenal menderita hipertiroid sejak ± 1 tahun yang

lalu, minum obat teratur, tapi sejak hamil pasien tidak minum obat.

- Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan

hipertensi.

- Riwayat alergi obat tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan,

menular dan kejiwaan

Riwayat Perkawinan : 1 x tahun 2000

Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan : 2/0/1

1. Tahun 2001, ♂, 3000 gr, cukup bulan, spontan, bidan, hidup

2. Sekarang

Riwayat Kontrasepsi : tidak ada

Riwayat Imunisasi : tidak ada

Riwayat Pendidikan : tamat SMP

Riwayat Kebiasaan : merokok (-), alkohol dan narkoba (-)

Page 8: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

5

PEMERIKSAAN FISIK :

KU sedang

Kes CMC

TD 170/110

Nadi 120x/1’

Nafas 20x/1’

Suhu 370C

Genitalia : jumlah urin ± 200 mL/ sewaktu

Ekstremitas : Refleks Patella +/+ normal

Laboratorium : Proteinuria ++

DIAGNOSIS :

G2P1 A0H1 Gravid aterm + PEB + Hipertiroid

SIKAP :

- Regimen SM dosis inisial

Jam 14.00 WIB

Dimulai regimen SM dosis inisial

Jam 14.15 WIB

Selesai regimen SM dosis inisial

PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

Tinggi Badan : 150 cm

Berat Badan : 45 Kg

Berat Badan sblm hamil : 58 Kg

BMI : 20 Kg/m2 (ideal weight category)

LILA : 25 cm

Vital sign :

Tekanan Darah : 160/100 mmHg

Frekuensi Nadi : 110 x/menit

Frekuensi Nafas : 20 x/menit

Temperatur : 370 C

Page 9: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

6

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher :

Inspeksi : JVP 5-2 cmH2O,

Kelenjar tiroid tampak membesar

Palpasi : Kelenjar tiroid teraba membesar

Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar

Toraks :

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : bunyi jantung teratur, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris kiri = kanan

Palpasi : Fremitus normal kiri = kanan

Perkusi : Sonor kiri = kanan

Auskultasi : Vesikuler normal +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : Status Obstetricus

Genitalia : Status Obstetricus

Ekstremitas : Edema -/-, Refleks Fisiologis +/+, Refleks Patologis -/-

Page 10: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

7

Status Obstetrikus :

Abdomen

Inspeksi : Tampak membuncit sesuai usia kehamilan aterm

Sikatrik (-)

Palpasi :

L1 : FUT teraba 3 jari dibawah processus xyphoideus

Teraba massa besar, lunak, noduler

L2 : Teraba tahanan terbesar disebelah kiri

Teraba bagian-bagian kecil janin disebelah kanan

L3 : Teraba massa keras, tidak terfiksir

L4 : Konvergen

TFU = 34 cm TBA : 3255 gr His : (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) N, DJJ : 130-135 x/menit

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang

VT : Ø 1 jari

Portio tebal 1,5 cm, posterior, sedang

Ketuban (+)

Teraba kepala HI

UPD dan UPL : kesan panggul luas

DIAGNOSIS :

G2P1A0H1 Gravid aterm + PEB selesai regimen SM dosis inisial +

Hipertiroid

Janin hidup tunggal intra uterin pres kepala HI

Page 11: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

8

SIKAP :

- Kontrol KU, Vital sign, His, DJJ, Balance cairan, Refleks patella, Ʃ

urin

- Cek darah lengkap ( fungsi hati, ginjal, dan hemostasis )

- Lanjut regimen SM dosis maintenance

- USG dan CTG

- EKG

- Lapor tim PEB ( interne, jantung, dan mata )

Page 12: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

9

LABORATORIUM :

- Hemoglobin : 10 gr% (12 – 14)

- Leukosit : 7.200 /mm3 (5000 – 10.000)

- Hematokrit : 31 % (37 – 43)

- Trombosit : 138.000 mm3 (150.000 – 400.000)

- MCH : 24,3 pg (27 – 31)

- MCV : 74 μm3 (82 – 92)

- MCHC : 33 g/ dL (32 – 36)

- GDR : 87 mg/ dL (74 – 106)

- Ureum : 13 mg/ dL (16,6 – 48,5)

- Kreatinin : 0,4 mg/ dL (0,6 – 1,2)

- SGOT : 14 U/L (0 – 31)

- SGPT : 8 U/L (0 – 34)

- Protein total : 5,5 g/dL (6 – 7)

- Albumin : 2,7 g/dL (3,5 – 5,2)

- Globulin : 2,8 g/dL (0)

- Bilirubin total : 0,97 mg/dL (0,1 – 1,2)

- Bilirubin direk : 0,5 mg/dL (0 – 0,2)

- Bilirubin Indirek : 0,47 mg/dL (0)

- LDH : 694 U/L (0-480)

- Natrium : 139 mmol/L (139 – 145)

- Kalium : 3,6 mmol/L (3,5 – 5,1)

- Kalsium : 7,8 mg/dL (8,6 – 10,3)

- T4 : 201,27 nmol/L (60-120)

Page 13: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

10

URINALISA :

- Protein : ++

- Glukosa : –

- Leukosit : 2-3 /LPB

- Eritrosit : 150-200 /LPB

- Silinder : –

- Kristal : –

- Epitel : +

- Bilirubin : –

- Urobilinogen : +

USG

Page 14: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

11

Hasil USG : Janin hidup tunggal intra uterin letak kepala

Aktivitas gerak janin baik

Biometri :

BPD : 9,4 cm

FL : 7,2 cm

AC : 33,5 cm

TBJ : 33,04 gr

AFI : 10,2 cm

Plasenta tertanam di fundus grade I-II

Kesan : Gravid aterm

Janin hidup

Page 15: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

12

CTG

Hasil CTG :

Baseline : 130 – 135 dpm

Variabilitas : 5-15 dpm

Akselerasi : (+)

Deselerasi : (-)

Gerak anak : (+)

Kesan : CTG Reaktif

Page 16: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

13

Hasil Konsul Mata :

Kesan : Saat ini ditemukan tanda preeklampsi ringan

Grave Nospeg 2-3

Sikap : Rawat bersama

Terapi sesuai TS

Konsul penyakit dalam

Hasil Konsul Jantung :

Kesan : G2P1A0H1 gravid aterm + PEB

Hipertiroid

Sikap :

Metildopa 3 x 500 mg

Rawat bersama

Risiko cardiovaskuler sedang-berat

Hasil Konsul Interne Penyakit Dalam :

Kesan : Hipertiroid dalam pengobatan

Struma difusa toksika

Gravid aterm + PEB

Sikap :

PTU 3 x 100 mg

Metidopa 2 x 250 mg

PCT 3 x 500 mg

Toleransi operasi :

Risiko kardiovaskuler : sedang-berat

Risiko endokrin : terjadi krisis tiroid

Risiko hematologi ringan

Berikan lugol 10 tetes sebelum operasi

Page 17: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

14

DIAGNOSIS :

G2P1 A0H1 Gravid aterm + PEB dalam regimen SM dosis maintenance

+ HELLP Syndrom parsial + Hipertiroid

Janin hidup tunggal intra uterin pres kepala HI

SIKAP :

- Kontrol KU, Vital sign, His, DJJ, Balance cairan, Refleks patella, Ʃ

urin

- Lanjut regimen SM dosis maintenance

- Konsul anastesi dan perinatologi

- Lapor OK

- Siapkan darah PMI

- Antibiotik ( skintest )

- Informed consent

RENCANA : SC

Page 18: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

15

Jam 15.15 wib

Dilakukan SCTPP

Jam 15.20 WIB

Lahir seorang bayi perempuan (♀) secara SCTPP dengan :

BB : 3156 gram

PB : 47 cm

A/S : 7/8

Plasenta lahir dengan sedikit tarikan ringan pada tali pusat, lengkap 1

buah, berat ± 500 gram, ukuran 18 x 17 x 2,5 cm, panjang tali pusat 50

cm, insersi para sentralis

Dilakukan insersi IUD

Perdarahan selama tindakan ± 250 mL

Diagnosis :

P2A0H2 Post SCTPP + akseptor IUD ai PEB + HELLP sindrom parsial +

Hipertiroid

Anak-ibu dalam perawatan

Sikap :

- Awasi pasca tindakan

Perawatan Post OP ( RR ) :

Kontrol KU, VS, PPV, refleks patella, balans cairan

Pasien tidur terlentang dengan di tinggikan satu bantal

Regimen SM dosis maintenance 1 gr/ jam ( 24-48 jam )

Antibiotik ceftriaxon 2x1 gr

Metildopa 3x250 mg

Adalat oros 1x 30 mg

Dexametason 2x10 mg ( 2 hari )

PTU 3 x 100 mg

Pasien di puasakan sampai BU (+) normal

Cek Hb post op, jika < 10 gr% transfusi

Page 19: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

16

LABORATORIUM :

- Hemoglobin : 11,2 gr%

- Leukosit : 6.500 /mm3

- Hematokrit : 34 %

- Trombosit : 146.000 mm3

- GDR : 97 mg/dl

- Ureum : 16 mg/dl

- Kreatinin : 0,3 mg/dl

- Protein total : 5 g/dL

- Albumin : 2,8 g/dL

- Globulin : 2,2 g/dL

- Kalsium : 8,1 mg/dL

FOLLOW UP :

Tanggal 4 Januari 2013

Anamnesis : Nyeri kepala hebat, nyeri ulu hati, pandangan kabur (-)

Demam (-), ASI (+), nyeri perut (-), BAK via kateter, BAB (-),

Perdarahan pervaginam (-)

Pemeriksaan Fisik :

KU sedang

Kes CMC

TD 140/80

Nadi 98x/1’

Nafas 20x/1’

Suhu 370C

Mata : konjunctiva tak anemis, sklera tak ikterik

Abdomen :

Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit

Luka operasi tertutup verban

Palpasi : FUT 3 jari bawah pusat, kontraksi baik

NT (-), NL (-), DM (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) Normal

Page 20: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

17

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

BAK via kateter 200 cc/ 2 jam

Diagnosis :

P2A0H2 Post SCTPP + akseptor IUD ai PEB + HELLP sindrom parsial +

Hipertiroid + nifas hari I

Anak – ibu dalam perawatan

Sikap :

- Kontrol KU, VS, PPV, Balance cairan, Refleks patella

- Lanjut regimen SM dosis maintenance (sampai 24 jam post partum)

- Antibiotik Ceftriaxon 2 x1 gr

- Metildopa 3 x 250 mg

- Adalat oros 1 x 30 mg

- Dexametason 2 x 10 mg

- Benovit C 1 x 1

- PCT 3 x 100 mg

- Antalgin 3 x 500 mg

Tanggal 5 Januari 2013

Anamnesis :

Nyeri kepala hebat, nyeri ulu hati, pandangan kabur (-)

Demam (-), ASI (+), nyeri perut (-), BAK via kateter, BAB (-),

Perdarahan pervaginam (-)

Pemeriksaan Fisik :

KU

sedang

Kes

CMC

TD

130/80

Nadi

90x/1’

Nafas

20x/1’

Suhu

370C

Mata : konjunctiva tak anemis, sklera tak ikterik

Page 21: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

18

Abdomen :

Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit

Luka operasi tertutup verban

Palpasi : FUT 3 jari bawah pusat, kontraksi baik

NT (-), NL (-), DM (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) Normal

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

BAK via kateter 200 cc/ 2 jam

Diagnosis :

P2A0H2 Post SCTPP + akseptor IUD ai PEB + HELLP sindrom parsial +

Hipertiroid + nifas hari II

Anak – ibu dalam perawatan

Sikap :

- Kontrol KU, VS, PPV

- Stop regimen SM , infus dan kateter

- Mobilisasi

- Breastcare

- Diet TKTP

Terapi :

- Antibiotik Ceftriaxon 2 x1 gr

- Metildopa 3 x 250 mg

- Adalat oros 1 x 30 mg

- Dexametason 2 x 10 mg

- Benovit C 1 x 1

- PTU 3 x 100 mg

- PCT 3 x 100 mg

- Antalgin 3 x 500 mg

Page 22: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

19

LABORATORIUM :

- Hemoglobin : 9,8 gr%

- Leukosit : 2.330 /mm3

- Hematokrit : 31,1 %

- Trombosit : 155.000 mm3

- Eritrosit : 4.08 x 106 /mm3

- MCH : 24 pg

- MCV : 76,2 μm3

- MCHC : 31,5 g/dL

- Ureum : 45,6 mg/dl

- Kreatinin : 0,4 mg/dl

- SGOT : 14 U/L

- SGPT : 8 U/L

- Protein total : 4,5 g/dL

- Albumin : 2,5 g/dL

- Globulin : 2 g/dL

- T3 : 1,24 nmol/L (0,9-2,5)

- Free T4 : 15,25 pmol/L (9-20)

- TSH : < 0,05 uUI/mL (0,25-5)

Bagian Interne sub bagian endokrin :

Kesan : struma diffusa toksika ec susp Grave’s disease

Terapi :

PTU 3 x 100 mg

Propanolol 1 x 10 mg

Advis :

Cek TSH, T3, Free T4

Skintigrafi tiroid

Page 23: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

20

Bagian Mata :

Kesan : Fundus eklampsia ringan

Grave opthalmopathy nospeg 2-3

Terapi : Sesuai TS

Tanggal 6 Januari 2013

Anamnesis :

Nyeri kepala hebat, nyeri ulu hati, pandangan kabur (-)

Demam (-), ASI (+), nyeri perut (-), BAK (+), BAB (-), Perdarahan

pervaginam (-)

Pemeriksaan Fisik :

KU

sedang

Kes

CMC

TD

130/80

Nadi

85x/1’

Nafas

20x/1’

Suhu

370C

Mata : konjunctiva tak anemis, sklera tak ikterik

Abdomen :

Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit

Luka operasi tertutup verban

Palpasi : FUT 4 jari bawah pusat, kontraksi baik

NT (-), NL (-), DM (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) Normal

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

Diagnosis :

P2A0H2 Post SCTPP + akseptor IUD ai PEB + HELLP sindrom parsial +

Hipertiroid + nifas hari III

Anak – ibu dalam perawatan

Page 24: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

21

Sikap :

- Kontrol KU, VS, PPV

- Mobilisasi

- Breastcare

- Diet TKTP

Terapi :

- Amoksisilin 3 x 500 mg

- Benovit C 1 x 1

- PTU 3 x 100 mg

- Antalgin 3 x 500 mg

Tanggal 7 Januari 2013 Anamnesis :

Demam (-), ASI (+), nyeri perut (-), BAK (+), BAB (-), Perdarahan

pervaginam (-)

Pemeriksaan Fisik :

KU sedang

Kes CMC

TD 130/80

Nadi 87x/1’

Nafas 20x/1’

Suhu 370C

Mata : konjunctiva tak anemis, sklera tak ikterik

Abdomen :

Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit

Luka operasi tertutup verban

Palpasi : FUT 4 jari bawah pusat, kontraksi baik

NT (-), NL (-), DM (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) Normal

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

Page 25: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

22

Diagnosis :

P2A0H2 Post SCTPP + akseptor IUD ai PEB + HELLP sindrom parsial +

Hipertiroid + nifas hari IV

Anak – ibu baik

Sikap :

- Kontrol KU, VS, PPV

- Mobilisasi

- Breastcare

- Diet TKTP

Terapi :

- Amoksisilin 3 x 500 mg

- Benovit C 1 x 1

- PTU 3 x 100 mg

- Antalgin 3 x 500 mg

Tanggal 8 Januari 2013

Anamnesis :

Demam (-), ASI (+), nyeri perut (-), BAK (+), BAB (-), Perdarahan

pervaginam (-)

Pemeriksaan Fisik :

KU

sedang

Kes

CMC

TD

120/80

Nadi

90x/1’

Nafas

20x/1’

Suhu

370C

Mata : konjunctiva tak anemis, sklera tak ikterik

Abdomen :

Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit

Luka operasi baik

Palpasi : FUT 4 jari bawah pusat, kontraksi baik

NT (-), NL (-), DM (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) Normal

Page 26: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

23

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

Diagnosis :

P2A0H2 Post SCTPP + akseptor IUD ai PEB + HELLP sindrom parsial +

Hipertiroid + nifas hari V

Anak – ibu baik

Sikap :

- Kontrol KU, VS, PPV

- Mobilisasi

- Breastcare

- Diet TKTP

Terapi :

- Amoksisilin 3 x 500 mg

- Benovit C 1 x 1

- PTU 3 x 100 mg

- Antalgin 3 x 500 mg

Bagian Mata :

Kesan : Fundus eklampsia ringan

Grave Nospeg 2-3

Terapi : Sesuai TS

Kontrol 1 bulan lagi

Bagian Interne sub bagian endokrin :

Kesan : struma diffusa toksika ec susp Grave’s disease

Sikap : Kontrol poli endokrin

Acc pulang

Terapi :

PTU 3 x 100 mg

Propanolol 1 x 10 mg

Page 27: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

24

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. PREEKLAMPSIA BERAT DENGAN HELLP SINDROM

1. Definisi

Dahulu, disebut preeklampsia jika dijumpai trias tanda klinik

yaitu : tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, proteinuria dan edema.

Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam kriteria

diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal.

Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam,

tekanan darah diastol 90 mmHg digunakan sebagai

pedoman.(Roeshadi, 2004)

Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah 140/90

mmHg, tapi < 160/110 mmHg dan proteinuria +1.

Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110

mmHg, proteinuria +2, dapat disertai keluhan subjektif

seperti nyeri epigastrium, sakit kepala, gangguan penglihatan

dan oliguria.

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam

persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang

dan atau koma. Sebelumnya wanita ini menunjukkan gejala-

gejala preeklampsia berat. (kejang timbul bukan akibat

kelainan neurologik).

2. Epidemiologi

Insidens preeklampsia dan eklampsia berkisar antara 4-9

% pada wanita hamil, 3-7 % terjadi pada nullipara, dan 0,8-5 %

pada multipara. Angka kejadian PE di Indonesia berkisar antara

3-10 %. (Roeshadi, 2004)

Page 28: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

25

3. Klasifikasi

Klasifikasi dibuat untuk memudahkan dokter

mengidentifikasi pasien yang beresiko terjadinya morbiditas

maternal, untuk memandu intervensi terapeutik dan menilai

keberhasilan atau outcome, dan untuk data perbandingan hasil

penelitian. Yang paling umum digunakan untuk diagnosis dan

klasifikasi adalah yang dikembangkan pada tahun 1980 oleh

peneliti di Universitas Tennessee dan Mississippi.(James N. Martin Jr

et al., 2006)

Klasifikasi Tennessee mendefinisikan true atau

complete sindrom HELLP jika didapatkan seluruh kriteria

berikut : (1) Trombositopenia sedang sampai berat dengan

trombosit 100.000 / mL atau kurang, (2) disfungsi hati dengan

AST 70 IU / L atau lebih, dan (3) Terjadi hemolisis dengan

sediaan apus darah tepi yang abnormal, selain total serum LDH

600 IU / L atau lebih besar, atau bilirubin 1,2 mg / dL atau lebih.

Pasien yang menunjukkan hanya beberapa gejala dari semua

parameter yang ada disebut parsial atau incomplete HELLP

sindrom: ELLP sindrom (tanpa terjadinya hemolisis), EL

sindrom (preeklampsia berat dengan sedikit peningkatan enzim

hati saja), HEL (hemolisis dan peningkatan enzim hati tanpa

trombositopenia), atau LP sindrom (low platelet syndrom

sebagai preeclampsia berat dengan trombositopenia,

gestasional trombositopenia, atau immune thrombocytopenic

purpura). Maternal and perinatal outcomes memburuk secara

progresif pada pasien dengan preeklamsia berat, Parsial

HELLP syndrom, dan Complete HELLP syndrome. Parsial

HELLP syndrom dapat berkembang menjadi Complete HELLP

syndrome. (James N. Martin Jr et al., 2006)

Page 29: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

26

Tabel 1. Sistem Klasifikasi HELLP Syndrome

Dikutip dari (James N. Martin Jr et al., 2006)

Klasifikasi Mississippi untuk sindrom HELLP dibagi

menjadi tiga tingkatan berdasarkan hitung trombosit. Diagnosis

berdasarkan pada jumlah trombosit terendah selama

perjalanan penyakit. Dikatakan trombositopenia bila jumlah

hitung trombosit 0-150.000/ mL, dibagi menjadi 3 tingkatan

yaitu ; ringan, sedang, dan berat trombositopenia. Pada pasien

dengan diagnosis sindrom HELLP, kelas 1 trombositopenia

berat (trombosit 50.000 / mL), disfungsi hati (AST dan / atau

ALTR70 IU / L), dan bukti hemolisis (total serum LDH R600 IU /

L); Kelas 2 dengan trombositopenia moderat (50.000-100.000 /

mL) disertai bukti disfungsi hati dan hemolisis, dan kelas 3

dengan trombositopenia ringan (trombosit 100.000-150.000 /

mL), disfungsi hati ringan (AST dan / atau ALT R40 L IU /), dan

hemolisis (total serum LDH R600 IU / L). Temuan apusan

perifer dan bilirubin abnormal tidak ditemukan.(James N. Martin Jr et

al., 2006)

Page 30: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

27

4. Etiologi dan Patogenesis

Etiologi dan patogenesis preeklampsia sampai saat ini masih

belum sepenuhnya difahami, masih banyak ditemukan

kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the

desease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat

diterima untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah :

faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah dan keadaan

dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat

mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri

spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan

menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan

sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta.

Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas,

disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat

terjadi diberbagai organ.(Roeshadi, 2004)

Faktor predisposisi terjadinya Preeklampsia antara lain ;

primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi

essensial kronik, mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar,

obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia,

riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia,

lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia.(Roeshadi, 2004)

5. Gambaran Klinis

Tanda dan gejala dengan sindrom HELLP bervariasi

tergantung stadium penyakit, apakah kelas 1, kelas 2, atau

kelas 3. Nyeri perut kanan atas / nyeri epigastrium adalah

gejala yang paling penting HELLP sindrom, ditemukan pada

semua (100%) kasus (29 kasus) oleh Weinstein pada tahun

1982. Setengah dari pasien (50%) pada sindrom HELLP kelas

1, 33% pada kelas 2, dan 16% pada kelas 3 dibandingkan

dengan hanya 13% pada pasien preeklampsia berat tanpa

HELLP sindrom. Nyeri epigastrium yang sering terjadi

berhubungan dengan mual atau muntah. Secara keseluruhan,

Page 31: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

28

insiden nyeri epigastrium / mual / muntah antara 30-90%.

Setiap pasien hamil dengan myeri epigastrium atau nyeri

kuadran atas kanan yang muncul pada trimester kedua,

terutama dengan mual dan / atau muntah, diagnosa sebagai

sindrom HELLP sampai terbukti tidak. Seorang pasien hamil

dengan tanda-tanda dan gejala preeklamsia berat yang tiba-

tiba menjadi bertambah parah, nyeri sangat pada epigastrium /

nyeri perut atas kemungkinan terjadi perdarahan atau ruptur

hepar dan merupakan suatu kegawatdaruratan di

kebidanan.(James N. Martin Jr et al., 2006)

Malaise atau viral syndrome-like symptoms dapat terjadi

selama perburukan HELLP syndrome. Sakit kepala terjadi

dalam jumlah besar (33-68%) pasien dengan segala bentuk

preeklamsia dengan atau tanpa HELLP sindrom, dan keluhan

visual terjadi dalam jumlah yang lebih rendah. Hipertensi dan

proteinuria tidak selalu ada. Tanda-tanda terjadi berhubungan

dengan stadium penyakit, meskipun tekanan darah yang lebih

tinggi dan proteinuria lebih cenderung terjadi memperburuk

HELLP sindrom dari kelas 3 ke 2 sampai 1, dan hampir semua

pasien hipertensi ringan selama perjalanan penyakitnya hilang

dengan sendirinya. Dipstick proteinuria (3-4C) yang bermakna

dengan gejala yang terjadi pada sekitar setengah dari pasien

dengan kelas 1 atau 2 HELLP syndrome, namun proteinuria

tidak terdeteksi di sekitar 1: 6 pasien.(James N. Martin Jr et al., 2006)

Page 32: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

29

Tabel 2. Faktor risiko morbiditas / mortalitas maternal pada

HELLP syndrom

6. Penatalaksanaan

Preeklamsia berat harus rawat inap. Terminasi kehamilan

diindikasikan jika usia kehamilan adalah 34 minggu atau lebih,

kematangan paru janin, atau bukti status ibu atau janin tampak

memburuk. Kontrol tekanan darah akut dapat dicapai dengan

hydralazine, labetalol, atau nifedipin.(Aghajanian et al., 2007)

Pada dasarnya penanganan yang terbaik pada

preeklampsia adalah segera melahirkan janin, tetapi disamping itu

usia kehamilan, keadaan ibu dan keadaan janin harus diawasi

dengan baik, dan menjadi pertimbangan untuk melakukan

terminasi kehamilan.

1. Pengobatan Medisinal

Tirah Baring

Oksigen

Kateter menetap

IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Koloid

Jumlah input cairan : 2000 ml/24 jam, berpedoman pada

diuresis, insensible water loss dan CVP. Awasi balans

cairan.

Page 33: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

30

Magnesium Sulfat

Initial dose : 4 gr magnesium sulfat 20% IV (4-5 menit)

Loading dose : 8 gr MS 40% IM, 4 gr bokong kanan, 4 gr

bokong kiri.

Maintenance dose : 4 gr magnesium sulfat 40% IM setiap

4 jam magnesium sulfat maintenance dapat juga diberikan

secara intravenus.

Syarat pemberian Magnesium Sulfat :

Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu

Kalsium Glukonas 10%, diberikan iv secara perlahan.

Refleks patella (+)

Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.

Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5

cc/ kg BB/ jam ) Pemberian Magnesium Sulfat sampai

20 gr tidak perlu mempertimbangkan diurese

Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole > 110

mmHg. Dapat diberikan nifedipin sublingual 10 mg.

Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat

diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral

dengan interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan.

Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu agresif.

Tekanan darah diastol jangan kurang dari 90 mmHg,

penurunan tekanan darah maksimal 30%.

Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena

harganya murah, mudah didapat dan mudah pengaturan

dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.

Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :

Edema paru

Gagal jantung kongestif

Edema anasarka

N-Acetyl Cystein 3 x 600 mg.

Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU

Page 34: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

31

Konsul ke Bagian Interna, Hematologi, Mata, Neurologi

jika perlu.

Jajaki kemungkinan terjadinya komplikasi Sindroma

HELLP, gagal ginjal, edema paru, solusio plasenta, DIC,

stroke, dll.

Jika dijumpai Sindroma HELLP, beri deksametason 10 mg

/ 12 jam IV 2x sebelum persalinan, dilanjutkan dengan

deksametason 10, 10, 5, 5 mg / jam IV dengan interval 6

jam postpartum. Kelahiran bayi diharapkan terjadi dalam 48

jam setelah pemberian deksametason pertama.

2. Penangan Obstetrik

Pada keadaan ibu sudah stabil, tetapkan suatu keputusan

apakah dilakukan terminasi kehamilan atau tindakan

konservatif dengan mempertimbangkan usia kehamilan dan

keadaan janin.

Penanganan konservatif bisa dilakukan pada keadaan :

Tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg

Oliguria respon dengan pemberian cairan

Tidak dijumpai nyeri epigastrik

Usia kehamilan < 34 minggu

Kalau penyakit berkembang menjadi Sindroma HELLP murni

cenderung dilakukan tindakan penanganan aktif.

Jika serviks sudah matang dan tidak ada kontra indikasi

obstetrik, dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin drips

dan amniotomi. Kala II dipercepat dengan EV / EF.

Seksio sesarea dilakukan pada :

Skor pelvik dibawah 5.

Dengan drips oksitosin, setelah 12 jam belum ada tanda-

tanda janin akan lahir pervaginam.

Indikasi obstetrik.

Bayi ditangani oleh Subbagian Perinatologi dan jika perlu

dirawat di Neonatal Intensive Care Unit.

Page 35: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

32

Tabel 3. Pemberian Magnesium Sulfat pada Preeklampsia dan

Eklampsia (Cunningham et al., 2010b)

B. HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN

1. Hubungan Fungsi Tiroid dengan Kehamilan

Istilah hipertiroid dan tirotoksikosis sering dipertukarkan.

Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid

yang beredar dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroid adalah

tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.

Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini

disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3.(Djokomoeljanto, 2006)

Kehamilan normal menyebabkan sedikit pembesaran tiroid,

yang terdeteksi pada pemeriksaan fisik. Kadar serum TSH dan

TRH adalah sama pada pasien hamil dan tidak hamil, sedangkan

thyroid-binding globulin (TBG) meningkat karena estrogen-

ditingkatkan produksi hati. Jumlah tiroksin (T4) dan

Page 36: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

33

triiodothyronine (T3) meningkat, tapi gratis konsentrasi T3 dan T4

biologis aktif tidak berubah pada wanita hamil normal.(Krakow, 2008)

2. Etiologi

Penyebab hipertiroid sebagian besar adalah penyakit Grave,

goiter multinodular toksik dan mononodular toksik. Hipertiroid

pada penyakit Grave adalah akibat antibodi reseptor TSH yang

merangsang aktivitas tiroid. Sedang pada goiter multinodular

toksik ada hubungannya dengan autoimun tiroid itu

sendiri.(Djokomoeljanto, 2006)

Penyakit Grave sekarang ini dipandang sebagai penyakit

autoimun yang penyebabnya tidak diketahui. Terdapat

predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Grave

mempunyai keluarga dekat dengan kelainan yang sama dan kira-

kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Grave mempunyai

autoantibodi tiroid yang beredar dalam darah.(Djokomoeljanto, 2006)

Penyebab paling umum dari hipertiroid pada kehamilan

adalah penyakit Graves. Diagnosis didasarkan pada tiga

manifestasi, termasuk hipertiroidisme dengan tiroid diffuse,

ophthalmopathy (terutama exophthalmos), dan dermopathy.

Penyakit Graves adalah penyakit autoimun di mana beredar

thyroid-stimulating immunoglobulin (TSIs) mengikat reseptor sel

tiroid folikuler TSH, merangsang sintesis dan sektrse hormon tiroid

yang berlebihan. Pasien mungkin memiliki penyakit autoimun

lainnya, termasuk lupus eritematosus sistemik, myasthenia gravis,

dan trombositopenia.(Krakow, 2008)

3. Patofisiologi

Pada penyakit Grave, limfosit T didensitisasi terhadap

antigen dalam kelenjar tiroid dan merangsang limfosit B untuk

mensintesa antibodi terhadap antigen-antigen ini. Satu dari

antibodi ditunjukan terhadap tempat reseptor TSH pada membran

sel tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid

dalam peningkatan pertumbuhan dan fungsi. Adanya antibodi

Page 37: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

34

dalam darah berkorelasi positif dengan penyakit aktif dan

kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari,

namun tidak jelas apa yang mencetus episode akut ini. Beberapa

faktor yang mendorong respon imun pada penyakit Grave ialah :

(Mestman, 2004)

Kehamilan.

Kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida. Dimana

kekurangan iodida dapat menutupi penyakit Grave laten pada

saat pemeriksaan.

Infeksi bakterial atau viral.

Diduga stress dapat mencetus suatu episode penyakit

Grave, tapi tidak ada bukti yang mendukung.

Plasenta mengandung enzim iodothyronine deiodinase

dalam jumlah yang banyak. Deionisasi T4 yang dikatalisir oleh

enzim ini merupakan sumber reverse T3 yang ditemukan dalam

cairan ketuban. Kadar reverse T3 dalam ketuban ini sebanding

dengan kadar T4 maternal. Enzim ini berfungsi untuk menurunkan

konsentrasi T3 dan T4 dalam sirkulasi janin.(Djokomoeljanto, 2006)

Kadar T4 total pada hamil muda (antara 6-12 minggu),

ditemukan pada cairan coelemic 0.07% dari kadar maternal, T4

rongga amnion 0,0003-0,0013%. Meskipun jumlahnya kecil secara

kualitatif, konsentrasi seperti ini menunjukkan betapa pentingnya

hormon tiroid untuk menjamin pertumbuhan yang adekuat dari unit

fetomaternal.(Speroff and Fritz, 2005)

Human chorionic gonadothropin (hCG) adalah hormon

peptida yang disusun oleh dua sub unit disebut rantai alfa dan

beta. Sub unit alfa identik dengan TSH, sementara rantai beta

berbeda dengan keduanya. Dengan demikian, hormon struktur

parsial antara TSH dengan hCG mengakibatkan hCG bisa

bertindak sebagai hormon tirotropik.(Mestman, 2004)

Selama kehamilan normal, efek stimulasi langsung hCG

menimbulkan peningkatan sementara kadar tiroksin bebas hingga

Page 38: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

35

akhir trimester pertama (puncak sirkulasi hCG) sehingga terjadi

supresi parsial TSH. Pada mola hidatidosa dan khoriokarsinoma

sering timbul manifestasi hipertiroid secara klinis dan

biokimia.(Mestman, 2004)

Sejak mulai hamil terjadi perubahan-perubahan pada fungsi

kelenjar tiroid ibu, sedang pada janin kelenjar tiroid baru mulai

berfungsi pada umur kehamilan minggu ke 12-16. TSH agaknya

tidak dapat melalui barier plasenta. Dengan demikian baik TSH

ibu maupun TSH janin tidak saling mempengaruhi. Baik T4

maupun T3 dapat melewati plasenta dalam jumlah yang sangat

sedikit, sehingga dapat dianggap tidak saling

mempengaruhi.(Speroff and Fritz, 2005)

4. Diagnosis

Gejala tirotoksikosis atau hipertiroid 1 di 1000 sampai 2000

komplikasi kehamilan (Casey dan Leveno, 2006; Mestman dan

rekan, 1995). Karena pada kehamilan normal ditemukan beberapa

temuan klinis yang mirip dengan kelebihan tiroksin (T4),

tirotoksikosis ringan mungkin sulit untuk didiagnosa. Takikardia

biasanya juga terlihat pada kehamilan normal, tiromegali,

exophthalmos. Diperlukan konfirmasi laboratorium dimana

didapatkan (TSH) yang menurun bersama dengan peningkatan

serum T4 bebas (FT4). Jarang, hipertiroid disebabkan oleh

triiodothyronine serum yang tinggi (T3) yang disebut T3-

toksikosis.(Cunningham et al., 2010c)

Diagnosis hipertiroidisme bisa sulit, karena pasien

melaporkan gejala yang dapat juga terlihat pada kehamilan

normal. Gejalanya antara lain ; sesak napas, jantung berdebar,

dan intoleransi panas. Tanda dan gejala hipertiroidisme tidak khas

pada kehamilan, dan dengan demikian membantu dalam

diagnosis, termasuk penurunan berat badan atau berat badan

kurang dan frekuensi buang air besar meningkat. Evaluasi

laboratorium menegaskan diagnosis. Tingkat T4 bebas yang tinggi

Page 39: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

36

pada pasien hipertiroid. Jarang (3% sampai 5%), tingkat T4

mungkin normal dan peningkatan T3 bebas. TSH secara umum

tertekan.(Krakow, 2008)

Hipertiroid ringan sulit untuk dikenali selama kehamilan, karena

beberapa gejala yang muncul juga sering ditemukan pada wanita

hamil eutiroid. Tanda dan gejal hipertiroid antara lain takikardi,

eksoftalmus, palpitasi, gugup, sering berkeringat, tremor, peningkatan

nafsu makan, mual dan muntah.(Grigoriu et al., 2008)

Kelenjar tiroid normal mungkin dapat sedikit membesar

selama kehamilan, namun munculnya atau bahkan adanya suatu

pembesaran kelenjar biasanya berarti bahwa terdapat suatu

keadaan masalah tiroid yang tidak diketahui yang membutuhkan

penyelidikan dan pemeriksaan lebih lanjut. Jumlah kadar-kadar

tiroksin serum (T4) dan triiodotironin (T3) meningkat selama

kehamilan karena tingginya kadar estrogen yang sekaligus akan

meningkatkan konsentrasi-konsentrasi thyroid-hormon-binding

protein. Meskipun hal ini menjadikan fungsi-fungsi tiroid lebih sulit

untuk diinterpretasikan, produksi hormon tiroid adalah normal

pada wanita hamil.(Djokomoeljanto, 2006)

Pada awal kehamilan terjadi peningkatan aliran darah ginjal

dan filtrasi glomerular sehingga terjadi peningkatan bersih iodida

dari plasma. Keadaan ini akan menimbulkan penurunan

konsentrasi plasma iodida dan memerlukan penambahan

kebutuhan iodida dari makanan. Pada wanita dengan kecukupan

iodida, keadaan ini hanya akan menimbulkan sedikit pengaruh

terhadap fungsi tiroid karena penyimpanan iodida intratiroidal

mencukupi sejak mula konsepsi dan tidak berubah selama

kehamilan.(Djokomoeljanto, 2006)

Pemeriksaan kadar FT4 dan FT3 tentunya yang paling baik.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar FT4 dan FT3 sedikit

menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja

mungkin sudah menunjukkan hipertiroid.(Mestman, 2004)

Page 40: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

37

Pemeriksaan FT4l sebagai suatu tes tidak langsung

menunjuk aktifitas tiroid yang tidak dipengaruhi oleh proses

merupakan pilihan yang paling baik. Dalam hal biaya pemeriksaan

ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang harus

dilakukan yaitu kadar TT4 (T4 total) dan T3 resin uptake. Tetapi

dari segi diagnosis, pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat

ini dinegara kita. (Mestman, 2004)

Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita

hipertiroid dengan kehamilan dengan gejala samar-samar.

Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan waktu dan

penderita harus disuntik TRH. (Mestman, 2004)

Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai

populer sebagai tes skrining penderita penyakit tiroid. Bukan

hanya untuk diagnosis hipertiroid tetapi juga untuk hipertiroid

subklinis. Dengan pengembangan tes ini maka tes TRH mulai

banyak ditinggalkan. (Mestman, 2004)

Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada

penderita hipertiroid hamil. Kadar yang tetap tinggi pada penderita

hipertiroid mempunyai dua arti penting yaitu ; menunjukkan bahwa

apabila obat dihentikan, kemungkinan besar penderita ini akan

relaps. Dengan kata lain obat antitiroid tidak berhasil menekan

proses autoimun. Ada kemungkinan si bayi akan menjadi

hipertiroid, karena TSI melewati plasenta. Dalam keadaan

demikian beberapa peneliti menganjurkan untuk memberikan PTU

dosis tinggi agar PTU melewati plasenta dan dapat menekan

terjadinya hipertiroid pada janin. Untuk mencegah terjadinya

hipertiroid pada ibu, disarankan memberikan tiroksin. (Grigoriu et al.,

2008)

Page 41: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

38

Tabel 4. Perbandingan tes-tes evaluasi tiroid pada kehamilan dan

hipertiroid

Tes Kehamilan normal Hipertiroid

TSH TBG T4 total T4 bebas T3 total T3 bebas Uptake radioiodine T3RU

tetap meningkat meningkat tetap meningkat tetap meningkat menurun

menurun tetap meningkat meningkat meningkat meningkat meningkat meningkat

5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertiroid dapat berupa penatalaksanaan

medis atau pembedahan. Pada kehamilan, ablasi dengan menggunakan

zat radioaktif I131 tidak boleh dilakukan dan merupakan kontraindikasi

mutlak. Akumulasi zat tersebut sejak janin berusia 10 minggu dapat

mengakibatkan hipotiroid, sehingga pemberian zat tersebut pada wanita

usia subur harus diikuti dengan anamnesis menstruasi yang jelas untuk

menyingkirkan kemungkinan kehamilan.(Mestman, 2004)

Terdapat beberapa terapi objektif yaitu :

Mengontrol efek hormon tiroid di jaringan perifer dengan

blokade pharmakologi

Menghambat sekresi hormon tiroid

Terapi spesifik terhadap penyakit nontiroid yang disebabkan

oleh eksaserbasi hipertiroid

Golongan obat antitiroid yang banyak dipakai adalah

golongan tianamid yaitu Propiltiourasil (PTU) dan metimazol, yang

bekerja dengan menghambat sintesis hormon tiroid dengan

menghambat konversi T4 menjadi T3 dan PTU melewati plasenta

lebih cepat dibanding dengan metimazole. Wing dkk 1994,

meneliti 185 wanita hamil dengan tirotoksikosis dan menyatakan

bahwa kedua obat tersebut efektif dan aman. Pengawasan

selama hamil dengan melakukan pemantauan TSH, FT4I, dan

Page 42: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

39

TSI. Dianjurkan untuk pemeriksaan FT4I setiap 4 minggu.(Mestman,

2004)

PTU merupakan obat pilihan untuk keadaan hipertiroid

maternal karena kemampuan untuk melewati plasenta lebih kecil

daripada methimazole. Meskipun penelitian terakhir menyebutkan

bahwa kedua obat dapat digunakan dalam kehamilan.

Direkomendasikan dosis terendah yang bisa mengontrol keadaan

hipertiroid untuk menghindarkan efek hipotiroidisme pada janin

dan neonatus. Beberapa ahli lebih menyukai pemakaian PTU karena

beberapa kelebihan, yaitu :(Grigoriu et al., 2008)

Menghambat secara parsial konversi T4 ke T3

Tidak melalui sawar plasenta sebanyak metimazol

Tidak berhubungan dengan aplasia kutis seperti metimazol.

Regimen pemberian PTU yang telah digunakan di Parkland

Hospital selama 40 tahun dengan hasil kehamilan yang memuaskan

pada pasien yang mencapai eutiroid adalah sebagai berikut :(Mestman, 2004)

Dosis inisial 600 mg PTU sehari selama 8 minggu ( 50 % pasien

akan mengalami remisi)

Penurunan dosis menjadi 300 mg sehari setelah tercapai remisi

Dosis diturunkan menjadi 150 mg sehari sampai kelahiran anak dan

dinaikkan kembali menjadi 300 mg jika dengan dosis 150 mg sehari

tidak bisa mengontrol hipertiroid.

Jika terapi medikamentosa tidak dapat mengontrol keadaan

hipertiroid atau terdapat toksik atas terapi medikamentosa, dapat

dipertimbangkan untuk melakukan tiroidektomi. Tiroidektomi dalam

kehamilan harus dilakukan dengan hati-hati dan pertimbangan yang

matang, karena bahaya badai tiroid dan vaskularisasi kelenjar yang

meningkat. (Negro and Mestman, 2011)

Propranolol telah banyak dipakai pada hipetiroid dengan

kehamilan. Penggunaan propranolol pada wanita hamil dilaporkan

dapat mengakibatkan plasenta kecil, gangguan pertumbuhan

janin, postnatal bradikardi dan hipoglikemi. Atas dasar ini maka

Page 43: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

40

beta bloker tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama pada

hipertiroid dengan kehamilan. Walaupun demikian pada keadaan

tertentu misalnya hipertiroid berat, krisis tiroid maka propranolol

dapat dipakai secara kombinasi misalnya dengan iodida.

Pemakaian jangka pendek agaknya tidak mempengaruhi

janin.(Negro and Mestman, 2011)

Pembedahan hanya dilakukan pada penderita yang sangat

alergi terhadap tionamid, tidak berhasil dengan pengobatan anti

tiroid dan sekat-beta atau pada mereka dengan gejala mekanik

akibat penekanan dari struma. Biasanya pembedahan baru

dilakukan pada trisemester kedua. Worley dan Crosby dari

Oklahoma Universtiy meneliti secara restrospektif kasus-kasus

hipertiroid hamil selama 12 tahun. Ternyata pada penderita

hipertiroid hamil yang mendapat obat anti tiroid (pada penelitian ini

dipergunakan PTU) sebanyak 70% melahirkan bayi aterm.

Sebaliknya mereka yang diobati dengan pembedahan ternyata

hanya mendapat pengobatan bedah sebanyak 43% sedang yang

hanya mendapat obat antitiroid hanya 20%. Oleh karena itu

mereka menyimpulkan bahwa pengobatan yang terbaik untuk

wanita hamil dengan hipertiroid ialah dengan obat anti tiroid.

Pembedahan hanya dilakukan pada keadaan-keadaan tertentu.

(Negro and Mestman, 2011)

Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa persalinan

hipertiroid dapat menjadi lebih berat. Oleh karena itu dengan

sendirinya dosis obat antitiroid perlu dinaikkan lagi. Dengan

sendirinya harus dicari obat yang aman, yang tidak melalui air

susu ibu sehingga tidak mempengaruhi keadaan tiroid bayi.

Menurut penelitian, PTU hampir tidak melewati air susu ibu dan

dianggap aman untuk dipakai selama laktasi. (Mestman, 2004)

Badai tiroid jarang terjadi dan terutama didapatkan pada pasien

yang tidak mendapat terapi. Badai tiroid adalah suatu keadaan

emergensi endokrin, dimana terjadi suatu status hipermetabolik yang

Page 44: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

41

ditandai oleh hiperpireksia, takikardi dan agitasi. Tekanan darah bisa

normal atau meningkat. Bisa terjadi sinus takikardi, disritmia atrium dan

kadang-kadang gagal jantung kongestif. Jika keadaan tersebut tidak

segera ditangani, bisa terjadi hipotensi dan kolaps kardiovaskuler karena

pelepasan katekolamin periferal dalam jumlah besar.. Penatalaksanaan

mencakup pemberian -bloker intravena, dapat berupa propranolol,

labetalol atau esmolol. Esmolol dikatakan memiliki efek kardioselektif

yang lebih baik. Diberikan propranolol 20 mg intravena dan dilanjutkan

dengan dosis oral sebanyak 20-80 mg setiap 6 jam. Harus diperhatikan

pemberian cairan, karena terjadi peningkatan perspirasi.(Mestman, 2004)

PTU diberikan dengan dosis 1 gram oral atau melalui NGT. PTU

dilanjutkan dengan dosis 200 mg tiap 6 jam. 1 jam setelah pemberian

PTU, harus diberikan iodida untuk menghambat pelepasan T3 dan T4

dari kelenjar tiroid. Diberikan sebagai tetesan larutan supersaturasi

sebanyak 5 tetes (SSKI/supersaturated potassium iodide) tiap 8 jam

atau larutan Lugol 10 tetes tiap 8 jam. Jika alergi terhadap iodida, dapat

diberikan litium karbonat 300 mg tiap 6 jam. (Mestman, 2004)

Page 45: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

42

BAB IV

DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang pasien 32 tahun masuk KB IGD

RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 03 Januari 2013 dengan

diagnosa G2P1A0H1 Gravid aterm + PEB dalam regimen SM dosis

maintenance + HELLP Syndrom parsial + Hipertiroid. Janin hidup tunggal

intrauterin presentasi kepala HI.

Pasien ditatalaksana dengan seksio sesarea atas indikasi gravid

aterm, tidak inpartu + PEB + HELLP Syndrom parsial dengan penyulit.

Lahir seorang bayi perempuan ( ♀ ) dengan berat badan 3156 gram,

panjang badan 47 cm, dengan Apgar score 7/9.

Pada kasus ini terdapat beberapa hal yang akan menjadi fokus

diskusi antara lain :

1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat ?

2. Apakan penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat ?

3. Apakah pengaruh hipertiroid terhadap kehamilan ?

1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat ?

Pasien ini didiagnosa dengan G2P1A0H1 Gravid aterm + PEB dalam

regimen SM dosis maintenance + HELLP Syndrom parsial + Hipertiroid.

Janin hidup tunggal intrauterin presentasi kepala HI. Diagnosa ditegakkan

berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosa G2P1A0H1 gravid aterm ditegakkan atas dasar pasien

tidak haid sejak ± 9 bulan yang lalu, dengan hari pertama haid terakhir

lupa. Tidak terdapat tanda – tanda inpartu dan tanda – tanda impending

eklampsia. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesimpulan gravid aterm,

punggung dikiri, presentasi kepala. Taksiran berat janin sekitar 3255 gram,

tidak ada his, dan denyut jantung janin dalam batas normal.

Diagnosa pre eklampsia berat dan HELLP sindrom parsial

ditegakkan atas dasar tekanan darah 170/110 mmHg, proteinuria ++, LDH

694 u/L. Tetapi tidak didapatkannya tanda-tanda nyeri epigastrium,

Page 46: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

43

pandangan kabur, dan nyeri kepala. Dimana menurut kepustakaan

terutama nyeri epigastrium adalah gejala yang paling penting pada HELLP

sindrom, ditemukan pada semua (100%) kasus (29 kasus) oleh Weinstein

pada tahun 1982. Setengah dari pasien (50%) pada sindrom HELLP kelas

1, 33% pada kelas 2, dan 16% pada kelas 3 dibandingkan dengan hanya

13% pada pasien preeklampsia berat tanpa HELLP sindrom. Nyeri

epigastrium yang sering terjadi berhubungan dengan mual atau muntah.

Secara keseluruhan, insiden nyeri epigastrium / mual / muntah antara 30-

90%. Setiap pasien hamil dengan myeri epigastrium atau nyeri kuadran

atas kanan yang muncul pada trimester kedua, terutama dengan mual dan

/ atau muntah, diagnosa sebagai sindrom HELLP sampai terbukti tidak.

Seorang pasien hamil dengan tanda-tanda dan gejala preeklamsia berat

yang tiba-tiba menjadi bertambah parah, nyeri sangat pada epigastrium /

nyeri perut atas kemungkinan terjadi perdarahan atau ruptur hepar dan

merupakan suatu kegawatdaruratan di kebidanan.(James N. Martin Jr et al., 2006)

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ada dua klasifikasi

pada sindroma HELLP. Menurut Audibert dkk (1996) dikatakan sindroma

HELLP parsial apabila hanya dijumpai satu atau lebih perubahan

parameter sindroma HELLP seperti hemolysis (H), elevates liver enzymes

(EL) dan low platelet (LP). Dan sindroma HELLP murni apabila dijumpai

perubahan pada ketiga parameter tersebut. Selanjutnya sindroma HELLP

parsial dapat dibagi atas beberapa sub grup, yaitu Hemolysis (H), Low

Platelet counts (LP), Hemolysis + low platelet counts (H+LP), dan

hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL). (Roeshadi, 2004, James N. Martin Jr et al.,

2006)

Klasifikasi yang kedua hanya berdasarkan jumlah platelet. Menurut

klasifikasi ini, Martin (1991) mengelompokkan penderita sindroma HELLP

dalam 3 kategori, yaitu: kelas I jumlah platelet 50.000/mm3, kelas II

jumlah platelet > 50.000 - 100.000/mm3, dan Kelas III jumlah platelet

>100.000 - 150.000/mm3.(Roeshadi, 2004)

Page 47: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

44

Diagnosa hipertiroid ditegakkan atas dasar riwayat menderita

hipertiroid sejak ± 1 tahun yang lalu, minum obat secara teratur, PTU,

kemudian sejak hamil pasien tidak minum obat lagi.

Pada pasien ini didapatkan kadar T4 yang tinggi, tetapi nilai T4 total

saja tidak bermanfaat pada wanita hamil, karena nilainya yang tinggi

merupakan respon terhadap estrogen yang meningkatkan TBG. Kadar T3

dan T4 total meningkat seiring meningkatnya konsentrasi TBG. Free T3

dan T4 dalam batas normal tinggi pada trimester pertama dan kembali

normal pada trimester kedua. Peningkatan kadar T3 menunjukkan

toksisitas. Pemeriksaan TSH saja sebaiknya tidak dijadikan acuan dalam

mendiagnosa hipertiroid dalam kehamilan.

PEB pada pasien ini kemungkinan berhubungan dengan hipertiroid.

Wanita dengan tirotoksikosis memperlihatkan hasil akhir kehamilan yang

umumnya bergantung pada tercapainya kontrol metabolik. Tiroksin yang

berlebihan dapat menyebabkan keguguran. Pada wanita hamil yang tidak

diobati atau tetap hipertiroid meskipun diterapi, terjadi peningkatan insiden

preeklampsia, gagal jantung, dan outcome perinatal. (Cunningham et al., 2010c)

Diagnosa pada pasien ini perlu ditambahkan anemia ringan karena

didapatkan hemoglobin yang menurun ( 10 gr% ). Dimana anemia

didefinisikan sebagai kadar hemoglobin yang kurang dari 12 gr/dL pada

wanita tidak hamil dan kurang dari 10 gr/dL selama hamil dan masa nifas.

Sedangkan menurut The Centers for Disease Control and Prevention

(1998), anemia pada wanita hamil, dimana didapatkan kadar hemoglobin

kurang atau sama dengan 11 gr/dL pada trimester satu dan tiga, dan 10,5

gr/dL pada trimester kedua.(Cunningham et al., 2010a)

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat ?

Setelah diagnosa ditegakkan, didapatkan kesimpulan pasien hamil

anak kedua, cukup bulan dengan PEB, HELLP sindrom dan hipertiroid.

Kemudian diputuskan untuk dilakukan terminasi secara seksio sesarea.

Keputusan diambil atas dasar kehamilan aterm dengan PEB dan HELLP

sindrom parsial ditambah dengan penyulit berupa hipertiroid.

Page 48: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

45

Sampai saat ini penangan sindroma HELLP masih kontroversi.

Beberapa peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera

tanpa memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya resiko

maternal serta jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan.

Beberapa peneliti lain menganjurkan pendekatan yang konservatif untuk

mematangkan paru-paru janin dan memperbaiki gejala klinis ibu . Namun

semua peneliti sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan satu-

satunya terapi defenitif. (Roeshadi, 2004)

Penanganan sindroma HELLP lebih sulit bila dibandingkan dengan

penanganan pre eklampsia, disamping itu perlu penanganan bersifat multi

disiplin. Prioritas pertama adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap

tekanan darah, balans cairan dan abnormalitas pembekuan darah.

(Roeshadi, 2004)

Seperti penanganan preeklampsia, pemberian sulfas magnesikus

masih merupakan pilihan utama. Transfusi dan pemberian trombosit

sering diperlukan untuk mengatasi anemia ataupun koagulopati, tetapi

pemberian transfusi darah harus hati-hati dengan memperhitungkan

keseimbangan cairan, apalagi pada penderita dengan gangguan fungsi

ginjal. Pemberian trombosit dapat dipertimbangkan apabila kadar

trombosit kurang dari 50.000 /mm3, apalagi jika seksio sesarea akan

dilakukan.(Roeshadi, 2004)

Kadang-kadang hasil pemeriksaan laboratorium tidak

menggambarkan jauhnya kerusakan yang terjadi pada jaringan hepar,

jumlah penumpukan fibrin, perdarahan dan lobular nekrosis. Itulah

sebabnya beberapa peneliti seperti Weinstein kurang menyetujui

penanganan konservatif dan lebih menganjurkan untuk segera melakukan

terminasi kehamilan.(Roeshadi, 2004)

Tompkins dan Thigarajah (1999) melaporkan pemberian

kortikosteroid baik Betametason maupun Deksametason untuk

meningkatkan pematangan paru, meningkatkan jumlah platelet,

mempengaruhi fungsi hepar (kadar SGOT,SGPT dan LDH menurun) serta

Page 49: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

46

memungkinkan untuk pemberian anastesia regional.(James N. Martin Jr et al.,

2006)

Adanya sindroma HELLP tidak merupakan indikasi untuk

melahirkan segera dengan cara seksio sesarea. Yang harus

dipertimbangkan adalah kondisi ibu dan anak. Ibu yang telah mengalami

stabilisasi dapat melahirkan pervaginam, bila tidak ada kontra indikasi

obstetrik. Persalinan dapat diinduksi dengan oksitosin pada semua

kehamilan 32 minggu. Ataupun kehamilan < 32 minggu dengan serviks

yang telah matang untuk diinduksi. Pada kehamilan < 32 minggu dengan

serviks yang belum matang, seksio sesarea elektif merupakan

pilihan.(Roeshadi, 2004)

3. Apakah pengaruh hipertiroid terhadap kehamilan ?

Selama kehamilan disimpulkan terjadi peningkatan kebutuhan

hormon tiroid T3 dan T4 akibat peningkatan metabolisme ibu dan janin

terutama T3 yang merupakan hasil konversi T4 dijaringan otak berfungsi

untuk perkembangan susunan saraf pusat janin, peningkatan kebutuhan

T3 dan T4 diikuti dengan peningkatan kebutuhan iodida, peningkatan

proses coupling Iodine dengan thyroglobulin di folikel tiroid menjadi T3 dan

T4. selama trimester pertama hormon tiroid ibu bisa langsung masuk ke

sirkulasi janin dan mencukupi kebutuhan janin. Ini terbukti dari penelitian

Contempre yang mengukur kadar hormon tiroid janin pada kehamilan 5

minggu pada coelomic dan cairan amnion didapatkan kosentrasi 10 kali

lebih tinggi dari sirkulasi ibu dan ketika mencapai usia kehamilan 11

minggu kosentrasinya meningkat sampai 100 kali dibandingkan

konsentrasi darah ibu, kondisi ini disertai peningkatan kadar hormon tiroid

terutama pada sirkulasi fetomaternal dibandingkan pada sirkulasi organ di

tempat lain.

Kebutuhan tiroid ibu selama trimester pertama ini dipacu dengan

peningkatan Tiroid Stimulating Hormon ( TSH ), Adanya peningkatan HCG

trimester pertama yang ternyata juga mempunyai efek stimulasi pada

reseptor TSH di kelenjar tiroid ibu, Peningkatan produksi Thyroid binding

globulin ketika trimester pertama pada sirkulasi ibu sebagai sarana

Page 50: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

47

transpor hormon, peningkatan kebutuhan iodida. Efek dari keseluruhan

hal diatas ditandai dengan pembesaran fisiologis kelenjar tiroid selama

hamil.

Selama trimester kedua, tiroid janin telah terbentuk dan berfungsi,

sejalan dengan telah diproduksinya TSH janin dari otak, maka hormon

tiroid ibu tidak lagi mutlak diperlukan ini terbukti setelah trimester kedua fre

T4 (FT4) ibu sangat sedikit ditemukan pada sirkulasi janin. Hal ini

disebabkan permeabilitas yang rendah villichorialis plasenta terhadap T3

dan T4 ibu dan pada plasenta juga terdapat enzim placental deiodinase III

yang menonaktifkan setiap T4 ibu yang memasuki ruang intervillie. T4

yang dinonaktifkan ini dipecah dan sisa ion iodine yang lepas masuk

kesirkulasi darah janin. Sehingga setelah trimester kedua kehamilan,

peningkatan hormon tiroid ibu tidak banyak mempengaruhi kondisi hormon

tiroid janin.

Kondisi hipertiroid dalam kehamilan berhubungan dengan kedaan

ibu dan janin. Menurut penelitian Davis keadaan hipertiroid pada maternal

berhubungan dengan kejadian PEB dan kelainan jantung, sedangkan

pada janin berhubungan dengan IUGR, kelahiran preterm, IUFD, kejadian

tirotoksikosis janin, goiter dan hipotiroid pada janin. Keadaan ini

berhubungan dengan derajat hipertiroid ibu dan insidennya berbeda

tergantung apakah terkendali (treated) atau tidak terkendali (untreated)

serta usia kehamilan saat kondisi hipertiroid terjadi.(Cunningham et al., 2010c)

Pada pasien ini, keadaan hipertiroidnya telah diketahui sejak 1

tahun yang lalu dan ketika awal kehamilan pasien masih minum obat PTU

tetapi sejak kehamilan 3 bulan berhenti makan obat. Kondisi hormon tiroid

pasien bisa dikatakan cukup terkontrol pada saat 12 minggu pertama

kehamilan. Hal ini salah satu faktor yang bisa menerangkan kenapa

kondisi janin masih baik dan kehamilan berlanjut. Keadaan hipertiroid

berbahaya terutama pada trimester pertama kehamilan karena

peningkatan tiroid ibu langsung memasuki sirkulasi janin. Kondisi

hipertiroid yang tidak terkontrol pada trimester pertama ini sering

berhubungan dengan IUFD atau abortus.

Page 51: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

48

Keadaan tirotoksikosis akan menyebabkan peningkatan

metabolisme ibu serta peningkatan kejadian jantung tiroid dan PEB pada

ibu yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan pada janin.

Pemakaian PTU ini berlanjut sampai aterm dan nifas untuk

mengontrol hormon tiroid ibu. PTU secara literatur drug of choise untuk

hipertiroid dalam kehamilan karena menghambat produksi T3 dan T4 ibu

(proses organification) dengan berat molekul besar sehingga impermiabel

terhadap sawar plasenta dan sukar masuk ke sirkulasijanin. obat ini juga

tidak mempengaruhi (insensitive) terhadap kerja enzim placental

deiodinase III sehingga cukup aman terhadap janin. Tetapi perlu

diperhatikan ternyata pada pemakaian lama selama kehamilan terdapat

akumulasi kadar PTU yang lolos pada janin sehingga menimbulkan suatu

goiter dan kondisi hipotiroid janin. Keadaan goiter atau struma pada tiroid

janin menimbulkan gangguan menelan janin sehingga bisa menimbulkan

suatu polihidramnion.

Ketika persalinan perlu diperhatikan kondisi nyeri dan stress

persalinan, karena merupakan salah satu faktor predisposisi peningkatan

kadar hormon tiroid bahkan sampai terjadi badai tiroid, pilihan persalinan

berdasarkan indikasi obstetrik.

Page 52: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

49

BAB V

KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien ini belum tepat.

2. Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat. Tindakan seksio

sesarea atas indikasi PEB + HELLP sindrom parsial dengan

penyulit pada pasien ini sudah tepat.

3. Preeklampsia berat pada pasien ini kemungkinan berhubungan

dengan hipertiroid. Diagnosa hipertiroid ditegakkan dengan melihat

manifestasi klinik dan pemeriksaan laboratorium hormon tiroid.

Pilihan pengobatan saat ini dengan mengendalikan tirotoksikosis

ibu tanpa menganggu fungsi tiroid janin. Pilihan pengobatan yang

dianjurkan adalah golongan tionamid yaitu propilthiourasil (PTU).

Page 53: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

1

DAFTAR PUSTAKA

AGHAJANIAN, P., AINBINDER, S. W., AKHTER, M. W., ANDREW, D. E., DENNIS R. ANTI, E., ARCHIE, C. L. & ARNETT, C. 2007. Thyroid and Others Endocrin during Pregnancy In: DECHERNEY, A. H., NATHAN, L. & GOODWIN, T. M. (eds.) Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. 10 ed.: McGraw-Hill Companies.

CUNNINGHAM, F. G., LEVENO, K. J., BLOOM, S. L., HAUTH, J. C.,

ROUSE, D. J. & SPONG, C. Y. 2010a. Hematological Disorders. Williams Obstetrics. 23 ed. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

CUNNINGHAM, F. G., LEVENO, K. J., BLOOM, S. L., HAUTH, J. C.,

ROUSE, D. J. & SPONG, C. Y. 2010b. Pregnancy Hypertension. Williams Obstetrics. 23 ed. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

CUNNINGHAM, F. G., LEVENO, K. J., BLOOM, S. L., HAUTH, J. C.,

ROUSE, D. J. & SPONG, C. Y. 2010c. Thyroid and Other Endocrine Disorders. Williams Obstetrics. 23 ed. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

DJOKOMOELJANTO, R. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroid, dan Hipertiroid.

In: SUDOYO, A. R., SETIYOHADI, B., ALWI, I., K, M. S. & SETIATI, S. (eds.) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4 ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

GRIGORIU, C., CEZAR, C., GRIGORAS, M. & HORHOIANU, I. 2008.

Management of hyperthyroidism in pregnancy. Journal of Medicine and Life, 1, 390-396.

JAMES N. MARTIN JR, M., CARL H. ROSE, M. & CHRISTIAN M.

BRIERY, M. 2006. Understanding and managing HELLP syndrome : The integral role of aggressive glucocorticoids for mother and child American Journal of Obstetrics and Gynecology, 195, 914–934.

KRAKOW, D. 2008. Medical and Surgical Complications of Pregnancy. In:

GIBBS, S, R., KARLAN, Y, B., HANEY, F, A., NYGAARD & E, I. (eds.) Danforth's Obstetrics and Gynecology, 10th Edition. 10 ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

MESTMAN, J. H. 2004. Hyperthyroidism in pregnancy. Best Practice &

Research Clinical Endocrinology & Metabolism, 18, 267-288.

Page 54: Presentasi Kasus Peb Hellp Sindrom Hipertiroid

2

NEGRO, R. & MESTMAN, J. H. 2011. Thyroid disease in pregnancy. Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism 25, 927-943.

ROESHADI, R. H. 2004. SINDROMA HELLP. In: HARIADI, R. (ed.) ILMU

KEDOKTERAN FETOMATERNAL. 1 ed. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

SIBAI, B. M. 2011. Evaluation and management of severe preeclampsia

before 34 weeks’ gestation. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 191 - 198.

SPEROFF, L. & FRITZ, M. A. 2005. Reproduction and The Thyroid.

Clinical Gynecology Endocrinology and Infertility. 7 ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.