37
PRESENTASI KASUS A. STATUS PASIEN I. Identitas Pasien Nama : Ny. Suryati Usia : 35 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Klayu, Tlogomulyo, Temanggung Bangsal : Flamboyan Tanggal masuk RS : 19-11-2010 No. RM : 89762 II. Anamnesis Pasien datang ke IGD RSUD Temanggung dengan keluhan nyeri perut sejak tadi pagi, muntah 6x dalam sehari, serta merasakan mual pusing serta lemas. Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit serupa. 1

Presus App

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Presus App

PRESENTASI KASUS

A. STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. Suryati

Usia : 35 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Klayu, Tlogomulyo, Temanggung

Bangsal : Flamboyan

Tanggal masuk RS : 19-11-2010

No. RM : 89762

II. Anamnesis

Pasien datang ke IGD RSUD Temanggung dengan keluhan nyeri

perut sejak tadi pagi, muntah 6x dalam sehari, serta merasakan mual

pusing serta lemas. Sebelumnya pasien tidak pernah menderita

penyakit serupa.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak kesakitan

Kesadaran : Compos mentis

Pemeriksaan Fisik :

Vital sign :

Tekanan darah: 100/70 mmHg

1

Page 2: Presus App

Nadi : 68 x/menit

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 37oC

Kepala :

Konjungtiva Anemis (-/-)

Sklera Ikterik (-/-)

Thorax :

Inspeksi : simetris

Palpasi : simetris

Perkusi : sonor (+/+)

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-)

Cor :

Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)

Abdomen :

Inspeksi : datar

Auskultasi : peristaltik (+)

Perkusi : timpani (+)

Palpasi : supel, nyeri tekan (+)

Ekstrimitas :

Akral dingin : superior (-/-), inferior (-/-)

Edema : superior (-/-), inferior (-/-)

IV. Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin : 12,8 g/dl

2

Page 3: Presus App

Hematokrit : 40%

Jml Leukosit : 20,8 . 103/ul

Jml Eritrosit : 4,47 . 106/ul

Jml Trombosit : 297 . 103/ul

Limfosit : 6,2

Netrofil : 88,6

Ureum : 29,5 mg/dl

Kreatinin : 0,98 mg/dl

SGOT : 17,3 U/L

SGPT : 28,9 U/L

V. Pemeriksaan Radiologi

Hasil pemeriksaan USG (tanggal 22-11-2010) :

Pemeriksaan USG Abdomen lengkap pada penderita dengan Dx klinis

appendisitis infiltrat. Hasil :

- Hepar : Ukuran dan echostruktur parenchym normal, sudut lancip,

tepi licin, tak tampak pelebaran sistema vasculer & bilier intra

hepatal. Tak tampak nodul/cyst.

- VF : Ukuran normal, lumen anechoic, dinding tak menebal, tak

tampak batu/nodul.

- Lien : ukuran dan echostruktur parenchym normal, dinding licin,

hillus tak prominent, tak tampak massa atau nodul.

- Ren dextra et sinistra : Ukuran dan echostruktur normal, batas

cortex medulla, SPC tak melebar, tak tampak massa/batu.

3

Page 4: Presus App

- Pancreas : Ukuran dan echostruktur normal, tak tampak nodul/cyst.

- VU : Lumen anechoic dinding tak menebal, tak tampak

massa/batu.

- Uterus : Ukuran dan echostruktur parenchym nornal, tak tampak

massa/nodul.

- Regio illiaca dex : Tampak lesi hypoechoic tubuler dengan ukuran

l.k diameter l.k 0,95 cm, uncompressible, peristaltic -, sangat nyeri

pada compression probe.

- Tak tampak tanda-tanda caira bebas intra-abdomen.

Kesan : Sonography sesuai gambaran Appendisitis dengan

Periappendicular Infiltrat.

VI. Diagnosis

Kolik abdomen, Appendisitis

VII. Terapi

- Infus RL 20 tpm

- Inj Ketorolac Extra 1amp

- Inj Primperan 3x1 amp

- Papaverin tab 3x1

- Inj Cefotaxim 2x1 gr

- Metronidazole tab 3x500

4

Page 5: Presus App

B. PEMBAHASAN

ANATOMI DAN FISIOLOGI APENDIKS

Apendiks (apendiks vermiformis) terletak posteromedial dari caecum pada

region perut kanan atas. Apendiks merupakan sisa dari sekum yang tidak

berkembang dan fungsinya tidak diketahui. Apendiks memiliki komponen yang

sama dengan usus lain, yang membedakan adalah apendiks kaya dengan jaringan

limfoid pada mukosa dan submukosa. Jaringan ini mulai berkembang pada masa

awal bayi, mencapai ukuran terbesar pada masa dewasa muda, dan kemudian

atrofi secara progesif pada usia lanjut. Apendiks termasuk organ intraperitoneal,

walaupun kadang juga ditemukan retroperitoneal. Organ ini tidak mempunyai

kedudukan menetap di dalam rongga perut (rongga retroperitoneal). Walaupun

sangat jarang kadang dijumpai pada region kiri bawah. Apendiks membentuk

produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya 5-10 cm dengan berbagai

posisi (retrocaecal, pelvical, dll) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di

sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.

Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang

bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.

Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya

terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendik merupakan jaringan lemak yang

mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,

submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan

serosa. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic

5

Page 6: Presus App

membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan

submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar

epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendisitis bermula

disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang

merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena

trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara

normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.

Hambatan aliran lendir appendiks tampaknya berperan pada patogenesis

appendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut

associated Lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk

apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap

infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system

imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan

dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.

DEFINISI APPENDISITIS

Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendisitis

vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.

Appendisitis disebut juga umbai cacing. Appendisitis akut adalah radang

apendiks. Ini dapat disebabkan kerena infeksi atau obstruksi pada apendiks.

6

Page 7: Presus App

Obstruksi meyebabkan apendiks menjadi bengkak dan mudah diinfeksi oleh

bakteri. Jika diagnosis lambat ditegakkan, dapat terjadi rupture pada apendiks.

Sehingga akibatnya terjadi peritonitis atau terbentuknya abses disekitar apendiks.

EPIDEMIOLOGI

Insiden appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang, namun dalam dekade tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara

bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat dalam menu sehari-hari. Di AS, insiden appendisitis berkisar ±

4 tiap 1000 anak dibawah 14 tahun. Walaupun appendisitis dapat terjadi pada

setiap umur, namun puncak insiden terjadi pada umur belasan tahun dan dewasa

muda.

ETIOLOGI

Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal

berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada

lumen apendiks. Obstruksi ini  biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja

yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, benda asing

dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan.

Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit

dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling

sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah

ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica.  Adanya obstruksi

mengakibatkan mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari

7

Page 8: Presus App

apendiks, hal ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga

menyebabkan tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi

akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi

peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks.

Selain infeksi, appendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari

organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi appendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian

menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks

menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan

pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama

mukus makin bertambah  banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di

dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga

hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan

yang meningkat tersebut akan  menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga

mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada

saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah

epigastrium di sekitar umbilikus.

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus

meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema

bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang

timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga

8

Page 9: Presus App

menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan

appendisitis supuratif akut.

Jika kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding

apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan

appendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren

ini pecah, itu berarti appendisitis berada dalam keadaan perforasi.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,

tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya

perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali

menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat

mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

STADIUM APPENDISITIS

o Stadium awal appendisitis: Obstruksi lurnen apendiks mengarah pada edema

mukosa, ulserasi mukosa dengan akumulasi cairan dan peningkatan tekanan

intraluminer. Pasien menampakkan gejala nyeri periumbilikal atau epigastrik.

o Appendisitis supuratif : Peningkatan tekanan intraluminer mengakibatkan

peningkatan tekanan perfusi kapiler, yang bersamaan dengan obstruksi limfatik

dan drainase vena, diikuti invasi cairan inflamasi dan bakterial pada dinding

appendisitis. Penyebaran transmural bakterial menyebabkan appendisitis supuratif

akut. Ketika inflamasi serosa apendiks bersentuhan dengan peritoeum parietal

secara klinis nyeri pasien berpindah dari periumbilikus ke kuadran perut kanan

bawah, selanjutnya menjadi lebih berat.

9

Page 10: Presus App

o Appendisitis gangrenosa : Vena intramural dan thrombosis arteri, menghasilkan

appendisitis gangrenosa.

o Appendisitis perforasi. Hasil dari iskemia jaringan adalah infark appendisitis

dan perforasi. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis terlokalisasi atau

generalisata.

o Phlegrnon appendisitis atau abses: Inflamasi atau perforasi apendiks dapat

dilingkupi dengan omentum majus yang berdekatan atau loop usus halus

menghasilkan appendisitis phlegmon atau abses fokal.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala appendisitis bervariasi, dapat sangat karakteristik namun terkadang

juga sulit dinilai. Nyeri biasanya mulai dari epigastrium dan kemudian beralih ke

kuadran kanan bawah abdomen. Jika nyeri awalnya terasa pada seluruh abdomen,

hal ini seperti tanda perforasi. Muntah biasanya terjadi pada tahap awal, beberapa

jam setelah nyeri. F'rekuensi dan beratnya berkaitan dengan derajat distensi. Nyeri

tekan dalam dapat tidak terjadi awalnva tetapi dapat konsisten Terjadi sejalan

perkembangan penyakit. Titik Mc Burney berlokasi disepertiga lateral garis antara

spina iliaka anterior superior dan umbilicus. Demam mungkin tidak terjadi pada

awalnya, namun dapat berkembang dalam 24 jam. Leukositosis dapat ditemukan

pada tahap akhir appendisitis, dan diagnosis seharusnya ditegakkan sebelum

terjadinya leukositosis. Tanda dan gejala tersebut diatas jarang ditemukan apabila

posisi apendiks retrosekal atau jika sudah terjadi perforasi ke kavum pelvis.

10

Page 11: Presus App

DIAGNOSA

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.

Anamnesis

Nyeri / Sakit perut

Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Terjadi karena

peristaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna,

sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula-mula daerah

epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (>

6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik. 

Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi n.vagus

Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,

merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan

anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal ini

tidak ada maka diagnosis  appendisitis akut perlu dipertanyakan. Gejala disuria

juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria.

Obstipasi karena penderita takut mengejan

Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa

nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada

letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.

Panas (infeksi akut)  bila timbul komplikasi

Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 –

38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

11

Page 12: Presus App

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal

swelling,  sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi

perut.

Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.

Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan

bawah merupakan kunci diagnosis dari appendisitis. Pada penekanan perut

kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda

Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah

dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut

tanda Blumberg (Blumberg Sign).

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan

untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan

dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau

fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila

appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan

tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan

gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila

apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang

merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan

nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis pelvika.

Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis,

untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika

12

Page 13: Presus App

saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan

apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini

merupakan kunci diagnosis pada appendisitis pelvika.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein

reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit

antara 10.000 – 20.000/ml ( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %,

sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-

scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada

tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan

CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta

perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran

sekum.

Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective.

Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang

nampak di kuadran kanan bawah abdomen.

USG : pada kasus appendisitis akut akan nampak adanya : adanya struktur

yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks

nampak jelas, dapat dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm, adanya

gambaran “target”, adanya appendicolith, adanya timbunan cairan

periappendicular, nampak lemak pericecal echogenic prominent.

13

Page 14: Presus App

CT scan : diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan

dinding appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement

gambaran dinding appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran

perubahan inflamasi periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory

fat stranding, phlegmon, free fluid, free air bubbles, abscess, dan

adenopathy.

PENATALAKSANAAN

Jika diketahui hasil diagnosis positif appendisitis akut, maka tindakan

yang paling tepat adalah segera dilakukan apendektomi. Apendektomi dapat

dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila

14

Page 15: Presus App

appendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka

tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik

kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8

minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai

dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8

minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada

keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan

laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi

antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.

KOMPLIKASI

Pada kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi usus buntu mungkin

didahului oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu. Bila peradangan

berlanjut tanpa pengobatan, usus buntu bisa pecah. Usus buntu yang pecah bisa

menyebabkan :

- masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis, yang bisa

berakibat fatal

- terbentuknya abses

- pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan

penyumbatan pada saluran yang bisa menyebabkan kemandulan

15

Page 16: Presus App

- masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa berakibat

fatal.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Banyak pasien dengan gejala klinis yang khas dilakukan operasi segera

tanpa pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologi dilakukan pada pasien

dengan keadaan klinis tak jelas atau menampilkan komplikasi.

FOTO POLOS ABDOMEN

Saat ini foto polos abdomen dianggap tidak spesifik dan tidak

direkomendasikan kecuali ada kelainan yang membutuhkan pemeriksaan foto

polos abdomen (seperti perforasi, obstruksi usus atau batu utereter). Kurang dari

50% pasien dengan appendisitis akan menampakkan tanda spesifik apendisitis

pada foto polos abdomen. Temuan spesifik pada foto polos abdomen adalah

adanya apendikolith. Apendikolith tarnpak soliter, oval, densitas kalsifikasi pada

kuadran bawah kanan, ukurannya dapat mencapai 2 cm. Terkadang dapat

berbentuk shell like atau laminated. Temuan lain adalah ketidakjelasan otot psoas

kanan, colon cut off sign, distensi/dilatasi terisolasi pada loop terminal ileum

sekum, dan kolon asenden (kurang sering) dengan air fluid level. Atoni

dinamakan Ileus sekal, hasil dari iritasi peritoneurn dengan edema lokal dan

retensi cairan. Terutama dengan apendiks retrosekal, edema dinding sekum dapat

menyebabkan penebalan haustra dan thumbprinting. Atoni usus biasa terjadi

apabila sudah teriadi abses atau perkembangan dari peritonitis mengikuti

16

Page 17: Presus App

perforasi. Udara yang mengisi apendiks dapat terlihat pada appendisitis, temuan

ini sangat mendukung inflamasi.

Perforasi dari apendiks jarang menyebabkan pneumoperitoneum. Karena

apendiks biasanya obliterasi dan sisi yang terinflamasi terlokalisir dengan reaksi

peritoneum. Apabila terjadi perforasi apendiks atau perisekal abses dapat terlihat

gambaran gelembung udara atau kumpulan gelembung udara kecil. Pada perforasi

inkomplet berhubungan dengan kumpulan cairan perikolom, dapat menyebabkan

terpisahnya kolon asenden dari dinding lateral abdomen atau dengan deformitas

dinding lateral kolon asenden.

Tanda dari appendisitis akut:

- Kalsifikasi apendiks (0,5-6cm)

- Sentinel loop- pelebaran ileum atonik berisi air fluid level

- Dilatasi sekum

- Preperitoneal fat line yang melebar dan / kabur

- Kaburnya region kanan bawah, mengacu pada cairan dan edema

- Skolisis konkaf ke kanan

- Massa kuadran bawah kanan yang mendesak sekum

- Kaburnya batas muskulus psoas kanan (tidak khas)

- Udara pada apendiks (tidak khas)

17

Page 18: Presus App

Gambaran foto polos abdomen tampak apendikolith (panah).

PEMERIKSAAN APENDIKOGRAFI

Pemeriksaan apendikografi tidak mempunyai peran diagnosis dalam kasus

appendisitis. Kontra indikasi dari pemeriksaan ini pada pasien dengan peritonitis

dan curiga perforasi. Nonfilling apendiks merupakan tanda nonspesifik karena

appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada ±10-20% pada orang

normal. Keuntungan dari pemeriksaan ini dapat untuk menegakkan diagnosis

penyakit lain yang menyerupai apendisistis. Kerugian pemeriksaan ini adalah

tingginya hasil nondiagnostik, eksposi radiasi, sensitivitas yang tidak tinggi,

pemeriksaan ini tidak cocok untuk pasien gawat darurat. Pemeriksaan

apendikografi sekarang jarang dilakukan dalam kasus appendisitis pada era

sonografi dan CT scan.

Temuan appendikografi pada appendisitis:

- Non filling appendiks

- Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan gambaran edema

mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut.

- Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan.

18

Page 19: Presus App

Gambaran pengisian penuh dengan kontras pada apendiks, apendiks normal.

Dari pemeriksaan menggunakan barium, kriteria diagnosis appendisitis :

(1) non filling apendiks dengan desakan local sekum; (2) pengisian dari apendiks

dengan penekanan local pada sekum ; (3) nonfilling apendiks dengan adanya

massa pelvis (kabur pada kuadran bawah kanan dengan perubahan letak usus

halus akibat desakan); (4) pola mukosa apendiks irregular dengan terhentinya

pengisian.

Gambaran foto oblique superior kanan abdomen dengan barium enema single

kontras. Tampak Sekum (C) dan appendix yang mengalami ofasifikasi dan kontur

yang ireguler (tanda panah).

SONOGRAFI

Apendiks dapat terlihat di atas muskulus psoas. Tanda khasnya berupa

apendiks non-kompresibel dengan diameter 6 mm atau lebih. Apendikolith

19

Page 20: Presus App

merupakan lumen terobstruksi mencapai lebih dari 30% kasus. Appendisitis dapat

terlihat bersamaan dengan ileus dan atau cairan bebas intraperitoneal. Sensitivitas

sonografi sekitar 90%. Jika terjadi perforasi, maka apendiks menjadi kompresibel,

dan dapat menjadi peritonitis generalisata, sehingga sulit menampakkan kelainan

dengan teknik tersebut.

Apendiks normal kompresibel dengan tebal dinding sama atau kurang dari

3 mm. Ukuran apendiks dapat membedakan apendiks normal dari apendiks

dengan inflamasi akut. Pemeriksaan color Doppler juga memberikan peranan,

memperlihatkan hyperemia pada dinding pada apendisistis akut terinflamasi.

Gambaran sonografi diperlukan untuk penegakkan diagnosis, meskipun

gambaran apendiks timbul dari dasar sekum mustahil untuk ditemukan dan

kompresi tak dapat dilakukan. Meskipun demikian identifikasi ujung buntu dari

apendiks dengan peningkatan diameter, distensi lumen,. Inflamasi lemak sekitar

nyata. Jika terjadi rupture dari apendiks dalam pelvis dapat teridenttifikasi terlebih

dahulu pada sonografi. Identifikasi abses pelvis tanpa identifikasi apendiks dapat

mengakibatkan kecurigaan lain dari sumber inflamasi pelvis.

Tanda appendisitis akut pada sonografi :

- Indentifikasi apendiks

- Struktur tubuler dengan ujung buntu pada titik nyeri

- Non-kompresibel

- Diameter 6 mm atau lebih

- Tidak adanya peristaltic

- Apendikolith dengan bayangan akustik

20

Page 21: Presus App

- Ekogenesitas tinggi non-kompersibel disekitar lemak

- Cairan disekitar lesi atau abses

- Edema dan ujung sekum

Gambaran sonografi dari perforasi apendiks :

- Cairan perisekal terlokalisir

- Phelgmon

- Abses

- Lemak perisekal yang prominen

- Hilangnya gambaran melingkar dari lapisan submukosa

Gambaran appendisitis tampak penebalan dari dinding apendiks.

Gambaran appendisitis dengan gambaran apendikolith (jarang terlihat dengan

USG) (panah).

CT SCAN

21

Page 22: Presus App

CT sekarang dipertimbangkan sebagai pemeriksaan diagnostik paling

akurat untuk meyingkirkan appendisitis. Telah dilaporkan keakuratan diagnosis

CT scan rata-rata antara 93% dan 98 % dengan sensitifitas 90-98% dan spesifitas

83-98%; diagnosis alternative 48% - 80. Variasi dari tehnik CT pada pasien

dengan kecurigaan appendisitis dapat dievaluasi dengan beberapa tehnik,

termasuk scan CT perut dan pelvis dengan atau tanpa kontras, CT scan

konvensional dan helical, scan penuh dan terbatas pada abdominopelvik, dan

kombinasi bervariasi materi kontras. Keuntungan dari CT tanpa kontras bahwa

penggunaanya dapat mengurangi resiko reaksi kontras intravena dan biaya lebih

murah.

Bahan kontras dapat dimasukkan baik melalui kolon ataupun ditambahkan

dengan melalui mulut sampai mencapai kolon; bagaimanapun setiap teknik

mempunyai perbedaan hasil secara statistik dalam keakuratan diagnosis. Tanda

CT scan dari apendiks termasuk ukuran diameter apendiks lebih dari 6mm,

kegagalan apendiks terisi dengan kontra oral atau udara untuk mencapai ujungnya,

apendikolith dan penyangatan dari dinding dengan kontras intravena.

Disekelilingnya dapat ditemukan perubahan inflamasi, termasuk peningkatan

atenuasi lemak, cairan, inflamasi phlegmon, penebalan sekum, abses, gas

intraluminal dan pembesaran limfe. Terkadang lumen dari sekum dapat dilihat

sebagai tunjuk bagian apendiks terbuka yang terobstruksi.

22

Page 23: Presus App

Gambaran CT scan tampak apendiks terinflamasi (A) dengan apendikolith (a).

Gambaran CT scan aksial tampak perubahan inflamasi perisekum (panah) dan

cairan bebas minimal dalam pasien deengan ruptur apendiks akut.

Gambaran CT scan aksial apendiks terinflamasi dengan apendikolith (panah) dan

cairan periappendisial dan perisekum.

23

Page 24: Presus App

Gambaran Appendisitis perforasi dengan abses. Tampak apendikolith (panah) dan

udara dalam abses dan perubahan inflamasi dengan penebalan dinding (panah

terbuka).

MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)

MRI juga dipergunakan untuk mendiagnosis appendisitis, namun demikian

MRI mempunyai keterbatasan dalam mendeteksi apendikolith. Pada pemberian

kontras tampak penyengatan dari dinding apendiks yang terinflamasi

mengindikasikan appendisitis. Penyengatan ringan tampak pada normal apendiks.

Dengan teknik saturasi lemak, dapat dilihat perbedaan kontras antara apendiks

terinflamasi dengan lemak sekitarnya. Fat-suppressed, T2-weighteed. Potongan

aksial dan koronal juga mendeteksi appendisitis dan komplikasinya.

Appendisitis akut tampak sebagai hiperintensitas sentral dan jaringan

periapendiks hiperinterns nyata dengan penebalan dinding dengan hiperinterns

ringan. Tingkat kepercayaan MRI dengan kontras gadolinium fat-suppressed

merupakan pemeriksaan sensitive (97%) dan akurat (95%) dalam mendeteksi

appendisitis bagaimanapun pemeriksaan ini tidak rutin dipergunakan. MRI tanpa

kontras juga dipergunakan dalam mendeteksi appendisitis dengan akurasi 100%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid

Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta.

24

Page 25: Presus App

2. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.

EGC. Jakarta.

3. Monita, Nadia. 2009. Pencitraan Apendisitis. Fakultas Kedokteran

Universitas Tarumanegara. Jakarta.

4. Anonim. 2009. Appendisitis Akut. Diakses pada tanggal 28 November

2010 dari file:///D:/appendisitis/Koas%20Unhas%20%20Appendisitis

%20Akut.htm

25