44
PRESENTASI KASUS P 0 A 0 , 22 Tahun Suspek Endometriosis Pembimbing: dr. Adi Setyawan P, Sp.OG (K.Fer) Disusun Oleh : Ryan Haryana Darajatun G1A211024 Fatiha Sri Utami Tamad G1A211025 Masrian Hendrianto G1A212051 JURUSAN KEDOKTERAN

Presus Endometriosis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Presus Endometriosis

PRESENTASI KASUS

P0A0, 22 Tahun Suspek Endometriosis

Pembimbing:

dr. Adi Setyawan P, Sp.OG (K.Fer)

Disusun Oleh :

Ryan Haryana Darajatun G1A211024

Fatiha Sri Utami Tamad G1A211025

Masrian Hendrianto G1A212051

JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANSMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

2012

Page 2: Presus Endometriosis

Presentasi Kasus

P0A0, 22 Tahun Suspek Endometriosis

Disusun Oleh:

Ryan Haryana Darajatun G1A211024

Fatiha Sri Utami Tamad G1A211025

Masrian Hendrianto G1A212051

Untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti

tugas stase Ilmu Kebidanan dan Kandungan

RS Margono Soekarjo

Purwokerto

Disetujui dan disahkan

Pada tanggal Oktober 2012

Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Adi Setyawan P, Sp.OG (K.Fer)

Page 3: Presus Endometriosis

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit endometriosis umumnya muncul pada usia reproduktif. Angka

kejadian endometriosis mencapai 5-10% pada wanita umumnya dan lebih dari

50% terjadi pada wanita perimenopause. Gejala endometriosis sangat tergantung

pada letak sel endometrium ini berpindah. Yang paling menonjol adalah adanya

nyeri pada panggul, sehingga hampir 71-87% kasus didiagnosa akibat keluhan

nyeri kronis hebat pada saat haid, dan hanya 38% yang muncul akibat keluhan

infertil (mandul). Tetapi ada juga yang melaporkan pernah terjadi pada masa

menopause dan bahkan ada yang melaporkan terjadi pada pasien histerektomi. (1)

Insidensi endometriosis sulit diketahui, hal ini dikarenakan wanita dengan

endometriosis ringan seringkali tanpa gejala. Diagnosis endometriosis bukan

merupakan hal mudah, pemeriksaan imaging memiliki sensitivitas rendah

terhadap endometriosis. Diagnosis pasti endometriosis ialah dengan pembedahan

diagnostik atau dengan laparoskopi dengan atau tanpa pemeriksaan biopsi

patologi anatomi. Menggunakan standar diagnosis tersebut insidensi tahunan

endometriosis mencapai 1,6 kasus setiap 1000 waniat berusia 14-49 tahun,

sedangkan pada wanita dengan endometriosis asimtomatik prevalensi mencapai 2-

22 %. (2) Sulitnya diagnosis pasti endometriosis menjadi tantangan bagi klinisi

untuk dapat menangani pasien dengan keluhan nyeri haid dan infertilitas. Tujuan

penulisan presentasi kasus ini adalah untuk membahas manajemen pasien dengan

endometriosis dengan kemampuan diagnosis terbatas seperti di poliklinik atau

praktek dokter umum.

Page 4: Presus Endometriosis

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan

dinding rahim (endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh. (3)

Endometriosis juga dapat berupa suatu keadaan dimana jaringan

endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri dan diluar

miometrium. (4)

Definisi lain tentang endometriosis yaitu terdapatnya kelenjar-

kelenjar dan stroma endometrium pada tempat-tempat diluar rongga rahim.

Implantasi endometriosis bisa terdapat pada ovarium, ligamen latum,

Cavum Douglasi, tuba Falopii, vagina, serviks, pada pusat, paru-paru, dan

kelenjar-kelenjar limfa. (5)

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi endometriosis cenderung meningkat setiap tahun,

walaupun data pastinya belum dapat diketahui. Menurut Prajitno (2007),

angka kejadian di Indonesia  belum dapat diperkirakan karena belum ada

studi epidemiologik, tapi dari data temuan di rumah sakit, angkanya

berkisar 13,6-69,5% pada kelompok infertilitas. Bila persentase tersebut

dikaitkan dengan jumlah penduduk sekarang, maka di Indonesia ini akan

ditemukan sekitar 13 juta penderita endometriosis pada wanita usia

produktif (6).

Page 5: Presus Endometriosis

Menurut urutan yang tersering endometrium ditemukan ditempat-

tempat sebagai berikut:

a. Ovarium

b. Peritoneum dan ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi; dinding

belakang uterus, tuba Fallopi, plika vesikouterina, ligamentum

rotundum dan sigmoid

c. Septum rektovaginal

d. Kanalis inguinalis

e. Apendiks

f. Umbilikus

g. Serviks uteri, vagina, kandung kencing, vulva, perineum

h. Parut laparotomi

i. Kelenjar limfe

j. Lengan, paha, pleura dan pericardium (sangat jarang)

Gambar 1. Lokasi anatomis implantasi endometriosis yang ditemukan melalui

laparaskopi (7)

Page 6: Presus Endometriosis

C. KLASIFIKASI

Klasifikasi endometriosis pertama kali dibuat oleh American

Fertility Society (AFS) pada tahun 1979 lalu direvisi oleh AFS sendiri

pada 1985. Klasifikasi ini melihat lesi endometriosis berdasarkan

visualisasi rongga pelvis dan volume tiga dimensi dari endometriosis

dilakukan penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi,

keterlibatan ovarium dan densitas dari perlekatan. (2)

Klasifikasi terakhir yang digunakan saat ini dikembangkan oleh

American Society of Reproductive System (ASRM) tahun 1997. Dengan

perhitungan ini didapatkan nilai-nilai dari skoring yang kemudian

jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi endometriosis. Nilai 1-4

adalah minimal (stadium I), 5-15 adalah ringan (stadium II), 16-40 adalah

sedang (stadium III) dan lebih dari 40 adalah berat (stadium IV). (8)

Beberapa penelitian membuktikan bahwa klasifikasi ini tidak memiliki

korelasi dengan tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan (2).

Tabel 1. Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari revisi ASRM, 1997 (8)

Endometriosis <1cm 1-3 cm >1cm

Peritoneum

Permukaan 1 2 4Dalam 2 4 6

Ovarium Kanan Permukaan 1 2 4Dalam 4 16 20

Kiri Permukaan 1 2 4Dalam 4 16 20

Perlekatan kavum douglas Sebagian Komplit4 40

Ovarium Perlekatan <1/3 1/3-2/3 >2/3Kanan Tipis 1 2 4

Tebal 4 8 16Kiri Tipis 1 2 4

Tebal 4 8 16

Tuba Kanan Tipis 1 2 4Tebal 4 8 16

Kiri Tipis 1 2 4Tebal 4 8 16

Page 7: Presus Endometriosis

Gambar 2. American Society for Reproductive Medicine Revised Classification of Endometriosis ASRM, 1997 (8)

D. ETIOLOGI

Penyebab pasti endometriosis masih belum diketahui. Beberapa

teori muncul menyangkut faktor anatomis, imunologis, hormonal, dan

genetik: (9) (10) (7)

1. Menstruasi retrogad.

Menurut Sampson (1927), endometriosis terjadi karena darah

haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga

Page 8: Presus Endometriosis

pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid didapati sel-sel

endometrium yang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih hidup

ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis dan peritoneum

melakukan angiogenesis sehingga implan tersebut dapat bertahan dan

tumbuh. (2)

Teori ini didukung oleh Halme (1984) menemukan adanya

reflkuks volume darah dan jaringan endometrium yang lebih banyak

pada wanita dengan endometriosis. D’hooghe (1997)

mendemonstrasikan obliterasi pada serviks baboon menginduksi

terjadinya endometriosis. (2)

2. Faktor imunologis

Teori ini berdasar pada adanya menstruasi retrograde pada

sebagian besar wanita, namun tidak semuanya mengalami

endometriosis. Jaringan endometrium yang refluks tersebut diduga

berhasil dibersihkan oleh sel imun seperti makrofag, sel natural killer

(NK) dan limfosti. Adanya anggapan ini disfungsi sistem imun menjadi

salah satu faktor terjadinya endometriosis. Teori lain berpendapat

endometriosis sebagai suatu proses autoimun. Hal ini didasarkan

dengan adanya IgG dan IgA terhadap jaringan endometrium dan

ovarium pada wanita dengan endometriosis. (11) (12)

3. Faktor hormonal

Aromatase, enzim pencetus produksi estrogen, telah ditemukan

pada implantasi endometriosis. Implan endometriosis mengekspresikan

Page 9: Presus Endometriosis

aromatase dan 17β-hydroxysteroid dehydrogenase tipe 1, suatu enzim

yang mengkonversi androstenedion menjadi estrone lalu menjadi

estradiol. Sebaliknya, implant tersebut tidak mengekspresikan 17β-

hydroxysteroid dehydrogenase tipe 2 yang berfungsi menginaktivasi

estrogen. Kondisi ini memungkinkan implant endometriosis

memproduksi estrogen secara local (intracrinology). (2)

Sel endometrium normal tidak mengekspresikan aromatase dan

memiliki ekspresi 17β-hydroxysteroid dehydrogenase tipe 2 yang tinggi

sebagai respon dari progesterone. Hal ini membuktikan bahwa implan

endometriosis memiliki sifat relative progesteron-resisten. (2)

PGE2 (prostaglandin E2) berperan sebagai induksi terkuat

produksi aromatase pada implantasi endometriosis. Produksi estradiol

sebagai respon meningkatnya aktivitas aromatase memiliki efek

augmentasi terhadap produksi PGE2 pada endotel uterus. Hal ini

menyebabkan positif feedback apabila implan endometriosis memiliki

sistem aromatase independen. (2)

4. Metaplasia coelomik

Teori mengemukakan sel potensial pada ovarium dan peritoneum

bertransformasi menjadi lesi endometriosis akibat stimulasi hormon dan

paparan hormonal berulang. Robert Meyer mengemukakan bahwa

endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel berasal dari

coelom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvis.

Rangsangan ini menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga

terbentuk jaringan endometrium. Teori ini dapat menjelaskan adanya

Page 10: Presus Endometriosis

endometriosis pada absennya menstruasi seperti pada wanita

premenarche atau menopaus. (2)

5. Penyebaran limfatis

Sebuah studi menunjukkan dari otopsi bahwa sel endometriosis

ditemukan dalam kelenjar limfe pelvis pada 29% wanita. Hal ini dapat

menjelaskan mengapa endometriosis pernah ditemukan di daerah paru-

paru.

6. Faktor genetik

Wanita yang memiliki riwayat keluarga menderita endometriosis

berisiko tujuh kali lipat menderita endometriosis. Belum ditemukan

defek genetik pada endometriosis. (2)

E. FAKTOR RISIKO

Resiko tinggi terjadinya endometriosis ditemukan pada (Wood, 2008):

a. Wanita yang ibu atau saudara perempuannya menderita endometriosis

b. Siklus menstuasi 27 hari atau kurang

c. Menarke (menstruasi yang pertama) terjadi lebih awal

d. Menstruasi berlangsung selama 7 hari atau lebih

e. Orgasme ketika menstruasi.

F. DIAGNOSIS

Anamnesis

Page 11: Presus Endometriosis

Diagnosis dimulai dari anamnesis, dimana keluhan atau gejala

yang sering ditemukan adalah: (11) (13)

1. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada

dan selama haid (dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui

tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan

dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid.

Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan

sudah luas sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri

yang hebat. Nyeri yang hebat dapat menyebabkan mual, mntah, dan

diare. Dismenore primer terjadi selama tahun-tahun awal mestruasi,

dan semakin meningkat dengan usia saat melahirkan anak, dan

biasanya hal ini tidak berhubungan dengan endometriosis. Dismenore

sekunder terjadi lebih lambat dan akan semakin meningkat dengan

pertambahan usia. Hal ini bisa menjadi tanda peringatan akan

terjadinya endometriosis, walaupun beberapa wanita dengan

endometriosis tidak terlalu merasakannya.

2. Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai disebabkan oleh

karena adanya endometriosis di kavum Douglasi.

3. Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada

dinding rekstosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari

lumen usus besar tersebut.

4. Poli dan hipermenorea, dapat terjadi pada endometriosis apabila

kelainan pada ovarium sangat luas sehingga fungsi ovarium

terganggu.

Page 12: Presus Endometriosis

5. Infertilitas, hal ini disebabkan apabila motilitas tuba terganggu karena

fibrosis dan perlekatan jaringan disekitarnya. Sekitar 30-40% wanita

dengan endometriosis menderita infertilitas.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan pelvis ditemukan nyeri tekan yang sangat mudah

dideteksi saat menstrusi. Ligamentum uterosakral dan kul-de-sac yang

bernodul dapat ditemukan. Uterus terfiksasi secara retroversi akibat dari

perlengketan. Nodul kebiruan dapat ditemukan pada vagina akibat

infiltrasi dari dinding posterior vaginal. (11)

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda

yang khas, hanya apabila ada darah pada tinja atau urin pada waktu haid

menunjukkan tentang adanya endometriosis pada rekstosigmoid atau

kandung kemih. (2)

Pemeriksaan Radiologi

Pembuatan foto rontgen dengan memasukkan barium dalam kolon

dapat memberikan gambaran dengan filling defect pada rektosigmoid

dengan batas yang jelas dan mukosa yang utuh. Transvaginal sonografi

adalah metode yang berguna untuk mengidentifikasi kista coklat klasik

dari ovarium. Tampilan tipikal adalah kista yang berisis echo homogeny

internal derajat rendah yang konsisten dengan darah lama. (11) Gambaran

sonografi dari endometrioma bervariasi dari kista sederhana hingga kista

kompleks dengan echo internal hingga massa solid, tanpa vaskular. MRI

Page 13: Presus Endometriosis

berguna untuk melihat keterlibatan rectum dan menunjukkan secara akurat

endometriosis rektovaginal dan kul-de-sac. (13)

Pemeriksaan Laparoskopi dan Biopsi

Laparoskopi dengan biopsy adalah satu – satunya cara definitif

untuk endometriosis. Merupakan prosedur invasive dengan sensitivitas

97% dan spesifisitas 77%. Temuannya adalah lesi biru-hitam dan classic

powder burn. Gambaran mikroskopik pada ovarium tampak kista biru

kecil sampai besar berisi darah tua menyerupai coklat. Kista ini dapat

keluar dan menyebabkan perlekatan dan bahkan penyakit abdomen akut.

Pada permukaan rectum dan sigmoid sering dijumpai bejolan kebiruan

tersebut. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri – ciri khas

endometrium. Disekitarnya tampak sel radang dan jaringan ikat. (11)

Gambar 3. Kista coklat ovarium. (11)

Page 14: Presus Endometriosis

Gambar 4. Powder burn lesion. (11)

Gambar 5. Endometriosis sedang-berat. (11)

G. DAMPAK YANG DITIMBULKAN

Fakta-fakta menunjukan adanya hubungan antara endometriosis

dengan infertilitas. Endometriosis ditemukan 50% pada wanita infertil.

Pasien infertil dengan endometriosis ringan tanpa perawatan dapat hamil

dengan rata-rata 2% sampai 4,5% perbulan, dibandingkan pada normal

fertilitas dari 15% sampai 20% perbulannya. Pasien infertil dengan

endometriosis sedang dan berat memiliki rata-rata kehamilan tiap bulannya

Page 15: Presus Endometriosis

kurang dari 2%. Endometriosis berhubungan dengan infertilitas, tidak

semua wanita yang memiliki endometriosis adalah infertil. Sebagai contoh

banyak wanita menjalani sterilisasi tuba tercatat mengalami endometriosis.

Penyebab dan efek endometriosis diperkirakan berhubungan antara

berkurangnya fertilitas namun tidak terbukti. Ini diperkirakan bahwa

endometriosis merubah secara tidak langsung keadaan rongga pinggang

dengan menimbulkan perlekatan pada organ-organ rongga pelvik sehingga

mengganggu fungsi dari organ tersebut. Teori mencakup inflamasi,

perubahan sistem imun, perubahan hormon, ganguan fungsi tuba Falopii,

fertilitas dan implantasi. Itu lebih mudah untuk dipahami bagaimana

endometriosis sedang dan berat dapat mengurangi fertilitas, karena

sebagian besar perlekatan di rongga pinggang menyebabkan tidak

terjadinya ovulasi, menghalangi sperma masuk ke tuba Falopii, dan

menghalangi kemampuan tuba Falopii menangkap ovum selama ovulasi.

(8)

Tabel 2. Jenis gangguan sistem yang disebabkan oleh endometriosis. (4)

No Sistem Jenis Gangguan

1 Fungsi Koitus Dyspareunia (menurunkan frekuensi sanggama)

2 Fungsi Sperma Inaktivasi sperma

Fagositosis sperma dengan makrofag

3 Fungsi Tuba

Falopii

Kerusakan fimbriae

Penurunan motilitas tuba akibat prostaglandin

4 Fungsi Ovarium Anovulasi

Pelepasan gonadotropin yang terganggu

Page 16: Presus Endometriosis

Endometriosis dapat menyebabkan gangguan pada fungsi sistem

organ reproduksi yaitu fungsi koitus, sperma, tuba Falopii, ovarium. Pada

fungsi koitus menyebabkan rasa nyeri saat senggama (dyspareunia)

sehingga mengurangi frekuensi senggama. Pada fungsi sperma,

endometriosis akan menghambat sperma dengan antibodi tertentu. Hal ini

didasari dari hasil penelitian dimana terhadap antibodi yang memiliki efek

menghambat gerakan sperma sehingga berakibat terjadinya infertilitas.

(12) Pada penderita endometriosis dibandingkan wanita normal, makrofag

teraktifasi oleh adanya kista, hal ini menyebabkan makrofag pada

penderita infertil dengan endometriosis membunuh lebih banyak sperma.

Jika makrofag ini memasuki sistem reproduksi melalui tuba, maka akan

terbentuk antibodi terhadap sperma yang akhirnya mematikan sperma

sehingga terjadi infertilitas. (6)

Endometriosis pada tuba Falopii akan menyebabkan kerusakan

pada fimbriae sehingga tidak dapat menangkap sel telur yang dilepaskan

oleh ovarium. Endometriosis juga menyebabkan penurunan silia pada tuba

Falopii sehingga sel telur tidak dapat turun ke uterus. Pada fungsi ovarium

terjadi anovulasi sehingga folikel yang telah matang langsung membentuk

Page 17: Presus Endometriosis

korpus luteum tanpa melepaskan sel telur. Hal ini juga berpengaruh

terhadap hormon gonadotropin dan mengakibatkan terganggunya siklua

ovarium selanjutnya. Perlengketan tuba yang luas akan menghambat

motilitas dan kemampuan fimbre untuk menangkap sel telur. Sedangkan

berkurangnya motilitas tuba dan transportasi ovum mungkin disebabkan

oleh sekresi prostaglandin oleh jaringan endometritik. (6)

Endometriosis berhubungan dengan perubahan-perubahan

fisiologis alat reproduksi yang dapat menghambat terjadinya kehamilan.

Derajat keterlibatan organ-organ pelvik merupakan faktor utama dalam

menentukan kemampuan reproduksi penderita. Di bawah ini beberapa

fenomena yang mungkin mengurangi kemampuan reproduksi pada

penderita endometriosis sesuai dengan letak jaringan endometriotik

berimplantasi: (6)

a. Endometriosis pada serviks: Kekakuan dan penyempitan serviks, akibat

endometriosis akan mengurangi laju pergerakan sperma sehingga

mengurangi fertilitas.

b. Endometriosis pada Cavum Douglas: Melibatkan ligamentum

sakrouterina dan bagian posterior uterus akan menyebabkan dispareni,

sehingga mengurangi frekuensi koitus.

c. Endometriosis pada ovarium: akan menyebabkan destruksi kortikal dan

pada gilirannya menyebabkan oligo atau anovulasi, sehingga

menghambat proses reproduksi.

Page 18: Presus Endometriosis

d. Endometriosis tuba Falopii: Perlengketan tuba Falopii yang luas akan

menghambat motilitas dan kemampuan fimbriae untuk menangkap sel

telur.

H. Pencegahan

Meigs berpendapat bahwa kehamilan dapat mencegah terjadinya

endometriosis. Gejala-gejala endometriosis akan berkurang atau hilang

pada waktu sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-

sarang endometriosis. Oleh karena itu sebaiknya perkawinan jangan

ditunda terlalu lama dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan

supaya mendapatkan anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak

terlalu lama. Hal tersebut tidak hanya merupakan profilaksis yang baik

terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas

sesudah endometriosis timbul. (4)

I. Pengobatan

Pada pasien yang masih dalam fase reproduksi, endometriosis

dikelola bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit, untuk membatasi

progresifitas penyakit, dan untuk mengatasi masalah infertilitas jika hal

tersebut yang menjadi masalah. Pada wanita muda yang masih produktif,

pembedahan dilakukan secara konservatif, dengan tujuan menghilangkan

jaringan endometrium dan menjaga indung telur tanpa merusak jaringan

normal. Pada wanita yang sudah dalam fase menopause, histerektomi dan

atau pengangkatan indung telur bisa menjadi pilihan. Akan tetapi

pembedahan konservatif tidak akan menjamin bahwa endometriosis atau

Page 19: Presus Endometriosis

gejala endometriosis tidak akan relaps kembali, dan pembedahan dapat

menginduksi perlengketan yang dapat mengakibatkan komplikasi. (4)

1. Pil Kontrasepsi

Pil kontrasepsi memiliki sejumlah keuntungan, terutama pada

endometriosis ringan atau sedang, yaitu:

a. Menurunkan beratnya menstruasi dan lama menstruasi, sehingga

menurunkan jumlah produk menstruasi yang retrograd.

b. Memberikan efek desidual pada sel-sel endometriosis yang

menghambat pertumbuhan endometriosis lebih lanjut.

c. Menurunkan level estrogen sirkulasi, terutama estradiol. Dengan

menghambat fungsi ovarium, level estradiol darah umumnya lebih

rendah daripada sebelum mengkonsumsi pil kontrasepsi. Level

estrogen yang lebih rendah akan menurunkan stimulasi hormonal sel-

sel endometriosis.

d. Bila dikonsumsi terus menerus, pil kontrasepsi akan menghentikan

perdarahan withdrawal episodik yang terjadi baik pada endometrium

normal maupun implan endometrium. Pil kontrasepsi dapat diberikan

3-6 bulan. (4)

2. Gonadotropin-Releasing Hormon (Gn-RH) agonis dan antagonis.

Obat golongan ini berfungsi untuk menghambat produksi ovarian

stimulating hormon yang akan mencegah timbulnya menstruasi dan secara

dramatis akan menurunkan kadar estrogen. Hal ini akan menyebabkan

jaringan endometrium menyusut. Obat ini akan menimbulkan menopause

buatan yang dapat mengakibatkan efek samping yang mengganggu, seperti

hot flashes dan kekeringan pada vagina. Untuk mengurangi efek samping

dari pengobatan Gn-RH agonis dan antagonis, dapat digunakan estrogen

atau progestin dosis rendah bersama-sama dengan Gn-RH agonis dan

antagonis. (4)

3. Danazol

Obat ini berfungsi menghambat produksi ovarian stimulating

hormon yang mencegah timbulnya menstruasi dan gejala endometriosis.

Selain itu, Danazol juga akan menghambat pertumbuhan endometrium.

Page 20: Presus Endometriosis

Namun, Danazol sering tidak digunakan sebagai pilihan pertama untuk

terapi endometriosis karena dapat menyebabkan efek samping yang tidak

diinginkan seperti timbul jerawat dan pertumbuhan berlebihan rambut

wajah. (4)

4. Medroksiprogesteron (Depo-Provera)

Medroksiprogesteron efektif dalam menghentikan siklus

menstruasi dan pertumbuhan jaringan endometrium, sehingga dapat

meredakan gejala-gejala endometriosis. Efek samping penggunaan

medroksiprogesteron yaitu penambahan berat badan, penurunan produksi

massa tulang menurun dan perasaan depresi.2

5. Aromatase inhibitor

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aromatase inhibitor secara

signifikan dapat mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh

endometriosis. Aromatase inhibitor bekerja dengan cara menghambat

konversi hormon seperti testosteron dan androstenedion menjadi estrogen

dan menghambat produksi estrogen dari jaringan endometrium itu sendiri.

Untuk mengurangi risiko terjadinya efek samping, seperti kehilangan

massa tulang dan kista folikular, inhibitor aromatase harus digunakan

dengan kombinasi agonis Gn-RH atau kontrasepsi oral estrogen-progestin.

(4)

6. Bedah Konservatif

Pembedahan konservatif bertujuan hanya untuk mengangkat

jaringan endometrium yang mengalami pertumbuhan, mengurangi/

menghilangkan nyeri, mengambil jaringan parut dan menghilangkan

perlengketan tanpa mengangkat keseluruhan organ reproduksi.

Pembedahan konservatif dapat berupa laparoskopi dimana operator akan

melihat rongga dalam perut melalui suatu selang kecil yang dimasukkan

melalui sayatan kecil pada dinding perut. Pembedahan konservatif juga

dapat berupa laparotomi yang merupakan suatu prosedur pembedahan

yang lebih ekstensif, perut disayat cukup panjang, periode penyembuhan

yang lebih lama dibandingkan laparoskopi. Biasanya pada pasien yang

Page 21: Presus Endometriosis

menjalani pembedahan konservatif ini juga disertai dengan terapi

hormonal. (4)

7. Histerektomi

Dalam kasus endometriosis berat, akan dilakukan pembedahan

untuk mengangkat rahim dan leher rahim (histerektomi total) serta kedua

ovarium. Histerektomi saja tidak efektif dikarenakan estrogen yang

diproduksi ovarium akan merangsang endometriosis berulang dan

menyebabkan rasa sakit yang menetap. (4)

BAB III

KASUS

A. Identitas

Nama : Nn. N

Umur : 22 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan Terakhir : D3

Alamat : Bobosan RT 4 RW V, Purwokerto.

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Perawat

Tanggal masuk RSMS: 24 September 2012

Tanggal periksa : 24 September 2012

No.CM : 036124

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Nyeri perut bawah selama menstruasi

2. Keluhan Tambahan

Jumlah darah ketika haid banyak

3. RPS

Pasien baru datang ke Poliklinik RSMS dengan keluhan nyeri perut

bawah selama menstruasi yang dirasakan sejak 8 tahun yang lalu dan

Page 22: Presus Endometriosis

jumlah darah ketika haid banyak, dalam sehari pasien mengganti

pembalut hingga 6 kali, darah yang keluar selama menstruasi berwarna

merah segar disertai gumpalan berwarna merah kehitaman. 6 bulan

yang lalu pasien memeriksakan diri ke dokter ahli kandungan dan

divonis menderita endometriosis, pasien juga sudah mendapatkan

terapi berupa endrolin sebanyak 6 kali dalam 6 bulan yang disuntikkan

tiap tanggal 5 (menjelang menstruasi). Setelah mendapatkan terapi

tersebut pasien mengatakan bahwa jumlah darah ketika haid berkurang

namun nyeri masih terasa mengganggu, pasien juga mengatakan

bahwa dia berencana menikah dalam waktu dekat.

4. RPD

a. Penyakit Jantung : disangkal

b. Penyakit Paru : disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal

d. Penyakit Ginjal : disangkal

e. Penyakit Hipertensi : disangkal

f. Riwayat Alergi : disangkal

5. RPK

a. Penyakit Jantung : disangkal

b. Penyakit Paru : disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal

d. Penyakit Ginjal : disangkal

e. Penyakit Hipertensi : disangkal

f. Riwayat Alergi : disangkal

6. Riwayat Menstruasi

a. Menarche : 14 tahun

b. Lama haid : ± 7 hari

c. Siklus haid : teratur

d. Dismenorrhoe : ada

e. Jumlah darah haid : banyak (sehari ganti pembalut 6

kali)

Page 23: Presus Endometriosis

7. Riwayat Menikah

Pasien belum menikah.

8. Riwayat Obstetri

P0A0

9. Riwayat KB

Tidak pernah menggunakan KB dalam bentuk apapun sebelumnya.

10. Riwayat Ginekologi

a. Riwayat Operasi : tidak ada

b. Riwayat Kuret : tidak ada

c. Riwayat Keputihan : tidak ada

11. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien bekerja sebagai perawat di salah satu RS purwokerto. Kesan

sosial ekonomi adalah golongan menegah ke atas. Pasien

menggunakan biaya sendiri untuk memeriksakan diri dan pengobatan

di rumah sakit.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : GCS E4M6V5

Vital Sign : TD : 110/80 mmHg

N : 76 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36,3 0C

Status Gizi : Cukup

1. Status Generalis

a. Pemeriksaan kepala

Bentuk kepala : mesocephal, simetris

Mata : simetris, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,

refleks pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3 mm,

edema palpebra -/-

Telinga : discharge -/-

Hidung : discharge -/-, nafas cuping hidung -/-

Mulut : sianosis (-), lidah kotor -/-

Page 24: Presus Endometriosis

b. Pemeriksaan leher

Trakea : deviasi (-)

Gld Tiroid : tidak teraba pembesaran

Limfonodi Colli: tidak teraba pembesaran

JVP : 5+2 cm

c. Pemeriksaan Toraks

1) Paru

Inspeksi : dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi

intercosta (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi

parasternal (-)

Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = paru kiri

Ketinggalan gerak (-)

Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : SD vesikuler, RBH -/-, RBK -/-, Wh -/-

2) Jantung

Inspeksi : ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS

Palpasi : ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS

. ictus cordis kuat angkat (-)

Perkusi : batas jantung

Kanan atas SIC II LPSD

Kiri atas SIC II LPSS

Kanan bawah SIC IV LPSD

Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)

3) Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) N

Perkusi : Tympani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

Page 25: Presus Endometriosis

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

4) Pemeriksaan ekstermitas

Superior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis

-/-

Inferior : edema (+/+), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis

-/-

5) Status Lokalis

Abdome n

Inspeksi : Datar, venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) N

Perkusi : Tympani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

Genitalia Eksterna

Perdarahan pervaginam >> 1 pembalut penuh, darah berwarna

merah segar disertai dengan gumpalan berwarna merah

kehitaman, fluor albus (-)

D. Diagnosis

P0A0, 22 Tahun, suspek endometriosis

E. Plan

1. Konseling, Informasi, Edukasi

2. Pemberian terapi

F. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Ultrasonografi: Uterus membesar dalam batas normal, adneksa tidak

ada kelainan

G. Terapi

Leuproreline Acetate 3.75 mg

Page 26: Presus Endometriosis

H. Diagnosis Akhir

P0A0, 22 Tahun, suspek Endometriosis

Page 27: Presus Endometriosis

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didagnosis Para 0, abortus 0 usia 22 tahun suspek

endometriosis. Diagnosis endometriosis didukung oleh anamnesis hingga

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis pasien mengeluh nyeri perut bawah

selama menstruasi yang dirasakan sejak 8 tahun yang lalu. Selain itu pasien juga

mengeluh darah ketika haid banyak. Berdasarkan anamnesis pasien menarche saat

usia 14 tahun, artinya keluhan ini didapatkan pada tahun yang sama dengan

terjadinya haid pertama.

Dari keluhan utama yaitu nyeri perut bawah banyak kemungkinan

penyebab keluhan tersebut, namun anamnesis lanjutan yang menyatakan bahwa

nyeri bersifat siklik (ketika haid) menyempitkan diagnosis bahwa nyeri tersebut

berhubungan dengan kondisi hormonal tubuh. Berdasarkan literatur hampir 71-

87% kasus endometriosis didiagnosis dengan keluhan serupa. (6)

Anamnesis lanjutan menuturkan bahwa 6 bulan yang lalu pasien pernah

divonis endometriosis dan mendapat terapi endrolin sebanyak 6 kali dalam 6

bulan. Pasien juga mengatakan bahwa jumlah darah ketika haid berkurang namun

nyeri masih terasa mengganggu. Berdasarkan riwayat pengobatan pasien dan

respon pengobatan didapatkan suatu nilai diagnostic tersendiri. Endrolin sendiri

berisi Leuproreline suatu Gonadotropin-Releasing Hormon (Gn-RH) agonis yang

memiliki efek feedback negatif terhadap produksi FSH dan LH sehingga

menurunkan kadar estrogen. Leuprorelin sendiri umum digunakan sebagai suatu

terapi endometriosis. (2)

Hasil pemeriksaan fisik semua dalam batas normal. Hal ini mungkin

terjadi karena manifestasi endometriosis bergantung pada lokasi implantasi

endometriosis. Gejala dan tanda endometriosis akan semakin jelas apabila

dilakukan ketika haid. (2)

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien didiagnosis

endometriosis dan diberikan terapi Leurorelin acetate 3,75 mg. Diagnosis

definitive endometriosis adalah berdasarkan pembedahan atau laparoskopi

sehingga diagnosis yang dibuat pada pasien ini dilakukan tanpa diagnosis

Page 28: Presus Endometriosis

definitive. Berdasarkan guideline dari European Society of Human Reproduction

and Embryology (ESHRE) pada tahun 2005 terapi endometriosis tanpa diagnosis

definitif dapat dilakukan. Terapi yang dilakukan boleh berupa analgesia, nutrisi,

kontrasepsi oral ataupun GnRH agonis. Efektifitas terapi hormonal antara

danazol, gestrinone ataupun GnRH agonis memiliki efektifitas yang sama dalam

meredakan walaupun efek samping berbeda. (3)

Pemeriksaan ultrasound pada pasien dilakukan, namun hasilnya dalam

batas normal. Berdasarkan SHRE pemeriksaan ultrasound tidak memiliki nilai

dalam mendiagnosis endometriosis peritoneal namun pemeriksaan ini tetap

berharga untuk menyingkirkan diagnosis lain seperti endometrioma, adenomyosis

atau penyakit lain. (3)

Pasien juga mengatakan bahwa pasien akan menikah dalam waktu dekat.

Dalam hal ini dokter perlu untuk memberikan konseling berkaitan dengan

penyakitnya. Perlu diinformasikan bahwa endometriosis dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya kehamilan (rasio fekunditas 6% per bulan). Pasien juga

perlu diinformasikan bahwa pernikahan dan kehamilan akan baik untuk

endometriosis, hal ini dikarenakan kehamilan dapat menekan estrogen sehingga

memungkinkan sel endometriosis mengalami regresi. (2)

Page 29: Presus Endometriosis

BAB V

KESIMPULAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis Para 0, Abortus 0 usia 22 tahun suspek

endometriosis. Diagnosis endometriosis belum dapat dipastikan karena diagnosis

definitif menggunakan pembedahan atau laparoskopi tidak dilakukan. Meskipun

diagnosis definitif belum dapat ditegakkan terapi endometriosis dapat diberikan.

Terapi yang digunakan adalah GnRH agonis. Pasien juga mengatakan untuk

berencana menikah dalam waktu dekat, oleh karena itu pasien diberikan konseling

dan informasi berkenaan dengan kondisi penyakitnya dan pengaruhnya terhadap

kehamilan.

Page 30: Presus Endometriosis

DAFTAR PUSTAKA

x1.Wood R. Endometriosis. [Online].; 2008 [cited 2012 October 11. Available

from: http://endometriosis.org/endometriosis.html.

2.Beshay VE. Endometriosis. In Barbara L. Hoffman JOSJISLMHKDBFGC, editor. Williams Gynecology. China: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 225-43.

3.Stephen Kennedy ABCCTD, Dunselman G, Greb R, Hummelshoj L, Prentice A, Saridogan E. ESHRE guideline for the diagnosis and treatmetnt of endometriosis. Human Reproduction. 2005 June; 20(10).

4.Prabowo RP. Endometriosis. In Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editors. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2007. p. 316-7.

5.Rayburn WF. Obstetri dan Ginekologi Jakarta: Widya Medika; 2001.

6.Abdullah N. Endometriosis dan Infertilitas. Jurnal Medika Nusantara. 2009; 25(1-7).

7.Fortner K. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

8.American Fertility Society. www.asrm.org. [Online].; 2007 [cited 2012 October 11. Available from: www.asrm.org/patients/booklet/endometriosis.pdf.

9.DeCherney A. Current Diagnostic & Treatment Obstetrics & Gynecology USA: McGraw-Hill; 2007.

10.Edmonds D. Dewhurst's Textbook of Obstetrics & Gynecology London: Blackwell; 2007.

11.Kapoor D. Endometriosis. [Online].; 2009 [cited 2012 October 11. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/271899-print.

12.Rusdi G. Sebaran Kadar Sel T Regulator Cairan Peritoneum Pasien Endometriosis. Thesis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

Page 31: Presus Endometriosis

2009.

13.Saol T. Endometriosis. [Online].; 2010 [cited 2012 October 11. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/795771-print.

14.McGarry KA TI. Endometriosis. In hohenhaus M. The 5 Minute Consult clinical Companion to Women's Health. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 40.

x