39
PRESENTASI KASUS ERITRODERMA Disusun Oleh : Aulia Rahmawati G1A212015 Pembimbing : dr. Ismiralda Oke, Sp.KK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Presus Eritroderma

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Presus Eritroderma

PRESENTASI KASUS

ERITRODERMA

Disusun Oleh :

Aulia Rahmawati G1A212015

Pembimbing :

dr. Ismiralda Oke, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2013

Page 2: Presus Eritroderma

HALAMAN PENGESAHAN

ERITRODERMA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Mengikuti

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh :

Aulia Rahmawati G1A212015

Telah dipresentasikan

Pada Tanggal : Oktober 2013

Menyetujui

dr. Ismiralda Oke, Sp.KK

Page 3: Presus Eritroderma

I. PENDAHULUAN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 53 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Terakhir : SMP

Status Pernikahan : Sudah Menikah

Alamat : Kemangkon RT/RW 001/004

Agama : Islam

No. CM : 288624

II. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 25 September 2013, pukul 09.00

WIB

Keluhan Utama : Gatal di seluruh tubuh

Keluhan Tambahan : Seluruh tubuh terasa panas dan nyeri, disertai

kulitnya yang kemerahan, pecah-pecah, berkerak,

mengelupas dan terasa perih, sulit istirahat dan

tidur. Selain itu pasien juga mengeluhkan badan

terasa lemas, pusing, serta nafsu makan berkurang.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien dikonsulkan dari bagian Paru-paru ke bagian Imu Penyakit

Kulit dan Kelamin RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan

keluhan gatal diseluruh tubuh. Pasien mengeluh gatal di seluruh tubuh

kurang lebih sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya gatal hanya disekitar lengan

kemudian meluas sampai seluruh tubuh namun gatal masih bisa ditahan

Page 4: Presus Eritroderma

dan belum mengganggu aktivitas. Sejak 2 bulan sebelum masuk rumah

sakit gatal semakin bertambah setiap harinya sehingga pasien tidak tahan

dan menggaruk-garuk daerah yang gatal sampai tidak bisa tidur dengan

nyenyak. Gatal dirasakan terus menerus sepanjang hari, bertambah gatal

terutama saat stres, kelelahan dan berkeringat. Keluhan sedikit berkurang

setelah minum obat dan diolesi salep yang dibelinya di apotek.

Pasien juga mengeluh seluruh tubuh terasa panas dan nyeri, disertai

kulitnya yang kemerahan, pecah-pecah, berkerak, mengelupas dan terasa

perih. Akibat keluhannya ini pasien mengaku sulit istirahat dan tidur.

Selain itu pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas, pusing, serta nafsu

makan berkurang.

Keluhan serupa sudah muncul pertama kali sekitar 1 tahun yang

lalu. Pasien mengaku belum pernah berobat ke dokter kulit, pasien rutin

kontrol ke bagian penyakit dalam untuk mengobati masalah ginjalnya.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku pernah mengalami keluhan yang sama sejak 1 tahun yang

lalu, terus menerus sepanjang hari dan semakin memberat.

Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkal.

Penyakit paru-paru disangkal.

Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkal.

Riwayat penyakit jantung disangkal.

Riwayat penyakit ginjal diakui sejak 2 tahun yang lalu.

Riwayat alergi makanan dan obat disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluhan yang sama disangkal.

Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkal.

Penyakit paru-paru disangkal.

Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkal.

Riwayat penyakit jantung disangkal.

Riwayat penyakit ginjal disangkal.

Page 5: Presus Eritroderma

Riwayat alergi makanan dan obat disangkal.

Riwayat Pengobatan

Pasien menggunakan obat dan salep yang dibelinya di apotek akan tetapi

pasien tidak mengetahui nama dan jenis obat seta salep yang dibelinya.

Selain itu pasien juga mengkonsumsi obat-obatan untuk mengatasi

masalah ginjal serta parunya.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bertiga bersama suami dan anaknya. Dua orang anak pasien

sudah menikah dan tinggal terpisah dari keluarga. Pasien menggunakan

Jamkesmas untuk membayar biaya pengobatannya.

III. STATUS GENERALIS

Keadaaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan gizi : Baik, BB: 50 kg, TB: 158 cm

Vital Sign : Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit

Suhu : 36.6 °C

Kepala

Simetris, mesochepal, rambut hitam-putih, distribusi tidak merata, dan

mudah dicabut, pada kulit kepala tampak eritem disertai makula

hiperpigmentasi generalisata yang ditutupi skuama halus.

Mata

Pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, terdapat reflek cahaya pada

kedua mata, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Hidung

Pada pemeriksaan hidung tidak tampak discharge, nafas cuping hidung,

deviasi septum, maupun deformitas.

Page 6: Presus Eritroderma

Mulut/ Gigi

Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor dan tremor, faring tidak

hiperemis, tonsil T1-T1.

Telinga

Telinga tampak simetris dan tidak tampak discharge.

Leher

Tidak ada pembesaran limfonodi regio servikal.

Thoraks

Cor dan pulmo dalam batas normal.

Abdomen

Agak cembung, BU (+) normal, timpani, supel

Ekstremitas

Akral hangat, edema , sianosis

IV. STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi : Generalisata

Inspeksi : krusta hampir pada seluruh tubuh, plakat eritematosa

generalisata, yang ditutupi skuama halus disertai makula

hiperpigmentasi.

Palpasi : Hangat

Regio facialis :

Plakat eritematosa generalisata berbatas tegas, yang ditutupi skuama

halus.

Gambar 1. Efloresensi di bagian wajah dan tangan

Page 7: Presus Eritroderma

Gambar 2. Efloresensi di bagian abdomen.

Gambar 3. Efloresensi di bagian ekstrimitas inferior

V. RESUME

a. Perempuan, usia 53 tahun.

b. Keluhan utama : gatal di seluruh tubuh sejak 1 tahun yang lalu

c. Dirasakan terus menerus dan dirasa sangat mengganggu, bertambah

gatal terutama saat stres, kelelahan dan berkeringat, sedikit berkurang

setelah minum obat dan diolesi salep yang dibelinya di apotek.

d. Keluhan tambahan: Seluruh tubuh terasa panas dan nyeri, disertai

kulitnya yang kemerahan, pecah-pecah, berkerak, mengelupas dan

terasa perih, sulit istirahat dan tidur. Selain itu pasien juga

mengeluhkan badan terasa lemas, pusing, serta nafsu makan

berkurang.

e. Riwayat penyakit ginjal diakui, terkontrol.

f. Riwayat konsumsi obat ginjal.

Page 8: Presus Eritroderma

g. Status dermatologis : krusta hampir pada seluruh tubuh, plakat

eritematosa generalisata, yang ditutupi skuama halus disertai makula

hiperpigmentasi.

VI. DIAGNOSA KERJA

Eritroderma

VII. DIAGNOSIS BANDING ETIOLOGI

1. Penyakit sistemik (insufisiensi ginjal)

2. Alergi obat

3. Perluasan penyakit kulit

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Non Farmakologi

a. Edukasi tentang eritroderma, pencetus, perjalanannya yang kronik

residif, dan pengobatannya.

b. Anjuran untuk tidak menggaruk atau mengelupas kulit.

c. Menghindari faktor pencetus seperti stress fisik/psikis, infeksi,

paparan sinar matahari.

d. Menjelaskan pasien agar teratur dalam mengonsumsi obat dan

pemakaian obat salep.

e. Menjelaskan prognosis penyakit.

f. Pemantauan efek samping obat.

2. Farmakologi (Pro Rawat Inap, rawat bersama Sp.PD untuk

insufisiensi ginjal)

- IVFD RL 20 tpm

- Injeksi Methylprednisolon 62.5 mg- 0- 0 iv

- Injeksi Ranitidin 2x50 mg iv

- Per oral Loratadin 2x10 mg tablet

- Topikal : inerson + asam salisilat 3%+ LCD 5%+vaselin (2 x oles)

Page 9: Presus Eritroderma

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

Quo ad cosmeticum : dubia ad malam

Page 10: Presus Eritroderma

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai adanya eritema universalis

(90-100%) dan biasanya disertai skuama. Pada definisi tersebut yang mutlak harus

ada adalah eritema, sedangkan skuama tidak selalu terdapat, pada mulanya tidak

disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama dan

hiperpigmentasi. Dermatitis eksfoliativa dianggap sebagai sinonim dengan

eritroderma meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda.

Pada dermatitis eksfoliativa skuamanya berlapis-lapis. Eritroderma dijelaskan

sebagai dilatasi yang menyebar dari pembuluh darah kutaneus. Apabila proses

inflamasi disetai dengan eritroderma secara substansial akan meningkatkan

proliferasi sel epidermal dan mengurangi waktu transit sel melalui epidermis yang

menimbulkan sisik bertanda (Djuanda, 2007).

B. Etiologi dan klasifikasi

Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik,

perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan. Penyakit kulit

dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%, dermatitis

spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau syndrome sezary 5%.

1) Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat biasanya secara sistemik.

Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda (Djuanda, 2007). Obat

yang dapat menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri

(jarang), penisilin, barbiturat. Pada beberapa masyarakat, eritroderma mungkin

lebih tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional

(Kurniawan, 2007). Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul

penyakit bervariasi dapat segera sampai dua minggu. Bila ada obat lebih dari

satu yang masuk kedalam badan yang disangka sebagai penyebabnya adalah

obat yang paling sering menyebabkan alergi (Virendra N. Sehgal, 2004).

2) Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit

Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling

banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat

Page 11: Presus Eritroderma

pengobatan psoriasis yang terlalu kuat misalnya pengobatan topical dengan ter

dengan konsentrasi yang terlalu tinggi (Virendra N. Sehgal, 2004).

Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang

juga dikenal penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita

berkisar 4-20 minggu. Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa

minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan

eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus

(Djuanda, 2007).

3) Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan

Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat

memberi kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang

tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus

dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk

pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks), untuk melihat adanya infeksi

penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya terdapat leukositosis

namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang

tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati (Djuanda, 2007).

Tabel 1. Proses yang Berkaitan dengan timbulnya Eritroderma

Penyakit Kulit Penyakit Sistemik Obat-obatan

Dermatitis atopik

Dermatitis kontak

Dematofitosis

Penyakit Leiner

Liken Planus

Mikosis fungoides

Pemfigus foliaceus

Pitriasis rubra

Psoriasis

Sindrom reiter

Dermatitis seboroik

Dermatitis statis

Mikosis fungoides

Penyakit hodgin

Limfoma

Leukemia akut dan

kronis

Multiple mieloma

Karsinoma Paru

Karsinoma rektum

Karsinoma tuba falopii

Dermatitis

Papuloskuamosa pada

AIDS

Sulfonamid

Antimalaria

Penisilin

Sefalosporin

Arsen

Merkuri

Barbiturat

Aspirin

Kodein

Page 12: Presus Eritroderma

4) Eritroderma yang tidak diketahui penyebabnya

Eritroderma yang tidak diketahui penyebabnya ini yakni sekitar 5-10%

dari semua kasus eritroderma. Sebagian para penderita eritroderma yang mula-

mula tidak diketahui penyebabnya ini kemudian berkembang menjadi sindrom

Sezary (Okoduwa, et al., 2009).

Tabel 2. Penyebab Eritroderma pada dewasa.

C. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas, yang

jelas dapat diketahui adalah akibat suatu agent dalam tubuh, maka tubuh bereaksi

berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang universal. Kemungkinan

berbagai sitokin yang berperan (Harahap, 2000).

Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan

aliran darah kekulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya

penderita merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi

gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit.

Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu

badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat sehingga pengaturan suhu

Page 13: Presus Eritroderma

terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan

peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat

sebanding dengan laju metabolisme basal (Djuanda, 2007).

Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m² permukaan kulit atau lebih

sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan

berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama globulin

merupakan kelainan khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh

pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler.

Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku

berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang

telah berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang

progresif (Harahap, 2000).

D. Gejala klinis

Gambaran klinis eritroderma beraneka ragam dan bervariasi tiap individu.

Kelainan yang paling pertama muncul adalah eritema, yang disebabkan oleh

pembuluh darah, yang umumnya terjadi pada area genitalia, ekstrimitas, atau

kepala. Eritem ini akan meluas sehingga dalam beberapa hari atau minggu seluruh

permukaan kulit akan terkena, yang akan menunjukkan gambaran yang disebut

“red man syndrome” (Fitzpatrick et all., 1996).

Skuama muncul setelah eritema, biasanya setelah 2-6 hari. Skuama adalah

lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama berkonsistensi mulai

dari halus sampai kasar. Ukuran skuama bervariasi; pada proses akut akan

berukiran besar, sedangkan pada proses kronik akan berukuran kecil. Warna

skuama yang bervariasi, mulai dari putih hingga kekuningan. Deskuamasi yang

difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai

membran mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah

terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Pada

eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat

sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama timbul pada stadium

penyembuhan timbul (Fitzpatrick et all., 1996).

Page 14: Presus Eritroderma

Kulit kepala dapat terlibat, yang akan meluas ke folikel rambut dan kuku.

Kurang lebih 25% dari pasien mengalami alopesia, dan pada banyak kasus, kuku

akan mengalami kerapuhan sebelum lepas seluruhnya. Telapak tangan da kaki

biasaya ikut terlibat, namun jarang mengenai membran mukosa. Sering terjadi

pula bercak hiper dan hipopigmentasi. Pada eritroderma kronis, eritema tidak

begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi (Fitzpatrick et all., 1996).

Epidermis berukuran tipis pada awal proses penyakit dan akan terlihat dan

terasa tebal pada stadium lanjut. Kulit akan terasa kering dengan krusta yang

berwarna kekuningan yang disebabkan serum yang mengering dan kemungkinan

karena infeksi sekunder. Pada beberapa kasus, manifestasi klinis yang muncul

pada eritroderma yang akut menyerupai nekrolisis epidermal toksik, walaupun

secara patofisiologi sangat berbeda (Djuanda, 2007).

Eritroderma akibat alergi obat biasanya secara sistemik sebelum muncul

gejala klinis perlu dikaji ulang untuk menkonfirmasi penyebab terjadinya

eritroderma akibat obat.Pada umumnya alergi ini timbul secara akut dalam waktu

10 hari. Dapat pula bervariasi mulai dari waktu masuknya obat ke dalam tubuh

hingga timbul penyakit dapat segera sampai sampai 2 minggu. Gambaran

klinisnya berupa eritema universal. Pada stadium akut tidak terdapat skuama, pada

stadium penyembuhan baru timbul skuama (Djuanda, 2007).

Eritroderma akibat penyakit kulit, penyakit sistemik dan obat-obatan

sering dijumpai kelainan-kelainan yang mendasarinya yang membantu dalam

menegakkan diagnosis. Sering ditemukan plak psoriasis yang masih tersisa, papul

atau lesi oral likenplanus; gambaran pulau yang khas dari ptiriasis rubra; dan lesi

papuler pada drug eruption (Fitzpatrick et all., 1996). Riwayat psoriasis yang

bersifat kronik dan residif dapat menjadi salah satu penyebab terjadi eritroderma.

Kelainan kulit berupa skuama yang berlapis-lapis dan kasar di atas kulit yang

eritematosa, sirkumskripta Harahap, 2000). Umumnya didapati eritema yang tidak

merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih

eritematosa dan agak meninggi dari pada disekitarnya dan skuama ditempat itu

lebih tebal. Kuku juga perlu dilihat, dicari apakah ada pitting nail berupa lekukan

miliar, tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomonis untuk psoriasis. Jika

ragu-ragu, pada tempat yang meninggi tersebut dilakukan biosi untuk

Page 15: Presus Eritroderma

pemeriksaan histopatologik. Kadang-kadang biopsi sekali tidak cukup dan harus

dilakukan beberapa kali (Umar, 2011). Penyakit Leiner atau eritroderma

deskuamativum ini biasanya terjadi pada penderita usia penderita antara 4 minggu

sampai 20 minggu. Keadaan umum penderita baik, biasanya tanpa keluhan.

Kelainan kulit berupa eritema universal disertai skuama yang kasar (Djuanda,

2007).

Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan, berbagai

penyakit atau kelainan alat dalam dapat menyebabkan kelainan kulit berupa

eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk golongan I dan II

harus dicari penyebabnya, yang berarti harus diperiksa secara menyeluruh, apakah

ada penyakit pada alat dalam dan harus dicari pula apakah ada infeksi dalam dan

infeksi fokal. Termasuk di dalam golongan ini ialah sindrome Sezary (Harahap,

2000).

Sindrome sezary termasuk penyakit limfoma, ada yang berpendapat

merupakan stadium dini mikosis fungoides. Penyebabnya belum diketahui, diduga

berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan kedalam CTCL

(Cutaneous T-Cell Lymphoma) (Okoduwa, et al., 2009). Yang diserang adalah

orang dewasa, mulainya penyakit pada pria rata-rata berumur 64 tahun, sedangkan

pada wanita 53 tahun. Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah

membara yang universal disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu terdapat

pula infiltrasi pada kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah para

penderita didapati splenomegali, limfadenopati superfisial, alopesia,

hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku yang distrofik

(Okoduwa, et al., 2009).

E. Diagnosis

Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang

sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan di

pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi, erosi, dan

ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa

skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma di pilaris

rubra pityriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut

rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan pityriasis rubra,

Page 16: Presus Eritroderma

ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan

diagnosis (Djuanda, 2007).

F. Diagnosa Banding

Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma (lihat tabel 3.)

Page 17: Presus Eritroderma

Perbedaan Psoriasis Dermatitis Seboroik Pitiriasis Rosea Dermatofitosis Sifilis stadium II

Penyebab Tidak diketahui, diduga

autoimun

Peningkatan aktivitas

kelenjar sebasea

Tidak diketahui Golongan jamur

dermatofita

Treponema pallidum

Predisposisi Pria lebih banyak,

biasanya dewasa

Lebih sering pada pria

dewasa

Pria = wanita, semua

usia

Pria = wanita, semua

usia

Pria = wanita, dewasa,

bayi baru lahir

Predileksi Kulit kepala, perbatasan

daerah tersebut dengan

muka, ekstrimitas bagian

ekstensor terutama siku

dan lutut, kuku dan

daerah lumbosakral

Bagian tubuh yang

banyak mengandung

kelenjar sebasea: kulit

kepala, belakang

telinga, alis mata,

cuping hidung, ketiak,

dada, antarskapula,

suprapubis

Dapat tersebar di

seluruh tubuh

terutama yang tertutup

pakaian

Dapat tersebar di

bagian tubuh

manapun

Genitalia eksterna,

sekitar anus, ketiak,

sudut mulut, inferior

mammae, dapat

mengenai perut,

punggung, tangan

Efloresensi Makula eritematosa

berbatas tegas, miliar-

numular, ditutupi oleh

skuama yang tebal, kasar,

Makula eritematosaa

yang ditutupi papula

miliar difus, skuama

halus putih

Eritema bentuk

lonjong, lentikular-

numular, ditutupi

skuama halus, sumbu

Makula eritematosaa

dengan tepi aktif

disertai papul atau

vesikel, penyembuhan

Bercak-bercak

eritema dengan

skuama berwarna

Page 18: Presus Eritroderma

berlapis-lapis, berwarna

putih mengkilat,

fenomena tetesan lilin,

Auspitz, Koebner

berminyak. Kadang

erosi dengan krusta

kekuningan

panjang lesi seesuai

dengan garis lipatan

kulit, khas: lesi inisial

(herald patch=

medallion) soliter,

bentuk oval, anular,

diameter, jarang > 1

herald patch

sentral, berbatas tegas,

skuama halus, jika

berlangsung kronik

dijumpai likenifikasi

atau hiperpigmentasi

merah tembaga

Manifestasi

lain

Kadang gatal Gatal Gatal, dapat didahului

gejala prodromal

ringan (malaise, nyeri

kepala, sakit

tenggorokan)

Gatal terutama jika

berkeringat

Sering disertai demam

malam hari (dolores

nocturnal),

pembesaran kelenjar

getah bening

Tabel 3. Diagnosis banding eritroderma.

Page 19: Presus Eritroderma

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan

gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat, leukositosis,

maupun anemia ringan (Umar, 2011).

2. Histopatologi

Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu

mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat

menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi.

Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium

kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan (Djuanda, 2007).

Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan

mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlikelimfoid infiltrat

di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's

microabscesses.Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari

dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa

gambaran tidak jelas pada limfoma (Djuanda, 2007).

Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan

permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T

mmatang pada eritroderma jinak maupun ganas.Pada psoriasis papilomatosis dan

gambaran clubbing lapisan papilerdapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis

superficial juga ditemukan.Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris,

biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan

gambaran khasnya (Djuanda, 2007).

G. Pengobatan

Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang

disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3 x 10 mg- 4 x 10 mg.

Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari – beberapa minggu. Pada

golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis mula

prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan

dosis dapat dinaikkan.Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika

eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus

Page 20: Presus Eritroderma

dihentikan.Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat. Lama

penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak

secepat seperti golongan I (Djuanda, 2007).

Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang baik. Dosis

prednison 3 x 1-2 mg sehari.Pada sindrome Sezary pengobatannya terdiri atas kortikosteroid

dan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2- 6 mg sehari. Pada eritroderma

yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama mengakibatkan

kehilangan protein.Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat

vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10% (Umar, 2011).

H. Komplikasi

1. limfadenopati

2. Hepatomegali

3. Splenomegali

4. Hipotermi

5. Dehidrasi

6. Gagal Jantung

7. Ketidakseimbangan nitrogen (edema, hipoalbuminemia, hilangnya masa otot)

8. Gagal ginjal

9. Kakeksia

10. Alopesia

11. Palmoplantar keratoderma

12. Kelainan pada kuku dan ektropion 2

Page 21: Presus Eritroderma

Gambar 4. Komplikasi Eritroderma.

J. Prognosis

Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya. Kasus

karena penyebab obat dapat membaik setelah obat penggunaan obat dihentikan dan diberikan

terapi yang sesuai. Prognosis kasus akibat gangguan sistemik yang mendasarinya seperti

limfoma akan tergantung pada kondisi keberhasilan pengobatan. Eritroderma disebabkan oleh

dermatosa akhirnya dapat diatasi dengan pengobatan, tetapi mungkin timbul

kekambuhan.Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga, dapat bertahan dalam waktu

yang lama, sering kali disertai dengan kondisi yang lemah (Djuanda, 2007).

Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,

prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan golongan

yang lain. Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan

kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, penderita akan mengalami ketergantungan

kortikosteroid (Imtikhananik, 1992).

Sindrome Sezary prognosisnya buruk, penderita pria umumya akan meninggal setelah

5 tahun, sedangkan penderita wanita setelah 10 tahun. Kematian disebabkan oleh infeksi atau

penyakit berkembang menjadi mikosis fungoides (Imtikhananik, 1992).

Page 22: Presus Eritroderma

III. PEMBAHASAN

Diagnosis eritroderma dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

status dermatologis. Berdasarkan anamnesis yang didapatkan, pasien datang untuk kontrol

dengan keluhan gatal di seluruh tubuh kurang lebih sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga

merasakan panas dan nyeri di seluruh tubuh, serta kulitnya berkerak, kemerahan, pecah-

pecah, berminyak, mengelupas dan terasa perih. Keluhan serupa sudah muncul sejak 1 tahun

yang lalu. Pasien menggunakan obat dan salep yang dibelinya di apotek akan tetapi pasien

tidak mengetahui nama dan jenis obat seta salep yang dibelinya. Selain itu pasien juga

mengkonsumsi obat-obatan untuk mengatasi masalah ginjal serta parunya.

Dari data anamnesis di atas dapat diketahui bahwa perjalanan penyakit yang dialami

pasien ini adalah kronik residif dan semakin memberat. Keluhan yang disampaikan saat

anamnesis merupakan keluhan yang bisa jadi adalah perkembangan dari penyakit sistemik

(insufisiensi ginjal) yang sebelumnya diderita pasien atau pengaruh terapi jangka panjang.

Dari pemeriksaan fisik status dermatologis ditemukan adanya krusta hampir pada

seluruh tubuh, plakat eritematosa generalisata, yang ditutupi skuama halus disertai makula

hiperpigmentasi. Efloresensi ini ditemukan dari kepala sampai ujung kaki.

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarahkan diagnosis pada penyakit

dermatosis eritroskuamosa. Dermatosis eritroskuamosa ialah penyakit kulit yang terutama

ditandai dengan adanya eritema dan skuama yang terdiri dari psoriasis, parapsoriasis, pitriasis

rosea, eritroderma, dermatitis seboroik, lupus eritematosis, dan dermatofitosis. Dari seluruh

jenis dermatosis eritrokuamosis, eritroderma lah yang dapat dijadikan diagnosis kerja.

Pada eritroderma, gejala dimulai dengan makula eritematosa meluas sampai seluruh

tubuh disertai dengan sensasi gatal dan panas di sekujur tubuh. Bercak eritem tersebut

biasanya mencapai keseluruhan permukaan tubuh dalam 12 – 48 jam tanpa disertai skuama.

Selanjutnya diikuti dengan timbulnya deskuamasi dalam 2 – 6 hari, seringkali dimulai di

daerah-daerah lipatan kulit. Seluruh kulit tampak kemerahan, mengkilat dan mengelupas serta

teraba panas pada palpasi. Pada eritroderma yang disebabkan oleh erupsi obat biasanya

timbul dalam waktu singkat. Penderita merasa kulitnya gatal atau kadang-kadang terasa panas

seperti terbakar. Setelah eritroderma berlangsung beberapa minggu, rambut kepala dan tubuh

bisa rontok, juga kuku jadi menebal dan kasar, pada kasus ini, pasien mengalami kerontokan

rambut yang berarti (Djuanda, 2007).

Tujuan penatalaksanaan eritroderma adalah untuk mempertahankan keseimbangan

cairan serta elektrolit dan mencegah infeksi tetapi bersifat individual serta suportif dan harus

Page 23: Presus Eritroderma

segera dimulai begitu diagnosisnya ditegakan. Pasien harus dirawat di rumah sakit dan tirah

baring. Suhu kamar yang nyaman harus dipertahankan karena pasien tidak memiliki kontrol

termolegulasi yang normal sebagai akibat dari fluktuasi suhu karena vasodilatasi dan

kehilangan cairan lewat evaporasi. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan

karena terjadinya kehilangan air dan protein yang cukup besar dari permukaan kulit.

Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya

skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk

mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10%

(Djuanda, 2007). Pada pasien ini diberikan methylprednisolon, loratadin, dan ranitidine.

Sedangkan obat topikal yang diberikan adalah inerson + asam salisilat 3%+ LCD 5%

+vaselin.

a. Kortikosteroid sistemik dan topikal: inj. Methylprednisolon 1x62.5 mg (iv) + inerson

2xoles

Kortikosteroid diberikan pada psoriasis karena memiliki efek antiinflamasi dan

antiproliferatif. Efek antiinflamasi kortikosteroid merupakan akibat inhibisi pembentukan

prostaglandin dan derivat jalur asam arakidonat lain. Kortikosteroid dapat menghambat

pelepasan fosfolipase A2, suatu enzim yang berperan melepaskan asam arakidonat dari

membran sel sehingga menghambat jalur asam arakidonat. Efek antiproliferatif

glukokortikoid topikal diperankan oleh adanya inhibisi sintesis DNA dan mitosis

(Lokanata, 2006).

b. H2 Reseptor Blocker : inj. Ranitidin 2x50 mg (iv)

Ranitidin merupakan suatu histamine antagonis rseptor H2 yang bekerja dengan cara

menghambat kerja histamine secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi

asam lambung. Ranitidin diberikan pada pasien ini karena terapi lainnya memiliki efek

samping mual-muntah (terutama kortikosteroid, antibiotik dan antidepresan) sehingga

sekresi asam lambung perlu diturunkan (Ganiswara, 2005).

c. Antihistamin peroral : loratadin 10 mg tablet 2x1 tablet

Loratadin adalah golongan antihistamin-1 (AH1) nonsedatif yang tidak atau sangat

sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak

menimbulkan kantuk. Antihistamin dapat meredakan rasa gatal sehingga mengurangi

risiko terjadinya fenomena Koebner (Ganiswara, 2005).

d. Obat topikal : inerson + asam salisilat 3%+ LCD 5%+vaselin (2 x oles)

Asam salisilat merupakan zat keratolitik yang mempunyai efek mengurangi

proliferasi epitel dan menormalisasi keratolinisasi yang terganggu. Pada konsentrasi 3%

Page 24: Presus Eritroderma

bersifat keratolitik dan dipakai untuk kondisi dermatosis yang hiperkeratotik. Liquor

Carbonic Detergens (LCD) 5% merupakan salah satu jenis ter yang berfungsi sebagai anti

pruritus dan meningkatkan keratinisasi normal. Vaselin digunkan sebagai bahan dasar

salep (basis salep) (Ganiswara, 2005).

Meskipun eritroderma tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif.

Penyakit eritroderma merupakan kondisi seumur hidup dan obat-obat yang diberikan

hanya mengontrol gejala yang timbul saja. Pengobatan dengan kortikosteroid hanya akan

mengurangi gejalanya dan pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid

(corticosteroid dependence). Penyakit ini akan terus cenderung berulang. Eritroderma

mungkin juga bisa menurunkan kualitas hidup seseorang. Timbulnya plak-plak

eritroderma disekujur tubuh pasien akan mempengaruhi kosmetika penampilan. Penderita

ini mungkin akan terlihat malu dan tidak nyaman dengan penampilannya. Biaya

pengobatan juga perlu dipertimbangkan (Shimizu, 2007; Virendra, 2004).

Page 25: Presus Eritroderma

IV. KESIMPULAN

1. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada Ny. R (53 tahun) mengarahkan menuju

diagnosis kerja eritroderma.

2. Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai adanya eritema universalis (90-100%) dan

biasanya disertai skuama.

3. Berdasarkan etiologi, eritroderma dapat disebabkan oleh alergi obat, perluasan penyakit

kulit, keganasan dan idiopatik.

4. Gambaran klinik eritroderma berupa eritema dan skuama yang bersifat generalisata.

5. Dasar patofisiologi eritroderma yakni pelebaran pembuuh darah kapiler.

6. Dasar diagnosis dapat meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

(darah rutin, kimia klinik, elektrolit, protein, maupun histopatologi).

7. Diagnosis banding eritroderma meliputi psoriasis, pitiriasis rosea, dermatitis seboroik,

dermatofitosis.

8. Terapi eritroderma meliputi terapi nonfarmakologis (edukasi pasien, hindari pencetus,

teratur minum obat) dan terapi farmakologis (balance cairan, kortikosteroid

sistemik/topikal, sitostatika, dan pengobatan suportif serta simtomatis).

9. Komplikasi fatal dari eritroderma ialaj gagal jantung, gagal ginjal dan kematian mendadak

akibat hipotermia sentral.

10. Eritroderma yang disebabkan alergi obat memiliki prognosis yang lebih baik

dibandingkan eritroderma akibat penyakit kulit sebelumnya, keganasan maupun idiopatik.

Page 26: Presus Eritroderma

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI. 198-200.

Freederg IM. Exfoliative dermatitis. Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 4 th ed. Newyork:Mcgraw-Hill.1996 Chapter-41p;527-531.

Ganiswara, Sulistya G. 2005. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI.

Imtikhananik. 1992. Dermatitis Exfoliativa. Cermin Dunia Kedokteran. Volume 74. 16-19.

Kurniawan, Dedy. Wahyudhy, Harry Utama. 2007. Erupsi alergi obat. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Lokanata, Maya Devita. 2006. Preparat Glukokortikoid Topikal. Dalam : Pemakaian Glukokortikoid pada Pengobatan. Jakarta: EGC. 55-59.

Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. 1sted. Hokkaido:NakayamaShoten Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101

Siregar, Robert. 2005. Eritroderma. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Jakarta. 94-95.

Virendra N. Sehgal, Govind Srivastava,Kabir Sardana. 2004. Erythroderma or exfoliative dermatitis: a synopsis. International Journal of Dermatology. 39-47.