presus hematoma subdural kronis

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    1/36

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    2/36

    D. Riwayat Penyakit Dahulu

    Riwayat pernah jatuh sebelumnya disangkal, riwayat darah tinggi, kencing manis

    dan stroke disangkal. Riwayat penggunaan alkohol dan gangguan pembekuan darah

    disangkal.

    E.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    - Riwayat DM disangkal

    - Riwayat hipertensi disangkal

    - Riwayat alergi disangkal

    Status Generalisata

    Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    Status gizi : Normoweight

    Tanda vital : TD : 120/80 mmHg

    Suhu : 36,7 C

    Nadi : 92 kali/menit

    RR : 19 kali/menit

    Kepala : Jejas (-) Normocephal, deformitas (-), wajah simetris.

    Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik(-/-)

    Pupil bulat dan isokor

    Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen (-/-)

    Hidung : Sekret (-), nafas cuping hidung (-), septum deviasi (-),

    Mulut : simetris, mukosa basah, oral hygiene baik.

    Leher : , KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak teraba membesar

    Paru :

    Inspeksi : Dinding Toraks simetris saat statis & dinamis

    Palpasi : Fremitus taktil hemitorak kanan = kiri

    Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

    Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

    Jantung :

    Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

    Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 LMC sinistra

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    3/36

    Perkusi : Batas kanan jantung ICS 5 linea sternalis dekstra

    Batas kiri jantung ICS 5 LMC sinistra

    Pinggang jantung ICS 3 linea parasternalis sinistra.

    Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

    Abdomen :

    Inspeksi : Datar

    Palpasi : Supel, massa (-), nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba

    Perkusi : Tymphani (+)

    Auskultasi : Bising usus (+) normal.

    Punggung : Nyeri tekan pada punggung bawah kiri, CVA (-/-)

    Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)

    Kesadaran : GCS = E4 V5M6

    Pemeriksaan Nervi Cranialis

    N I. Olfaktorius

    Tidak Dilakukan

    N II. Optikus

    o

    Pemeriksaan Vius tidak Dilakukan

    o Pupil bulat, isokor, ukuran diameter 3 mm/3 mm

    o Pemeriksaan buta warna tidak dilakukan

    o Lapang pandang (tes konfrontasi)

    OD: DBN

    OS: DBN

    o Funduscopy tidak dilakukan

    N III. Okulomotorius

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    4/36

    o Inspeksi kelopak

    Tidak terdapat ptosis

    o Inspeksi pupil

    OD: 3 mm

    OS: 3 mm

    o Pemeriksaan Refleks Cahaya

    OD RC langsung +/+

    RC tidak langsung +/+

    OS RC langsung +/+

    RC tidak langsung +/+

    o Gerak bola mata (kecuali inferior-medial dan lateral)

    OD: DBN

    OS: DBN

    N IV. Troklearis dan N VI. Abdusen

    Gerakan inferior-medial-latera bola mata

    OD: DBN

    OS: DBN

    N V. Trigeminal

    o Sensorik

    V1 (opthalmik): DBN. Pemeriksaan refleks kornea tidak

    dilakukan

    V2 (maksilar): DBN

    V3 (mandibular): DBN

    o Motorik

    Menggigit: DBN

    Membuka Rahang: DBN

    N VII. Fasialis

    o Sensorik

    Pengecapan 2/3 anterior lidah tidak dilakukan

    o Motorik

    Mengangkat alis: DBN

    Mengernyitkan alis: DBN

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    5/36

    Memejamkan mata: DBN

    Meringis: DBN

    Menggembungkan pipi: DBN

    Mencucu: DBN

    o Autonom

    Kelenjar liur mayor (tidak dilakukan)

    Kelenjar lakrimal (tidak dilakukan)

    N VIII. Vestibulokoklear

    o Vestibule

    Tes keseimbangan, koordinasi:

    Tes Romberg (tidak dilakukan)

    Tandem (tidak dilakukan)

    o Koklear

    Gesekan jari: AS DBN, AD DBN

    N IX. Glosofaringeal

    o Sensorik

    Pengecapan 1/3 posterior lidah (tidak dilakukan)

    o Motorik

    Tidak ada disfonia atau afonia

    Refleks menelan: DBN

    N X. Vagus

    o Inspeksi uvula: DBN

    o Refleks muntah (tidak dilakukan)

    N XI. Asesorius

    Inspeksi, palpasi, dan tes kekuatan m.Sternocleidomastoid dan m.Trapezius:

    DBN

    N XII. Hipoglosus

    o Lidah dalam rongga mulut: tidak ada deviasi, tidak atrofi, tidak ada

    fasikulasi

    o Lidah saat menjulur: DBN

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    6/36

    Pemeriksaan Kekuatan Motorik

    Kekuatan

    D S

    5555 5555

    4455 5555

    II. Pemeriksaan Penunjang

    Laboratorium (tanggal 19 Desember 2014)

    Jenis Pemeriksaan

    18Desember 2014

    Hasil Nilai Rujukan

    Hematologi

    Darah Rutin

    Leukosit

    Hitung Jenis

    Netrofil

    Limfosit

    Monosit

    Eosinofil

    Basofil

    Eritrosit

    Hemoglobin

    Hematokrit

    MCV

    MCH

    MCHC

    RDW-CV

    Trombosit

    Kimia Klinik

    Elektrolit

    Natrium (Na)

    16.050

    76,6

    14,5

    5,9

    2,6

    0,4

    4,86

    14,2

    44

    89,9

    29,2

    32,5

    13,0

    299.000

    141

    5-10 ribu/mm3

    50-70%

    25-40%

    2-8%

    2-4%

    0-1%

    4,5-6,5 juta/L

    13,0-18,0 g/dL

    40-52 %

    80-100 fL

    26-34 mg/dl

    32-36%

    11,5-14,5%

    150-440ribu/mm3

    135-145 mmol/L

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    7/36

    Kalium (K)

    Klorida (Cl)

    Glukosa Darah Sewaktu

    Protein Total

    Albumin

    Globulin

    Bilirubin Total

    Bilirubin Direk

    Bilirubun Indirek

    SGOT

    SGPT

    Ureum

    Kreatinin

    4

    104

    126

    6,2

    3,9

    2,3

    1,1

    0,6

    0,50

    36

    40

    20

    0,7

    3,5-5,5 mmol/L

    98-109 mmol/L

    < 180 mg/ dl

    6-8 gr/dl

    3,45 gr/dl

    1,3-2,7 gr/dl

    0,1-1,1 mg/dl

    0,1-0,4 mg/dl

    0,0-0,7 mg/dl

    0-37 U/L

    0-40 U/L

    20-40 mg/dl

    0,8-1,5 mg/dl

    CT SCAN

    Tampak Lesi iso hiperdens dengan tepi cembung. Berbatas relatif tegas pada regio

    frontoparietal kiri disertai edema perifokal yang mendorong midline dari ventrikel lateralis

    kiri ke kanan.

    Kesan : Hematoma epidural di regio frontoparietal kiri dengan herniasi subfalcine ke kanan.

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    8/36

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    9/36

    Resume

    Pasien datang tanggal 14 Desember dengan keluhan utama kelemahan pada tungkai kananya.

    2 minggu SMRS os mengerndarai motor dan menabrak batang kayu besar. Akibatnya os

    jatuh ke arah kiri dan kepala kiri terbentur aspal. Os mengendarai motor dengan kecepatan

    sekitar 50 km/ jam. Os mengaku menggunakan helm saat mengendarai motor tetapi helmnya

    lepas saat jatuh. Setelah jatuh os tidak mengalami pingsan, kejang, mual dan muntah. Os

    mengaku hanya mengalami luka lecet di dengkul dan kepala. Setelah jatuh os dapat bangun

    dan mengendarai motor kembali ke rumah.

    Kesadaran pasien sempurna dengan GCS E4M6V5, tampak sakit sedang. Tanda vital TD:

    120/80 mmHg, nadi 92 kali/menit. Tidak terdapat abnormalitas bunyi jantung dan paru.

    Pemeriksaan neurologis menunjukkan kelemahan motorik ekstremitas inferior dekstra pada

    sendi lutut dan panggul.

    Pada Pemeriksaan CT Scan mendapatkan kesan hematoma epidural di regio frontoparietal

    kiri dengan herniasi subfalcine ke kanan.

    II. DIAGNOSIS

    Hematoma Subdural Kronik

    III. SIKAP

    Craniotomi Dekompresi dan Eksplorasi perdarahan intrakranial

    Cek DPL, GDS, elektrolit, ur/cr, sgot/sgpt, PT/APTT

    Toleransi Operasi IPD, Jantung, Paru, Anastesi

    Ceftriaxone 2gr iv 1 jam pre op

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    10/36

    IV. LAPORAN PEMBEDAHAN

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    11/36

    V. INSTRUKSI POST OP

    - Puasa sampai bising usus positif

    - Elevasi Kepala 30 derajat

    - Fosmicyn 2 x 2g

    - Ranitidin 2 x 1 g

    -Ketorolac 3x 30 mg

    -Citicholin 3x 500 mg

    -Vit k 3x 1 ampul

    - Vit c 3x 1 ampul

    - Transamin 3x 1 ampul

    -Rawat ruang rawat inap biasa

    Follow Up 22 Desember 2014

    S :Nyeri pada daerah op (+)

    O :KU/Kesadaran : Tampak sakit sedang/compos mentis

    TTV : TD : 130/80 mmHg RR: 20x/menit

    Nadi: 90x/menit S: 36,2C

    Mata : CA -/- SI -/-

    Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)

    Leher : tidak teraba KGB

    Thorax

    Cor : BJ I-II regular, gallop (-), Murmur (-)

    Pulmo : simetris sttis-dinamis, retraksi (-), vesikuer +/+, Rhonki -/-,

    Wheezing-/-

    Abdomen : Supel, Datar, BU(+) normal, hepatomegaly (-), splenomegali

    (-), Nyeri tekan (-), CVA (-/-), Ballotment (-)

    Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

    Kekuatan Motorik

    D S

    5555 5555

    5555 5555

    Balut area operasi : rembesan

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    12/36

    A : Post Craniotomy Hari 3

    P :

    - Fosmicyn 2 x 2g

    - Ranitidin 2 x 1 g

    -Ketorolac 3x 30 mg

    -Citicholin 3x 500 mg

    - Mobilisasi Duduk tegak dan berdiri

    - Lepas Kateter Bladder Training

    - Ganti Balut

    Follow Up 23 Desember 2014

    S :Nyeri pada daerah op (+)

    O :KU/Kesadaran : Tampak sakit sedang/compos mentis

    TTV : TD : 130/80 mmHg RR: 20x/menit

    Nadi: 90x/menit S: 36,2C

    Mata : CA -/- SI -/-

    Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)

    Leher : tidak teraba KGB

    Thorax

    Cor : BJ I-II regular, gallop (-), Murmur (-)

    Pulmo : simetris sttis-dinamis, retraksi (-), vesikuer +/+, Rhonki -/-,

    Wheezing-/-

    Abdomen : Supel, Datar, BU(+) normal, hepatomegaly (-), splenomegali

    (-), Nyeri tekan (-), CVA (-/-), Ballotment (-)

    Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

    Kekuatan Motorik

    D S

    5555 5555

    5555 5555

    Balut area operasi rembesan -

    A : Post Craniotomy Hari 4

    P :Terapi lanjutkan

    Aff Drain

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    13/36

    Follow up 24 Desember 2014

    S : -

    O :KU/Kesadaran : Tampak sakit sedang/compos mentis

    TTV : TD : 130/80 mmHg RR: 20x/menit

    Nadi: 90x/menit S: 36,2C

    Mata : CA -/- SI -/-

    Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)

    Leher : tidak teraba KGB

    Thorax

    Cor : BJ I-II regular, gallop (-), Murmur (-)

    Pulmo : simetris sttis-dinamis, retraksi (-), vesikuer +/+, Rhonki -/-,Wheezing-/-

    Abdomen : Supel, Datar, BU(+) normal, hepatomegaly (-), splenomegali

    (-), Nyeri tekan (-), CVA (-/-), Ballotment (-)

    Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

    Kekuatan Motorik

    D S

    5555 5555

    5555 5555

    Balut area operasi : rembesan -

    A : Post Craniotomy Hari 5

    P : Boleh Pulang

    Kaltrofen supp 3 x 1 sup

    Ranitidin 2 x150 mg tablet

    Cefixim 2 x 200 mg tablet

    Citicholin 2 x 500 mg tablet

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    14/36

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. Anatomi Kepala

    a)

    Kulit Kepala

    Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yaitu jaringan lunak kepala terdiri dari lima lapisan (S-C-A-

    L-P) yaitu : Skin (S : Kulit), Connective tissue, Aponeurosis Galea (A : fascia) lapisan ini

    merupakan lapisan terkuat, berupa fascia yang melekat pada tiga otot yaitu ke anterior m.

    frontalis, Ke posterior m. occipitalis, Ke lateral m. temporoparietalis.Loose areolar

    tissue (L: jaringan areolar longgar), lapisan ini mengandung vena emissary yang

    menghubungkan SCALP, vena diploica, dan sinus vena intracranial (mis. Sinus sagitalis

    superior). Jika terjadi infeksi pada lapisan ini, akan dengan mudah menyebar ke

    intracranial.DanPerikranium (P: periosteum), merupakan periosteum yang melapisi tulang

    tengkorak, melekat erat terutama pada sutura karena melalui sutura ini periosteum akan

    langsung berhubungan dengan endostium (yang melapisi permukaan dalam tulang

    tengkorak)1.

    Gambar 1. Lapisan Kulit Kepala1

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    15/36

    Gambar 2. : M. Occipitofrontalis1

    b) Cranium

    Tulang cranium atau bahasa awamnya Tulang tengkorak, merupakan tulang

    pelindung otak yang sangat diperlukan agar sistem koordinasi tubuh kita masih

    berfungsi secara normal. Bagian tulang cranium Tulang cranium terbagi dalam:

    a. Os. Occipitalis

    Merupakan tulang belakang kepala. Pada bagian dasar tulang ini

    terdapat lubang bulat (diameter 5 cm), merupakan foramen occipital

    magnum yang di kelilingi Pars Squamosa dan Pars Basiliaris. Os. Occipital

    merupakan tempat hubungan antara Sistem Saraf Pusat dengan Sumsum tulang

    belakang (medulla spinalis) melalui sumsum sambung (medulla oblongata).

    Pada pinggir luar foramen Magnum ini, disebelah lateral terdapat tonjolan

    tulang kiri dan kanan tempat bersendi dengan vertebra cervicalis I disebut

    Condylus Occipitalis sebagai kepala sendi dan atlas sebagai mangkok sendi.

    b. Os. Spenoidalis

    Mempunyai sebuah corpus dibagian tengah dan di dalam corpus ini

    terdapat rongga yang disebut sinus sphenoidalis. Pada permukaan corpus ini,

    ditemui fossa Hypophyse atau Sellaeturcica atau plana Turki tempat kelompok

    Hypophyse. Terdapat foramen opticum (tempat lewatnya nervus Opticus dan

    A. Optalmica) pada bagian terbentang ke lateral depan atas corpus (sulcus

    chiasmatica : bagian saraf retina). Foramen Rotundum pada bagian depan

    medial ala minor (N. Maxilaris), Foramen Ovale di medial belakang (tempat

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    16/36

    lewatnya N. Mandibula), Foramen Spinosum di postero lateral (tempat

    lewatnya A. Menigea Media dan N. Spinosum). Pada bagian Ala Parva/ Ala

    Minor Vertical, terdapat Fissura Orbitalis Superior (tempat lewatnya N.

    Opthalmicus (V1), N. Abducens (VI), N. Trochlearis (IV), V. Opthalmica).

    Gambar 2. Tengkorak tampak samping1

    c. Os. Temporal

    Terdapat di bagian lateral cranium, bersendi dengan Os. Parietal diatas, dengan

    Os. Sphenoidalis ke depan medial, dengan Os. Occipitalis ke postero medial

    dan dengan Os. Frontal eke depan atas serta Os. Zygomaticum ke depan. Os.Temporal terdapat 4 bagian :

    1. Pars Squamosa, sebelah atas depan Bagian depan terdapat Proccesus

    Zygomaticus (bersendi dengan Os. Zygomaticum). Pada pangkal Proccesus

    Zygomaricus terdapat Fossa Articulate (Fossa Mandibulare), tempat sendi

    TMJ yang kedepan di batasi oleh Tuberculum Reticulare.

    2. Pars Petrosa, sebelah media

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    17/36

    Disebelah depan terdapat foramen Caraticum externa, Canalis Caroticus,

    Foramen Carotis Interna (tempat lewatnya A. Caroticus Interna), meatus

    acusticus Internus, tempat lewatnya N. Acusticus dan N. facialis.

    3. Pars Mostoideus, sebelah posterior

    Dibelakang lateral berisi cellulae Mastoidea (Rongga kecil dalam substansi

    tulang berisi udara) yang berhubungan melalui Aditus ke dalam Cavum

    Tymphani.

    4. Pars Tymphani, sebelah bawah lateral

    Merupakan bagian tulang kecil yang membentuk dasar Meatus ductus

    externus. Kesebelah medialnya terdapat cavum tymphani yang berhubungan

    dengan Tuba Auditiva, yang ditempati oleh tulang-tulang pendengaran.

    d. Os. Parietal (tulang ubun-ubun)

    Tulang ini membentuk puncak dari epicranium (tutup kepala), satu di

    bagian kiri dan satu di bagian kanan. Kedua Os. Parietal ini pada garis sendi

    Sagital membentuk sutura sagitalis superior dan sebelah dalam terdapat sulcus

    sinus sagitalis superior.

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    18/36

    Gambar 3. Foramen Basis Cranii2

    e. Os. Frontale

    Tulang tutup kepala depan, membentuk kening dan atap rongga bola

    mata (orbita) dan juga membentuk Fossa Cranii Anterior. Atap orbita dari Os.

    Frontale disebut Pars Orbitalis dan akan membentuk dasar fossa craniaanterior. Bagian yang kuncup disebelah medial depan disebut Incisura

    Eithmoidalis. Pinggir depan disekitar orbita disebut Margo Supraorbitalis.

    f. Os. Eithmoidalis

    Os. Etmoidalis mempunyia dua Corpus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh

    satu lamina horizontal dan dipisahkan oleh 1 tulang vertical yaitu lamina

    perpendicular (ke bawah membentuk sebagian septum nasi, ke atas

    membentuk crista galli yang akan masuk fossa crania anterior)

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    19/36

    c) Meningens

    Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersifat non

    neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang menyelubungi seluruh

    permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningens dibagi 3 lapisan, yaitu :

    1. Duramater

    Pada duramater terdapat dua lapisan, lapisan endosteal dan lapisan

    meningeal. Lapisan endosteal tidak lebih dari suatu periosteum yang menutupi

    permukaan dalam tulang tulang kranium. Pada foramen magnum lapisan

    endosteal tidak berlanjut dengan duramater medulla spinalis. Pada sutura, lapisan

    endosteal berlanjut dengan ligamentum sutura. Lapisan endosteal paling kuat

    melekat pada tulang diatas dasar kranium. Lapisan meningeal merupakan

    duramater yang sebenarnya. Lapisan meningeal merupakan membrane fibrosa

    kuat, padat menutupi otak, dan melalui foramen magnum berlanjut dengan

    duramater medulla spinalis. Lapisan meningeal ini memberikan sarung tubuler

    untuk saraf saraf kranial pada saat melintas melalui lubang lubang kranium.

    Kedalam lapisan meningeal membentuk empat septa, yang membagi rongga

    kranium menjadi ruang ruang yang berhubungan dengan bebas dan merupakan

    tempat bagian bagian otak. Falx serebri merupakan lipatan duramater yang

    berbentuk sabit, terletak dalam garis tengah antara dua hemispherium serebri.

    Ujung anteriornya melekat ke Krista frontalis interna dan Krista galli. Bagian

    posterior yang lebar bercampur di garis tengah dengan permukaan atas tentorium

    serebelli. Sinus sagitalis superior berjalan dalam tepi bagian atas yang terfiksasi;

    sinus sagitalis inferior berjalan pada tepi bagian bawah yang konkaf, dan sinus

    rektus berjalan disepanjang perlekatannya dengan tentorium serebelli.

    Tentorium serebelli merupakan lipatan duramater berbentuk sabit yang

    membentuk atap diatas fossa kranialis posterior, menutupi permukaan atas

    serebellum dan menokong lobus occipitalis hemisperium serebri. Berdekatan

    dengan apex pars petrosus os temporale, lapisan bagian bawah tentorium

    membentuk kantong kearah depan dibawah sinus petrosus superior, membentuk

    suatu resessus untuk n. trigeminus dan ganglion trigeminal.

    Falx serebri dan falx serebelli masing masing melekat ke permukaan atas dan

    bawah tentorium. Sinus rektus berjalan di sepanjang perlekatan ke falx serebri;

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    20/36

    sinus petrosus superior, bersama perlekatannya ke os petrosa; dan sinus

    transverses, disepanjang perlekatannya ke os occipitalis. Falx serebelli merupakan

    suatu lipatan duramater berbentuk sabit, kecil melekat ke krista occipitalis interna,

    berproyeksi kedepan diantara diantara dua hemispherium serebelli. Diaphragma

    Sella merupakan suatu lipatan duramater sirkuler, membentuk atap untuk sella

    tursika.

    Persarafan Duramater ini terutama berasal dari cabang n.trigeminus, tiga

    saraf servikalis bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan n.vagus.

    resptor reseptor nyeri dalam dura mater diatas tentorium mengirimkan impuls

    melalui n.trigeminus, dan suatu nyeri kepala dirujuk ke kulit dahi dan muka.

    Impuls nyeri yang timbul dari bawah tentorium dalam fossa kranialis posterior

    berjalan melalui tiga saraf servikalis bagian atas, dan nyeri kepala dirujuk

    kebelakang kepala dan leher.

    2. Arachnoidea Mater

    Arachnoidea mater merupakan membran tidak permeable, halus, menutupi otak

    dan terletak diantara pia mater di interna dan duramater di eksterna. Arachnoidea

    mater dipisahkan dari duramater oleh suatu ruang potensial, ruang subdural, terisi

    dengan suatu lapisan tipis cairan, dipisahkan dari piamater oleh ruang

    subarachnoidea, yang terisi dengan cairan serebrospinal. Permukaan luar dan

    dalam arachnoidea ditutupi oleh sel sel mesothelial yang gepeng.

    Pada daerah daerah tertentu, arachnoidea terbenam kedalam sinus venosus

    untuk membentuk villi arachnoidalis. Villi arachnoidalis bertindak sebagai tempat

    cairan serebrospinal berdifusi kedalam aliran darah. Arachnoidea dihubungkan kepiamater oleh untaian jaringan fibrosa halus yang menyilang ruang

    subarachnoidea yang berisi cairan.

    Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus choroideus dalam ventrikulus

    lateralis, ketiga dan keempat otak. Cairan ini keluar dari ventrikulus memasuki

    subarachnoid, kemudian bersirkulasi baik kearah atas diatas permukaan

    hemispherium serebri dan kebawah disekeliling medulla spinalis.

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    21/36

    Gambar 4. Meningens2

    3. Pia Mater

    Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang ditutupi oleh sel sel

    mesothelial gepeng. Secara erat menyokong otak, menutupi gyri dan turun

    kedalam sulki yang terdalam. Piamater meluas keluar pada saraf saraf cranial

    dan berfusi dengan epineurium. Arteri serebralis yang memasuki substansi otak

    membawa sarung pia mater bersamanya. Piamater membentuk tela choroidea dari

    atap ventrikulus otak ketiga dan keempat, dan berfusi dengan ependyma untuk

    membentuk pleksus choroideus dalam ventrikulus lateralis, ketiga, dan keempat

    otak.

    d) Ventrikel

    Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV.

    Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing ventrikel terdiri

    dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium.

    Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong

    unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    22/36

    unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan

    diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah

    anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel

    IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum

    dan dorsal dari pons dan medula oblongata.

    e) Otak

    Otak, merupakan merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terletak di

    cavum cranii, otak dibentuk oleh cavum neuralis yang membentuk 3 gelembung

    embrionik primer, yaitu prosenchephalon, mesensephalon, rhombhencephalon, untuk

    selanjutnya berkembang membentuk 5 gelombang embrionik sekunder, yaitu

    telencephalon, dienchephalon, mesencephalon, metenchepalon, dan myelencephalon.

    Telencephalon membentuk Hemispaherum cerebri, corteks cerebri. Diencephalon

    membentuk epithalamus, thalamus, hipothalamus, subthalamus, dan methatalamus. Di

    dalam Diencephalon terdapat rongga; vebtriculus tertius yang berhubungan denganventriculus lateralis melalui foramen interventriculare (Monroi). Mesencephalon

    membentuk corpora quadgemina dan crura cerebri, dalam mesencephalon terdapat

    kanal sempit aquaductus sylvii yang menghubungkan ventriculus tertius dengan

    ventriculus quartus. Metencephalon membentuk cerebellum dan pons, sedangkan

    Myelencephalon membentuk medulla oblongata.

    1. Hemisphaerum cerebri

    Hemisphaerum cerebri jumlahnya sepasang, hemisphaerum kiri dan

    kanan dihubungkan oleh corpus callosum. Hemisphaerum cerebri dibentuk

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    23/36

    oleh cortex cerebri, substantia alba, ganglia basalis, dan serabut saraf

    penghubung yang dibentuk oleh axon dan dendrit setiap sel saraf.

    Cortex cerebri terdiri dari selapis tipis substantia grissea yang melapisis

    permukaan hemisphaerum cerebri. Permukaannya memiliki banyak sulci dan

    gyri, sehingga memperbanyak jumlah selnya.diperkirakan terdapat 10 milyar

    sel saraf yang ada pada cortex cerebri.

    Hemispaerum cerebri memiliki 6 lobus; lobus frontalis, lobus parietalis,

    lobus temporalis, lobus occipitalis, lobus insularis dan lobus limbik.Lobus

    frontalis, mulai dari sulcus sentralis sampai kapolus centralis, terdiri dari gyrus

    precentralis, girus frontalis superior, girus frontalis media, girus frontalis

    inferior,girus recrus, dirus orbitalis, dan lobulus paracentralis superior.Lobus

    parietalis, mulai dari sulcus centralis menuju lobus occipitalis dan cranialis

    dari lobus temporalis, terdiri dari girus post centralis, lobulus parietalis

    superior,dan lobulus parietalis inferior-inferior-posterior.Lobus temporalis,

    terletak antara polus temporalis dan polus occipitalis dibawah sulcus

    lateralis.Lobus occipitalisterletak antara sulcus parieto occipital dengan

    sulcus preoccipitalis, memiliki dua bangunan, cuneus dan girus

    lingualis.Lobus insularis, tertanam dalam sulcus lateralis.Lobus limbik,

    berbentuk huruf C dab terletak pada dataran medial hemisfer cerebri.

    Lobus oksipitalis yang terletak di sebelah posterior (di belakang

    kepala) bertanggungjawab untuk pengolahan awal masukan penglihatan.

    Sensasi suara mula-mula diterima oleh lobus temporalis, yang terletak di

    sebelah lateral (di sisi kepala)

    Lobus parietalis terutama bertanggungjawab untuk menerima dan

    mengolah masukan sensorik seperti sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan

    nyeri dari permukaan tubuh. Sensasi-sensasi ini secara kolektif dikenal sebagai

    sensasi somestetik (perasaan tubuh). Lobus parietal juga merasakan kesadaran

    megenai posisi tubuh, suatu fenomena yang disebut propriosepsi.

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    24/36

    Kesadaran sederhana mengenai sentuhan, tekanan, atau suhu

    dideteksi oleh thalamus, tingkat otak yang lebih rendah. Thalamus membuat

    anda sadar bahwa sesuatu yang panas versus sesuatu yang dingin sedang

    menyentuh badan anda, tetapi tidak memberitahu dimana atau seberapa besar

    intentitasnya.

    Lobus frontalis bertanggungjawab terhadap tiga fungsi utama: (1)

    aktivitas motorik volunteer (2) kemampuan berbicara (3) elaborasi pikiran.

    Daerah di lobus frontalis belakang tepat di depan sulkus sentralis akhir di

    neuron-neuron motorik eferen yang mencetuskan kontraksi otot rangka.

    Area Broca yang betanggungjawab untuk kemampuan berbicara,

    terletak di lobus frontalis kiri dan berkaitan erat dengan daerah motorik

    korteks yang mengontrol otot-otot penting untuk artikulasi.

    Daerah Wernicke yang terletak di korteks kiri pada pertemuan lobus-

    lobus parietalis, temporalis, dan oksipitalis berhubungan dengan pemahaman

    bahasa. Daerah ini berperan penting dalam pemahaman bahasa baik tertulis

    maupun lisan. Selain itu, daerah ini bertanggung jawab untuk

    memformulasikan pola pembicaraan koheren yang disalurkan melalui seberkas

    saraf ke daerah Broca, kemudian mengontrol artikulasi pembicaraan.

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    25/36

    Daerah motorik, sensorik, dan bahasa menyusun hanya sekitar

    separuh dari luas korteks serebrum keseluruhan. Daerah sisanya, yang disebut

    daerah asosiasi berperan dalam fungsi yang lebih tinggi (fungsi luhur).

    Korteks asosiasi prafrontalis adalah bagian depan dari lobus frontalis

    tepat di anterior korteks motorik. Peran sebagai: (1) perencanaan aktivitas

    volunteer (2) pertimbangan konsekuensi-konsekuensi tindakan mendatang dan

    penentuan pilihan (3) sifat-sifat kepribadian.

    Korteks asosiasi parietalis-temporalis-oksipitalis dijumpai pada

    peetemuan ketiga lobus. Di lokasi ini dikumpulkan dan diintegrasikan sensasi-

    sensasi somatic, auditorik, dan visual yang berasal dari ketiga lobus untuk

    pengolahan persepsi yang kompleks.

    Korteks asosiasi limbic di bawah dan dalam antara kedua lobus

    temporal. Daerah ini berkaitan dengan motivasi dan emosi.

    f) Cerebellum

    Cerebellum adalah organ sentral yang terletak di fossa posterior

    intrakranial. Bagian atas cerebellum ditutupi oleh durameter yang disebut

    sebagai tentorium cerebelli. Tentorium cerebelli ini sekaligus memisahkan

    cerebellum dengan cerebri. Cerebellum dihubugnkan dengan batang otak

    melalui pedunkulus yang terdiri atas 3 macam, yaitu pedunkulus cerebella

    superior, pedukulus cerebella media, serta pedunkulus cerebelli inferior.

    Ketiga pedunkulus tadi terdiri masing-masing sepasang di bagian lateral

    cerebellum yang menghubungkan cerebellum dengan batang otak.

    Cerebellum secara fungsional dan filogenetika mempuyai 3 fungsi yaitu :

    Archicerebellum (vestibulocerebellum), bagian ini merupakan

    bagian yang paling tua, berfungsi utuk keseimbangan. Bagian ini terdiri atas

    Floculo Nodularis. Menerima impuls sebagian besar dari vestibular.

    Paleocerebellum (spinocerebellum),bagian ini berfungsi untuk posisi

    berdiri dan berjalan. Menerima impuls sebagian besar dari spinal sehingga

    disebut sebagai spinocerebellum. Bagian ini terdiri atas culmen dan lobulus

    centralis yag terletak di anterior vermis, kemudia juga uvula, pyramid dan

    parafloculus. Bagian ini dapat disederhanakan sebagai vermis dan paravermis.

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    26/36

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    27/36

    1. Definisi

    Hematoma subdural merupakan proses terkumpulnya darah di ruang antara duramater

    dan arachnoid. Hematoma subdural akut harus dibedakan dengan hematoma subdural kronis.

    Hematoma subdural akut sering terjadi pada dewasa muda, terjadi dalam 72 jam dan sering

    menimbulkan kerusakan struktur otak. Pada hematoma subdural kronis sering terjadi pada

    usia lanjut tanpa adanya kerusakan struktur jaringan otak dan klinisnya dapat timbul dalam

    jangka waktu minggu hingga bulan3.

    2. Epidemiologi

    Insiden Hematoma subdural kronis paling tertinggi antara umur 60 hingga 80 tahun.

    Rasio insidennya 1,7-1,8 Per 100.000 per tahun. Insiden ini dapat meningkat seiring

    berlanjutnya pertumbuhan populasi usia lanjut3.

    3. Faktor Resiko

    Orang dengan usia lanjut sangat beresiko untuk mengalami hematoma subdural kronis.

    Hal ini berhubungan dengan proses atrofi otak dan rapuhnya vena vena. Massa otak

    berkurang seiring dengan proses atrofi otak sehingga menimbulkan peningkatan ruangan

    antara otak dengan tengkorak dari 6 % menjadi 11 % terhadap ruangan intrakranial total. Halini mengakibatkan vena vena meregang dan peningkatan gerakan orak dalam tengkorak,

    sehingga vena tersebut mudah sekali terjadi trauma3.

    Trauma merupakan faktor penting terjadinya hematoma subdural kronik. Tetapi,

    riwayat trauma kepala langsung tidak didapat pada 30 50 % kasus. Trauma tidak langsung,

    diamana pasien memiliki riwayat jatuh tanpa terjadinya riwayat benturan kepala ke

    permukaan merupakan faktor resiko yang lebih penting3.

    Faktor resiko lain termasuk penggunaan antikoagulan, alkoholisme, epilepsi, penurunan

    tekanan intrakranial karena dehidrasi atau karena hilangnya cairan serebrospinal dan setelah

    hemodialisis. 24 % pasien dalam penggunaan warfarin atau obat antiplatelet, dan 5-10%

    pasien memiliki riwayat epilepsi3.

    4. Patofisiologi

    Trauma menyebabkan perdarahan dari vena pada ruangan subdural. Sehari setelah

    perdarahan terbentuk lapisan tipis dari fibrin dan fibroblas. Migrasi fibroblas membentuk

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    28/36

    membran pada bekuan di hari ke 4. Membran terluar menebal seiring progresifitas fibroblast

    tumbuh. Hematoma mencair akibat aktifitas dari fagosit. Akibatnya, hematoma dapat

    direabsorpsi, atau bahkan meningkat ukurannya yang menyebabkan hematoma subdural

    kronis3.

    Perdarahan yang berulang pada kapsul hematoma menyebabkan dilatasi pembuluh

    darah pada hematoma tersebut. Dalam 6-24 jam hematoma dapat mengandung 0,2 20 %

    darah segar. Selain itu, atrofi otak, yang diikuti peningkatan aktifitas fibrinolisis dan

    gangguan koagulasi juga mempengaruhi ekspansi dari hematoma3.

    Tekanan intrakranial biasanya normal atau meningkat sedikit pada hematoma subdural

    kronik. Subdural hematoma kronik dapat berbentuk cair atau bekuan, tergantung pada usia

    hematoma dan frekuensi perdarahan yang berulang. Onset gejala muncul dalam minggu

    hingga berbulan bulan. Oleh karena itu, hematoma subdural kronik dikatakan The Great

    Neurological Imitator.

    5. Gejala

    Terganggunya status mental

    Gangguan status mental terjadi 50 % - 70 % usia lansia. Manifestasi gangguan iniberupa kebingungan, disorientasi, hingga koma. Pasien juga dapat memiliki gejala

    psikiatri seperti depresi dan paranoid3.

    Defisit Neurologis Fokal

    Gangguan ini terjadi pada 58% kasus. Hemiparese ringan yang bersifat

    kontralateral. Hal ini terjadi karena hematoma menekan langsung pada hemisfer cerebri.

    Progress gejala ini dapat memburuk apabila hematoma bertambah besar3.

    Nyeri kepala

    Sakit kepaa timbul akibat banyaknya ruang yang tersedia untuk hematom tumbuh

    sehingga dapat menekan jaringan otak3.

    Jatuh

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    29/36

    Jatuh merupakan gejala yang sering terjadi (74%). Kejadian ini dipengaruhi olah

    gangguan status mental, defisit neurologis dan gangguan postural3.

    Kejang

    Kejang terjadi pada pasien dengan hematoma yang besar dengan defisit neurologis

    fokal. Kejangnya dapat berupa simple partial seizure3.

    Transient neurological deficit/Gangguan neurologis sementara

    Gangguan neurologis sementara tidak hanya terjadi akibat iskemia cerebri. Pada

    hematoma subdural kronik gangguan ini dapat berua gangguan bicara, hemiplegia, dan

    defisit hemisensori. Gangguan sementara ini dapat terjadi karena penekanan pembuluh

    darah sekitar yang menyebabkan, pembengkakan parenkim otak sementara sehingga

    timbul iskemia3.

    6. Gejala atipikal

    Isolated neurological deficit

    Gejala yang timbul berupa vertigo, nystagmus, oculomotor palsy. Gejala ini timbul

    karena peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan herniasi unkus danperegangan nervus kranialis

    3.

    Gangguan Ekstrapiramidal

    Gejala parkinsonism dapat muncul akibat penekanan hematom pada ganglia basall

    penekanan otak tengah dan penekanan a. Chorroidalis3.

    7. Klasifikasi4,5

    Hematoma Subdural kronik dibagi dalam 6 kalsifikasi

    - Grade 0 : Asimptomatik

    - Grade 1 : Sadar penuh, orientasi baik, gejala ringan (nyeri kepala)

    - Grade 2 : Disorientasi, gejala neurologis fokal seperti hemiparesis

    -

    Grade 3 : Stupor dengan respon stimulus baik, gejala neurologis hemiplegia

    -

    Grade 4 : Koma. Respon terhadap stimuslus nyeri dekortikasi dan deserebrasi

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    30/36

    8. Diagnosis4

    Penegakkan diagnosis pada hematoma subdural kronis dimualai dari riwayat trauma

    kepala, onset gejala timbul, penyakit jantung, koagulopati dan riwayat konsumsi alkohol4.

    Evaluasi GCS pada pemeriksaan fisik merupakan hal utama yang harus dilakukan.

    Pemeriksaan GCS menentukan signifikansi prognosis. Pada hematoma subdural kronik dapat

    ditemukan gangguan status mental, papiledema, hemianopsia, hiperefleksia, hemiparesis,

    disfungsi N. III dan N. VI4.

    9. Pemeriksaan Penunjang

    CT Scan merupakan metode pemeriksaan yang paling penting dalam diagnosis

    hematoma subdural kronik. Temuan CT yang penting adalah lesi bulan sabit iso

    hipodensitas. Hematoma dapat tersebar pada seluruh hemisfer yang terkena. Densitas

    hematoma bervariasi seiring dengan waktu. Hematoma yang berumur kurang dari 3 hari

    tampak hiperdensitas. Hematoma subakut dengan onset 3 hari 2 minggu tampak isodens.

    Hematoma lebih dari 3 minggu tampak hipodens4.

    10. Diagnosis Diferensial

    Penegakan diagnosis hematoma subdural kronis seringkali sulit karena perjalanan

    penyakitnya yang bermacam2 dan gejalanya tidak spesifik. Sebelum era CT scan presentase

    misdiagnosa pada hematoma subdural kronik mencapai 72 %. Misdiagnosis hematoma

    subdural kronik dapat berupa demensia, Transient Ischemic Attack (TIA), Stroke, Tumor,

    Meningitis dan Enchepalitis4.

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    31/36

    11. Manajemen

    Manajemen operatif pada hematoma subdural kronik merupakan gold standard karena

    prosesnya dekompresi yang cepat dan memberikan efek yang signifikan. Prinsip teknik pada

    manajemen hematoma subdural kronik berupa :

    - Craniotomy

    Craniotomi merupakan teknik operatif membuka bagian tengkorak sehingga otak

    terbuka. Alat alat khusus digunakan untuk membuka bagian tulang yang disebut teknik

    bone flap. Bone flap nantinya dilepas sementara, dan dipasang kembali setelah operasi

    selesai4,5.

    Pada Hematoma subdural kronik tujuan utama craniotomi adalah dekompresi. Pada

    hematoma juga ilakukan irigasi untuk mendilusi isi hematoma. Setelah dilakukan irigasi

    dilakukan pemasangan drain pada subperiosteum.

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    32/36

    - Burr Hole Craniostomy

    12. Komplikasi

    4

    Komplikasi postoperatif yang dapat timbul berupa :

    - Reakumulasi darah pada ruangan subdural

    -

    Seizure

    - Perdarahan Intracerebral

    - Infeksi pada luka operasi bahkan subdural emphyema

    -

    Tension pneumochepalus

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    33/36

    13. Prognosis4

    Prognosis pada pasien hematoma subdural kronik sangat dipengaruhi oleh faktor usia.

    Semakin muda usia maka outcome akan semakin baik. Karnofsky melaporkan pada

    kelompok usia 64-76 tahun 83% memberikan outcome positif dibanding usia 85-94 tahun

    sebesar 3,8 %.

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    34/36

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Permasalahan pertama yang akan dibahas adalah hasil anamnesis pasien. Hasil anamnesis

    pasien menunjukkan adanya riwayat trauma kepala. Riwayat trauma kepala tanpa diiringi

    penurunan kesadaran yang progresif dan defisit neurologis yang progressnya cepat membuat

    kecurigaan penulis terhadap timbulnya hematoma epidural dan hematoma subdural akut

    menjadi lemah. Os hanya merasakan nyeri kepala dan kelemahan tungkai kanan. Dilihat dari

    progess gejala yang lambat, onset penyakit, dan jenis gejala yang timbul sesuai dengan gejala

    hematoma subdural kronik

    Hasil pemeriksaan fisik didapatkan GCS baik dengan defisit neurologis ditemukan berupa

    hemiparesis ekstremitas inferior dekstra. Penilaian GCS pada Hematoma Subdural Kronis

    menentukan prognosis. Dimana semakin baik GCS semakin baik prognosis. Selain itu,

    Hemiparesis yang timbul sesuai dengan gejala yang timbul pada hematoma subdural kronis.

    Hasil pemeriksaan penunjang yang penting adalah CT Scan. Hasil CT Scan menunjukkan

    kesan perdarahan epidural dan Midline shift dari kiri ke kanan. Kesan perdarahan epidural

    bukan berarti diagnosis yang ditegakkan salah. Hal ini terjadi dari bagaimana kita melihat

    pasien. Dokter radiologis hanya melihat gambar yang ditampilkan, tetapi kita melihat dari

    hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Hasil CT SCAN

    menunjukkan terdapat hematoma yang isodens. Hal ini berarti hematoma tersebut dapat

    berumur dari 3 hari hingga 2 minggu. Kita kembalikan lagi dari anamnesis dan pemeriksaan

    fisik, ditemukan kesesuaian dengan hematoma subdural kronis. Midline shift yang tampak

    pada CT Scan menandakan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Sehingga keadaan ini

    butuh penanganan cepat yaitu dekompresi.

    Penatalaksaan yang utama pada pasien ini adalah craniotomi. Tujuan kraniotomi pada kasus

    ini adalah dekompresi dan eksplorasi perdarahan. Dekompresi dilakukan untuk menurunkan

    tekanan intrakranial. Teknik ini dilakukan dengan cara cranial flap, yaitu membuka tulang

    tengkorak sehingga tekanan intrakranial menurun. Selain itu, dilakukan eksplorasi perdarahan,

    hematoma yang ditemukan diirigasi sehingga larut dan lepas. Setelah itu dipasang drain yang

    berguna untuk mengurangi rekurensi perdarahan.

    Prognosis pada kasus ini sangat bergantung pada usia pasien tersebut. Semakin muda usiamaka mortalitas semakin rendah. Selain itu, tingkat kesadaran yang semakin baik sangat

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    35/36

    menentukan prognosis dari pasien. Pada pasien ini usia pasien yang tergolong masih muda

    dibanding kebanyakan kasus memiliki prognosis yang baik. Selain itu tingkat kesadaran yang

    masih baik dinilai dari GCS pasien 15 menunjukkan prognosis yang baik.

  • 8/10/2019 presus hematoma subdural kronis

    36/36

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Hematoma subdural kronis merupakan salah satu bentuk dari trauma kepala. Semakin banyak

    populasi usia lanjut kemungkinan angka hematoma subdural kronis akan semakin meningkat.

    Gejala yang timbul dapat ringan seperti nyeri kepala hingga berat seperti penurunan

    kesadaran dan hemiparesis. CT Scan merupakan alat penting dalam diagnosis hematoma

    subdural, alat ini dapat mengukur usia hematoma. Manajemen operatif pada kasus hematoma

    Sudural kronis merupakan pilihan utama karena tujuan utamanya yaitu mengevakuasi

    perdarahan. Prognosis pada pasien dengan hematoma subdural kronis dipengaruhi oleh faktor

    usia dan tingkat kesadaran.