36
PRESENTASI KASUS INTRA UTERINE FETAL DEATH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Diajukan Kepada : dr. Bambang Basuki, Sp.OG (K) Disusun oleh : Dwi Yuliannisa Amri 20100310133 SMF OBSTETRI GINEKOLOGI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Presus Obs Iufd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

medis

Citation preview

Page 1: Presus Obs Iufd

PRESENTASI KASUS

INTRA UTERINE FETAL DEATH

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada :

dr. Bambang Basuki, Sp.OG (K)

Disusun oleh :

Dwi Yuliannisa Amri

20100310133

SMF OBSTETRI GINEKOLOGI

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

Page 2: Presus Obs Iufd

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

INTRA UTERINE FETAL DEATH

Disusun oleh:

Dwi Yuliannisa Amri

20100310133

Telah dipresentasikan pada:

Maret 2015

Bantul, Maret 2015

Menyetujui dan mengesahkan,

Pembimbing

dr. Bambang Basuki, Sp.OG (K)

Page 3: Presus Obs Iufd

BAB I

PENDAHULUAN

IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab

yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated Pregnancy).

Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika

terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah

usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan

kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu

lahir diatas 1000 gram.

Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan American

College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa statistik untuk

IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana berat janin 500 gr atau

lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan

pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD

(Kliman, 2000)

Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar 25-60%,

insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa kasus yang

penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor

janin, maternal dan patologi dari plasenta

Page 4: Presus Obs Iufd

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Intra Uterine fetal death (IUFD)

Intra Uterine fetal death (IUFD) merupakan kematian yang terjadi saat usia kehamilan

lebih dari 20 minggu dan janin sudah mencapai ukuran 500 gram atau lebih. Umumnya, IUFD

terjadi menjelang persalinan saat kehamilan sudah memasuki usia 32 minggu dan istilah lahir

mati (stillbirth) yang merupakan kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah

mencapai usia kehamilan 28 minggu, sering digunakan bersamaan dengan IUFD (Nasdaldy,

2007). Bobak, et al (2005) menyatakan bahwa IUFD adalah kematian in utero sebelum terjadi

pengeluaran lengkap dari hasil konsepsi dan bukan disebabkan oleh aborsi terapeutik atau

elektif. Winkosastro (2005) menggolongkan IUFD ke dalam empat golongan, yaitu:

1. golongan I: kematian janin sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh;

2. golongan II: kematian janin sesudah masa kehamilan mencapai 20 hingga 28 minggu

3. golongan III: kematian janin sesudah masa kehamilan lebih dari 28 minggu;

4. golongan IV: kematian janin yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.

B. EpidemilogiJanin saat ini dipandang sebagai pasien yang menghadapi resiko mortalitas dan morbiditas

yang cukup serius. Secara epidemiologi, angka insidensi kematian janin di seluruh dunia

diperkirakan mencapai rentang 2,14 – 3,82 juta jiwa. Angka ini mengalami penurunan pada

tahun 2009, yaitu sejumlah 14,5%. Kisaran angka tersebut adalah 18,9 lahir mati per 1000

kelahiran (MacDorman, 2009).Pada tahun 2005, data dari Laporan Statistik Vital Nasional

menunjukkan tingkat nasional AS kelahiran mati rata-rata 6,2 per 1000 kelahiran (Barfield,

2002). Pada tahun 2009, jumlah global diperkirakan saat dilahirkan adalah 2,64 juta (berkisar

ketidakpastian, 2,14-3820000). Tingkat kelahiran mati di seluruh dunia menurun 14,5% dari 22,1

bayi lahir mati per 1000 kelahiran pada tahun 1995-18,9 lahir mati per 1000 kelahiran pada tahun

2009 (MacDorman, 2009).

Page 5: Presus Obs Iufd

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intra Uterine fetal death (IUFD)

IUFD dapat disebabkan oleh banyak hal (Suheimi, 2007), pada umumnya penyebab

tersebut dikelompokkan menjadi; 1) Kausa janin (berkonstribusi sebesar 25-40 % kematian

janin), terdiri dari anomali atau malformasi kongenital mayor (Neural tube defects, hidrops

fetalis, hidrosefalus, kelainan jantung kongenital) dan infeksi janin oleh bakteri dan virus. 2)

Kausa plasenta (berkonstribusi sebesar 15-25 % kematian bayi), terdiri dari solusio plasenta,

infeksi plasenta dan selaput ketuban, infark plasenta dan perdarahan di belakang plasenta. 3)

Kausa ibu, berupa penyakit hipertensi dan diabetes yang diderita ibu hamil merupakan penyakit

yang paling sering menyebabkan 5-8% bayi lahir mati. 4) Kematian yang tidak dapat dijelaskan,

sekitar 10 % kematian janin tetap tidak dapat dijelaskan. Kesulitan dalam memperkirakan kausa

kematian janin paling besar adalah pada janin preterm.

Ketidaksesuaian rhesus dan golongan darah juga bisa mengakibatkan kematian janin.

Masalah rhesus terjadi jika ibu memiliki rhesus negatif dengan suami yang memiliki rhesus

positif, kemudian anak mengikuti rhesus dominan yaitu rhesus positif sehingga antara ibu dan

janin mengalami ketidaksesuaian rhesus. Ketidaksesuaian ini mempengaruhi kondisi janin,

diantaranya menyebabkan terjadinya hidrops fetalis yang merupakan suatu reaksi imunologis

yang menimbulkan berbagai gejala antara lain edema abdomen akibat terbentuknya cairan

berlebih dalam rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin, penumpukan cairan di dalam

rongga dada atau rongga jantung, bahkan darah bercampur dengan air, sehingga janin tidak dapat

diselamatkan lagi. Sedangkan ketidaksesuaian golongan darah antara ibu dan janin terjadi antara

golongan darah anak A atau B dengan ibu yang memiliki golongan darah O atau sebaliknya.

Darah ibu dan janin akan mengalir bersamaan melalui plasenta ketidaksesuaian antara kedua

darah tersebut akan menyebabkan tubuh ibu membentuk zat antibodi (Nasdaldy, 2002).

Jamiyah (2002) menambahkan bahwa gerakan janin yang hiperaktif dan kelainan

kromosom juga dapat menjadi penyebab dari kematian janin. Gerakan janin yang sangat

berlebihan, terutama pada satu arah yang sama akan menyebabkan tali pusat terpelintir sehingga

aliran darah ke janin menjadi terhambat, menyebabkan janin kekurangan oksigen atau nutrisi.

Kondisi janin akan semakin memburuk jika aktivitas ibu berlebihan, hal ini dikarenakan

kebutuhan ibu akan oksigen dan nutrisi semakin meningkat sehingga janin relatif kekurangan

kedua unsur tersebut. Kelainan kromosom termasuk dalam kelainan genetik. Kematian janin

akibat kelainan genetik pada umumnya baru terdeteksi setelah terjadi kematian melalui tindakan

Page 6: Presus Obs Iufd

otopsi bayi. Pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan masih jarang dilakukan,

hal ini berkaitan dengan biaya pemeriksaan yang mahal dan risiko yang tinggi dari tindakan

amniocentesis berupa aborsi, cacat janin dan kelahiran prematur.

Trauma kehamilan dan status gizi ibu hamil juga dianggap sebagai pencetus terjadinya

kematian janin. Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasentae. Trauma yang terjadi,

misalnya kecelakaan, benturan atau pemukulan menyebabkan pecahnya pembuluh darah di

plasenta, sehingga menimbulkan perdarahan pada plasenta atau terlepasnya plasenta (Lubis,

Siddik & Wibisono, 2007). Gangguan pada asupan gizi selama kehamilan dapat mengakibatkan

gangguan pertumbuhan dan daya tahan tubuh janin sehingga beberapa penyakit bisa berdampak

kepada janin, kebiasaan ibu hamil dalam mengkonsumsi minuman beralkohol dan menghisap

rokok sebagai perokok aktif maupun pasif juga sangan membahayakan bagi kesehatan janin

(Depkes RI, 2003).

1. Faktor Ibu

a. Umur

Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan perkembangan dari organ-

organ tubuh terutama organ reproduksi dan perubahan emosi atau kejiwaan seorang

ibu. Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung dapat

mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Usia reproduksi yang baik untuk

seorang ibu hamil adalah usia 20-30 tahun (Wiknjosastro, 2005).

Pada umur ibu yang masih muda organ-organ reproduksi dan emosi belum cukup

matang, hal ini disebabkan adanya kemunduran organ reproduksi secara umum

(Wiknjosastro, 2005).

b. Paritas

Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang aman terhadap

ancaman mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil yang

telah melahirkan lebih dari 5 kali atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi

dalam kehamilan seperti hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat

mengakibatkan kematian janin (Saifuddin, 2002).

c. Pemeriksaan Antenatal

Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang mengancam jiwa, oleh

karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama

Page 7: Presus Obs Iufd

periode antenatal.

Satu kali kunjungan selama trimester pertama (umur kehamilan 1-3 bulan)

Satu kali kunjungan selama trimester kedua (umur kehamilan 4-6 bulan).

Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (umur kehamilan 7-9 bulan).

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin pada seorang wanita

hamil penting sekali sehingga kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada ibu

hamil dapat diobati dan ditangani dengan segera. Pemeriksaan antenatal yang baik

minimal 4 kali selama kehamilan dapat mencegah terjadinya kematian janin dalam

kandungan berguna untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim,

hal ini dapat dilihat melalui tinggi fungus uteri dan terdengar atau tidaknya denyut

jantung janin (Saifuddin, 2002).

d. Penyulit / Penyakit

Anemia

Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan zat besi dalam

jumlah besar untuk pembuatan butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak

berat zat besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh.

Terjadinya anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi

dalam hati, limpa dan sumsum tulang.

Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan turun dan bila

persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan kelima sampai bulan

keenam kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi

anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya adalah kematian janin

dalam kandungan (Mochtar, 2004).

Menurut Manuaba (2003), pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan

dengan menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai berikut :

- Normal : 11 gr%

- Anemia ringan : 9-10 gr%

- Anemia sedang : 7-8 gr%

- Anemia berat : <7 gr%.

Page 8: Presus Obs Iufd

Pre-eklampsi dan eklampsi

Pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi

garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan

darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar

oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan

menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi

gawat janin (Mochtar, 2004).

Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal

terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Solusio plasenta dapat terjadi akibat

turunnya darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruang

intervirale maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini

terjadi nekrotis, spasme hilang darah kembali mengalir ke dalam intervilli, namun

pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuh, mudah pecah terjadinya hematoma

yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Sehingga aliran darah ke janin

melalui plasenta tidak ada dan terjadilah kematian janin (Wiknjosastro, 2005).

Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit keturunan dengan ciri-ciri

kekurangan atau tidak terbentuknya insulin, akibat kadar gula dalam darah yang

tinggi dan mempengaruhi metabolisme tubuh secara menyeluruh dan mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan janin. Umumnya wanita penderita diabetes

melarikan bayi yang besar (makrosomia). Makrosomia dapat terjadi karena glukosa

dalam aliran darahnya, pancreas yang menghasilkan lebih banyak insulin untuk

menanggulangi kadar gula yang tinggi. Glukosa berubah menjadi lemak dan bayi

menjadi besar. Bayi besar atau makrosomia menimbulkan masalah sewaktu

melahirkan dan kadang-kadang mati sebelum lahir (Stridje, 2000).

Rhesus Iso-Imunisasi

Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah rhesus positif, maka antigen

rhesus akan membuat penerima darah membentuk antibodi antirhesus. Jika transfusi

darah rhesus positif yang kedua diberikan, maka antibodi mencari dan menempel

pada sel darah rhesus negatif dan memecahnya sehingga terjadi anemia ini disebut

Page 9: Presus Obs Iufd

rhesus iso-imunisasi. Hal ini dapat terjadi begitu saja di awal kehamilan, tetapi

perlahan- lahan sesuai perkembangan kehamilan. Dalam aliran darah, antibodi

antihresus bertemu dengan sel darah merah rhesus positif normal dan menyelimuti

sehingga pecah melepaskan zat bernama bilirubin, yang menumpuk dalam darah, dan

sebagian dieklaurkan ke kantong ketuban bersama urine bayi. Jika banyak sel darah

merah yang hancur maka bayi menjadi anemia sampai akhirnya mati (Llewelyn,

2005).

Infeksi dalam kehamilan

Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh seorang ibu terhadap infeksi, namun

keparahan setiap infeksi berhubungan dengan efeknya terhadap janin. Infeksi

mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada janin. Efek tidak langsung timbul

karena mengurangi oksigen darah ke plasenta. Efek langsung tergantung pada

kemampuan organisme penyebab menembus plasenta dan menginfeksi janin,

sehingga dapat mengakibatkan kematian janin in utero (Llewellyn, 2001).

Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dan

kematian janin dalam kandungan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban

sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda

persalinan. Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% semua persalinan. Pada umur

kehamilan kurang dari 34 mninggu, kejadiannya sekitar 4%.

Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan

ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Salah satu fungsi

selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan

dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten,

makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan

selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin

dalam rahim (Manuaba, 2003).

Letak lintang

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus

dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada

letak lintang dengan ukuran panggul normal dan cukup bulan, tidak dapat terjadi

Page 10: Presus Obs Iufd

persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan

kematian janin. Bahu masuk ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya

terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan

terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen

bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian ini makin lama

makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik sehingga dapat mengakibatkan

kematian janin (Wiknjosastro, 2005).

2. Faktor Janin

a. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang

timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan

sebab penting terjadinya kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan

kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan

sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.

Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat berbentuk suatu

deformitas atau bentuk malformitas. Suatu kelainan kongenital yang berbentuk

deformitas secara anatomik mungkin susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan

tidak normal. Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab mekanik

atau pada kejadian oligohidramnion. Sedangkan bentuk kelainan kongenital malformitas,

susunan anatomik maupun bentuknya akan berubah. Kelainan kongenital dapat dikenali

melalui pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban, dan darah janin (Kadri,

2005).

b. Infeksi intranatal

Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Kuman dari

vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah

dini mempunyai peranan penting dalam timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi

dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus lama dan

seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin kena infeksi karena menginhalasi

likuor yang septik, sehingga terjadi pneumonia kongenital atau karena kuman-kuman

Page 11: Presus Obs Iufd

yang memasuki peredaran darahnya dan menyebabkan septicemia. Infeksi intranatal

dapat juga terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang terdapat dalam

vagina, misalnya blenorea dan oral thrush (Monintja, 2006).

3. Kelainan Tali Pusat

Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam cairan amnion,

sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Pada umumnya tali pusat

mempunyai panjang sekitar 55 cm. Tali pusat yang terlalu panjang dapat menimbulkan lilitan

pada leher, sehingga mengganggu aliran darah ke janin dan menimbulkan asfiksia sampai

kematian janin dalam kandungan.

a. Kelainan insersi tali pusat

Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam keadaan tertentu

terjadi insersi tali pusat plasenta battledore dan insersi velamentosa. Bahaya insersi

velamentosa bila terjadi vasa previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi kanalis

servikalis, sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah yang berasal dari janin ikut

pecah. Kematian janin akibat pecahnya vase previa mencapai 60%-70% terutama bila

pembukaan masih kecil karena kesempatan seksio sesaria terbatas dengan waktu

(Wiknjosastro, 2005).

b. Simpul tali pusat

Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi peluntiran

pembuluh darah umblikalis, karena jelli Whartonnya sangat tipis. Peluntiran pembuluh

darah tersebut menghentikan aliran darah ke janin sehingga terjadi kematian janin dalam

rahim. Gerakan janin yang begitu aktif dapat menimbulkan simpul sejati sering juga

dijumpai (Manuaba, 2002).

c. Lilitan tali pusat

Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar

kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher sangat berbahaya,

apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. Tali pusat yang panjang berbahaya karena dapat

menyebabkan tali pusat menumbung, atau tali pusat terkemuka. Dapat diperkirakan

bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul, makin erat lilitan tali pusat dan

makin terganggu aliran darah menuju dan dari janin sehingga dapat menyebabkan

Page 12: Presus Obs Iufd

kematian janin dalam kandungan (Wiknjosastro, 2005).

D. Diagnosis

Diagnosis IUFD ditegakkan dengan melakukan pengkajian berupa anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Data yang didapatkan antara lain:

1. Anamnesis

a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat

berkurang.

b. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan

tidak seperti biasa.

c. Perubahan pada payudara atau nafsu makan

d. Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan merasa sakit-sakit

seperti mau melahirkan.

2. Inspeksi

Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu

yang kurus.

3. Palpasi

a. Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakan-gerakan

janin.

b. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.

4. Auskultasi

Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak terdengar denyut jantung

janin (DJJ)

5. Reaksi kehamilan

Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi

Tidak ditemukan DJJ (Denyut Jantung Janin) maupun gerakan janin, seringkali tulang-

tulang letaknya tidak teratur, khususnya tulang tengkorak sering dijumpai overlapping

cairan ketuban berkurang.

Page 13: Presus Obs Iufd

2. Rontgen foto abdomen

a. Tanda Spalding

Tanda Spalding menunjukkan adanya tulang tengkorak yang saling tumpang tindih

(overlapping) karena otak bayi yang sudah mencair, hal ini terjadi setelah bayi

meninggal beberapa hari dalam kandungan.

b. Tanda Nanjouk

Tanda ini menunjukkan tulang belakang janin yang saling melenting (hiperpleksi).

c. Tanda Robert

Tampak gelembung-gelembung gas pada pembuluh darah besar, tanda ini ditemui

setelah janin mati paling kurang 12 jam.

d. Tampak udema di sekitar tulang kepala

3. Pemeriksaan darah lengkap, jika dimungkinkan kadar fibrinogen (Achadiat 2004).

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan reaksi biologis negatif setelah 10 hari

janin mati dan hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati (Winkjosastro,2005)

F. Patologi

Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya

mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen darah.

Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya sudah longgar dan

dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengn yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang

ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam

waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada IUFD dapat

terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:

1. Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.

2.  Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih kemudian

menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.

Stadium maserasi II

3. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi setelah 48

jam janin mati.

Page 14: Presus Obs Iufd

4. Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan hubungan

antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

G. Manifestasi Klinis

IUFD dapat menimbulkan berbagai komplikasi berupa kerusakan pada desidua plasenta,

menghasilkan tromboplastin yang kemudain masuk kedalam peredaran darah ibu, terjadi

pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit, lalu

pembekuan darah semakin meluas (Disseminated Intravascular Coagulation) dan

hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil

adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum

( Suheimi, 2007).

H. Penanganan

Penanganan terhadap IUFD dilakukan berdasarkan usia kehamilan, jika uterus tidak lebih

dari 12 minggu kehamilan, maka penggosongan uterus dilakukan dengan tindakan kuret, jika

ukuran uterus antara 12-28 minggu, dapat digunakam prostaglandin E2 vaginal supositoria

dimulai dengan dosis 10 mg. Jika kehamilan >28 minggu dapat dilakukan dengan induksi dengan

oksitosin (Nasdaldy, 2007)

1. Penanganan Pasif

a. Menunggu persalinan spontan dalam waktu 2-4 minggu

b. Pemeriksaan kadar fibrinogen setiap minggu

Jika trombosit dalam 2 minggu menuruntanpa persalinan spontan maka dilakukan

penangganan aktif

2. Penanganan Aktif

a. Untuk rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan dilatasi atau

kuretase.

b. Untuk rahim yang usia lebih dari 12 minggu, dilakukan induksi persalinan dengan

oksitosin. Untuk oksitosin diperlukan pembukaan serviks dengan pemasangan kateter

foley intra uterus selama 24 jam (Achdiat, 2004).

c. Persalinan dengan seksio sesaria merupakan alternatif terakhir seperti pada kondisi

Page 15: Presus Obs Iufd

bayi dengan posisi melintang atau ibu mengalami preeklamsia ( Nasdaldy, 2007).

Janin yang sudah meninggal harus segera dikeluarkan karena dapat membahayakan ibu,

jika lebih dari dua minggu bersemayam dalam rahim maka akan menggangu proses pembekuan

darah dan menurukan kadar fibrinogen ibu sehingga pada saat persalinan, perdarahan akan sulit

dihentikan dan jika terlalu lama dapat mengalami pengerasan atau membatu di dalam rahim

sehingga dapat menyebabkan ruptur uterus dan laserasi jalan lahir.

I. Prognosis

Ibu hamil dengan riwayat IUFD masih mempunyai kesempatan untuk hamil kembali dan

bisa memulai program tersebut kapan saja, namun sebaiknya penyebab IUFD terdahulu sudah

diketahui sebelum menjalani kehamilan berikutnya sehingga hal- hal yang menjadi permaslahan

pada kasus sebelumnya dapat dicegah. Riwayat kehamilan dengan IUFD sbelumnya dapat

menyebabkan gangguan hasil konsepsi pada kehamilan berikutnya, sehingga perlu dilakukan

evaluasi prenatal untuk memastikan penyebab sebelumnya. Tindakan pengambilan sampel villus

khorionik atau amniocentesis dapat mempermudah deteksi dini dan memungkinkan

dipertimbangkannya terminasi kehamilan jika penyebab lahir mati terdahulu diketahui sebagai

kelainan karyotipe atau kausa poligenik (Saifuddin, 2002). Pada kasus ibu hamil dengan

diabetes, cukup banyak terjadi kematian perinatal berkaitan dengan kongenital. Pengendalian

kadar glukosa yang intensif pada periode prekonsepsi dan perinatal dilaporkan menurunkan

insiden malformasi dan secara umum dapat memperbaiki hasil (Engler, 2000).

Page 16: Presus Obs Iufd

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. S

Umur : 36 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Blawong II RT2 Trimulyo Jetis Bantul

B. Anamnesis

Tanggal : 27 Februari 2015 Pukul : 17.25

1. Keluhan utama

Gerakan janin berkurang.

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien dengan keterangan G2P1A0 dengan usia kehamilan 32 minggu merasa gerakan

bayi berkurang sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Gerakan janin dirasakan hanya ±

3 kali dalam 24 jam, riwayat jatuh dan dipijat disangkal. Kenceng-kenceng(-), air

ketuban(-), lendir darah(-), gerakan janin(-).

3. Riwayat Obstetri Ginekologi

Riw. Haid : menarche 12 th, lama haid 5 hari, siklus 30 hari, nyeri saat haid(+)

Riw. Menikah: menikah 1x dengan suami sekarang sejak 11 th yll saat berumur 18

tahun

Riw. KB : Suntik 1 tahun

Riwayat Kehamilan : G2P1A0

I : 16 Januari 1999, aterm, partus spontan pervaginam, ditolong oleh dukun beranak,

♂, BB 3600 gr

II : Hamil ini

Hari Pertama Haid Terakhir : 15/07/2014

Hari Perkiraan Lahir : 22/4/2015

Page 17: Presus Obs Iufd

Umur Kehamilan : 32+3 minggu

Riw. ANC : 8 kali oleh bidan, Trimester I : 2 kali

Trimester II : 3 kali

Trimester III : 3 kali

Imunisasi TT : (-)

Keluhan selama hamil : (-)

4. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, asma, dan alergi disangkal.

5. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, asma, dan alergi disangkal.

C. Pemeriksaan fisik

1. Status Generalis

KU : baik, composmentis, tidak anemis

Vital sign : TD : 120/80 mmHg R : 20 x/menit

N : 82 x/menit t : 36,5 ‘C

TB : 156 cm

BB : 66 kg

Kepala : CA (-)/(-), SI (-)/(-), edema palpebra(-)

Leher : pemb. kel. limfonodi(-), pemb. kel. tyroid(-)

Thorax : simetris(+), retraksi(-), SDV(+)/(+), ST(-)

S1 S2 reguler(+), bising jantung(+)

Abdomen : sikatrik(+), besar perut sesuai usia kehamilan(+),

bising usus(+) normal

Ekstremitas : hangat(+)/(+), edema(-)/(-)

2. Status Obstetri

Inspeksi : KU baik, sadar, tidak anemis, perut membuncit,

tampak striae gravidarum

Palpasi abd : teraba janin tunggal, memanjang, punggung kanan,

Page 18: Presus Obs Iufd

presantasi kepala, kepala floating, TFU 20 cm, TBJ 1390 gr, , HIS

(-), gerak janin (-)

Leopold I : teraba bagian besar, bulat, dan lunak

Leopold II : kanan: teraba bagian yang memanjang

kiri : teraba bagian kecil-kecil dr janin

Leopold III : teraba bagian bulat, keras, melenting

Leopold IV : teraba 5/5 bagian kepala

Auskultasi : DJJ ( - )

Px. Dalam : V/U tenang, dinding vagina licin, serviks kaku tebal

di belakang, EFF 0%, Ø (-), selket(+), AK(-), STLD(-)

D. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium:

HB : 11,1 gr%

AL : 9,90 ribu/µL

AT : 382 ribu/µL

HMT : 34,5 %

Gol. Darah : O

PPT : 12,5 detik

APTT : 28,7 detik

Control PPT : 14,0 detik

Control APTT : 30,7 detik

HbsAg : negatif

USG:

Janin tunggal ,preskep, DJJ (-), placenta di corpus anterior

E. Diagnosis

IUFD, Sekundigravida Hamil 32 minggu Belum Dalam Persalinan

Page 19: Presus Obs Iufd

F. Terapi

Induksi Balon Kateter

Evaluasi His dan Balon Lepas

G. Laporan Tindakan Operasi

Pukul 17.30

Telah dilakukan pemasangan balon kateter + 75 ml aquabides

Tx : Obs his

Observasi balon lepas

Evaluasi 6 jam

Pukul 12.00

Balon lepas His (+) belum teratur

PD : v/u tenang, dinding vagina licin, servix tebal lunak ditengah ø 3 cm, selket (+),

kepala ↓ H1-2, STLD (-), AK (-)

Dx : IUFD, multigravida h. Preterm dp kala I fase laten dalam riwayat Induksi Balon

kateter + 75 ml aquabides

Tx : Stimulasi Oksitosin 5IU/500ml RL mulai 8 tpm sampai his adekuat

Pukul 19.30

Ketuban Pecah, ibu ingin mengejan, vulva dan anus membuka

His (+) 4x/10’/30-45” DJJ(-)

PD: v/u tenang, dinding vagina licin, servix tidak teraba ø lengkap, selket (-), kepala ↓

H3, STLD (+), AK (+)

Dx : Kala II,

Tx : Pimpin Persalinan

Pukul 19.35

Bayi lahir spontan pervaginam , JK Perempuan, tidak ada kelainan kongenital.

BBL 2600/ PB 40 /LK 22/ LD 24/ Lila 10 A/S 0/0 Maserasi derajat III

Inj. Oksitosin IA IM

Pukul 19.40

Placenta lahir spontan kesan tidak lengkap dilanjutkan eksplorasi kesan tidak bersih. Tali

pusat terdapat striktur.

Page 20: Presus Obs Iufd

Kontraksi Uterus kuat , TFU 2 jari dibawah pusat.

Perdarahan ± 50cc.

Perineum Utuh.

Dx: Post partum Spontan dengan retensi sisa placenta, dalam stimulasi oksitosin

5IU/500ml RL 20 tpm botol I, dalam riwayat induksi balon kateter a/i IUFD, preterm,

P2A1

Tx: Amoxicillin 3x500mg

Asam Mefenamat 3x500mg

SF 1x1 tab

Bromocriptine 3x2.5 mg

Pro Curetage

Page 21: Presus Obs Iufd

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini ny. S seorang G2P1A0 merasa hamil 8 bulan datang dengan keluhan gerak

janin mulai berkurang sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada palpasi didapatkan tinggi

fundus uteri terukur 20 cm, sedangkan pada pemeriksaan dalam didapatkan bahwa serviks masih

utuh mencucu dan OUE masih menutup. Diagnosa pada pasien ini ditegakkan dari hasil

anamnesa, pemeriksaan fisik, dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil

anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan keterangan bahwa usia kehamilan pasien ini adalah

32 minggu 3 hari, umur ibu 36 tahun, adanya riwayat gerakan janin berkurang yang merupakan

salah satu gejala yang sering dikeluhkan oleh pasien dengan IUFD.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan Tinggi Fundus Uteri (TFU) sebesar 20cm, hal ini

tidak sesuai dengan usia kehamilan yang seharusnya setinggi 6 cm dibawah xiphoideus atau

sekitar 30 cm. Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya usia kehamilan dan tidak adanya

gerakan janin saat palpasi. Serta dari pemeriksaan penunjang dengan USG menyatakan tidak

adanya denjut jantung janin.

Didapatakan setelah partus pervaginanm didapatkan tidak ada kelainan kongenital,

maserasi derajat III serta tali pusat terdapat striktur. Maserasi derajat III menunjukan bahwa janin

telah mati kurang lebih 3 minggu, dan dari hal tersebut dapat ditentukan penyebab dari IUFD

pada kasus ini yaitu striktur tali pusat. Striktur tali pusat berkaitan dengan defisiensi fokal jeli

Wharton yang parah, dan hal ini sering berkaitan dengan bayi lahir mati dan sering terjadi

bersamaan dengan torsio tali pusat.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah partus pervaginam dengan riwayat induksi balon

kateter dilanjutkan dengan oksitosin dan diberikan bromocriptine yang berguna untuk

menstimulan reseptor dopamin pada otak, juga menghambat penglepasan prolaktin oleh hipofisis

sehingga membantu mengurangi air susu ibu.

Page 22: Presus Obs Iufd

BAB V

KESIMPULAN

Telah diuraikan di atas kasus seorang wanita 36 tahun gerakan janin berkurang. Dari

hasil anamnesis, pemeriksaan klinis danUSG pasien didiagnosis Intra Uterine fetal death

(IUFD). Pasien kemudian menjalani rawat inap untuk dilakukan partus pervaginam dengan

induksi balon kateter dilanjutkan induksi oksitosin.

IUFD dapat disebabkan oleh banyak hal, pada umumnya penyebab tersebut

dikelompokkan menjadi; 1) Kausa janin, 2) Kausa plasenta 3) Kausa ibu, 4) Kematian yang tidak

dapat dijelaskan, sekitar 10 % kematian janin tetap tidak dapat dijelaskan. Kesulitan dalam

memperkirakan kausa kematian janin paling besar adalah pada janin preterm.

Terdapat 2 jenis penanganan yaitu penanangan pasif dan aktif. Penanganan pasif yaitu

menunggu persalinan spontan dalam waktu 2-4 minggu. Penanganan aktif yaitu dilakukan

induksi persalinan dan persalinan dengan seksio sesaria merupakan alternatif terakhir seperti

pada kondisi bayi dengan posisi melintang atau ibu mengalami preeklamsia.

Page 23: Presus Obs Iufd

DAFTAR PUSTAKA

ACOG Committee opinion. 1995. Perinatal and infant mortality statistics. Committee on Obstetric Practice : Number 167.. American College of Obstetricians and Gynecologists. Int J Gynaecol Obstetry (on-line).Diakses pada 7 april 2014.

Cousens S, Blencowe H, Stanton C, et al. 2011. National, Regional, and Worldwide Estimates of Stillbirth Rates in 2009 with Trends since 1995, a systematic analysis. Lancet ; 377(9774):1319-30 (on-line). Diakses pada 7 April 2014

Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom KD. 2004. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill.

French AE, Gregg VH, Newberry Y, et al. 2005. Umbilical cord stricture: a cause of recurrent fetal death. Obstet Gynecol;105(5 Pt 2):1235-9(on-line). Diakses pada 8 April 2014

Gomez Ponce de Leon R, Wing DA. 2009. Misoprostol for termination of pregnancy with intrauterine fetal demise in the second and third trimester of pregnancy - a systematic review. Contraception ; 79(4):259-71 (on-line). Diakses pada 9 April 2014

Korteweg, F.J., etc. 2009. Diverse Placental Pathologies as the Main Causes of Fetal Death.Obstet Gynecol ; 114 (4) : 809-17 (on-line). Diakses pada 7 April 2014

Lembar, S., etc. 2009.Hubungan Sindrom Antifosfolipid dengan Gangguan Kehamilan.Majalah Kedokteran Damianus vol. 8, no.1, Departemen Patologi Klinik FK Unika Atmajaya (on-line).Diakses pada 9 April 2014

MacDorman, M.F., etc. 2009. Fetal and Perinatal Mortality. National Vital Statistic Reproduction ; 57 (8) ; 1-19 (on-line). Diakses pada 5 April 2014

Ma’roef, S., etc. 2003. Toksoplasmosis Ibu Hamil di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran no.139, edisi Kebidanan dan Kandungan (on-line).Diakses pada 5 April 2014

Nybo Andersen AM, Hansen KD, Andersen PK, et al. 2004. Advanced paternal age and risk of fetal death: a cohort study. Am J Epidemiol.;160(12):1214-22 (on-line).Diakses pada 5 April 2014.

Petersson K. 2003. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference toIntrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison ofObstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University Hospital,Stockholm, Sweden.

Page 24: Presus Obs Iufd

Roeshadi, H.R., 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kebidanan dan Kandungan (on-line). Diakses pada 6 April 2014.

Silver RM. 2007. Fetal death. Obstet Gynecol. Jan 2007;109(1):153-67. Diakses pada 9 April 2014.

Smith, G., etc. 2004. Second-Trimester Maternal Serum Levels of Alpha-Fetoprotein and the Subsequent Risk of Suddent Infant Death Syndrome. The New England Journal of Medicine : 351 ; 978-86 (on-line). Diakses pada 9 April 2014.

Utama, S.Y. 2008. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia Berat pada Ibu Hamil di RS Raden Mattaher Jambi tahun 2007.Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi vol. 8, no. 2, Juli 2008 (on-line).Diakses pada 7 April 2014.

Weiss HB, Songer TJ, Fabio A. 2001. Fetal deaths related to maternal injury.JAMA;286(15):1863-8 (on-line). Diakses pada 9 April 2014.

Winknjosastro H. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina PustakaSarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 732-35.