Upload
santomi-pratama
View
79
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
medical
Citation preview
`
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ablasio retina adalah lepasnya lapisan sensorik retina dari lapisan retinal pigment
epithelium (RPE). Lapisan sensorik retina adalah derivat dari lapisan dalam optic cup, sedangkan
RPE adalah derivat dari lapisan luar optic cup, membentuk suatu rongga potensial yang mudah
terpisah dan terisi oleh cairan sub retina.
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat lebih kurang satu dalam lima belas ribu dengan
prevalensi 0,3 %. Umur yang terbanyak menderita ablasio retina adalah 40 sampai 70 tahun dan
lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, hal ini mungkin disebabkan seringnya pria
mendapat trauma dibanding wanita. Pada keadaan tertentu ablasio retina sering menyerang kedua
mata terutama pada mata afakia. Insiden penyakit ini relatif tinggi pada etnik yahudi dan relatif
rendah pada orang kulit hitam, akan tetapi penyebabnya belum diketahui.
Ablasio retina termasuk kasus kedaruratan mata yang harus ditangani segera. Penyakit ini
pertama kali ditemukan pada awal 1700 M oleh de Saint-Yves, namun diagnosis klinis baru bisa
ditegakkan sejak ditemukannya oftalmoskop oleh Helmholtz pada tahun 1851. Sampai tahun
1920 karena tidak adanya penanganan kasus ini oleh para ahli sampai akhirnya Jules Gonin
menemukan tehnik pengobatan pertama untuk mengatasi penyakit ini di Lausanne, Switzerland.
Dewasa ini pengobatan terhadap ablasio retina telah berkembang dengan pesat seperti, scleral
buckling, intravitreal gas, dan vitrektomi sehingga visus penderita dapat dipertahankan.
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, serta
penatalaksanaan ablasio retina.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang ablasio retina.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur
1
`
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serrata. Permukaan luar
retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga tertumbuk
dengan membrane Bruch, khoroid dan sclera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitellium
pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina. Tetapi pada discus
optikus dan ora serrata, retina dan epithelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga
membatasi perluasan cairan sub retina.
Gambar 1. Anatomi Retina
Retina terdiri dari lima jenis sel penyusun retina :
1. Sel - sel reseptor , Berupa sel batang dan kerucut.
Sel kerucut (cones) paling banyak terdapat di bagian sentral yang dinamakan sebagai daerah
macula lutea. Pada sentral macula lutea, yaitu daerah fovea sentralis yang tidak tercampuri
sel-sel batang. Besar macula lutea 1-2 mm, daerah ini daya penglihatannya paling tajam
terutama di fovea sentralis.
2
`
Struktur makula lutea :
a. Tidak ada sel saraf
b. Sel sel ganglion sangat banyak di pinggir
c. Lebih banyak sel kerucut daripada sel batang. Pada fovea sentralis hanya terdapat sel
kerucut.
Fungsi sel kerucut adalah untuk photoptic vision (melihat warna, cahaya intensitas
tinggi dan penglihatan sentral / ketajaman penglihatan), persepsi detail dan warna pada
cahaya yang cukup terang. Pada cahaya yang remang-remang sel kerucut ini kurang
berfungsi. Didalam sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang masing-masing peka
terhadap sinar merah, hijau, biru
Sel-sel batang lebih banyak di bagian perifer terutama di sekitar macula. Fungsinya
adalah untuk penglihatan di tempat gelap, untuk scotoptic vision, yaitu untuk melihat cahaya
dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi
ruangan.
Pada nasal dari macula lutea terdapat papilla nervi optikus yaitu tempat dimana nervus
II menembus sclera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung sel batang
atau sel kerucut sama sekali. Oleh karena itu, tidak dapat melihat sama sekali dan disebut
titik buta (skotoma fisiologis, blind spot). Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya
lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat
besarnya 1/3 diameter papil yang disebut ekskavasasi fisiologis. Dari tempat ini keluarlah
arteri dan vena retina sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal,
keatas dan ke bawah.
Gambar 2. Gambaran retina normal
3
`
2. Sel-sel bipolar
Yaitu penghubung dari sel sel reseptor dengan sel ganglion. Bentuknya ada yang khusus
menyambungkan satu sel reseptor kerucut dengan sel ganglion dan ada pula bercabang
banyak yang menghubungkan beberapa sel batang ke satu sel ganglion.
3. Sel ganglion
Sel ganglion menyampaikan impuls ke arah otak. Aksonnya panjang meliputi lapisan
permukaan retina, yang terus berkumpul di saraf optic dan selanjutnya sampai di badan
genikulatum lateral untuk bersinaps di sini dengan sel sel saraf yang melanjutkan impuls
visual kekorteks ke daerah fissure calcarina lobus oksipitalais.
4. Neuron Lainnya : sel Horizontal dan sel amakrin
Diduga berfungsi mengatur atau menggabungkan dan menyaring aliran impuls dari masing-
masing sel saraf sebelumnya.
5. Sel Muller
Bukan sel saraf tapi fungsinya penting sebagai membentuk sistem kerangka penunjang
jaringan retina. Membran limitasi interna dan eksterna adalah bagian yang dibentuknya. Sel
muller berfungsi sebagai depot glikogen yang penting untuk energi sel lainnya.
Gambar 2. Sel penyusun retina
4
`
Retina terdiri dari 10 lapisan. Lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya adalah :
1. Membrana limitans interna, merupakan membrana hialin antara retina dan badan kaca.
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju
nervus optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
4. Lapisan fleksiform dalam,yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan
sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel
horisontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapisan dibawahnya avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitans eksterna yang merupakan membrana ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas selbatang yang mempunyai
bentuk ramping, dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina
Gambar 3. Lapisan retina
5
`
2.2 Definisi
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris
retina dengan sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini, sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membran Burch. Sesungguhnya antara lapisan sensoris tidak terdapat suatu perlekatan
struktural dengan khoroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial
untuk lepas secara embriologis2.
Ablasio retina termasuk kasus kedaruratan mata yang harus ditangani segera karena
lepasnya lapisan sensoris retina dari koroid atau sel epitel pigmen mengakibatkan gangguan
nutrisis retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan
gangguan fungsi yang menetap.
Faktor resiko tersering yang berhubungan dengan Ablasio Retina adalah myopia, afakia,
pseodofakia dan trauma, kira-kira 40% disamping adanya kelainan bawaan penyakit degeneratif
maupun penyakit metabolik lainnya (underlying diseases).
2.3 Klasifikasi
Ablasio retina diklasifikasi menurut etiopatogenesis menjadi dua yaitu regmatogenosa
dan non-regmatogenosa. Ablasio retina tipe regmatogenosa disebut juga dengan ablasio retina
primer. Tipe non-regmatogenosa atau sekunder, terbagi menjadi dua yaitu ablasio retina
eksudatif dan ablasio retina traksi.
2.4 Epidemiologi
Faktor etiologi ablasio retina yang paling sering ditemukan adalah myopia, aphakia,
pseudophakia, dan trauma. Kira-kira 40-50% pasien ablasio retina terdapat manifestasi myopia,
30-40% pernah menjalani pembedahan katarak dan 10-20% mengalami trauma okular langsung..
Belum ada studi mengenai insiden ablasio pada aktivitas tertentu, namun olahraga khusus seperti
tinju dan bungee jumping mempunyai risiko yang tinggi
Pasien ablasio retina unilateral, 15% turut mengalami ablasio retina pada sisi yang lain
setelah beberapa waktu. Resiko ablasio retina bilateral lebih tinggi pada pasien yang telah
menjalani ekstraksi katarak bilateral.
Predileksi jantina tidak ditemukan pada ablasio retina tetapi jumlah trauma okular pada lelaki
lebih banyak terutama di bawah usia 45 tahun di mana 60% adalah lelaki dan 40% perempuan.
6
`
Berdasarkan usia, semakin bertambah usia, semakin banyak kasus ablasio retina. Paling
banyak pada usia antara 40-70 tahun. Ablasio traumatik lebih sering ditemukan pada pasien usia
muda. Ablasio myopic lebih banyak pada usia 25-25 tahun.
Insiden penyakit ini relatif tinggi pada etnik yahudi dan relatif rendah pada orang kulit
hitam, akan tetapi penyebabnya belum diketahui.
2.5 Etiologi & Faktor Resiko
Setiap tipe ablasio retina mempunyai faktor resiko yang berbeda:
Ablasio retina regmatogenosa
a. Aphakia
b. Myopia
c. Trauma tumpul
2) Ablasio retina traksi
a. Diabetes melitus
b. Bayi prematur
c. Trauma tembus
d. Sickel cell disease
e. Oklusi vena
3) Ablasio retina eksudat
a. Hipertensi maligna
b. Eklampsia
c. Gagal ginjal
d. Neoplasia
7
`
2.6 Patogenesis
2.6.1 Ablasio Retina Regmatogenesa
Istilah regmatogen berasal dari bahasa yunani yaitu rhegma yang berarti robekan atau
diskontinuitas. Merupakan tipe yang paling sering terjadi. Ablasio retina regmatogenesa terjadi
akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan corpus vitreus masuk ke belakang di ruang
subretina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca yang mencair yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas
dari lapis epitel pigmen koroid.
Faktor yang menyebabkan terjadinya ablasio retina diantaranya adalah adanya robekan
retina, pengenceran vitreous, traksi atau tarikan pada retina (vitreoretinal traction), dan
perpindahan cairan vitreus ke subretina. Diantaranya adalah mata yang terjadi pengenceran
vitreus yang diikuti oleh pelepasan vitreus posterior, yang akan menyebabkan robekan retina
ditempat dimana terjadi adhesi vitreoretinal yang kuat. Cairan vitreus yang mengalami
pengenceran akan memasuki robekan yang akan mengakibatkan ablasio retina.
Robeknya retina atau retinal break adalah pemutusan total (full-thickness) di area retina
sensorik. Robekan ini akan memberi ruang pada badan kaca yang mengalami pencairan untuk
memasuki ruang subretina. Jenis-jenis robekan yang terjadi pada retina adalah:
• flap tear - sebagian dari retina tertarik ke arah anterior karena
adanya traksi vitreoretina. Sering
disebabkan oleh trauma.
• giant retinal tear - robekan besar yang membentuk sudut 90 derajat
atau lebih.
• operculated hole - terjadi bila ada traksi yang cukup kuat untuk
memutuskan sebagian retina daro
permukaannya.
• dialisis - robekan yang circumferential? dan linear yang
terjadi di basis anterior dan posterior badan
kaca. Sering karena trauma tumpul.
• atrofic hole - atrofi lapisan retina bagian dalam.
8
`
• macular hole - adanya defek lamellar di fovea secara histologis.
Bila ablasio retina telah terjadi, letak robekan primer dapat ditentukan dengan
menggunakan Lincolff rules.
9
`
Ada lesi yang terjadi di retina yang merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
ablasio retina terutamanya adalah Degenerasi Lattice. Degenerasi Laticce adalah adanya kelaina
di vitreoretinal. Sering ditemukan pada orang dengan myopia karena adanya predileksi familial.
10
`
Secara hisopatologi, ditemukan atrofi lapisan dalam retina yang dapat bervariasi derajatnya,
badan kaca di atasnya mengalami likuefaksi dan kondensasi dan adesi badan kaca di lokasi lesi.
Walaupun hanya sebagian penderita dengan degenerasi Lattice akan berkembang menjadi
ablasio retina, 20-30% pasien dengan ablasio retina regmatogenesa ada lesi Lattice.
Mata yang yang mempunyai predisposisi untuk terjadinya ablasio tipe ini adalah mata
dengan myopia tinggi, aphakia, dan trauma tumpul mengenai mata.
Gejala yang ditimbulkan adalah :
1. Fotopsia : sensasi subjektif yang dikeluhkan penderita sebagai kilatan cahaya atau
pijaran api pada lapangan pandang. Fotopsia terjadi karena adanya stimulasi mekanis
oleh traksi vitreoretinal pada retina.
2. Floaters : Adanya bayangan hitam yang berbagai bentuk yang tampak pada lapang
pandang pasien. Gerakan kekeruhan vitreous yang memberikan bayangan pada retina.
Terjadi karena adanya kekeruhan di badan kaca seperti sel eritrosit, sel-sel inflamasi
dan aggregasi serat kolagen. Ada tiga bentuk floaters yang sering dikeluhkan oleh
pasien :
a. Lingkaran besar ( Weiss Ring )
b. Cobwebs
c. Bintik-bintik kecil (Saucer Like)
3. Defek Lapang Pandangan
Terdapat gangguan lapang pandang yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang
menutup akibat dari penyebaran dari ablasi ke bidang ekuator.
4. Hilangnya penglihatan pusat apabila ablasi sudah meluas hingga fovea.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat
dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau lebih pemutusan retina total
11
`
misalnya robekan berbentuk tapak kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan
sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan
jenis, robekan tapak kuda paling sering terjadi di kuadran supratemporal, lubang atropik
di kuadran temporal, dan dialisis retina di kuadran infratemporal. Apabila terdapat
robekan retina multipel, maka defek biasanya terletak dalam 900 satu sama lain. Bila bola
mata yang diperiksa bergerak, akan terlihat retina yang lepas akan ikut bergoyang.
Pada RD yang baru, akan memperlihatkan tanda – tanda sebagai berikut :
a. Adanya defek afferen pupil .
b. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular
glaukoma pada ablasi yang telah lama.
c. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas bergoyang.
d. Mild anterior uveitis.
e. Vitreous menunjukan gambaran ”asap tembakau” (Tobacco Dust) di anterior vitreous,
dengan ablasi vitreous posterior. Terjadi karena adanya gumpalan kecil sel pigmen
yang lepas.
Pada RD yang telah lama (long standing) menunjukan tanda – tanda sebagai berikut :
a. Penipisan retina.
b. Kista sekunder intra – retinal.
c. Garis – garis demarsirasi sub –retina
d. Apabila tidak diobati, sebagian besar ablasio retina menjadi total dan pada akhirnya
memberi komplikasi katarak, uveitis kronik, hipotoni, dan akhirnya ptosis bulbi.
2.6.2 Ablasio Retina Traksional
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua yang terutama disebabkan oleh beberapa
kelainan seperti :
12
`
• Retinopati diabetik proliferatif
• Retinopati prematurity
• Trauma tembus segmen posterior
Kelainan diatas menyebabkan adanya gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik
menjauhi epitel pigmen dibawahnya disebabkan oleh adanya membran vitreosa, epiretina atau
subretina yang terdiri dari fibroblas sel glia atau sel epitel pigmen retina. Traksi ini menyebabkan
terlepasnya lapisan sensorik retina dengan RPE. Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di
sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan
melibatkan retina mid perifer dan macula. Berbeda dengan penampakan konveks pada ablasio
regmatogenosa, ablasio retina akibat traksi yang khas memiliki permukaan yang lebih konkaf
dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata.
Pada retinopati diabetic proliferative, iskemia retina yang progressif akan merrangsang
terbentuknya pembuluh darah yang baru (neovaskularisasi). Pembuluh darah tersebut akan
proliferasi ke bagian vitreus posterior. Pada tahap awal, pembuluh darah baru yang terbentuk
adalah kecil dan komponen serat fibrosanya sedikit. Pembuluh darah ini akan bertambah besar
dan komponen fibrosanya juga makin banyak. Kontraksi korpus vitreus menarik jaringan
fibrovaskuler yang terbentuk tadi dan retina dibawahnya ke arah anterior menuju dasar korpus
vitreum.
Traksi local pada retina bisa menyebabkan robeknya retina, yang nanti akan
mengakibatkan kombinasi ablasio regmatogenesa-traksi .
Gejala dari ablasio tipe ini adalah:
a. Penurunan lapang pandang yang terjadi lambat dan bersifat progresif. Dapat
berlangsung tanpa memburuk selama beberapa bulan sampai tahun
b. Tidak menunjukan gejala floaters dan fotopsia karena traksi vitreo-retinal
berkembang lamban.
Tanda – tanda dari ablasi retina traksi adalah 3 :
a. Biasanya tidak memperlihatkan tanda – tanda perobekan retina.
b. Konfigurasi dari ablasi retina berbentuk konkaf. Elevasi yang tertinggi dari retina
terjadi pada tempat – tempat traksi vitreo-retinal.
c. Garis – garis desermasi sub – retinal tidak ada
13
`
2.6.3 Ablasio Retina Eksudatif
Ablasio retina pada tipe ini terjadi karena akumulasi cairan dibawah retina sensorik.
Terjadi apabila pembuluh darah di retina atau khoroid mengalami defek, sehingga membenarkan
cairan keluar ke runag subretina. Penyebab yang paling sering adalah neoplasia dan gangguan
inflamasi. Cairan di subretina mengikuti daya gravitasi, oleh itu ia melepaskan area retina yang
ia akumulasi. Contohnya, jika pasien sedang duduk, bagian retina yang lepas adalah inferior.
Manakala jika pasien dalam posisi supinasi, area macula akan mengalami ablasio.
Beberapa kondisi yang dapat mengakibatkan ablasio tipe ini adalah uveitis, tumor
metastasis, melanoma, Coats disease, retinoblastoma, choroidal hemangioma, dan lain-lain
Gejala yang ditunjukkan adalah sebagai berikut :
a. Terkadang terdapat floaters.
b. Tidak ada fotopsia.
c. Penurunan lapang pandang .
d. Mata merah (pada penyakit uveal)
e. Nyeri (skleritis)
f. Pupil yang putih (leucokoria)
Tanda-tanda dari ablasio retina eksudatif adalah :
a. Tidak ada robekan retina.
b. Konfigurasi dari ablasi retina konvek. Permukaan retina yang lepas licin, non –
corrugated dan bullos dan dapat melekat pada belakang lensa.
14
`
c. Shifting of fluid merupakan tanda khas dari ablasio retina eksudatif.
2.7 Diagnosis
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang.
i. Anamnesis
• Dalam anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat
pembedahan sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan benda
asing intraokular, dsb), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis,
perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma dan retinopati diabetik), riwayat
keluarga dengan penyakit mata, serta penyakit sistemik yang berhubungan
dengan ablasio retina (diabetes, tumor, sickle cell disease, leukimia, eklamsia
dan prematuritas).
• Gejala yang sering dikeluhkan penderita :
Floater : terlihat adanya benda melayang-layang pada lapang pandang
pasien
Fotopsia : pijaran api atau kilatan cahaya
Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang
semakin lama semakin luas.
Penglihatan kabur atau visus menurun
ii) Pemeriksaan oftalmologik
• Pemeriksaan visus
Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula
lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila
makula lutea ikut terangkat.
• Pemeriksaan lapangan pandang
15
`
Akan terjadi defek lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat
terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina.
• Pemeriksaan funduskopi
Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina
dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan
ini retina yang mengalami ablasio retina tampak sebagai membran abu-
abu merah muda. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak.
Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap,
berkelok-kelok, dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang
mengalami ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada
retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid
dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus.
iii) Pemeriksaan penunjang
Antara pemriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah ultrasonografi mata.
Sekiranya retina tidak dapat dilihat melalui funduskopi karena faktor seperti kelainan kornea,
katarak atau perdarahan, ultrasonografi sangat diperlukan untuk diagnosis. Kedua A Scan
ultrasound dan B Scan Ultrasound dapat membantu dalam diagnosis ablasio retina dan
membedakannya dari ablasio vitreal posterior. Ultrasonografi juga dapat membedakan antara
ablasio retina regmatogenosa dan non regmatogenosa. Pada ablasio eksudatif, ultrasonografi
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya tumor subretinal, perdarahan koroid atau pelepasan
retina itu sendiri.
Pemeriksaan lain seperti CT Scan dan MRI tidak dianjurkan maupun diindikasikan untuk
mendiagnosis ablasio retina. Namun pemeriksaan tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi
tumor atau benda asing intraorbital.
2.8 Diagnosis Banding
1. Retinoskisis
Retinoskisis dapat dibedakan dari ablasio retina dengan membandingkan permukaannya
yang rata, biasanya tidak ditemukan perdarahan atau pigmen di dalam vitreus, selalu
16
`
muncul dengan skotoma, Biasanya mengalami perbaikan dengan fotokoagulasi, tidak ada
pergerakan cairan seperti pada ablasio retina
2. Oklusi arteri retina
Strok okuli yang disebabkan oklusi arteri paling sering oleh emboli. Manifestasi berupa
kehilangan penglihatan yang sekiranya tidak ditatalaksana segera dapat menimbulkan
kebutaan permanen.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan :
a. Skleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama
tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina,
menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan skleral buckle (sabuk).
Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk
yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina.
Pertama-tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara
retina sekitar dan epitel pigmen retina.Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi
tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan
retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2
hari.
Gambar . Skleral buckle
17
`
b. Retinopeksi pneumatik
Merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama
jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Tekhnik pelaksanaan prosedur ini
adalah dengan menyuntikkan gelembung gas kedalam rongga vitreus. Gelembung gas ini
akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika
robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-
2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung
disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari
untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina
Gambar . Retinopeksi pneumatic
c. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes dan juga digunakan
pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreus melalui pars plana. Setelah itu dilakukan
vitrektomi dengan vitreus cutter untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreus strand),
membran, dan perlekatan-perlekatan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan
penyebab ablasio.
18
`
Gambar . Vitrektomi
2.10 Prognosis
Bila retina berhasil direkatkan kembali, mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi
penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan
dalam jangka enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Pada
umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio retina telah terjadi cukup lama
atau mungkin muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina.
Korpus vitreus yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan
retina menyebabkan tidak semua retina yang terlepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak
dapat direkatkan kembali, maka penglihatan akan terus menurun dan akhirnya menjadi buta.
2.11 Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling
umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi
cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.
BAB III
KESIMPULAN
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serrata
19
`
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
batang dengan sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini, sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membran Bruch.
Dikenal 3 bentuk ablasi retina: Ablasi retina regmatogenosa, Ablasi retina eksudatif,
Ablasi retina traksi. Terapi yang dilakukan pada Ablasi retina regmatogenosa dan Ablasi retina
eksudatif adalah dengan operatif, sedangkan pada Ablasi retina traksi berdasar etiologinya.
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan seperti scleral buckle, retinopeksi pneumatic dan vitrektomi. Bila retina berhasil
direkatkan kembali, mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi penglihatan dan kebutaan
total dapat dicegah. Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang
paling umum terjadi pada ablasio retina.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy Ophthalmology. Retinal Detachment. Retina and Vitreous. BCSC Section 12. P. 277-299.
2. Larkin. G. D. Retinal Detachment. Medscape Reference. 2012
http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview3. Riordan-Eva P. Anatomi dan embriologi mata. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P,
editors. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2007. h 1-27.
20
`
4. Fletcher E.C. Retina. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P, editors. Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology 17th edition. Boston. McGraw Hill. 2007.
21