21
` BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ablasio retina adalah lepasnya lapisan sensorik retina dari lapisan retinal pigment epithelium (RPE). Lapisan sensorik retina adalah derivat dari lapisan dalam optic cup, sedangkan RPE adalah derivat dari lapisan luar optic cup, membentuk suatu rongga potensial yang mudah terpisah dan terisi oleh cairan sub retina. Insiden ablasio retina di Amerika Serikat lebih kurang satu dalam lima belas ribu dengan prevalensi 0,3 %. Umur yang terbanyak menderita ablasio retina adalah 40 sampai 70 tahun dan lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, hal ini mungkin disebabkan seringnya pria mendapat trauma dibanding wanita. Pada keadaan tertentu ablasio retina sering menyerang kedua mata terutama pada mata afakia. Insiden penyakit ini relatif tinggi pada etnik yahudi dan relatif rendah pada orang kulit hitam, akan tetapi penyebabnya belum diketahui. Ablasio retina termasuk kasus kedaruratan mata yang harus ditangani segera. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada awal 1700 M oleh de Saint-Yves, namun diagnosis klinis baru bisa ditegakkan sejak ditemukannya oftalmoskop oleh Helmholtz pada tahun 1851. Sampai tahun 1920 karena tidak adanya penanganan kasus ini oleh para ahli sampai akhirnya Jules Gonin menemukan tehnik pengobatan pertama untuk mengatasi penyakit ini di Lausanne, Switzerland. Dewasa ini pengobatan terhadap ablasio retina telah berkembang dengan pesat seperti, scleral buckling, intravitreal gas, dan vitrektomi sehingga visus penderita dapat dipertahankan. 1.2 Batasan Masalah Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, serta penatalaksanaan ablasio retina. 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang ablasio retina. 1.4 Metode Penulisan Metode yang digunakan adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur 1

PRINT Ablasio Retina

Embed Size (px)

DESCRIPTION

medical

Citation preview

Page 1: PRINT Ablasio Retina

`

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ablasio retina adalah lepasnya lapisan sensorik retina dari lapisan retinal pigment

epithelium (RPE). Lapisan sensorik retina adalah derivat dari lapisan dalam optic cup, sedangkan

RPE adalah derivat dari lapisan luar optic cup, membentuk suatu rongga potensial yang mudah

terpisah dan terisi oleh cairan sub retina.

Insiden ablasio retina di Amerika Serikat lebih kurang satu dalam lima belas ribu dengan

prevalensi 0,3 %. Umur yang terbanyak menderita ablasio retina adalah 40 sampai 70 tahun dan

lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, hal ini mungkin disebabkan seringnya pria

mendapat trauma dibanding wanita. Pada keadaan tertentu ablasio retina sering menyerang kedua

mata terutama pada mata afakia. Insiden penyakit ini relatif tinggi pada etnik yahudi dan relatif

rendah pada orang kulit hitam, akan tetapi penyebabnya belum diketahui.

Ablasio retina termasuk kasus kedaruratan mata yang harus ditangani segera. Penyakit ini

pertama kali ditemukan pada awal 1700 M oleh de Saint-Yves, namun diagnosis klinis baru bisa

ditegakkan sejak ditemukannya oftalmoskop oleh Helmholtz pada tahun 1851. Sampai tahun

1920 karena tidak adanya penanganan kasus ini oleh para ahli sampai akhirnya Jules Gonin

menemukan tehnik pengobatan pertama untuk mengatasi penyakit ini di Lausanne, Switzerland.

Dewasa ini pengobatan terhadap ablasio retina telah berkembang dengan pesat seperti, scleral

buckling, intravitreal gas, dan vitrektomi sehingga visus penderita dapat dipertahankan.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, serta

penatalaksanaan ablasio retina.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang ablasio retina.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur

1

Page 2: PRINT Ablasio Retina

`

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan multilapis yang

melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan

hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serrata. Permukaan luar

retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga tertumbuk

dengan membrane Bruch, khoroid dan sclera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitellium

pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina. Tetapi pada discus

optikus dan ora serrata, retina dan epithelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga

membatasi perluasan cairan sub retina.

Gambar 1. Anatomi Retina

Retina terdiri dari lima jenis sel penyusun retina :

1. Sel - sel reseptor , Berupa sel batang dan kerucut.

Sel kerucut (cones) paling banyak terdapat di bagian sentral yang dinamakan sebagai daerah

macula lutea. Pada sentral macula lutea, yaitu daerah fovea sentralis yang tidak tercampuri

sel-sel batang. Besar macula lutea 1-2 mm, daerah ini daya penglihatannya paling tajam

terutama di fovea sentralis.

2

Page 3: PRINT Ablasio Retina

`

Struktur makula lutea :

a. Tidak ada sel saraf

b. Sel sel ganglion sangat banyak di pinggir

c. Lebih banyak sel kerucut daripada sel batang. Pada fovea sentralis hanya terdapat sel

kerucut.

Fungsi sel kerucut adalah untuk photoptic vision (melihat warna, cahaya intensitas

tinggi dan penglihatan sentral / ketajaman penglihatan), persepsi detail dan warna pada

cahaya yang cukup terang. Pada cahaya yang remang-remang sel kerucut ini kurang

berfungsi. Didalam sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang masing-masing peka

terhadap sinar merah, hijau, biru

Sel-sel batang lebih banyak di bagian perifer terutama di sekitar macula. Fungsinya

adalah untuk penglihatan di tempat gelap, untuk scotoptic vision, yaitu untuk melihat cahaya

dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi

ruangan.

Pada nasal dari macula lutea terdapat papilla nervi optikus yaitu tempat dimana nervus

II menembus sclera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung sel batang

atau sel kerucut sama sekali. Oleh karena itu, tidak dapat melihat sama sekali dan disebut

titik buta (skotoma fisiologis, blind spot). Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya

lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat

besarnya 1/3 diameter papil yang disebut ekskavasasi fisiologis. Dari tempat ini keluarlah

arteri dan vena retina sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal,

keatas dan ke bawah.

Gambar 2. Gambaran retina normal

3

Page 4: PRINT Ablasio Retina

`

2. Sel-sel bipolar

Yaitu penghubung dari sel sel reseptor dengan sel ganglion. Bentuknya ada yang khusus

menyambungkan satu sel reseptor kerucut dengan sel ganglion dan ada pula bercabang

banyak yang menghubungkan beberapa sel batang ke satu sel ganglion.

3. Sel ganglion

Sel ganglion menyampaikan impuls ke arah otak. Aksonnya panjang meliputi lapisan

permukaan retina, yang terus berkumpul di saraf optic dan selanjutnya sampai di badan

genikulatum lateral untuk bersinaps di sini dengan sel sel saraf yang melanjutkan impuls

visual kekorteks ke daerah fissure calcarina lobus oksipitalais.

4. Neuron Lainnya : sel Horizontal dan sel amakrin

Diduga berfungsi mengatur atau menggabungkan dan menyaring aliran impuls dari masing-

masing sel saraf sebelumnya.

5. Sel Muller

Bukan sel saraf tapi fungsinya penting sebagai membentuk sistem kerangka penunjang

jaringan retina. Membran limitasi interna dan eksterna adalah bagian yang dibentuknya. Sel

muller berfungsi sebagai depot glikogen yang penting untuk energi sel lainnya.

Gambar 2. Sel penyusun retina

4

Page 5: PRINT Ablasio Retina

`

Retina terdiri dari 10 lapisan. Lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya adalah :

1. Membrana limitans interna, merupakan membrana hialin antara retina dan badan kaca.

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju

nervus optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

3. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

4. Lapisan fleksiform dalam,yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan

sel amakrin dan sel bipolar.

5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.

6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel

horisontal dengan fotoreseptor.

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.

Ketiga lapisan dibawahnya avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

8. Membrana limitans eksterna yang merupakan membrana ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas selbatang yang mempunyai

bentuk ramping, dan sel kerucut.

10. Epitelium pigmen retina

Gambar 3. Lapisan retina

5

Page 6: PRINT Ablasio Retina

`

2.2 Definisi

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris

retina dengan sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini, sel epitel pigmen masih melekat erat

dengan membran Burch. Sesungguhnya antara lapisan sensoris tidak terdapat suatu perlekatan

struktural dengan khoroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial

untuk lepas secara embriologis2.

Ablasio retina termasuk kasus kedaruratan mata yang harus ditangani segera karena

lepasnya lapisan sensoris retina dari koroid atau sel epitel pigmen mengakibatkan gangguan

nutrisis retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan

gangguan fungsi yang menetap.

Faktor resiko tersering yang berhubungan dengan Ablasio Retina adalah myopia, afakia,

pseodofakia dan trauma, kira-kira 40% disamping adanya kelainan bawaan penyakit degeneratif

maupun penyakit metabolik lainnya (underlying diseases).

2.3 Klasifikasi

Ablasio retina diklasifikasi menurut etiopatogenesis menjadi dua yaitu regmatogenosa

dan non-regmatogenosa. Ablasio retina tipe regmatogenosa disebut juga dengan ablasio retina

primer. Tipe non-regmatogenosa atau sekunder, terbagi menjadi dua yaitu ablasio retina

eksudatif dan ablasio retina traksi.

2.4 Epidemiologi

Faktor etiologi ablasio retina yang paling sering ditemukan adalah myopia, aphakia,

pseudophakia, dan trauma. Kira-kira 40-50% pasien ablasio retina terdapat manifestasi myopia,

30-40% pernah menjalani pembedahan katarak dan 10-20% mengalami trauma okular langsung..

Belum ada studi mengenai insiden ablasio pada aktivitas tertentu, namun olahraga khusus seperti

tinju dan bungee jumping mempunyai risiko yang tinggi

Pasien ablasio retina unilateral, 15% turut mengalami ablasio retina pada sisi yang lain

setelah beberapa waktu. Resiko ablasio retina bilateral lebih tinggi pada pasien yang telah

menjalani ekstraksi katarak bilateral.

Predileksi jantina tidak ditemukan pada ablasio retina tetapi jumlah trauma okular pada lelaki

lebih banyak terutama di bawah usia 45 tahun di mana 60% adalah lelaki dan 40% perempuan.

6

Page 7: PRINT Ablasio Retina

`

Berdasarkan usia, semakin bertambah usia, semakin banyak kasus ablasio retina. Paling

banyak pada usia antara 40-70 tahun. Ablasio traumatik lebih sering ditemukan pada pasien usia

muda. Ablasio myopic lebih banyak pada usia 25-25 tahun.

Insiden penyakit ini relatif tinggi pada etnik yahudi dan relatif rendah pada orang kulit

hitam, akan tetapi penyebabnya belum diketahui.

2.5 Etiologi & Faktor Resiko

Setiap tipe ablasio retina mempunyai faktor resiko yang berbeda:

Ablasio retina regmatogenosa

a. Aphakia

b. Myopia

c. Trauma tumpul

2) Ablasio retina traksi

a. Diabetes melitus

b. Bayi prematur

c. Trauma tembus

d. Sickel cell disease

e. Oklusi vena

3) Ablasio retina eksudat

a. Hipertensi maligna

b. Eklampsia

c. Gagal ginjal

d. Neoplasia

7

Page 8: PRINT Ablasio Retina

`

2.6 Patogenesis

2.6.1 Ablasio Retina Regmatogenesa

Istilah regmatogen berasal dari bahasa yunani yaitu rhegma yang berarti robekan atau

diskontinuitas. Merupakan tipe yang paling sering terjadi. Ablasio retina regmatogenesa terjadi

akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan corpus vitreus masuk ke belakang di ruang

subretina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca yang mencair yang masuk melalui

robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas

dari lapis epitel pigmen koroid.

Faktor yang menyebabkan terjadinya ablasio retina diantaranya adalah adanya robekan

retina, pengenceran vitreous, traksi atau tarikan pada retina (vitreoretinal traction), dan

perpindahan cairan vitreus ke subretina. Diantaranya adalah mata yang terjadi pengenceran

vitreus yang diikuti oleh pelepasan vitreus posterior, yang akan menyebabkan robekan retina

ditempat dimana terjadi adhesi vitreoretinal yang kuat. Cairan vitreus yang mengalami

pengenceran akan memasuki robekan yang akan mengakibatkan ablasio retina.

Robeknya retina atau retinal break adalah pemutusan total (full-thickness) di area retina

sensorik. Robekan ini akan memberi ruang pada badan kaca yang mengalami pencairan untuk

memasuki ruang subretina. Jenis-jenis robekan yang terjadi pada retina adalah:

• flap tear - sebagian dari retina tertarik ke arah anterior karena

adanya traksi vitreoretina. Sering

disebabkan oleh trauma.

• giant retinal tear - robekan besar yang membentuk sudut 90 derajat

atau lebih.

• operculated hole - terjadi bila ada traksi yang cukup kuat untuk

memutuskan sebagian retina daro

permukaannya.

• dialisis - robekan yang circumferential? dan linear yang

terjadi di basis anterior dan posterior badan

kaca. Sering karena trauma tumpul.

• atrofic hole - atrofi lapisan retina bagian dalam.

8

Page 9: PRINT Ablasio Retina

`

• macular hole - adanya defek lamellar di fovea secara histologis.

Bila ablasio retina telah terjadi, letak robekan primer dapat ditentukan dengan

menggunakan Lincolff rules.

9

Page 10: PRINT Ablasio Retina

`

Ada lesi yang terjadi di retina yang merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya

ablasio retina terutamanya adalah Degenerasi Lattice. Degenerasi Laticce adalah adanya kelaina

di vitreoretinal. Sering ditemukan pada orang dengan myopia karena adanya predileksi familial.

10

Page 11: PRINT Ablasio Retina

`

Secara hisopatologi, ditemukan atrofi lapisan dalam retina yang dapat bervariasi derajatnya,

badan kaca di atasnya mengalami likuefaksi dan kondensasi dan adesi badan kaca di lokasi lesi.

Walaupun hanya sebagian penderita dengan degenerasi Lattice akan berkembang menjadi

ablasio retina, 20-30% pasien dengan ablasio retina regmatogenesa ada lesi Lattice.

Mata yang yang mempunyai predisposisi untuk terjadinya ablasio tipe ini adalah mata

dengan myopia tinggi, aphakia, dan trauma tumpul mengenai mata.

Gejala yang ditimbulkan adalah :

1. Fotopsia : sensasi subjektif yang dikeluhkan penderita sebagai kilatan cahaya atau

pijaran api pada lapangan pandang. Fotopsia terjadi karena adanya stimulasi mekanis

oleh traksi vitreoretinal pada retina.

2. Floaters : Adanya bayangan hitam yang berbagai bentuk yang tampak pada lapang

pandang pasien. Gerakan kekeruhan vitreous yang memberikan bayangan pada retina.

Terjadi karena adanya kekeruhan di badan kaca seperti sel eritrosit, sel-sel inflamasi

dan aggregasi serat kolagen. Ada tiga bentuk floaters yang sering dikeluhkan oleh

pasien :

a. Lingkaran besar ( Weiss Ring )

b. Cobwebs

c. Bintik-bintik kecil (Saucer Like)

3. Defek Lapang Pandangan

Terdapat gangguan lapang pandang yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang

menutup akibat dari penyebaran dari ablasi ke bidang ekuator.

4. Hilangnya penglihatan pusat apabila ablasi sudah meluas hingga fovea.

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat

dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau lebih pemutusan retina total

11

Page 12: PRINT Ablasio Retina

`

misalnya robekan berbentuk tapak kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan

sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan

jenis, robekan tapak kuda paling sering terjadi di kuadran supratemporal, lubang atropik

di kuadran temporal, dan dialisis retina di kuadran infratemporal. Apabila terdapat

robekan retina multipel, maka defek biasanya terletak dalam 900 satu sama lain. Bila bola

mata yang diperiksa bergerak, akan terlihat retina yang lepas akan ikut bergoyang.

Pada RD yang baru, akan memperlihatkan tanda – tanda sebagai berikut :

a. Adanya defek afferen pupil .

b. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular

glaukoma pada ablasi yang telah lama.

c. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas bergoyang.

d. Mild anterior uveitis.

e. Vitreous menunjukan gambaran ”asap tembakau” (Tobacco Dust) di anterior vitreous,

dengan ablasi vitreous posterior. Terjadi karena adanya gumpalan kecil sel pigmen

yang lepas.

Pada RD yang telah lama (long standing) menunjukan tanda – tanda sebagai berikut :

a. Penipisan retina.

b. Kista sekunder intra – retinal.

c. Garis – garis demarsirasi sub –retina

d. Apabila tidak diobati, sebagian besar ablasio retina menjadi total dan pada akhirnya

memberi komplikasi katarak, uveitis kronik, hipotoni, dan akhirnya ptosis bulbi.

2.6.2 Ablasio Retina Traksional

Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua yang terutama disebabkan oleh beberapa

kelainan seperti :

12

Page 13: PRINT Ablasio Retina

`

• Retinopati diabetik proliferatif

• Retinopati prematurity

• Trauma tembus segmen posterior

Kelainan diatas menyebabkan adanya gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik

menjauhi epitel pigmen dibawahnya disebabkan oleh adanya membran vitreosa, epiretina atau

subretina yang terdiri dari fibroblas sel glia atau sel epitel pigmen retina. Traksi ini menyebabkan

terlepasnya lapisan sensorik retina dengan RPE. Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di

sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan

melibatkan retina mid perifer dan macula. Berbeda dengan penampakan konveks pada ablasio

regmatogenosa, ablasio retina akibat traksi yang khas memiliki permukaan yang lebih konkaf

dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata.

Pada retinopati diabetic proliferative, iskemia retina yang progressif akan merrangsang

terbentuknya pembuluh darah yang baru (neovaskularisasi). Pembuluh darah tersebut akan

proliferasi ke bagian vitreus posterior. Pada tahap awal, pembuluh darah baru yang terbentuk

adalah kecil dan komponen serat fibrosanya sedikit. Pembuluh darah ini akan bertambah besar

dan komponen fibrosanya juga makin banyak. Kontraksi korpus vitreus menarik jaringan

fibrovaskuler yang terbentuk tadi dan retina dibawahnya ke arah anterior menuju dasar korpus

vitreum.

Traksi local pada retina bisa menyebabkan robeknya retina, yang nanti akan

mengakibatkan kombinasi ablasio regmatogenesa-traksi .

Gejala dari ablasio tipe ini adalah:

a. Penurunan lapang pandang yang terjadi lambat dan bersifat progresif. Dapat

berlangsung tanpa memburuk selama beberapa bulan sampai tahun

b. Tidak menunjukan gejala floaters dan fotopsia karena traksi vitreo-retinal

berkembang lamban.

Tanda – tanda dari ablasi retina traksi adalah 3 :

a. Biasanya tidak memperlihatkan tanda – tanda perobekan retina.

b. Konfigurasi dari ablasi retina berbentuk konkaf. Elevasi yang tertinggi dari retina

terjadi pada tempat – tempat traksi vitreo-retinal.

c. Garis – garis desermasi sub – retinal tidak ada

13

Page 14: PRINT Ablasio Retina

`

2.6.3 Ablasio Retina Eksudatif

Ablasio retina pada tipe ini terjadi karena akumulasi cairan dibawah retina sensorik.

Terjadi apabila pembuluh darah di retina atau khoroid mengalami defek, sehingga membenarkan

cairan keluar ke runag subretina. Penyebab yang paling sering adalah neoplasia dan gangguan

inflamasi. Cairan di subretina mengikuti daya gravitasi, oleh itu ia melepaskan area retina yang

ia akumulasi. Contohnya, jika pasien sedang duduk, bagian retina yang lepas adalah inferior.

Manakala jika pasien dalam posisi supinasi, area macula akan mengalami ablasio.

Beberapa kondisi yang dapat mengakibatkan ablasio tipe ini adalah uveitis, tumor

metastasis, melanoma, Coats disease, retinoblastoma, choroidal hemangioma, dan lain-lain

Gejala yang ditunjukkan adalah sebagai berikut :

a. Terkadang terdapat floaters.

b. Tidak ada fotopsia.

c. Penurunan lapang pandang .

d. Mata merah (pada penyakit uveal)

e. Nyeri (skleritis)

f. Pupil yang putih (leucokoria)

Tanda-tanda dari ablasio retina eksudatif adalah :

a. Tidak ada robekan retina.

b. Konfigurasi dari ablasi retina konvek. Permukaan retina yang lepas licin, non –

corrugated dan bullos dan dapat melekat pada belakang lensa.

14

Page 15: PRINT Ablasio Retina

`

c. Shifting of fluid merupakan tanda khas dari ablasio retina eksudatif.

2.7 Diagnosis

Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan

pemeriksaan penunjang.

i. Anamnesis

• Dalam anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat

pembedahan sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan benda

asing intraokular, dsb), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis,

perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma dan retinopati diabetik), riwayat

keluarga dengan penyakit mata, serta penyakit sistemik yang berhubungan

dengan ablasio retina (diabetes, tumor, sickle cell disease, leukimia, eklamsia

dan prematuritas).

• Gejala yang sering dikeluhkan penderita :

Floater : terlihat adanya benda melayang-layang pada lapang pandang

pasien

Fotopsia : pijaran api atau kilatan cahaya

Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang

semakin lama semakin luas.

Penglihatan kabur atau visus menurun

ii) Pemeriksaan oftalmologik

• Pemeriksaan visus

Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula

lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang

menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila

makula lutea ikut terangkat.

• Pemeriksaan lapangan pandang

15

Page 16: PRINT Ablasio Retina

`

Akan terjadi defek lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat

terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina.

• Pemeriksaan funduskopi

Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina

dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan

ini retina yang mengalami ablasio retina tampak sebagai membran abu-

abu merah muda. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang

subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak.

Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap,

berkelok-kelok, dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang

mengalami ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada

retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid

dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus.

iii) Pemeriksaan penunjang

Antara pemriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah ultrasonografi mata.

Sekiranya retina tidak dapat dilihat melalui funduskopi karena faktor seperti kelainan kornea,

katarak atau perdarahan, ultrasonografi sangat diperlukan untuk diagnosis. Kedua A Scan

ultrasound dan B Scan Ultrasound dapat membantu dalam diagnosis ablasio retina dan

membedakannya dari ablasio vitreal posterior. Ultrasonografi juga dapat membedakan antara

ablasio retina regmatogenosa dan non regmatogenosa. Pada ablasio eksudatif, ultrasonografi

dapat digunakan untuk mendeteksi adanya tumor subretinal, perdarahan koroid atau pelepasan

retina itu sendiri.

Pemeriksaan lain seperti CT Scan dan MRI tidak dianjurkan maupun diindikasikan untuk

mendiagnosis ablasio retina. Namun pemeriksaan tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi

tumor atau benda asing intraorbital.

2.8 Diagnosis Banding

1. Retinoskisis

Retinoskisis dapat dibedakan dari ablasio retina dengan membandingkan permukaannya

yang rata, biasanya tidak ditemukan perdarahan atau pigmen di dalam vitreus, selalu

16

Page 17: PRINT Ablasio Retina

`

muncul dengan skotoma, Biasanya mengalami perbaikan dengan fotokoagulasi, tidak ada

pergerakan cairan seperti pada ablasio retina

2. Oklusi arteri retina

Strok okuli yang disebabkan oklusi arteri paling sering oleh emboli. Manifestasi berupa

kehilangan penglihatan yang sekiranya tidak ditatalaksana segera dapat menimbulkan

kebutaan permanen.

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Ada beberapa cara yang dapat

dilakukan :

a. Skleral buckle

Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama

tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina,

menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan skleral buckle (sabuk).

Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk

yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina.

Pertama-tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara

retina sekitar dan epitel pigmen retina.Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi

tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan

retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2

hari.

Gambar . Skleral buckle

17

Page 18: PRINT Ablasio Retina

`

b. Retinopeksi pneumatik

Merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama

jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Tekhnik pelaksanaan prosedur ini

adalah dengan menyuntikkan gelembung gas kedalam rongga vitreus. Gelembung gas ini

akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika

robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-

2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung

disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari

untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina

Gambar . Retinopeksi pneumatic

c. Vitrektomi

Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes dan juga digunakan

pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara

pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian

memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreus melalui pars plana. Setelah itu dilakukan

vitrektomi dengan vitreus cutter untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreus strand),

membran, dan perlekatan-perlekatan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan

penyebab ablasio.

18

Page 19: PRINT Ablasio Retina

`

Gambar . Vitrektomi

2.10 Prognosis

Bila retina berhasil direkatkan kembali, mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi

penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan

dalam jangka enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Pada

umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio retina telah terjadi cukup lama

atau mungkin muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina.

Korpus vitreus yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan

retina menyebabkan tidak semua retina yang terlepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak

dapat direkatkan kembali, maka penglihatan akan terus menurun dan akhirnya menjadi buta.

2.11 Komplikasi

Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling

umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi

cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.

BAB III

KESIMPULAN

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan multilapis yang

melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan

hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serrata

19

Page 20: PRINT Ablasio Retina

`

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan

batang dengan sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini, sel epitel pigmen masih melekat erat

dengan membran Bruch.

Dikenal 3 bentuk ablasi retina: Ablasi retina regmatogenosa, Ablasi retina eksudatif,

Ablasi retina traksi. Terapi yang dilakukan pada Ablasi retina regmatogenosa dan Ablasi retina

eksudatif adalah dengan operatif, sedangkan pada Ablasi retina traksi berdasar etiologinya.

Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan

pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Ada beberapa cara yang dapat

dilakukan seperti scleral buckle, retinopeksi pneumatic dan vitrektomi. Bila retina berhasil

direkatkan kembali, mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi penglihatan dan kebutaan

total dapat dicegah. Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang

paling umum terjadi pada ablasio retina.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy Ophthalmology. Retinal Detachment. Retina and Vitreous. BCSC Section 12. P. 277-299.

2. Larkin. G. D. Retinal Detachment. Medscape Reference. 2012

http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview3. Riordan-Eva P. Anatomi dan embriologi mata. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P,

editors. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2007. h 1-27.

20

Page 21: PRINT Ablasio Retina

`

4. Fletcher E.C. Retina. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P, editors. Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology 17th edition. Boston. McGraw Hill. 2007.

21