2
Sekretariat: PWYP - Indonesia Gdg Jiwasraya, Lt 3, Jl.. RP Seoroso No.41, Gondangdia - Menteng, Jakarta Pusat, INDONESIA Tel +62 21 3939022 Fax +62 21 3909917, Kode Pos 10350 J aringan koalisi Pu- blish What You Pay (PWYP) Indonesia memiliki potensi yang bisa menjadi modal gerakan untuk men- dorong transparansi di sektor ekstraktif. Anggota koalisi ini tersebar di seluruh In- donesia yang terdiri dari 4 simpul wilayah yaitu, Jawa, Suma- tera, Kalimantan dan Papua. Mereka me- miliki keragaman pe- ngetahuan dan ke- ahlian serta kapasitas lembaga. Di simpul Jawa ter- diri dari Seknas FITRA, PATTIRO, Ya- yasan Samdhana, IDEA Yogyakarta, IESR, PCC Tuban, LPAW Blora, Transparency Internasional Indonesia, ICW, IPC dan Bojonegoro Institute, Di simpul Sumatera, ada Mata dan GERAK Aceh, FKPMR, LPAD Riau, Sedangkan di simpul Kalimantan, ada Pokja 30 Samarinda, PADI Indonesia, YCHI Banjarbaru,dan C-Force. Simpul Papua dikawal oleh Foker LSM Papua, Jasoil, Kipra Papua dan Perdu Manokwari (Papua Barat). Meski tidak merata dalam konteks sebaran propinsi, namun secara garis besar jaringan koalisi ini sudah mewakili dari ujung Sumatera sampai ujung Papua. Dengan keragaman anggota PWYP -Indonesia memiliki tujuan dan fokus kegiatan masing-masing baik dalam hal gerakan advokasi, pemberdayaan masyarakat maupun mendorong transparansi dalam pengelolaan pendapatan dari sektor ektraktif. Hal ini mengakibatkan beragamnya proyek-proyek kegiatan yang telah dilaksanakan oleh masing-masing anggota koalisi. Berikut profil anggota PWYP yang mewakili simpul Jawa dan Kalimantan: Bojonegoro Institut dan Pokja 30.1 Profil Anggota Koalisi PWYP Indonesia Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi & Akuntabilitas Tatakelola Sumberdaya Ekstraktif (Migas dan Pertambangan) Indonesia

Profil Anggota Koalisi PWYP Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Profil Anggota Koalisi PWYP Indonesia

Sekretariat: PWYP - Indonesia Gdg Jiwasraya, Lt 3, Jl.. RP Seoroso No.41, Gondangdia - Menteng, Jakarta Pusat,INDONESIA Tel +62 21 3939022 Fax +62 21 3909917, Kode Pos 10350

Jaringan koalisi Pu-blish What You Pay (PWYP) Indonesia

memiliki potensi yang bisa menjadi modal gerakan untuk men-dorong transparansi di sektor ekstraktif. Anggota koalisi ini tersebar di seluruh In-donesia yang terdiri dari 4 simpul wilayah yaitu, Jawa, Suma-tera, Kalimantan dan Papua. Mereka me-miliki keragaman pe-ngetahuan dan ke-ahlian serta kapasitas lembaga.

Di simpul Jawa ter-diri dari Seknas FITRA, PATTIRO, Ya-yasan Samdhana, IDEA Yogyakarta, IESR, PCC Tuban, LPAW Blora, Transparency Internasional Indonesia, ICW, IPC dan Bojonegoro Institute, Di simpul Sumatera, ada Mata dan GERAK Aceh, FKPMR, LPAD Riau, Sedangkan di simpul Kalimantan, ada Pokja 30 Samarinda, PADI Indonesia, YCHI Banjarbaru,dan C-Force. Simpul Papua dikawal oleh Foker LSM Papua, Jasoil, Kipra Papua dan Perdu Manokwari (Papua Barat). Meski tidak merata dalam konteks sebaran propinsi, namun secara garis besar jaringan koalisi ini sudah mewakili dari ujung Sumatera sampai ujung Papua.

Dengan keragaman anggota PWYP -Indonesia memiliki tujuan dan fokus kegiatan masing-masing baik dalam hal gerakan advokasi, pemberdayaan masyarakat maupun mendorong transparansi dalam pengelolaan pendapatan dari sektor ektraktif. Hal ini mengakibatkan beragamnya proyek-proyek kegiatan yang telah dilaksanakan oleh masing-masing anggota koalisi. Berikut profil anggota PWYP yang mewakili simpul Jawa dan Kalimantan: Bojonegoro Institut dan Pokja 30.1

Profil Anggota Koalisi PWYP Indonesia

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi & Akuntabilitas Tatakelola Sumberdaya Ekstraktif (Migas dan Pertambangan)

Indonesia

Page 2: Profil Anggota Koalisi PWYP Indonesia

Bojonegoro InstituteMandat Bojonegoro Institute (disingkat BI) adalah mengawal regulasi dan pembaharuan tata pemerintahan lokal secara berkelanjutan yang berbasis masyarakat, dalam kerangka demokratisasi dan desentralisasi, menuju relasi antara negara dan masyarakat yang kuat dan bermakna, serta kehidupan masyarakat sipil yang tangguh, semarak, dinamis dan partisipatif.

Karena itu, BI bersama lembaga lain berusaha untuk melakukan proses fasilitasi dalam upaya untuk mendorong pemerintah daerah dan stakeholder menuju pembangunan ekonomi dan sosial yang lebih baik. Salah satunya upaya untuk mencegah terjadinya kutukan sumber daya alam dan mendorong upaya mengubah sumber daya migas yang melimpah tersebut dapat memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat di kabupaten Blora dan Bojonegoro.

Untuk mewujudkan itu, BI pernah menggelar Lokakarya “Pengembangan Sosial Ekonomi Daerah Berbasis Transparansi Pendapatan Dari Minyak dan Gas Bumi” di Bojonegoro pada 11 Juni 2009. Lokakarya itu diikuti aktivis organisasi masyarakat sipil (OMS) setempat, tokoh masyarakat dan agama, serta jajaran pemerintah kabupaten Bojonegoro dan Blora. Program ini bertujuan untuk membantu daerah Blora dan Bojonegoro sebagai penghasil migas, melepaskan diri dari kemiskinan.

Dengan keberadaan tambang migas Lapangan Banyu urip-Jambaran, Blok Cepu, masyarakat Blora dan Bojonegoro dioharapkan bisa menikmati pembangunan ekonomi, sosial dan kesehatan. Karena itu perlu pening-katan kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan daerah dan bantuan teknis serta memperkuat partisipasi publik. Lembaga ini juga mengadakan dialog seputar pengelolaan pertambangan minyak pada 30 Mei 2008. Bekerja sama dengan Pemkab Bojonegoro, lembaga ini juga pernah mengadakan pelatihan cara menghitung dana bagi hasil migas, khususnya dana bagi hasil yang harus diterima daerah penghasil.

Pokja 30Pokja 30, merupakan OMS yang berkedudukan di Samarinda, Kalimantan Timur yang menaruh perhatian pada kebijakan pengelolaan dan transparansi anggaran dari sektor ekstraktif. Keberadaannya sangat relevan mengingat wilayah ini adalah salah satu provinsi di Kalimantan yang kaya dengan sumber alam. Indutri ekstraktif tumbuh bak cendawan di

musim hujan terutama pasca diberlakukannya otonomi daerah pada 2002. Selain migas, emas dan kayu, batu bara juga menjadi primadona guna memenuhi pundi-pundi PAD dan PDB nasional.

Meski pendapatan Kaltim cukup besar, seperti APBD Kabupaten Kutai Kertanegara mencapai sekitar Rp. 5,5 Trilyun, namun mayoritas masyarakat di sana masih hidup miskin. Realitasnya menunjukan pening-katan pendapatan daerah dari sumberdaya alam ekstraktif tidak menunjukkan korelasi positif dengan peningkatan pelayanan publik, maupun kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini diduga karena terjadinya korupsi dan pola belanja pemerintah daerah yang tidak semestinya. Kurangnya transparansi telah memfasilitasi korupsi.

Ketika perusahaan migas dan pertambangan tidak mempublikasikan pembayaran yang mereka lakukan kepada pemerintah, menjadi lebih mudah bagi aparat pemerintah untuk menggelapkan dana-dana itu dan lebih sulit bagi warga negara untuk mengontrolnya. Karena itu, Pokja 30 berupaya mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sektor ekstraktif, serta meng-gagas arah kebijakan dan aksi strategis untuk mendorong transparansi, partisipasi dan tata kelola pertambangan yang baik di Kaltim.

Pokja 30 telah menggelar semiloka tentang “Transparansi Pendapatan Industri Ekstraktif” di Kalimantan Timur di Samarinda pada 23-25 Maret 2009. Ada dua masalah yang disorot terkait dengan tata kelola industri ekstraktif yaitu lemahnya dalam regulasi dan pelaksanaan di lapangan. Tidak ada data yang sama dan singkron antar lembaga pemerintah selama ini baik dari Dispenda, Dinas Pertambangan dan Energi dan instansi pemerintah lainnya. Kesimpangsiuran data tersebut menegaskan betapa tidak terurusnya aspek manajemen data pemerintah yang berpotensi bagi korupsi.1

Area pertambangan di Kaltim Prima Coal (www.otraco.com.)