79
B. PROFIL INVESTASI BIOFUEL DARI KELAPA SAWIT 1. Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit A. Nama lain dari tanaman kelapa sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang sangat penting. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia di pelopori oleh Adrien Hallet, berkebangsaan Belgia, yang telah mempunyai pengalaman menanam kelapa sawit di Afrika. Penanaman kelapa sawit yang pertama di Indonesia dilakukan oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit seperti pembukaan kebun di Tanah Itam Ulu oleh Maskapai Oliepalmen Cultuur, di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de Sumatra – RCMA, dan di sungai Liput oleh Palmbomen Cultuur Mij. B. Gambaran Umum Kelapa Sawit Morfologi Kelapa Sawit a. Akar Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Radikula (bakar akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang. 82

Profil kelapa sawit final

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Profil kelapa sawit final

B. PROFIL INVESTASI BIOFUEL DARI KELAPA SAWIT

1. Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit

A. Nama lain dari tanaman kelapa sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman

penghasil minyak nabati yang sangat penting. Perkebunan kelapa sawit di

Indonesia di pelopori oleh Adrien Hallet, berkebangsaan Belgia, yang telah

mempunyai pengalaman menanam kelapa sawit di Afrika. Penanaman kelapa

sawit yang pertama di Indonesia dilakukan oleh beberapa perusahaan

perkebunan kelapa sawit seperti pembukaan kebun di Tanah Itam Ulu oleh

Maskapai Oliepalmen Cultuur, di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de

Sumatra – RCMA, dan di sungai Liput oleh Palmbomen Cultuur Mij.

B. Gambaran Umum Kelapa Sawit

Morfologi Kelapa Sawit

a. Akar

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki

akar tunggang. Radikula (bakar akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke

arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai

15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang.

Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh

vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan

bercabang manjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-

cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya.

Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter dan 16

meter secara horizontal.

b. Batang

Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak

bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi

pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia

(ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di

dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan.

82

Page 2: Profil kelapa sawit final

Di batang tanaman kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-pelepah

daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan

mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di

batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam

beruas.

c. Daun

Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu

burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri

yang sangat tajam dan keras di kedua sisisnya. Anak-anak daun (foliage

leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap

anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun

d. Bunga dan buah

Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa

dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan

berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman

kelapa sawit mengadakan penyrbukan silang (cross pollination). Artinya,

bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang

lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk.

Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras

(epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan

mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung

yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih

dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo).

Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua

arah.

1. Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula yang

selanjutnya akan menjadi batang dan daun

2. Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut dengan radicula yang

selanjutnya akan menjadi akar.

Plumula tidak keluar sebelum radikulanya tumbuh sekitar 1 cm. Akar-

akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-

hipokotil dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun

83

Page 3: Profil kelapa sawit final

pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu 3 bulan untuk

memantapkan dirinya sebagai organisme yang mampu melakukan fotosintesis

dan menyerap makanan dari dalam tanah.

Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya

berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan

setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye,

buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles).

e. Biji

Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda.

Biji dura afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gram,

sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram

per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji.

Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non-

aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan

keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat

dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-

treatment.

Jenis Kelapa Sawit.

Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit

dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut :

1. Dura memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen

minyak 15-17%.

2. Tenera memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan

rendemen minyak 21-23%.

3. Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis, tetapi daging buahnya tebal

dan bijinya kecil. Rendemen minyaknya tinggi (lebih dari 23%). Tandan

buahnyahampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak

yang dihasilkan sedikit.

84

Page 4: Profil kelapa sawit final

C. Klasifikasi dan Morfologi

Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi)

tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Ordo : PalmalesFamili : PalmaeSub – Famili : CocoidaeSpesies : 1. Elaeis guineensis Jacq (Kelapa sawit Afrika)

2. Elaeis melanococca atau Corozo oleifera (kelapasawit Amerika Latin)

Varietas/Tipe : Digolongkan berdasarkan :

1. Tebal tipisnya cangkang (endocarp) : dikenal ada tiga

varietas/tipe, yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera.

2. Warna buah : dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens,

Virescens, dan Albescens

D. Syarat Tumbuh

Kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan –

hutan, lalu dibudidayakan. Tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi

lingkungan yang baik agar mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal.

Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor utama bagi pertumbuhan kelapa

sawit, di samping faktor – faktor lainnya seperti sifat genetika, perlakuan

budidaya, dan penerapan teknologi lainnya.

Iklim

Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara

garis lintang 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan

Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Keadaan iklim yang dikehendaki oleh kelapa

sawit secara umum adalah sebagai berikut :

1. Curah Hujan

Tanaman Kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500 – 4.000 mm per

tahun, tetapi curah hujan optimal 2.000 – 3.000 mm per tahun, dengan jumlah

hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata

dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif

lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah

yang terbentuk relatif lebih sedikit. Namun curah hujan yang terlalu tinggi

85

Page 5: Profil kelapa sawit final

kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan kebun karena mengganggu

kegiatan di kebun seperti pemeliharaan tanaman, kelancaran transportasi,

pembakaran sisa-sisa tanaman pada pembukaan kebun, dan terjadinya erosi.

Contoh Keadaan curah hujan yang baik adalah di kawasan Sumatera

utara, yakni berkisar antara 2.000 – 4.000 mm per tahun, dengan musim

kemarau jatuh pada bulan juni sampai september, tetapi masih ada hujan turun

yang menyediakan kebutuhan air bagi tanaman. Keadaan iklim yang demikian

mendorong kelapa sawit membentuk bunga dan buah secara terus menerus,

sehingga diperoleh hasil buah yang tinggi.

Di jawa, tanaman kelapa sawit berkembang di daerah Banten Selatan

yang iklimnya relatif cukup basah. Sedangkan di Indonesia bagian timur,

misalnya di Kalimantan Timur, yang musim kemaraunya tegas dan

berlangsung selama 4-5 bulan seringkali menyebabkan kerusakan bahkan

kematian pada tanaman kelapa sawit.

Keadaan curah hujan yang kurang dari 2.000 mm per tahun tidak berarti

kurang baik bagi pertumbuhan kelapa sawit, asal tidak terjadi defisit air yaitu

tidak tercapainya jumlah curah hujan minimum yang

2. Suhu dan Tinggi Tempat

3. Kelembapan dan Penyinaran Matahari

Sifat Kimia Tanah

Tanaman Kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar

untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Karena itu, untuk mendapatkan

produksi yang tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara yang tinggi juga.

Selain itu, pH tanah sebaiknya bereaksi asam dengan kisaran nilai 4,0 – 6,0

dan ber – pH optimum 5,0 – 5,5.

E. Teknologi perbanyakan Tanaman

Teknologi perbanyakan tanaman yang dapat dilakukan pada tanaman

kelapa sawit adalah dengan kultur jaringan dan pembibitan untuk perbanyakan

secara konvensional.

86

Page 6: Profil kelapa sawit final

Pembiakan Secara Kultur Jaringan

Pada pembiakan secara kultur jaringan, bahan tanaman kelapa sawit dapat

diperoleh dalam bentuk bibit atu klon hasil pembiakan secara kultur jaringan

(tissue culture). Pengembangan kelapa sawit sistem kultur jaringan dimaksudkan

untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada bahan tanaman kelapa sawit yang

berasal dari biji yang umumnya memiliki keragaman dalam produksi, kualitas

minyak, pertumbuhan vegatatif, dan ketahanan terhadap hama – penyakit. Bibit

kelapa sawit yang diperoleh dengan sistem kultur jaringan ini disebut dengan klon

kelapa sawit.

Pembuatan bibit klon dengan sistem kultur jaringan menggunakan bahan

pembiakan yang berasal dari tanaman hasil persilangan antara Deli Dura dan

Pisifera yang memiliki sifat – sifat unggul, yakni produksinya tinggi,

pertumbuhan vegetatif seragam, kualitas minyak baik, dan toleran terhadap hama

dan penyakit.

Keuntungan pembiakan kelapa sawit dengan sistem kultur jaringan di

antaranya adalah sebagai berikut :

Pembiakan suatu varietas unggul melalui sistem kultur

jaringan berjalan dengan cepat, tidak terlalu tergantung pada musim dan dapat

dilaksanakan dengan sistem produksi bibit yang terkendali.

Pengendalian sistem produk (bibit klon) secara

menyeluruh sehingga produk (bibit) yang dihasilkan seragam.

Penyimpanan plasma nutfah untuk tujuan produksi dan

bank gen dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Perbanyakan pohon yang toleran terhadap beberapa

penyakit yang bersifat genetis dapat dilakukan secara mudah, misalnya

penyakit crown disease, genetic orange spotting, dsb.

Program pemuliaan dapat dipersingkat karena pohon

terpilih dari hasil pemuliaan langsung dapat diperbanyak secara vegetatif.

Proses atau langkah – langkah pembiakan kelapa sawit dengan sistem

kultur jaringan secara garis besarnya adalah sebagai berikut :

87

Page 7: Profil kelapa sawit final

a. Bahan Kultur jaringan

Bahan kultur jaringan menggunakan pohon induk yang dipilih dari hasil

persilangan pohon ibu dan pohon bapak tebaik dari varietas Deli Dura X Pisifera.

Kriteria pemilihan pohon induk yang akan digunakan sebagai sel-sel pembiakan

atau ortet adalah sebagai berikut :

1). Persilangan terpilih harus berproduksi 7 -9 ton minyak sawit/hektar/tahun dan

pohon yang dipilih memiliki potensi produksi 9 – 11 ton minyak/hektar/tahun.

2). Kandungan asam lemak tidak jenuh di atas 54%

3). Bebas penyakit tajuk (crown disease).

4). Peninggian pohon berkisar antara 40 – 55 cm per tahun.

b. Media

Media untuk tempat menumbuhkan sel – sel pembiak adalah komponen

yang tersusun dari senyawa kimia yang mampu mendukung perkembangan dan

pertumbuhan jaringan. Media tumbuh ini terdiri atas unsur – unsur hara makro,

mikro, protein, vitamin, mineral, dan hormon pada dosis tertentu sehingga

memberikan hasil optimum bagi perkembangan jaringan.

c. Metode

Seperti telah dikemukakan di atas, perbanyakan bahan tanaman melalui

kultur jaringan dapat menggunakan teknologi Inggris (Unilever) atau teknologi

perancis (CIRAD – CP). Metode pembiakan kultur jaringan yang dilaksanakan

oleh PPKS Medan adalah metode CIRAD – CP yang dilaksanakan melalui lima

tahap kegiatan sebagai berikut.

1. Induksi Kalus

Bahan biakan adalah daun kelapa sawit yang manis muda (daun ke – 4, ke – 5,

ke – 6 atau ke – 7) dan masih aktif. Daun Kelapa sawit tersebut diiris

melintang berukuran 1 cm. Dari satu pohon induk dapat diperoleh sebanyak

1.200 bahan biakan atau eksplan.

2. Pembentukan Embrio

Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan embrio dari kalus berbeda - beda,

tergantung pada klon yang digunakan.

3. Pembiakan Embrio

88

Page 8: Profil kelapa sawit final

Embrio muda dipindahkan ke media baru untuk pematangan sekaligus

perbanyakannnya. Embrio tersebut dipelihara di dalam ruang pembiakan

dengan intensitas cahaya 1.000 gross lux suhu 270C dan kelembaban udara

50% - 60%. Pematangan embrio membutuhkan waktu 2 – 4 bulan.

Kemampuan pembiakan embrio dari setiap klon berbeda, tetapi tidak ada

hubungannya dengan jenis persilangan. Pada embrio yang sudah matang

(mature) dapat ditumbuhi – pupus, embrio juga didapat sebagai stock atau

koleksi dalam tabung penyimpanan dengan teknik krioperservasi.

4. Penumbuhan Pupus

Embrio yang terpilih untuk penumbuhan pupus dipindahkan ke dalam media

baru, dikulturkan di dalam ruang pembiakan dengan intensitas cahaya 1.000

gross lux, suhu 300C, dan kelembaban 50 - 60%. Penumbuhan pupus

membutuhkan waktu 2 - 4 bulan.

5. Penumbuhan Akar

Pupus yang tumbuh dalam satu kelompok diseleksi untuk penumbuhan akar.

Pupus yang mempunyai ukuran lebih dari 6 cm disapih dari kelompoknya dan

dimasukkan ke dalam media induksi akar. Pupus yang masih berukuran kecil

dipelihara kembali dalam media penumbuhan pupus

Pembiakan Secara Pembibitan

Pembibitan klon meliputi pembibitan awal (pre nursery) selama 3 bulan

dan pembibitan utama (main nursery) selama 9 bulan. Sebelum pembibitan awal

dilakukan, planlet (tanaman baru) perlu melewati fase aklimatisasi, yaitu proses

adaptasi planlet dari kondisi laboratorium menjadi kondisi lingkungan alami di

luar.

Gambar 23. Pembibitan Kelapa Sawit.

89

Page 9: Profil kelapa sawit final

F. Persemaian dan Pembibitan

Pembibitan

Benih kelapa sawit untuk calon bibit harus dihasilkan dan

dikecambahkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah. Proses

pengecambahan umumnya dilakukan sebagai berikut.

a. Tangkai tandan buah dilepaskan dari spikeletnya.

b. Tandan buah diperam selama 3 hari dan sekali-kali disiram air. Pisahkan

buah dari tandannya dan peram lagi selama 3 hari.

c. Masukkan buah ke mesin pengaduk untuk memisahkan daging buah dari

biji. Cuci biji dengan air, lalu rendam dalam air selama 6-7 hari. Ganti air

rendaman setiap hari. Selanjutnya rendam biji tadi dalam Dithane M-45

konsentrasi 0,2 % selama 2 menit, lalu keringanginkan.

d. Masukkan biji kelapa sawit tersebut ke dalam kaleng pengecambahan dan

simpan di dalam ruangan bertemperatur 39oC dengan kelembaban 60-70%

selama 60 hari. Setiap 7 hari, benih dikeringanginkan selama 3 menit.

e. Setelah 60 hari, rendam benih dalam air sampai kadar air 20-30% dan

dikeringanginkan lagi. Masukkan benih ke dalam larutan Dithane M-45

0,2% selama 1-2 menit. Simpan benih di ruangan bertemperatur 270 C.

Setelah 10 hari, benih berkecambah pada hari ke-30 tidak digunakan lagi.

G. Persiapan Lahan

Tanaman Kelapa sawit sering ditanam pada berbagai kondisi areal

sesuai dengan ketersediaan lahan yang akan dibuka menjadi lahan kelapa

sawit. Cara membuka untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi

lahan yang tersedia.

1. Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder, semak

belukar atau areal yang ditumbuhi lalang.

2. Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami

dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa atau komoditas

tanaman perkebunan lainnya.

3. Bukaan ulangan (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga

ditanami kelapa sawit.

90

Page 10: Profil kelapa sawit final

Persiapan lahan merupakan kegiatan yang sangat penting dan harus

dilaksanakan berdasarkan jadwal kegiatan yang sudah ditetapkan. Mengingat

areal kebun kelapa sawit yang cukup luas, pembukaan lahan dapat dilakukan

sekaligus atau secara bertahap. Namun, yang terpenting adalah keadaan kebun

sudah siap dipanen dan dapat memasok buah yang akan diolah ketika pabrik

sudah siap berproduksi.

Pembukaan Lahan Secara Mekanis

Pembukaan lahan secara mekanis dilakukan pada areal hutan dan konversi

yang ditumbuhi oleh pohon – pohon besar. Pembukaan lahan secara mekanis

ini terdiri dari beberapa pekerjaan sebagai berikut : Babad pendahuluan, yaitu

membabad dan memotong pohon –kecil atau semak – semak yang tumbuh

dibawah pohon besar, Menumbang, memotong pohon – pohon besar yang

berdiameter di atas 10 cm dengan menggunakan gergaji mesin atau kapak,

Merencek, memotong – motong cabang – cabang dan ranting – ranting kayu

yang sudah tumbang untuk memudahkan perumpukan, Merumpuk yaitu

mengumpulkan dan menumpuk hasil tebangan dan rencekan biasanya

memanjang arah utara-selatan agar dapat sinar matahari secukupnya dan cepat

kering, dan Membakar yaitu membakar rumpukan agar area bersih dari bahan

– bahan yang tidak diperlukan.

H. Penanaman dan Penyulaman

Jenis – jenis pekerjaan utama dalam proses penanaman adalah : (a) Pembuatan

larikan tanaman atau penempatan pancang, atau ajir tanam, (b). Penanaman

tanaman penutup tanah kacangan, dan (c). Penanaman Kelapa sawit.

1. Pengajiran

Pada tahap pertama dibuat rancangan larikan (barisan) tanaman

serta pancang sebagai titik tanam, dimana bibit kelapa sawit akan ditanam.

Pengajiran atau memancang adalah menentukan tempat – tempat yang

akan ditanam bibit kelapa sawit. Letak ajir (pancang) harus tepat, sehingga

terbentuk barisan ajir yang lurus dilihat dari segala arah, dan kelak setiap

individu tanaman pun akan lurus teratur serta memperoleh tempat tumbuh

91

Page 11: Profil kelapa sawit final

yang sama luasnya. Dalam keadaan yang demikian, tanaman mempunyai

peluang utnuk tumbuh dan berkembang dalam kondisi yang tidak berbeda.

Sistem jarak tanaman yang digunakan umumnya adalah segitiga

sama sisi dengan jarak 9 m X 9 m X 9 m. Dengan sisitem segitiga sama

sisi ini, Jarak Utara-Selatan tanaman adalah 7,82 m dan jarak antara setiap

tanaman adalah 9 m. Populasi (kerapatan) tanaman per hektar adalah 143

pohon. Penanaman kelapa sawit dapat juga menggunakan jarak tanam 9,5

m X 9,5 m X 9,5 m dengan jarak tegak lurusnya (U-S) 8,2 m dan populasi

128 pohon per hektar. Untuk mencapai ketepatan pengajiran, pekerjaan

pengajiran harus dilaksanakan oleh pekerja yang terlatih.

2. Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam harus dibuat beberapa minggu sebelum penanaman

agar tanah yang digali dan lubang tanam mengalami pengaruh iklim

sehingga terjadi perbaikan tanah secara fisika ataupun kimia dan dapat

dilakukan pemeriksaan lubang baik ukurannya maupun jumlah per

hektarnya. Pembuatan lubang yang dilakukan pada saat tanam atau hanya

1-2 hari sebelum tanam tidak dianjurkan.

Lubang tanam kelapa sawit biasanya dibuat dengan ukuran 60 cm

x 60 cm x 60 cm, tetapi ada juga yang hanya berukuran 50 cm x 40 cm x

40 cm. Pada saat menggali, tanah atas ditaruh di sebelah dan tanah bawah

di sebelah selatan lubang. Ajir ditancapkan di samping lubang dan bila

lubang telah selesai dibuat, ajir ditancapkan kembali di tengah – tengah

lubang. Apabila tanaman akan ditanam menurut garis tinggi (kontur) atau

dibuat teras melingkari bukit, letak lubang tanaman harus berada paling

dekat 1,5 m dari sisi lereng. Untuk penanaman kelapa sawit yang

melingkari bukit, biasanya dibuat teras – teras terlebih dahulu, baik teras

individual maupun teras kolektif.

3. Menanam

Kegiatan menanam terdiri dari kegiatan mempersiapkan bibit di

Pembibitan utama, Pengangkutan bibit ke lapangan, Menaruh bibit di

setiap lubang, persiapan lubang, menanam bibit pada lubang, dan

pemeriksaan areal yang sudah ditanami.

92

Page 12: Profil kelapa sawit final

4. Tanaman Penutup Tanah

Penanaman tanaman penutup tanah biasa dilaksanakan pada

perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah adalah tanaman

kacangan (Legume cover crops, LCC) yang ditanam untuk menutup tanah

yang terbuka di antara kelapa sawit karena belum terbentuk tajuk yang

dapat menutup permukaan tanah. Penanaman tanaman kacangan penutup

tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat – sifat fisika, kimia dan biologi

tanah, mencegah terjadinya erosi, mempertahankan kelembaban tanah, dan

menekan tumbuhan pengganggu (gulma). Penanaman kacangan penutup

tanah sebaiknya dilaksanakan segera setelah pembukaan lahan selesai

dilaksanakan.

Jenis – jenis tanaman kacangan penutup tanah yang umum ditanam

di perkebunan kelapa sawit adalah Calopogonium caeruleum,

Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Pueraria phaseoloides,

Centrocema pubescens, Psophocarphus palustries, dan Mucuna

cochinchinensis.

I. Penyiangan (pengendalian gulma)

Upaya pengendalian gulma telah dilaksanakan dengan menanami tanah

di antara tanaman kelapa sawit (gawangan) dengan tanaman kacang penutup

tanah dan membuat piringan di sekeliling tiap individu tanaman. Bila

pertumbuhan gulma tidak dikendalikan dengan baik, maka berbagai macam

gulma dapat tumbuh dengan subur dan mengganggu (menyaingi)

pertumbuhan tanaman pokok, menyebabkan keadaan kebun menjadi kotor dan

lembab. Pengendalian gulma pada tanaman menghasilkan dimaksudkan untuk

mengurangi terjadinya saingan terhadap tanaman pokok, memudahkan

pelaksanaan pemeliharaan, dan mencegah berkembangnya hama dan penyakit

tertentu.

Secara garis besar jenis – jenis gulma yang dijumpai pada perkebunan

kelapa sawit dapat digolongkan menjadi :

1. Gulma berbahaya, yaitu gulma yang memiliki daya saing tinggi

terhadap tanaman pokok, misalanya lalang (Imperata cylindrica),

93

Page 13: Profil kelapa sawit final

sembung rambat (Mikania cordata dan M. Micrantha), lempuyangan

(Panicum repens), teki (Cyperus rotundus), serta beberapa tumbuhan

berkayu diantaranya.putihani/krinyuh (Eupathorium odoratum syn.

Chromolaena odorata), harendong (Melastoma malabtrichum), dan

tembelekan (Lantana camara)

2. Gulma lunak, yaitu gulma yang keberadaannya dalam budi daya

tanaman kelapa sawit dapat di toleransi, sebab jenis gulma ini dapat

menahan erosi tanah, kendati demikian pertumbuhannya harus

dikendalikan. Yang termasuk gulma lunak misalnya

babadotan/wedusan (Ageratum conyzoides), rumput kipahit (Paspalum

conjugatum), pakis (Nephrolepis biserata), dan sebagainya.

Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain

sebagai berikut :

1. Pengendalian gulma secara manual, yaitu pengendalian gulma dengan

menggunakan peralatan dan upaya pengendalian secara konvensional,

misalnya dibabad, dibongkar dengan cangkul, digarpu dan sebagainya.

2. Pengendalian gulma secara kimia, yaitu pengendalian gulma dengan

menggunakan herbisida, baik yang bersifat kontak maupun sistemik.

3. Pengendalian Secara kultur teknis,yaitu pengendalian gulma dengan

menggunakan tanaman penutup tanah jenis kacangan.

Gambar 24. Tanaman Kelapa Sawit setelah Pengendalian Gulma

J. Pemupukan

Pemupukan tanaman bertujuan untuk menyediakan unsur – unsur hara

yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan generatif, sehingga diperoleh

94

Page 14: Profil kelapa sawit final

hasil yang optimal. Untuk menentukan dosis pupuk yang tepat, sebaiknya

dilaksanakan analisis tanah dan daun terlebih dahulu. Dengan analisis tanah

dan daun, maka ketersediaan unsur – unsur hara di dalam tanah pada saat itu

dapat diketahui dan keadaan hara terakhir yang ada pada tanaman dapat

diketahui juga. Berdasarkan hasil analisis dapat ditentukan kebutuhan tanaman

terhadap jenis – jenis unsur hara secara lebih tepat, sehingga dapat ditetapkan

dosis pemupukan yang harus diaplikasikan.

Tabel 25. Dosis Pemupukan Kelapa Sawit Berdasarkan Unsur Tanaman.

Jenis Pupuk Dosis (Kg/Pokok/Tahun) *)

Umur Tanaman 5 – 5 6 – 12 >12

Sulphate of Amonia (ZA) 1,0 – 2,0 2,0 – 3,0 1,5 – 3,0

Rock Phosphate (RP) 0,5 – 1,0 1,0 – 2,0 0,5 – 1,0

Muriate of Potash (KCl) 0,4 – 1,0 1,5 – 3,0 1,5 – 2,0

Kieserite (MgSO4) 0,5 – 1,0 1,0 – 2,0 0,5 – 1,5

*) Keterangan :

Pupuk N, K, dan Mg diberikan dua kali aplikasi, pupuk P diberikan satu kali aplikasi,

dan pupuk B (bila diperlukan) diberikan dua kali aplikasi per tahun (salah satu contoh

dosis B adalah 0,05 – 0,1 Kg per pohon per tahun)

Cara pemberian pupuk diperhatikan secara seksama agar pemupukan

dapat terlaksana secara efisien. Untuk mencapai maksud tersebut, pemberian

pupuk pada Tanaman Menghasilkan (TM) harus dilaksanakan dengan cara

sebagai berikut :

Pupuk N ditaburkan secara merata pada piringan mulai jarak 50 cm

sampia dipinggir luar piringan.

Pupuk P, K, dan Mg ditabur secara merata dari jari – jari 1,0 m hingga

jarak 3,0 m dari pangkal pokok (0,75 – 1,0 m di luar piringan)

Pupuk B ditaburkan secara merata pada jarak 30 – 50 cm dari tanaman

pokok

Pemberian pupuk pada kelapa sawit diatur dua kali dalam setahun.

Pemberian pupuk yang pertama dilakukan pada akhir musim hujan yaitu bulan

95

Page 15: Profil kelapa sawit final

Maret – April dan pemberian pupuk kedua dilakukan pada awal musim hujan

yaitu bulan September – Oktober.

K. Pemangkasan

Pemangkasan atau disebut juga penunasan adalah pembuangan daun –

daun tua atau yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit, pada tanaman

muda sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan, kecuali dengan maksud

mengurangi penguapan oleh daun pada saat tanaman akan dipindahkan dari

pembibitan ke areal perkebunan. Adapu tujuan pemangkasan adalah sebagai

berikut :

Memperbaiki sirkulasi udara di sekitar tanaman sehingga dapat membantu

proses penyerbukan secara alami

Mengurangi penghalangan pembesaran buah dan kehilangan brondolan

buah terjepit pada pelepah daun.

Membantu dan memudahkan pada waktu panen

Mengurangi perkembangan epifir

Agar proses metabolisme tanaman berjalan lancar, terutama proses

fotosintesis dan respirasi.

-

L. Pengendalian Hama dan Penyakit

Tanaman kelapa sawit dapat diserang oleh berbagai hama dan penyakit

tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun pertanaman. Hama dan penyakit

dapat merusak bibit, tanaman muda yang belum menghasilkan (TBM) maupun

tanaman yang sudah menghasilkan (TM).

Beberapa jenis hama dan penyakit dapat menimbulkan kerugian yang

besar pada bibit, tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman

menghasilkan (TM). Oleh karena itu, pengendalian terhadap hama dan

penyakit perlu dilaksanakan secara baik dan benar.

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilaksanakan secara manual,

kimia, atau biologis sesuai dengan hama dan penyakit yang menyerang. Selain

serangan hama yang tergolong jenis serangga, bibit dan tanaman muda juga

sering diserang oleh hewan besar jenis mamalia terutama bila kebun kelapa

96

Page 16: Profil kelapa sawit final

sawit dibuka pada lahan yang sebelumnya berupa hutan, baik hutan primer

maupun hutan sekunder.

a. Hama

Hama yang biasa menyerang tanaman kelapa sawit biasanya terbagi

menjadi hama perusak akar, hama perusak daun, hama perusak tandan buah.

a.1. Hama Perusak Akar.

Hama yang sering merusak akar kelapa sawit adalah nematoda

Rhadinaphelenchus cocophilus. Gangguan nematoda ini dijuluki red ring

disease. Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit. Gejala – gejala

umum dari kelapa sawit yang terserang adalah pusat mahkota mengerdil dan

daun – daun baru yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak.

Daun berubah warna menjadi kuning kemudian mengering. Tandan bunga

membusuk dan tidak membuka sehingga tidak menghasilkan buah.

a.2. Hama Perusak Daun

Ada beberapa jenis hama yang merusak daun tanaman kelapa sawit, di

antaranya adalah sebagai berikut :

a. Kumbang Tanduk (Oryctes rhynoceros)

Kumbang tanduk banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman

muda yang baru ditanam hingga berumur 2-3 tahun. Kumbang dewasa

(imago) masuk kedaerah titik tumbuh ( pupus ) dengan membuat lubang

pada pangkal pelepah daun muda yang masih lunak.

Pengendalian hama kumbang tanduk lebih diutamakan pada upaya

pencegahan (preventif), yaitu menghambat perkembangan larva dengan

mengurangi kemungkinan kumbang bertelur pada medium yang tersedia,

yakni dengan cara sebagai berikut :

membakar sampah – sampah dan bagian pohon yang mati, agar larva

hama terbakar dan mati

mempercepat tertutupnya tanah dengan tanaman penutup tanah dengan

tanaman penutup tanah agar dapat menutup bagian – bagian batang

hasil tebangan pada saat pembukan lahan yang membusuk di lokasi

kebun

97

Page 17: Profil kelapa sawit final

Pemberian bahan pengusir, misalnya kapur barus yang diletakkan pada

batang kelapa sawit yang mulai membusuk (pada pembukaan ulangan)

b. Ulat Setora (Setora nitens)

Ulat setora muda memakan anak – anak daun dari tanaman muda

dan tanaman sudah menghasilkan yang berumur antara 2-8 tahun. Hama

ini kadang – kadang memakan daun kelapa sawit hingga ke lidinya.

Pengendalian Hama ulat setora dapat dilakukan secara hayati dan

secara kimia. Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan

memanfaatkan musuh alami seperti parasit telur yaitu lebah

Trichogrammatidae I dan lebah Ichneumonidae, serta perusak kokoh yaitu

lalat Tachinidae

c. Ulat Siput (Darna trima Mooore)

Ulat Darna trima menyerang daun kelapa sawit, terutama pada

tanaman muda, meskipun sering pula menyerang daun pada tanaman

dewasa. Serangan yang hebat dapat menimbulkan kerusakan berat dan

dapat dijumpai jumlah ulat yang tinggi pada setiap pelepah kelapa sawit.

Pengendalian ulat Darma trima dapat dilaksanakan secara kimia

dan hayati. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan menyemprot

tanaman yang terserang dengan insektisida. Pengendalian secara hayati

dapat menggunakan musuh alami seperti parasit ulat yaitu lebah

Broconidae, meskipun hasilnya tidak seefektif cara kimia.

d. Serangga Asinga (Sethothosea Asigna)

Ulat dari hama ini menyerang daun kelapa sawit terutama daun

yang menyerang dalam keadaan aktif, yaitu daun nomor 9 – 25. Hama ini

merupakan salah satu hama utama yang menyerang tanaman kelapa sawit

di sentra perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara. Pengendalian hama ini

dapat dilakukan secara kimia dan secara hayati. Pengendalian secara kimia

dapat menggunakan insektisida, pengendalian secara hayati dapat

dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami.

98

Page 18: Profil kelapa sawit final

b. Penyakit

a. Penyakit Tajuk (Crown disease)

Biasanya menyerang tanaman kelapa sawit yang berumur 2-3

tahun. Bagian yang diserang adalah pucuk yang belum membuka.

Penyakit ini tidak bisa diberantas, tetapi hanya bisa dilakukan pembuangan

bagian yang terserang untuk memperbaiki bentuk tajuk dan mencegah

infeksi dari jamur Fusarium sp.

b. Basal Steam Rot

Penyebabnya adalah Ganoderma sp. Gejala pada tingkat serangan

pertama secara visual sukar diamati. Pada tingkat yang lebih lanjut, cabang

daun bagian atas terkulai, selanjutnya pohon akan mati. Pemberantasan

yang efektif sampai sekarang belum ada.

c. Marasmius

Penyakit marasmius dapat menggagalkan atau merusak

pembentukan buah. Pemberantasan dilakukan dengan membersihkan

pohon.

M. Panen dan Pengolahan Hasil Panen

Panen

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah

umur 2-3 tahun. Buah akan menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah

penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari

perubahan warna kulitnya. Buah akan berubah menjadi merah jingga ketika

masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah

maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari

tangkai tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol.

Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan

memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya

dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Kriteria panen

yang perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi

dan sistem panen serta mutu panen.

99

Page 19: Profil kelapa sawit final

Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan

memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan mengangkutnya dari

pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Kriteria panen yang

perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi dan sistem

panen, serta mutu panen.

1. Kriteria matang Panen

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen

agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada

saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free

fatty acid (ALB atau FFA) minimal. Pada saat ini, kriteria umum yang banyak

dipakai adalah berdasarkan jumlah brondolan, yaitu tanaman dengan umur kurang

dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir dan tanaman dengan umur

lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15 – 20 butir. Namun, secara praktis

digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS) terdapat

dua brondolan.

2. Cara panen

Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum dilakukan

oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2-5 m

digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan tanaman dengan

ketinggian 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak

siam. Cara egrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m dengan

menggunakan alat arit bergagang panjang. Untuk memudahkan pemanenan,

sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu dan

diatur rapi di tengah gawangan.

Gambar 25. Cara panen pada tanaman kelapa sawit dengan metode dodos

100

Page 20: Profil kelapa sawit final

3. Persiapan Panen

Untuk menghadapi masa panen dan agar proses dapat berjalan dengan

lancar, tempat pengumpulan hasil (TPH) harus disiapkan dan jalan untuk

pengangkutan hasil harus diperbaiki. Para pemanen harus disiapkan peralatan

yang akan digunakan.

101

Page 21: Profil kelapa sawit final

Gambar 26. Berbagai jenis asam-asam lemak

2. Teknik Poduksi Biofuel Kelapa Sawit

A. Komposisi dan Sifat Fisiko Kimia Minyak Kasar (Crude Oil)

Minyak-lemak kasar adalah minyak-lemak yang diperoleh dari pemerahan

atau pengempaan biji atau bagian lain dari sumber minyak (oil source) tanpa

mengalami pengolahan lanjut apapun kecuali penyaringan dan pengeringan (untuk

menurunkan kadar air). Komposisi asam-asam lemak minyak nabati berbeda-beda

tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat penyusun utama minyak-lemak (nabati

maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu triester gliserol dengan asam-asam

lemak (C8–C24). Gambar 26 dan Gambar 27 di bawah ini menunjukkan contoh-

contoh berbagai jenis asam-asam lemak dan struktur molekulnya. Sifat fisiko

kimia dari beberapa minyak-lemak nabati disajikan pada Tabel 26.

102

Page 22: Profil kelapa sawit final

Gambar 27. Contoh-contoh struktur molekul berbagai asam-asam lemak

Tabel 26. Sifat-sifat beberapa minyak-lemak nabati

Minyak Massa

jenis,

Viskositas

kinematika

DHc,

MJ/kg

Angka

setana

Titik

awan/

Titik

tuang, oC.

103

Page 23: Profil kelapa sawit final

kg/liter (38 0C), cSt kabut, oC.

Jarak kaliki 0,9537 297 37,27 ? Tak ada -31,7

Jagung 0,9095 34,9 39,50 37,6 -1,1 -40,0

Kapas 0,9148 33,5 39,47 41,8 +1,7 -15,0

Crambe 0,9044 53,6 40,48 44,6 10,0 -12,2

Biji rami 0,9236 27,2 39,31 34,6 +1,7 -15,0

Kacang tanah 0,9026 39,6 39,78 41,8 12,8 -6,7

Kanola 0,9115 37,0 39,71 37,6 -3,9 -31,7

Kasumba 0,9144 31,3 39,52 41,3 18,3 -6,7

Kasumba

OT*)0,9021 41,2 39,52 49,1 -12,2 -20,6

Wijen 0,9133 35,5 39,35 40,2 -3,9 -9,4

Kedelai 0,9138 32,6 39,62 37,9 -3,9 -12,2

Bunga

matahari0,9161 33,9 39,58 37,1 7,2 -15,0

Diesel No. 2 0,8400 2,7 45,34 47,0 -15,0 -33,0

Sumber : Goering, C.E., A.W. Schwab, M.J. Daugherty, E.H. Pryde, dan A.J.

Heakin, “Fuel Properties of Eleven Vegetable Oils”, Trans. ASAE 25, 1472 –

1477 (1982). *) OT = (berkadar) Oleat Tinggi

Minyak Massa jenis

(20 oC),

kg/liter

Viskositas

kinematika

(20 0C), cSt

DHc,

MJ/kg

Angka

setana

Titik

awan/

kabut, oC.

Titik

tuang, oC.

Kelapa 0,915 30 37,10 40 – 42 28 23 – 26

104

Tabel 26. Sifat-sifat beberapa minyak-lemak nabati (lanjutan)

Page 24: Profil kelapa sawit final

Sawit 0,915 60 36,90 38 – 40 31 23 – 40

Kapas 0,921 73 36,80 35 – 50 -1 2

Jarak pagar 0,920 77 38,00 23 – 41 2 -3

Kacang tanah 0,914 85 39,30 30 – 41 9 -3

Kanola 0,916 78 37,40 30 – 36 -11 -2

Kedelai 0,920 61 37,30 30 – 38 -4 -20

Bunga matahari 0,925 58 37,75 29 – 37 -5 -16

Diesel 0,830 6 43,80 50 -9 -16

Ester Metil

Kanola0,880 7 37,70 49 -4 -12

Sumber : Vaitilingom, G. dan A. Liennard, “Various Vegetable Oils as Fuel for

Diesel and Burners: J. curcas Particularities”, hal. 98 – 109 dalam G.M. Gübitz,

M. Mittelbach dan M. Trabi (ed), “Biofuels and Industrial Products from

Jatropha curcas”, Dbv-Verlag für die Technische Universität Graz, Graz,

Austria, 1997.

Minyak Sawit Kasar -Crude Palm Oil

Crude Palm Oil (CPO) merupakan hasil olahan daging buah kelapa sawit

melalui proses perebusan Tandan Buah Segar (TBS), perontokan, dan

pengepresan. CPO ini diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit yang

telah mengalami beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi.

Minyak ini merupakan produk level pertama yang dapat memberikan nilai tambah

sekitar 30% dari nilai tandan buah segar.

CPO dapat digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng, industri

sabun, dan industri margarin. Dilihat dari proporsinya, industri yang selama ini

menyerap CPO paling besar adalah industri minyak goreng (79%), kemudian

industri oleokimia (14%), industri sabun (4%), dan sisanya industri margarin

(3%). Pemisahan CPO dan PKO dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri

atas asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan proses produksi minyak sawit

105

Page 25: Profil kelapa sawit final

tersebut dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% Palm Fatty Acid

Distillate (PFAD), dan 0.5% buangan. Komponen asam lemak yang terdapat

dalam CPO disajikan pada Tabel 27 sedangkan sifat fisiko kimianya dapat dilihat

pada Tabel 28.

Tabel 27. Komposisi asam lemak dari CPO

Asam Lemak Rantai C Komposisi (% b/b)Asam Laurat 12:0 0,2Asam Miristat 14:0 1,1Asam Palmitat 16:0 44,0Asam Stearat 18:0 4,5Asam Oleat 18:1 39,2Asam Linoleat 18:2 10,1

Sumber: Hui (1996

Tabel 28. Sifat fisiko kimia CPO

Sifat Fisiko Kimia Nilai

Trigliserida 95 % Asam lemak bebas (FFA) 2 – 5 % Warna (5 ¼ ” Lovibond Cell) Merah orange Kelembaban & Impurities 0.15 – 3.0 % Bilangan Peroksida 1 -5.0 (meq/kg) Bilangan Anisidin 2 – 6 (meq/kg) Kadar β-carotene 500-700 ppm

Kadar fosfor 10-20 ppm Kadar besi (Fe) 4-10 ppm Kadar Tokoferols 600-1000 ppm Digliserida 2-6 % Bilangan Asam 6,9 mg KOH/g minyak Bilangan Penyabunan 224-249 mg KOH/g minyakBilangan iod (wijs) 44-54Titik leleh 21-24ºCIndeks refraksi (40ºC) 36,0-37,5

Palm Kernel Oil (PKO)

Palm Kernel Oil (PKO) diperoleh dari bagian kernel buah kelapa sawit (Gambar

28) dengan cara ekstraksi pelarut atau dengan cara pengepresan. Komponen asam

lemak terbesar penyusun PKO adalah asam laurat (Tabel 29). Hal ini menjadikan

PKO memiliki karakteristik yang mirip dengan minyak kelapa. Sifat fisiko kimia

PKO disajikan pada Tabel 30.

106

Page 26: Profil kelapa sawit final

Gambar 28. Bagian – bagian buah kelapa sawit

Tabel 29. Komposisi asam lemak dari PKO

Asam Lemak Rantai C Komposisi (% b/b)

Asam Laurat 12:0 47-53

Asam Miristat 14:0 15-19

Asam Palmitat 16:0 8-11

Asam Stearat 18:0 1-3

Asam Oleat 18:1 12-19

Asam Linoleat 18:2 2-4

Sumber: Hui (1996)

Tabel 30. Sifat fisiko kimia PKO

Sifat Fisiko Kimia Nilai

Kadar Asam lemak bebas (FFA) 25 % (m/m)

Bilangan Asam 225 mg KOH/g minyak

Bilangan Penyabunan 256 mg KOH/g minyak

Bilangan iod (wijs) 14 - 23

Titik leleh 48ºC

B. Pengolahan Kelapa Sawit

Tandan buah sawit dari kebun akan langsung diolah. Proses yang

dilakukan meliputi proses sterilisasi, perontokan, pencacahan, dan pengepresan

untuk mendapatkan minyak sawit. Dari proses pengepresan akan dihasilkan fase

cair (minyak) dan fase padat berupa ampas. Fase cair merupakan fase minyak

yang masih banyak mengandung pengotor seperti serat-serat maupun pasir

107

Page 27: Profil kelapa sawit final

sehingga perlu dilakukan penyaringan dan klarifikasi untuk memisahkan

pengotor-pengotor tersebut. Diagram alir pengolahan kelapa sawit disajikan pada

Gambar 29 di bawah ini.

Gambar 29. Diagram alir pengolahan kelapa sawit

108

TBS Setelah Ditimbang

Loading Ramp

Sterilizer

Thresher

Digester

Empty Bunch Press

Bahan Bakar Boiler/ Lapangan

Screw Press

Press CakeAmpas Kempa

Press FluidCairan Kempa

Air PanasPengencer 95OC

TBS Dalam Lori

Brondolan BuahTandan Kosong

BA

A

Clarification Tank

Sand Cyclone

Sludge Separator

Sludge Pit

Effluent Pond

PAL Kawasan

Oil Purifier

Vaccum Oil Dryer

CPO Storage Tank

Sludge

Sludge

Air Limbah

Air Limbah

Sand Trap

Sludge Tank Oil Tank

Minyak

CPO

Air Cucian Berminyak

Pasir Berminyak

Oil Trap

Minyak

Air Limbah

Minyak Mutu Rendah

Vibrating Screen

Crude Oil Tank

Page 28: Profil kelapa sawit final

Gambar 29. Diagram alir pengolahan kelapa sawit (lanjutan)

Pemulusan/Pemurnian Minyak

Proses pemulusan/pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan

dalam produksi edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini

adalah untuk mengilangkan pengotor dan komponen lain yang akan

mempengaruhi kualitas dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu

diawasi adalah bau, stabilitas daya simpan, dan warna produk (Leong, 1992).

109

Page 29: Profil kelapa sawit final

Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemulusan/pemurnian

adalah untuk merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas

dengan cara menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang

diinginkan dengan cara yang paling efisien. Bahan yang tidak diinginkan atau

pengotor dalam minyak mungkin biogenic misalnya disintesis oleh tanaman itu

sendiri tapi bahan tersebut bisa jadi pengotor yang diambil oleh tanaman dari

lingkungannya (Borner et al., 1999). Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama

proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak

kasar/mentah dari lapang ke pabrik.

Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk

memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang

telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada 2 tipe dasar teknologi

pembersihan yang tersedia untuk minyak:

(i) Pembersihan secara kimia (alkali)

(ii) Pembersihan secara fisik

Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia yang

digunakan dan cara penghilangan FFA. Pembersihan secara fisik tampaknya pada

prakteknya menggantikan penggunakan teknik pembersihan menggunakan bahan

kimia (alkali) karena tingginya asam lemak bebas (FFA) pada minyak yang

dibersihkan dengan cara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi) pada proses

pembersihan secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut. Terpisah dari hal

tersebut, menurut literatur, metode ini disarankan karena diketahui cocok untuk

minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit. Dengan

demikian, Pembersihan secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi,

kehilangan yang lebih sedikit (refining factor (RF) < 1.3), biaya operasi yang

lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani

(Yusoff dan Thiagarajan, 1993).

Refining Factor (RF) adalah parameter yang digunakan untuk

memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. Faktor ini tergantung

pada hasil produk dan kualitas dari input dan dihitung yaitu :

110

Page 30: Profil kelapa sawit final

RF biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian secara

sendiri-sendiri dan pengawasan RF dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat

yang dihitung dari pengukuran volumetrik yang disesuaikan dengan temperatur

atau menggunakan accurate cross-checked flow meters (Leong, 1992).

Gambar 30. Proses pemurnian CPO

Scara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses, peralatan

dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pemurnian secara

fisik. Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan secara fisik

digambarkan pada Gambar 30.

Pemulusan/Pemurnian (Refining) Kimia

Pemulusan/pemurnian secara kimia atau pemulusan/pemurnian basa

adalah metode konvensional yang digunakan untuk memurnikan CPO. Ada tiga

111

Page 31: Profil kelapa sawit final

tahap pada proses refining secara kimia, yaitu 1. Degumming dan Netralisasi, 2.

Penjernihan dan Filtrasi, 3. Penghilangan bau

1) Degumming dan Netralisasi

Pada tahap ini, bagian fosfatida dari minyak dihilangkan dengan

menambahkan additive di bawah kondisi reaksi yang spesifik. Additive yang

paling umum digunakan adalah asam fosfat dan asam sitrat. Setelah itu,

dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan basa untuk menghilangkan

asam lemak bebas. Larutan kemudian dimasukkan kedalam labu pemisah

sehingga akan terpisah antara bagian minyak dengan sabun hasil reaksi antara

basa dengan asam lemak bebas. Untuk menghilangkan kelebihan basa, minyak

tersebut dicuci dengan air panas. Reaksi kimia yang terjadi pada tahap ini

adalah sebagai berikut:

R-COOH + NaOH RCOONa + H2O

2) Penjernihan dan Filtrasi

Minyak yang telah dicuci kemudian dilakukan tahap kedua, yaitu

penjernihan. Pada tahap ini, minyak dimasukkan ke dalam bejana silindris

dengan pengaduk yang dinamakan “Bleacher”. Minyak tersebut kemudian

dipanaskan pada suhu 90ºC di bawah kondisi vakum. Minyak tersebut di

evaporasi hingga kering. Minyak yang kering kemudian ditambahkan karbon

sehingga karbon tersebut akan mengadsorpsi warna dari minyak. Campuran

minyak dan agen pemutih di lakukan tahap filtrasi untuk memisahkan

adsorben dari minyak. Minyak yang diperoleh lebih jernih dari awal.

3) Penghilangan Bau

Minyak setelah dilakukan tahap penjernihan masih mengandung beberapa

bahan yang menyebabkan bau, sehingga perlu dilakukan tahap deodorisasi.

Minyak yang jernih dimasukkan ke dalam bejana silindris yang dinamakan

“Deodoriser”. Deodoriser dijaga pada kondisi vakum yang tinggi kemudian

dipanaskan pada suhu 200ºC dengan tekanan yang tinggi. Senyawa yang

volatil akan menguap dengan beberapa pembawa. Minyak ini kemudian

112

Page 32: Profil kelapa sawit final

didinginkan dan dijernihkan melewati mesin penyaring untuk mendapatkan

minyak yang bening.

Pemulusan/Pemurnian (Refining) Fisika

Pemulusan secara fisika adalah metode alternatif dimana cara

penghilangan asam lemak bebas dilakukan dengan destilasi pada temperatur yang

tinggi dan vakum yang rendah. Cara ini menggantikan penambahan basa pada

metode pemulusan/pemurnian kimia. Penjernihan secara fisika juga dapat

dikatakan sebagai deasidifikasi dengan destilasi uap dimana asam lemak bebas

dan senyawa volatile lainnya di pisahkan dari minyak menggunakan agen

stripping yang efektif. Pada tahap pemulusan/pemurnian fisika, FFA di hilangkan

pada tahap akhir. Proses pemulusan/pemurnian secara fisika disajikan pada

Gambar 31. Kelebihan pemulusan/pemurnian fisika dibanding kimia adalah:

Mendapatkan hasil yang baik

Asam lemak yang dihasilkan sebagai produk samping memiliki kualitas

yang tinggi

Stabilitas minyak baik

Peralatan yang digunakan murah

Operasinya sederhana

113

Gambar 2.5. Proses pemulusan/pemurnian secara fisika

Deodorizer

Page 33: Profil kelapa sawit final

Gambar 31. Proses pemurnian CPO secara fisika

Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO)

Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) adalah minyak

sawit yang telah mengalami proses penyulingan untuk menghilangkan asam

lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan penghilangan bau.

Minyak ini dikenal khalayak ramai sebagai minyak goreng. Sifat fisiko kimia dari

RBDPO dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Sifat fisiko kimia dari RBDPO

Parameter Nilai

Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) 0.05

Moisture & Impurities (M&I) 0.02

Bilangan Anisidin 2.0

Kadar fosfor 3 ppm

Kadar besi (Fe) 0.15 ppm

Kadar tembaga (Cu) 0.05 ppm

Palm Fatty Acid Distillate (PFAD)

114

Page 34: Profil kelapa sawit final

Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) merupakan hasil samping pemurnian

CPO secara fisika, yaitu setelah tahap deguming, deasidifikasi, dan pengeringan

sistem vakum. Komponen terbesar dalam PFAD aadalah asam lemak bebas,

komponen karotenoid, dan senyawa volatil lainnya. Secara umum proses

pengolahan (pemurnian) minyak sawit dapat menghasilkan 73% olein, 21%

stearin, 5% Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), dan 0,5% bahan lainnya. Pada

umumnya PFAD digunakan industri sebagai bahan baku sabun ataupun pakan

ternak. PFAD memiliki kandungan Free Fatty Acid (FFA) sekitar 81,7%,

gliserol 14,4%, squalane 0,8%, Vitamin E 0,5%, sterol 0,4% dan lain-lain 2,2%.

RBD Olein

RBD Olein merupakan minyak yang diperoleh dari fraksinasi CPO dalam

fase cair. Komponen asam lemak terbesar dari RBD Olein adalah asam oleat

(Tabel 32).

Tabel 32. Komponen asam lemak pada RBD Olein

Asam Lemak Perbandingan Komposisi (% b/b)

Asam Laurat 12:0 0,1-0,5

Asam Miristat 14:0 0,9-1,5

Asam Palmitat 16:0 37,9-41,7

Asam Stearat 18:0 4,0-4,8

Asam Palmitoleat 16:1 0,1-0,4

Asam Oleat 18:1 40,7-43,9

Asam Linoleat 18:2 10,4-13,4

RBD Stearin

RBD Stearin merupakan minyak yang diperoleh dari fraksinasi CPO dalam fase

padat. Komponen asam lemak terbesar dari RBD stearin adalah asam palmitat

(Tabel 33).

Tabel 33. Komponen asam lemak pada RBD Stearin

Asam Lemak Perbandingan Komposisi (% b/b)

115

Page 35: Profil kelapa sawit final

Asam Laurat 12:0 0,1-0,6

Asam Miristat 14:0 1,1-1,9

Asam Palmitat 16:0 47,2-73,8

Asam Stearat 18:0 4,4-5,6

Asam Palmitoleat 16:1 0,05-0,2

Asam Oleat 18:1 15,6-37,0

Asam Linoleat 18:2 3,2-9,8

C. Pengolahan Biodiesel Kelapa Sawit

Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari

minyak nabati yang baru maupun dari minyak nabati bekas penggorengan melalui

proses transesterifikasi, esterifikasi, maupun proses esterifikasi–transesterifikasi.

Dengan memanfaatkan kelapa sawit sebagai bahan bakunya, dapat dihasilkan

biodiesel CPO, biodiesel PFAD, Biodiesel Olein maupun biodiesel stearin.

Biodiesel sebagai bioenergi digunakan sebagai bahan bakar alternatif

pengganti BBM pada motor diesel. Biodiesel dapat digunakan baik dalam bentuk

100 % (B100) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi

tertentu (BXX) seperti 10 persen biodiesel dicampur dengan 90 persen solar

dikenal dengan nama B10. Campuran biodiesel dengan solar yang ada di pasaran

dikenal dengan biosolar.

Biosolar merupakan campuran antara 95% solar produksi kilang Balongan

dan 5% Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Biosolar ini merupakan nama dagang

pertamina untuk bahan bakar motor (mesin) diesel yang merupakan campuran

biodiesel di dalam solar. Biosolar merupakan salah satu bahan bakar alternatif

yang ramah lingkungan. Secara umum, biosolar lebih baik karena ramah

lingkungan, pembakarannya bersih, biodegradable, mudah dikemas dan disimpan,

serta merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui. Selain itu, mesin atau alat

yang menggunakan biosolar tidak perlu dimodifikasi. Biosolar juga dapat

memperpanjang umur mesin dan menjamin keandalan mesin dengan lubrisitas

atau pelumas maksimum 400 mikron.

116

Page 36: Profil kelapa sawit final

Bahan bakar yang berbentuk cair ini memiliki sifat menyerupai solar

sehingga sangat prospektif untuk dikembangkan.  Disamping sifatnya yang

menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan dibandingkan dengan solar.

Kelebihan biodiesel dibanding solar adalah sebagai berikut: merupakan bahan

bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik

(free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global, setana number

lebih tinggi (> 57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan

minyak kasar, memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; biodegradable

(dapat terurai), merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang

dapat diperbarui, dan meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat

diproduksi secara lokal.

Deskripsi Proses Biodiesel

Dalam pengertian populer dewasa ini, yang dimaksud dengan biodiesel

adalah bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester-ester metil (atau etil) asam-

asam lemak. Dibuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis atau

etanolisis, produk sampingnya berupa gliserol. Atau dari asam lemak (bebas)

dengan proses esterifikasi dengan metanol atau etanol, produk sampingnya berupa

air.

Produk biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses metanolisis

biasanya harus dimurnikan dari pengotor-pengotor seperti sisa-sisa metanol,

katalis, dan gliserol. Fase gliserol-metanol bebas-air maupun fase gliserol-

metanol-air dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan gliserol dan metanol

(untuk didaur ulang). Proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui proses-proses

berikut ini.

a. Alkoholisis (atau transesterifikasi) trigliserida dengan metanol atau etanol.

Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu

asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Persamaan stoikiometri generik

reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah sebagai berikut :

117

Page 37: Profil kelapa sawit final

Gambar 32. Stoikiometri generik reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol

Transesterifikasi dengan alkohol juga dikenal dengan nama alkoholisis

sehingga reaksi di atas disebut juga metanolisis. Tanpa adanya katalis, sebenarnya

reaksi berlangsung amat lambat. Katalis bisa berupa zat yang bersifat basa, asam,

atau enzim [Schuchardt dkk. (1998), Lotero dkk. (2005), Fukuda dkk. (2001)].

Efek pelancaran reaksi dari katalis basa adalah yang paling besar, sehingga katalis

inilah yang sekarang lazim diterapkan dalam praktek. Reaksi metanolisisnya

sendiri sebenarnya berlangsung dalam tiga tahap sebagai berikut :

Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah

natrium hidroksida, kalium hidroksida, natrium metilat (metoksida), dan kalium

metilat. Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida) yang

jika pun katalis yang ditambahkan adalah hidroksida, akan terbentuk melalui

reaksi kesetimbangan :

OH + CH3OH H2O + CH3O

Mekanisme reaksi pembentukan produk ester metil asam lemak pada tiap siklus

katalitiknya adalah sebagai berikut (mekanisme serupa berlangsung pada konversi

digliserida menjadi monogliserida dan monogliserida menjadi gliserol) :

118

Page 38: Profil kelapa sawit final

Gambar 33. Mekanisme reaksi pembentukan produk ester metil asam lemak

Dengan katalis basa, reaksi metanolisis dapat berlangsung cepat pada

temperatur-temperatur relatif rendah (temperatur kamar sampai titik didih normal

metanol, yaitu 65oC) [Formo (1954)]. Karena ini, kebanyakan proses

industrial/komersial beroperasi pada rentang temperatur ini dan tekanan

atmosferik; katalis yang ditambahkan biasanya sebanyak 0.5–1.5 persen dari berat

minyak yang diolah.

Wright dkk. (1944) dan Freedman dkk. (1984), yang menyelidiki ulang

(atau memverifikasi) kondisi proses yang diklaim Bardshaw and Meuly (1942,

1944), menyatakan bahwa untuk mendapatkan perolehan ester yang maksimum,

bahan mentah yang digunakan dalam proses metanolisis trigliserida berkatalis

basa harus memenuhi persyaratan sebagai minyak yang betul-betul mulus (murni)

(fully refined) seperti minyak goreng, yaitu angka asam < 1 dan kadar air < 0,3 %.

Jika bahan mentah (kasar) memenuhi syarat ini, maka dengan katalis basa

(natrium metilat ataupun hidroksida) dan pada temperatur 60–65 oC, nisbah molar

119

Page 39: Profil kelapa sawit final

(metanol/minyak) paling sedikitnya 6 : 1 (yaitu minimum 2 kali nisbah

stoikiometrik), konversi ke ester metil sudah praktis sempurna dalam waktu 1

jam. Pada suatu temperatur yang lebih rendah, yakni 32 oC, derajat metanolisis

sudah mencapai 99 % dalam tempo sekitar 4 jam.

Standardisasi Biodiesel Indonesia SNI-04-7182-2006 menunjukkan bahwa

biodiesel komersial di Indonesia harus berkadar ester metil paling sedikitnya 96,5

%-berat dan berkadar gliserol total (yaitu yang bebas maupun terikat dalam

bentuk sisa-sisa trigliserida, digliserida, dan monogliserida) tak lebih dari 0,24 %-

berat. Perlu pula dicatat bahwa konversi minyak ke ester metil disertai penurunan

drastis viskositas dan nilai viskositas biodiesel yang di atas persyaratan biasanya

menunjukkan kadar sisa-sisa gliserida dan gliserol yang masih agak tinggi.

Karena penyingkiran sisa-sisa trigliserida, digliserida, dan monogliserida dari

produk reaksi merupakan operasi yang sulit (atau mahal), persyaratan kadar ester

metil dan kadar gliserol total (+ nilai viskositas) tersebut berarti bahwa

transesterifikasi harus dilakukan sampai konversi gliserida-gliserida ke ester metil

praktis sempurna. Ini dapat dicapai dengan menerapkan kondisi-kondisi reaksi

yang sudah disebutkan di atas. Untuk menurunkan lagi jumlah metanol yang

dibutuhkan untuk mencapai konversi sempurna tersebut, misalnya sampai kira-

kira 1,5 x nisbah stoikiometrik, transesterifikasi dapat juga dilaksanakan dalam 2

tahap atau lebih, yang masing-masingnya bisa dilakukan pada temperatur maupun

jumlah metanol yang sama maupun berbeda.

Transesterifikasi sebenarnya adalah reaksi kesetimbangan, sekalipun posisi

kesetimbangannya sangat berat ke pihak pembentukan produk. Pengamatan-

pengamatan terhadap data literatur menunjukkan bahwa konversi

kesetimbangannya makin besar (mendekati 100 %) jika temperatur lebih rendah.

Oleh karena itu, mendekati akhir dari pelaksanaan proses transesterifikasi,

temperatur reaksi sebaiknya diupayakan serendah mungkin.

Campuran reaksi di dalam proses-proses transesterifikasi yang diulas di

atas adalah sistem dua fase (yaitu terdiri atas fase minyak dan fase alkohol).

Untuk lebih mempercepat lagi reaksi metanolisis (sehingga transesterifikasinya

bisa selesai, misalnya saja, hanya dalam beberapa menit), beberapa pengembang

proses telah menambahkan pelarut, misalnya saja tetrahidrofuran, yang mampu

120

Page 40: Profil kelapa sawit final

membuat campuran reaksi menjadi suatu fase tunggal (cosolvent). Akan tetapi,

penambahan pelarut biasanya sangat memperbesar nilai minimum nisbah molar

alkohol : minyak dan juga mengubah parameter-parameter lainnya. Tambahan

pula, tahap-tahap pengolahan pasca transesterifikasi menjadi lebih rumit, karena

adanya kebutuhan untuk menjumput (to recover) dan mendaur-ulang pelarut

tersebut.

b. Esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol.

Berlawanan dengan reaksi transesterifikasi trigliserida, esterifikasi asam-

asam lemak, seperti ditunjukkan persamaan berikut (Gambar 34).

Gambar 34. Reaksi esterifikasi asam lemak

Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah

dipercepat dengan kehadiran katalis yang baik dan berjumlah cukup. Katalis-

katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, sehingga asam sulfat, asam

sulfonat organik (dalam jumlah 1 sampai 3 % dari asam lemak yang diolah), atau

resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih

dalam praktek industrial.

Posisi kesetimbangan reaksi esterifikasi juga tidak sangat berpihak kepada

pembentukan ester metil, sehingga untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung

sampai ke konversi sempurna pada temperatur relatif rendah (misalnya paling

tinggi 120 oC), reaktan metanol harus ada/dipasok dalam jumlah sangat berlebih

(biasanya lebih besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan reaksi

harus disingkirkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak. Penyingkiran air ini dapat

ditempuh dengan berbagai cara alternatif :

121

Page 41: Profil kelapa sawit final

menguapkan fase akuatik atau alkohol, mengadsorpsi uap air, serta

kemudian mengembunkan uap metanol kering untuk dikembalikan ke

dalam bejana reaksi [Harrison dkk. (1968)];

mengabsorpsi air yang terbentuk dengan garam-garam anhidrat yang

membentuk padatan berhidrat (misalnya CaCl2 or CaSO4); atau

mengekstrak air yang terbentuk dengan suatu cairan ‘penyeret’ (entraining

agent) seperti gliserol, etilen glikol, atau propilen glikol [Lepper dkk.

(1986)].

Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak

(atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa katalis,

metanol, dan gliserol (atau air). Untuk memurnikannya, biodiesel mentah (kasar)

tersebut bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke

dalam dan terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. Porsi

pertama dari air yang dipakai mencuci disarankan mengandung sedikit asam/basa

untuk menetralkan sisa-sisa katalis. Biodiesel yang sudah dicuci kemudian

dikeringkan pada kondisi vakum untuk menghasilkan produk yang jernih

(pertanda bebas air) dan bertitik nyala 100 oC (pertanda bebas metanol).

Melalui kombinasi-kombinasi yang jitu dari kondisi-kondisi reaksi dan

metode penyingkiran air, dan barangkali juga dengan pelaksanaan reaksi secara

bertahap, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat

dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam.

Proses transesterifikasi dan esterifikasi dapat digabungkan untuk

mengolah bahan baku dengan kandungan asam lemak bebas sedang sampai tinggi

seperti CPO low grade, maupun PFAD.

Pembuatan Bio oil berbasis limbah pengolahan kelapa sawit

Bio oil adalah bahan bakar cair dari biomassa seperti kayu, kulit kayu,

kertas, atau biomassa lainnya, yang diproduksi melalui teknologi pyrolysis

(pirolisa) atau fast pyrolysis (pirolisa cepat), berwarna gelap dan memiliki aroma

seperti asap. Fast pyrolysis adalah dekomposisi termal dari komponen organik

tanpa kehadiran oksigen dalam prosesnya untuk menghasilkan cairan, gas, dan

arang. Cairan yang dihasilkan ini lebih lanjut kita kenal sebagai bio oil.

122

Page 42: Profil kelapa sawit final

Proses produksi bio oil dimulai dengan mempersiapkan bahan baku

lignoselulosa seperti kayu atau limbah agroindustri menjadi partikel–partikel yang

lebih kecil hingga diameter kurang dari 1 mm. Pengecilan ukuran dimaksudkan

untuk mempercepat reaksi pirolisis. Bahan kemudian dimasukan ke dalam reaktor

yang dipanaskan pada suhu 450 – 500°C tanpa kehadiran oksigen. Bahan baku

akan terbakar dan akan menguap seperti droplet yang dilemparkan air ke dalam

permukaan wajan panas. Di dalam reaktor pirolisis, partikel akan dikonversi

menjadi uap yang dapat dikondensasi, gas yang tidak dapat dikondensasi, dan

padatan arang. Produk kemudian ditransportasikan ke dalam cyclone. Di dalam

cyclone gas yang dapat dikondensasi akan dikondensasikan dan selanjutnya

disebut sebagai bio oil, dan arang yang terbentuk dipisahkan. Sementara itu, gas

yang tidak dapat terkondensasi (termasuk di dalamnya CO2, H2, dan CH4) akan

dibakar dan dikembalikan ke reaktor untuk menjaga panas dari proses.

Dalam reaksi produksi bio oil tidak dihasilkan limbah atau zero waste

(Gambar 35). 100 % bahan baku dikonversi menjadi bio oil dan arang, sedangkan

gas yang tidak dapat dikondensasi dikembalikan ke dalam proses sebagai sumber

energi. Tiga produk akhir yang dihasilkan dalam proses pirolisis yaitu : bio oil (60

– 75 wt %), arang (15 – 20 wt %), dan gas tidak terkondensasi (10 – 20 wt %).

123

Panas

Biomassa (Arang + Gas) + Bio – oil

Page 43: Profil kelapa sawit final

Gambar 35. Proses pembuatan bio oil

Deskripsi Proses Green Diesel

Green diesel merupakan cairan menyerupai bahan bakar solar yang sangat

bersih, yang dihasilkan melalui kombinasi antara gasifikasi biomasa (GB) dan

sintesis Fischer-Tropsch (FT). Pada proses ini biomasa digasifikasi untuk

menghasilkan gas atau biosyngas yang kaya akan H2 dan CO. Setelah

pembersihan, biosyngas bisa digunakan sebagai gas umpan pada reaktor sistesis

FT dimana H2 dan CO dirubah menjadi hidrokarbon rantai panjang yang

kemudian dirubah menjadi green diesel pada proses berikutnya. Pada sintesis FT

satu mol CO bereaksi dengan dua mol H2 membentuk hidrokarbon rantai lurus

alifatik (CxHy). Katalis FT biasanya berbasis besi atau kobalt. Sekitar 20% dari

energi kimia dilepaskan sebagai panas pada reaksi eksotermik ini:

CO + 2H2 → - (CH2) - + H2O

(1)

Mengikuti persamaan 1, reaksi FT mengkonsumsi hidrogen dan karbon

monoksida dengan perbandingan H2/CO = 2. Jika rasio dalam gas umpan lebih

rendah, bisa disesuaikan dengan reaksi Water-Gas Shift (WGS).

124

Page 44: Profil kelapa sawit final

CO + H2O ↔ CO2 + H2

(2)

Katalis FT berbasis besi menunjukkan aktivitas WGS dan perbandingan

H2/CO disesuaikan di dalam reaktor sintesis. Pada kasus katalis berbasis kobalt,

perbandingan perlu disesuaikan sebelum sintesis FT. Kondisi umum operasi untuk

sintesis FT adalah temperatur 200-250ºC dan tekanan 25-60 bar. Polimerisasi

menghasilkan produk dalam beberapa fraksi, terdiri atas fraksi hidrokarbon-

hidrokarbon ringan (C1 dan C2), LPG (C3-C4), nafta (C5-C11), diesel (C9-C20), dan

lilin (>C20). Distribusi produk tergantung dari katalis dan kondisi operasi proses.

Dalam kaitan dengan produksi green diesel, kondisi proses bisa dipilih untuk

menghasilkan jumlah maksimum dari produk pada rentang diesel. Bagaimanapun

juga, hasil diesel yang lebih tinggi bisa dicapai ketika sintesis FT dioptimasikan

melalui produksi lilin. Lilin ini bisa dipecah untuk menghasilkan predominan

diesel. Untuk proses ini diperlukan hidrogen tambahan, yang bisa diproduksi dari

produk samping syngas yang dirubah secara sempurna menjadi hidrogen melalui

reaksi Water-Gas Shift WGS (2).

3. Analisis Ekonomi Investasi Bioenergi dari Kelapa Sawit

A. Analisis finansial budidaya kelapa sawit

Budidaya kelapa sawit merupakan salah satu usaha pertanian yang banyak

diminati investor. Tingginya produktivitas lahan serta aspek pasar yang sangat

125

Page 45: Profil kelapa sawit final

prospektif menjadi pendorong tingginya investasi di bidang ini. Budidaya kelapa

sawit sangat identik dengan skala budidaya yang besar, meskipun demikian tidak

menutup kemungkinan usaha pada skala yang lebih kecil. Pada umumnya skala

budidaya kelapa sawit yang besar dilakukan jika pihak pengusaha bermaksud

mendirikan juga unit pengolahannya, sedangkan untuk skala yang lebih kecil

dilakukan dengan memproduksi TBS yang dijual kepada pengumpul. Jika ingin

mendirikan pabrik pengolahan sendiri, hingga diperoleh CPO, luas areal

perkebunan kelapa sawit minimal adalah 6.000 ha. Berikut ini adalah analisis

usaha budidaya kelapa sawit skala 6.000 ha.

Pada analisis ini, asumsi-asumsi yang digunakan antara lain :

Luas lahan budidaya adalah 6.000 ha, dengan tingkat kesesuaian lahan

untuk perkebunan sawit kelas 3 (S3).

Populasi kebun 143 pohon/ha

Jumlah bibit cadangan 10% dari total kebutuhan bibit

Produktivitas lahan sesuai dengan tingkat kesesuaian lahan (S3)

Umur Produktivitas (ton/ha/thn) Umur Produktivitas (ton/ha/thn)3 6 15 244 10 16 235 14 17 226 18 18 227 23 19 218 25 20 209 25 21 1910 25 22 1811 25 23 1712 25 24 1613 25 25 1514 24

Kelapa mulai berproduksi pada tahun ke 3 dan dapat berproduksi hingga

tahun ke 25.

Hasil dari kebun dijual kepada pengumpul dengan harga TBS adalah Rp.

600/kg.

126

Page 46: Profil kelapa sawit final

BIAYA

Pendirian kebun kelapa sawit seluas 6.000 ha memerlukan biaya investasi

dan biaya operasional yang dikeluarkan selama umur proyek (25 tahun). Biaya

investasi terdiri dari biaya pembelian peralatan sebesar Rp. 2,178,000,000,- dan

biaya pengadaan sarana penunjang sebesar Rp.7,736,850,000,- termasuk di

dalamnya lahan, bangunan, peralatan kantor serta sarana transportasi. Investasi

untuk peralatan dilakukan setiap tahun dengan nilai investasi yang berbeda-beda.

Komponen biaya investasi pendirian kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha untuk

tahun pertama disajikan pada Tabel 34. Secara rinci, biaya investasi disajikan

pada Lampiran 1.

Tabel 34. Kebutuhan investasi kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha

Uraian Investasi Total Biaya (Rp)A Fasilitas penunjang

1. Kantor 200,000,0002. Kendaraan, infrastruktur kebun 7,520,000,0003. Fasilitas penunjang kantor 16,850,000

B Peralatan budidaya 2,178,000,000Total Investasi 9,914,850,000

Biaya operasional untuk penanaman dan persiapan lahan adalah sebesar Rp.

8,760,000,000 untuk biaya tenaga kerja dan Rp. 11,068,200,000,- untuk

pembelian bahan. Rincian biaya operasional tersebut disajikan pada Tabel 35.

Tabel 35 . Rincian biaya operasional kebun budidaya kelapa sawit tahun pertama

Tenaga Kerja Jumlah Satuan Harga/satuan Total Biaya (Rp)1 Pembukaan lahan 168000 HOK 20,000 3,360,000,0002 Pembuatan jalan dan drainase 96000 HOK 20,000 1,920,000,0003 Pembuatan lubang tanam 48000 HOK 20,000 960,000,0004 Pemupukan pada lubang tanam 18000 HOK 20,000 360,000,0005 Penanaman bibit 108000 HOK 20,000 2,160,000,000

127

Page 47: Profil kelapa sawit final

Total Biaya TK 8,760,000,000

Bahan1 bibit sawit 858000 batang 12,000 10,296,000,0002 Pupuk

SA 0 kg 2,600 0 TSP 429000 kg 1,800 772,200,000 KCl 0 kg 3,500 0 Kieserite 0 kg 1,200 0 Borium 0 kg 2,000 0 ZA 0 kg 1,200 0 MOP 0 kg 3,000 0

3 Pestisida 0 L 50,000 0Total biaya Bahan 11,068,200,000

Biaya operasional untuk tahun pertama dan seterusnya disajikan pada Tabel 36

dan secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 36. Biaya operasional budidaya kelapa sawit selama umur ekonomi

proyek

TahunBiaya operasional

Tenaga kerja (Rp) Bahan (Rp)Tahun 1 17,040,000,000 8,510,160,000Tahun 2 14,640,000,000 10,732,380,000Tahun 3 12,006,400,000 11,109,900,000Tahun 4 12,006,400,000 7,377,600,000Tahun 5 12,006,400,000 7,377,600,000Tahun 6 12,006,400,000 15,099,600,000Tahun 7 12,006,400,000 15,099,600,000Tahun 8 12,006,400,000 15,099,600,000Tahun 9 12,006,400,000 15,099,600,000Tahun 10 12,006,400,000 15,099,600,000Tahun 11 12,006,400,000 15,099,600,000Tahun 12 12,006,400,000 15,099,600,000Tahun 13 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 14 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 15 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 16 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 17 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 18 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 19 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 20 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 21 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 22 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 23 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 24 12,006,400,000 14,070,000,000Tahun 25 12,006,400,000 14,070,000,000

128

Page 48: Profil kelapa sawit final

PENDAPATAN

Pendapatan kebun kelapa sawit dihasilkan dari penjualan Tandan Buah

Sawit (TBS). Harga yang digunakan yaitu Rp.600.000,- per ton. Pada tahun ketiga

(pertama kali panen), asumsi produktivitas yang digunakan adalah 6 ton/ha/tahun.

Dengan produktivitas tersebut pada tahun ke 3 akan dihasilkan 36.000 ton TBS

dan mendatangkan pendapatan sebesar Rp. 21,600,000,000,-. Sedangkan pada

tahun ke 8-13, produktivitas lahan maksimal yaitu 25 ton/ha/tahun, maka pada

tahun 8 akan diperoleh pendapatan sebesar Rp. 90,000,000,000,-.

PROYEKSI ARUS KAS DAN KRITERIA KELAYAKAN USAHA

Kelayakan usaha budidaya kelapa sawit dianalisis menggunakan proyeksi

arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C

serta PBP. Usaha dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta

dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara

lengkap disajikan pada Lampiran 3, adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan

disajikan pada Tabel 37.

Tabel 37. Kriteria kelayakan usaha budidaya kelapa sawit

Kriteria kelayakan NilaiNPV Rp. 91,840,709,247 IRR 33%B/C Ratio 9.00PBP 6.98

Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian kebun

budidaya kelapa sawit layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial.

Dengan umur proyek 25 tahun, nilai NPV adalah positif, nilai IRR lebih besar dari

tingkat suku bunga bank (33% > 15%), B/C ratio lebih besar dari 1 dan modal

yang dikeluarkan dapat kembali pada tahun ke 6.98.

B. Analisis finansial biodiesel kelapa sawit

Asumsi perhitungan

129

Page 49: Profil kelapa sawit final

Dalam perhitungan analisis finansial biodiesel kelapa sawit, digunakan

beberapa asumsi yaitu umur ekonomi proyek 20 tahun, kapasitas produksi 6.000

ton/tahun serta beberapa parameter lainnya yang disajikan pada Tabel 38.

Tabel 38. Asumsi-asumsi pada Unit Pengolahan Biodiesel Kelapa Sawit

1 Kapasitas ProduksiKapasitas operasi 100% 60,000 ton per tahun

2 KeuanganDebt Equity Ratio 70% 30%Bunga- Investasi 12% per tahun- Modal kerja 12% per tahunPembayaran- Investasi 8 tahun- Modal kerja 5 tahunDepresiasi 10 tahun

3 Utilitas dan konsumsiUap 5 bar 150,000 Rp/tonListrik 552 Rp/KWHAir pendingin 460 Rp/m3Air untuk proses 9,200 Rp/m3Air sisa 13,800 Rp/m3Nitrogen cair 2,760 Rp/kgLain-lain 23,000 Rp/ton B-D

4 Bahan baku (kimia)CPO 4,000,000 Rp/tonMetanol 2,760,000 Rp/tonKOH 7,360,000 Rp/tonH2SO4 1,380,000 Rp/tonBahan tambahan 1 16,560,000 Rp/tonBahan tambahan 2 11,960,000 Rp/ton

5 Biaya lainOrang/tenaga kerja 4,600,000,000 Rp/tahunPengawasan dan over head 2,300,000,000 Rp/tahunPemeliharaan 529,759 Rp/tahunAsuransi 3,680,000,000 Rp/tahunLab/Quality control 2,208,000,000 Rp/tahunBiaya pemasaran 1,380,000,000 Rp/tahunLain-lain 1,840,000,000 Rp/tahun

6 Harga produkBio Diesel 7,176,000 Rp/tonGliserol teknis 2,760,000 Rp/ton

Investasi

130

Page 50: Profil kelapa sawit final

Biaya investasi untuk pendirian pabrik biodiesel terdiri dari biaya proyek,

dan modal kerja. Biaya proyek merupakan seluruh modal awal yang diperlukan

untuk pengadaan tanah, bangunan dan peralatan juga biaya IDC (Interest during

construction). IDC adalah biaya bunga yang dihasilkan selama pendirian pabrik

(perhitungan disajikan pada Lampiran 4). Sedangkan modal kerja adalah modal

yang dikeluarkan untuk keperluan pengadaan bahan baku, bahan pembantu,

tenaga kerja dan biaya operasional untuk menjalankan usaha.

Total investasi yang diperlukan sebesar Rp. 282,247,920,262,- dimana

modal tersebut diperoleh dari pinjaman dan modal sendiri dengan Debt Equity

Ratio (70:30). Rincian biaya investasi disajikan pada Tabel 39.

Modal kerja terdiri dari biaya variabel yang jumlahnya tergantung pada

jumlah biodiesel yang dihasilkan dan biaya tetap yang nilainya tidak dipengaruhi

oleh kapasitas produksi. Modal kerja yang digunakan adalah modal kerja tertinggi

yaitu pada saat pabrik telah beroperasi maksimal (100%) dan dikali dengan faktor

konversi 1.5 yaitu sebesar Rp. 57,229,724,407,-. yang merupakan biaya

operasional bahan baku selama 30 hari dan inventory 60 hari.

Tabel 39. Investasi pendirian pabrik biodiesel sawit

1 Biaya Investasi OSBL ISBL TOTALPengeluaran pra-proyek 3,413,200,000 0 3,413,200,000Lahan 2,760,000,000 0 2,760,000,000Pengolahan air 920,000,000 0 920,000,000Loading arm 11,040,000,000 0 11,040,000,000Power plant 15,927,406,961 0 15,927,406,961Pabrik 0 147,200,000,000 147,200,000,000Pajak PPn 10% & Pajak lain 3,406,060,696 14,720,000,000 18,126,060,696Biaya Proyek 37,466,667,657 161,920,000,000 199,386,667,657

2 IDC 17,410,714,986Total Biaya Proyek 216,797,382,643

3 Modal kerja 57,229,724,4074 Biaya finansial 8,220,813,212

Total Investasi 282,247,920,262

Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan tambahan, utilitas

dan konsumsi serta transportasi produk. Rincian biaya operasional dengan

kapasitas pabrik maksimal (100%) disajikan pada Tabel 40.

Tabel 40. Biaya Operasional Pabrik biodiesel kapasitas 6.000 ton/tahun

131

Page 51: Profil kelapa sawit final

Deskripsi Konsumsi Satuan Harga/satuan TotalA Biaya Variabel

Bahan baku/kimiaCPO 1.07 Ton/Ton B-D 4,000,000 256,800,000,000Metanol 0.115 Ton/Ton B-D 2,760,000 19,044,000,000KOH 0.016 Ton/Ton B-D 7,360,000 7,065,600,000H2SO4 0.001 Ton/Ton B-D 1,380,000 82,800,000Bahan tambahan 1 0.003 Ton/Ton B-D 16,560,000 2,980,800,000Bahan tambahan 2 0.001 Ton/Ton B-D 11,960,000 717,600,000

Sub Total 286,690,800,000Utilitas dan Konsumsi

Uap 5 bar 0.67 Ton/Ton B-D 150,000 6,030,000,000

Listrik 67.15kWh/Ton B-

D 552 2,224,008,000Air pendingin 1.68 m3/Ton B-D 460 46,368,000Air untuk proses 0.17 m3/Ton B-D 9,200 93,840,000Air sisa 0.17 m3/Ton B-D 13,800 140,760,000Nitrogen cair 0.84 kg/Ton B-D 2,760 139,104,000Lain-lain 2.1 Rp/Ton B-D 23,000 2,898,000,000

Sub Total 11,572,080,000Total Biaya Variabel (A) 298,262,880,000

B Biaya TetapOrang/tenaga kerja 1 Rp/Tahun 4,600,000,000 4,600,000,000Pengawasan dan over head 1 Rp/Tahun 2,300,000,000 2,300,000,000Perawatan 1 Rp/Tahun 529,759 529,759Asuransi 1 Rp/Tahun 3,680,000,000 3,680,000,000Lab/Quality control 1 Rp/Tahun 2,208,000,000 2,208,000,000Biaya pemasaran 1 Rp/Tahun 1,380,000,000 1,380,000,000Lain-lain 1 Rp/Tahun 1,840,000,000 1,840,000,000Depresiasi Tahun (Straight line) 21,679,738,264Bunga Rp/Tahun 18,248,864,568

Total Biaya Tetap 55,937,132,592Total Biaya Produksi 354,200,012,592

Produksi dan Pendapatan Usaha

Dengan kapasitas produksi 6.000 ton biodiesel per tahun, dan harga jual

Rp. 7.176.000,- per ton biodiesel maka akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp

430,560,000,000,-. Pendapatan dari pabrik biodiesel akan bertambah dengan

penjualan gliserol dan potasium sulfat masing-masing sebesar Rp.

16,449,600,000,- dan Rp. 2,433,216,000,-. Secara lengkap produksi dan

pendapatan usaha biodiesel kelapa sawit disajikan pada Lampiran 5.

Arus kas dan kriteria kelayakan usaha

132

Page 52: Profil kelapa sawit final

Kelayakan industri bioetanol berbahan baku sagu dianalisis menggunakan

proyeksi arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV dan

IRR. Usaha dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat

mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap

disajikan pada Lampiran 6. Adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan

pada Tabel 41.

Tabel 41. Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi industri biodiesel sawit

Kriteria investasi NilaiIRR 19.57%NPV 167,565,686,218

Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian industri

biodiesel kelapa layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan

umur proyek 20 tahun, nilai NPV positif dan IRR lebih besar dari tingkat suku

bunga bank (19.57% > 12%).

133