143
PROFIL KETENAGAKERJAAN PROVINSI PAPUA BARAT LABOR PROFILE of PAPUA BARAT PROVINCE 2009 BPS PROVINSI PAPUA BARAT STATISTICS of PAPUA BARAT PROVINCE

Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Uploaded from Google Docs

Citation preview

Page 1: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

PROFIL KETENAGAKERJAAN

PROVINSI PAPUA BARAT

LABOR PROFILE of PAPUA BARAT PROVINCE

2009

BPS PROVINSI PAPUA BARAT

STATISTICS of PAPUA BARAT PROVINCE

Page 2: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

PROFIL KETENAGAKERJAAN

PROVINSI PAPUA BARAT

2009

LABOR PROFILE of PAPUA BARAT PROVINCE

2009

ISSN:

No. Publikasi/Publication Number: 91521.10.16

Katalog BPS/BPS Catalogue :2303004.9100

Ukuran Buku/Book Size: 16,5 x 21 cm

Jumlah Halaman / Total Pages : viii + 133 = 141 hal/pages

Naskah/Manuscript :

Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Papua Barat

Gambar Kulit/ Cover :

Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Data

BPS Provinsi Papua Barat

Diterbitkan oleh / Published by :

Page 3: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

i

Kata Pengantar

Tiga sasaran utama dalam rencana pembangunan pada

pemerintahan Indonesia Bersatu adalah mengurangi jumlah

penduduk miskin, menurunkan tingkat pengangguran dan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga sasaran tersebut

ditargetkan pemerintah utamanya adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Salah satu isu penting tersebut adalah mengenai masalah

pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi tidak hanya

berimplikasi pada terjadinya berbagai permasalahan ekonomi,

melainkan juga akan menimbulkan masalah dibidang sosial seperti

kemiskinan dan kerawanan sosial.

Dibutuhkan data yang lengkap, relevan, mutakhir,

representatif, dan berkesinambungan untuk dapat memberikan

gambaran situasi dan permasalahan ketenagakerjaan sehingga

pemerintah dapat menciptakan sebuah kondisi dimana tersedia

lapangan kerja atau usaha yang layak dan peningkatan produktivitas

kerja bagi tenaga kerja dengan mendapatkan imbalan yang memadai

untuk dapat hidup sejahtera.

Melalui publikasi Profil Ketenagakerjaan Provinsi Papua Barat

2009 diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai kondisi

ketenagakerjaan secara umum dan indikator-indikator

ketenagakerjaan yang dapat membantu menjelaskan permasalahan

ketenagakerjaan dalam lingkup yang lebih sempit.

Page 4: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

ii

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

publikasi ini diucapkan terimakasih. Mudah-mudahan tulisan ini

bermanfaat dan dapat memenuhi kebutuhan semua pihak yang

membutuhkan. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk

penyempurnaan pembuatan publikasi pada masa yang akan datang.

Manokwari, November 2010

Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat,

Ir. Tanda Sirait, MM NIP. 195507211978011002

Page 5: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

iii

DAFTAR ISI

Hal. Kata Pengantar………………………………………………………….. i Daftar Isi………………………………………………………………... iii Daftar Tabel...…………………………………………………………... v Daftar Gambar………………………………………………………….. viii I. Pendahuluan……………………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang……………………………………………. 1 1.2 Ruang Lingkup……………………………………………. 5 1.3 Tujuan…………………………………………………….. 6 1.4 Sistematika Penulisan…………………………………….. 6 II. Metodologi………………………………………………………. 7 2.1 Sumber Data……………………………………………… 7 2.2 Metode Pengumpulan Data……………………………… 8 2.3 Metode Analisis…………………………………………... 9 2.4 Bagan Ketenagakerjaan…………………………………. 10 2.5 Konsep dan Definisi……………………………………… 12 III. Ketenagakerjaan………………………………………………… 24 3.1 Penduduk Usia Kerja……………………………………. 25 3.2 Angkatan Kerja…………………………………………... 33 3.2.1 Penduduk Bekerja……………………………… 35 3.2.1.1 Bekerja Menurut Pekerjaan Utama…… 39 3.2.1.2 Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama 47 3.2.1.3 Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama 49 3.2.1.4 Bekerja Menurut Pendidikan…………... 53 3.2.1.5 Bekerja Menurut Jam Kerja…………… 63 3.2.1.6 Bekerja Menurut Sektor Informal……... 73 3.3 Bukan Angkatan Kerja…………………………………... 85 3.4 Indikator Ketenagakerjaan................................................... 87 3.4.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)…………. 88 3.4.2 Setengah Pengangguran………………………… 101 3.4.3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja……………. 110 3.4.4 Tingkat Kesempatan Kerja…………………….. 114 3.4.5 Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja………... 117 3.4.6 Elastisitas Kesempatan Kerja………………….. 119 3.4.7 Produktivitas Pekerja…………………………… 123

Page 6: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

iv

IV Kesimpulan……………………………………............................. 126 Daftar Pustaka…………………………………………………… 157 Lampiran

Page 7: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

v

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Hal. 2.1. Batasan Kegiatan Formal/Informal………….......................................... 23 3.1. Dependency ratio, youth DR, dan Old DR Papua Barat 2005-

2009...............................................................................................................

29 3.2. Penduduk Papua Barat Berusia 15 Tahun ke atas menurut

Kabupaten/Kota dan Kelompok Umur Tahun 2009……………........

31 3.3. Jumlah Angkatan Kerja menurut Kabupaten/Kota dan Jenis

Kelamin Tahun 2009.................................................................................

35 3.4. Jumlah Penduduk yang Bekerja Didalam Angkatan Kerja Tahun

2009…………………........................................................................................

37 3.5. Persentase Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Papua Barat

Tahun 2009……………..................................................................................

40 3.6. Persentase Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Papua Barat

Tahun2006 – 2009 ...................................................................................

42 3.7. Jumlah Penduduk yang Bekerja menurut Kabupaten/Kota dan

Lapangan Pekerjaan Utama (AMS) Tahun 2009…………...................

43 3.8. Jumlah Penduduk yang Bekerja menurut Kabupaten/Kota, Jenis

Kelamin dan Lapangan Pekerjaan Utama (AMS) Tahun 2009…...

45 3.9. Jumlah Penduduk yang Bekerja menurut Status Pekerjaan

Utama dan Lapangan Pekerjaan Utama (AMS) Tahun 2009..........

46 3.10. Jumlah Penduduk yang Bekerja menurut Jenis Pekerjaan Utama

Tahun 2009…………………...........................................................................

48 3.11. Persentase Penduduk Bekerja menurut Kabupaten/kota dan

Status Pekerjaan Utama Tahun 2009…………………………………….....

50 3.12. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Status Pekerjaan

Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2009……………………………………..

52 3.13. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Kabupten/Kota

dan Pendidikan Tahun 2009...................................................................

54 3.14. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Kelompok Umur

dan Pendidikan Tahun 2009...................................................................

57 3.15. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan

Tertinggi dan Jenis Kelamin Tahun 2009………………………………....

58 3.16. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan

Tertinggi dan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009…………….

60

Page 8: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

vi

3.17. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi dan Status Pekerjaan Utama Tahun 2009……………….....

62

3.18. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Kabupten/Kota dan Jam Kerja Tahun 2009…....................................................................

64

3.19. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Jam kerja dan Jenis kelamin Tahun 2009…….................................................................

66

3.20. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Jam Kerja dan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009……………………………........

67

3.21 Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Status pekerjaan Utama dan Jam Kerja Tahun 2009……………………………………..........

69

3.22. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan dan Jam Kerja Tahun 2009……….....................................................................

71

3.23. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Formal-Informal menurut Kabupaten/Kota…......................................................................

75

3.24. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2009………………….......

77

3.25. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009…

78

3.26. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal menurut Kabupaten/Kota dan Status Pekerjaan Utama.....................................

80

3.27. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal menurut Kabupaten/Kota dan Pendidikan Tahun 2009....................................

82

3.28. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal menurut Kabupaten/Kota dan jam Kerja Tahun 2009.........................................

84

3.29. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2009.......................................................................

92

3.30. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/Kota dan Perkotaan/Perdesaan Tahun 2009...........................................................

93

3.31. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kelompok Umur Tahun 2009..................................................................................................

95

3.32. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/Kota dan Pendidikan Tahun 2009............................................................................

97

3.33. Persentase Setengah Pengangguran terhadap Total Pekerja menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2009…………………………………………….......................................................

104 3.34. Setengah Pengangguran Menurut Kabupaten/Kota dan Ktiteria

Setengah Penganggur Tahun 2009........................................................

108

Page 9: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

vii

3.35. Persentase Setengah Pengangguran Terpaksa dan Sukarela menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009…………………………….............................................................

109 3.36. Elastisitas Kesempatan Kerja Provinsi Papua Barat Tahun

2008-2009…………………………..................................................................

122 3.37. Produktivitas Pekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Tahun 2009 (Juta rupiah per pekerja per tahun)………………….......

124

Page 10: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Hal.

2.1. Diagram Ketenagakerjaan……………………........................................... 11 3.1. Penduduk Usia Kerja menurut Kelompok Umur Provinsi

Papua Barat 2009…………….......................................................................

26 3.2. Jumlah Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin dan

Kabupaten /Kota Tahun 2007-2009………..........................................

33 3.3. Persentase Penduduk Bukan Angkatan Kerja menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2009………....................................................

86 3.4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Nasional dan Provinsi

Papua Barat Tahun 2006-2009…………………………………….............

91 3.5. Persentase Setengah Pengangguran Provinsi Papua Barat

Tahun 2007-2009………………...................................................................

103 3.7. Jumlah Setengah Pengangguran di Provinsi Papua Barat

Tahun 2007-2009………………...................................................................

111 3.8. TPAK menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009 ................................ 113 3.9. TPAK menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun

2009………………………….................................................................................

114 3.10. Tingkat Kesempatan Kerja menurut Kabupaten/Kota Tahun

2009............................................................................................................

116 3.11. Laju Pertumbuhan TKK dan Laju Pertumbuhan Angkatan

Kerja 2006-2009......................................................................................

118

Page 11: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 1

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi diarahkan untuk membawa rakyat

pada peningkatan kesejahteraan yang lebih baik, dan hal ini

bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang mudah. Pembangunan

ekonomi adalah salah satu pilar penting untuk mencapai

peningkatan kesejahteraan rakyat (Harmadi, 2007). Ekonomi

sendiri bicara mengenai 3 konsep penting yang saling terkait, yaitu

keterbatasan sumberdaya, pilihan, dan pengambilan keputusan

ekonomi, yang dapat menghantarkan kita pada tercapainya

kesejahteraan rakyat yang optimal. Seperti kita ketahui

pembangunan menjadikan rakyat sebagai subjek sekaligus juga

Page 12: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 2

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

sebagai objek dari pembangunan itu sendiri. Pembangunan tidak

akan ada artinya tanpa rakyat karena tidak mungkin dilaksanakan

tanpa rakyat. Di samping itu pembangunan memang ditujukan

untuk rakyat.

Sudah jelas bahwa manusia merupakan faktor utama dalam

pembangunan. Kini proses pembangunan suatu bangsa tidak lagi

dapat dipahami secara terbatas pada pertumbuhan ekonomi

semata, namun harus pula memuat di dalamnya proses

pembangunan manusia yang mencakup tiga aspek: pendidikan,

kesehatan dan ekonomi.

Ukuran yang dipergunakan dalam mengevaluasi

perkembangan pembangunan manusia suatu bangsa ialah

kemiskinan. Jika pembangunan manusia dipahami sebagai

kumpulan berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

manusia, maka kemiskinan justru dipahami harus diturunkan.

Salah satu tujuan dari Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Papua Barat adalah meningkatkan kesejahteraan

rakyat. Kesejahteraan sendiri diukur dari seberapa banyak rakyat

yang dapat hidup layak. Mereka yang tidak dapat hidup layak akan

masuk ke dalam kemiskinan. Secara absolut, penduduk dikatakan

miskin ketika tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya (basic

needs) seperti pangan, sandang, papan dan tidak mempunyai

kemampuan untuk mengakses berbagai pelayanan dasar seperti air

bersih, sanitasi, transportasi umum, fasilitas kesehatan, dan

pendidikan. Ketidakmampuan yang menjerumuskan penduduk ke

Page 13: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 3

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

dalam kemiskinan tersebut disebabkan oleh kemampuan daya beli

yang tidak memadai.

Secara ekonomi, daya beli penduduk sangat tergantung pada

keterlibatan secara aktif penduduk di pasar kerja. Penduduk yang

aktif bekerja memproduksi barang/jasa akan memperoleh imbal

balik dari perusahaan tempatnya bekerja berupa upah/gaji.

Sebaliknya mereka yang tidak aktif bekerja dalam angkatan kerja

akan menjadi pengangguran yang akan menjadi beban bagi diri dan

keluarganya.

Salah satu tantangan besar bangsa ini adalah menciptakan

lapangan kerja atau usaha yang layak (decent work) bagi angkatan

kerja yang besar dan cenderung terus meningkat karena perubahan

struktur umur penduduk. Tantangan tersebut mencakup dua hal

sekaligus, yaitu penciptaan lapangan pekerjaan baru bagi angkatan

kerja yang belum bekerja dan peningkatan produktivitas kerja bagi

mereka yang sudah bekerja sehingga memperoleh imbalan kerja

yang memadai untuk dapat hidup layak (decent living).

Tantangan itu sangat besar untuk dihadapi oleh pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah. Walaupun demikian, peran yang

dimainkan pihak pemerintah dapat sangat menentukan melalui

pembangunan yang secara sadar dan konsisten dirancang berbasis

ketenagakerjaan, serta dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi

investasi.

Pengangguran dapat dilihat sebagai akibat dari tidak

bekerjanya pasar tenaga kerja dengan baik. Dari sisi penawaran,

secara umum di Indonesa mengalami masalah labor market

Page 14: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 4

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

missmatch. Sedangkan dari sisi permintaan, ada keterbatasan daya

serap pasar tenaga kerja. Pengangguran senantiasa bertambah

setiap tahun seiring dengan laju pertumbuhan penduduk usia kerja.

Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah-

masalah dibidang ekonomi saja, melainkan juga menimbulkan

berbagai masalah dibidang sosial seperti kemiskinan dan

kerawanan sosial.

Papua Barat masuk dalam daftar kedua tertinggi persentase

penduduk miskin pada tingkat nasional. Ini menandakan tidak

sedikit penduduk Papua Barat yang miskin dibandingkan total

penduduknya. Akibat banyak pengangguran maka banyak pula

yang kemampuan daya belinya tidak memadai sehingga memaksa

mereka jatuh dalam jurang kemiskinan.

Selain dihadapkan pada masalah pengangguran, keadaan

ketenagakerjaan juga dihadapkan pada masalah setengah

pengangguran, yang secara ekonomi tergolong bekerja namun jam

kerjanya berada dibawah jam kerja normal. Hal ini tentunya juga

terkait dengan masalah produktivitas tenaga kerja dalam

mewujudkan decent living.

Dalam menjawab tantangan untuk mewujudkan decent work

dan decent living, agar upaya penurunan tingkat pengangguran pada

khususnya, dan pemantauan situasi ketenagakerjaan yang lebih

baik pada umumnya, dalam koridor pembangunan berbasis

ketenagakerjaan, pemerintah sangat memerlukan data yang

lengkap, akurat, relevan, mutakhir, dan berkesinambungan. Untuk

memenuhi kebutuhan data tersebut BPS telah melaksanakan

Page 15: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 5

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

sebuah survei yang khusus dirancang untuk mengumpulkan data

ketenagakerjaan dengan pendekatan rumah tangga melalui Survei

Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS).

Melalui buku publikasi “Profil Ketenagakerjaan Provinsi

Papua Barat Tahun 2009”, hasil pendataan Sakernas

diaktualisasikan untuk dapat dimanfaatkan lebih luas kepada para

pengguna data dari berbagai kalangan, terutama pemerintah daerah

untuk mendapatkan gambaran ketenagakerjaan di Provinsi Papua

Barat untuk bisa merealisasikan decent work dan decent living bagi

kesejahteraan masyarakat.

2. Ruang Lingkup

Pembahasan pada tulisan ini terbatas pada variabel-variabel

yang terdapat pada kuesioner Sakernas dan indikator-indikator

ketenagakerjaan yang dibentuk dari pengembangan variabel-

variabel tersebut. Hal-hal yang dibahas didasarkan pada bagan

ketenagakerjaan untuk lebih memudahkan bagi para pengguna

informasi dalam memahami gambaran dan permasalahan

ketenagakerjaan, seperti penduduk usia kerja, angkatan kerja,

pengangguran terbuka, sektor informal, sektor usaha/lapangan

pekerjaan utama dan lain sebagainya. Selain itu dibahas juga

mengenai indikator-indikator terkait ketenagakerjaan seperti TPT,

TPAK, TKK, setengah pengangguran, elastisitas kesempatan kerja

dan produktivitas pekerja.

Page 16: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 6

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

3. Tujuan

Tujuan secara umum dalam tulisan ini adalah memberikan

gambaran mengenai keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Papua

Barat tahun 2009. Sedangkan tujuan yang lebih khusus adalah:

a. Untuk mengetahui karakteristik keadaan penduduk usia kerja,

angkatan kerja, dan bukan angkatan kerja di Provinsi Papua

Barat.

b. Untuk mengetahui berbagai permasalahan yang terjadi dalam

ketenagakerjaan di Provinsi Papua Barat.

c. Untuk mengetahui karakteristik ketenagakerjaan yang lebih

spesifik di Provinsi Papua Barat melalui indikator-indikator

ketenagakerjaan.

4. Sistematika Penulisan

Penyajian penulisan Profil Ketenagakerjaan Provinsi Papua

Barat diorganisasikan sebagai berikut: Bab I adalah bagian

pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, ruang lingkup, tujuan

dan sistematika penulisan. Bab II membahas mengenai metodologi,

berisi sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis,

bagan ketenagakerjaan, dan konsep dan definisi. Pada bab III

dibahas mengenai keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Papua

Barat, kemudian bab terakhir berisi kesimpulan dari pembahasan

sebelumnya.

Page 17: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 7

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

BAB II METODOLOGI

A. Sumber Data

Sejauh ini sumber data makro mengenai situasi

ketenagakerjaan yang secara luas dianggap paling kredibel adalah

berasal dari Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). Suatu

survei yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik secara rutin

dalam mengintegrasikan data ketenagakerjaan yang mempunyai

peran penting, karena dirancang khusus untuk mengumpulkan data

yang menggambarkan keadaan umum ketenagakerjaan antar

periode survei.

Page 18: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 8

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Semula data Sakernas yang memiliki jumlah total sampel

sekitar 60.000 rumah tangga hanya dapat dipakai untuk estimasi

level propinsi, tetapi mulai Sakernas Semester II yang dilaksanakan

bulan Agustus 2007, data ketenagakerjaan yang dihasilkan

mempunyai ketercukupan sampel untuk dapat dipergunakan

mengestimasi sampai pada level kabupaten/kota.

Dengan semakin besar jumlah sampel Sakernas menjadikan

Sakernas lebih representatif dan lebih memungkinkan untuk dibuat

analisis yang lebih komprehensif dengan cakupan tentang

gambaran umum ketenagakerjaan yang lebih tajam, sehingga

cerminan situasi ketenagakerjaan yang sebenarnya dapat

teraktualisasikan.

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana disajikan

sebelumnya, data hasil pengolahan Sakernas Agustus 2009 ini

digunakan sebagai sumber data dalam menggambarkan situasi

tenaga kerja dalam publikasi Profil Ketenagakerjaaan Provinsi

Papua Barat 2009.

B. Metode Pengumpulan Data

Sejarah pengumpulan data ketenagakerjaan melalui Sakernas

mengalami berbagai perubahan-perubahan sejak pertama kali

diselenggarakan pada tahun 1976, baik dalam periode pencacahan

maupun cakupan sampel wilayah dan rumah tangga. Sakernas

diselenggarakan dua kali dalam satu tahun (semesteran) mulai

tahun 2005. Pada tahun 2007, pelaksanaan semester pertama di

Page 19: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 9

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

bulan Februari dan semester kedua pada bulan Agustus. Untuk

Sakernas Februari, level estimasi hanya sampai tingkat provinsi dan

jenis survei yang digunakan adalah panel survey, dengan memakai

sampel rumah tangga yang sama untuk periode survei semester

pertama. Sedangkan pada Sakernas semester kedua, jenis survei

yang digunakan adalah cross sectional survey.

Jumlah sampel Sakernas Agustus 2007 di Provinsi Papua

Barat adalah sekitar 2.354 rumah tangga dari total 69.824 rumah

tangga diseluruh Indonesia. Rumah tangga korps diplomatik, rumah

tangga dalam blok sensus khusus dan rumah tangga khusus yang

tinggal dalam blok sensus biasa tidak tercakup dalam sampel

Sakernas 2007.

Data dan informasi yang dikumpulkan melalui Sakernas 2007

dilakukan dengan wawancara langsung kepada rumah tangga

sampel terpilih. Jumlah rumah tangga sampel terpilih dari setiap

blok sensus terpilih adalah 16 rumahtangga dengan metode

systematic sampling dari daftar listing rumah tangga.

C. Metode Analisis

Interpretasi mengenai gambaran keadaan ketenagakerjaan

Provinsi Papua Barat dari hasil pengolahan data mentah dan

tabulasi, dipaparkan melalui analisis dekriptif sederhana dengan

menampilkan grafik dan tabel-tabel yang lebih mudah ditangkap

secara visual dan praktis sehingga akan memudahkan konsumen

dalam memperoleh informasi, mengidentifikasi kondisi sebuah

Page 20: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 10

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

indikator, membandingkan indikator baik antar periode maupun

antar wilayah.

D. Bagan Ketenagakerjaan

Pemahaman mengenai konsep ketenagakerjaan sangat

penting untuk dapat mengidentifikasi penduduk yang termasuk

kedalam kelompok angkatan kerja, bukan angkatan kerja, berkerja

atau pengangguran.

Indikator-indikator ketenagakerjaan harus mempunyai

konsep yang jelas dan tidak ambigu. Diperlukan suatu konsep dan

definisi yang dapat membedakan antar indikator dengan indikator

lainnya dengan batasan-batasan yang logis, bisa diterima secara

umum dan berlaku untuk cakupan wilayah yang luas.

Dalam rangka memudahkan pemahaman konsep dan definisi,

diagram ketenagakerjaan akan membantu mengidentifikasikan

indikator-indikator ketenagakerjaan seperti terlihat pada gambar 1.

Page 21: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 11

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Page 22: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 12

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

E. Konsep dan Definisi

Konsep dan definisi yang digunakan dalam pengumpulan data

ketenagakerjaan oleh Badan Pusat Statistik mengacu pada The

Labour Force Concept yang disarankan oleh International Labour

Organization (ILO).

Berdasarkan bagan ketenagakerjaan, penduduk dibagi

menjadi dua dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan

penduduk bukan usia kerja. Selanjutnya usia kerja dibedakan pula

menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang

dilakukannya. Kelompok tersebut adalah Angkatan Kerja dan Bukan

Angkatan Kerja.

Penduduk Usia Kerja adalah penduduk berumur 15 tahun dan

lebih.

Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia

kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan

namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.

Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah

penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang masih sekolah,

mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya.

Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang

dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh

pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus)

Page 23: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 13

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula

kegiatan tidak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan

ekonomi.

Pengangguran Terbuka adalah Angkatan kerja yang tidak

bekerja/tidak mempunyai pekerjaan, yang mencakup angkatan

kerja yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak

mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan

pekerjaan dan yang punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja (have a job in

future start) adalah keadaan dari seseorang yang mempunyai

pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena

berbagai sebab, seperti: sakit, cuti, menunggu panenan, mogok dan

sebagainya, termasuk mereka yang sudah diterima bekerja tetapi

selama seminggu yang lalu belum mulai bekerja.

Contoh :

Pekerja tetap/pegawai pemerintah/swasta yang sedang

tidak masuk bekerja karena cuti, sakit, mogok, mangkir,

mesin/peralatan perusahaan mengalami kerusakan dan

sebagainya.

Petani yang mengusahakan tanah pertanian dan sedang

tidak bekerja karena alasan sakit atau menunggu pekerjaan

berikutnya (menunggu panen atau menunggu hujan untuk

menggarap sawah).

Page 24: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 14

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Orang-orang yang bekerja atas tanggungan/resiko sendiri

dalam suatu bidang keahlian (pekerja

profesional/mempunyai keahlian khusus), yang sedang

tidak bekerja karena sakit, menunggu pesanan dan

sebagainya.

Mencari pekerjaan (looking for work) adalah kegiatan seseorang

yang tidak bekerja dan pada saat survei orang tersebut sedang

mencari pekerjaan, seperti:

Yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan

pekerjaan.

Yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan

pekerjaan.

Yang bekerja atau mempunyai pekerjaan, tetapi karena sesuatu

hal masih berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lain.

Usaha mencari pekerjaan ini tidak terbatas pada seminggu

sebelum pencacahan saja, tetapi bisa dilakukan beberapa waktu

yang lalu asalkan seminggu yang lalu masih menunggu jawaban.

apabila sedang bekerja /dibebastugaskan baik akan dipanggil

kembali ataupun tidak, dan berusaha umtuk mendapatkan

pekerjaan, tidak dapat disebut sebagai pengangguran.

Mempersiapkan Usaha (establishing a new bussiness/firm) adalah

suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam rangka

mempersiapkan suatu usaha yang ”baru”, yang bertujuan untuk

Page 25: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 15

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

memperoleh penghasilan/keuntungan atas resiko sendiri, baik

dengan atau tanpa mempekerjakan buruh/karyawan/pegawai

dibayar maupun tidak dibayar. Mempersiapkan suatu usaha yang

dimaksud adalah apabila ”tindakan nyata”, seperti mengumpulkan

modal, perlengkapan/alat, mencari lokasi/tempat, mengurus izin

usaha dan sebagainya telah/sedang dilakukan.

Setengah Penganggur adalah orang yang bekerja dibawah jam

kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Setengah penganggur

dibagi menjadi dua, yaitu:

Setengah penganggur terpaksa adalah orang yang bekerja

dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu),

dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia

menerima pekerjaan.

Setengah penganggur sukarela adalah orang yang bekerja

dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu),

tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia

menerima pekerjaan lain (sebagian pihak menyebutnya

sebagai pekerja paruh waktu/part time worker).

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah perbandingan

antara jumlah penganggur dengan jumlah angkatan kerja dan

biasanya dinyatakan dalam persen.

Page 26: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 16

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) adalah perbandingan antara

jumlah penduduk yang bekerja dengan jumlah penduduk angkatan

kerja, biasanya dinyatakan dalam persen.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan

antara jumlah angkatan kerja (bekerja dan pengangguran) dengan

jumlah penduduk usia kerja, dan biasanya dinyatakan dalam persen.

Sekolah adalah kegiatan seseorang untuk bersekolah disekolah

formal, mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan

tinggi selama seminggu yang lalu sebelum pencacahan. Termasuk

pula kegiatan dari mereka yang sedang libur sekolah.

Mengurus rumahtangga adalah kegiatan seseorang yang

mengurus rumahtangga tanpa mendapatkan upah, misalnya: ibu-

ibu rumahtangga dan anaknya yang membantu mengurus

rumahtangga. Sebaliknya pembantu rumahtangga yang

mendapatkan upah walaupun pekerjaannya mengurus

rumahtangga dianggap bekerja.

Kegiatan lainnya adalah kegiatan seseorang selain bekerja,

sekolah, dan mengurus rumah tangga, termasuk didalamnya

mereka yang tidak mampu melakukan kegiatan seperti orang lanjut

usia, cacat jasmani (buta, bisu dan sebagainya) dan penerima

pendapatan/pensiun yang tidak bekerja lagi selama seminggu yang

lalu.

Page 27: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 17

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah tingkat pendidikan

yang dicapai seseorang setelah mengikuti pelajaran pada kelas

tertinggi suatu tingkatan sekolah dengan mendapatkan tanda tamat

(ijazah).

Jumlah jam kerja seluruh pekerjaan adalah jumlah jam kerja yang

dilakukan oleh seseorang (tidak termasuk jam kerja istirahat resmi

dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal diluar pekerjaan)

selama seminggu yang lalu. Bagi pedagang keliling, jumlah jam kerja

dihitung mulai berangkat dari rumah sampai tiba kembali di rumah

dikurangi waktu yang tidak merupakan jam kerja, seperti mampir

ke rumah famili/kawan dan sebagainya. Untuk pembantu

rumahtangga yang melakukan pekerjaan yang terus menerus

didalam rumahtangga dihitung banyaknya jam kerja sehari rata-

rata 12 jam.

Lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan / tempat

bekerja / perusahaan / kantor dimana seseorang bekerja.

Klasifikasi baku yang digunakan dalam penggolongan lapangan

pekerjaan/lapangan usaha adalah Klasifikasi Baku Lapangan Usaha

Indonesia (KBLI) 2000. Dalam pengumpulan datanya menggunakan

18 kategori tetapi dalam penyajian data/publikasinya menggunakan

sembilan kategori/sektor yaitu:

1. Pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan

2. Pertambangan dan penggalian

Page 28: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 18

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

3. Industri pengolahan

4. Listrik, gas dan air

5. Bangunan/konstruksi

6. Pedagang besar, eceran, rumah makan dan hotel

7. Angkutan, pergudangan dan komunikasi

8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan

jasa perusahaan.

9. Jasa kemasyarakatan.

Jenis pekerjaan/jabatan adalah macam pekerjaan yang sedang

dilakukan oleh orang-orang yang termasuk golongan bekerja atau

orang-orang yang sementara tidak bekerja.

Jenis/jabatan pekerjaan dibagi dalam 8 golongan besar, yaitu:

1. Tenaga professional, teknisi dan yang sejenisnya.

2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan.

3. Tenaga tata usaha dan tenaga yang sejenis.

4. Tenaga usaha penjualan.

5. Tenaga usaha jasa.

6. Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan.

7. Tenaga produksi, operator alat angkut, pekerja kasar.

8. Lainnya.

Upah/gaji bersih adalah penerimaan buruh/karyawan yang

biasanya diterima selama sebulan, berupa uang atau barang, yang

dibayarkan melalui perusahaan/kantor/majikan. Penerimaan

Page 29: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 19

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

bersih yang dimaksud tersebut adalah setelah dikurangi dengan

potongan-potongan iuran wajib, pajak penghasilan dan lainnya.

Status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam

melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Mulai tahun

2001 status pekerjaan dibedakan menjadi 7 kategori, yaitu:

a. Berusaha sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan

menanggung resiko secara ekonomis, yaitu dengan tidak

kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam

rangka usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja

tidak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya

memerlukan teknologi atau keahlian khusus.

Contoh:

- Tukang becak yang membawa becak atas resikonya

sendiri.

- Sopir taksi yang membawa mobil atas resiko sendiri.

- Kuli-kuli di pasar, stasiun, atau tempat-tempat

lainnya yang tidak mempunyai majikan tertentu.

b. Berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak

dibayar, adalah berusaha atas resiko sendiri dan

menggunakan buruh/karyawan/pegawai tak dibayar dan

atau buruh/karyawan/pegawai tidak tetap.

Contoh:

Page 30: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 20

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

- Pengusaha warung yang dibantu oleh anggota

rumahtangganya atau orang lain yang diberi upah

tidak tetap.

- Penjaja keliling yang dibantu anggota

rumahtangganya atau seseorang yang diberi upah

hanya pada saat membantu saja.

- Petani yang mengusahakan tanah pertaniannya

dengan dibantu anggota rumahtangga atau orang

lain. Walaupun pada waktu panen, petani

memberikan bagi panen (bawon, paro, dan

sebagainya). Pembantu pemanen tidak dianggap

sebagai buruh tetap, sehingga petani digolongkan

sebagai berusaha dengan bantuan anggota

rumahtangga/buruh tidak tetap.

c. Berusaha dengan buruh tetap, adalah berusaha atas resiko

sendiri dan mempekerjakan paling sedikit satu orang

buruh/karyawan/pegaawai tetap yang dibayar.

Contoh:

- Pemilik toko mempekerjakan satu atau lebih buruh

tetap.

- Pengusaha sepatu yang memakai buruh tetap.

d. Buruh/Karyawan/Pegawai, adalah seseorang yang bekerja

pada orang lain atau instansi (baik pemerintah atau swasta)

dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun

Page 31: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 21

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

barang. Buruh yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak

digolongkan sebagai buruh/karyawan/pegawai, tetapi

sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap memiliki

majikan tetap jika mempunyai 1 (satu) majikan

(orang/rumah tangga) yang sama dalam sebulan terakhir,

khusus pada sektor bangunan/konstruksi batasannya tiga

bulan. Apabila majikannya instansi/kantor/perusahaan,

boleh lebih dari satu.

e. Pekerja bebas di pertanian, adalah seseorang yang bekerja

pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih

dari satu majikan dalam sebulan terakhir) di usaha

pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan

usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima

upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, dan

baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan.

Usaha pertanian meliputi: pertanian tanaman pangan,

perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan

perburuan, termasuk pertanian.

f. Pekerja bebas di non pertanian, adalah seseorang yang

bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap

(lebih dari satu majikan dalam sebulan terakhir), di usaha

non pertanian dengan menerima upah atau imbalan baik

berupa uang maupun barang dan baik dengan sistem

pembayaran harian maupun borongan.

Page 32: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 22

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Usaha non pertanian meliputi: usaha sektor pertambangan,

industri, listrik, gas dan air, sektor konstruksi/bangunan,

sektor perdagangan, sektor angkutan, pergudangan dan

komunikasi, sektor keuangan, asuransi, usaha persewaan

bangunan, tanah dan jasa perusahaan, sektor jasa

kemasyarakatan, sosial dan perorangan.

g. Pekerja tak dibayar adalah seseorang yang bekerja

membantu orang lain yang berusaha, dengan tidak

mendapatkan upah/gaji, baik berupa uang maupun barang.

Penjelasan:

Pekerja tak dibayar tersebut dapat:

- Sebagai anggota rumahtangga dari orang yang

dibantu, seperti istri/anak yang membantu

suaminya/ayahnya bekerja di sawah.

- Bukan sebagai anggota rumahtangga tetapi keluarga

dari orang yang dibantunya, seperti famili yang

membantu melayani penjualan di warung.

- Bukan sebagai anggota rumahtangga dan bukan

keluarga dari orang yang dibantunya, seperti orang

yang membantu menganyam topi pada industri

rumah tangga tetangganya.

Kegiatan Informal diambil dari kombinasi antara jenis pekerjaan

utama dan status pekerjaan utama. Batas kegiatan informal dapat

dilihat seperti pada tabel sebagai berikut:

Page 33: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 23

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Page 34: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 24

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

BAB III KETENAGAKERJAAN

Pada bab ini akan digambarkan keadaan ketenagakerjaan

Provinsi Papua Barat pada tahun 2009. Bab ini akan membahas

mengenai situasi ketenagakerjaan melalui indikator-indikator seperti

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja (TPAK), Tingkat Kesempatan Kerja (TKK), laju pertumbuhan

angkatan kerja, laju pertumbuhan kesempatan kerja, elastisitas

tenaga kerja, produktifitas pekerja, pekerja sektor informal, jenis

pengangguran yang menarik untuk dibahas.

Melalui publikasi Profil Ketenagakerjaan Provinsi Papua

Barat 2009, penulis mencoba untuk mengulas keadaan

ketenagakerjaan di provinsi kepala burung ini dengan menggunakan

Page 35: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 25

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

konsep-konsep ketenagakerjaaan yang lazim digunakan baik secara

nasional maupun internasional.

1. Penduduk Usia Kerja

Untuk bisa dibandingkan antar wilayah atau negara maka

konsep ketenagakerjaan yang digunakan adalah konsep Labour Force

Framework sesuai yang telah direkomendasikan International Labour

Organization (ILO). Penduduk dikelompokkan menjadi beberapa

bagian. Kelompok-kelompok tersebut digambarkan dalam bagan

ketenagakerjaan (lihat bab II).

Penduduk dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu

penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Indonesia dalam

memberikan batasan umur pada penduduk usia kerja, menggunakan

batas bawah usia kerja (economically active population) 15 tahun

(meskipun dalam survei Sakernas dikumpulkan informasi mulai dari

penduduk usia 10 tahun) dan tanpa batas atas usia kerja.

Pemberian batas bawah dan batas atas bervariasi dari setiap

negara sesuai dengan kebutuhan dan situasi. Sebagai contoh

penggunaan batas bawah: Mesir (6 tahun), Brazil (10 tahun), Swedia,

USA (16 tahun), Canada (14 dan 15 tahun), India (5 dan 15 Tahun),

dan Venezuela (10 dan 15 tahun), sementara penggunaan batas atas

penduduk usia kerja contohnya: Denmark, Swedia, Norwegia,

Finlandia (74 tahun), Mesir, Malaysia, Mexico (65 tahun), banyak

negara termasuk Indonesia tidak menggunakan batas atas.

Page 36: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 26

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Dalam Profil Ketenagakerjaan ini digunakan batasan

penduduk usia kerja dengan batas bawah 15 tahun dan tanpa batas

atas menganut pada konsep yang selama ini dipakai oleh BPS.

Distribusi dan komposisi penduduk usia kerja digolongkan

menurut kelompok umur dengan interval 5 tahun untuk

memudahkan dalam menginterpretasikan dan menganalisis data

ketenagakerjaan.

Gambar 3.1 Penduduk Usia Kerja menurut Kelompok Umur

Provinsi Papua Barat 2009

Pada gambar 3.2. menyajikan kondisi sebaran penduduk usia

kerja di Provinsi Papua Barat. Papua Barat yang tergolong dalam

piramida penduduk muda sangat mempunyai potensi yang besar

sebagai pemasok angkatan kerja dan juga bisa menjadi pemasok

bukan angkatan kerja. Porsi penduduk usia 15-19 tahun merupakan

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 37: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 27

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

yang paling tinggi dan umumnya mereka berada pada usia sekolah.

Secara umum penduduk usia tersebut berpartisipasi dalam kegiatan

sekolah sehingga mereka akan menyumbang porsi besar pada

kelompok bukan angkatan kerja dan sebaliknya akan mengurangi

porsi kelompok angkatan kerja.

Dalam struktur penduduk muda, porsi penduduk usia 20-24

tahun juga menyumbang porsi yang besar pada penduduk usia kerja.

Ketika hanya sebagian kecil saja yang terlibat dalam kegiatan sekolah

maka penduduk usia ini akan menjadi penyumbang yang besar pada

kelompok angkatan kerja walaupun tidak semua terserap dalam

lapangan pekerjaan. Penduduk yang lebih banyak terdistribusi pada

umur-umur muda memaksa Provinsi Papua Barat harus bersiap

untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Dalam

grafik terlihat bahwa jumlah penduduk usia kerja yang berada pada

interval umur 20-24 dan 25-29 tahun memiliki proporsi tinggi. Pada

interval umur tersebut biasanya banyak terdapat new entrance pada

dunia kerja. Setelah lulus dari SLTA atau pendidikan tinggi, lapangan

kerja siap diperebutkan oleh para pencari kerja. Dengan besarnya

komposisi penduduk pada usia tersebut tidak dapat dihindari bahwa

penyediaan lapangan pekerjaan harus sebanding dengan penduduk

usia kerja yang siap masuk angkatan kerja.

Para pendatang baru di pasar kerja yang jumlahnya tidak

sedikit ini akan mendatangkan masalah baru jika lapangan pekerjaan

yang tersedia tidak mampu menyerap mereka semua. Meskipun

mereka berperan sebagai penyebab meningkatnya partisipasi

Page 38: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 28

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

angkatan kerja, namun bila mereka tidak bekerja maka mereka akan

masuk ke dalam kelompok para pencari kerja atau pengangguran.

Pada kenyataannya, pertambahan jumlah angkatan kerja tidak

secepat pertambahan persediaan lapangan pekerjaan. Akibatnya

jumlah lapangan pekerjaan yang ada tidak sebanding dengan jumlah

pencari kerja yang jumlahnya terus meningkat. Lapangan pekerjaan

semakin menjadi rebutan sekian banyak para pencari kerja yang

yang terdapat di pasar kerja. Mereka yang kalah bersaing harus

tersingkir dari lapangan pekerjaan dan menjadi pengangguran.

Semakin lebar gap antara jumlah lapangan pekerjaan yang

tersedia dengan jumlah para pencari kerja, maka semakin lama

jumlah pengangguran juga akan terakumulasi sehingga beban pasar

kerja untuk menyediakan lapangan pekerjaan akan semakin berat.

Sebuah indikator digunakan untuk melihat ketergantungan

suatu kelompok umur tertentu terhadap suatu kelompok yang secara

ekonomi dapat dikatakan produktif. Dependency Ratio (rasio

ketergantungan/beban tanggungan) dipakai untuk mengetahui

berapa besar beban tanggungan penduduk yang produktif (umur 15-

64 tahun) terhadap penduduk yang tidak produktif yaitu penduduk

muda (kurang dari 15 tahun) dan penduduk tua (65 tahun ke atas).

Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi

yang penting. Keuntungan-keuntungan ekonomi dari demografi

dapat diperoleh dengan memanfaatkan kondisi dependency ratio.

Semakin tinggi persentase dependency ratio menunjukkan semakin

tinggi beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk

membiayai hidup penduduk yang tidak produktif. Sedangkan

Page 39: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 29

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

persentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan

semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif

untuk membiayai penduduk yang tidak produktif.

Tabel 3.1 Dependecy ratio, youth DR dan Old DR Papua Barat

2005-2009

Sumber: Proyeksi SP2000 dan SUPAS2005

Semakin lama dependency ratio Papua Barat semakin

menurun. Pada tahun 2005 tercatat sebesar 53,10 persen dan terus

menurun hingga mencapai 48,39 persen pada tahun 2009. Dari sudut

ekonomi kondisi ini sangat menguntungkan karena setiap 1 orang

penduduk tidak produktif ditanggung oleh 2 orang yang produktif.

Ditambah lagi ketergantungan penduduk muda (youth DR) lambat

laun menurun yang artinya pengeluaran tinggi untuk menghidupi

penduduk usia muda semakin berkurang. Konsumsi kelompok ini

merupakan yang paling tinggi.

Limpahan penduduk yang produktif ini akan memberikan

output maksimal apabila mereka semua dapat terserap dalam

lapangan pekerjaan yang akan berdampak positif pada

perkembangan ekonomi di Papua Barat.

Dependency Ratio 2005 2006 2007 2008 2009

Youth DR 51,03 49,77 48,12 47,05 46,12

Old DR 2,07 2,30 2,27 2,15 2,27

Dependency Ratio 53,10 52,07 50,39 49,19 48,39

Page 40: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 30

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Didalam tabel 3.2, dapat diperoleh informasi persebaran

penduduk menurut kelompok umur dari masing-masing

kabupaten/kota. Betapa mantapnya kekuatan potensial yang

meskinya dapat dihasilkan dengan jumlah penduduk usia kerja yang

besar untuk menggerakkan roda perekonomian bila penduduk usia

kerja tersebut mampu bersaing dalam dunia kerja. Dengan catatan

man power sebanyak itu mendapatkan tempat untuk berusaha dan

bekerja. Namun bila tidak tertampung dalam pasar kerja justru

potensi negatiflah yang nantinya akan dihasilkan.

Page 41: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 31

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

15-1

920-2

425-2

930-3

435-3

940-4

445-4

950-5

455-5

960-6

465+

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

711

3,1

27

2,8

63

3,3

21

3,8

92

3,2

28

2,3

23

2,1

53

1,3

18

253

114

23,3

03

2,2

71

2,7

60

2,4

49

2,5

71

2,5

02

2,1

02

1,6

76

849

802

487

198

18,6

67

666

1,8

86

1,3

88

1,3

36

1,6

94

1,5

09

1,2

08

747

289

104

256

11,0

83

924

4,0

10

5,1

03

3,2

62

3,6

60

3,1

66

2,1

68

1,5

56

787

359

316

25,3

11

8,2

64

17,6

64

12,9

11

15,8

36

10,5

87

10,1

37

7,0

14

8,1

25

3,6

52

1,8

61

1,5

42

97,5

93

1,3

56

4,5

19

4,8

60

5,2

57

6,1

23

3,9

24

2,2

06

3,1

67

1,1

36

200

516

33,2

64

2,6

20

5,0

45

5,1

27

4,6

59

7,6

69

6,9

12

5,2

91

5,7

33

3,0

30

1,1

54

866

48,1

06

1,9

00

3,0

74

1,9

46

1,8

57

2,7

76

1,4

52

3,1

41

1,8

88

912

873

612

20,4

31

4,0

55

9,7

03

13,7

83

9,5

43

11,0

87

9,9

10

8,4

81

2,8

40

3,6

00

1,0

65

560

74,6

27

22,7

67

51,7

88

50,4

30

47,6

42

49,9

90

42,3

40

33,5

08

27,0

58

15,5

26

6,3

56

4,9

80

352,3

85

Fakf

ak

Tabel 3

.2

Penduduk

Papua B

ara

t Beru

sia 1

5 t

ahun k

e a

tas

yang M

asu

k Angka

tan K

erja m

enuru

t Kabupate

n/K

ota

, 2009

Kabupate

n /

Kota

(Regency

/Munic

ipal

ity)

Golo

ngan U

mur

/ A

ge G

roup

Jum

lah/

Tota

l

(1)

Raja

Am

pat

Kota

Soro

ng

Jum

lah/T

ota

l

Kaim

ana

Telu

k W

ondam

a

Telu

k Bin

tuni

Manokw

ari

Soro

ng S

ela

tan

Soro

ng

Page 42: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 32

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Sekilas tampak komposisi jumlah penduduk usia kerja di

Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di kelompok umur muda.

Kondisi ini memungkinkan banyak terdapat angkatan kerja baru

yang siap bersaing di pasar tenaga kerja. Persaingan dalam

mendapatkan pekerjaan terjadi bukan hanya terbatas pada para new

comers yang baru lulus dari jenjang peendidikan, tetapi juga para

pencari kerja yang sebelumnya pernah bekerja maupun yang masih

bekerja tetapi kurang puas dengan pekerjaan yang dijalaninya

sekarang, sehingga masih berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

yang lebih baik.

Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari adalah dua kota yang

paling padat penduduknya di Provinsi Papua Barat. Kabupaten

Manokwari sebagai ibukota provinsi yang sedang membangun dan

Kota Sorong sebagai pusat industri dan perdagangan di Papua Barat,

menarik setiap orang untuk bekerja dan menetap, menjadikan kedua

wilayah tersebut mempunyai jumlah penduduk yang paling besar di

Papua Barat, demikian pula dengan jumlah penduduk usia kerja

tentu saja berkorelasi positif dengan jumlah penduduknya. Besarnya

jumlah penduduk usia kerja bagaikan pedang bermata dua, ada sisi

positif dan negatif, tergantung pada pemerintah daerah dalam

mengelola wilayahnya apakah dapat mengasah potensi sumber daya

manusianya untuk mendulang permata atau bisa jadi akan menuai

bencana yang ditimbulkan dari sampah masyarakat yang salah

kelola.

Page 43: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 33

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

2. Angkatan Kerja

Angkatan kerja (labour force) adalah Penduduk usia kerja

yang bekerja atau memiliki pekerjaan namun sementara tidak

bekerja dan termasuk didalamnya pengangguran. Dalam kurun

waktu sejak Agustus 2007 sampai dengan keadaan Agustus 2009,

jumlah angkatan kerja terus mengalami peningkatan. Pada Agustus

2007 jumlah angkatan kerja mencapai 296.146 orang dan terus

bertambah menjadi 352.385 pada Agustus 2009.

Peningkatan penduduk usia kerja yang diikuti dengan

bertambahnya jumlah angkatan kerja merupakan suatu kondisi

ekonomi positif yang menunjukkan adanya peningkatan peran serta

penduduk usia kerja dalam pasar kerja.

Gambar 3.2. Jumlah Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin

Tahun 2007-2009

Sumber: Sakernas Agustus 2007-2009, Papua Barat

Page 44: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 34

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Berdasarkan jenis kelamin, meskipun jumlah laki-laki hampir

dua kali lipatnya perempuan, keduanya sama-sama mengalami

peningkatan dalam hal jumlah angkatan kerja sejak 2007 hingga

2009.

Peran serta aktif penduduk usia kerja dalam pasar kerja

ditunjukkan oleh semakin banyaknya penduduk usia kerja yang

terserap dalam lapangan kerja. Ketika jumlah angkatan kerja terus

bertambah, pertambahan tersebut lebih banyak menyumbang

besaran jumlah penduduk yang bekerja atau terserap pada lapangan

pekerjaan. Sebaliknya jumlah yang menganggur dari 2007-2009

terus mengalami penurunan. Keadan ini menunjukkan pasar kerja

Papua Barat selang 2007 hingga 2009 bersifat positif dalam hal

mengurangi pengangguran.

Tabel 3.3 menginformasikan bahwa total dari angkatan kerja

di Provinsi Papua Barat adalah sebanyak 352.385 orang dengan

komposisi 229.006 orang berjenis kelamin laki-laki dan 123.379

orang berjenis kelamin perempuan. Artinya bahwa angkatan kerja di

Papua Barat pada tahun 2009 sebagian besarnya adalah laki-laki.

Perbandingan angkatan kerja laki-laki terhadap angkatan kerja

perempuan hampir 6:4.

Kabupaten Manokwari mempunyai labour force yang paling

besar diantara kabupaten/kota lainnya, yaitu sebesar 97.593 orang,

sedangkan Kabupaten Teluk Wondama jumlah angkatan kerjanya

yang paling kecil, yaitu 11.083 orang.

Terkait dengan isu gender, komposisi angkatan kerja disetiap

kabupaten/kota didominasi oleh laki-laki Sedangkan untuk

Page 45: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 35

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Kabupaten Manokwari dan Sorong Selatan gap antara laki-laki dan

perempuan tidak terlalu jauh, berarti kesetaraan gendernya lebih

baik dari kabupaten lainnya.

Tabel 3.3. Jumlah Angkatan Kerja Menurut Kabupaten/ Kota dan Jenis Kelamin, 2009

Kabupaten/Kota

Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4)

Fakfak 17,156 6,147 23,303

Kaimana 13,669 4,998 18,667

Teluk Wondama 7,962 3,121 11,083

Teluk Bintuni 18,033 7,278 25,311

Manokwari 54,744 42,849 97,593

Sorong Selatan 18,845 14,419 33,264

Sorong 33,481 14,625 48,106

Raja Ampat 14,723 5,708 20,431

Kota Sorong 50,393 24,234 74,627

Papua Barat 229,006 123,379 352,385

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

2.1 Penduduk Bekerja

Angkatan kerja, dikelompokkan lagi menjadi dua, yaitu

penduduk yang bekerja dan pengangguran. Penduduk yang bekerja

juga dibagi menjadi dua, penduduk yang sedang bekerja dan

Page 46: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 36

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

penduduk yang bekerja tetapi selama referensi survei seminggu yang

lalu sementara tidak bekerja (cuti, sakit, mogok, dll). Dalam tulisan

ini sementara tidak bekerja tidak diulas karena persentasenya sangat

kecil.

Pengelompokan lapangan pekerjaan yang dilaksanakan

dalam Sakernas Agustus 2009 berdasarkan Klasifikasi Baku

Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2005. Penyusunan KBLI juga

berpedoman pada International Standard Industrial Classification of

All Economic Activities (ISIC) revisi 3 tahun 1990. Namun pada

penyajian datanya hanya dikelompokkan menjadi sembilan sektor

besar dan atau berdasarkan sektor primer, sekunder dan tersier

tergantung dari keperluan analisis.

Sembilan sektor yang dimaksud adalah sektor pertanian,

pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik/gas/air,

sektor konstruksi/bangunan, perdagangan,

angkutan/pergudangan/komunikasi, lembaga keuangan & jasa

perusahaan, dan jasa kemasyarakatan. Namun kadangkala untuk

keperluan analisis global, sektor-sektor tersebut disederhanakan lagi

menjadi sektor primer (agriculture), sektor sekunder (manufacture),

dan sektor tersier (sevices).

Berdasarkan argument teknis, seperti yang telah

direkomendasikan oleh International labour Organization (ILO)

sebagaimana tercantum dalam buku “Surveys of Economically Avtive

Population, Employment, Unemployment and Underemployment” an

ILO Manual Concept and Methods. ILO 1992, untuk memperhatikan

the one hour criterion, yaitu digunakannya konsep/definisi satu jam

Page 47: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 37

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

dalam referensi tertentu untuk menentukan seseorang dikategorikan

sebagai (employed) bekerja.

Berdasarkan hal dimaksud, maka dalam pelaksanaan

Sakernas digunakan konsep/definisi “bekerja paling sedikit 1 jam

dalam seminggu yang lalu (refensi survei)” untuk mengkategorikan

seseorang (currently economically active population) sebagai bekerja,

tanpa melihat lapangan usaha, jabatan, maupun status pekerjaannya.

Konsep bekerja satu jam selama seminggu yang lalu juga

digunakan oleh banyak Negara antara lain Pakistan, Filipina,

Bulgaria, Hungaria, Polandia, Rumania, Federasi Negara-negara Rusia

dan yang lainnya.

Tabel 3.4. Jumlah Penduduk yang Bekerja Didalam Angkatan Kerja Tahun 2009

Kabupaten/Kota Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4)

Fakfak 15,039 4,517 19,556

Kaimana 12,673 4,145 16,818

Teluk Wondama 7,523 2,982 10,505

Teluk Bintuni 16,768 6,288 23,056

Manokwari 53,685 41,877 95,562

Sorong Selatan 18,198 13,917 32,115

Sorong 31,845 13,872 45,717

Raja Ampat 14,292 5,040 19,332

Kota Sorong 43,074 20,024 63,098

Papua Barat 213,097 112,662 325,759

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 48: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 38

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Jumlah penduduk yang bekerja didalam angkatan kerja di

Provinsi Papua Barat berjumlah 325.759 orang dengan proporsi

213.097 berjenis kelamin laki-laki (65,42 persen) dan jumlah

penduduk perempuan yang bekerja sebanyak 112.662 orang (33,21

persen). Perbandingan pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di

Papua Barat pada tahun 2009 adalah 7:3. Artinya adalah dari 7

pekerja laki-laki terdapat 3 pekerja perempuan. Kondisi serupa

berlaku untuk sebagian kabupaten/kota kecuali Fakfak dan Kaimana

berbanding 8:2, dan Manokwari dan Sorong Selatan berbanding 6:4.

Di era emansipasi wanita, kesetaraan gender menuntut

persamaan antara laki-laki dan perempuan disegala bidang, baik itu

pendidikan, kesehatan, maupun dalam hal memperoleh pekerjaan.

Dari tabel 3.4. belum tampak adanya keseimbangan antara

penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang bekerja. Peran

perempuan yang bekerja yang paling menonjol terdapat di

Kabupaten Manokwari dan Sorong Selatan yang ditunjukkan dengan

perbandingan seperti diuraikan sebelumnya. Manokwari dan Sorong

Selatan memiliki porsi pekerja perempuan yang paling besar

diantara kabupaten/kota lainnya di Provinsi Papua Barat. Angka ini

cukup menunjukkan bahwa perempuan Kabupaten Manokwari dan

Sorong Selatan mampu bersaing dengan penduduk laki-laki dalam

hal memperoleh pekerjaan.

Page 49: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 39

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

2.1.1 Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Penduduk bekerja memasuki berbagai variasi lapangan

pekerjaan yang macamnya sangat banyak. Variasi lapangan

pekerjaan ini tetap diakomodir sesuai dengan Klasifikasi Baku

Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sampai dengan lima digit (meliputi

18 kategori/sektor) sehingga dapat menangkap lapangan pekerjaan

dengan detail. Namun dalam penyajian datanya tidak memungkinkan

untuk menampilkan seluruh lapangan pekerjaan lima digit kode

KBLI. Kemudian lapangan-lapangan pekerjaan tersebut

dikelompokkan dalam sembilan sektor lapangan pekerjaan utama.

Pada keadaan Agustus 2009, sektor pertanian merupakan

sektor yang paling banyak digeluti oleh sebagian besar penduduk di

Papua Barat, yang menjadikan sektor ini menempati peringkat

pertama dengan 56,60 persen. Sedangkan sektor jasa

kemasyarakatan dan perdagangan berada pada peringkat kedua dan

ketiga dengan besar masing-masing 15,89 persen dan 10,39 persen.

Sementara itu sektor keuangan-jasa perusahaan dan

listrik/air/gas menjadi sektor yang jumlah pekerjanya paling sedikit

diantara sektor Listrik, Gas dan Air yaitu masing-masing sebesar 0,53

persen dan 0,25 persen. Kedua sektor ini juga perkembangannya

sangat fluktuatif dari 2006 hingga 2009

Tabel 3.5. mengilustrasikan bahwa pertanian adalah

lapangan pekerjaan yang mayoritas dilakukan oleh penduduk

Provinsi Papua Barat. Dominasi sektor pertanian dari periode

Page 50: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 40

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Agustus 2006 bertahan sampai dengan keadaan agustus 2009

dengan persentase yang terbesar.

Tabel 3.5. Persentase Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2009

Lapangan Pekerjaan Utama

2006 2007 2008 2009

(1) (2) (3) (4) (5)

Pertanian 63.68 55.69 58.79 56.6

Pertambangan 1.28 2.94 3.08 3.02

Industri 2.09 3.69 3.59 3.74

Listrik, Gas & Air 0.07 0.48 0.10 0.25

Bangunan 6.68 4.35 4.22 4.77

Perdagangan 6.04 11.94 9.7 10.39

Angkutan dan Pergudangan

8.82 6.97 5.74 4.82

Keuangan & Jasa Perusahaan

0.14 0.53 0.84 0.53

Jasa Kemasyarakatan 11.2 13.41 13.94 15.89

Total 100 100 100 100

Sumber: Sakernas Agustus 2006-2009, Papua Barat

Kebanyakan sektor bergerak fluktuatif kecuali sektor Jasa

Kemasyarakatan, Pertanian, dan Angkutan. Pertanian dan Angkutan

semakin lama semakin merosot persentasenya. Ini menunjukkan

sektor ini semakin tidak diminati. Pekerja yang jumlahnya terus

merangkak naik tidak meningkat persentase pekerja di kedua sektor

ini.

Page 51: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 41

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Sebaliknya dengan jasa kemasyarakatan yang secara pasti

persentasenya semakin menanjak tinggi sepanjang tahun 2006-2009.

Penggambaran ini menguatkan asumsi bahwa pekerjaan di sektor ini

dianggap pilihan terakhir terbaik dan menjadi incaran angkatan kerja

di Papua Barat. Stabilitas pekerja di sektor ini sangat tinggi.

Jika Pertanian, Angkutan dan Jasa Kemasyarakatan

mengalami pergerakan yang konsisten, lain halnya dengan beberapa

sektor lainnya. Pergerakannya berfluktuatif, kadang naik kadang

turun. Dapat disimpulkan bahwa pekerja pada sektor-sektor ini

mudah keluar dan masuk. Masih banyak yang berkeinginan

berpindah ke sektor lainnya.

Ada fakta menarik dari fenomena diatas, yaitu sektor

pertanian yang berangsur menurun, dan sektor jasa kemasyarakatan

yang terus mengalami perkembangan. Benang merah yang dapat

ditarik dari fenomena ini adalah bahwa di Papua Barat ada

kecenderungan sedang terjadi transisi atau pergeseran dari sektor

primer (agriculture) ke sektor sekunder (manufacture) dan sektor

tersier (services).

Pola persebaran penduduk di sektor Agriculture, Manufacture

dan Services atau biasa disingkat dengan sektor A, M dan S

digambarkan pada tabel 3.6. dibawah ini. Namun, perlu dijelaskan

terlebih dahulu bahwa sektor A (agriculture) termasuk didalamnya

adalah sektor pertanian. Sektor M (manufactures) meliputi sektor

pertambangan, industri, listrik, air, gas, dan bangunan/konstruksi.

Sedangkan sektor S (services), yang termasuk didalamnya adalah

Page 52: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 42

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

sektor perdagangan, angkutan, pergudangan, keuangan, jasa

perusahaan, dan jasa kemasyarakatan.

Tabel 3.6. Persentase Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2009

Lapangan Pekerjaan Utama

2006 2007 2008 2009

(1) (2) (3) (4) (5)

Agriculuture 63.68 55.69 58.79 56.59

Manufacture 10.12 11.46 10.99 11.78

Services 26.2 32.85 30.22 31.63

Total 100 100 100 100

Sumber: Sakernas Agustus 2006-2009, Papua Barat

Sepanjang tahun 2006-2009 tampak bahwa dominasi sektor

Agriculture semakin menurun, dan pada dasarnya sektor

Manufacture dan Services semakin meningkat. Pergeseran struktur

pekerjaan dan perekonomian di Papua Barat sedang berlangsung.

Gambaran modernisasi dan kemajuan masyarakat di Papua Barat

sedang merebak. Penduduk yang mulanya mayoritas adalah para

pekerja pertanian bergeser ke sektor modern seperti industri dan

jasa-jasa. Transisi ini tidak mungkin dihindari karena tuntutan

globalisasi. Tetapi tidak serta merta kita mengiyakan proses ini

terjadi karena masih banyak faktor yang harus dihubung-hubungkan

agar bisa ditinjau secara menyeluruh.

Page 53: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 43

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.7. Jumlah Penduduk yang Bekerja menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama (AMS) Tahun 2009

Kabupaten/Kota Lapangan Pekerjaan Utama

Total A M S

(1) (2) (3) (4) (5)

Fakfak 8,516 2,599 8,441 19,556

Kaimana 11,535 618 4,665 16,818

Teluk Wondama 5,754 952 3,799 10,505

Teluk Bintuni 13,459 3,841 5,756 23,056

Manokwari 71,528 6,160 17,874 95,562

Sorong Selatan 23,704 1056 7,355 32,115

Sorong 26,166 9,917 9,634 45,717

Raja Ampat 17,618 229 1,485 19,332

Kota Sorong 6,088 12,993 44,017 63,098

PAPUA BARAT 184,368 38,365 103,026 325,759

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Sektor agriculture begitu mendominasi lapangan pekerjaan

utama di semua kabupaten di Provinsi Papua Barat kecuali Kota

Sorong yang merupakan satu-satunya wilayah administrasi di

Provinsi Papua Barat yang berstatus kota (dulu kotamadya). Pola

yang ada di Kota Sorong menggambarkan keadaan mirip dengan

karakteristik perkotaan pada kota-kota lainnya di Indonesia. Pada

wilayah perkotaan memang sektor pertanian porsinya sangat kecil,

justru sektor services yang paling berkembang untuk daerah ini.

Sedangkan untuk kabupaten lainnya, lapangan pekerjaan utamanya

mempunyai pola yang sama satu sama lain, yaitu didominasi oleh

Page 54: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 44

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

sektor pertanian (A), kemudian sektor services berada diurutan

kedua dan disusul oleh sektor manufacture berada ditempat terakhir.

Rendahnya sektor manufacture di Papua Barat diduga karena

masih sedikitnya investasi yang masuk ke daerah yang jumlah

sumber daya alamnya sangat melimpah ini. Infrastruktur yang ada

sekarang ini belum mampu menarik investor untuk membuka usaha

industri baru di Papua Barat. Aksesibilitas yang sulit dan mahal

sangat mempengaruhi sisi marketing hasil produksi sehingga akan

menghalangi iklim investasi. Proses pembebasan tanah, hak ulayat

adat dan tipologi geografi Papua Barat belum kondusif dan belum

mampu mendukung investasi manufaktur.

Sama halnya dengan penduduk yang bekerja menurut

lapangan pekerjaan secara total, komposisi penduduk yang bekerja

menurut jenis kelamin juga mempunyai komposisi yang hampir

sama. Pada kabupaten lainnya kecuali Kota Sorong dan Kabupaten

Fakfak, sektor pertanian (Agrikultur) dan yang non pertanian

(Manufaktur dan Service) proporsinya nyaris seimbang (Teluk

Wondama, Teluk Bintuni, Sorong), sedangkan di Raja Ampat, Sorong

Selatan, Manokwari, dan Kaimana sektor Pertanian (Agrikultur)

masih mendominasi dengan kisaran yaitu 70 persen lebih.

Sebaliknya di Kota Sorong dan Kabupaten Fakfak sektor Non

Pertanian (Manufaktur dan Service) melebihi sektor pertanian,

bahkan di Kota Sorong sangat dominan (hampir 90 persen).

Page 55: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 45

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.8. Jumlah Penduduk yang Bekerja menurut Kabupaten/Kota, Jenis Kelamin dan Lapangan Pekerjaan Utama (AMS) Tahun 2009

Kabupaten/Kota

Laki-Laki Total

Perempuan Total

A M S A M S

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Fakfak 47.18 16.43 36.39 100 31.46 2.83 65.71 100

Kaimana 68.45 4.88 26.67 100 69.00 0.00 31.00 100

Teluk Wondama

53.86 12.65 33.48 100 57.08 0.00 42.92 100

Teluk Bintuni

52.50 22.33 25.17 100 74.05 1.54 24.41 100

Manokwari 72.40 10.86 16.74 100 77.99 0.79 21.22 100

Sorong Selatan

73.35 5.40 21.24 100 74.41 0.52 25.07 100

Sorong 55.53 26.88 17.59 100 61.15 9.78 29.07 100

Raja Ampat 94.53 1.60 3.87 100 81.51 0.00 18.49 100

Kota Sorong 10.46 25.26 64.27 100 7.90 10.54 81.56 100

PAPUA BARAT

54.69 16.08 29.23 100 60.20 3.64 36.16 100

Analisis berdasarkan status pekerjaan pekerja sangat

berguna untuk melihat bagaimana pola antar sektor pekerjaan

(AMS). Ternyata pekerja dengan status berusaha sendiri paling

besar persentasenya ada pada sektor S dibandingkan dengan sektor

A dan sektor M.

Menurut status berusaha dibantu buruh tidak tetap tercatat

persentase paling banyak ada pada sektor A. Budaya rumahtangga

pertanian di pedesaan melibatkan pekerja keluarga tanpa dibayar

menjadi penyebab besarnya persentase pekerja pada status ini.

Persentase pekerja dengan status pekerja tak dibayar jika

Page 56: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 46

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

dibandingkan dengan sektor M dan S paling tinggi persentasenya

yaitu 36.80 persen.

Tabel 3.9. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama dan Lapangan Pekerjaan Utama (AMS) Tahun

2009

Status Pekerjaan

Lapangan Pekerjaan utama Total

A M S

(1) (2) (3) (4) (5)

Berusaha sendiri 16.62 15.33 23.73 18.72

Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tdk dibayar

39.39 12.99 7.85 26.31

Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar

0.53 4.10 3.04 1.74

Buruh/karyawan/pegawai 4.03 56.17 57.36 27.03

Pek bebas pertanian 2.64 0.00 0.00 1.49

Pekerja bebas non pertanian 0.00 9.67 1.79 1.71

Pek tak dibayar 36.80 1.74 6.22 23.00

Papua Barat 100 100 100 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Pada status pekerjaan dibantu oleh buruh tetap/buruh

dibayar, persentase tertinggi ada disektor M dan hampir sebanding

dengan sektor S, yaitu pada kisaran 4,10 dan 3,04 persen. Pekerja

sektor A yang berstatus ini persentasenya jauh lebih kecil.

Jika melihat status pekerja sebagai

buruh/karyawan/pegawai, tampak bahwa persentase terbesarnya

Page 57: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 47

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

ada pada sektor S dan M. Nilainya sangat berbanding jauh dengan

sektor A, yaitu 14:1.

Pekerja dengan status berusaha dibantu buruh tetap/dibayar

dan status buruh/karyawan/pegawai dikelompokkan ke dalam

pekerja sektor formal. Dari tabel di atas terbukti bahwa sektor

informal paling dominan berada pada sektor A (95,44 persen),

sebaliknya sektor M dan S paling banyak pada sektor Formal (60,27

dan 60,40 persen).

2.1.2 Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) mengakomodir

jenis pekerjaan utama dari Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia

(KBJI) 2002 yang mengacu pada ISCO 1988 dengan uraian jenis

pekerjaan yang lebih rinci. Agar bisa dibandingkan dengan data-data

sebelumnya, dalam penyajian ini klasifikasi tersebut dikonversikan

ke Klasifikasi Jenis Pekerjaan Indonesia (KJI) 1982. Dalam KBJI, jenis

pekerjaan dikelompokkan menjadi 10 golongan pokok, yaitu:

golongan 1 terdiri dari pejabat lembaga legislatif, pejabat tinggi, dan

manager; golongan 2: tenaga profesional; golongan 3: teknisi dan

asisten tenaga profesional; golongan 4: tenaga tata usaha; golongan

5: teanga usaha jasa dan tenaga penjualan; golongan 6: tenaga usaha

pertanian dan peternakan; golongan 7: tenaga pengolahan dan

kerajinan; golongan 8: operator dan perakit mesin; golongan 9:

tenaga kasar dan tenaga kebersihan; dan golongan 10: anggota TNI

dan POLRI.

Page 58: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 48

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.10. Jumlah Penduduk yang Bekerja menurut Jenis Pekerjaan

Utama Tahun 2009

Jenis Pekerjaan Utama Jumlah Persentase

(1) (2) (3)

Tenaga Profesional, Teknisi Dan Tenaga Lain Ybdi

22,648 6.95

Tenaga Kepemimpinan Dan Ketatalaksanaan

4,291 1.32

Pejabat Pelaksana, Tenaga Tata Usaha Dan Tenaga Ybdi

15,526 4.77

Tenaga Usaha Penjualan 30,531 9.37

Tenaga Usaha Jasa 9,820 3.01

T U Tani, Kebun, Ternak, Ikan, Hutan Dan Perburuan

181,011 55.57

Lainnya 56,879 17.46

Tenaga Produksi Op Alat Angkutan Dan Pekerja Kasar

5,053 1.55

Papua Barat 325,759 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Sesuai dengan mayoritas penduduknya yang berprofesi di

kegiatan pertanian, maka sudah bisa dipastikan bahwa komposisi

jenis pekerjaan utama di Provinsi Papua Barat sebagian besar adalah

sebagai tenaga usaha tani, kebun, ternak, ikan, hutan dan perburuan

dengan persentase mencapai 55,57 persen. Kondisi ini konsisten

dengan keadaan penduduk yang bekerja mayoritas pada lapangan

pekerjaan utama pada sektor pertanian yang mencapai 56,60 persen.

Page 59: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 49

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Sedangkan tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan

adalah jenis pekerjaan yang paling sedikit di Papua Barat, yaitu

sebesar 1,32 persen. Namun kecilnya persentase pada jenis

pekerjaan ini masih dinilai relevan, karena dalam piramida sebuah

organisasi maka semakin tinggi level pimpinan maka jumlahnya akan

semakin sedikit.

2.1.3 Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama

Dalam bekerja, seseorang mempunyai status masing-masing

sesuai dengan pekerjaan apa yang sedang dijalani. Status pekerjaan

utama adalah jenis kedudukan seseorang dalam melakukan

pekerjaan pada suatu unit usaha/kegiatan. Status pekerjaan utama

dibedakan menjadi tujuh kelompok pada saat proses pengumpulan

data, namun kadang-kadang dalam melakukan analisis status usaha

yang mempunyai karakteristik yang hampir sama dapat digabungkan

sesuai kebutuhan penyajian dan analisis data. Bila penduduk yang

bekerja menurut status pekerjaan utama dikombinasikan dengan

jenis pekerjaan utama maka akan diperoleh kategori apakah

seseorang tergolong bekerja di sektor formal atau informal. (lihat

pembahasan bab II).

Page 60: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 50

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.11. Persentase Penduduk Bekerja menurut Kabupaten/ Kota dan Status Pekerjaan Utama Tahun 2009

Kabupaten/Kota

Status Pekerjaan Utama

Total Ber usaha

sendiri

Ber usaha

dibantu buruh

Buruh/Kary

Pek Pek Tak

Dibayar /Peg Bebas

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Fakfak 48.13 6.26 38.68 0.49 6.44 100

Kaimana 26.36 31.18 17.38 2.19 22.89 100

Teluk Wondama 41.55 18.58 23.68 0.44 15.74 100

Teluk Bintuni 18.86 24.78 31.38 7.16 17.82 100

Manokwari 8.35 34.28 15.42 4.29 37.66 100

Sorong Selatan 10.77 42.72 16.93 1.01 28.57 100

Sorong 12.06 42.96 18.51 4.50 21.97 100

Raja Ampat 28.80 31.91 13.91 0.24 25.14 100

Kota Sorong 25.19 7.85 57.89 2.75 6.32 100

PAPUA BARAT 18.72 28.05 27.03 3.20 23.00 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Status pekerja berusaha dibantu buruh (tetap maupun tidak

tetap) menduduki posisi paling tinggi yaitu mencapai 28,05 persen.

Dan hampir sepertiga pekerja di Papua Barat berstatus sebagai

buruh/karyawan/pegawai. Sedangkan yang berstatus berusaha

sendiri tidak mencapai seperlima pekerja yang ada. Yang cukup

memprihatinkan dan perlu diperhatikan adalah persentase pekerja

yang berstatus sebagai pekerja tak dibayar yang mencapai nilai

hampir setara dengan buruh/karyawan/pegawai. Berarti hampir

seperempat dari pekerja yang ada di Papua Barat pada tahun 2009

Page 61: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 51

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

bekerja tanpa memperoleh penghasilan. Mereka hanya membantu

keluarga untuk memperoleh penghasilan tanpa dibayar.

Bila diperhatikan menurut kabupaten/kota, nampak variasi

besaran persentase status pekerjaan utama disetiap daerah. Untuk

status pekerjaan berusaha sendiri, Kabupaten Fakfak mempunyai

persentase paling besar yaitu 48,13 persen. Hampir separuh pekerja

di Fakfak berstatus berusaha sendiri. Sebaliknya, di kabupaten

tersebut jumlah pekerja keluarga yang berstatus tidak dibayar

menduduku posisi dua terbawah dengan capaian 6,44 persen.

Kabupaten Sorong merupakan penyumbang terbanyak pada

status pekerjaan berusaha dibantu buruh (tetap/tidak tetap atau

dibayar/tidak dibayar) dengan persentase sekitar 42,96 persen.

Sedangkan Fakfak sebagai penyumbang terkecil pada status

pekerjaan ini dengan persentase hanya 6,26 persen.

Persentase terbesar pekerja dengan status pekerjaan utama

sebagai buruh/pegawai/karyawan terletak di Kota Sorong yang

masih menjadi pusat perekonomian di Provinsi Papua Barat. Kota

Sorong memberikan share yang paling besar pada status pekerjaan

ini sebesar 57,89 persen. Separuh lebih pekerja Kota Sorong

berstatus buruh/karyawan/pegawai. Tingginya persentase pada

status pekerjaan sebagai buruh/pegawai/karyawan karena di Kota

Sorong adalah sebagai ‘pintu masuk utama’ pulau Papua. Investasi

di Kota Sorong sangat banyak sehingga berdiri berbagai perusahaan

dengan kapasitas besar, baik perusahaan industri dan pertambangan.

Keadaan Kota Sorong mengundang investor menanamkan

investasinya di daerah produsen minyak bumi dan eksportir hasil

Page 62: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 52

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

laut beserta olahannya. Skala besar ataupun sedang pada perusahaan

yang ada di Kota Sorong menarik banyak pekerja yang terserap

sebagai buruh/karyawan/pegawai.

Yang perlu dicermati adalah pekerja dengan status pekerja

keluarga yang tak dibayar ternyata paling besar persentasenya ada di

ibukota provinsi Papua Barat, Manokwari. Mendekati empat puluh

persen pekerja di Kabupaten Manokwari pada tahun 2009 tak

berpenghasilan meskipun mereka melakukan usaha/kerja

Tabel 3.12. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin

Tahun 2009

Status Pekerjaan Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4)

Berusaha sendiri 21.56 13.34 18.72

Berusaha dibantu buruh 36.50 12.06 28.05

Buruh/Karyawan/Pegawai 30.07 21.30 27.03

Pekerja Bebas 4.41 0.91 3.20

Pekerja Tak Dibayar 7.46 52.39 23.00

Papua Barat 100 100 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Penduduk laki-laki masih lebih tinggi persentasenya untuk

status pekerjaan utama. Hal ini terlihat pada tabel 3.12 untuk semua

status pekerjaan utama kecuali pekerja tidak dibayar.

Page 63: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 53

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Sementara untuk pekerja tidak dibayar, persentase pekerja

perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan pekerja laki-laki yaitu

52,39 persen. Partisipasi dalam lapangan pekerjaan terimbas oleh

status hubungan mereka dengan salah-satu keluarga yang bekerja.

Mereka berasal dari keluarga sendiri dan umumnya adalah berjenis

kelamin perempuan (istri atau anak perempuan) yang masih

memiliki hubungan famili.

2.1.4 Bekerja Menurut Pendidikan

Kualitas ketenagakerjaan diukur berdasarkan partisipasi

angkatan kerja, tingkat pengangguran, tingkat pendidikan pekerja,

produktifitas tenaga kerja, dan tingkat upah. Gambaran pekerja

menurut tingkat pendidikan dapat digunakan untuk melihat kondisi

ketenagakerjaan saat kini bahkan prediksi di masa yang akan datang.

Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin baik kualitas

ketenagakerjaan.

Tingkat pendidikan berbanding lurus dengan produktifitas

dan tingkat upah. Pendidikan yang semakin tinggi berbanding lurus

dengan kemampuan dan keterampilan kerja. Namun dibalik itu

semua, tingkat pendidikan yang tinggi berpengaruh pada pilihan-

pilihan pekerjaan. Tenaga kerja dengan pendidikan tinggi tidak akan

sembarangan menentukan jenis pekerjaan. Dengan tingkat

pendidikannya mereka berharap mendapat pekerjaan dengan tingkat

penghasilan yang lebih baik. Akibatnya, semakin tinggi tingkat

pendidikan semakin besar pula persentase yang menganggur.

Page 64: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 54

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Artinya banyak yang masih mencari kerja terkait dengan pilihan-

pilihan mereka pada pekerjaan-pekerjaan yang lebih menjanjikan.

Tabel 3.13. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Kabupten/Kota

dan Pendidikan Tahun 2009

Kabupaten/Kota

Pendidikan

Total <SD SD SLTP SLTA

Diploma/

Sarjana

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Fakfak 15.61 25.65 16.43 28.28 14.03 100

Kaimana 32.69 25.63 20.58 17.89 3.21 100

Teluk Wondama 35.88 23.42 15.97 20.18 4.55 100

Teluk Bintuni 24.84 27.24 18.54 24.97 4.41 100

Manokwari 49.18 19.21 13.22 13.32 5.08 100

Sorong Selatan 27.91 19.42 24.71 15.96 11.99 100

Sorong 29.62 24.04 20.32 19.89 6.14 100

Raja Ampat 44.66 31.84 12.42 9.57 1.51 100

Kota Sorong 6.35 10.31 14.68 50.50 18.16 100

PAPUA BARAT 30.76 20.36 16.62 23.66 8.61 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Tingkat pendidikan penduduk yang bekerja di Provinsi Papua

Barat digambarkan dalam tabel 3.13. . Kualitas ketenagakerjaan di

Papua Barat pada tahun 2009 sama dengan kondisi Nasional. Secara

global, tingkat pendidikan penduduk yang bekerja di Provinsi Papua

Barat masih tergolong rendah, separuh lebih pekerja berpendidikan

SD ke bawah. Jika dilihat dari pendidikan dasar 9 tahun, tercatat

Page 65: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 55

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

67,73 persen pekerja berpendidikan SLTP ke bawah. Pekerja terdidik

(SLTA keatas) hanya 32,27 persen.

Keadaan ini secara umum berlaku di kabupaten/kota se

Papua Barat kecuali untuk Kota Sorong. Separuh lebih pekerja di

Kabupaten Kaimana, Teluk wondama, Teluk Bintuni, Manokwari,

Sorong Selatan, Sorong, dan Raja Ampat adalah pekerja dengan

pendidikan sangat rendah yaitu tamatan SD ke bawah, bahkan

separuh dari pekerja itu tidak tamat SD/tidak pernah sekolah. Yang

paling parah lagi adalah Kabupaten Manokwari dan Raja Ampat,

keduanya memiliki persentase pekerja berpendidikan SD ke bawah

tertinggi yaitu masing-masing sebesar 68,39 persen dan 76,50

persen (tiga perempat lebih).

Jika membahas keadaan ketenagakerjaan di Papua Barat

maka bisa diketahui yang lebih baik kondisinya adalah Kabupaten

Fakfak dan Kota Sorong. Di Fakfak pada tahun 2009 tercatat pekerja

yang berpendidikan SD ke bawah hanya sebesar 41,26 persen

sedangkan di Kota Sorong jauh lebih kecil lagi yaitu sekitar 16,66

persen saja. Kecilnya persentase pekerja dengan pendidikan rendah

berbanding terbalik dengan persentase pekerja terdidik (SMA ke

atas) di kedua wilayah ini. Fakfak mencatat pekerja terdidiknya

sebesar 42,31 persen dan Kota Sorong jauh lebih tinggi lagi yaitu

sebesar 68,66 persen.

Seperti diuraikan sebelumnya bahwa perbedaan tenagakerja

terdidik dan tak terdidik adalah dalam hal penentuan pekerjaannya.

Tenagakerja tak terdidik tidak mempermasalahkan jenis dan status

pekerjaan yang akan digelutinya. Minimnya keterampilan dan

Page 66: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 56

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

keahlian memaksa mereka bekerja pada lapangan pekerjaan apapun

tanpa memperhitungkan besaran upah/penghasilan yang akan

diperolehnya. Akhirnya mereka masuk pada lapangan pekerjaan

yang tidak menuntut kualifikasi tertentu yang memberikan

penghasilan tidak optimal. Tidak sama halnya dengan tenaga kerja-

tenaga kerja terdidik, karena berbekal kemampuan dan keahlian

yang dimilikinya mereka tidak sembarangan menentukan jenis dan

status pekerjaannya. Perhitungan rate of return dari masa

pendidikan yang telah dikeluarkannya harus lebih tinggi. Harapan

akan tingkat penghasilan/pendapatan yang tinggi harus sesuai

dengan tingkat pendidikan/keterampilan/keahlian yang dimiliki.

Bisa disimpulkan bahwa di Papua Barat separuh lebih

pekerja masuk dalam pasar kerja dan bekerja pada lapangan

pekerjaan karena ketiadaan pilihan atas pendidikan rendah yang

melekat pada diri mereka. Keterpaksaan ini berdampak pada tingkat

penghasilan yang diperoleh pekerja-pekerja ini yaitu terletak pada

tingkat yang rendah.

Tingginya persentase pekerja dengan pendidikan rendah

harus perlu diperhatikan keberadaannya pada pasar kerja Papua

Barat. Pekerja ini ada di setiap kelompok umur. Besarannya

bervariasi dan membesar pada kelompok umur 45 tahun ke atas.

Dengan demikian jika selama 15 tahun ke depan mereka tetap

berada pasar kerja maka mereka ini akan tetap menjadi penyumbang

besarnya persentase pekerja Papua Barat yang berpendidikan

rendah.

Page 67: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 57

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.14. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Kelompok Umur dan Pendidikan Tahun 2009

Kelompok Umur

Pendidikan

Total <SD SD SLTP SLTA

Diploma/Sarjana

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

15 - 19 38.89 24.92 20.02 16.02 0.14 100

20 - 24 23.42 19.39 22.32 31.05 3.83 100

25 - 29 20.33 19.01 21.47 29.89 9.29 100

30 - 34 27.12 19.85 20.03 23.85 9.14 100

35 - 39 21.34 20.04 18.55 27.36 12.72 100

40 - 44 29.92 15.47 13.65 27.14 13.82 100

45 - 49 41.59 22.76 10.82 15.82 9.01 100

50 - 54 48.75 24.83 8.90 12.36 5.15 100

55 - 59 40.83 21.18 9.11 18.80 10.08 100

60 - 64 54.72 25.74 6.39 9.93 3.23 100

65 + 58.21 22.59 3.78 11.81 3.61 100

PAPUA BARAT 30.76 20.36 16.62 23.66 8.61 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Persentase penduduk yang bekerja bila dibandingkan secara

gender, akan diperoleh bagaimana tingkat kesetaraan gender dalam

dunia kerja di Provinsi Papua Barat berdasarkan tingkat pendidikan

yang telah ditamatkan. Misalnya dengan membandingkan secara

gender dari sisi tenaga kerja terdidik dan dari sisi tenaga kerja yang

berpendidikan rendah (SD kebawah).

Page 68: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 58

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.15. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi dan Jenis Kelamin Tahun 2009

Pendidikan Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4)

Tdk/blm prnh sekolah, tdk/blm tamat SD

24.43 42.73 30.76

SD 20.49 20.11 20.36

SLTP 18.94 12.23 16.62

SLTA 27.74 15.95 23.66

Diploma/Sarjana 8.41 8.98 8.61

Papua Barat 100 100 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Kesenjangan masih terjadi di pasar kerja Papua Barat pada

tahun 2009. Belum ada pemerataan kesempatan antara pekerja laki-

laki dan perempuan. Menurut tingkat pendidikan tertentu,

kesempatan tenaga kerja perempuan untuk maasuk dalam lapangan

pekerjaan belum setara dengan laki-laki. Tabel di atas

mempelihatkan bahwa persentase pekerja laki-laki untuk tingkat

pendidikan terdidik yaitu SMA masih terdapat selisih yang cukup

besar. Tercatat pekerja laki-laki berpendidikan SMA sebanyak 27,74

persen dan pekerja perempuan pada tingkat pendidikan yang sama

hanya berkisar 15,95 persen. Namun demikian ada dua hal yang

cukup membanggakan yang menunjukkan kesamaan peran yaitu

pada tingkat pendidikan tinggi (Diploma/Sarjana) dan tingkat

pendidikan rendah (tamtan SD) di mana persentase pekerja laki-laki

Page 69: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 59

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

dan pekerja perempuan nyaris sama dan bahkan perempuan

memiliki persentase yang sedikit lebih tinggi dibandingkan pekerja

laki-laki. Masing-masing sebesar 8,41 persen untuk laki-laki dan 8,98

persen untuk perempuan pada tingkat pendidikan Diploma/Sarjana.

Sedangkan pada tingkat pendidikan SD baik laki-laki maupun

perempuan sama-sama berkisar pada angka 20 persen, laki-laki

sebesar 20,49 persen dan perempuan sebesar 20,11 persen.

Meskipun separuh lebih pekerja Papua Barat berpendidikan

rendah (SD ke bawah) dan separuh dari mereka adalah yang tidak

pernah sekolah/tidak tamat SD, ternyata justru berlangsung

kesenjangan antara laki-laki dan perempuan yang sangat besar.

Persentase pekerja dengan pendidikan ini yang berjenis kelamin

perempuan hampir dua kali lipatnya laki-laki. Pasar kerja Papua

Barat masih dipenuhi oleh pekerja-pekerja tidak terampil dan ahli.

Jika dipilah-pilah menurut lapangan pekerjaan utama, sesuai

dengan tabel 3.16. tingkat pendidikan tenaga kerja dari sektor

services mempunyai sumber daya manusia dengan tingkat

pendidikan paling baik diantara sektor lainnya. Pada sektor services

persentase tenaga kerja terdidiknya mencapai 66,90 persen.

disamping itu pada sektor ini persentase tenaga kerja dengan

pendidikan SD kebawah juga paling kecil, yaitu sebesar 18,88 persen,

paling rendah diantara sektor lainnya.

Page 70: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 60

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.16. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi dan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009

Pendidikan

Lapangan Pekerjaan Utama Papua

Barat A M S

(1) (2) (3) (4) (5)

Tdk/blm prnh sekolah, tdk/blm tamat SD

48.73 12.88 5.24 30.76

SD 25.21 15.06 13.64 20.36

SLTP 15.17 24.72 16.21 16.62

SLTA 9.47 41.57 42.38 23.66

Diploma/Sarjana 1.42 5.78 22.52 8.61

Total 100 100 100 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Pertanian adalah sektor subsisten yang tidak menuntut

kualifikasi pendidikan/keterampilan bagi para pekerjanya. Sektor ini

sangat mudah dimasuki. Ketika pencari kerja tidak mungkin

bersaing dengan para pencari kerja lainnya yang berlatar belakang

pendidikan lebih tinggi, ketika dengan latar belakang pendidikan

yang tidak memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan di sektor

M atau S, maka mereka tidak punya pilihan selain bergelut di sektor

A. Bukan hal yang perlu ditanyakan kenapa sektor ini memiliki

persentase pekerja yang tidak/belum pernah sekolah/tidak/belum

tamat SD jauh lebih besar dan berlipat-lipat dibandingkan sektor M

atau S. Kondisi yang sama untuk tingkat pendidikan SD.

Page 71: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 61

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Semakin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin kecil

persentase pekerja pada sektor Agriculture. Ini menunjukkan bahwa

pertanian semakin ditinggalkan oleh para tenaga kerja terdidik.

Pertanian hanya dilirik oleh tenaga kerja berpendidikan rendah.

Tingkat penghasilan yang rendah dan pekerjaan yang dianggap kotor

karena selalu bergelut dengan lahan dan menguras energi fisik

menjadi penyebab rendahnya persentase pekerja terdidik di sektor

ini.

Justru sebaliknya, sektor M atau S merupakan sektor yang

paling banyak dilirik oleh pekerja terdidik (SMA ke atas). Setara

dengan kualifikasi pendidikan yang disyaratkan sektor ini bagi para

pekerjanya, maka tidak salah jika ke dua sektor ini memiliki

persentase paling besar untuk pekerja dengan tingkat pendidikan

tinggi. Dan nilainya sangat jauh lebih besar dibandingkan sektor A

dengan tingkat pendidikan sama. Apabila membandingkan antara M

dan S, maka pada tingkat pendidikan tinggi, sektor S memiliki

persentase lebih tinggi dibandingkan sektor M.

Page 72: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 62

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.17. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi dan Status Pekerjaan Utama Tahun 2009

Pendidikan

Status Pekerjaan Utama

Papua Barat Usaha

Sendiri

Berusaha dibantu Buruh

Buruh/ Pek. Pek. Tak

dibayar Kary. Bebas

/Peg.

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Tdk/blm prnh sekolah, tdk/blm tamat SD

24.74 38.62 5.69 30.52 55.56 30.76

SD 24.89 25.79 9.60 24.12 22.16 20.36

SLTP 20.01 18.18 15.03 23.77 12.84 16.62

SLTA 28.74 14.29 43.73 21.59 7.66 23.66

Diploma/ Sarjana

1.63 3.13 25.94 0.00 1.79 8.61

Total 100 100 100 100 100 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Setelah dicermati, pekerja yang status pekerjaan utamanya

sebagai pekerja tidak dibayar mempunyai sumber daya manusia

dengan tingkat pendidikan yang paling buruk diantara status

pekerjaan lainnya. Bagaimana tidak, pada status pekerjaan ini

persentase tenaga kerja terdidiknya paling rendah, hanya sebesar

9,45 persen dan persentase penduduk yang bekerja dengan tingkat

pendidikan SD kebawah sangat besar, mencapai 77,72 persen.

Page 73: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 63

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Persentase pekerja dengan pendidikan SLTA dan

Diploma/Sarjana yang berstatus buruh/karyawan/pegawai

merupakan yang tertinggi dibandingkan status pekerjaan lainnya.

2.1.5 Bekerja Menurut Jam Kerja

Dalam mengukur produktivitas tenaga kerja, variabel jam

kerja seringkali digunakan sebagai tolok ukurnya. Idealnya semakin

banyak jam kerja yang digunakan maka diharapkan output

(produktivitas) yang dihasilkan juga semakin banyak.

Dalam konsep yang dipakai BPS dalam Sakernas, jam kerja

juga digunakan sebagai penentu lapangan pekerjaan utama bila

seseorang mempunyai lebih dari satu jenis pekerjaan. Maksudnya,

bila seseorang bekerja pada lebih dari satu lapangan pekerjaan yang

berbeda (berlainan kode KBLI), maka yang dianggap sebagai

lapangan pekerjaan utama adalah lapangan pekerjaan yang jam

kerjanya lebih banyak dari lapangan pekerjaan lainnya. Sedangkan

untuk lapangan pekerjaan yang jam kerjanya lebih kecil dianggap

sebagai pekerjaan tambahan/pekerjaan sampingan.

Dalam menentukan jam kerja normal, BPS berpatokan pada

jumlah jam kerja minimal 35 jam dalam seminggu. Bila seorang

pekerja bekerja dibawah jam kerja normal, maka dikategorikan

sebagai setengah pengangguran, karena dengan jam kerja yang

kurang dari jam kerja normal, produktivitasnya dianggap rendah

tidak seperti tenaga kerja yang menggunakan jam kerja secara

penuh.

Page 74: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 64

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Sedangkan bila seorang pekerja dalam seminggu yang lalu

(dalam periode survei) sementara tidak bekerja, atau jam kerjanya

nol jam, maka tidak dikategorikan sebagai setengah pengangguran

atau pengangguran terbuka. Pengecualian ini berlaku karena

sebenarnya statusnya adalah sebagai pekerja, tetapi karena selama

pencacahan sedang cuti, sakit, menunggu panen dan sebagainya,

maka yang bersangkutan sementara tidak bekerja. Perlu dicatat,

sementara tidak bekerja selama seminggu yang lalu pada kasus ini

dalam bagan ketenagakerjaan masih masuk kedalam angkatan kerja.

Tabel 3.18. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Kabupten/Kota dan Jam Kerja Tahun 2009

Kabupaten/Kota Jam Kerja

Total 0 1-34 35+

(1) (2) (3) (4) (5)

Fakfak 1.61 39.71 58.69 100

Kaimana 1.80 40.07 58.13 100

Teluk Wondama 5.14 43.57 51.29 100

Teluk Bintuni 0.21 31.43 68.36 100

Manokwari 0.22 27.04 72.74 100

Sorong Selatan 9.03 48.34 42.63 100

Sorong 5.70 22.39 71.92 100

Raja Ampat 0.00 42.87 57.13 100

Kota Sorong 0.99 14.01 84.99 100

PAPUA BARAT 2.32 29.18 68.50 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 75: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 65

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Distribusi penduduk yang bekerja berdasarkan kelompok jam

kerja digambarkan dalam tabel 3.18. Secara global, bila

dikelompokkan dalam jam kerja, pekerja di Provinsi Papua Barat

sebagian besar bekerja diatas jam kerja normal (35 jam seminggu),

tepatnya sebanyak 68,50 persen memiliki jam kerja diatas 35 jam

seminggu. Dapat dikatakan bahwa produktivitas penduduk yang

bekerja di Papua Barat sudah baik dari segi penggunaan jam kerja.

Namun masih terdapat 29,18 persen yang bekerja di bawah jam kerja

normal, yang merupakan setengah pengangguran Papua Barat tahun

2009.

Diantara kabupaten/kota di Papua Barat, tenaga kerja di Kota

Sorong telah menggunakan jam kerja secara maksimal, hal ini terlihat

dari persentase penduduk yang bekerja diatas jam kerja normalnya

sangat tinggi. Tenaga kerja Kota Sorong yang bekerja diatas 35 jam

seminggu sebanyak 84,99 persen. Jadi hanya sekitar 15,01 persen

sisanya adalah tergolong sebagai setengah pengangguran (14,01

persen) dan dalam kategori sementara tidak bekerja (0,99 persen).

Sementara itu, Sorong Selatan menjadi kabupaten yang

penggunaan jam kerja tenaga kerjanya paling tidak maksimal, karena

tidak mencapai separuh pekerja di kabupaten Sorong Selatan (42,63

persen) tidak bekerja dengan jam kerja diatas 35 jam seminggu,

bahkan justru sebaliknya yang setengah pengangguran melebihi

persentase yang bekerja di atas jam kerja normal yaitu sebesar 48,34

persen.

Page 76: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 66

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.19. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Jam kerja dan Jenis kelamin Tahun 2009

Jam Kerja Jenis Kelamin

Papua Barat Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4)

0 2.56 1.86 2.32

1-34 23.35 40.21 29.18

35+ 74.09 57.94 68.50

Total 100 100 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Jam kerja pekerja laki-laki dan perempuan bila dilihat

perbandingannya, menunjukkan bahwa pekerja laki-laki mempunyai

jam kerja yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pekerja

perempuan. Persentase pekerja laki-laki yang bekerja 35 jam ke atas

perminggu melebihi persentasenya pekerja perempuan. Masing-

masing sebesar 74,09 persen dan 57,94 persen. Hal serupa berlaku

untuk yang sementara tidak bekerja seminggu yang lalu. Kemudian,

lebih sedikitnya jam kerja pekerja perempuan dibandingkan pekerja

laki-laki terlihat dari persentase yang bekerja antara 1-34 jam

seminggu di mana pekerja perempuan persentasenya melebihi

persentase pekerja laki-laki.

Page 77: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 67

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Dengan begitu bisa diketahui bahwa di pasar kerja Papua

Barat pada tahun 2009 terdapat 29,18 persen pekerja yang tergolong

sebagai setengah pengangguran. Setengah pengangguran laki-laki

mencapai 23,35 persen dari total penduduk laki-laki yang bekerja

dan setengengah penganggur perempuan sebanyak 40,21 persen dari

total penduduk perempuan yang bekerja. Pembahasan yang lebih

rinci mengenai setengah pengangguran akan dijelaskan pada subbab

berikutnya.

Tabel 3.20. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Jam Kerja dan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009

Kelompok Umur Lapangan Pekerjaan Utama Papua

Barat A M S

(1) (2) (3) (4) (5)

0 2.49 3.37 1.62 2.32

1-34 38.85 10.62 18.78 29.18

35+ 58.66 86.02 79.60 68.50

Total 100 100 100 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Berdasarkan tabel 3.20. diperoleh informasi pekerja di

sektor agriculture, manufacture dan services mempunyai proporsi

yang lebih besar pada penggunaan jam kerja diatas 35 jam seminggu.

Dari ketiga sektor tadi, manufacture memiliki persentase paling besar

dibandingkan services dan agriculture dengan besaran masing-

masing adalah 86,02 (M) 79,60 (S) dan 58,66 (A). Jika ingin melihat

perbandingan setengah pengangguran pada ketiga sektor ini, tampak

Page 78: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 68

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

bahwa agriculture lah yang memiliki persentase setengah

pengangguran paling besar dibandingkan lainnya. Tercatat sektor

agriculture sebesar 38,85 persen, service sebesar 18,78 persen, dan

manufacture sebesar 10,62 persen.

Seperti telah disinggung sebelumnya, jam kerja yang

digunakan oleh tenaga kerja berkaitan dengan produktivitas dari

output yang dihasilkan. Dari hasil tabulasi silang antara jam kerja

dengan lapangan pekerjaan utama/sektor usaha, dengan asumsi

bahwa semakin tinggi jam kerja yang digunakan maka semakin tinggi

produktivitas kerjanya. Diperoleh hasil bahwa jam kerja pada sektor

manufacture merupakan sektor yang tenaga kerjanya memiliki jam

kerja yang relatif maksimal dibandingkan dengan sektor lain. Disusul

oleh sektor services dan sektor agriculture.

Penggunaan jam kerja pada status pekerjaan utama pekerja

digunakan untuk melihat sebaran keefektifan penggunaan jam kerja

pada masing-masing status pekerjaan utama, atau untuk mengamati

pada status pekerjaan utama yang manakah penduduk yang bekerja

tergolong sebagai setengah pengangguran atau sebagai tenaga kerja

yang sepenuhnya produktif.

Informasi dari tabel 3.21. diperoleh gambaran bahwa

hampir di seluruh status pekerjaan utama penggunaan waktu kerja

35 jam ke atas per minggu lebih banyak persentasenya dibandingkan

yang kurang dari 35 jam kerja. Yang paling tinggi adalah status

buruh/karyawan/pegawai. Secara otomatis persentase pada status

ini akan besar karena sektor ini merupakan sektor formal yang

secara resmi mengatur jumlah jam kerja minimal pegawai setiap

Page 79: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 69

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

harinya. Aturan resmi masuk kerja minimal 8 jam kerja sehari

berdampak pada tingginya jam kerja pekerja berstatus ini. Tercatat

persentase pekerja pada status ini yang bekerja di atas 35 jam

perminggu sebesar 82,36 persen. Pola serupa juga berlaku pada

status lainnya kecuali pekerja tak dibayar. Persentase pekerja

dengan status sebagai pekerja tak dibayar besarannya lebih kecil

dibandingkan yang bekerja di bawah jam kerja normal (46,05

persen). Tingginya persentase pekerja tak dibayar yang bekerja di

bawah jam kerja normal kemungkinan besar karena pekerja-pekerja

ini hanya merupakan pelengkap yang bekerja sekedar membantu

keluarga. Sehingga tidak dipatok harus bekerja selama 8 jam sehari.

Ketika kegiatan utamanya telah selesai, para pekerja ini baru

meluangkan waktunya untuk ikut bekerja membantu keluarganya

untuk memperoleh penghasilan. Walaupun secara ekonomi

sesungguhnya harus dicatat sebagai kegiatan produktif yang yang

menghasilkan.

Tabel 3.21. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama dan Jam Kerja Tahun 2009

Status Pekerjaan Jam Kerja

Total 0 1-34 35+

(1) (2) (3) (4) (5)

Berusaha sendiri 4.47 26.33 69.21 100

Berusaha dibantu buruh 3.58 24.80 71.61 100

Buruh/Karyawan/Pegawai 11.08 15.88 82.36 100

Pekerja Bebas 0.00 18.52 81.48 100

Page 80: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 70

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Pekerja Tak Dibayar 0.00 53.95 46.05 100

Papua Barat 7.94 29.18 68.50 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Penggunaan jam kerja yang paling efektif diantara status

pekerjaan utama adalah penduduk yang bekerja sebagai

buruh/karyawan/pegawai dengan persentase penduduk yang

bekerja diatas 35 jam seminggu sebesar 82,36 persen. Pada status

pekerjaan utama ini untuk penduduk yang bekerja dibawah jam kerja

normal juga relatif paling rendah, sehingga produktivitas pada status

pekerjaan ini juga baik.

Dalam tabel diatas status pekerjaan utama berusaha dibantu

buruh adalah penggabungan dari berusaha dibantu oleh buruh

dibayar/buruh tetap dan dibantu oleh buruh tidak tetap/buruh tidak

dibayar. Demikian pula dengan pekerja bebas yang merupakan

penggabungan antara pekerja bebas di pertanian dan pekerja bebas

di nonpertanian.

Penduduk yang bekerja menurut kelompok jam kerja dan

tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan memiliki model yang

terpola, semakin tinggi pendidikan maka akan semakin tinggi

persentase pekerja yang bekerja 35 jam ke atas perminggu.

Sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja maka semakin

rendah persentase pekerja yang bekerja di bawah jam kerja normal.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan menentukan

produktifitas pekerja jika ditilik dari lamanya jam kerja selama

Page 81: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 71

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

seminggu. Para pekerja terdidik lebih produktif terutama karena

mereka paling banyak terserap di pekerjaan-pekerjaan formal non

pertanian sehingga menuntut disiplin terhadap waktu kerja yang

sudah ditentukan oleh perusahaan atau tempat mereka bekerja.

Namun tidak sama halnya dengan pekerja berpendidikan rendah,

meskipun persentase yang bekerja di atas jam kerja normal melebihi

persentase yang bekerja di bawah jam kerja normal, jika

dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi maka

persentasenya lebih kecil.

Tabel 3.22. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan dan Jam Kerja Tahun 2009

Pendidikan Jam Kerja

Total 0 1-34 35+

(1) (2) (3) (4) (5)

Tdk/blm prnh sekolah, tdk/blm tamat SD

2.39 37.32 60.29 100

SD 1.64 35.90 62.46 100

SLTP 3.47 27.09 69.44 100

SLTA 1.79 15.83 82.37 100

Diploma/Sarjana 2.86 24.92 72.22 100

Total 2.32 29.18 68.50 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Persentase yang semakin meningkat menurut tingkat

pendidikan terbatas hingga tingkat pendidikan SLTA. Ketika

Page 82: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 72

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

mencapai pendidikan diploma/sarjana maka persentase pekerja

yang bekerja 35 jam lebih mengalami penurunan dan sebaliknya

persentase yang bekerja di bawah jam kerja normal semakin

berkurang. Kemungkinan karena level managerial kebanyakan diisi

oleh pekerja dengan kapasitas ini. Padahal manager/pimpinan

seringkali tidak berada di kantor karena urusan perjalan bisnis/dinas

dan lain-lain yang mengurangi jam kerja perminggunya.

Tingkat pendidikan pekerja di Provinsi Papua Barat yang

sebagian besar (47,97 persen) adalah berpendidikan rendah (SD

kebawah), dan tidak sedikit yang jam kerjanya dibawah jam kerja

normal. Implikasinya adalah produktivitas tenaga kerja yang rendah

ditambah masih tingginya angka pengangguran di Papua Barat akan

menjadi pemicu masih tingginya angka kemiskinan di Provinsi Papua

Barat. Kemiskinan merupakan lingkaran setan. Rendahnya

pendapatan perkapita rumahtangga berpengaruh pada kemampuan

pemenuhan kebutuhan dasarnya. Ketidakcukupan pemenuhan

kebutuhan dasar seperti makanan bergizi akan berpengaruh pada

gizi dan derajat kesehatan para pekerja yang ada di rumahtangga

tersebut. Dampaknya secara langsung akan berpengaruh pada

produktifitas dari pekerja tersebut. Disamping itu, dengan

pendapatan yang hanya pas-pasan untuk kebutuhan pokok

menyulitkan bagi para pekerja untuk menyisihkan pendapatannya

untuk kebutuhan non makanan seperti investasi pendidikan. Bisa

dibayangkan bagaimana rumahtangga-rumahtangga miskin akan

menciptakan individu-individu yang miskin pula. Ketiadaan kualitas

sumber daya manusia pada akhirnya pasti mendorong mereka

Page 83: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 73

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

masuk ke jurang kemiskinan. Sehingga ketika harus bersaing di

pasar kerja untuk merebut lapangan-lapangan pekerjaan dengan

tingkat output yang lebih baik, karena harus memiliki kualifikasi

pendidikan tertentu memaksa mereka harus tersingkir dari

kesempatan-kesempatan kerja pada lapangan pekerjaan ini. Mau

tidak mau akhirnya karena tidak mampu bersaing kerja, dengan

ketidaaan pilihan lain mereka masuk ke dalam lapangan kerja

subsisten seperti pertanian yang dengan mudah dimasuki oleh

pekerja tak terdidik tanpa keahlian dan kemampuan.

2.1.6 Bekerja Menurut Sektor Informal

Salah satu dimensi penting terkait dengan hal

ketenagakerjaan adalah kebutuhan akan lapangan pekerjaan yang

semakin meningkat. Namun, kesempatan kerja di sektor formal

dirasakan tidak sesuai jumlah yang diminta dengan jumlah tenaga

kerja yang ditawarkan oleh para pencari kerja. Jangankan

pertambahan angkatan kerja dapat terserap dalam lapangan kerja,

pengangguran yang cukup banyak saja belum tertampung.

Pengangguran maupun pertambahan angkatan kerja lebih cepat

dibandingkan pertumbuhan kesempatan kerja yang ada.

Akibatnya, sektor informal dianggap sebagai jawaban yang

tepat dan mudah atas masalah ketenagakerjaan. Sektor informal

tampaknya memainkan peranan cukup penting di dunia, meskipun

terkesan diabaikan atau bahkan dianaktirikan. Di beberapa kota

besar di negara berkembang peranan sektor informal dalam

menyerap angkatan kerja cukup besar (www.unchs.org), yaitu di

Page 84: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 74

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

New Delhi, India, 61,4 persen; di Dhaka, Bangladesh, 60 persen. Di

Surabaya sektor informal diperkirakan menyerap tidak kurang dari

35 persen jumlah angkatan kerja yang ada (www.undp.org).

Fakta menarik dari sektor informal adalah sektor ini terbukti

memiliki kemampuan penyerapan tenaga kerja yang tinggi, bahkan

hampir tidak mempunyai titik jenuh. Sektor ini juga menjadi saluran

urbanisasi penduduk desa ke kota yang paling mudah, murah serta

bersifat massal. Sektor ini berperan cukup besar dalam menyangga

sektor formal. Studi menunjukkan, lebih dari 75 persen pekerja

sektor formal di Jakarta bergantung pada keberadaan sektor

informal. Baik untuk konsumsi keseharian (melalui warteg, pasar

tradisional), transportasi (ojek), maupun permukiman (pembantu

rumah tangga). Keberadaan sektor informal memberikan peran

cukup berarti bagi distribusi produk pertanian, pabrik maupun

rumah tangga. Kegiatan ini mendukung semangat kewirausahaan

dan merupakan potensi sumber pemasukan bagi pemerintah lokal.

Sektor informal bahkan dapat menjadi katup penyeimbang

perekonomian bangsa ketika Indonesia diterpa krisis moneter

1997/1998. Sektor ini terbukti fleksibel dengan tidak terlalu

terpengaruh oleh krisis tersebut. Bahkan pasca krisis sektor ini

menjadi semakin berkembang karena untuk terjun ke sektor

informal tidak membutuhkan modal yang besar dan tidak melalui

prosedur yang berbelit-belit sehingga mudah dalam memulainya.

Ada sesuatu yang luar biasa dibalik peran sektor informal di

Indonesia. Menurut Mantan Menteri Negara Perencanaan

Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, di Negara

Page 85: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 75

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

berkembang seperti Indonesia, sektor informal memang lebih banyak

menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan sektor formal. Sektor

ini bahkan menjadi pendorong menurunnya angka kemiskinan.

Angka kemiskinan (sesuai hasil survei BPS Maret 2008), turun

menjadi 34,96 juta orang (15 persen dari total penduduk Indonesia)

dari 37,17 juta orang pada tahun 2007. Menurunnya angka

kemiskinan tersebut sebagian besar diserap oleh sektor informal

(www.indonesia.go.id).

Tabel 3.23. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Formal-Informal menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009

Kabupaten/Kota Informal Formal Total

-1 -2 -3 -4

Fakfak 46.49 53.51 100

Kaimana 64.91 35.09 100

Teluk Wondama 71.76 28.24 100

Teluk Bintuni 56.64 43.36 100

Manokwari 80.39 19.61 100

Sorong Selatan 76.38 23.62 100

Sorong 68.58 31.42 100

Raja Ampat 84.99 15.01 100

Kota Sorong 0.70 99.30 100

PAPUA BARAT 58.38 41.62 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Bagaimana dengan kondisi penduduk yang bekerja pada

sektor formal-informal di Provinsi Papua Barat?. Berdasarkan tabel

Page 86: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 76

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

3.23. dapat diperoleh informasi bahwa ternyata proporsi sektor

informal sangat dominan, sekitar 58,38 persen pekerja bekerja di

sektor informal. Sedangkan sisanya hanya 41,62 persen yang bekerja

di sektor formal. Begitu juga ketika dilihat di level kabupaten/kota

hanya Kota Sorong yang hampir seluruh pekerjanya bekerja di sektor

Formal (99,30 persen) dan sisanya kurang dari 1 persen yang

bekerja pada sektor informal. Tidak mengherankan karena Kota

Sorong sementara ini masih menjadi pusat perekonomian yang ada

di Papua Barat. Disana banyak tempat-tempat usaha, perusahaan,

industri dan jasa-jasa.

Sementara itu, untuk kabupaten lain, terutama kabupaten

pemekaran yang masih relatif baru, sektor formal belum banyak

diciptakan dan dibuka. Masyarakat masih cenderung bekerja

disektor informal. Selain mudah diciptakan, modal yang dibutuhkan

juga relatif kecil dibandingkan sektor formal. Selain itu sektor formal

mudah untuk berpindah sektor usaha karena pengelolaannya tidak

terlalu kompleks sehingga lebih fleksibel. Diantara delapan

kabupaten lainnya, Raja Ampat merupakan kabupaten yang

kontribusi terbesar penduduknya bekerja di sektor informal, yaitu

84,99 persen. Kabupaten ini, masyarakatnya masih bergantung pada

sektor Agriculture (perikanan).

Komposisi jenis kelamin penduduk yang bekerja disektor

informal di Provinsi Papua Barat adalah 61,90 persen laki-laki dan

38,10 persen adalah perempuan. Pola serupa berlaku untuk seluruh

kabupaten/kota se Papua Barat. Ternyata proporsi laki-laki yang

bekerja di sektor Informal jauh lebih besar dibandingkan perempuan.

Page 87: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 77

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Gap paling jauh adalah di Kabupaten Fakfak, Kaimana dan Raja

Ampat. Sedangkan yang nyaris seimbang ada di kabupaten

Manokwari dan Sorong Selatan meskipun pekerja laki-laki sedikit

lebih banyak dibandingkan pekerja perempuan. Di kabupaten

Manokwari tercatat proporsi pekerja laki-laki dan perempuan di

sektor informal adalah 53,99 persen dan 46,01. Sedangkan di Sorong

Selatan perbandingannya adalah 53,87 persen dan 46,13 persen.

Tabel 3.24. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun

2009

Kabupaten/Kota Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4)

Fakfak 76.57 23.43 100

Kaimana 75.29 24.71 100

Teluk Wondama 66.09 33.91 100

Teluk Bintuni 65.50 34.50 100

Manokwari 53.99 46.01 100

Sorong Selatan 53.87 46.13 100

Sorong 65.65 34.35 100

Raja Ampat 73.98 26.02 100

Kota Sorong 65.05 34.95 100

PAPUA BARAT 61.90 38.10 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 88: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 78

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.25. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun

2009

Kabupaten/Kota Lapangan Pekerjaan Utama

Total A M S

(1) (2) (3) (4) (5)

Fakfak 74.40 5.38 20.21 100

Kaimana 87.52 0.85 11.63 100

Teluk Wondama 74.83 4.95 20.22 100

Teluk Bintuni 78.35 10.47 11.18 100

Manokwari 90.08 1.90 8.03 100

Sorong Selatan 93.12 1.05 5.83 100

Sorong 80.08 8.70 11.22 100

Raja Ampat 96.63 0.00 3.37 100

Kota Sorong 23.39 14.23 62.38 100

PAPUA BARAT 80.41 4.69 14.90 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Para pekerja sektor-sektor informal mayoritas berada pada

sektor pertanian. Dari delapan kabupaten yang ada di Provinsi Papua

Barat seluruhnya berpola serupa yaitu mayoritas pekerja informal

adalah pekerja sektor agriculture. Keadaan ini tidak berlaku bagi

Kota Sorong karena persentase pekerja sektor ini sangat kecil,

apalagi jika dibedakan menurut formal atau informal, maka

persentasenya pun akan sama.

Pada sektor informal pertanian, yang mendominasi delapan

kabupaten di Provinsi Papua Barat, persentase terbesarnya berada di

Page 89: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 79

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Kabupaten Raja Ampat sekitar 96,63 persen dari total penduduk

yang bekerja.

Sektor informal merupakan sektor yang paling mampu

bertahan dari gejolak inflasi, krisis moneter bahkan krisis global

selain paling mudah menyerap tenaga kerja bahkan mengurangi

angka pengangguran. Pada tingkat nasional sumbangan sektor

informal cukup berpengaruh pada perekonomian bangsa. Namun

demikian jika dilihat di Papua Barat, ketika hanya memperhitungkan

sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian Papua Barat

maka tercatat bahwa kontribusinya hanya mencapai 25 persen saja.

Padahal pertanian di Papua Barat merupakan penyerap tenaga kerja

paling banyak dan di antara pekerja sektor pertanian tersebut pada

mayoritas berada di sektor informal. Sektor informal pertanian

memberikan kontribusi PDRB yang paling kecil dibandingkan dengan

sektor manufacture dan sektor services. Kecilnya kontribusi sektor

informal, terutama sektor informal pertanian pada PDRB berarti

membuktikan walaupun dapat menyerap banyak tenaga kerja

banyak dengan output rendah membuktikan bahwa

produktivitasnya masih rendah.

Dengan begitu bisa dibenarkan pernyataan bahwa pertanian

bukan lah sektor pilihan utama para pencari kerja. Ketiadaan

kemampuan atas pilihan akan pekerjaan yang lebih baik memaksa

banyak tenaga kerja Papua Barat yang terperosok dalam sektor

pertanian subsisten dengan output dan penghasilan apa adanya. Dari

pada tidak produktif lebih baik bekerja untuk memperoleh

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok.

Page 90: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 80

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.26. juga menunjukkan bahwa posisi kedua dan ketiga

sektor informal di setiap kabupaten ada pada lapangan pekerjaan

utama sektor services dan manufacture.

Tabel 3.26. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal menurut Kabupaten/Kota dan Status Pekerjaan Utama

Kabupaten /Kota

Status Pekerjaan Utama

Total Ber usaha

Sendiri

Berusaha dibantu

buruh tdk dibayar

Pekerja Bebas

Pekerja Tak

dibayar

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Fakfak 83.3 4.72 0.84 11.14 100

Kaimana 33.84 33.97 2.82 29.38 100

Teluk Wondama 57.91 19.54 0.61 21.94 100

Teluk Bintuni 29.64 31.12 11.24 28 100

Manokwari 10.34 37.71 5.32 46.64 100

Sorong Selatan 13.85 48.12 1.3 36.73 100

Sorong 17.59 43.81 6.56 32.03 100

Raja Ampat 33.88 36.25 0.29 29.58 100

Kota Sorong 71.2 3.54 7.38 17.88 100

PAPUA BARAT 27.86 33.18 4.72 34.24 100

Page 91: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 81

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Sektor informal bila dilihat dari sisi status pekerjaan utama,

secara umum di Provinsi Papua Barat persentase status yang nyaris

sebanding adalah pekerja tak dibayar, berusaha dibantu buruh tak

dibayar, dan berusaha sendiri dengan besaran masing-masing

berturut-turut adalah 34,24 persen, 33,18 persen dan 27,86 persen.

Persentase terkeceil adalah status pekerja bebas yaitu sebesar 4,72

persen yang menunjukkan bahwa pada sektor informal sangat sedikit

pekerja yang berstatus ini.

Variasi pekerja informal menurut status pekerjaannya di

maing-masing kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel 3.26. Tidak

semua kabupaten/kota memiliki pola serupa. Kabupaten yang

memiliki persentase tertinggi pekerja informal berstatus pekerja tak

dibayar hanya Manokwari. Kabupaten/kota lainnya masuk dalam 2

kelompok berbeda lainnya yaitu kabupaten/kota yang persentase

tertingginya pada status berusaha sendiri ( Fakfak, Kota Sorong, dan

Teluk Wondama) dan status berusaha dibantu buruh tak dibayar

(Sorong Selatan, Sorong, Manokwari, Raja Ampat, Kaimana dan Teluk

Bintuni).

Page 92: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 82

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabe 3.27. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal menurut Kabupaten/Kota dan Pendidikan Tahun 2009

Kabupaten/Kota

Pendidikan

Total < SD SD SLTP SLTA

Diploma

/Sarjana

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Fakfak 22.52 38.63 19.04 18.68 1.13 100

Kaimana 40.81 29.38 21.15 8.50 0.17 100

Teluk Wondama

47.02 29.74 13.98 9.26 0.00 100

Teluk Bintuni 36.44 31.47 15.88 15.15 1.06 100

Manokwari 59.22 18.38 12.18 9.41 0.80 100

Sorong Selatan 33.25 21.76 30.43 11.66 2.90 100

Sorong 37.60 28.34 19.77 12.15 2.14 100

Raja Ampat 47.66 34.82 11.27 5.97 0.27 100

Kota Sorong 9.28 18.76 19.46 48.10 4.39 100

PAPUA BARAT

42.25 24.44 17.23 14.55 1.53 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Tenaga kerja disektor informal pada umumnya memiliki

tingkat pendidikan yang lebih rendah dari pada tenaga kerja disektor

formal. Kondisi tingkat pendidikan tenaga kerja disektor informal

Provinsi Papua Barat juga menunjukkan gejala yang demikian.

Sebesar 66,69 persen dari penduduk yang bekerja disektor informal

mempunyai pendidikan rendah atau SD kebawah, dan hanya sekitar

16,03 persen merupakan tenaga kerja terdidik (pendidikan tertinggi

yang ditamatkan SLTA atau lebih).

Page 93: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 83

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Situasi tingkat pendidikan tenaga kerja sektor informal

dilevel kabupaten/kota rata-rata mempunyai kecenderungan

distribusi yang hampir sama dengan kondisi Provinsi Papua Barat

secara umum. Tingkat pendidikan yang rendah disektor informal

masih tampak nyata di sebagian besar kabupaten. Hanya Kota Sorong

yang mempunyai kecenderungan pola yang agak berbeda. Disana

justru penduduk yang bekerja disektor informal sebagian besar

adalah tenaga kerja terdidik, yaitu sekitar 52,49 persen. Besarnya

tenaga kerja terdidik yang bekerja disektor informal di Kota Sorong

diduga karena tingkat pendidikan yang sudah baik tidak didukung

oleh ketersediaan lapangan pekerjaan disektor formal, akibatnya

sebagian dari tenaga kerja yang kalah bersaing disektor formal

tersebut terpaksa memilih bekerja disektor informal dari pada

menjadi penganggur. Selain itu, tenaga kerja disektor informal Kota

Sorong mempunyai persentase paling kecil pada penduduk yang

bekerja disektor informal dengan tingkat pendidikan rendah.

Selain Kota Sorong, persentase penduduk yang bekerja

disektor informal dengan tenaga kerja terdidik relatif tinggi juga

terjadi di Kabupaten Fakfak. Sekitar 37,72 persen pekerja informal

berpendidikan SLTA keatas. Sedangkan Kabupaten Raja Ampat

memiliki persentase terkecil pada pekerja sektor informal, dengan

tingkat pendidikan SMA ke atas yaitu sebesar 6,24 persen. Sementara

untuk persentase penduduk yang bekerja disektor informal dengan

pendidikan rendah , Kabupaten Raja Ampat memiliki persentase

tertinggi yaitu sebesar 82,48 persen.

Page 94: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 84

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.28. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal menurut Kabupaten/Kota dan jam Kerja Tahun 2009

Kabupaten/Kota Jam Kerja

Total < 35 35+

(1) (2) (3) (4)

Fakfak 48.40 51.60 100

Kaimana 46.70 53.30 100

Teluk Wondama 53.54 46.46 100

Teluk Bintuni 41.24 58.76 100

Manokwari 30.95 69.05 100

Sorong Selatan 62.36 37.64 100

Sorong 33.19 66.81 100

Raja Ampat 49.16 50.84 100

Kota Sorong 22.18 77.82 100

PAPUA BARAT 38.64 61.36 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Di Provinsi Papua Barat, penggunaan jam kerja penduduk

yang bekerja disektor informal sebagian besar bekerja diatas 35 jam

seminggu, atau sekitar 61,36 persen dari total pekerja disektor

informal. Sedangkan sisanya, sebesar 38,64 persen tergolong sebagai

setengah pengangguran disektor informal. Jadi wajar bila

produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua Barat masih termasuk

rendah.

Penggunaan jam kerja pada sektor informal ternyata

mayoritas kabupaten/kota dari tenaga kerja bekerja diatas jam kerja

Page 95: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 85

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

normal, kecuali di Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Teluk

Wondama. Kedua kabupaten ini memiliki pekerja disektor informal

yang bekerja diatas 35 jam seminggu kurang dari 50 persen, jadi

sebagian besar bekerja dibawah jam kerja normal atau boleh

dikatakan pekerja ini termasuk setengah pengangguran disektor

informal.

Diantara pekerja yang bekerja dibawah jam kerja 35 jam

seminggu, setengah pengangguran disektor informal terbanyak

berada di Kabupaten Sorong Selatan dengan persentase sebesar

62,36 persen dari total tenaga kerja informal di kabupaten tersebut.

Dengan demikian Teluk Wondama memiliki persentase terbesar

sebagai pekerja informal yang tergolong setengah pengangguran.

3. Bukan Angkatan kerja

Penduduk usia kerja yang dibatasi pada umur 15 tahun

keatas dibagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Penduduk bukan angkatan kerja ini diantaranya dirinci menjadi tiga

kelompok besar kegiatan, yaitu penduduk yang sedang sekolah,

penduduk yang sedang mengurus rumah tangga, dan penduduk yang

sedang melakukan kegiatan lainnya.

Jumlah penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja

kondisi Agustus 2009 adalah 161.908 orang (31,48 persen dari total

penduduk usia kerja) dengan rincian 55.476 orang (34,26 persen)

sedang sekolah, 89.446 orang (55,24 persen) sedang mengurus

Page 96: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 86

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

rumahtangga, dan 16.986 orang (10,49 persen) sedang melakukan

kegiatan lainnya.

Jumlah penduduk bukan angkatan kerja mengalami kenaikan

dari Agustus 2008 ke kondisi Agustus 2009 dari keadaan semula

160.018 orang menjadi 161.908 orang.

Gambar 3.3. Persentase Penduduk Bukan Angkatan Kerja

menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009

Sebaran proporsi penduduk yang termasuk bukan angkatan

kerja, seperti yang dijelaskan pada gambar 3.3. memiliki pola yang

seragam diseluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat kecuali

Sorong Selatan dan Manokwari.. Mayoritas penduduk bukan

angkatan kerja adalah kegiatan mengurus rumah tangga, kemudian

kegiatan sedang bersekolah berada diposisi berikutnya dan

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 97: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 87

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

selanjutnya adalah kegiatan lainnya menjadi kontributor terkecil

dalam proporsi penduduk bukan angkatan kerja. Sedangkan di

Sorong Selatan dan Manokwari persentase bukan angkatan kerja

yang tertinggi adalah mereka yang bersekolah.

4. Indikator Ketenagakerjaan

Dalam dunia ketenagakerjaan selain indikator-indikator yang

telah disinggung pada bahasan sebelumnya, masih terdapat beberapa

indikator ketenagakerjaan penting lainnya yang dihasilkan dari

SAKERNAS. Beberapa indikator ini bahkan menjadi primadona dari

sekian banyak output yang dikeluarkan BPS dari berbagai jenis

survei.

Isu penting yang selalu hangat diperbincangkan adalah

mengenai pengangguran. Angka pengangguran yang secara rutin

dirilis (setelah kegitan survei selesai) mendapatkan perhatian penuh

dari pemerintah, pengamat ekonomi, peneliti dan para pengguna

data khususnya data-data sosial. Mengapa angka pengangguran

selalu menjadi bahan pembicaraan banyak pihak?, karena angka

tersebut merupakan nilai raport bagi pemerintah untuk mengukur

sejauh mana keberhasilan penerapan kebijakan-kebijakan

ketenagakerjaan dalam menyelesaikan masalah pengangguran dan

penciptaan lapangan pekerjaan.

Tentu saja bukan hanya pemerintah pusat yang mendapatkan

penilaian atas kinerjanya, tetapi juga pemerintah daerah, baik itu

provinsi dan kabupaten/kota yang secara administratif telah

Page 98: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 88

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

diberikan kewenangan untuk secara otonom mengelola

pemerintahannya sendiri.

Sebagai provinsi yang relatif baru di Indonesia, Provinsi

Papua Barat mempunyai kesempatan yang bagus untuk melakukan

perencanaan pembangunan ketenagakerjaan dengan mendasarkan

kebijakan ketenagakerjaan dengan data statistik sebelum

permasalahan ketenagakerjaan, khususnya pengangguran dan

penciptaan lapangan pekerjaan semakin kompleks.

4.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Pengangguran dari sisi ekonomi merupakan produk

ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang

tersedia, antara lain seperti: jumlah lapangan kerja yang tersedia

lebih kecil dibandingkan jumlah pencari kerjanya, kompetensi

pencari kerja tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, dan kurang

lengkapnya informasi pasar kerja bagi pencari kerja. Selain itu,

pengangguran juga dapat disebabkan oleh pemutusan hubungan

kerja (PHK) yang terjadi karena perusahaan menutup/mengurangi

bidang usahanya sebagai akibat dari krisis ekonomi, keamanan yang

kurang kondusif, peraturan yang menghambat investasi, dan lain-

lain.

Pengangguran akibat dari ketidakmampuan pasar kerja

dalam menyerap para pencari kerja, senantiasa bertambah setiap

tahunnya seiring dengan penambahan jumlah penduduk. Tidak

seimbangnya antara demand dan supply tenaga kerja menyebabkan

angka pengangguran bergerak fluktuatif. Bila jumlah demand

Page 99: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 89

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

(permintaan) tenaga kerja lebih besar dari jumlah tenaga kerja yang

tersedia di pasar tenaga kerja, maka yang terjadi adalah tenaga kerja

akan memiliki pilihan yang lebih banyak untuk menentukan kemana

akan bekerja. Namun pada kenyataannya, disetiap negara

mempunyai kecenderungan bahwa jumlah demand tenaga kerja lebih

kecil dari pada ketersediaan tenaga kerja (supply) yang ada di pasar

tenaga kerja, dengan kata lain jumlah lapangan pekerjaan yang

diperebutkan para pencari kerja kurang sebanding dengan jumlah

pencari kerja.

Implikasi dari lebih kecilnya jumlah lapangan pekerjaan

dibandingkan dengan jumlah pencari kerja tidak lain adalah

terlahirnya pengangguran. Dengan terbatasnya ketersediaan

lapangan pekerjaan tersebut maka jumlah tenaga kerja yang

tersediapun tidak akan mampu terserap seluruhnya di pasar tenaga

kerja. Semakin besar gap antara jumlah para pencari kerja dengan

jumlah lapangan pekerjaan yang diciptakan, maka semakin besar

pula jumlah pengangguran.

Jumlah pengangguran senantiasa akan bertambah seiring

dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahun. Semakin lama,

jumlah penduduk yang menganggur akan terakumulasi bila tidak

segera diatasi. Padahal tingginya angka pengangguran tidak hanya

akan menimbulkan masalah-masalah ekonomi saja, melainkan juga

berbagai masalah-masalah sosial seperti kemiskinan dan kerawanan

sosial.

Dalam konsep lama yang termasuk pengangguran adalah

mereka yang mencari pekerjaan (looking for work) dan

Page 100: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 90

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

mempersiapkan usaha (establishing a new bussiness/firm), namun

sekarang konsep tersebut telah diperbaharui dengan menambahkan

kategori termasuk yang merasa tidak mungkin mendapatkan

pekerjaan (hopless of job) dan yang sudah mempunyai pekerjaan

tetapi belum mulai bekerja (have a job in a future start). Bila salah

satu dari syarat tersebut terpenuhi maka seorang dapat

dikategorikan sebagai pengangguran.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) biasa dipakai untuk

mengukur persentase jumlah orang yang menanggur dalam angkatan

kerja. Tidak termasuk didalamnya penduduk usia kerja tetapi bukan

angkatan kerja seperti siswa yang sedang sekolah/kuliah, sedang

mengurus rumah tangga dan sedang melakukan kegiatan lainnya

selain bekerja. Secara matematis cara penghitungan TPT adalah:

Nilai TPT inilah yang sering kali disebut-sebut berkaitan

dengan tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam mengatasi

masalah pengangguran. Semakin rendah angka TPT maka jumlah

penganggur dalam angkatan kerja semakin sedikit, yang berarti daya

serap lapangan pekerjaan terhadap pencari kerja semakin baik.

TPT = (Jumlah penganggur / Jumlah angkatan kerja) x 100%

Sumber: Sakernas 2007, Papua Barat

Page 101: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 91

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

TPT Provinsi Papua Barat 2006-2009

Gambar 3.4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi

Papua Barat Tahun 2006-2009

Bila diperhatikan dengan cermat pola pada grafik di atas,

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua Barat

memiliki tren yang cenderung semakin menurun. Di Provinsi Papua

Barat nilai TPT mangalami penurunan dari kondisi Agustus 2006 ke

kondisi Agustus 2009 sebanyak 2,61 poin dari 10,17 persen menjadi

7,56 persen. Penurunan cukup tajam berlangsung sepanjang 2006

hingga 2008, namun ketika menuju 2009 penurunannya melambat.

Sakernas dapat digunakan untuk estimasi sampai dengan level

kabupaten/kota karena output yang dihasilkan, terutama angka

pengangguran sudah mulai diperhitungkan seiring dengan semakin

bertambahnya jumlah penganggur. Hal ini memungkinkan untuk

Sumber: Diolah dari Sakernas Agustus 2006 – 2009, BPS Papua Barat

Page 102: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 92

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

melihat bagaimana sebaran TPT di setiap kabupaten/kota di Provinsi

Papua Barat.

Tabel 3.29. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2009

Kabupaten/Kota Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4)

Fakfak 12.34 26.52 16.08

Kaimana 7.29 17.07 9.91

Teluk Wondama 5.51 4.45 5.22

Teluk Bintuni 7.01 13.60 8.91

Manokwari 1.93 2.27 2.08

Sorong Selatan 3.43 3.48 3.45

Sorong 4.89 5.15 4.97

Raja Ampat 2.93 11.70 5.38

Kota Sorong 14.52 17.37 15.45

PAPUA BARAT 6.95 8.69 7.56

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Dari delapan kabupaten dan satu kota di Provinsi Papua

Barat, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi terdapat di

Kabupaten Fakfak yaitu sebesar 16,08, disusul Kota Sorong dengan

TPT sebesar 15,45 persen. Kedua kabupaten/kota tersebut memiliki

TPT sampai dengan level dua digit, sebuah besaran tingkat

pengangguran yang perlu mendapatkan perhatian yang serius dari

pemerintah daerah setempat.

Bila dicermati lebih dalam, bahwa angka TPT yang tinggi

tersebut kontribusi terbesarnya disumbang dari penduduk yang

Page 103: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 93

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

berjenis kelamin perempuan. Selain dari kedua daerah tersebut,

Kabupaten Kaimana, Teluk Bintuni dan Raja Ampat pengangguran

perempuan juga memberikan share yang cukup besar terhadap

angka TPT diwilayah tersebut. TPT perempuan tertinggi adalah TPT

perempuan Kabupaten Fakfak senilai 26,52 persen yang

menunjukkan bahwa di wilayah ini hampir sepertiga angkatan kerja

perempuan adalah pengangguran.

Tabel 3.30. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten / Kota dan Perkotaan/Perdesaan Tahun 2009

Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

(1) (2) (3) (4)

Fakfak 13.51 17.74 16.08

Kaimana 14.20 8.06 9.91

Teluk Wondama *) - 5.22 5.22

Teluk Bintuni 9.33 8.82 8.91

Manokwari 9.50 1.97 2.08

Sorong Selatan 21.95 1.07 3.45

Sorong *) - 4.97 4.97

Raja Ampat *) - 5.38 5.38

Kota Sorong 15.22 26.24 15.45

PAPUA BARAT 14.91 4.75 7.56

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

*) cakupan sampel hanya didaerah perdesaan

Page 104: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 94

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Berdasarkan tabel 3.30. tampak bahwa TPT perkotaan lebih tinggi

dibandingkan TPT perdesaan. Daerah perkotaan merupakan daerah

tujuan mobilitas penduduk. Dengan fasilitas publik yang lebih

banyak dibandingkan perdesaan menjadi penarik para pencari kerja

berduyun-duyun pindah ke perkotaan. Harapan mendapatkan

tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan bekerja di

perdesaan menarik semakin banyak para pencari kerja menaruh

harapannya di perkotaan dan rela bersaing dengan para pencari

kerja lainnya dalam pasar kerja meraih lapangan-lapangan pekerjaan

yang ada. Namun pada kenyataannya, banyaknya tenaga kerja yang

mencari kerja dalam pasar kerja di perkotaan jumlahnya tidak

sebanding dengan lapangan pekerjaan yang ada. Selisih inilah yang

menyebabkan tingginya TPT daerah perkotaan.

Beda dengan wilayah perkotaan, kebanyakan penduduk yang

tetap tinggal di perdesaan paling banyak adalah mereka yang

berpendidikan rendah. Kualifikasi mereka yang tidak menjadi syarat

ketika mereka terjun dalam lapangan pekerjaan yang ada di

perdesaan menjadi penyebab tingkat penyerapan tenaga kerja dalam

pasar kerja perdesaan sangat tinggi. Seperti pernah diuraikan

sebelumnya, tipe lapangan pekerjaan di perdesaan adalah sektor

pertanian subsisten dimana akses keluar atau masuk pada lapangan

pekerjaan ini sangat mudah dilakukan. Jadi wajar saja ketika nilai

TPT perdesaan jauh lebih rendah dibandingkan TPT perkotaan.

Untuk melihat dikelompok umur manakah pengangguran

paling banyak berkumpul. Komposisi jumlah penganggur menurut

kelompok umur terlihat pada tabel 3.31. terjadi penumpukan pada

Page 105: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 95

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

kelompok umur 25-29 ke bawah. Mereka adalah angkatan kerja-

angkatan kerja muda yang secara usia masuk ke dalam kelompok

usia sekolah. Bisa ditarik kesimpulan bahwa pada kelompok-

kelompok inilah terisi lulusan-lulusan sekolah atau perguruan tinggi

yang masuk ke dalam pasar kerja untuk mencari kerja. Dengan

berbekal kemampuan yang di peroleh selama mengenyam

pendidikan, kelompok ini secara aktif terlibat mencari kerja. Karena

posisi mereka di pasar kerja sebagai new entrance tanpa kepemilikan

pengalaman kerja bisa menjadi penyebab tidak semua bisa langsung

terserap dalam lapangan kerja.

Tabel 3.31. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kelompok Umur Tahun 2009

Kelompok Umur TPT

91) (2)

15-19 19.89

20-24 19.13

25-29 11.20

30-34 6.57

35-39 2.32

40-44 2.76

45-49 1.29

50-54 1.39

55+ 1.76

Papua Barat 7.56

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 106: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 96

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Di samping itu, keterbatasan lapangan kerja yang ada tidak

mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja yang lebih cepat

tiap tahunnya. Para new entrance harus bersaing juga dengan para

tenagakerja-tenaga kerja yang sudah terjun lebih lama di pasar kerja.

Tidak mengherankan bila pada kelompok umur ini angka TPT-nya

paling tinggi diantara kelompok umur lainnya.

Penumpukan jumlah penganggur pada kelompok umur 15-

19, 20-24, dan 25-29 biasa terjadi karena di kelompok umur

tersebut tahun-tahun lulusan dari masing-masing tingkatan

pendidikan SLTP, SLTA dan diploma/perguruan tinggi. Ada diantara

para lulusan yang tidak lagi meneruskan sekolahnya baik karena

motif ekonomi maupun nonekonomi, namun ada pula yang berniat

untuk mencari pekerjaan. Bila diperhatikan dari sisi angkatan kerja,

pada kelompok umur 25-29 memiliki jumlah angkatan kerja terbesar

diantara kelompok umur lainnya, namun jumlah penganggurnya

lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok umur 20-24, dimana

jumlah angkatan kerja pada kelompok umur tersebut lebih kecil.

Fenomena ini diduga sebagian dari angkatan kerja yang sebelumnya

berada pada masa tunggu mencari pekerjaan, pada kelompok umur

berikutnya telah mendapatkan pekerjaan.

Secara agregrat, di Provinsi Papua Barat bila ditinjau

menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, terjadi

sebuah fenomena mengkhawatirkan dimana semakin tinggi tingkat

pendidikan semakin tinggi pula TPTnya. TPT terendah terdapat pada

tingkat pendidikan SD ke bawah. Sebaliknya TPT pendidikan SMA ke

atas tercatat sebesar 27,76 persen. Kondisi ini memberikan

Page 107: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 97

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

gambaran bahwa lapangan pekerjaan paling banyak menyerap

pekerja berpendidikan rendah. Lapangan pekerjaan masih begitu

sulit di keluti oleh para pencari kerja berpendidikan SMA ke atas.

Apakah lapangan pekerjaan yang ada sudah tersedia untuk angkatan

kerja dengan pendidikan tinggi? Ketika melihat TPT pendidikan SMA

ke atas bisa disimpulkan bahwa belum tersedia banyak lapangan

pekerjaan bagi mereka yang berpendidikan tinggi.

Tabel 3.32. TPT Menurut Kabupaten/Kota dan Pendidikan Tahun 2009

Kabupaten/Kota

Pendidikan

Total ≤ SD SLTP SLTA

Diploma/Sarjana

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Fakfak 6.30 13.30 28.02 22.80 16.08

Kaimana 13.16 11.60 15.74 17.30 9.91

Teluk Wondama 6.25 3.29 12.58 7.00 5.22

Teluk Bintuni 5.19 16.42 14.89 8.05 8.91

Manokwari 0.37 1.64 8.72 8.49 2.08

Sorong Selatan 3.72 2.01 2.62 13.61 3.45

Sorong 4.67 5.82 8.41 11.83 4.97

Raja Ampat 6.34 14.59 12.45 0.00 5.38

Kota Sorong 19.66 10.73 19.93 10.50 15.45

PAPUA BARAT 5.07 7.38 15.75 12.01 7.56

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Dengan mencermati lebih dalam, dari masing-masing

kabupaten/kota kota terdapat kecenderungan yang sama yaitu TPT

Page 108: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 98

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

yang pendidikan tertinggi (SLTA atau lebih) besarannya lebih tinggi

dibandingkan TPT pendidikan rendah (SD ke bawah). Bisa dikatakan

bahwa angkatan kerja berpendidikan rendah lebih mudah terserap

oleh lapangan pekerjaan dibandingkan dengan mereka yang terdidik.

Jika ingin membandingkan antar kabupaten maka kita bisa

mengatakan bahwa pada tahun 2009, Fakfak merupakan daerah yang

TPT terdidiknya yang paling tinggi. Kemudian disusul oleh Kota

Sorong, Kaimana dan Teluk Bintuni. Tingginya TPT total Fakfak dan

Kota Sorong ternyata disumbang oleh besarnya TPT terdidik (SMA ke

atas).

Keadaan yang cukup menarik perhatian adalah kondisi TPT

Manokwari. Manokwari merupakan daerah dengan TPT terendah se

Papua Barat. Rendahnya TPT hampir di semua tingkat pendidikan,

baik TPT pendidikan rendah maupun pendidikan tinggi. Di sini

tercatat keduanya memiliki nilai yang rendah terutama yang

berpendidikan SD ke bawah. Ini bisa diartikan bahwa pada tahun

2009 di Manokwari penyerapan angkatan kerja dalam lapangan kerja

jauh lebih baik dibandingkan kabupaten/kota lain tanpa

memperhatikan sektor dominannya.

Fenomena lainnya adalah kondisi TPT Kota Sorong. Sebagai

satu-satunya kota di Papua Barat yang merupakan pusat bisnis,

industri, tujuan migrasi, menjadikan TPT di daerah ini termasuk

yang tinggi di Papua Barat. Sesuai dengan ciri-ciri yang dimilikinya

seperti keberadaan fasilitas publik dan sosial yang lebih lengkap,

tersedianya lapangan pekerjaan yang lebih banyak, perekonomian

yang lebih maju, menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk

Page 109: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 99

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

bermigrasi ke Kota Sorong. Semakin banyak penduduk luar yang

bermigrasi masuk semakin banyak pula stock jumlah angkatan kerja.

Persaingan semakin ketat memperebutkan kursi-kursi pekerjaan.

Ditilik dari sisi pengalaman bekerja sebelumnya dari

karakteristik penganggur, pada kelompok umur 15-29 tahun

sebanyak 90,34 persen pengangguran belum pernah mempunyai

pengalaman untuk bekerja sebelumnya. Jumlah ini setara dengan

71,86 persen dari seluruh pengangguran, dan berada pada interval

kelompok umur 15-29 tahun. Bila dikaitkan antara tingginya

persentase pengangguran terdidik dengan tingginya persentase

penduduk yang belum mempunyai pengalaman untuk bekerja

sebelumnya didalam kelompok umur 15-29 tahun, hal ini

menggambarkan bahwa pada interval kelompok umur tersebut

umumnya seseorang tamat dari pendidikan baik SLTP, SLTA maupun

diploma/sarjana. Terdapat kecenderungan bahwa dimasa tersebut

sedang menjalani masa tunggu (job search period) sembari mencari

pekerjaan setelah lulus dari pendidikan.

Tingginya persentase pengangguran tenaga kerja terdidik di

seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat juga dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah terdapat

pergeseran dari sektor tradisional ke sektor modern yang bersifat

remuneratif, sangat terbatas jumlahnya, sehingga tenaga terdidik

yang berjumlah besar dan muncul dalam waktu yang bersamaan

sering tidak dapat ditampung dalam pasar kerja pada sektor

tersebut. Atau kemungkinan lain, yaitu ketidaksiapan lulusan

pendidikan untuk bekerja sesuai dengan harapan lapangan kerja,

Page 110: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 100

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

sehingga banyak dunia usaha/industri yang harus melatih tenaga

kerja tersebut dalam waktu yang relatif lama agar mereka siap kerja,

sehingga akan memunculkan perspektif yang menyatakan asumsi

bahwa pendidikan formal mampu menyediakan tenaga kerja

terampil dan mampu bekerja tidak sepenuhnya benar.

Spekulasi lainnya adalah tidak berimbangnya antara laju

pertumbuhan penduduk usia kerja dengan laju pertumbuhan

tersedianya lapangan pekerjaan. Bila laju pertumbuhan penduduk

usia kerja lebih tinggi atau jumlah angkatan kerja lebih besar dari

ketersediaan lapangan pekerjaan maka jumlah pengangguran akan

terjadi dan semakin lama akan terakumulasi seiring dengan

pertumbuhan penduduk setiap tahun, sehingga akan menjadi bom

waktu yang setiap saat bisa meledak dengan berdampak pada tingkat

kemiskinan dan kerawanan sosial.

Tingginya angka pengangguran terdidik dapat juga

disebabkan oleh kurang berkualitasnya lulusan yang dihasilkan dari

lembaga pendidikan yang ada. Sehingga pasar kerja tidak dapat

menyerap para pencari kerja tersebut karena tidak memenuhi

kualifikasi standar yang ditetapkan oleh perusahaan atau pasar kerja.

Atau dapat juga terjadi lulusan yang dihasilkan sudah jenuh atau

melimpah pada jurusan pendidikan tertentu. Misalnya tidak

berimbangnya lulusan dari berbagai macam jurusan, seperti terlalu

banyak lulusan yang berasal dari jurusan ekonomi membuat

persaingan pada jurusan ini menjadi ketat, padahal lapangan

pekerjaan yang dibutuhkan pasar untuk jurusan tersebut juga

terbatas.

Page 111: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 101

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Kemungkinan terakhir yang paling berbahaya terhadap

sustainable development adalah sinkronisasi kebijakan dari pusat

hingga ke daerah (terutama pada otonomi, di mana otoritas

kebijakan ada di level kabupaten/kota) dalam mengatasi masalah

ketenagakerjaan, terutama penurunan jumlah pengangguran pada

batas yang wajar.

Salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan

terakumulasinya pengangguran adalah menciptakan lapangan kerja

yang padat karya. Namun, kalangan terdidik cenderung menghindari

pilihan pekerjaan ini karena preferensi mereka terhadap pekerjaan

kantoran lebih tinggi. Preferensi yang lebih tinggi didasarkan pada

perhitungan biaya yang telah mereka keluarkan selama menempuh

pendidikan dan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return)

yang sebanding. Pilihan status pekerjaan utama para lulusan

perguruan tinggi adalah sebagai karyawan atau pegawai, dalam

artian bekerja pada orang lain atau instansi atau perusahaan secara

tetap dengan menerima upah atau gaji rutin.

4.2 Setengah Pengangguran

Selain dihadapkan pada masalah pengangguran, Provinsi

Papua Barat juga dihadapkan pada masalah setengah pengangguran,

yaitu penduduk yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam

per minggu, namun tidak termasuk yang mempunyai pekerjaan

tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja (jam kerja nol).

Sementara tidak bekerja memang masuk kedalam kategori angkatan

Page 112: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 102

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

kerja dan masih dikategorikan sebagai bekerja, tetapi walaupun jam

kerjanya selama seminggu yang lalu adalah nol jam, mereka tidak

termasuk sebagai setengah pengangguran. Sebagian dari setengah

pengangguran adalah yang terpaksa bekerja walaupun jabatannya

lebih rendah dari tingkat pendidikannya, upah yang diterima rendah,

yang mengakibatkan produktivitasnya pun menjadi rendah.

Semakin tinggi tingkat setengah pengangguran maka semakin

rendah tingkat utilisasi pekerja dan produktivitasnya. Akibatnya,

pendapatan pekerja pun rendah dan tidak ada jaminan sosial atas

pekerja. Hal ini sering terjadi di sektor informal yang rentan

terhadap kelangsungan pekerja, pendapatan dan tidak tersedianya

jaminan sosial. Sehingga pemerintah perlu membuat kebijakan untuk

meningkatkan kemampuan bekerja mereka seperti penambahan

balai latihan kerja.

Ada sebuah kecenderungan mengapa seseorang masuk

sebagai setengah pengangguran, sebabnya adalah tingkat

kesempatan kerja yang semakin lama semakin kecil membuat para

pekerja menerima untuk bekerja atau melakukan pekerjaan

walaupun berada dibawah jam kerja normal dari pada menganggur

dan tidak mempunyai penghasilan, lebih baik pekerjaan tersebut

mereka lakukan. Setengah pengangguran termasuk didalamnya

pekerja paruh waktu (part time).

Page 113: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 103

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Gambar 3.5. Persentase Setengah Pengangguran Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2009

Di Provinsi Papua Barat jumlah setengah pengangguran

mencapai 121.256 orang pada kondisi Agustus 2006 atau sekitar

43,20 persen dari total penduduk yang bekerja, walaupun angka ini

turun secara jumlah menjadi 82.508 orang di periode Agustus 2007,

tetapi pada Agustus 2007 persentase setengah penganggur terhadap

penduduk yang bekerja lebih rendah dari keadaan Agustus 2006,

yaitu sebesar 30,77 persen. Kondisi ini meningkat lagi pada Agustus

2008 menjadi 33,28 persen dan kemudian menurun kembali pada

Agustus 2009 menjadi 29,18 persen.(gambar 3.5.)

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 114: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 104

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.33. Persentase Setengah Pengangguran terhadap Total Pekerja Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin

Tahun 2009

Kabupaten/Kota Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4)

Fakfak 35.73 52.96 39.71

Kaimana 36.19 51.94 40.07

Teluk Wondama 41.09 49.83 43.57

Teluk Bintuni 25.36 47.60 31.43

Manokwari 19.06 37.26 27.04

Sorong Selatan 38.31 61.44 48.34

Sorong 17.89 32.72 22.39

Raja Ampat 34.22 67.40 42.87

Kota Sorong 10.82 20.88 14.01

PAPUA BARAT 23.35 40.21 29.18

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Tanpa memperhatikan jenis kelaminnya, secara total di tiap

kabupaten/kota persentase setengah pengangguran nilainya

bervariasi. Kota Sorong memiliki persentase setengah pengangguran

terkecil di Papua Barat yaitu 14,01 persen. Dan daerah dengan

persentase tertinggi berada di Sorong Selatan.

Dari sisi gender terungkap bahwa di Provinsi Papua Barat

persentase setengah pengangguran perempuan lebih tinggi

dibandingkan setengah pengangguran laki-laki, dan ini berlaku untuk

Page 115: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 105

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

semua kabupaten/kota. Hampir secara umum persentase setengah

pengangguran perempuan bernilai separuh lebih total pekerja

perempuan kecuali Manokwari, Sorong dan Kota Sorong. Persentase

tertinggi setengah pengangguran perempuan adalah Raja Ampat.

Sedangkan yang terendah adalah Kota Sorong. Dominasi perempuan

setengah penganggur kemungkinan karena pekerjaan tersebut

dilakukan untuk mengisi waktu luang sambil mengurus rumah

tangga, disamping untuk menambah penghasilan rumah tangga.

Menurut konsep dari BPS, setengah pengangguran terdiri

dari setengah pengangguran terpaksa dan setengah pengangguran

sukarela. Keduanya sama-sama bekerja dibawah jam kerja normal

(35 jam seminggu), namun terdapat sedikit perbedaan diantara

keduanya. Pada setengah pengangguran terpaksa walaupun bekerja

kurang dari 35 jam seminggu namun masih mencari pekerjaan lain

dan masih bersedia menerima pekerjaan, sedangkan pada setengah

pengangguran sukarela, walaupun bekerja dibawah 35 jam seminggu

tetapi sudah tidak mencari pekerjaan lagi dan tidak bersedia untuk

menerima pekerjaan lain (atau biasanya disebut dengan pekerjaan

paruh waktu/part time worker).

Page 116: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 106

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Gambar 3.6. Jumlah Setengah Pengangguran di Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2009

Dari waktu ke waktu selama periode tahun 2007-2008 di

Provinsi Papua Barat proporsi banyaknya setengah pengangguran

terpaksa selalu lebih besar dibandingkan dengan setengah

pengangguran sukarela. Kondisi ini dapat dilihat pada gambar 3.6. .

Pada periode Agustus 2007 dan Agustus 2008 jumlah antara

setengah pengangguran terpaksa dan setengah pengangguran

sukarela menunjukkan peningkatan. Namun pada periode Agustus

2008 dan Agustus 2009 kecenderungan tersebut sudah mulai tidak

kelihatan. Jumlah setengah penangangguran terpaksa menurun dan

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 117: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 107

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

jumlahnya juga terpaut relatif jauh dengan setengah penganggur

sukarela yang masih relatif tinggi.

Menurunnya jumlah setengah penganggur terpaksa pada

periode Agustus 2009 kemungkinan disebabkan mereka sudah mulai

menerima keadaan bahwa semakin sulitnya untuk mencari

pekerjaan memaksa untuk tidak lagi mencari pekerjaan lain.

Disamping itu, latar belakang pendidikan setengah pengangguran

yang rata-rata berpendidikan rendah membuat mereka menyadari

bahwa kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki sudah cocok

dengan pekerjaan yang sedang dijalani.

Kondisi setengah pengangguran pada periode Agustus 2009

memang menurun dari periode sebelumnya pada Agustus 2008.

Tetapi dengan persentase setengah pengangguran mencapai 29,18

persen dapat dikatakan bahwa angka ini masih relatif besar karena

berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua Barat.

Secara global, proporsi antara setengah penganggur terpaksa

dan setengah penganggur sukarela di Provinsi Papua Barat adalah

hampir sebanding. Masing-masing tercatat sebesar 50,71 persen dan

49,29 persen. Pola setengah pengangguran kabupaten/kota

bervariasi dan terbagi dalam 2 kelompok, yaitu yang proporsi

setengah pengangguran terpaksa melebihi yang sukarela terdiri dari

kabupaten Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Manokwari, Sorong. Dan

Kota Sorong. Sebaliknya daerah yang proporsi setengah

pengangguran terpaksa lebih rendah dibanding yang terpaksa adalah

Fakfak, Raja Ampat, Teluk Wondama, Kaimana,

Page 118: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 108

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Tabel 3.34. Setengah Pengangguran Menurut Kabupaten/Kota dan Kriteria Setengah Penganggur Tahun

2009

Kabupaten/Kota Penganggur

Terpaksa Penganggur

Sukarela Total

(1) (2) (3) (4)

Fakfak 15.43 84.57 100

Kaimana 46.84 53.16 100

Teluk Wondama 41.48 58.52 100

Teluk Bintuni 62.71 37.29 100

Manokwari 57.78 42.22 100

Sorong Selatan 66.48 33.52 100

Sorong 61.18 38.82 100

Raja Ampat 38.77 61.23 100

Kota Sorong 50.94 49.06 100

PAPUA BARAT 50.71 49.29 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Diantara kabupaten/kota yang mempunyai proporsi

setengah penganggur sukarela tertinggi adalah Fakfak, sebesar 84,57

persen. Sementara proporsi setengah penganggur sukarela yang

terkecil berada di Kabupaten Sorong Selatan, yaitu sebesar 33,52

persen. Rendahnya angka setengah pengangguran sukarela di

kabupaten tersebut menandakan bahwa penduduk yang bekerja

tetapi masih berstatus sebagai setengah penganggur belum

sepenuhnya puas dengan pekerjaan yang sekarang dijalani, sehingga

Page 119: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 109

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

masih berkeinginan untuk merubah keadaan dengan mau mencari

pekerjaan atau bersedia menerima pekerjaan lain.

Setengah pengangguran pada lapangan pekerjaan utama

ditinjau dari sisi sektor primer, sekunder dan tersier menunjukkan

kondisi pada sektor-sektor tersebut masih didominasi oleh setengah

pengangguran sukarela. Dominasi pada sektor primer paling besar

diantara sektor lainnya. Sebanyak 73,70 persen setengah

pengangguran pada sektor services adalah setengah penganggur

sukarela.

Tabel 3.35. Persentase Setengah Pengangguran Terpaksa dan Sukarela menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun2009

Kabupaten/Kota

Lapangan Pekerjaan Utama Total

A M S

(1) (2) (3) (4) (5)

Setengah Pengangguran Terpaksa 74.55 7.27 18.18 100

Setengah Pengangguran Sukarela 75.99 1.97 22.05 100

PAPUA BARAT 75.36 4.28 20.36 100

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 120: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 110

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Untuk sektor sekunder dan tersier, meskipun sebagian besar

setengah penganggur tergolong setengah penganggur sukarela,

namun besarnya persentase tidak terpaut jauh, sehingga masih dapat

dikatakan agak berimbang proporsinya. Besarnya persentase

setengah pengangguran sukarela pada sektor primer dan sekunder

masing-masing adalah 1,97 persen dan 22,05 persen.

Melihat kondisi dan pola yang seragam dari besarnya

persentase setengah pengangguran yang mayoritas berada pada

setengah penganggur sukarela, berarti bahwa tidak ada perbedaan

preferensi pada sektor pekerjaan utama tertentu.

4.3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan

indikator untuk melihat perbandingan jumlah angkatan kerja

terhadap jumlah penduduk usia kerja. Secara umum, apabila

tingginya TPAK disebabkan oleh tingginya penduduk yang bekerja,

maka TPAK tersebut menunjukkan kinerja partisipasi angkatan kerja

yang baik. Namun bila tingginya diiringi dengan rendahnya tingkat

kesempatan kerja (persentase penduduk yang bekerja), hal ini cukup

mengkhawatirkan, karena berarti penduduk yang mencari pekerjaan

meningkat yang selanjutnya dapat memicu tingginya angka

pengangguran.

Page 121: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 111

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Gambar 3.7. TPAK Provinsi Papua Barat menurut Jenis Kelamin

Tahun 2007-2009

TPAK di Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan sejak

Agustus 2007 hingga Agustus 2009. TPAK bertambah dari 66,52

persen menjadi 68,52 persen. Ini menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan partisipasi tenagakerja dalam pasar kerja. Keterlibatan

tenaga kerja secara aktif dalam perekonomian semakin membesar.

Jumlah penduduk usia kerja (tenaga kerja) yang semakin meningkat

akan membawa beberapa konsekuensi dalam ketenagakerjaan.

Sebagian penduduk usia kerja akan masuk dalam angkatan kerja dan

sebagian lainnya masuk dalam kategori bukan angkatan kerja.

Penduduk usia kerja yang masuk ke dalam kelompok angkatan kerja

bila tidak terserap pada pasar kerja maka menjadi pengangguran.

Padahal kemampuan pasar kerja dalam menyediakan lapangan

pekerjaan sangat terbatas. Bila semakin banyak angkatan kerja yang

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 122: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 112

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

tidak terserap pasar kerja, jumlah penganggur terbuka otomatis juga

akan semakin bertambah. Jika pasar kerja bisa menyerap semua

angkatan kerja dalam lapangan kerja, peningkatan TPAK yang terjadi

di Papua Barat ini akan memberikan nilai positif bagi perekonomian

dan pembangunan di wilayah ini.

Pada keadaan Agustus 2009 besarnya angka TPAK Provinsi

Papua Barat sekitar 68,52 persen, artinya dari total jumlah penduduk

yang termasuk usia kerja atau tenaga kerja, sebesar 68,52 persen

masuk sebagai angkatan kerja yang terlibat aktif dalam kegiatan

perekonomian. Jadi hanya sekitar sepertiga dari penduduk usia kerja

yang bukan angkatan kerja. Bila ingin dilihat menurut jenis kelamin,

sangat jelas sekali bahwa partisipasi tenaga kerja laki-laki dalam

pasar kerja jauh lebih banyak dibandingkan partisipasi tenaga kerja

perempuan. Masih kuatnya norma-norma sosial dan adat yang

menempatkan perempuan pada posisinya sebagai pengurus

rumahtangga dan anak-anaknya menjadi alasan kuat kecilnya

partisipasi mereka dalam pasar kerja.

Besarnya angka TPAK tahun 2009 dirinci menurut

kabupaten/kota diterangkan dalam gambar. 3.8 . Angka TPAK

tertinggi berada di Kabupaten Manokwari yaitu sebesar 79,26 persen

dan TPAK terendah berada di Fakfak yakni sekitar 55,78 persen.

Rendahnya TPAK Fakfak terutama disebabkan oleh terlalu

rendahnya TPAK perempuan di Fakfak.

Page 123: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 113

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Gambar 3.8. TPAK menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009

Bila dilihat secara gender, besarnya angka TPAK laki-laki

dibandingkan dengan TPAK perempuan sangat besar gap-nya

(gambar 3.9. ). TPAK laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih

besar dari pada TPAK perempuan. Besarnya perbedaan yang paling

nyata berada di Kabupaten Kaimana. Selisih angka TPAK

dikabupaten tersebut paling besar diantara daerah lainnya, gap-nya

mencapai 56,32 persen (dengan rincian TPAK laki-laki sebesar 91,82

persen dan TPAK perempuan sebesar 35,49 persen). Daerah dengan

gap terkecil adalah Manokwari dan Sorong Selatan, masing-masing

sebesar 12,29 persen dan 17,64 persen. Peran serta tenaga kerja

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 124: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 114

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

perempuan di daerah ini dalam pasar kerja hampir mendekati

partisipasi tenaga kerja laki-laki.

Gambar 3.9. TPAK menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin

Tahun 2009

4.4 TKK

Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) adalah perbandingan antara

jumlah penduduk yang bekerja dengan jumlah penduduk yang

termasuk dalam angkatan kerja. indikator ini mengindikasikan

Sumber: Sakernas 2007, Papua Barat

Page 125: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 115

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

besarnya penduduk usia kerja yang bekerja atau sementara tidak

bekerja di suatu wilayah.

TKK mencerminkan daya serap tenaga kerja pada suatu

angkatan kerja. Artinya seberapa banyak angkatan kerja yang

terserap masuk dalam lapangan kerja. Sementara angkatan kerja

yang tidak terserap oleh lapangan pekerjaan tergolong sebagai

pengangguran terbuka. Perbandingan antara banyaknya

pengangguran terbuka terhadap angkatan kerja disebut Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT).

Besarnya daya serap angkatan kerja yang masuk dalam

lapangan kerja berbanding terbalik dengan besarnya pengangguran

terbuka. Semakin tinggi daya serap angkatan kerja maka proporsi

pengangguran terbuka semakin kecil nilainya dan sebaliknya.

Pada gambar 3.10 , dapat diperoleh informasi bahwa tingkat

kesempatan kerja di Provinsi Papua Barat adalah sebesar 92,44

persen (tanda garis kuning). Sementara 7,56 persen sisanya

merupakan angka tingkat pengangguran terbuka (TPT). Bila

dibedakan menurut wilayah administrasi, Kabupaten Manokwari

tercatat memiliki angka tingkat kesempatan kerja yang paling tinggi,

yakni sebesar 97,92 persen. Hal ini berarti bahwa dari total angkatan

kerja didaerah tersebut, sebesar 97,92 persen terserap menjadi

pekerja. Atau dengan kata lain dari 100 orang angkatan kerja,

sebanyak 96 orang diantaranya terserap menjadi pekerja. Sehingga

secara otomatis kabupaten tersebut mempunyai angka tingkat

pengangguran terbuka yang paling kecil.

Page 126: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 116

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Daerah yang memiliki TPT di bawah 6-7 persen dikatakan

daerah yang penganggurannya normal dan bisa disebut daerah

fullemployment. Pada tahun 2009, daerah yang nilai TPTnya di

bawah 6-7 persen adalah berturut-turut Manokwari, Sorong Selatan,

Sorong, Teluk Wondama, dan Raja Ampat. Ke lima kabupaten ini

tingkat penganggurannya dianggap normal, dan bisa disebut

fullemployement. Dengan klasifikasi ini maka Papua Barat pada tahun

2009 tingkat penganggurannya belum normal, dan provinsi ini belum

bisa disebut fullemployement.

Gambar 3.10. Tingkat Kesempatan Kerja menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2009

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 127: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 117

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Di lain pihak, Fakfak dan Kota Sorong merupakan daerah

yang memiliki tingkat kesempatan kerja yang paling rendah diantara

kabupaten lainnya. TKK Fakfak hanya mencapai angka sebesar 83,92

persen atau banyaknya angkatan kerja yang dapat terserap menjadi

pekerja hanya sebesar 83,92 persen saja. Sedangkan TKK Kota

Sorong hanya mencapai 84,55 persen. Dapat dibayangkan, berarti

tingkat pengangguran Fakfak dan Kota Sorong termasuk tinggi, yaitu

mencapai 16,08 persen dan 15,45 persen.

4.5 Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja

Laju pertumbuhan kesempatan kerja adalah perbandingan

antara selisih jumlah kesempatan kerja dalam dua periode waktu

terhadap jumlah kesempatan kerja pada periode waktu awal.

Indikator ini untuk menyajikan laju pertumbuhan penduduk yang

bekerja.

Laju pertumbuhan kesempatan kerja di Papua Barat

mengalami peningkatan sangat signifikan pada periode Agustus

(2007-2008) dibandingkan (2006-2007), yaitu dari pertumbuhan

sebesar -4,48 persen menjadi 17,93 persen. Tanda negatif pada

pertumbuhan TKK periode 2006-2007 berarti pada Agustus 2007

nilainya lebih kecil dibandingkan Agustus 2006. Sebaliknya pada

periode Agustus 2008 nilainya jauh lebih besar dibandingkan

dengan Agustus 2007 yaitu meningkat 17,93 persen. Pada periode

2007-2008 terjadi penyerapan besar-besaran tenaga kerja pada

lapangan kerja. Namun ketika memasuki periode Agustus (2008-

Page 128: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 118

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

2009) terjadi penurunan laju pertumbuhan kesempatan kerja,

meskipun penyerapan 2009 lebih besar dibandingkan 2008.

Gambar 3.11. Laju Pertumbuhan TKK dan Laju Pertumbuhan

Angkatan Kerja 2006-2009

Akan lebih menarik bila membandingkan laju pertumbuhan

kesempatan kerja dengan laju pertumbuhan angkatan kerja. Seperti

ditampilkan pada gambar 3.11 , laju pertumbuhan TKK dan laju

pertumbuhan angkatan kerja menunjukkan gejala pola yang sama

dalam periode yang sama. Namun yang perlu diperhatikan adalah

selama garis pada laju pertumbuhan TKK dalam gambar masih

berada diatas garis laju pertumbuhan angkatan kerja, maka tingkat

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Page 129: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 119

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

pengangguran terbuka akan mengalami penurunan. Semakin lebar

gap pada kedua garis laju pertumbuhan diatas maka akan semakin

besar kenaikan atau penurunan tingkat pengangguran terbuka.

Seperti yang diterangkan pada gambar diatas, pada periode

Agustus (2006-2007) garis laju pertumbuhan TKK berada diatas

garis laju pertumbuhan angkatan kerja, konsekuensinya angka

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan pada

periode tersebut (10,17 persen menjadi 9,46 persen). Bahkan pada

periode selanjutnya, Agustus (2007-2008) semakin lebih baik, pada

periode ini garis laju pertumbuhan TKK berada jauh di atas garis laju

pertumbuhan angkatan kerja, sebagai akibatnya angka TPT

mengalami penurunan lebih nyata dari 9,46 persen menjadi 7,65

persen. Karena gap pada periode ini lebih besar maka perubahan

nilai TPT-nya menjadi sangat berarti.

Selanjutnya pada periode Agustus (2008-2009) kembali garis

laju pertumbuhan TKK berada diatas (nilainya lebih besar) garis laju

pertumbuhan angkatan kerja, maka pada periode ini angka TPT

kembali mengalami penurunan, yaitu dari 7,65 persen manjadi 7,56

persen. Penurunan yang cukup sedikit, dan dapat terlihat dari

pendeknya gap pada gambar 3.11.

4.6 Elastisitas Kesempatan Kerja

Perlu diketahui bahwa tidak selamanya kenaikan output

suatu sektor ekonomi selalu diikuti dengan kenaikan kesempatan

kerja pada sektor yang bersangkutan. Hal ini dapat disebabkan

perkembangan teknologi yang ditandai dengan terciptanya alat-alat

Page 130: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 120

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

industri yang lebih efisien dan efektif sehingga mampu menghasilkan

output yang lebih banyak dibandingkan dengan tenaga manusia, atau

dengan kata lain sektor tersebut lebih terfokus pada usaha yang

padat modal bukan padat karya.

Namun apakah sektor yang ada sekarang pro terhadap tenaga

kerja yang tersedia? Artinya penyerapan lapangan pekerjaan masih

rendah atau sudah tinggi. Harus dilihat juga siapa penyumbang

pertumbuhan ekonomi terbesar yaitu sektor pertanian, industri atau

service. Jika perekonomian disumbang oleh sektor –sektor modern

yang tidak membutuhkan banyak tenaga kerja, maka kesempatan

kerja tidak akan terbuka lebar. Mau setinggi apapun pertumbuhan

ekonomi maka pengangguran akan tetap tinggi.

Besarnya pengaruh dari pergeseran peran sektor ekonomi

terhadap kesempatan kerja dapat diukur dengan tingkat elastisitas.

Tingkat elastisitas kesempatan kerja dapat dihitung dengan cara

membandingkan antara laju pertumbuhan kesempatan kerja dengan

laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Berdasarkan hasil perhitungan PDRB Provinsi Papua Barat,

pertumbuhan PDRB dari tahun 2008-2009 adalah sebesar 6,26

persen. Sementara pertumbuhan kesempatan kerja pada periode

yang sama adalah sekitar 3,03 persen. Sehingga tingkat elastisitas

kesempatan kerja di Provinsi Papua Barat tahun 2009 adalah 0,48

persen, artinya setiap kenaikan PDRB sebanyak satu persen akan

menciptakan kesempatan kerja sebanyak 0,48 persen artinya setiap

kenaikan PDRB sebanyak 1 persen mampu menyerap sekitar 1.528

pekerja. Jika diasumsikan elastisitas kesempatan kerja tahun depan

Page 131: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 121

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

sama, dengan jumlah pengangguran sebanyak 26.626 jiwa pada

tahun 2009 maka untuk bisa menyerap pengangguran pada tahun

2009 ini dibutuhkan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sekitar 17

persen. Suatu hal mustahil yang tidak mungkin dicapai jika rata-rata

pertumbuhan ekonomi per tahun berkisar 6-7 persen.

Pengangguran akan selalu muncul karena secara alami tidak

mungkin ada suatu bangsa yang fullemployement. Mengapa

demikian? Pertama, penduduk terus bertambah sehingga otomatis

melahirkan para pencari kerja baru yaitu mereka yang telah

menuntaskan pendidikan dan memutuskan tidak melanjutkan

sekolah dengan alasan ingin berpartisipasi aktif dalam kegiatan

ekonomi yaitu mencari kerja.

Kedua, tingkat UMP(Upah Minimum Provinsi) yang

bervariasi yang mempengaruhi keputusan tenaga kerja untuk terlibat

dalam lapangan pekerjaan atau tidak. Tingkat upah yang rendah

akan menjadi alasan kuat bagi tenaga kerja untuk tetap mencari kerja

hingga mendapatkan upah yang sesuai. Ini berlaku terutama bagi

tenaga kerja berpendidikan.

Dengan demikian, kebijakan yang paling nyata bagi

pemerintah adalah bagaimana menciptakan lapangan-lapangan kerja

yang berkualitas yang mampu memberikan upah/penghasilan yang

lebih baik sehingga bisa meningkatkan pendapatan perkapita

penduduk yang secara otomatis akan mampu meningkatkan daya

beli penduduk. Ketika pendapatan perkapita semakin tinggi maka

konsumsi perkapita penduduk juga akan semakin meningkat. Pada

Page 132: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 122

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

akhirnya semakin banyak penduduk yang jauh dari garis kemiskinan

dan semakin sedikit penduduk yang jatuh di jurang kemiskinan.

Tabel 3.36. Elastisitas Kesempatan Kerja Prov. Papua Barat

Tahun 2008-2009

Lapangan Pekerjaan

Laju Pertumbuhan

PDRB (%)

Rata-rata Laju Pertumbuhan

TKK (%)

Elastisitas Kesempatan

Kerja

(1) (2) (3) (4)

Agriculture 3.36 -0.82 -0.24

Manufacture 6.68 10.42 1.56

Services 8.39 7.82 0.93

Papua Barat 6.26 3.03 0.48

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Pada sektor pertanian (agriculture) yang terdiri dari

subsektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan mencatat

nilai elastisitas yang negatif, yaitu sebesar -0,24 persen. Hal tersebut

menunjukkan bahwa sektor pertanian inelastis, karena pertumbuhan

nilai tambah (PDRB) justru akan mengurangi tingkat kesempatan

kerja sebesar 0,24 persen.

Sementara itu, sektor manufacture mencatat sebagai sektor

yang paling tinggi nilai elastisitasnya. Sektor manufacture yang

terdiri dari sektor pertambangan dan penggalian, industri

pengolahan, listrik/gas/air, dan bangunan/konstruksi. Sektor ini

mencatat elastisitas yang positif, yaitu sebesar 1,56 persen. Berarti

untuk setiap kenaikan nilai tambah PDRB sebanyak satu persen dari

Page 133: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 123

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

gabungan empat lapangan pekerjaan utama tadi maka akan

menambah kesempatan kerja sebanyak 1,56 persen.

Disektor services, yang terdiri dari sektor perdagangan

besar/eceran, rumah makan dan hotel; angkutan, pergudangan dan

komunikasi; keuangan, asuransi, usaha persewaan, jasa perusahaan;

dan jasa kemasyarakatan, dimana pertumbuhan PDRB-nya yang

paling tinggi diantara sektor lainnya (10,70 persen), mencatat

adanya inelastisitas kesempatan kerja sebesar 0,93 persen. Jadi

setiap kenaikan satu persen PDRB dari sektor services akan

menciptakan kesempatan kerja sebanyak 0,93 persen.

4.7 Produktivitas Pekerja

Tenaga kerja merupakan modal dasar bagi perkembangan

dan pertumbuhan ekonomi, asalkan tenaga kerja tersebut sebagai

sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

Peningkatan produksi dan produktivitas kerja sangat ditentukan oleh

kemampuan pekerja, baik di tingkat bawah maupun di level

pimpinan yang mampu menjadi penggerak tenaga kerja yang ada

dibawahnya untuk bekerja secara produktif. Beberapa faktor yang

dapat meningkatkan produktivitas seseorang diantaranya melalui

pendidikan, pelatihan, pengalaman, ketrampilan dan lain-lain.

Salah satu cara untuk mengukur produktivitas pekerja adalah

membuat rasio antara PDRB dengan jumlah penduduk yang bekerja.

Produktivitas pekerja dapat digolongkan menurut lapangan

pekerjaan utama atau menurut kabupaten/kota. Atau dapat juga

Page 134: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 124

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

PDRB dibedakan antara PDRB dengan minyak dan gas (migas) dan

PDRB tanpa minyak dan gas (nonmigas). Satuan dari produktivitas

pekerja disini adalah juta rupiah per pekerja per tahun.

Produktivitas secara umum di Provinsi Papua Barat dengan

migas lebih besar dari pada produktivitas pekerja tanpa minyak dan

gas (nonmigas) dengan selisih 13,3 juta rupiah pada tahun 2009. Hal

ini dapat diartikan bahwa nilai output yang dihasilkan pekerja pada

sektor migas lebih tinggi dibandingkan dengan sektor nonmigas.

Tabel 3.37. Produktivitas Pekerja menurut Lapangan Pekerjaan

Utama Tahun 2009

(Juta rupiah per pekerja per tahun)

Lapangan Pekerjaan

PDRB Penduduk

Bekerja Produktivitas

Pekerja (Juta Rupiah)

(1) (2) (3) (4)

Agriculture 3,567,520.90 184,368 19.35

Manufacture 2,638,746.73 38,365 68.78

Services 4,004,614.97 103,026 38.87

Papua Barat 10,210,882.60 325,759 31.34

Sumber: Sakernas 2009, Papua Barat

Provinsi Papua Barat yang sebagian besar tenaga kerja bergerak

disektor pertanian ternyata mencatat produktivitas yang paling

rendah diantara sektor lainnya. Produktivitas pada sektor ini hanya

mencapai 19,35 juta rupiah. Hal ini sebagai bukti pada pembahasan

sebelumnya bahwa sektor partanian yang menjadi penyumbang

Page 135: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 125

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

terbesar tenaga kerja di Papua Barat (56,60 persen), serta sebagai

penyumbang terbesar penduduk yang bekerja disektor informal dan

setengah pengangguran mempunyai produktivitas pekerja yang

paling rendah diantara lapangan pekerjaan utama lainnya.

Pada sektor manufacture, produktivitas pekerjanya tercatat

sebagai yang paling tinggi yaitu sebesar 68,78 juta rupiah, artinya

setiap pekerja menghasilkan produktivitas sebesar 68,78 juta rupiah

dalam setahun. Secara jumlah tenaga kerja, sektor ini mempunyai

tenaga kerja yang paling kecil, namun output PDRB-nya merupakan

yang paling besar diantara sektor lainnya, sehingga produktivitas

yang dihasilkan juga paling tinggi. Sedangkan pada sektor services

dengan jumlah pekerja sekitar 103.026 orang mampu menghasilkan

produktivitas yang lebih tinggi dari pada sektor pertanian, yaitu

sebesar 38,87 juta rupiah per pekerja.

Page 136: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 126

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

BAB IV KESIMPULAN

Struktur Penduduk Provinsi Papua Barat termasuk dalam

kategori penduduk muda. Jumlah penduduk usia kerja

terbanyak berada pada kelompok umur 20-24 tahun.

Beban tanggungan penduduk usia produktif (dependency ratio)

terhadap penduduk yang belum produktif (0-14 tahun) dan

penduduk yang tidak lagi produktif (65+ tahun) adalah sebesar

48,39 persen. artinya setiap 100 orang yang berusia kerja

(dianggap produktif) mempunyai tanggungan sebanyak 48

Page 137: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 127

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

orang yang belum produktif dan atau tidak produktif lagi. Dari

sudut ekonomi kondisi ini sangat menguntungkan karena

setiap 1 orang penduduk tidak produktif ditanggung oleh 2

orang yang produktif. Ditambah lagi ketergantungan penduduk

muda (youth DR) lambat laun menurun yang artinya

pengeluaran tinggi untuk menghidupi penduduk usia muda

semakin berkurang. Konsumsi kelompok ini merupakan yang

paling tinggi.

Angkatan kerja di Provinsi Papua Barat adalah sebanyak

352.385 orang dengan komposisi 229.006 orang berjenis

kelamin laki-laki dan 123.379 orang berjenis kelamin

perempuan. Artinya bahwa angkatan kerja di Papua Barat pada

tahun 2009 sebagian besarnya adalah laki-laki. Perbandingan

angkatan kerja laki-laki terhadap angkatan kerja perempuan

hampir 6:4.

Konsep bekerja yang digunakan oleh BPS menggunakan rujukan

dari ILO dengan memakai pendekatan the one hour criterion

atau konsep bekerja paling sedikit satu jam yang lalu dalam

periode survei. Persentase penduduk yang bekerja didalam

angkatan kerja sebesar 92,44 persen.

Sebagian besar penduduk usia kerja Papua Barat bekerja

disektor pertanian, dengan persentase sebesar 56,60 persen.

Meskipun dominasi sektor pertanian masih begitu kuat, namun

sektor pertanian sebagai sektor primer menunjukkan tren yang

terus menurun dilihat dari segi jumlah tenaga kerja. Di sisi lain,

sektor industri (sektor sekunder) dan sektor jasa-jasa (sektor

Page 138: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 128

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

tersier) terus menanjak naik dengan perkembangan yang cukup

signifikan. Hal ini menggambarkan bahwa sedang terjadi

transisi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Menurut jenis pekerjaan utama, sebagian besar penduduk yang

bekerja mempunyai jenis pekerjaan sebagai tenaga usaha tani,

kebun, ternak, ikan, hutan dan perburuan, yaitu sebesar 55,57

persen. Hal ini berkaitan erat dengan mayoritas penduduk yang

bekerja disektor pertanian.

Secara global, tingkat pendidikan penduduk yang bekerja di

Provinsi Papua Barat masih tergolong rendah, separuh lebih

pekerja berpendidikan SD ke bawah. Jika dilihat dari

pendidikan dasar 9 tahun, tercatat 67,73 persen pekerja

berpendidikan SLTP ke bawah. Pekerja terdidik (SLTA keatas)

hanya 32,27 persen.

Provinsi Papua Barat sebagian besar bekerja diatas jam kerja

normal (35 jam seminggu), tepatnya sebanyak 68,50 persen

memiliki jam kerja diatas 35 jam seminggu. Dapat dikatakan

bahwa produktivitas penduduk yang bekerja di Papua Barat

sudah baik dari segi penggunaan jam kerja. Namun masih

terdapat 29,18 persen yang bekerja di bawah jam kerja normal.

Sebanyak itu merupakan setengah pengangguran Papua Barat

tahun 2009.

Ternyata proporsi sektor informal sangat dominan, sekitar

58,38 persen pekerja bekerja di sektor informal. Sedangkan

sisanya hanya 41,62 persen yang bekerja di sektor formal.

Pekerja disektor informal pada umumnya memiliki tingkat

Page 139: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 129

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

pendidikan yang lebih rendah dari pada tenaga kerja di sektor

formal. Kondisi tingkat pendidikan tenaga kerja disektor

informal Provinsi Papua Barat juga menunjukkan gejala yang

demikian. Sebesar 66,69 persen dari penduduk yang bekerja

disektor informal mempunyai pendidikan rendah atau SD

kebawah

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua Barat

memiliki tren yang cenderung semakin menurun. Di Provinsi

Papua Barat nilai TPT mangalami penurunan dari kondisi

Agustus 2006 ke kondisi Agustus 2009 sebanyak 2,61 poin dari

10,17 persen menjadi 7,56 persen. Penurunan cukup tajam

berlangsung sepanjang 2006 hingga 2008, namun ketika

menuju 2009 penurunannya melambat.

TPT yang tinggi tersebut kontribusi terbesarnya disumbang dari

penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Selain dari kedua

daerah tersebut, Kabupaten Kaimana, Teluk Bintuni dan Raja

Ampat pengangguran perempuan juga memberikan share yang

cukup besar terhadap angka TPT diwilayah tersebut. TPT

perempuan tertinggi adalah TPT perempuan kabupaten Fakfak

senilai 26,52 persen yang menunjukkan bahwa di wilayah ini

hampir sepertiga angkatan kerja perempuan adalah

pengangguran.

Secara agregrat, di Provinsi Papua Barat bila ditinjau menurut

tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, terjadi sebuah

fenomena mengkhawatirkan dimana semakin tinggi tingkat

pendidikan semakin tinggi pula TPTnya. TPT terendah terdapat

Page 140: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 130

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

pada tingkat pendidikan SD ke bawah. Sebaliknya TPT

pendidikan SMA ke atas tercatat sebesar 27,76 persen. Kondisi

ini memberikan gambaran bahwa lapangan pekerjaan paling

banyak menyerap pekerja berpendidikan rendah. Lapangan

pekerjaan masih begitu sulit dikeluti oleh para pencari kerja

berpendidikan SMA ke atas.

Di Provinsi Papua Barat jumlah setengah pengangguran

mencapai 121.256 orang pada kondisi Agustus 2006 atau

sekitar 43,20 persen dari total penduduk yang bekerja,

walaupun angka ini turun secara jumlah menjadi 82.508 orang

di periode Agustus 2007, tetapi pada Agustus 2007 persentase

setengah penganggur terhadap penduduk yang bekerja lebih

rendah dari keadaan Agustus 2006, yaitu sebesar 30,77 persen.

Kondisi ini meningkat lagi pada Agustus 2008 menjadi 33,28

persen dan kemudian menurun kembali pada Agustus 2009

menjadi 29,18 persen.

TPAK di Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan sejak

Agustus 2007 hingga Agustus 2009. TPAK bertambah dari

66,52 persen menjadi 68,52 persen. Ini menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan partisipasi tenagakerja dalam pasar kerja.

Keterlibatan tenaga kerja secara aktif dalam perekonomian

semakin membesar.

Tingkat kesempatan kerja di Provinsi Papua Barat adalah

sebesar 92,44 persen (tanda garis kuning). Sementara 7,56

persen sisanya merupakan angka tingkat pengangguran terbuka

(TPT).

Page 141: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 131

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

Laju pertumbuhan kesempatan kerja di Papua Barat mengalami

peningkatan sangat signifikan pada periode Agustus (2007-

2008) dibandingkan (2006-2007), yaitu dari pertumbuhan

sebesar -4,48 persen menjadi 17,93 persen. Tanda negatif pada

pertumbuhan TKK periode 2006-2007 berarti pada Agustus

2007 nilainya lebih kecil dibandingkan Agustus 2006.

Sebaliknya pada periode Agustus nilainya jauh lebih besar

Agustus 2008 dibandingkan dengan Agustus 2007 yaitu

meningkat 17,93 persen. Pada periode 2007-2008 terjadi

penyerapan besar-besaran tenaga kerja pada lapangan kerja.

Namun ketika memasuki periode Agustus (2008-2009) terjadi

penurunan laju pertumbuhan kesempatan kerja, meskipun

penyerapan 2009 lebih besar dibandingkan 2008.

Berdasarkan hasil perhitungan PDRB Provinsi Papua Barat,

pertumbuhan PDRB dari tahun 2008-2009 adalah sebesar 6,26

persen. Sementara pertumbuhan kesempatan kerja pada

periode yang sama adalah sekitar 3,03 persen. Sehingga tingkat

elastisitas kesempatan kerja di Provinsi Papua Barat tahun 2009

adalah 0,48 persen, artinya setiap kenaikan output (PDRB)

sebanyak satu persen akan menciptakan kesempatan kerja

sebanyak 0,48 persen artinya setiap kenaikan PDRB sebanyak 1

persen mampu menyerap sekitar 1.528 pekerja. Jika

diasumsikan elastisitas kesempatan kerja tahun depan sama,

dengan jumlah pengangguran sebanyak 26.626 jiwa pada tahun

2009 maka untuk bisa menyerap pengangguran pada tahun

2009 ini dibutuhkan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sekitar

Page 142: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 132

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

17 persen. Suatu hal mustahil yang tidak mungkin dicapai jika

rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun berkisar 6-7 persen.

Produktivitas secara umum di Provinsi Papua Barat dengan

migas lebih besar dari pada produktivitas pekerja tanpa minyak

dan gas (nonmigas) dengan selisih 13,3 juta rupiah pada tahun

2009. Hal ini dapat diartikan bahwa nilai output yang dihasilkan

pekerja pada sektor migas lebih tinggi dibandingkan dengan

sektor nonmigas

Provinsi Papua Barat yang sebagian besar tenaga kerja

bergerak disektor pertanian ternyata mencatat produktivitas

yang paling rendah diantara sektor lainnya. Produktivitas pada

sektor ini hanya mencapai 19,35 juta rupiah. Hal ini sebagai

bukti pada pembahasan sebelumnya bahwa sektor partanian

yang menjadi penyumbang terbesar tenaga kerja di Papua Barat

(56,60 persen), serta sebagai penyumbang terbesar penduduk

yang bekerja disektor informal dan setengah pengangguran

mempunyai produktivitas pekerja yang paling rendah diantara

lapangan pekerjaan utama lainnya.

Pada sektor manufacture, produktivitas pekerjanya tercatat

sebagai yang paling tinggi yaitu sebesar 68,78 juta rupiah,

artinya setiap pekerja menghasilkan produktivitas sebesar

68,78 juta rupiah dalam setahun. Secara jumlah tenaga kerja,

sektor ini mempunyai tenaga kerja yang paling kecil, namun

output PDRB-nya merupakan yang paling besar diantara sektor

lainnya, sehingga produktivitas yang dihasilkan juga paling

tinggi. Sedangkan pada sektor services dengan jumlah pekerja

Page 143: Profil Tenaga Kerja Prov. Papua Barat 2009.pdf

P a g e | 133

Profil Ketenagakerjaan Papua Barat 2009 | BPS Prov Papua Barat

sekitar 103.026 orang mampu menghasilkan produktivitas yang

lebih tinggi dari pada sektor pertanian, yaitu sebesar 38,87 juta

rupiah per pekerja.