37
BAB II FAKTOR FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KREDIT MACET DI PERBANKAN A. Kredit Perbankan di Indonesia Dalam memberikan kredit, bank selalu memakai prinsip 5 C, yaitu The Five Principles of Credit Analysis (Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral), yang menghendaki penelitian yang seksama mengenai watak dan kemampuan berusaha debitur, modal apa yang sudah di milikinya, jaminan apa yang dapat diberikan dan keadaan perekonomian Negara pada umumnya yang sekiranya dapat mendukung usaha debitur. Untuk mengurangi risiko kemungkinan terjadinya kredit macet, selain melakukan analisa yang akurat berdasarkan asas 5 C di atas, bank juga akan melakukan monitoring usaha debitur secara berkesinambungan. 29 Pemberian krediat adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Kedua jenis bank tersebut merupakan badan usaha penyalur dana kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit disamping lembaga keuangan lainnya. Landasan hukum yang pokok untuk kegiatan kredit perbankan di Indonesia pada saat ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan selanjutnya disebut UU Perbankan . Undang-undang tersebut mengatur tentang kelembagaan dan 29 Penelitian Tentang Perlindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, (Jakarta : FH UI, 2007) hal. 14 Universitas Sumatera Utara

Proposal Bplan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Proposal Bplan

Citation preview

  • BAB II FAKTOR FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA

    KREDIT MACET DI PERBANKAN

    A. Kredit Perbankan di Indonesia

    Dalam memberikan kredit, bank selalu memakai prinsip 5 C, yaitu The Five

    Principles of Credit Analysis (Character, Capacity, Capital, Condition dan

    Collateral), yang menghendaki penelitian yang seksama mengenai watak dan

    kemampuan berusaha debitur, modal apa yang sudah di milikinya, jaminan apa yang

    dapat diberikan dan keadaan perekonomian Negara pada umumnya yang sekiranya

    dapat mendukung usaha debitur. Untuk mengurangi risiko kemungkinan terjadinya

    kredit macet, selain melakukan analisa yang akurat berdasarkan asas 5 C di atas, bank

    juga akan melakukan monitoring usaha debitur secara berkesinambungan.29

    Pemberian krediat adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi Bank

    Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Kedua jenis bank tersebut merupakan badan

    usaha penyalur dana kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit disamping

    lembaga keuangan lainnya.

    Landasan hukum yang pokok untuk kegiatan kredit perbankan di Indonesia

    pada saat ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan

    Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan selanjutnya disebut

    UU Perbankan . Undang-undang tersebut mengatur tentang kelembagaan dan

    29 Penelitian Tentang Perlindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, (Jakarta : FH UI, 2007) hal. 14

    Universitas Sumatera Utara

  • operasional bank komersial di Indonesia, yaitu bank yang berfungsi melayani

    kebutuhan jasa perbankan masyarakat.

    Dalam UU Perbankan Indonesia terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan

    pemberian kredit, di antaranya adalah sebagai berikut.

    a. Kredit Berkaitan dengan Penyaluran Dana ke Masyarakat

    Pasal 1 angka 2 UU Perbankan menetapkan pengertian bank sebagai berikut.

    Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

    simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau

    bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

    Penyaluran kredit memungkinkan masyarakat untuk melakukan investasi,

    distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan

    investasi, distribusi, dan konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang.

    Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah

    kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. Melalui fungsi ini bank

    berperan sebagai Agent of Development

    b. Pengertian Kredit

    Istilah kredit berasal dari bahasa latin credere yang berarti kepercayaan. Dapat

    dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur atau pihak yang memberikan kredit

    (bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit)

    Universitas Sumatera Utara

  • mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat

    yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan30

    Pengertian formal mengenai kredit perbankan di Indonesia terdapat dalam

    ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan . Undang-undang tersebut

    menetapkan: kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

    dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

    meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

    untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

    bunga.

    Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang

    sebagaimana tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan

    sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :31

    1) Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

    penyediaan uang

    2) Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

    pihak lain

    3) Adanya kewajiban melunasi utang

    4) Adanya jangka waktu tertentu

    5) Adanya pemberian bunga kredit

    30 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003). Hal. 236.

    31 M. Bahsan, Hukum jaminan dan jaminan kredit perbankan Indonesia , (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007) hal 77

    Universitas Sumatera Utara

  • Kelima unsur yang terdapat dalam pengertian kredit sebagaimana yang

    disebutkan di atas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk dapat

    disebut sebagai kredit di bidang perbankan. Walaupun istilah kredit banyak

    pula digunakan untuk kegiatan perutangan lainnya di masyarakat, hendaknya

    untuk istilah kredit dalam kegiatan perbankan selalu dikaitkan dengan

    pengertian yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan .32

    c. Pemberian Kredit adalah Usaha yang Sah bagi Bank

    Pasal 6 huruf b dan Pasal 13 huruf b UU Perbankan masing-masing

    menetapkan kredit sebagai usaha bagi Bank Umum dan Bank Perkreditan

    Rakyat. Dengan dicantumkan pemberian kredit sebagai usaha bank dalam

    ketentuan undang-undang, maka kegiatan pemberian pinjaman uang ke

    masyarakat yang dilakukan bank telah mempunyai dasar hukum yang kuat.

    Bank dengan demikian tidak dapat digolongkan sebagai rentenir atau lintah

    darat yang sering tidak disukai oleh masyarakat. Pemberian kredit adalah usaha

    yang sah bagi bank sebagai badan usaha dan sesuai dengan salah satu fungsi

    utamanya sebagai penyalur dana masyarakat.

    Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penyaluran kredit mendorong

    pertumbuhan ekonomi suatu negara. Goldsmith (1969), Mc Kinon (1973), dan

    Shaw (1973) menyatakan bahwa dana berlebih (surplus fund) yang disalurkan

    secara efisien bagi unit yang mengalami defisit akan meningkatkan kegiatan

    produksi. Selanjutnya kegiatan tersebut akan meningkatkan pertumbuhan

    32 Ibid hal 77

    Universitas Sumatera Utara

  • ekonomi. Pada level mikro Gertler dan Gilchrist (1994) membuktikan bahwa

    adanya kendala dalam penyaluran kredit dapat berdampak pada kehancuran

    usaha - usaha kecil.33

    d. Pelaksanaan Pemberian Kredit

    Menurut Pasal 8 UU Perbankan Indonesia 1992/1998, dalam melaksanakan

    kegiatan usahanya yang berupa pemberian kredit, bank antara lain:

    1) Wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas

    itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya

    sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat (1));

    2) Memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan

    yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 8 ayat (2));

    Sehubungan dengan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang

    pelaksanaan pemberian kredit tersebut di atas, maka Bank Umum dan Bank

    Perkreditan Rakyat wajib melakukan analisis kredit yang mendalam atas

    permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, dan memiliki serta

    menerapkan pedoman perkreditan dalam melaksanakan perkreditannya

    Berikut penjelasan mengenai kedua hal tersebut :.

    a) Analisis kredit

    33 Billy Arma Pratama, St, Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Pada Bank Umum Di Indonesia Periode Tahun 2005 - 2009), (Semarang, Universitas Diponegoro, 2010) hal 1

    Universitas Sumatera Utara

  • Mengenai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan

    kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan

    ang diperjanjikan, maka hal itu dijelaskan lebih lanjut oleh penjelasan Pasal 8

    ayat (1).

    Berdasarkan analisis kredit yang dilakukannya, bank akan memberikan

    keputusan menolak atau menyutujui permohonan calon debitur. Oleh karena itu,

    setiap analisis kredit harus memuat penilaian yang lengkap dan sempurna

    sehingga dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan peraturan intern dan

    peraturan perundang-undangan lainnya. Permohonan kredit dinyatakan lengkap

    dan sempurna bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan

    permohonan menurut jenis kreditnya. Misalnya dalam hal agunan maka agunan

    harus lengkap kelengkapan dan integritas dari agunan.

    b) Pedoman perkreditan

    Kewajiban memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sebagaimana

    yang ditetapkan oleh ketentuan pasal 8 ayat (2) lebih lanjut diatur dengan SK

    Direksi BI No. 27/162/KE/DIR. tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan

    Kebijaksanaan Perkreditan Bagi Bank Umum; SK Direksi BI tersebut

    menetapkan kewajiban semua Bank Umum untuk memiliki dan menerapkan

    Kebijaksanaan Perkreditan Bank (KBP) dalam pelaksanaan kegiatan

    perkreditannya dan juga melampirkan Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan

    Perkreditan Bank (PPKPB).

    Universitas Sumatera Utara

  • KPB yang kemudian disertai dengan Petunjuk Palaksanaan Kredit (PPK)

    merupakan peraturan intern masing-masing Bank yang harus dipatuhi

    dalam pelaksanaan pemberian kreditnya.

    e. Batas Maksimum Pemberian Kredit

    Pasal 11 UU Perbankan Indonesia 1992/1998 menetapkan ketentuan

    Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang berlaku antara lain

    untuk pemberian kredit oleh bank kepada peminjam atau sekelompok

    peminjam atau pihak yang terkait dengan bank. BMPK yang ditetapkan

    bagi peminjam atau sekelompok peminjam yang tidak terkait dengan bank

    adalah tidak melebihi 30% dari modal bank34 yang sesuai dengan

    ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan bagi pihak yang

    terkait35 dengan bank tidak melebihi 10% dari modal bank. Ketentuan

    lebih lanjut mengenai BMPK tersebut diatur oleh PBI No

    7/3/PBI/2005 Tentang. Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum

    Selanjutnya, dari penjelasan Pasal 11 yang menjelaskan tentang B

  • 1) Pemberian kredit mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam

    pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank.

    Risiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan

    dana masyarakat yang disimpan di bank.

    2) Oleh karena itu, untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya

    tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur

    penyaluran kredit sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada

    debitur atau kelompok debitur tertentu.

    Terhadap pelanggaran ketentuan BMPK di kenakan sanksi oleh Bank

    Indonesia sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PBI No

    7/3/PBI/2005 dan perubahannya dengan PBI No. 8/13/PBI/2006. Bank

    yang melakukan Pelanggaran BMPK dan atau Pelampauan BMPK

    dikenakan sanksi penilaian tingkat kesehatan Bank sebagaimana diatur

    dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.36

    f. Pemberian Kredit Terkait dengan Ketentuan Pembinaan dan

    Pengawasan Bank

    Pasal 29 ayat (3) UU Perbankan menetapkan bahwa dalam

    pemberian kredit, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak

    merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan

    dananya kepada bank

    36 Bank Indonesia, Direktorat Penelitian dann Pengaturan Perbankan ,Pedoman Standar Pengendalian Intern Bagi Bank Umum, September 2003

    Universitas Sumatera Utara

  • Dari penjelasan Pasal 29 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat

    diketahui hal sebagai berkut.

    1) Bank wajib memiliki dan menerapkan system pengawasan intern

    dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan

    keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip

    kehati-hatian.

    2) Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat

    yang dismpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank oerlu

    terus menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya.

    Dengan memperhatikan ketentuan pasal 29 ayat (1), ayat (2),

    dan ayat (3) UU Perbankan Indonesia 1992/1998 dan penjelasannya

    tersebut, pemberian kredit harus mendapat pengawasan berdasarkan

    system pengawasan intern yang berlaku pada masing-masing bank

    agar dapat menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan

    masyarakat kepadanya. Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang efektif

    merupakan komponen penting dalam manajemen Bank dan menjadi

    dasar bagi kegiatan operasional Bank yang sehat dan aman. Sistem

    Pengendalian Intern yang efektif dapat membantu pengurus Bank

    menjaga aset Bank, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan

    manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan Bank

    terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

    Universitas Sumatera Utara

  • serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan dan

    pelanggaran aspek kehati-hatian.

    Demikian beberapa hal yang diatur oleh ketentuan UU perbankan

    Indonesia 1992/1998 yang berkaitan dengan kredit perbankan. Hal lain

    mengenai pengaturan pemberian kredit adalah yang berkaitan dengan

    ketentuan sanksi pidana dan administratif yang tercantum dalam

    undang-undang tersebut37

    g. Unsur-unsur kredit, terdiri dari:

    1) Kepercayaan: Kredit diberikan atas dasar kepercayaan

    2) Waktu: Kredit selalu ada jangka waktunya

    3) Risiko: Setiap kredit selalu mengandung unsur risiko

    4) Prestasi: Kredit mengandung prestasi berupa pembayaran bunga

    Walaupun pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, tetapi

    penilaian atas kepercayaan tadi harus memenuhi kriteria Five Cs

    (Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral), serta

    didokumentasikan, sehingga siapapun yang membaca dasar penilaian

    pemberian kredit mempunyai persepsi yang sama. Hal ini dikarenakan

    penelitian yang seksama mengenai watak dan kemampuan berusaha

    debitur, modal apa yang sudah di milikinya, jaminan apa yang dapat

    diberikan dan keadaan perekonomian Negara pada umumnya yang

    37M. Bahsan S.H., S.E., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,(Jakarta : 2002) hal. 74-8

    Universitas Sumatera Utara

  • sekiranya dapat mendukung usaha debitur. Untuk mengurangi resiko

    kemungkinan terjadinya kredit macet, selain melakukan analisa yang

    akurat berdasarkan asas 5 C tersebut di atas, bank juga akan

    melakukan monitoring usaha debitur secara berkesinambungan.38

    h. Tujuan Pemberian Kredit

    1) Bagi bank: a) Profitability, artinya ada keuntungan yang diperoleh

    secara wajar b) Safety, artinya harus aman dengan risiko yang telah

    dimitigasi sebelumnya.

    2) Bagi nasabah: memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat

    luas, dan meningkatkan produktivitas usaha.

    3) Bagi masyarakat umum: dapat menunjang pertumbuhan ekonomi

    nasional, dan meningkatkan kesempatan kerja.

    i. Prosedur Kredit

    1) Merencanakan Pasar Sasaran. Bank harus mempunyai perencanaan,

    pasar mana yang akan dituju dalam memasarkan kreditnya,

    misalkan fokus pada sektor ritel

    2) Menentukan kriteria risiko yang dapat diterima. Bank hanya

    memasarkan kredit apabila kriteria risikonya jelas dan dapat

    dimitigasi, misalkan dengan: menetapkan limit exposure, jenis

    38 Penelitian Tentang Perlindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, h. 14

    Universitas Sumatera Utara

  • usaha (dibuat ratingnya, dan rating apa saja yang layak dibiayai),

    lokasi dsb nya.39

    3) Menentukan kriteria nasabah kredit yang diberikan, berdasar pada

    kriteria nasabah yang jelas. Nasabah digolongkan berdasarkan

    kemampuan dan golongan kredit yang di mohonkan.

    j. Putusan Kredit

    Setiap pemberian kredit harus melalui mekanisme proses dan prosedur

    baku, antara lain:

    1) Ada permohonan kredit secara tertulis

    2) Dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan

    3) Disertai dengan proposal kredit

    4) Dibuat rekomendasi dan putusan kredit

    5) Dibuat pemberitahuan putusan kredit secara tertulis

    6) Melakukan perjanjian kredit secara hukum

    7) Proses pencairan kredit

    8) Melakukan pengawasan dan evaluasi

    Pada dasarnya tujuan pemberian kredit haruslah didasarkan

    pada kelayakan usaha, agar usaha yang dibiayai dapat berkembang,

    39 Limit exposure dibutuhkan pada semua area kegiatan bank yang mengandung risiko penyaluran dana. Limit ini membantu untuk meyakini bahwa kegiatan penyaluran dana yang dilakukan bank cukup terdiversifikasi.. Limit dari suatu transaksi akan efektif dalam mengelola profil risiko kredt, karenanya limit secara umum harus diikat dan tidak dikendalikan oleh permintaan nasabah.

    Universitas Sumatera Utara

  • menyerap tenaga kerja, dan pada akhirnya dapat menyumbang

    peningkatan ekonomi masyarakat disekitarnya.40

    B. Jenis-Jenis Kredit

    Perkembangan kredit saat ini memang sudah jauh dari bentuk awalnya,

    terutama karena berbagai kebutuhan manusia yang semakin beragam. Salah satu bukti

    perkembangan kredit tersebut dapat dilihat melalui jenis-jenis kredit yang dikenal

    saat ini. Begitu banyaknya jenis kredit memperlihatkan begitu eratnya eksistensi

    kredit dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Sebenarnya perkembangan

    berbagai jenis kredit tersebut, tidak dapat dipisahkan dari kebijakan perkreditan yang

    ditetapkan sesuai dengan tujuan pembangunan. 41

    Jenis kredit pada mulanya berupa kredit perorangan, karena didasarkan

    kepercayaan murni atau saling mengenal. Dengan berkembangnya keadaan ekonomi

    yang mengembangkan pula unsur-unsur yang menjadi landasan kredit, maka

    kemudian timbul berbagai jenis kredit sampai seperti sekarang ini.

    Untuk lebih mudah memahaminya, jenis-jenis kredit digolongkan berdasarkan

    kriteria yang digunakan, yaitu 42

    a. Penggolongan berdasarkan jangka waktu :

    :

    1. Kredit jangka pendek (short term loan)

    40http://edratna.wordpress.com/kebijakan-perkreditan-merupakan-dasar-pemberian-pinjaman-yang-sehat, diakses /2011/08/04

    41 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 233.

    42 Munir Fuady (A), Hukum Perkreditan Kontemporer, cet. ke 1 (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 15-21.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Kredit jangka menengah (medium term loan)

    3. Kredit jangka panjang (long term loan).

    Jangka waktu untuk masing-masing kredit berbeda-beda, tergantung dari

    ketentuan banknya. Misalnya untuk kredit jangka pendek, ada bank yang

    membedakan jangka waktu tidak lebih dari 1 tahun, ada juga bank yang

    memberlakukan jangka waktu untuk 2 tahun.

    b. Penggolongan berdasarkan dokumentasi :

    1. Kredit dengan perjanjian tertulis

    2. Kredit tanpa surat perjanjian, yang dibagi menjadi :

    i. Kredit lisan, yang saat ini sudah sangat jarang.

    ii. Kredit dengan instrumen surat berharga

    iii. Kredit Cerukan, yang timbul karena :

    - Penarikan atau pembebanan giro yang melampaui saldonya.

    - Penarikan atau pembebanan R/C yang melampaui plafondnya.

    c. Penggolongan berdasarkan Kolektibilitas : 43

    1. Kredit lancar

    2. Kredit dalam perhatian khusus

    3. Kredit kurang lancar

    4. Kredit diragukan

    5. Kredit macet

    43 Bank Indonesia (A), Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Kualitas Aktiva Produktif, SK No. 30/267/KEP/DIR/1998, psl. 4.

    Universitas Sumatera Utara

  • d. Penggolongan berdasarkan bidang ekonomi :

    1. Kredit sektor pertanian, perburuhan, dan sarana pertanian

    2. Kredit sektor pertambangan

    3. Kredit sektor perindustrian

    4. Kredit sektor listrik, gas, dan air

    5. Kredit sektor konstruksi

    6. Kredit sektor perdagangan, restoran, dan hotel.

    7. Kredit pengangkutan, perdagangan, dan komunikasi

    8. Kredit sektor jasa

    9. Kredit sektor lain-lain

    e. Penggolongan berdasarkan tujuan penggunaannya :

    1. Kredit konsumtif, yang diberikan untuk keperluan konsumsi sehari-hari

    2. Kredit produktif, yang terdiri dari :

    a. Kredit investasi, untuk membeli barang modal atau barang yang tahan

    lama.

    ii. Kredit modal kerja atau kredit eksploitasi, untuk membeli modal

    lancar yang habis dalam pemakaiannya.

    iii. Kredit Likuiditas, untuk membantu perusahaan yang sedang kesulitan

    likuiditas.

    f. Penggolongan berdasarkan obyek yang ditransfer.

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Kredit uang, yang pemberian dan pengembaliannya dilakukan dalam

    bentuk uang.

    2. Kredit bukan uang, yang pemberiannya dalam bentuk barang dan jasa,

    namun pengembaliannya dalam bentuk uang.

    g. Penggolongan berdasarkan waktu pencariannya.

    1. Kredit tunai, yang pencariannya secara tunai atau dengan pemindahbukuan

    ke rekening debitur.

    2. Kredit tidak tunai, yang pencariannya tidak dilakukan saat pinjaman

    dibuat, seperti :

    i. Garansi Bank atau Standard by L/C, yang baru akan dibayar bila

    terjadi pembuatan tertentu.

    ii. Letter of Credit, yang merupakan jaminan pembayaran dalam kegiatan

    ekspor impor.

    h. Penggolongan berdasarkan cara penarikannya :

    1. Kredit sekali jadi (aflopend), yang pencariannya sekaligus, seperti tunai

    atau pemindahbukuan.

    2. Kredit rekening koran, yang waktu penarikannya tidak teratur dan dapat

    dilakukan berulang kali selama plafond kredit masih tersedia, misalnya

    bilyet giro atau cek.

    3. Kredit berulang-ulang (revolving loan), yang diberikan sesuai kebutuhan

    selama dalam batas maksimum dan masih dalam jangka waktu yang

    diperjanjikan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Kredit bertahap, yang pencariannya dalam beberapa termin/bertahap.

    5. Kredit tiap transaksi (self-liquidating credit), yang penarikannya sekaligus

    untuk satu transaksi tertentu dan pengembaliannya diambil dari hasil

    transaksi yang bersangkutan.

    i. Penggolongan berdasarkan pihak krediturnya.

    1. Kredit terorganisasi, yang diberikan badan-badan secara legal, seperti

    bank atau koperasi.

    2. Kredit tidak terorganisasi, yang diberikan orang, kelompok orang, atau

    badan yang tidak resmi, seperti :

    i. Kredit rentenir

    ii. Kredit penjual, dengan menyerahkan barang dulu.

    iii. Kredit pembeli, dengan menyerahkan uangnya dulu.

    j. Penggolongan berdasarkan nagara asal kreditur :

    1. Kredit domestik (onshore credit)

    2. Kredit luar negeri (offshore credit)

    k. Penggolongan berdasarkan jumlah kreditur :

    1. Kredit dengan kreditur tunggal (single loan)

    2. Kredit sindikasi (syndicated loan), yang mempunyai lebih dari satu

    kreditur dengan satu kreditur sebagai lead creditor/lead bank.

    Selain kriteria yang digunakan di atas, masih banyak lagi kriteria yang dapat

    digunakan untuk menggolongkan berbagai jenis kredit. Penjabaran semua kriteria itu

    Universitas Sumatera Utara

  • pada dasarnya hendak memperlihatkan perkembangan kredit yang telah mengisi

    berbagai segi kegiatan manusia.

    C. Perjanjian Kredit

    Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.

    Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimat-

    kalimat yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat

    dalam tulisan oleh para pihak yang membuat perjanjian. Dengan demikian hubungan

    antara perikatan dan perjanjian bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian

    adalah sumber terpenting yang melahirkan perikatan karena perikatan paling banyak

    diterbitkan oleh suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak

    sedangkan perjanjian adalah suatu hak yang konkrit atas suatu peristiwa.44

    Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya

    perjanjian . Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat

    menjadi KUH Perdata) menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian

    diperlukan empat syarat, yaitu ;

    45

    a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

    b. cakap untuk membuat suatu perjanian

    c. mengenai hal atau obyek tertentu

    d. suatu sebab (causa) yang halal

    44 S.B. Marsh dan J. Soulby Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Alumni, 2006), hal. 93 45 Pasal 1320 KUHPerdata

    Universitas Sumatera Utara

  • Syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif karena menyangkut orang

    orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak ini sebagai

    subyek yang membuat perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat

    obyektif karena menyangkut mengenai obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang

    atau subyek yang membuat perjanjian.46 Perjanjian kredit tidak diatur secara khusus

    dalam KUH Perdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUH Perdata,

    meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi

    dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran

    umum yang terdapat dalam hukum perdata. Perjanjian kredit menurut Hukum

    Perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam-meminjam

    (verbruiklening) yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata. Dalam pemberian

    kredit sebenarnya terjadi beberapa hubungan hukum, yaitu tidak saja berdasarkan

    perjanjian pinjam-meminjam akan tetapi terjadi juga hubungan hukum berdasarkan

    perjanjian pemberian kuasa, perjanjian pertanggungan (asuransi), dan lain-lain.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit, khususnya perjanjian kredit

    perbankan di dalam pelaksanaannya tidaklah sama (identik) sebagaimana diatur

    dalam perjanjian pinjam-meminjam (verbruiklening) dalam KUHPerdata47

    46 S.B. Marsh dan J. Soulby Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Alumni, 2006), hal. 93

    , namun

    bersumber dari sana untuk pengaturan umumnya.

    47 Muhamad Djumhana, Op.Cit hal. 385-386.

    Universitas Sumatera Utara

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah

    diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-

    undang perbankan tidak mengenal istilah perjanjian kredit.

    Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi Presidium Kabinet nomor

    15/EK/10 tangaal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I

    Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada

    masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, Bank-

    bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit. 48

    Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa perjanjian kredit bank adalah

    perjanjian pendahuluan (vooroverenkomst) dari penyerahan uang.

    49

    Menurut hukum perjanjian, kredit harus tertulis dan memenuhi syarat-syarat

    pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian, perjanjian secara lisan sulit

    untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah

    sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya.

    Perjanjian

    pendahuluan merupakan hasil dari permufakatan antara pemberi dan penerima

    pinjaman mengenai hubungan antara keduanya (kreditor dan debitor). Penyerahan

    uangnya adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uangnya dilakukan, barulah

    ketentuan yang tertuang dalam model perjanjian kredit bank tersebut berlaku untuk

    kedua belah pihak.

    48 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Jakarta : Alfabeta, 2003), hal.97 49 Mariam Darul Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,

    1991), hal. 28

    Universitas Sumatera Utara

  • Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, pengertian

    kredit adalah sebagai berikut :

    Kredit penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

    berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

    dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi

    utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga.

    Dari pengertian tersebut terlihat kontra prestasi yang akan diterima berupa

    bunga. Berkaitan dengan perjanjian pinjam-meminjam ini, tentunya para pihak telah

    mempunyai kesepakatan terlebih dahulu. Berbicara mengenai kesepakatan, Sutan

    Remy berpendapat bahwa kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam

    di dalam definisi pengertian kredit berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang

    Nomor 10 Tahun 1998 dapat mempunyai beberapa maksud sebagai berikut :50

    1. Pembentuk Undang-Undang bermaksud untuk menegaskan bahwa hubungan

    kredit adalah hubungan kontraktual antara bank dan nasabah debitur yang

    berbentuk pinjam-meminjam, sehingga dalam hal ini hubungan kredit bank

    berlaku Buku Ketiga (tentang Perikatan) pada umumnya dan Bab Ketigabelas

    (tentang pinjam-meminjam) KUHPerdata khususnya.

    2. Adanya keharusan dari pembentuk Undang-Undang bahwa hubungan kredit

    bank dibuat berdasarkan perjanjian tertulis. Karena apabila kita melihat dari

    bunyi ketentuan saja, maka akan sulit untuk menafsirkan bahwa ketentuan

    Universitas Sumatera Utara

  • tersebut memang menghendaki agar pemberian kredit bank harus diberikan

    berdasarkan perjanjian tertulis.

    Berdasarkan ketentuan Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober

    1966 jo. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/539/UPK/Pemb. Tanggal

    8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/649

    UPK/Pemb. Tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No.

    10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, menentukan bahwa dalam pemberian

    kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan / membuat akad

    perjanjian kredit.

    Dalam memberikan kredit bank harus menggunakan akad perjanjian sehingga

    memiliki kekuatan pembuktian, maka bank biasanya menggunakan

    kontrak/perjanjian kredit yang bentuknya sudah baku sehingga tidak perlu untuk

    selalu membuat perjanjian kredit setiap saat, karena apabila bank akan memberikan

    kredit kepada nasabah debiturnya perjanjiannya telah siap sehingga hanya diperlukan

    tanda tangan nasabah debitur.

    Pengertian nasabah sendiri menurut Pasal 1 angka 16 Undang-Undang

    Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa Nasabah adalah

    pihak yang menggunakan jasa bank51

    Dalam praktek Bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu :

    1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan

    51 Indonesia (B), Undang-Undang tentang Perbankan Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, UU No. 7 Tahun 1992, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, ps. 1.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri

    oleh bank kemudian ditawarkan kepada debit untuk disepakati. Untuk mempermudah

    dan mempercepat kerja bank, biasanya bank suda menyiapkan formulir perjanjian

    dalam bentuk standard (standard form) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya

    disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri

    oleh Bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan.

    Dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit

    yang isinya sudah disiapkan Bank kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon

    debitor untuk diketahui dan dipahami mengenai syarat-sayarat dan ketentuan

    pemberian kredit tersebut.

    2. perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan akta

    otentik atau akta notariil. Perjanjian ini di siapkan dan dibuat oleh seorang notaris,

    namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan Bank

    kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang

    notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para

    pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat

    dalam bentuk akta notariil atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam

    jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit

    investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberkan lebih dari satu

    kreditor atau lebih dari satu bank). 52

    52 Mariam Darul Badrulzaman, Op. Cit hal 100

    Universitas Sumatera Utara

  • Berbagai pengertian kredit tersebut dapat memungkinkan diperolehnya

    gambaran mengenai apa itu kredit, dan dari pengertian-pengertian kredit itulah dapat

    disimpulkan adanya beberapa unsur yang terdapat dalam kredit, yaitu53

    b. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur yang

    disebut perjanjian kredit.

    :

    c. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan

    pinjaman, seperti bank, dan pihak debitur, yang merupakan pihak yang

    membutuhkan uang pinjaman atau barang atau jasa.

    d. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu

    membayar atau mencicil kreditnya.

    e. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak-pihak debitur.

    f. Adanya pemberian sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak kreditur

    kepada pihak debitur.

    g. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak

    debitur, disertai dengan pemberian imbalan atau bunga atau pembagian

    keuntungan.

    h. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan

    pengembalian kredit oleh debitur.

    i. Adanya risiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi.

    Semakin panjang waktunya, semakin besar risiko tidak terlaksananya

    pembayaran kembali suatu kredit.

    53 Munir Fuady (A), Op. Cit hal. 7.

    Universitas Sumatera Utara

  • Unsur-unsur tersebut merupakan ciri-ciri yang ada pada kredit yang secara garis besar

    dapat digolongkan kembali menjadi empat pokok unsur kredit, yaitu 54

    a. Kepercayaan, yaitu keyakinan pemberi kredit bahwa prestasi yang

    diberikannya akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu

    tertentu di masa yang akan datang.

    :

    b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan saat pemberian prestasi

    dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.

    c. Degree of rist, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat adanya

    jangka waktu yang memisahkan pemberian prestasi dengan kontraprestasi.

    Semakin lama jangka waktunya, semakin tinggi tingkat risikonya, karena

    unsur ketidaktentuan kemampuan hari depan yang tidak dapat diperhitungkan.

    Dengan adanya risiko ini maka timbul jaminan dalam pemberian kredit.

    d. Prestasi, atau obyek kredit yang dapat berupa uang, barang, atau jasa.

    Namun kehidupan ekonomi modern sekarang lebih banyak menyangkut uang.

    D. Faktor Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet

    1. Pengertian Kredit Macet

    Istilah penggolongan kredit bermasalah merupakan istilah yang dipakai untuk

    menunjukkan penggolongan kolekbilitas kredit yang menggambarkan kualitas dari

    kredit itu sendiri. 55

    54 Thomas Suyatno et. Al, Dasar-dsar Perkreditan, Cetakan Ketiga, Jakarta : Gramedia, 1990), hal. 12-13

    Pengertian kredit bermasalah itu sendiri adalah :

    55 Muhamad Djumhana, ibid hal. 427

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Kredit yang berpotensi mengalami kesulitan pembayaran

    b. Kredit yang mengalami kesulitan dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya

    kepada bank baik dalam bentuk pembayaran kembali pokok, bunga, denda,

    maupun ongkos-ongkos bank yang menjadi beban debitur yang bersangkutan

    sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian.

    c. Kredit yang dikategorikan dalam ketentuan Bank Indonesia dengan kolektibilitas

    Lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancer, diragukan dan macet. 56

    Penggolongan kolektibilitas kredit menurut pasal 12 ayat 3 Peraturan Bank

    Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (PBI No.

    7/2/PBI/2005) jo. Pasal 4 Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.

    30/267/KEP/DIR (SKBI No. 30/267/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif,

    yaitu sebagai berikut :

    57

    a. Lancar (pass), yaitu apabila memenuhi kriteria :

    1. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat

    2. Memiliki mutasi rekening yang aktif.

    3. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral)

    b. Dalam perhatian khusus (special mention), yaitu apabila memenuhi kriteria :

    1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui

    90 (sembilan puluh) hari

    56 Pradjoto , Versi Bank BUMN : Mekanisme Pemberian Kredit dan Penyelesaian Kredit Bermasalah, (Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Solusi Hukum Penyelesaian Kredit Bermasalah dan Hambatan dalam Penyaluran Kredit, Jakarta, 2 Agustus 2006), hal. 48.

    57 Bank Indonesia (A), Op. cit., pasal 4.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Kadang-kadang terjadi cerukan (overdraft)

    3. Mutasi rekening rendah

    4. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan

    5. Didukung oleh pinjaman baru

    c. Kurang lancar (substandard), yaitu apabila memenuhi kriteria :

    1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau bunga yang telah melampaui

    90 (sembilan puluh) hari

    2. Sering terjadi cerukan

    3. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah

    4. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90

    (sembilan puluh) hari

    5. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur

    6. Dokumentasi pinjaman yang lemah

    d. Diragukan (doubtful) yaitu, yaitu apabila memenuhi kriteria :

    1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui

    180 (seratus delapan puluh) hari

    2. Terjadi cerukan yang bersifat permanen

    3. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari

    4. Terjadi kapitalisasi bunga

    5. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun

    pengikatan jaminan

    e. Kredit macet (loss), yaitu apabila memenuhi kriteria :

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui

    270 (dua ratus tujuh puluh) hari

    2. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru

    3. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada

    nilai wajar.

    Penggolongan kredit tersebut ditinjau berdasarkan beberapa faktor yaitu prospek

    usaha, kondisi keuangan dan kemampuan membayar.58

    2. Faktor Faktor terjadinya kredit Macet.

    Ada beberapa sumber untuk melihat adanya gejala kredit bermasalah,

    yaitu : 59

    a. Perilaku rekening seperti sering mengalami overdraft, terjadi penurunan saldo

    secara mencolok, pembayaran tersendat-sendat, sering mengajukan permintaan

    penundaan pembayaran, dan mengajukan perubahan jadwal pembayaran.

    Bila terjadi overdraft adalah suatu hal yang dapat ditolerir dalam bisnis, namun

    jika sering terjadi perlu diwaspadai sebagai kemungkinan menurunnya

    kemampuan keuangan nasabah. Menurunnya saldo giro rata rata merupakan

    indikasi menurunnya kemampuan keuangan nasabah. Turunnya saldo secara

    mencolok dapat mengganggu kelancaran roda perusahaan, sehingga saldo untuk

    membiayai operasional secara rutin akan menurun, makanya perlu diwaspadai.

    58 Bank Indonesia (B), Peraturan Bank Indonesia Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, PBI No. 7/2/PBI/2005, LN No. 12 DPNP Tahun 2005, TLN No. 4471, pasal 10.

    59 Mahmoedin, , Kredit Bermasalah (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2004), hal. 28

    Universitas Sumatera Utara

  • Apabila setiap nasabah peminjam terlalu sering terlambat membayar bunga dan

    angsuran pinjaman maka hal tersebut perlu diwaspadai. Dalam setiap pemberian

    kredit, pencairan kredit dilakukan secara bertahap, jika nasabah memaksa atau

    meminta pada saat kredit berjalan agar jadwal pencairan dilanggar, perlu

    diwaspadai kemungkinan adanya masalah yang akan timbul. Umumnya seorang

    nasabah yang usahanya tidak lancar akan sering mengajukan penundaan

    pembayaran. Terkadang nasabah melakukan perpanjangan kredit untuk menutupi

    ketidak mampuan nasabah untuk mengembalikan kredit. Terkadang nasabah

    melakukan penambahan kredit untuk menutupi kekurangan likuiditas usahanya

    karena kesalahan mengelola aktivitas produksinya, sehingga mengalami

    kekurangan dana. Melakukan penarikan cek dengan nilai tidak mencukupi adalah

    suatu gejala yang tidak sehat, karena bisa ditafsirkan nasabah memiliki karakter

    yang dapat menghilangkan kepercayaan pihak bank terhadap pemilik rekening.

    b. Perilaku laporan keuangan seperti likuiditas menurun, perputaran piutang

    menurun, persediaan meningkat, utang jangka panjang meningkat tajam, muncul

    utang dari kreditur lain, dan laporan keuangan tidak diaudit.

    Berdasarkan perilaku keuangan nasabah dapat dibaca situasi yang memberikan

    indikasi bahwa kredit yang peroleh nasabah ada gejala bermasalah. Setiap

    perusahaan apapun memerlukan likuiditas untuk membiayai operasional

    perusahaannya. Perusahaan yang lancar pasti memiliki kemampuan likuiditas.

    Jika terjadi kekurangan biaya operasional, berarti perusahaan tersebut kekurangan

    likuiditas. Hal ini akan mengancam kemampuannya untuk membayar kewajiban

    Universitas Sumatera Utara

  • pada bank. Selanjutnya jka perbandingan antara piutang lancar terhadap aset total

    meningkat perlu diwaspadai bahwa ada kemungkinan aktiva lancar semakin

    tertumpuk pada tagihan. Naiknya jumlah piutang pada neraca bisa sebagai

    indikasi tidak tertagihnya sebagian piutang. Tidak tertagihnya piutang ini dapat

    mengancam kelancaran likuiditas dan persediaan kas bagi perusahaan, sehingga

    menurunkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya pada pihak

    lain. Meningkatnya persediaan jika diimbangi dengan meningkatnya asset total

    berarti suatu perkembangan baik. Meningkatnya persediaan barang dapat

    merugikan perusahaan sehingga akan sulit memperoleh likuiditas. Terjadinya

    penurunan perbandingan aktiva lancar dengan total akiva bisa terjadi karena

    debitur harus membayar kewajibannya pada pihak ketiga diluar bank, hal ini

    dapat mengancam kemampuan nasabah membayar hutangnya kepada bank.

    Turunnya aktiva tetap setelah revaluasi laporan keuangan terjadi karena nasabah

    terpaksa menjual atau mengganti sebagian atau seluruh aktiva tetapnya untuk

    memperoleh dana, karena terjadinya kekurangann dana. Naiknya biaya produksi

    secara tajam jika tidak diimbangi dengan kenaikan penjualan dapat mengancam

    tingkat keuntungan. Naiknya penjualan diiring dengan menurunnya laba bisa

    disebabkan karena turunya harga produksi sehingga volume penjualan naik. Hal

    ini bisa mengakibatkan turunnya kemampuan nasabah untuk mengembalikan

    kredit pada bank Menurunnya penjualan akan mengakibatkan pendapatan

    berkurang sedangkan perusahaan haus tetap mengeluarka biaya tetap (fixed cost)

    dan biaya variable (variable cost) untuk kelangsungan usahanya sehingga nasabah

    Universitas Sumatera Utara

  • berusaha memperoleh tambahan dana dengan jalan meminjam dari berbagai pihak

    untuk membiayai usahanyatapi jika tidak diimbangi dengan hasil penjualan

    minimal mancapai break even point, maka perbandingan jumlah hutang modal

    sendiri akan naik. Pencairan utang jangka panjang untuk memperoleh investasi

    barang modal perlu diwaspadai jika kredit tidak disertai bantuan modal kerja ini

    berindikasi nasabah memperoleh bantuan dari bank lain. Jika terjadi penurunan

    rasio keuntungan terhadap asset, berarti ada gejala menurunnya kemampuan

    perusahaan memperoleh keuntungan. Terlambatnya laporan keuangan perlu

    diwaspadai sebagai indikasi tidak tertib pembukuan perusahaan nasabah. Setiap

    pembukuan atau laporan keuangan harusnya diaudit oleh akuntan, jika sengaja

    tidak di audit dikhawatirkan terjadinya rekayasa akan angka angka dalam

    laporan tesebut. Meurunnya persentase laba bulan atau tahun sekarang dibanding

    bulan atau tahun lalu, merupakan indikasi bahwa terjadi penurunan kinerja

    perusahaan.

    c. Perilaku bisnis seperti hubungan dengan pengecer dan pelanggan menurun, harga

    jual terlampau rendah, ada informasi negatif dari pihak luar, perubahan

    mendadak dalam manajemen, dan mencari pinjaman baru.

    d. Perilaku nasabah seperti kesehatan nasabah menurun, nasabah meninggal,

    membeli aktiva tetap yang konsumtif, dan nasabah mempunyai kegiatan tertentu.

    Perilaku nasabah lainnya yang dapat dibacasebagai situasi yang memberikan

    indikasi bahwa kredit yang diperoleh nasabah ada gejala bermasalah yaitu .

    Universitas Sumatera Utara

  • Nasabah kalah judi, Terjadi sengketa rumah tangga, Nasabah kawin lagi,

    Telepon dari bank sering tidak dijawab

    d. Perilaku makro ekonomi seperti peraturan pemerintah, resesi, dan bencana alam.

    Demikian pula dengan faktor penyebab timbulnya kredit bermasalah dapat

    dilihat dari beberapa kelompok, yaitu : 60

    a. Faktor internal perbankan yang meliputi kelemahan dalam analisis kredit,

    kelemahan-kelemahan kredit, agunan, sumber daya alam, teknologi, dan

    kecurangan petugas bank.

    1) Kelemahan dalam analisis kredit. a) Analisis kredit tidak berdasarkan data akurat. b) Informasi kredit tidak lengkap. c) Kredit terlalu sedikit. d) Kredit terlalu banyak. e) Jangka waktu kredit terlalu lama. f) Jangka waktu kredit terlalu pendek.

    2) Kelemahan dalam dokumen kredit. a) Data mengenai kredit tidak didokumentasi dengan baik. b) Pengawasan atas fisik dokumen tidak dilaksanakan dengan baik.

    3) Kelemahan dalam supervise kredit. a) Bank kurang pengawasan atas usaha nasabah secara kontinyu dan teratur. b) Terbatasnya data dan informasi yang berkaitan dengan penyelamatan dan

    penyelesaian kredit. c) Tindakan perbaikan tidak diterapkan secara dini dan tepat waktu. d) Jumlah nasabah terlalu banyak. e) Nasabah terpencar.

    4) Kecerobohan petugas bank. a. Bank terlalu kompromi. b. Bank tidak mempunyai kebijakan perkreditan yang sehat. c. Petugas bank terlalu menggampangkan masalah. b) Persaingan antar bank. c) Pengambilan keputusan yang tidak tepat waktu. d) Terus memberikan pinjaman pada uasaha yang siklusnya menurun. e) Tidak diasuransikan.

    60 Ibid, hal. 51.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5) Kelemahan kebijaksanaan kredit. a) Prosedur kredit terlalu panjang.

    6) Kelemahan bidang agunan. a) Jaminan tidak dipantau dan diawasi secara baik. b) Nilai agunan tidak sesuai. c) Agunan fiktif. d) Agunan sudah dijual. e) Pengikatan agunan lemah

    7) Kelemahan sumber daya manusia. a) Tebatasnya tenaga yang ahli dibidang penyelamatan penyelasaian kredit. b) Pendidikan dan pengalaman pejabat kredit sangat terbatas. c) Kurangnya tenaga ahli hukum untuk mendukung pelaksanaan

    penyelesaian dan penyelamatan kredit. d) Terbatasnya tenaga ahli untuk analisis kredit.

    8) Kelemahan teknologi. a) Terbatasnya sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pekerjaan teknis. b) Keterbatasan bank dalam hal teknis, seperti : manajemen secara baik,

    pengawasan secara kontinyu, administrasi yang rapi. 9) Kecurangan petugas bank.

    a. Petugas bank terlibat kepentingan pribadi. b. Disiplin pejabat kredit dalam menerapkan system dan prosedur

    kredit rendah.

    b. Faktor internal nasabah yang meliputi kelemahan karakter nasabah, kemampuan

    nasabah, musibah yang dialami nasabah, kecerobohan nasabah, dan manajemen

    nasabah.

    1) Kelemahan karakter nasabah a) Nasabah tidak mau tau atau memang tidak beritikad baik. b) Nasabah kalah judi. c) Nasabah menghilang.

    2) Kelemahan kemampuan nasabah. a. Tidak mampu mengembalikan kredit karena terganggunya

    3) kelancaran usaha. a) Kemampuan usaha nasabah yang kurang. b) Teknik produksi yang sudakh ketinggalan zaman. c) Kemampuan pemasaran tidak memadai. d) Pengetahuan terbatas. e) Pengalaman terbatas. f) Informasi terbatas.

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Faktor eksternal seperti situasi ekonomi yang negatif, politik dalam negeri yang

    merugikan, politik negara lain yang merugikan, situasi alam yang merugikan, dan

    peraturan pemerintah yang merugikan.

    1) Situasi ekonomi yang negatif. a) Globalisasi ekonomi yang berdampak negatif. b) Perubahan kurs mata uang.

    2) Situasi politik dalam negeri yang merugikan. a) Pergantian pejabat tertentu. b) Hubungan diplomatik dengan negara lain. c) Adanya gejolak sosial.

    3) Politik Negara lain yang merugikan. a) Proteksi oleh negara lain. b) Adanya pemogokan buruh diluar negri. c) Adanya perkembangan politik diegara lain. d) Kebijakan dari industri luar negri dengan menjatuhkan harga barangnya

    sehingga memukul harga produk dalam negri. 4) Situasi alam yang merugikan.

    a) Faktor alam yang berakibat negatif. b) Habisnya sumber daya alam.

    5) Peraturan pemerintah yang merugikan. a) Membatasi jumlah supermarket atau mall di daerah tertentu. b) Menutup usaha tertentu untuk melindungi pengusaha kecil.

    d. Faktor kegagalan bisnis senantiasa muncul di luar kemampuan para pihak seperti

    aspek hubungan, aspek yuridis, aspek manajemen, aspek pemasaran, aspek teknis

    produksi, aspek keuangan, dan aspek sosial ekonomi.

    e. Faktor ketidakmampuan manajemen adalah pencatatan tidak memadai, informasi

    biaya tidak memadai, modal jangka panjang tidak cukup, gagal mengendalikan

    biaya, overheadcost yang berlebihan, kurangnya pengawasan, gagal melakukan

    penjualan, investasi berlebihan, kurang menguasai teknis, dan perselisihan antara

    pengurus.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Akibat Terjadinya Kredit Macet

    Kredit bermasalah akan berdampak sangat luas terutama kepada pihak-pihak

    yang berkepentingan. 61 Terhadap bank, kredit bermasalah akan mempengaruhi

    tingkat kesehatan suatu bank. UU Perbankan memberikan kewenangan kepada Bank

    Indonesia untuk menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan

    memperhatikan kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek

    lain yang berhubungan dengan usaha bank. 62 Konsekuensi dari tingginya kredit

    bermasalah adalah besarnya kebutuhan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) yang

    pada gilirannya akan mengurangi keuntungan bank melalui dua mekanisme. 63

    Dewasa ini penilaian kesehatan bank terdapat dalam Peraturan Bank

    Indonesia No. 6/10/PBI/2004 dengan SE No. 6/23/DPNP tgl. 31 Mei 2004 tentang

    Pertama, dengan mekanisme langsung yaitu mengurangi laba tahun berjalan dan

    kedua, secara tidak langsung melalui penempatan dana PPA yang tidak bisa

    dimanfaatkan secara produktif.

    61 Ibid, hal. 111. 62 Kebijaksanaan Bank Indonesia dalam Penyelesaian Masalah Kredit Macet Perbankan,

    disampaikan dalam Kursus Manajemen Kredit Bermasalah Angkatan Ke 7 yang diselenggarakan oleh Institut Bankir Indonesia, 4-5 April 1997 di Jakarta, hal. 3.

    Profitabilitas adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Sedangkan yang dimaksud dengan bonafiditas adalah kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada suatu bank.

    63 Penyisihan Penghapusan Aktiva yang untuk selanjutnya disebut PPA adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas Aktiva. Aktiva sendiri terbagi dalam aktiva dana Bank untuk memperoleh pengtuk setiap factor hasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivative, penyertaan, transaksi rekening administrative serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Aktiva Non Produktif adalah asset Bank selain Aktiva Produktif yang dipersamakan dengan itu. Aktiva Non Produktif adalah asset Bank selain Aktiva Produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih, property terbengkalai (abandoned property), rekening antar kantor dan suspense account. Bank Indonesia (B), Op. cit., pasal 1 angka 19 jo angka 2 jo angka 3 jo angka 4.

    Universitas Sumatera Utara

  • Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum sebagai peraturan pelaksanaannya.

    Peraturan tersebut menambah faktor Sensitivity to Market Risk sebagai faktor

    penilaian tambahan. 64 Pemeliharaan kesehatan bank tidak hanya penting bagi

    kelangsungan usaha bank tetapi juga penting bagi sistem perbankan dan

    perkembangan ekonomi nasional. 65 Selain tingkat kesehatan bank, timbulnya kredit

    bermasalah juga akan berdampak pada profitabilitas dan bonafiditas suatu bank. 66

    Selain memberikan pengaruh langsung kepada bank, kredit bermasalah juga

    akan berdampak kepada karyawan bank, pemegang saham, dan nasabah. Kredit

    bermasalah yang timbul dapat mempengaruhi mental, karir, pendapatan, moral dan

    waktu serta tenaga karyawan bank.

    67 Sedangkan terhadap pemegang saham, kredit

    bermasalah akan berdampak pada deviden, nilai saham, dan moral mereka. 68

    Nasabah yang mempunyai kredit bermasalah biasanya mengalami kerugian

    dalam usahanya. Selain itu, citra dan nama baiknya di kalangan perbankan dan

    64 Penilaian kesehatan bank dari CAMEL menjadi CAMELS yaitu Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to market risk. Penilaian juga tidak hanya berdasarkan aspek kumulatif (rasio-rasio keuangan) tapi juga aspek kualitatif. Bobot penilaian untuk setiap CAMELS ditiadakan, penilaian akan tergantung hasil analisis dengan memperhatikan indicator pendukung dan unsure judgement. Penetapan rating dilaksanakan dengan mempertimbangkan unsur judgement. Penetapan rating dilaksanakan dengan mempertimbangkan unsure judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari masing-masing factor. Peringkat Rating dari S, CS, KS, dan TS menjadi : Peringkat Komposit : PK-1, PK-2, PK-3, PK-4 dan PK-5.

    Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Presentasi mengenai Ketentuan Pelaksanaan (SE. No. 6/23/DPNP tgl. 31 Mei 2004) tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank Indonesia.

    65 Kebijaksanaan Bank Indonesia dalam Penyelesaian Maslaah Kredit Macet Perbankan, disampaikan dalam Kursus Manajemen Kredit Bermasalah Angkatan ke 7 yang diselenggarakan oleh Institut Bankir Indonesia, 4-5 April 1997 di Jakarta, hal. 3.

    66 Mahmoedin, Op. cit., hal. 114. 67 Ibid, hal. 115 68 Ibid, hal. 115-116.

    Universitas Sumatera Utara

  • kepercayaan dari luar negeri juga akan buruk. 69 Sisi lain, nasabah lain, baik mereka

    yang meminjam kredit atau mereka yang memiliki modal juga akan merasakan

    dampak kredit bermasalah. Bank juga akan mengalami keterbatasan dalam

    penyediaan dana dan akan lebih melakukan pengetatan penyaluran kredit. 70 Hal

    terparah yang mungkin terjadi adalah rush karena nasabah pemilik dana menarik

    uang dari bank karena ketidakpercayaan mereka akan lembaga perbankan. 71

    Dampak selanjutnya adalah sistem perbankan dan pemerintah sebagai otoritas

    moneter. Kredit bermasalah membawa dampak pada kredibilitas, perkembangan

    ekonomi, bankingmindedness, dan kesinambungan usaha suatu sistem perbankan.

    72

    kredit bermasalah memberikan pengaruh dalam pembangunan moneter, sosial

    ekonomi, penghasilan negara, dan kesempatan kerja terhadap pemerintah. 73

    Tingginya kredit bermasalah merupakan ancaman terhadap stabilitas ekonomi karena

    membuat investasi dan dunia usaha tidak berjalan baik, menimbulkan kelesuan dalam

    kehidupan perekonomian, dan juga akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga

    menurunkan penjualan dan mengganggu cash flow debitur. 74

    69 Ibid, hal. 116. 70 Ibid, hal. 117 71 Berita kredit bermasalah pada beberapa bank yang dewasa ini sedang gencar-gencarnya

    diberitakan di media massa juga berdampak kepada beberapa debitur bagus. Mereka memutuskan untuk pindah ke bank lain karena khawatir berikutnya kredit mereka yang akan diberitakan ke publik.

    Djoko Retnadi, Menyelesaikan NPL pada Bank Mandiri dan Bank BNI, hal. 1. 72 Mahmoedin, Op. cit., hal. 118. 73 Ibid., hal. 118-119 74 Ibid., hal. 27.

    Universitas Sumatera Utara