Upload
rini-rianti
View
70
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERENSI LAPORAN PENELITIAN
ANALISA DEMOGRAFI DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT MASYARAKAT NELAYAN DI PULAU SABUTUNG KABUPATEN PANGKAJENE &
KEPULAUAN
Oleh :
Nama : Rini Riyanti
Nim : J 111 09 265
Pembimbing : Dr. Drg. Muh Ilyhas, M.Kes
Penguji : Prof. Dr. Drg. Rasmidar Samad, MS
Hari/Tanggal : 14 Juni 2013
Tempat : Ruang Seminar Bagian IKGM
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk mencapai kemampuan
hidup sehat bagi setiap penduduk Indonesia agar terwujud derajat kesehatan yang
optimal. Derajat kesehatan tercermin dalam status kesehatan baik individu maupun
masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diselenggarakan upaya kesehatan
yang menyeluruh, terpadu, merata dan terjangkau untuk seluruh masyarakat dengan
peran aktif masyarakat. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam mencapai
keadaan yang sehat. Setiap individu atau masyarakat diharapkan dapat memahami
bahwa kesehatan gigi merupakan suatu bagian dari kesehatan umum secara pribadi.
Untuk bidang kesehatan gigi dan mulut, upaya dapat ditinjau dari aspek lingkungan,
pendidikan, kesadaran masyarakat, serta penanganan kesehatan gigi termaksud
perawatan dan pencegahannya.
Belum meratanya jangkauan pelayanan ini disebabkan oleh karena belum
merata dan memadainya penyediaan tenaga dan fasilitas yang diperlukan, bisa juga
disebabkan oleh karena persepsi dan kemampuan masyarakat yang masih terbatas.
Menurut Blum (1973), status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun
sosial budaya), perilaku dan pelayanan kesehatan.(1)
Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit masyarakat yang diderita oleh
90% penduduk Indonesia, yang mempunyai sifat progresif yang berarti bila tidak
dirawat akan makin parah, dan bersifat irreversible yaitu jaringan yang rusak tidak
dapat utuh kembali. Penyakit gigi dan mulut banyak berkaitan dengan masalah
kebersihan mulut. Penyebab dari kedua penyakit tersebut adalah diabaikannya
kebersihan mulut sehingga terjadilah akumulasi plak.
Masalah belum meratanya jangkauan pelayanan dilatarbelakangi oleh proses
menajemen (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian) program – program
kesehatan gigi yang masih belum memadai, keterbatasan sarana, kesulitan
penempatan/ penyebaran tenaga kerja dokter gigi, serta belum sempurna susunan
rujukan dan jabatan fungsional tenaga kesehatan gigi. Walaupun selama ini program –
program kesehatan gigi telah dilaksanakan, namun pelayanan kesehatan gigi dan
mulut belum terjangkau secara efektif dan merata oleh seluruh masyarakat, terutama
masyarakat pesisir atau yang bermukim di pulau, fasilitas kesehatan yang ada masih
sangat minim karena akses wilayah yang sulit dijangkau dengan mudah.
Pemberdayaan masyarakat pesisir merupakan salah satu kecenderungan
baru dalam paradigma pembangunan di Indonesia setelah sekian lama wilayah
laut dan pesisir menjadi wilayah yang dilupakan dalam pembangunan di
Indonesia. Selama ini pembangunan di Indonesia sangat berorientasi pada
wilayah daratan. Pulau Sabutung adalah salah satu pulau di Indonesia yang terletak di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan pesisir pantai barat Sulawasi Selatan yang
merupakan salah satu pulau yang hampir sebagian besar masyarakatnya bermata
pencarian sebagai nelayan penangkap ikan.
Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari - harinya bekerja
menangkap ikan atau biota laut lainnya yang hidup didasar, kolom maupun
permukaan perairan, mereka pergi ke laut meninggalkan pantai hingga berhari -
hari lamanya untuk mencari nafkah bagi keluarga. Nelayan merupakan kelompok
masyarakat rawan kemiskinan karena pekerjaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi
cuaca dan musim. Itulah sebabnya kualitas hidup masyarakat nelayan masih rendah,
tercermin dari masih banyaknya kantong - kantong kemiskinan yang dijumpai
pada masyarakat nelayan.
Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan yaitu pendapatan, konsumsi atau
pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan
anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan
memasukkan anda ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas
transfortasi.(2)
Untuk menunjang upaya kesehatan agar mencapai derajat yang optimal, maka
upaya dibidang kesehatan gigi juga perlu mendapat perhatian. Oleh karena itu,
dilakukan penelitian analisa demografis dengan status keparahan kebersihan gigi dan
mulut masyarakat nelayan di Pulau Sabutung Desa Mattiro Kanja Kabupaten
Pangkejene dan Kepulauan.
1.2 Rumusan Masalah
Belum meratanya jangkauan pelayanan kesehatan serta derajat kesehatan gigi
dan mulut masih rendah termaksud yang berkaitan dengan masalah kebersihan gigi
dan mulut. Berdasarkan hal ini, maka penulis melakukan penelitian untuk mengetahui
hubungan demografi dengan status keparahan kebersihan gigi dan mulut masyarakat
nelayan di Pulau Sabutung Kabupaten Pangkejene & Kepulauan ?
1.3 Hipotesis
1. Ada hubungan usia dengan status keparahan kebersihan gigi dan mulut masyarakat
nelayan.
2. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan status keparahan kebersihan gigi dan
mulut masyarakat nelayan.
3. Ada hubungan tingkat pendapatan dengan status keparahan kebersihan gigi dan
mulut masyarakat nelayan.
4. Ada hubungan suku dengan status keparahan kebersihan gigi dan mulut masyarakat
nelayan.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan
demografi dengan status keparahan kebersihan gigi dan mulut masyarakat nelayan di
Pulau Sabutung Kabupaten Pangkep dan Kepulauan.
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan dapat membantu dalam
mengurangi penyakit gigi dan mulut akibat kebersihan gigi dan mulut yang tidak
dirawat guna terwujudnya derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh masyrakat
khususnya mayarakat yang tinggal di pulau yang sangat kekurangan fasilitas
pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI DEMOGRAFI
2.1.1 Pengertian Demografi
Kata demografi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata
“ demos, yang artinya rakyat/penduduk dan “ grafein, yang artinya menulis.
Menurut Donald J. Bogue (1973) demografi adalah ilmu yang mempelajari
secara statistik dan matematik tentang besar, komposisi dan distribusi
penduduk dan perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya
lima komponen demografi yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas),
perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial. Selain itu demografi adalah ilmu
yang mempelajari dinamika kependudukan manusia. Demografi meliputi
ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk
berubah setiap waktu akibat kelahiran/kematian migrasi, serta penuaan.
Analisa kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau
kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti (3) :
a. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam
suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi
seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies tersebut. Jenis kelamin
merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal
menjadi laki-laki dan perempuan.
b. Suku
Suku adalah nama yang menunjuk pada suatu kelompok yang ciri
utamanya yaitu penuturan bahasa. Di Indonesia jumlah suku sangat
beranekaragam salah satu diantaranya adalah suku Jawa terdapat di Pulau
Jawa, suku Bugis dan Makassar terdapat di Pulau Sulawesi, suku Raha dan
Buton terdapat di bagian tenggara Pulau Sulawesi, suku Melayu sekitar 15%
dari seluruh populasi, sebagian besar mendiami Pulau Sumatera Utara,
Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan
Kalimantan Barat. Meskipun begitu, banyak pula masyarakat Minangkabau,
Mandailing dan Dayak yang berpindah ke wilayah pesisir Timur Sumatra dan
pantai Barat Kalimantan, mengaku sebagai orang melayu.(3,4)
c. Usia
Usia atau umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan
suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Misalnya,
umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu
umur itu dihitung. (3,5)
Jenis perhitungan usia :
1. Usia kronologis
Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat
kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia.
2. Usia mental
Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf
kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang anak secara kronologis
berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak dan belum dapat
berbicara dengan kalimat lengkap dan menunjukkan kemampuan yang
setara dengan anak berusia satu tahun, maka dinyatakan bahwa usia mental
anak tersebut adalah satu tahun.
3. Usia biologis
Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan
biologis yang dimiliki oleh seseorang.
d. Agama
Agama atau kepercayaan adalah suatu sistem ajaran tentang Tuhan,
yaitu pelakunya melakukan tindakan – tidakan ritual, moral dan sosial atas
dasar aturan – aturan-Nya. Asal usul terbentuknya agama terbagi atas, yaitu :
1. Agama yang muncul dan berkembang dari budaya masyarakat
2. Agama yang disampaikan oleh hamba – hamba terpilih dan
mendapatkan wahyu dari Tuhan untuk disebarkan ke umat, sebagai
pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
3. Agama yang berkembang dari pemikiran seorang filosof besar.
e. Kewarganegaraan
Kewarganegaraan adalah keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan
politik tertentu atau secara khusus negara, yang dengannya membawa hak
untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan ke anggotaan
yang demikian disebut warga negara.
f. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar dalam kehidupan serta
sebagai faktor yang dominan dalam pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas. Pendidikan selain penting dalam mengatasi dan mengikuti
tantangan zaman serta dapat membawa pengaruh positif dalam berbagai
sendi-sendi kehidupan, sehingga tidaklah mengherankan apabila pendidikan
senantiasa mendapat banyak perhatian yang lebih.(3)
Menurut Undang-undang No. 20 tahu 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan adalah usaha pendidikan menurut Undang-undang
Repubilk Indonesia nomor 20 tahun 2003 Bab VI pasal 13, menyatakan: “
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembang-
kan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendali-
an diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan merupakan anak tangga mobilitas yang penting. Bertambah
tingginya taraf pendidikan makin besar kemungkinan mobilitas bagi anak -
anak golongan ekonomi rendah dan menengah. Makin tinggi tingkat pendidi-
kannya dari sisi intelektualitas makin tinggi derajat sosialnya di dalam masya-
rakat biasanya keluaran dari pendidikan formal (Karsidi, 2008).(6)
Menurut Undang-Undang no.2 tahun 1999, pengukuran tingkat
pendidikan formal digolongkan menjadi 4 (empat) yaitu:
1. Tingkat pendidikan sangat tinggi, yaitu minimal pernah menempuh
pendidikan tinggi.
2. Tingkat pendidikan tinggi, yaitu pendidikan SLTA/sederajat.
3. Tingkatan pendidikan sedang, yaitu pendidikan SMP/sederajat.
4. Tingkat pendidikan rendah, yaitu pendidikan SD/sederajat.
g. Pekerjaan
Pekerjaan adalah seorang/penduduk yang bekerja melakukan pe-
kerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memperoleh penghasilan.
Seseorang yang berkerja disebut tenaga kerja. Menurut UU No. 13 Tahun
2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk me-menuhi kebutuhan sendiri
maupun masyarakat. Tenaga kerja dapat juga diartikan sebagai penduduk
yang berada dalam batas usia kerja. Tenaga kerja disebut juga golongan
produktif. Usia kerja adalah suatu tingkat umur di mana orang sudah dapat
bekerja. Batas usia kerja di Indonesia yaitu 15 tahun – 64 tahun.(3,6)
Tenaga kerja dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Angkatan kerja, yaitu penduduk yang termasuk angkatan kerja terdiri atas
orang yang bekerja dan menganggur.
2. Bukan angkatan kerja, yaitu golongan terdiri atas anak sekolah, ibu rumah
tangga, dan pensiunan. Golongan bukan angkatan kerja ini jika mereka
mendapatkan pekerjaan maka termasuk angkatan kerja. Sehingga golongan
bukan angkatan kerja disebut juga angkatan kerja potensial.
Secara umum tenaga kerja dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu tenaga kerja rohani dan tenaga kerja jasmani.
a. Tenaga Kerja Rohani
Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang dalam kegiatan
kerjanya lebih banyak menggunakan pikiran yang produktif dalam proses
produksi. Contohnya manager, direktur, dan jenisnya.
b. Tenaga Kerja Jasmani
Tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang dalam ke-giatannya lebih
banyak mencakup kegiatan pelaksanaan yang
produktif dalam produksi. Tenaga kerja jasmani terbagi dalam tiga
jenis yaitu tenaga kerja terdidik, tenaga kerja terlatih, dan tenaga
kerja tidak terdidik.
1. Tenaga kerja terdidik (skilled labour)
Tenaga kerja terdidik (skilled labour ) adalah tenaga kerja yang
memerlukan pendidikan tinggi. Misalnya guru, dokter, dan
sebagainya.
2) Tenaga kerja terlatih (trained labour)
Tenaga kerja terlatih (trained labour) adalah tenaga kerja yang
memerlukan pelatihan dan pengalaman terlebih dahulu.
Misalnya sopir, montir, dan sebagainya.
3) Tenaga kerja tak terdidik (unskilled labour)
Tenaga kerja tak terdidik (unskilled labour) adalah tenaga kerja yang
tidak memerlukan pelatihan ataupun pendidikan khusus. Misalnya kuli
bangunan dan buruh gendong.
h. Pendapatan
Pendapatan adalah semua penghasilan yang didapat oleh keluarga baik
berupa uang ataupun jasa. Setiap orang berhak untuk mencari nafkah dalam
upaya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga pendapatan dapat
mempengaruhi seseorang untuk mengejar apa yang mereka cita-
citakan. Untuk masyarakat yang mempunyai penghasilan yang kecil, mereka
berupaya hasil dari pekerjaannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari -
hari. Untuk keluarga yang berpenghasilan menengah mereka lebih terarah
kepada pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan, pakaian,
perumahan, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan keluarga yang berpeng-
hasilan tinggi dan berkecukupan mereka akan memenuhi segala keinginan
yang mereka inginkan termasuk keinginan untuk menyekolahkan anak mereka
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Karsidi, 2008).
Menurut Schultz (1961) dalam Soenarya (2000), pembiayaan yang
dialokasikan untuk pendidikan tidak semata-semata bersifat konsumtif, tetapi
lebih merupakan suatu investasi dalam rangka meningkatkan kapasitas tenaga
kerja untuk menghasilkan barang dan jasa. Pendidikan di sekolah merupakan
salah satu bagian investasi dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia. Investasi yang dilakukan masyarakat dalam dunia pendidikan
tidak lepas dari pengaruh pendapatan yang diperoleh sebagai akibat dari
pekerjaan yang mereka jalani.
Berdasarkan penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2008)
membedakan pendapatan menjadi 4 golongan adalah:
1. Golongan pendapatan sangat tinggi, adalah jika pendapatan rata-rata lebih
dari Rp. 3.500.000,00 per bulan.
2. Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara
Rp. 2.500.000,00 – s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan.
3. Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara
Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan.
4. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata 1.500.000,00
per bulan.
Berdasarkan uraian di atas, pendapatan masyarakat antara satu sama
lain berbeda-beda tergantung jenis/profesi pekerjaan yang dilakukan sehingga
variasi tingkatan pendapatannya dapat berbeda-beda. Pendapatan yang
dihasilkan dari pekerjaan yang dilakukan ada yang dibayarkan per hari,
mingguan atau bulanan sehingga pendapatan inilah yang akan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup baik keperluan makan atau keperluan lain
seperti untuk keberlanjutan pendidikan anak yang merupakan suatu investasi
untuk masa depan.(3,6)
2.1.2 Pembagian Demografi
Ilmu demografi terbagi menjadi dua :
Demografi murni (pure demography)
Demografi formal yang menghasilkan teknik-teknik untuk
menghitung indikator-indikator demografi.
Studi atau analisis kependudukan
Studi mengenai hubungan antara faktor-faktor perubahan
penduduk dan faktor-faktor pembangunan.(3)
2.1.3 Manfaat Analisis Demografi
Manfaat analisis demografi antara lain yaitu :
a. Untuk mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu
daerah tertentu.
b. Untuk menjelaskan pertumbuhan penduduk pada masa lampau,
kecenderungannya, dan persebarannya dengan sebaik-baiknya dan
dengan data yang tersedia.
c. Untuk mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan
penduduk dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial, ekonomi,
budaya, lingkungan dan lain-lain.
d. Untuk memperkirakan pertumbuhan penduduk (proyeksi penduduk)
pada masa yang akan datang dan kemungkinan-kemungkinan
konsekuensinya.(3)
2.2 KABUPATEN PANGKEJENE DAN KEPULAUAN
2.2.1 Letak geografis dan Batas Wilayah
Secara geografis, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep)
terletak di antara koordinat 119°55’27” dan 119°48’24” BT hingga 4°34’00”
dan 4°58’17” LS. Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan (Pangkep)
berbatasan di sebelah utara; dengan Kabupaten Bone di sebelah timur: dengan
Kabupaten Maros di sebelah selatan dan sebelah barat dengan Selat Makassar.
Kabupaten Barru berbatasan dengan Kabupaten Sidrap dan Kota Parepare di
sebelah utara; di sebelah timur dengan Kabupaten Bone dan Kabupaten
Soppeng, serta di sebelah selatan dengan Kabupaten Pangkajene Dan
Kepulauan.
2.2.2 Topografi dan Klimatologi
Kabupaten Pangkep terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan
yang terdiri dari dataran rendah dan pegunungan. Dataran rendah seluas
73.721 Ha membentang dari garis pantai barat ke timur terdiri dari
persawahan, tambak, rawa-rawa, dan empang . Daerah pegunungan berada
pada ketinggian 100 – 1000 m di atas permukaan air laut , yang terletak di
sebelah timur dan merupakan wilayah yang banyak mengandung batu cadas
, batu bara, serta berbagai jenis batu marmer. Temperatur udara berada pada
kisaran 21ºC - 31°C dengan r ata-rata 26,4º C . Kondisi angin berada pada
kecepatan lemah sampai sedang, dengan curah hujan rata-rata mencapai
666/153 hari hujan.
2.2.3 Gambaran Umum Demografis
Kabupaten Pangkep secara administratif terbagi atas 12 (dua belas)
kecamatan, yang terdiri dari sembilan wilayah kecamatan daratan, dan tiga
wilayah kecamatan kepulauan, yaitu Kecamatan Liukang Tupabbiring,
Liukang Tangaya dan Liukang Kalukuang Massalimu, dengan jumlah total
114 pulau (90 pulau yang berpenduduk , dan 24 pulau kosong atau tidak
berpenduduk). Jumlah desa di Kabupaten Pangkep adalah 102
desa/kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten Pangkep pada Tahun 2007
adalah 302.874 jiwa.
2.3 PROFIL PULAU SABUTUNG
2.3.1 Kondisi Umum
Pulau Sabutung pulau yang terdapat di dalam wilayah Desa Mattiro
Kanja, terletak pada posisi koordinat 04045'1.8” LS dan 119025'58.8” BT,
dengan batas-batas administrasi sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan
dengan Desa Mattiro Bombang; Sebelah Timur berbatasan dengan Pesisir
Pangkep; Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mattiro Uleng; dan Sebelah
Barat berbatasan dengan Selat Makassar. Jumlah penduduk Pulau Sabutung
mencapai 1.545 jiwa (244 KK) yang terdiri dari 687 laki-laki dan 858
perempuan. (PMU Coremap Pangkep, 2007).
2.3.2 Aksesibilitas Wilayah
Pulau Sabutung dapat dijangkau dari dua arah, yaitu dari Pangkajene
dan dari Dermaga Maccini Baji yang terdapa di pesisir Kecamatan Labakkang.
Pulau Sabutung dapat dicapai dari kota Pangkajene dengan menggunakan
kapal motor reguler (jasa penyeberangan) dan sebaliknya dari Dermaga
Maccini Baji menggunakan perahu motor carteran.
2.3.3 Sarana dan Prasarana
Untuk menunjang kegiatan sosial ekonomi dan pemerintahan, di Pulau
Sabutung dilengkapi sarana pemerintahan berupa kantor desa, sarana
pendidikan berupa SD (2 unit), sebuah Madrasah/Pesantren, dan sebuah SMP;
Sarana listrik yang tersedia berupa generator pembangkit listrik yang
menyuplai listrik kerumah-rumah warga; sarana kesehatan berupa sebuah
pustu yang melayani kebutuhan warga akan pengobatan. Fasilitas olahraga
juga tersedia lapangan sepak bola, lapangan bola volly, lapangan bulu tangkis,
dan dermaga.
2.3.4 Aktifitas Masyarakat
Mata pencaharian utama warga Pulau Sabutung tidak saja sebagai
nelayan penangkap ikan, tetapi pedagang dan pengusaha kayu. Warga yang
bermata pencaharian sebagai nelayan umumnya mencari cumi-cumi dan
kepiting. Alat tangkap yang banyak digunakan berupa jaring kepiting, jaring
ikan dan pancing cumi-cumi. Lokasi penangkapan berada tidak jauh dari
Pulau Sabutung.
2.4 ORAL HYGIENE
2.4.1 Plak, Debris Makanan dan Kalkulus
a. Plak
Secara klinik plak dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang
terstruktur yang berwarna kuning keabu-abuan yang melekat pada pemukaan
gigi termasuk pada permukaan padat seperti restorasi dan piranti yang dipakai
dalam rongga mulut. Plak gigi memberikan arti yang penting secara klinis
karena plak gigi menjadi agen etiologi utama dalam perkembangan karies dan
penyakit periodontal.
Komponen utama plak adalah bakteri yang terdapat dalam matrix
glikoprotein dan polisakarida ekstraselular. Secara klinis, plak terjadi didaerah
supragingiva dan subgingiva. Plak supragingiva berada diatas gingiva margin,
dimana secara lansung berkontak dengan margin gingiva. Sedangkan plak
subgingiva berada dibawah gingiva margin diantara gigi dan epitel poket
gingiva.
b. Debris Makanan
Debris makanan adalah makanan yang tersisa dalam mulut. Debris
dapat dibersihkan dengan aliran saliva dan pergerakan otot-otot di rongga
mulut atau dengan berkumur dan menyikat gigi, kecuali debris terselip
diantara gigi atau masuk kedalam poket periodontal.
c. Kalkulus
Kalkulus adalah deposit keras yang terbentuk dari mineralisasi plak
pada pemukaan gigi. Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya
terhadap gingiva margin yaitu kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva.
Kalkulus supragingiva terletak di atas margin gingiva, dapat terlihat langsung
di dalam mulut, warnanya putih kekuning-kuningan dan distribusinya
dipengaruhi oleh muara duktus saliva mayor. Kalkulus subgingiva terletak di
bawah margin gingiva, tidak dapat terlihat langsung di dalam mulut, dan
warnanya kehitaman.
2.4.2 Pengertian Oral Hygiene
Oral Hygiene (OH) merupakan keadaan kebersihan gigi dan rongga
mulut yang dapat dilihat dari adanya sisa makanan, kalkulus (karang gigi),
stain dan materia alba.
2.4.3 Indeks Oral Hygiene
Untuk mengetahui status kesehatan gigi dan mulut , prevelensi serta
keparahannya diperlukan suatu alat ukur yang dikenal sebagai indeks. Adapun
salah satu indeks yang telah dikembangkan yaitu indeks oral hygiene oleh
Green dan Vermillion ( 1960 ).
OHI-S
OHI-S adalah indeks untuk mengukur daerah permukaan gigi yang
tertutup oleh oral debris dan kalkulus. OHIS ini adalah keadaan kebersihan
mulut dari responden yang dinilai dari adanya sisa makanan dan kalkulus
(karang gigi) pada permukaan gigi dengan menggunakan indeks Oral Hygiene
Index Simplified dari Green and Vermillon (1964) yang merupakan jumlah
indeks plak (PL.I) dan indeks kalkulus (CI.S).
Tujuan penggunaan OHI-S ini adalah mengembangkan suatu teknik
pengukuran yang dapat dipergunakan untuk mempelajari epidemiologi dari
penyakit periodontal dan kalkulus, untuk menilai hasil dari cara sikat gigi,
menilai kegiatan kesehatan gigi dan masyarakat, serta menilai efek segera dan
jangka panjang dari program pendidikan kesehatan gigi. Green & Vermillon
1964, menentukan enam permukaan gigi pilihan yang dapat mewakili semua
segmen anterior dan posterior mulut berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan
pada seluruh mulut.
Plaque index
Plak bukan merupakan bagian dari stain. Yang paling penting dalam indeks
plak ini yaitu ketebalan dari plak pada daerah margin gingiva karena plak
pada daerah ini yang berkontak langsung dengan gingiva yang menjadi
penyebab gingivitis.
Untuk pemeriksaan ini digunakan sonde yang diletakkan pada 1/3 insisal
dan digerakkan ke 1/3 gingiva.
Calculus index
Diperoleh dengan meletakkan sonde dengan baik dalam distal gingiva
crevice dan digerakkan pada daerah subgingiva dari jurusan kontak distal ke
daerah kontak mesial.
Penilaian tingkat kebersihan mulut metode dari Green dan Vermillion
yaitu Simplified Oral Hygiene Index ( OHI-S ) yang terdiri dari calculus index
(CI-S) dan debris index (DI-S)
1. Debris adalah sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi yang
diperiksa yang menggunakan sonde yang dijalankan dari arah insisal gigi
ke arah servikal
2. Karang gigi adalah massa padat/keras yang melekat dan menumpuk pada
pemukaan gigi dan tambalan warnanya bisa putih kekuningan, cokelat tua
atau hitam.
Pemeriksaan dilakukan terhadap enam permukaan gigi pilihan yang
dapat mewakili semua segmen anterior dan posterior mulut berdasarkan
pemeriksaan yang dilakukan pada seluruh mulut.
Keenam gigi yang diperiksa pada OHI-S adalah permukaan
fasial/buccal dan permukaan lingual gigi :
6 1 6
6 1 6
Keterangan :
6 = permukaan bukal gigi molar satu ( M1 ) permanen kanan atas
1 = permukaan labial gigi insisivus sentralis ( I1 ) permanen kanan atas
6 = permukaan bukal gigi molar satu ( M1 ) permanen kiri atas
6 = permukaan lingual gigi molar satu ( M1 ) permanen kanan bawah
1 = permukaan labial gigi insisivus ( 11 ) permanen kiri bawah
6 = permukaan lingual gigi molar satu ( M1 ) permanen kiri bawah
Apabila salah satu gigi indeks telah hilang atau tinggal sisa akar, maka
penilaian dapat dilakukan pada gigi pengganti yang dapat mewakili :
Apabila gigi M1 RA atau RB tidak ada, maka penilaian dapat dilakukan
pada gigi M2 RA atau RB.
Apabila gigi M1 dan M2 RA dan RB tidak ada, maka penilaian dapat
dilakukan pada gigi M3 RA atau RB.
Apabila gigi M1,M2 dan M3 RA dan RB tidak ada, maka penilaian tidak
dapat dilakukan.
Apabila gigi I1 kanan RA tidak ada, maka penilaian dilakukan pada gigi I1
kiri RA.
Apabila gigi I1 kanan dan kiri RA tidak ada, maka penilaian tidak dapat
dilakukan.
Apabila gigi I1 kiri RB tidak ada, maka penilaian dilakukan pada I1 kanan
RB.
Apabila gigi I1 kanan dan kiri RB tidak ada, maka penilaian tidak dapat
dilakukan.
Untuk pemeriksaan DI-S (debris indeks) digunakan sonde yang diletakkan
pada 1/3 incisal dan digerakkan ke 1/3 gingival, dengan kriteria sebagai
berikut :
0 = tidak ada debris
1 = debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2 = debris lunak menutupi lebih 1/3 permukaan tetapi tidak lebih dari
2/3 permukaan gigi
3 = debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Nilai Debris Index ( DI-S) :
Jumlah skor gigi yang dinilai
6
Untuk pemeriksaan CI-S (calculus index) diperoleh dengan meletakkan
sonde dengan baik dalam distal gingival crevice dan digerakkan pada
daerah subgingival dari jurusan kontak distal ke daerah kontak mesial (1/2
dari lingkaran gigi dianggap sebagai satu unit skoring),dengan krieria
sebagai berikut :
0 = tidak ada kalkulus
1 = kalkulus supragingival menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan
gigi
2 = kalkulus supragingival menutupi lebih dari 1/3 tetapi tidak lebih
dari 2/3 permukaan gigi
3 = kalkulus supragingival menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Nilai Calculus Index ( CI-S )
Jumlah skor gigi yang dinilai
6
Nilai OHI-S = Nilai DI-S + Nilai CI-S
Derajat kebersihan mulut secara klinik dihubungkan dengan skor OHI-S
adalah sebagai berikut :
0,0 – 1,2 : kebersihan mulut baik
1,3 – 3,0 : kebersihan mulut sedang
3,1 – 6,0 : kebersihan mulut buruk
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik, yaitu suatu
penelitian yang dilakukan untuk mengtahui hubungan antar variabel.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Hal ini karena
penelitian dilakukan pada satu saat tertentu. Tiap subyek hanya diobservasi satu kali.
3.2. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada tanggal 23 - 25 Mei 2013. Penelitian ini dilakukan
di Pulau Sabutung Desa Mattiro Kanja Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
3.3. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi Penelitian : Masyarakat Pulau Sabutung yang berprofesi sebagai
nelayan
2. Sampel Penelitian : Individu yang bersedia menjadi responden dan hadir saat
pengambilan data penelitian.
- Kriteria sampel
Kriteria inklusi : - Bersedia berpartisipasi dalam penelitian
- Berusia 15-64 tahun
Kriteria eksklusi : - Tidak bersedia berpartisipasi
- Tidak ada saat penelitian dilakukan
- Subjek yang menggunakan gigi tiruan penuh
( Full Denture )
3.4. METODE SAMPLING
Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
Accidental Sampling. Accidental Samling adalah suatu metode pengambilan sampel
berdasarkan kemudahan, yaitu unit secara kebetulan tersedia saat pengumpulan data.
3.5. JUMLAH SAMPEL
Pada penelitian ini sampel yang didapatkan berjumlah 72 sampel dari 467
kepala keluarga Pulau Sabutung Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan.
3.6. DEFINISI OPERASIONAL
1. Demografi atau kependudukan adalah ilmu yang mempelajari dinamika kepen-
dudukan manusia. Analisa kependudukan dapat merujuk masyarakat secara
keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan,
pendapatan, agama, suku, jenis kelamin, usia.
2. Status keparahan kesehatan gigi dan mulut/ Oral Hygiene (OH) merupakan
keadaan kebersihan gigi dan rongga mulut yang dapat dilihat dari adanya sisa
makanan, kalkulus (karang gigi), stain dan materia alba.
3. Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja
menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun
permukaan perairan.
3.7. ALAT PENELITIAN
a. Alat ukur : - Lembar analisa demografi yang berisi informasi tentang :
pendidikan terakhir, pendapatan, suku, jenis kelamin, usia.
- Lembar penilaian status OHI-S.
b. Alat pemeriksaan gigi dan mulut :
a. Handskun dan masker
b. Diagnostic set ( pinset, kaca mulut,eksavator dan sonde )
c. Nierbeken
d. Disclosing solution
e. Alkohol & betadine
f. Gelas kumur & Air kumur
3.8 KRITERIA PENELITIAN
Penilaian tingkat kebersihan mulut metode dari Green dan Vermillion yaitu
Simplified Oral Hygiene Index ( OHI-S ) yang terdiri dari calculus index (CI-S)
dan debris index (DI-S)
1. Debris adalah sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi yang diperiksa
yang menggunakan sonde yang dijalankan dari arah insisal gigi ke arah servikal
2. Karang gigi adalah massa padat/keras yang melekat dan menumpuk pada pemukaan
gigi dan tambalan warnanya bisa putih kekuningan, cokelat tua atau hitam
Pemeriksaan dilakukan terhadap enam permukaan gigi pilihan yang dapat mewakili
semua segmen anterior dan posterior mulut berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan
pada seluruh mulut
Keenam gigi yang diperiksa pada OHI-S adalah permukaan fasial/buccal dan
permukaan lingual gigi
6 1 6
6 1 6
Keterangan :
6 = permukaan bukal gigi molar satu ( M1 ) permanen kanan atas
1 = permukaan labial gigi insisivus sentralis ( I1 ) permanen kanan atas
6 = permukaan bukal gigi molar satu ( M1 ) permanen kiri atas
6 = permukaan lingual gigi molar satu ( M1 ) permanen kanan bawah
1 = permukaan labial gigi insisivus ( 11 ) permanen kiri bawah
6 = permukaan lingual gigi molar satu ( M1 ) permanen kiri bawah
Apabila salah satu gigi indeks telah hilang atau tinggal sisa akar, maka penilaian dapat
dilakukan pada gigi pengganti yang dapat mewakili :
Apabila gigi M1 RA atau RB tidak ada, maka penilaian dapat dilakukan
pada gigi M2 RA atau RB.
Apabila gigi M1 dan M2 RA dan RB tidak ada, maka penilaian dapat
dilakukan pada gigi M3 RA atau RB.
Apabila gigi M1,M2 dan M3 RA dan RB tidak ada, maka penilaian tidak
dapat dilakukan.
Apabila gigi I1 kanan RA tidak ada, maka penilaian dilakukan pada gigi I1
kiri RA.
Apabila gigi I1 kanan dan kiri RA tidak ada, maka penilaian tidak dapat
dilakukan.
Apabila gigi I1 kiri RB tidak ada, maka penilaian dilakukan pada I1 kanan
RB.
Apabila gigi I1 kanan dan kiri RB tidak ada, maka penilaian tidak dapat
dilakukan.
Untuk pemeriksaan DI-S (debris indeks) digunakan sonde yang diletakkan
pada 1/3 incisal dan digerakkan ke 1/3 gingival, dengan kriteria sebagai
berikut :
0 = tidak ada debris
1 = debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2 = debris lunak menutupi lebih 1/3 permukaan tetapi tidak lebih dari
2/3 permukaan gigi
3 = debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Nilai Debris Index ( DI-S) :
Jumlah skor gigi yang dinilai
6
Untuk pemeriksaan CI-S (calculus index) diperoleh dengan meletakkan sonde
dengan baik dalam distal gingival crevice dan digerakkan pada daerah
subgingival dari jurusan kontak distal ke daerah kontak mesial (1/2 dari
lingkaran gigi dianggap sebagai satu unit skoring),dengan krieria sebagai
berikut :
0 = tidak ada kalkulus
1 = kalkulus supragingival menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan
gigi
2 = kalkulus supragingival menutupi lebih dari 1/3 tetapi tidak lebih
dari 2/3 permukaan gigi
3 = kalkulus supragingival menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Nilai Calculus Index ( CI-S ) =
Jumlah skor gigi yang dinilai
6
Nilai OHI-S = Nilai DI-S + Nilai CI-S
Derajat kebersihan mulut secara klinik dihubungkan dengan skor OHI-
S adalah sebagai berikut :
0,0 – 1,2 : kebersihan mulut baik
1,3 – 3,0 : kebersihan mulut sedang
3,1 – 6,0 : kebersihan mulut buruk
3.9. PROSEDUR PENELITIAN
a. Mencari sampel penelitian di Pulau Sabutung
b. Peneliti memperkenalkan diri pada subjek yang terpilih.
c. Peneliti mengajukan pertanyaan agar mengetahui kesediaan subjek untuk menjadi
subjek penelitian.
d. Subjek diwawancara untuk mengisi lembar analisa demografi.
e. Dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut untuk mengetahui OHI-S pada subjek.
f. Pembahasan dan penarikan kesimpulan dilakukan setelah pengumpulan informasi
analisa demografi dan pemeriksaan rongga mulut selesai.
3.10. Alur Penelitian
3.11. Data
a. Jenis data : Data primer yaitu data yang diperoleh secara
langsung dari objek yang diteliti.
b. Pengolahan data : Menggunakan program SPSS
c. Penyajian data : Menggunakan Tabel terbuka
d. Analisis data : Uji one-way ANOVA, Uji Chi-Square
Pencarian sampel
Perkenalan diri pada sampel yang terpilih
Menanyakan kesedian untuk menjadi sampel
Dilakukan pemeriksaan gigi &
mulut sampel
Sampel diwawancara untuk mengisi lembar analisa
demografi
Pembahasan & penarikan
kesimpulan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian mengenai analisa demografis dengan status
keparahan kesehatan gigi dan mulut masyarakat nelayan di Pulau Sabutung Desa
Mattiro Kanja Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan. Data yang diperoleh dari
pelitian ini diolah dengan menggunakan program SPSS versi 9.1. Hasilnya dapat
diliat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Distribusi karakteristik masyarakat nelayan Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan.
Karakteristik n %
Min-maxmean±SD
Kelompok Umur (Tahun)≤20-30 21 29,2 18-5831-40 27 37,5 36,6±9,541-50 16 22,2≥50 8 11,1
Tingkat PendidikanTamat SD 45 62,5Tamat SMP 21 29,2Tamat SMA 6 8,3
Tingkat Pendapatan Rendah 38 52,8Menengah 34 47,2
Suku Bugis 35 48,6Makassar 28 38,9Jawa 8 11,1Raha 1 1,4
Total 72 100,0
Tabel 1 menunjukkan bahwa berdasarkan umur responden, distribusi
tertinggi berada pada kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 27 responden
(37,5%). Sedangkan distribusi yang terendah berada pada umur ≥ 50 tahun
sebanyak 8 orang (11,1%).
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa untuk tingkat pendidikan, distribusi
tertinggi berada pada tingkat pendidikan tamat SD sebesar 45 orang (62,5%),
sedangkan distribusi terendah berada pada tingkat pendidikan tamat SMA sebesar
6 orang (8,3%).
Selain itu tabel 1 juga menunjukkan bahwa untuk tingkat pendapatan,
distribusi tertinggi berada pada tingkat pendapatan rendah sebesar 38 orang
(52,8%), sedangkan distribusi terendah berada pada tingkat pendapatan menengah
sebesar 34 orang (47,2%).
Pada tabel 1 juga terlihat bahwa mayoritas responden adalah suku Bugis
yaitu sebanyak 35 (48,6%) dan minoritas adalah suku Raha hanya 1 orang (1,4%).
Tabel 2. Distribusi Rerata OHI-S masyarakat nelayan Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan
min-max mean±SDDI-S 0,6-3,0 1,9±0,6CI-S 0,3-3,6 1,4±0,4OHI-S 0,9-4,6 3,4±0,8
Tabel 2 menunjukkan distribusi rerata OHI-S berkisar 0,9-4,6 yaitu nilai rata –
rata responden 3,4±0,8. Dengan distribusi untuk DI-S berkisar 0,6-3,0 yaitu nilai rata
– rata responden 1,9±0,6. Sedangkan untuk CI-S berkisar 0,3-3,6 yaitu nilai rata – rata
responden 1,4±0,4.
Tabel 3. Hubungan usia dengan derajat kebersihan mulut masyarakat nelayan Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan
Derajat kebersihan mulut
nmean±SD
usiaUji
Statistik
Baik 1 28±0p = 0,022
Sedang 21 32,1±8,6
Buruk 50 38,5±9,4 Uji one-way ANOVA
Tabel 3 menunjukkan bahwa paling banyak 50 responden memiliki derajat
kebersihan mulut berkategori buruk dengan rata-rata usia 39 tahun dimana usia
minimal dan maksimal masing-masing 30 tahun dan 48 tahun.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,022 (p<0,05) dengan demikian
Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan umur dengan derajat
kebersihan mulut pada nelayan Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan
Kepulauan.
Tabel 4. Hubungan tingkat pendidikan dengan derajat kebersihan mulut Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan
Tingkat Pendidikan
Derajat kebersihan mulutTotal
Uji Statistik
Baik Sedang buruknn
% Nn %N %
nn %
Tamat SD 0 0,0 11 24,4 34 75,6 45 100p = 0,008Tamat SMP 0 0,0 7 33,3 14 66,7 21 100
Tamat SMA 1 16,7 3 50,0 2 33,3 6 100Total 1 1,4 21 29,2 50 69,4 72 100
Uji Chi-Square
Tabel 4 menunjukkan bahwa responden yang memiliki derajat kebersihan
mulut kategori baik dan sedang umumnya responden yang berpendidikan SMA
masing-masing sebesar 17% dan 50%. Sedangkan responden yang buruk derajat
kebersihan mulutnya umumnya tamatan SD sebesar 76% .
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,008 (p<0,05) dengan demikian Ho
ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan tingkat pendidikan dengan
derajat kebersihan mulut pada nelayan Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan
Kepulauan.
Tabel 5. Hubungan tingkat pendapatan dengan derajat kebersihan mulut Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene & Kepulauan
Tingkat Pendapatan
Derajat kebersihan mulutTotal Uji
StatistikBaik Sedang buruk
Nn % Nn % N % nn %Rendah 1 2,9 13 38,2 20 58,8 34 100 p=0,137Menengah 0 0,0 8 21,1 30 78,9 38 100
Total 1 1,4 21 29,2 50 69,4 72 100 Uji Chi-Square
Tabel 5 menunjukkan bahwa bahwa responden yang memiliki derajat
kebersihan mulut kategori baik dan sedang umumnya responden yang berpendapatan
rendah masing-masing sebesar 3% dan 38%. Sedangkan responden yang buruk
derajat kebersihan mulutnya paling tinggi yang menengah tingkat pendapatannya
yaitu sebesar 79%.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,137 (p>0,05) dengan demikian Ho
diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan ada hubungan tingkat
pendapatan dengan derajat kebersihan mulut pada nelayan Pulau Sabutung di
Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan.
Tabel 6. Hubungan suku dengan derajat kebersihan mulut Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan
Suku Derajat kebersihan mulut
Total Uji Statistik
Baik Sedang Buruknn % Nn % N % nn %
Bugis 1 2,9 9 25,7 25 71,4 35 100
p = 0,702Makassar 0 0,0 9 32,1 19 67,9 28 100
Jawa 0 0,0 2 25,0 6 75,0 8 100Raha 0 0,0 1 100 0 0,0 1 100
Total 1 1,4 21 29,2 50 69,4 72 100 Uji Chi-Square
Tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang memiliki derajat kebersihan
mulut yang baik hanya berasal dari suku Bugis yaitu 2,9%, untuk responden yang
memiliki derajat kebersihan mulut kategori sedang paling tinggi berasal dari
Makassar sebesar 32%. Sedangkan responden dari suku Jawa paling tinggi yang
buruk derajat kebersihan mulutnya yaitu sebesar 75%.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,702 (p>0,05) dengan demikian
Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan ada hubungan suku
dengan derajat kebersihan mulut pada nelayan Pulau Sabutung di Kabupaten
Pangkejene dan Kepulauan.
BAB V
PEMBAHASAN
Derajat kesehatan tercermin dalam status kesehatan baik individu maupun
masyarakat, setiap individu atau masyarakat diharapkan dapat memahami bahwa
kesehatan gigi merupakan suatu bagian dari kesehatan umum secara pribadi. Status
kesehatan merupakan suatu kondisi yang dinamis yaitu sebagai hasil interaksi antara
pengaruh faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan
(herediter). Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan status kesehatan gigi
dan mulut seseorang didasarkan dari salah satu faktor penyebabnya yaitu aspek
lingkungan yang berkaitan dengan analisa demografi.
Berdasarkan data hasil penelitian, pada tabel 3 ada hubungan umur dengan
derajat kebersihan mulut pada nelayan Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan
Kepulauan. Hasil ini sejalan teori Blum (1973), status kesehatan gigi dan mulut
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan,
lingkungan (fisik maupun sosial budaya), perilaku dan pelayanan kesehatan.
Pada tabel 4 menunjukkan ada hubungan tingkat pendidikan dengan derajat
kebersihan mulut pada nelayan Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan
Kepulauan. Tingkat pendidikan merepresentasikan tingkat kemampuan seseorang
dalam memperoleh dan memahami informasi kesehatan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang diasumsikan semakin baik tingkat pemahamannya terhadap
informasi kesehatan yang diperolehnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Sadiman (2002) yang mengemukakan bahwa, status pendidikan mempengaruhi
kesempatan memperoleh informasi mengenai penatalaksanaan penyakit.
Pada tabel 5 menunjukkan tidak ada hubungan tingkat pendapatan dengan
derajat kebersihan mulut pada nelayan Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan
Kepulauan. Hasil ini sejalan teori dari Notoajmojho (2004) yang mengatakan bahwa
salah satu penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat
adalah faktor perilaku yang mengabaikan kesehatan gigi dan mulut. Hasil penelitian
ini juga dijelaskan oleh Badan Pusat Statistik (2005), yang menyatakan indikator
yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan yaitu
pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas
tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan
kesehatan, kemudahan memasukkan anda ke jenjang pendidikan, kemudahan
mendapatkan fasilitas transfortasi.
Pada tabel 6 menunjukkan tidak ada hubungan suku dengan derajat
kebersihan mulut pada nelayan Pulau Sabutung di Kabupaten Pangkejene dan
Kepulauan. Hasil ini tidak sejalan dengan teori Blum (1973) yang mengatakan,
status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh
empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun sosial budaya),
perilaku dan pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Priyono S, Latif NA , Tandjung S. Inventarisasi Dan Evaluasi Mineral Non Logam Di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Dan Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. DIM. 2005.1-11