32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1969 sampai 1999 lebih kurang 300 paten telah dihasilkan dalam bidang marine natural products. Setiap tahun sekitar 100 senyawa yang berhasil diinvestigasi. Sebagian besar senyawa aktif dari lingkungan laut diteliti khasiatnya sebagai bahan antikanker (Proksch et al., 2002). Spons dikenal sebagai organisme yang kaya dengan kandungan senyawa bioaktif. Menurut Munro et al. (1999), spons merupakan biota laut yang paling banyak diteliti kandungan senyawa bioaktifnya. Senyawa bioaktif dari spons sangat beragam dan secara kimia memiliki struktur yang unik dan menarik untuk dijadikan sebagai senyawa pemandu (lead compound) dalam sintesis obat-obat baru. Hewan ini hidup dengan baik pada ekosistem terumbu karang dan tersebar di beberapa pulau dalam wilayah perairan Kalimantan Barat seperti Pulau Randayan. Aaptos merupakan salah satu genus spons yang banyak diteliti kandungan dan aktivitas senyawa bioaktifnya. Spons ini banyak mengandung senyawa alkaloid yang memiliki aktivitas antitumor, antimikrobial, antivirus dan lain-lain. Menurut Souza et al (2007), senyawa 4- metilaaptamin yang diisolasi dari spons Aaptos aaptos Copyright © 2009. Licensed by Ardhi . www.kimia-untan.com . admin@kimia- untan.com 1

Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Isolasi Metabolit Sekunder dari fraksi n-heksana pada sponge aaptos sp asal perairan pulau randayan, kalimantan barat.

Citation preview

Page 1: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 1969 sampai 1999 lebih kurang 300 paten telah dihasilkan

dalam bidang marine natural products. Setiap tahun sekitar 100 senyawa yang

berhasil diinvestigasi. Sebagian besar senyawa aktif dari lingkungan laut diteliti

khasiatnya sebagai bahan antikanker (Proksch et al., 2002).

Spons dikenal sebagai organisme yang kaya dengan kandungan senyawa

bioaktif. Menurut Munro et al. (1999), spons merupakan biota laut yang paling

banyak diteliti kandungan senyawa bioaktifnya. Senyawa bioaktif dari spons

sangat beragam dan secara kimia memiliki struktur yang unik dan menarik untuk

dijadikan sebagai senyawa pemandu (lead compound) dalam sintesis obat-obat

baru. Hewan ini hidup dengan baik pada ekosistem terumbu karang dan tersebar

di beberapa pulau dalam wilayah perairan Kalimantan Barat seperti Pulau

Randayan.

Aaptos merupakan salah satu genus spons yang banyak diteliti kandungan

dan aktivitas senyawa bioaktifnya. Spons ini banyak mengandung senyawa

alkaloid yang memiliki aktivitas antitumor, antimikrobial, antivirus dan lain-lain.

Menurut Souza et al (2007), senyawa 4-metilaaptamin yang diisolasi dari spons

Aaptos aaptos dapat menghambat infeksi Herpes Simplex Virus-1 (HSV-1).

Nakamura et al. (1987) menemukan 2 senyawa baru golongan alkaloid dari spons

Aaptos aaptos yang berasal dari perairan Okinawa yaitu dimetilaaptamin dan

dimetil(oksi) aaptamin yang memiliki aktivitas sitotoksik dan antimikrobial.

Laporan lain menyebutkan bahwa isoaaptamin dari Aaptos memiliki aktivitas

untuk mencegah infeksi Staphylococcus aureus dengan menghambat enzim

sortase A (SrtA) (Jang et al., 2007). Namun, minimnya informasi, pengetahuan

dan hasil penelitian tentang metabolit sekunder dari fraksi n-heksana pada spons

Aaptos dari Kalimantan Barat menunjukkan bahwa hewan porifera ini kurang

dimanfaatkan sebagai objek penelitian. Hingga saat ini baru sebagian kecil spesies

spons di perairan Kalimantan Barat yang telah diidentifikasi.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

1

Page 2: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

1.2 Perumusan Masalah

Observasi awal yang dilakukan terhadap ekosistem terumbu karang di perairan

Kalimantan Barat menunjukkan bahwa di perairan ini banyak terdapat spesies

spons. Salah satu spesies spons yang ditemukan merupakan anggota genus

Aaptos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada beberapa spesies spons dari

genus Aaptos mengandung metabolit sekunder dari golongan alkaloid yaitu

aaptamine dan aaptosin pada fraksi metanol (Proksch, 2005). Namun informasi,

pengetahuan dan hasil penelitian tentang kandungan metabolit sekunder dari

fraksi n-heksana pada spons genus Aaptos di perairan ini masih sangat terbatas.

Karena itu perlu dilakukan penelitian dengan mengisolasi metabolit sekunder dari

fraksi n-heksana pada spons genus Aaptos asal Perairan Kalimantan Barat.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi metabolit sekunder

dari fraksi n-heksana ( fraksi non polar ) pada spons Aaptos sp. pada asal perairan

Pulau Randayan Kalimantan Barat.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai

kandungan kimia spons Aaptos yang berasal dari perairan Pulau Randayan

Kalimantan Barat serta dapat memberikan sumbangan yang berarti pada

penelitian-penelitian selanjutnya.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

2

Page 3: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Spons

Spons adalah biota multiseluler primitif yang bersifat filter feeder,

menghisap air dan bahan-bahan lain di sekelilingnya melalui pori-pori (ostia)

kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuhnya melalui saluran (channel) dan

dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (ostula). Spons termasuk hewan laut

dalam filum porifera yang berarti memiliki pori-pori dan saluran. Melalui pori-

pori dan saluran-saluran inilah air diserap oleh sel khusus yang dinamakan sel

leher, yang dalam banyak hal menyerupai cambuk. Jenis sel ini dinamakan

koanosit (choanocyte; Yunani=choane: cerobong, kytos=berongga). Diduga

hewan ini berasal dari jaman paleozoik sekitar 1,6 milyar tahun yang lalu

(Munifa,2008).

Gambar 2.1. Anatomi spons

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

3

Page 4: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

Spons hidup secara heterotrof. Makanannya adalah bakteri dan plankton.

Makanan yang masuk ke tubuhnya dalam bentuk cairan sehingga porifera disebut

juga sebagai pemakan cairan. Ukuran dan bentuk spons bervariasi. Ukurannya

mulai dari mikroskopis hingga mencapai 2 meter. Sedangkan bentuknya

merambat, bercabang, tegak seperti cerobong atau pipa (Bergquist, 1978). Warna

spons bervariasi, dari warna gelap hingga cerah. Warna pada Spons disebabkan

oleh pigmen karotenoid. Spesies spons tertentu memiliki pigmen yang berwarna

gelap setelah kontak dengan udara. Sedangkan spons lainnya mampu

menghasilkan pigmen yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia.

(Hooper, 2002).

Sepintas nampaknya spons memperlihatkan gejala seperti benda mati yang

diam tanpa aktivitas. Tetapi jika diamati secara seksama, di dalam tubuhnya

terjadi aktivitas yang luar biasa di mana air mengalir melalui pori di dalam

tubuhnya. Spons mampu memompa air secara aktif sampai 10 kali volume

tubuhnya setiap jam, sehingga membuatnya seperti vakum pembersih laut yang

sangat efisien. Spons menyaring air laut untuk memperoleh makanan. Air laut

tersebut dapat mengandung nutrisi berupa mikroorganisme (diatomae, bakteri,

protozoa), bahan-bahan organik yang merupakan lapukan atau sisa-sisa tubuh

organisme yang telah mati, serta senyawa kimia toksik yang dihasilkan oleh

tumbuhan atau hewan lain. Senyawa kimia toksik ini kemudian dimodifikasi oleh

spons di dalam tubuhnya (Hooper, 2002).

Secara garis besar, spons dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu Demospongiae,

Calcarea, Hexactinellida dan Sclerospongiae (Hooper, 2002).

1. Demospongiae

Umumnya hidup di laut, tetapi ada pula yang hidup di air tawar. Kelas ini

mendominasi lebih dari 90 % spesies Spons. Kerangka tubuhnya ada yang

terbuat dari silika, Sponsin, dan campuran keduanya. Tingginya ada yang

mencapai 1 meter dan memiliki warna yang cemerlang. Contohnya Cliona,

Spongilla, dan Haliclona.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

4

Page 5: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

2. Calcarea atau Calcispongiae

Hidup di daerah pantai yang dangkal. Bentuk tubuhnya sederhana dengan

kerangka yang terbuat dari CaCO3. Tingginya kurang dari 10 cm dan

umumnya hidup di air laut. Contohnya Leucosolenia, Clathrina, Grantia,

Scypha, dan Sycon.

3. Hexactinellida atau Hyalospongiae

Umumnya dikenal sebagai Spons kaca yang hidup di laut dalam. Kerangka

tubuhnya terbuat dari silika dan spikulanya berduri enam (hexaxon).

Tingginya rata-rata 10-30 cm. Contohnya Euplectella dan Hyalonema.

4. Sclerospongiae

Jumlah spesiesnya sangat terbatas. Umumnya ditemukan dalam gua dan

terowongan karang laut. Bentuknya mirip dengan Demospongiae.

2.2. Spons Aaptos sp

2.2.1 Data Taksonomi

Klasifikasi spons Aaptos sp sebagai berikut (Proksch ,2005) :

Domain : Eukariota

Kingdom : Animalia

Filum : Porifera

Kelas : Demospongiae

Ordo : Hadromerida

Famili : Tethyidae

Genus : Aaptos

Spesies : Aaptos sp

Jenis spons ini mempunyai rangka yang menyebar dengan 3 ukuran kategori

seperti berbentuk kecil, berdinding tebal, atau tidak mikrosklera. Spons ini seperti

kerang yang besar dengan permukaan alasnya seperti akar yang memiliki tonjolan,

reproduksinya aseksual dan teksturnya halus dan licin (Proksch ,2005).

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

5

Page 6: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

Gambar 2.2 Spons Aaptos sp.

2.2.2 Metabolit Sekunder Spons

Spons dapat memproduksi racun dan senyawa lain yang digunakan untuk

mengusir predator, kompetisi dengan hewan sesil lain dan untuk berkomunikasi

dan melidungi diri dari infeksi. Menurut Harper et al., 2001 dalam (Anton,2008)

mengatakan bahwa Metabolit sekunder merupakan salah satu cara organisme

untuk mempertahankan eksistensinya dan sebagai tindakan responsif terhadap

lingkungan. Metabolit sekunder ini digunakan untuk mencegah dan

mempertahankan diri dari serangan predator, sebagai alat kompetisi, mencegah

infeksi bakteri, membantu proses reproduksi dan mencegah sengatan sinar ultra

violet. Lebih dari 10 % spons memiliki aktifitas sitotoksik yang dapat yang

berpotensial untuk bahan obat-obatan.

Secara umum pada spons ditemukan kelompok senyawa pada fraksi non

polar seperti senyawa terpenoid, senyawa steroid dan asam lemak.

a. Steroid

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

6

Page 7: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

Steroid didefinisikan sebagai kelompok senyawa organik bahan alam yang

merupakan salah satu metabolit sekunder. Robinson (1991) menunjukkan

kerangka dasar karbon steroid sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka dasar karbon steroid di mana R1, R2 dan R3 adalah

substituen

Di alam, steroid terdapat dalam jaringan hewan dan tumbuhan. Senyawa

ini berasal dari senyawa triterpen. Steroid yang terdapat dalam jaringan hewan

berasal dari triterpen lanosterol, sedangkan yang terdapat dalam jaringan

tumbuhan berasal dari triterpen sikloartenol. Tahap-tahap awal dari biosintesis

steroid adalah sama bagi semua steroid alam, yakni pengubahan asam asetat

melalui asam mevalonat dan skualen (suatu triterpen) menjadi lanosterol atau

sikoartenol. Kemudian lanosterol atau sikloartenol mengalami beberapa tahap

perubahan menjadi steroid (Arifin, 1985).

b. Terpenoid

Terpenoid merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan

oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada

tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpenoid, merupakan metabolit sekunder.

Terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga dan beberapa

hewan laut. Di samping sebagai metabolit sekunder, terpenoid merupakan

kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Sebagai

contoh, senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu triterpen; juga

karoten dan retinol. Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan

terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan (Harbone, 1987).

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

7

Page 8: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun

oleh dua atau lebih unit C-5 yang disebut unit isopren. Unit C-5 ini dinamakan

demikian karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren:

Kepala Ekor

Isopren Unit Isopren

Gambar 2.4 Isopren dan unit isopren

Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren atau unit C-5 penyusun senyawa

tersebut. Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya tiga reaksi

dasar yaitu (Lenny, 2006):

1. Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam

mevalonat

2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-

seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid.

3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan

triterpenoid dan steroid.

Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2 = C (CH3) – CH = CH2 dan

kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan isoprena.

Kemudian senyawa itu dipilah-pilah menjadi beberapa golongan berdasarkan

jumlah satuan yang terdapat dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat

(C20), enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoid terdiri atas beberapa

macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpena dan

seskuiterpena yang mudah menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar

menguap (C20), sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpena dan

sterol (C30), serta pigmen karotenoid (C40). Setiap golongan terpenoid itu seperti

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

8

Page 9: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

yang terdapat pada Tabel 2.1, sangat penting baik pada pertumbuhan dan

metabolisme maupun pada ekologi hewan dan tumbuhan (Harbone, 1987).

Tabel 2.1. Golongan Utama Terpenoid

Jumlah

satuan isoprena

Jumlah

karbon

Golongan

1

2

3

4

6

8

n

C5

C10

C15

C20

C30

C40

Cn

isoprena

monoterpenoid

seskuiterpenoid

diterpenoid

triterpenoid

tetraterpenoid

poliisoprena

1. Monoterpenoid

Monoterpenoid merupakan senyawa "essence" dan memiliki bau yang

spesifik yang dibangun oleh 2 unit isopren atau dengan jumlah atom karbon 10.

Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi dari tumbuhan

tingkat tinggi, binatang laut, serangga dan binatang jenis vertebrata dan struktur

senyawanya telah diketahui.

Menurut J.B Harbone (1987), monoterpenoid dapat dipilah menjadi tiga

golongan, bergantung pada apakah struktur kimianya (gambar 2.5) asiklik

(misalnya geraniol), monosiklik (misalnya limonena), atau bisiklik (misalnya α -

pinena). Dalam setiap golongan, monoterpenoid dapat berupa hidrokarbon tak

jenuh (misalnya limonena) atau dapat mempunyai gugus fungsi dan berupa

alkohol (misalnya mentol), aldehida, atau keton (misalnya; menton, karvon).

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

9

Page 10: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

Asiklik Monosiklik

Geraniol Limonena

Bisiklik Alkohol

α –pinena Mentol

Menton Karvon

Gambar 2.5 Beberapa contoh monoterpenoid

Struktur dari senyawa mono terpenoid yang telah dikenal merupakan

perbedaan dari 38 jenis kerangka yang berbeda, sedangkan prinsip dasar

penyusunannya tetap sebagai penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit isopren.

struktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik

senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran,

spasmolotik dan sedatif. Disamping itu monoterpenoid yang sudah dikenal banyak

dimanfaatkan sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum dan ini merupakan

senyawa komersial yang banyak diperdagangkan.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

10

Page 11: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

2. Seskuiterpenoid

Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid (C15) yang dibangun oleh 3

unit isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar

naftalen. Anggota seskuiterpenoid asiklik yang terpenting ialah farnesol, alkohol

yang tersebar luas (Robinson, 1991) :

Gambar 2.6 Struktur farnesol

Senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar,

diantaranya adalah sebagai antifeedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan

toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis. Senyawa-senyawa

seskuiterpen diturunkan dari cis farnesil pirofosfat dan trans farnesil pirofosfat

melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya dan kedua senyawa antara ini

merupakan kunci dalam biosintesis terpenoid.

.

Trans- farnesil pirofosfat Cis- farnesil pirofosfat

Gambar 2.7 Isomer farnesil pirofosfat

Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme

isomerisasi.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

11

Page 12: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

3. Diterpenoid

Menurut J.B Harbone (1987) Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang

beraneka ragam yang mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari 4 unit

isopren. Barangkali, satu-satunya diterpenoid yang tersebar di semesta ialah

senyawa induk asiklik dari deret senyawa tersebut, yaitu fitol.

Gambar 2.8 Struktur Fitol

Senyawa ini mempunyai bioaktivitas yang cukup luas yaitu sebagai

hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman,

antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti

karsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan

tetrasiklik dan tatanama yang digunakan lebih banyak adalah nama trivial

(Lenny,2006).

4. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan (unit) isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30

asiklik, yaitu skualena.

Gambar 2.9 Struktur Skualena

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

12

Page 13: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis

kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses

siklisasi dari skualen. Senyawa ini berupa senyawa tak berwarna, berbentuk

kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik (Harbone, 1987).

2.3. Metode Pemisahan

Pemisahan dan pemurnian kandungan senyawa baik hewan maupun

tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu dari empat teknik

kromatografi atau gabungan teknik tersebut. Keempat teknik kromatografi itu

adalah kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi

gas cair (KGC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan teknik

kromatografi sebagian besar tergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian

senyawa yang akan dipisahkan. KKt dapat digunakan terutama bagi kandungan

atau senyawa yang mudah larut dalam air, yaitu karbohidrat, asam amino, basa

asam nukleat, asam organik, dan senyawa fenolat.

KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang

larut dalam lipid, yaitu lipid, steroid, terpenoid, karotenoid, kuinon sederhana dan

klorofil. Sebaliknya teknik ketiga yaitu KGC, penggunaan utamanya ialah pada

pemisahan senyawa atsiri, yaitu asam lemak, mono- dan seskuiterpena,

hidrokarbon, dan senyawa belerang. Cara lain yaitu KCKT, dapat memisahkan

kandungan yang keatsiriannya kecil. KCKT adalah suatu metode yang

menggabungkan keefisienan kolom dan kecepatan analisis (Harbone, 1987).

Pada KLT adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai

penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan

terbentuklah kromatogram. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan

sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperolah kembali

senyawa-senyawa yang terpisahkan. Biasanya yang sering digunakan sebagai

materi pelapisnya adalah silika-gel, tetapi kadangkala bubuk selulosa dan tanah

diatome, kieselguhr juga dapat digunakan. Pelarut yang digunakan adalah

CH3COOH atau asetonitril. Zat-zat berwarna dapat terlihat langsung, tetapi dapat

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

13

Page 14: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

juga digunakan reagen penyemprot untuk melihat berkas suatu zat (Khopkar,

2003).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau high performance liquid

chromatography (HPLC) berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC

menggunakan kolom dengan diameter umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran

partikel penunjang 50µm; sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang

tinggi. Bila dibandingkan terhadap kromatografi gas cair, maka HPLC lebih

bermanfaat untuk isolasi zat tidak mudah menguap (Khopkar, 2003). Menurut J.B

Harbone (1987) KCKT digunakan terutama untuk golongan senyawa takatsiri,

misalnya terpenoid, segala jenis senyawa fenol, alkaloid, lipid dan gula.

2.4. Metode Identifikasi

Pada identifikasi suatu kandungan tumbuhan maupun hewan, setelah

kandungan itu diisolasi dan dimurnikan, pertama-tama harus kita tentukan dahulu

golongannya, kemudian barulah ditentukan jenis senyawa dalam golongan

tersebut. Sebelum itu, keserbasamaan senyawa tersebut harus diperiksa dengan

cermat, artinya senyawa harus membentuk bercak tunggal dalam beberapa sistem

KLT.

a. Spektroskopi Massa (SM/MS)

Pada dasarnya spektroskopi massa merupakan suatu metode identifikasi

yang memiliki kemampuan untuk menentukan bobot molekul dengan tepat,

kemampuannya menghasilkan pola fragmentasi rumit yang khas bagi senyawa

yang bersangkutan sehingga dapat diidentifikasi.

b. Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI / NMR)

Sesuai dengan namanya, resonansi magnet inti (RMI) berhubungan

dengan sifat magnet dari inti atom. Mempelajari molekul senyawa organik secara

spektrometri resonansi magnet inti akan memperoleh gambaran perbedaan sifat

magnet dari berbagai inti yang ada dan untuk menduga letak inti tersebut dalam

molekul (Sudjadi,1985).

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

14

Page 15: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

Spektroskopi RMI proton pada hakikatnya merupakan sarana untuk

menentukan struktur senyawa organik dengan mengukur momen magnet atom

hidrogennya. Pada kebanyakan senyawa, atom hidrogen terikat pada gugus yang

berlainan (seperti –CH2-, -CH3, -CHO,-NH2,-CHOH-) dan spektrum RMI proton

merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam keadaan

limgkungan yang berlainan tersebut (Harbone, 1987).

.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

15

Page 16: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan sejak Bulan Februari tahun 2009 di

laboratorium kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Tanjungpura Pontianak. Identifikasi taksonomi spesies Spons dilakukan dengan

bantuan LON (Lembaga Oseanografi Nasional) Jakarta. Pemurnian isolat

menggunakan instrumen HPLC prepararif di Laboratorium Cibitung. Sedangkan

analisis isolat dengan instrumen MS dan H-NMR dilakukan di laboratorium P2K

LIPI Serpong.

3.2. Alat dan bahan

Alat yang digunakan adalah alat gelas, corong pisah, evaporator, funnel filter,

instrumen HPLC, kolom kromatografi, lampu UV, melting block, neraca analitik,

dan pelat tetes.

Bahan yang digunakan adalah akuades, vanili, asam sulfat pekat, boraks,

formaldehida 37 %, kertas saring Whatman, kloroform p.a, magnesium sulfat

anhidrat, metanol teknis, n-heksan p.a, etil asetat p.a, diklorometan, kloroform,

aseton, pelat KLT, dan silika gel.

3.3 Prosedur kerja

Prosedur kerja dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap seperti berikut:

(1) Pengambilan sampel, (2) Ekstraksi, (3) Uji spesifik golongan senyawa, (4)

Penelusuran komposisi eluen, (5) Fraksinasi dengan Flash Coulumn, (6)

Pemurnian isolat dengan HPLC preparatif, (7) Analisis isolat dengan instrumen

MS dan H-NMR. Tahapan penelitian dijelaskan berikut ini.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

16

Page 17: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

1. Pengambilan sampel

Sampel Spons genus Aaptos sp diambil dari Perairan Pulau Randayan

Kalimantan Barat dengan SCUBA DIVING. Data mengenai sampel seperti

tekstur, warna dan bentuk dicatat dan didokumentasikan. Sampel yang telah

diambil dibersihkan, dimasukkan dalam kantong plastik, diberi label dan

disimpan dalam cool box.

2. Ekstraksi: maserasi dan partisi

Tahap awal dalam mengisolasi dan menentukan struktur kelompok senyawa-

senyawa organik adalah ekstraksi dengan cara maserasi dan partisi.

a. Maserasi

Sampel diekstraksi dengan cara maserasi (perendaman) selama 24 jam

menggunakan metanol ( 500 mL). Kemudian disaring dan residu dimaserasi

kembali dengan metanol (2 x 300 mL). Hasil ekstraksi disaring. Ekstrak

metanol hasil maserasi digabung, diuapkan dalam evaporator dan ditimbang.

b. Partisi

Ekstrak metanol dipartisi dengan n-heksan (3x200 mL). Fraksi n-

heksan digabung dan diuapkan dalam evaporator hingga hampir kering,

kemudian ditimbang untuk dilakukan analisis selanjutnya.

3. Uji spesifik golongan senyawa

Uji spesifik golongan senyawa dilakukan terhadap fraksi n-heksan

menggunakan teknik Liebermen-Burchard test.

4. Penelusuran komposisi eluen

Penelusuran komposisi eluen dilakukan dengan teknik kromatografi lapis

tipis (KLT) menggunakan pelarut tunggal yaitu n-heksan, diklorometan,

kloroform, aseton, etil asetat dan kombinasi dari dua atau lebih pelarut

tersebut.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

17

Page 18: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

5. Fraksinasi dengan Flash Column

Fraksinasi dilakukan dengan teknik kromatografi Flash Column

menggunakan pelarut yang paling sesuai (pelarut yang menunjukkan pola

pemisahan yang paling baik pada penentuan komposisi eluen). Pola noda

diidentifikasi dengan teknik kromatografi lapis tipis. Fraksi yang

menunjukkan pola noda yang sama digabung kemudian ditentukan nilai Rf

spotnya. Setelah diuapkan, isolat ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.

Purifikasi dilakukan jika isolat belum murni.

6. Pemurnian isolat dengan instrumen HPLC preparatif

Tahapan ini dilakukan jika tidak diperoleh isolat murni.

7. Analisis isolat dengan instrumen MS dan H-NMR

Analisis dilakukan terhadap isolat murni menggunakan instrumen MS dan

H-NMR kemudian diidentifikasi untuk memprediksi struktur senyawanya.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

18

Page 19: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

3.4. Rencana Jadwal Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 5 bulan mulai dari persiapan alat dan

bahan sampai penyusunan laporan hasil penelitian yang dijelaskan melalui tabel

berikut.

Tabel 3.1. Rencana jadwal penelitian

NO Aktivitas

Bulan ke-1 2 3 4 5

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1.

Persiapan

alat dan

bahan

2.Pengambilan

sampel

3.

Ekstraksi :

maserasi dan

partisi

4.

Uji spesifik

golongan

senyawa

5.

Penelusuran

komposisi

eluen

7.

Fraksinasi

dengan

KKG

8.Analisis

isolat

9.Penyusunan

laporan

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

19

Page 20: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, A., 1985, Kimia Organik Bahan Alam, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka, Jakarta.

Anton Timur, 2008, Makalah: Peran Ilmu Kelautan dalam Pembangunan Indonesia, Potensi Obat dari Laut Nusantara, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang.

Bergquist, P.R., 1978, Sponges, Hutchinson and Company, London.

Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, terbitan kedua, a.b: Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro, ITB Bandung.

Hooper, J.N.A., 2002, Sponguide: guide to spons collection and identification, Queensland Museum, South Brisbane.

Jang, Kyoung, H., Chung, Soon-chun, Shin, Jongheon, Lee, So-Hyoung, Kim, Tae-Im, Lee, Hyi-Seung and Oh, ki-bong, 2007, Aaptamines as sortase A inhibitors from the tropical sponge Aaptos aaptos, Bioorganic & medicinal chemistry letters, Elsevier, Oxford.

Khopkar, S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, terbitan pertama, a.b: A. Saptorahardjo, Universitas Indonesia, Jakarta.

Lenny, S., 2006, Senyawa Terpenoida dan Steroida, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Munifa, I.;Wikanta, T. dan Nursid, M., 2008, Spons:biota laut penghasil senyawa bioaktif yang potensial, Laboratorium Bioteknologi Kelautan, Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial-Ekonomi Kelautan dan Perikanan.

Munro, M., H., G., Blunt, J., W., Dumdei, E., J., Hickford s. J.H., Lill,R. E., Shangxiao, li, Battershill, C., N., and Duckworth, A. R., 1999, The discovery and development of marine compounds with pharmaceutical potential, Journal of biotechnology, Elsevier, Amsterdam.

Nakamura, H.; Kobayashi, J. And Ohizumi., 1987, Aaptamine, Novel benzo[de][1,6]naphthyridine from the Okinawan marine sponge Aaptos aaptos, J.Chem.Soc.Trans.,1173 – 176.

Proksch, P., Edrada, R., A. And Ebel, R., 2002, Drugs from the seas – current status and microbiological implications, Appl Microbiol Biotechol 59:125-134, Springer-Verlag.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

20

Page 21: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

Proksch, P., 2005, Isolation and Structure Elucidation of Secondary Metabolites from Marine Spons and a Marine-derived Fungus, Düsseldorf.

Robinson, T., 1991, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Padmawinata, K., ed. Ke-6, ITB, Bandung.

Souza, Thiago, M., L., Abrantes, Juliana, L., Epifanio, Rosangela de, A., Frederico Leite Fontes Carlos, Frugulhetti Izabel, C., P., P., 2007, The alkaloid 4-methylaaptamine isolated from the sponge Aaptos aaptos impairs Herpes simplex virus type 1 penetration and immediate-early protein synthesis, Thieme, Stuttgart.

Sudjadi, 1985, Penentuan Struktur Senyawa Organik, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

21

Page 22: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

LAMPIRAN

Lampiran . Bagan prosedur kerja

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

22

Sampel spons

Ekstrak metanol

- dipartisi dalam n-Heksan

- dimaserasi dengan metanol- disaring

Fraksimetanol

Fraksin-Heksan

- diidentifikasi komponen senyawanya- ditelusuri komposisi eluennya- difraksinasi menggunakan kromatografi flash column

Residu spons

- dievaporasi

Ekstrak kental metanol

- diuji dengan KLT- diuji titik leleh- dipurifikasi

Isolat - isolat

Dianalisis MS dan H-NMR

Isolat

Page 23: Proposal Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-heksan Pada Spons Aaptos Sp Asal Pulau Randayan

Copyright © 2009. Licensed by Ardhi. www.kimia-untan.com. [email protected]

23