25
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks kesehatan merupakan salah satu tolok ukur terhadap kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara. Karena indeks kesehatan merupakan salah satu pilar penting untuk melihat seberapa berhasil seorang kepala negara dan pemerintahannya dalam mensejahterakan rakyatnya. 6 Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat. Data WHO menyebutkan angka kejadian gizi buruk pada balita tahun 2002 meningkat 8,3% dan gizi kurang 27%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar di Indonesia tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek. 5 Salah satu penyakit yang sering menyertai kurang gizi pada balita adalah pneumonia. 8 Pada usia anak-anak menurut UNICEF (2006), pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Angka kematian pneumonia pada balita diperkirakan mencapai 21%. Adapun angka kesakitan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya. Fakta yang sangat mencengangkan. 4 [Type text] Page 1

Proposal KTI Dr.dian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Proposal KTI Dr.dian

Citation preview

Page 1: Proposal KTI Dr.dian

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indeks kesehatan merupakan salah satu tolok ukur terhadap kemakmuran

dan kesejahteraan suatu negara. Karena indeks kesehatan merupakan salah satu

pilar penting untuk melihat seberapa berhasil seorang kepala negara dan

pemerintahannya dalam mensejahterakan rakyatnya.6

Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi

dan kesehatan masyarakat. Data WHO menyebutkan angka kejadian gizi buruk

pada balita tahun 2002 meningkat 8,3% dan gizi kurang 27%. Berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar di Indonesia tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi

kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan

13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak

memiliki kategori sangat pendek.5 Salah satu penyakit yang sering menyertai

kurang gizi pada balita adalah pneumonia.8

Pada usia anak-anak menurut UNICEF (2006), pneumonia merupakan

penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang seperti Indonesia.

Angka kematian pneumonia pada balita diperkirakan mencapai 21%. Adapun

angka kesakitan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.

Fakta yang sangat mencengangkan.4

IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) merupakan indeks

komposit yang dirumuskan dari 24 indikator kesehatan Pembangunan Kesehatan

Masyarakat. IPKM dirumuskan dari data kesehatan berbasis komunitas yaitu

Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Menurut hasil Riskesdas 2007 Kabupaten

Lombok Barat menduduki rangking 296 dari 440 kabupaten se Indonesia, dan

masuk kategori Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). Dari 24 indikator

tersebut, paling dominan adalah indikator tentang gizi dan KIA.1

Gambar 1. Tabel Indikator IPKM Berdasarkan RISKESDAS 2007

VARIABEL INDIKATOR BOBOT Kondisi Lobar

2007

Prev. Balita gizi buruk dan kurang Mutlak 5 27,59

Prev. Balita sangat pendek dan pendek Mutlak 5 41,74

Prev. Balita sangat kurus dan kurus Mutlak 5 17,62

Page 1

Page 2: Proposal KTI Dr.dian

Akses air bersih Mutlak 5 70,52

Akses sanitasi Mutlak 5 21,67

Cakupan penimbangan balita Mutlak 5 45,09

Cakupan pemeriksaan neonatal 1 Mutlak 5 63,33

Cakupan imunisasi lengkap Mutlak 5 22,71

Rasio dokter/ puskesmas Mutlak 5 1,25

Rasio bidan/ desa Mutlak 5 1,21

Cakupan persalinan oleh nakes Mutlak 5 76,45

Balita gemuk Penting 4 13,59

Diare Penting 4 18,93

Hipertensi Penting 4 29,52

Pneumonia Penting 4 1,89

Proporsi perilaku cuci tangan Penting 4 13,08

Prevalensi gangguan mental Perlu 3 14,73

Proporsi merokok tiap hari Perlu 3 28,52

Prevalensi penyakit gigi dan mulut Perlu 3 36,02

Prevalensi asma Perlu 3 4,88

Prevalensi disabilitas Perlu 3 25,41

Prevalensi cedera Perlu 3 13,02

Prevalensi penyakit sendi Perlu 3 44,83

Prevalensi ISPA Perlu 3 30,14

IPKM 0,462781

Sumber : IPKM Kemenkes RI 2010

Dilihat dari tabel indikator IPKM diatas, pneumonia termasuk ke dalam

indikator IPKM dengan bobot 4 yang dianggap sebagai kasus “penting”.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk

memberikan informasi lebih lanjut mengenai hubungan antara gizi buruk dengan

kejadian pneumonia pada balita.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah: Adakah hubungan antara gizi buruk dengan kejadian pneumonia pada

balita di Puskesmas Pemenang kabupaten Lombok Barat?

Page 2

Page 3: Proposal KTI Dr.dian

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara gizi buruk dengan kejadian

peumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pemenang kabupaten Lombok

Barat.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian Pneumonia pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Pemenang

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi gizi buruk pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Pemenang.

3. Untuk mengetahui hubungan gizi buruk dengan kejadian Pneumonia pada

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pemenang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Dengan mengetahui hubungan antara gizi buruk dengan kejadian pneumonia

pada balita di Puskesmas Pemenang kabupaten Lombok Barat, dapat

diperoleh informasi ilmiah sebagai sumbangan kepada dunia kedokteran

serta untuk memperkaya pengetahuan di bidang Kedokteran.

2. Manfaat praktis

a) Bagi puskesmas

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan fikiran

bagi tenaga

kesehatan di Puskesmas Pemenang kabupaten Lombok Barat untuk

mengatasi penyakit infeksi Pneumonia pada balita yang mengalami

gizi buruk.

b) Bagi akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan

masukan yang

bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Al-Azhar Mataram mengenai penyakit pneumonia, khususnya pada

balita berstatus gizi buruk.

Page 3

Page 4: Proposal KTI Dr.dian

c) Bagi masyarakat

Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang pentingnya menjaga status gizi terhadap peningkatan status

kesehatan balita.

Page 4

Page 5: Proposal KTI Dr.dian

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi

2.1.1 Definisi status gizi

Status gizi bisa diartikan suatu keadaan tubuh manusia akibat

dari konsumsi suatu makanan dan penggunaan zat-zat gizi dari

makanan tersebut yang dibedakan antara status gizi buruk, gizi

kurang, gizi baik dan gizi lebih (Sri). Menurut WHO (1990)

indeks status gizi adalah gabungan dua parameter antropometri

yang digunakan untuk menilai status gizi.

2.1.2 Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO

Indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status

gizi adalah :

a. BB/U (Berat Badan menurut Umur)

Indeks antropometri dengan BB/U mempunyai kelebihan

diantaranya lebih mudah dan lebih cepat dimengerti

masyarakatnumum, baik untuk mengukur status gizi akut atau

kronis, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap

perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan.

Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air,

lemak, tulang dan otot. Untuk pengkategorian status gizi

berdasarkan BB/U dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1.Status Gizi dengan Indikator BB/U Menurut Baku

WHO NCHS

Kategori Z Score

Status gizi lebih >2,0 SD

Status gizi baik -2,0 SD sampai 2,0 SD

Status gizi kurang < -2,0 SD

Status gizi buruk ≤ -3,0 SD

Page 5

Page 6: Proposal KTI Dr.dian

b. TB/U (Tinggi Badan menurut Umur)

Tinggi badan merupakan antropometri yang mengambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi

badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Keuntungan

indeks TB/U diantaranya adalah baik untuk menilai status gizi

masa lampau, pengukur panjang badan dapat dibuat sendiri,

murah dan mudah dibawa.

Tabel 2.Status Gizi dengan Indikator TB/U Menurut Baku

WHO NCHS

Kategori Z Score

Normal ≥ -2,0 SD

Pendek < -2,0 SD

c. BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan)

Dalam keadaan normal berat badan akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu,

keuntungan dari indeks BB/TB adalah tidak memerlukan data

umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal

dan kurus).

Tabel 3.Status Gizi dengan Indikator BB/TB Menurut Baku

WHO NCHS

Kategori Z Score

Gemuk > 2 SD

Normal -SD sampai + 2SD

Kurus < -2SD

Sangat kurus < -3SD

Selain cara diatas, klasifikasi status gizi bisa ditentukan dengan

menentukan indeks massa tubuh (IMT) para responden

berdasarkan hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan.

Page 6

Page 7: Proposal KTI Dr.dian

IMT =berat badan(kg)

tinggi badan❑2(m)

Skala pengukuran :

Status gizi kurang : skor IMT < 18,5

Status gizi baik (normal) : skor IMT 18,5 – 24,9

Status gizi lebih (overweight dan obesitas) : skor IMT >

25

2.1.3 Cara penilaian status gizi

Status gizi dapat ditentukan secara langsung dan secara tidak

langsung (Widardo, 1997). Penilaian status gizi secara langsung

dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu :

1. Antropometri

a. Pengertian

Secara umum antropometri berarti ukuran tubuh

manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka

antropometri gizi berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

b. Penggunaan

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh

seperti lemak, otot dan jumlah air

dalam tubuh.

2. Klinis

a. Pengertian

Penilaian klinis adalah metode yang sangat penting

untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini

didasarkan atas perubahan–perubahan yang terjadi

yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.

Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial

epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan

Page 7

Page 8: Proposal KTI Dr.dian

mukosa oral atau pada organ –organ yang dekat

dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

b. Penggunaan

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei

klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini

dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda–

tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau

lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk

mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan

melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan

gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

3. Biokimia

a. Pengertian

Penilaian satus gizi secara biokimia adalah

pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris

yang dilakukan pada

berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang

digunakan antara lain : darah, urin, tinja, dan juga

beberapa

jaringan tubuh seperti hati dan otot.

b. Penggunaan

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa

kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang

lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang

spesifik, maka

penentuan secara faal dapat lebih banyak menolong

untuk

menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

4. Biofisik

a. Pengertian

Penentuan status gizi secara biofisik adalah

penentuan status gizi dengan melihat kemampuan

fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan

struktur dari jaringan.

Page 8

Page 9: Proposal KTI Dr.dian

b. Penggunaan

Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu

seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of

night blindness). Cara yang digunakan adalah tes

adaptasi gelap.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga

yaitu :

1. Survei Konsumsi Makanan

a. Pengertian

Survei konsumsi makanan adalah penentuan status

gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah

dan jenis zat gizi yang di konsumsi.

b. Penggunaan

Pengumpulan data konsumsi makanan dapat

memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai

zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu.

Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan

kekurangan zat gizi.

2. Statistik Vital

a. Pengertian

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah

dengan menganalisis data beberapa statistik

kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,

angka kesakitan dan kematian akibat penyebab

tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan

gizi.

b. Penggunaan

Penggunaan penilaian status gizi dengan statistik

vital dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator

tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

3. Faktor Ekologi

a. Pengertian

Page 9

Page 10: Proposal KTI Dr.dian

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi

merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi

beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan

budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat

tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,

irigasi, dan lain–lain.

b. Penggunaan

Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting

untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu

masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program

intervensi gizi.

2.2 Pneumonia

2.2.1 Definisi

Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh

bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan

benda asing.

2.2.2 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri (diplococcus

pneumoniae, pneumococcu, streptococcus hemolyticus,

mycobacterium tuberculosis, dll), virus (virus influenza,

adenovirus, dll), jamur ( histoplasma capsulatum, aspergillus

species, dll). Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita

pneumonia berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini

dengan sempurna. Di negara berkembang, pneumonia pada anak

terutama disebabkan oleh bakteri.

2.2.3 Faktor resiko

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah

daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi

energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti

trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan

antibiotika yang tidak sempurna.

2.2.4 Distribusi pneumonia

a. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Orang (Person)

Page 10

Page 11: Proposal KTI Dr.dian

Data SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa 20,9%

kematian bayi disebabkan oleh pneumonia dan merupakan

penyebab kematian nomor dua pada bayi. Sedangkan pada

anak balita 21,9% kematiannya disebabkan oleh pneumonia

dan merupakan penyebab kematian nomor satu dari semua

penyebab kematian pada anak balita. Hasil SDKI tahun 1997

menyebutkan bahwa prevalensi pneumonia menurut jenis

kelamin lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki 9,4%,

sedangkan pada anak perempuan 8,5%. Hasil SDKI pada

tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia

paling tinggi terjadi pada anak usia 1-4 tahun yaitu 33,76%

dan prevalensi pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar 31%.

Menurut WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi

karena pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%.

b. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Tempat (Place)

Angka kematian balita tahun 1995 di Indonesia masih tinggi

mencapai 31% dari seluruh kematian penduduk Indonesia,

dengan perincian 22,4% di Jawa dan Bali dan 43,5% sampai

55,1% di kawasan Timur Indonesia.

c. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Waktu (Time)

Dari data SDKI tahun 1991, 1994, dan 1997 dapat diketahui

bahwa prevalensi pneumonia pada balita telah mengalami

sedikit penurunan yaitu dengan prevalensi 10% pada tahun

1991, 10% untuk tahun 1994, dan 9% untuk tahun 1997.

2.2.5 Patogenesis dan patofisiologi

Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di

udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru.

Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain,

misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit

penyakit) yang masuk akan dilawan oleh berbagai sistem

pertahanan tubuh manusia. Hal ini memicu terjadi reaksi

inflamasi. Kaskade inflamasi memicu kebocoran plasma dan

hilangnya surfaktan, yang mengakibatkan hilangnya udara dan

konsolidasi. Selain itu, mikroorganisme penyebab pneumonia

Page 11

Page 12: Proposal KTI Dr.dian

juga dapat merusak secara langsung dengan sekresi enzim,

protein, dan toksin yang dapat mengganggu membran sel.

2.2.6 Menifestasi klinis

Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan nafas

sesak, arena paru meradang secara mendadak, suhu tubuh

meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, menggigil, batuk,

suara serak, pada saat bernapas, dapat terdengar suara wheezing

atau mengi, bila sesak napasnya sangat berat akan terlihat

cekungan di dada bagian bawah (chest indwelling) saat menarik

napas. Gejala tambahan pneumonia di antaranya adalah anak

tidak nafsu makan, tidak mau menetek atau minum susu, oleh

karenanya anak akan menjadi lemah.

2.2.7 Diagnosis

Anamnesis akan ditemukan gejala khas yaitu takipneu,

demam, batuk, dll.

Pemeriksaan fisik : diagnosis pneumonia pada balita

didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas

disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai

umur. Adanya nafas cepat ini ditentukan dengan cara

menghitung frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat

adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit

atau lebih pada anak usia 2 bulan - <1 tahun dan 40 kali

per menit atau lebih pada anak usia 1- <5 tahun.

Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya

batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau

penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada

anak usia 2 bulan - <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2

bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya

nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali

per menit, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding

dada sebelah bawah ke dalam.

Pemeriksaan penunjang

Page 12

Page 13: Proposal KTI Dr.dian

a. Laboratorium : Pemeriksaan kultur darah seringkali

positif terutama pada pneumonia pneumococcus dan

merupakan cara yang lebih pasti untuk

mengidentifikasi organisme dibandingkan dengan

kultur yang potensial terkontaminasi.

b. Radiologi : Gambaran radiologis pada foto toraks PA

yang khas ialah terdapat konsolidasi pada lobus,

lobulus atau segmen dari satu atau lebih lobus paru.

Terlihat patchy infiltrate para parenkim paru dengan

gambaran infiltrasi kasar pada beberapa tempat di

paru sehingga menyerupai bronchopneumonia. Pada

foto toraks mungkin disertai gambaran yang

menunjukkan ada cairan di pleura atau fisura

interlober. Pneumonia biasanya menyebabkan suatu

daerah persebulungan yang berbatas tegas yang di

dalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara

dan/atau bronkhi yang berisi udara (air

bronchogram). Biasanya pneumonia menyebabkan

adanya opasitas yang tidak jelas dan tersebar pada

beberapa bagian paru.

2.3 Hubungan antara status kurang gizi dengan kejadian pneumonia

Asupan nutrisi yang menurun pada balita menyebabkan balita

mengalami gizi kurang/buruk yang berakibat penurunan

kekebalan tubuh. Penurunan kekebalan tubuh ini tentunya

menimbulkan bermacam-macam efek buruk bagi tubuh, dalam

hal ini pembentukan sIgA menurun dan pada paru-paru dapat

terjadi kerusakan epitel saluran napas. Kemudian paparan

bakteri yang ditularkan dengan mudah akan menginfeksi balita

sehingga angka pneumonia meningkat. Hampir semua bakteri,

virus, jamur, atau parasit dapat menyerang dan menginfeksi

paru-paru jika sistem kekebalan tubuh terganggu.

2.4 Kerangka teori

Page 13

Page 14: Proposal KTI Dr.dian

2.5 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini kerangka konsep tentang hubungan status gizi buruk dan

pneumonia pada balita akan diuraikan berdasarkan variabel-variabel

karakteristik demografi, pengetahuan dan sarana pelayanan kesehatan.

Gambar 2. Kerangka konsep hubungan status gizi dan kejadian pneumonia

2.6 Hipotesis

Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan antara status gizi buruk dengan

kejadian pneumonia pada balita.

Hipotesis Null (H0) : Tidak ada hubungan antara status gizi buruk

dengan kejadian pneumonia pada balita.

BAB 3

Page 14

Malnutrisi : Kekebalan menurun Agen opportunistik

Pneumonia : Epitel saluran napas

bagian bawah rusak Nafsu makan menurun

Status gizi kurang/burukAsupan nutrisi menurun

Sistem imunitas menurunInfeksi mikroorganisme dan kerusakan epitel saluran napas

Page 15: Proposal KTI Dr.dian

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Penilitian ini adalah penelitian analitik yang akan mencari dan menilai hubungan

sebab dan akibat antara gizi buruk dengan pneumonia. Pendekatan yang

digunakan pada desain penelitian ini adalah study case control.

3.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di puskesmas Pemenang Kabupaten Lombok

Barat.

3.3 Populasi dan sampel

Populasi pada penelitian ini adalah semua balita yang menjalani pengobatan di

Puskesmas Pemenang.

Kriteria inklusi: Anak usia di bawah lima tahun

Kriteria eksklusi:

a. Orang tua tidak kooperatif

b. Menderita penyakit paru lain

c. Menderita penyakit imunosupresif

d. Pengobatan dengan obat imunosupresif

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh subjek penelitian yang memenuhi

kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Besarnya sampel pada

penelitian ini adalah semua anak balita dengan pneumonia di Puskesmas

Pemenang. Dan sebagai kontrol adalah balita yang tidak pneumonia sebanyak

jumlah balita dengan pneumonia

.

3.4 Teknik pengumpulan data

Data dapat diambil dari puskesmas. Alat ukur atau instrument yang digunakan

dalam penelitian ini adalah : kuisioner, catatan medis pasien pneumonia, baku

rujukan berat badan terhadap umur WHO – NCHS dalam versi skor simpang

baku (score=z).

3.5 Pengolahan dan analisa data

Page 15

Page 16: Proposal KTI Dr.dian

Untuk menguji hubungan antara status gizi dengan klasifikasi pneumonia pada

balita adalah dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square dan akan

diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 for Windows.

3.6 Identifikasi variabel penelitian

1. Variabel bebas: Status gizi

2. Variabel terikat : pneumonia pada balita

3. Variabel luar : Berat badan lahir rendah (BBLR), tidak

mendapatkan imunisasi, asupan asi, defisiensi vitamin A, pajanan

polusi udara.

3.7 Definisi Operasional

1. Status gizi anak

Yang dimaksud status gizi anak balita disini adalah status gizi pada anak

umur 1–5 tahun yang ditentukan berdasarkan data antropometri berupa

berat badan terhadap umur dengan berpedoman pada standar NCHS –

WHO yang disajikan dalam versi skor simpang baku (standar deviation

score=z). Alat ukur yang dipakai adalah anamnesis umur secara

langsung dan alat pengukur berat badan dalam satuan kilogram.

2. Pneumonia

Klasifikasipneumonia dibagi menjadi :

a. Pneumonia berat : bila ada tarikan dinding dada ke dalam

(retraksi) dan stridor.

b. Pneumonia : napas cepat dengan laju napas:

> 50x/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun

> 40x/menit pada anak 1 – 5 tahun

c. Bukan pneumonia : bila tidak ada tanda-tanda pneumonia.

Skala yang digunakan untuk variabel pneumonia adalah skala

nominal dikotom, dimana hasil pengukuran berupa pneumonia dan tidak

pneumonia.

Page 16