Proposal Penelitian Semprof Kelompok 3 Sblm Sidang

  • Upload
    ayu-dwi

  • View
    642

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dengan adanya pembauran dan sintesis antar budaya dari bangsa-bangsa di dunia telah mendatangkan suatu masa transisi. Dalam hal ini pola makan kita telah memasuki masa transisi. Dalam arti sedang berubah menuju pola makan baru, yang bercirikan jenis makanan baru, cara pengolahan baru, cara makan baru, serta waktu dan frekuensi makan baru. Disebut baru oleh karena pola makan tersebut tidak didapatkan secara asli di masyarakat setempat. Suatu pola makan yang berasal dari masyarakat lain di negara lain atau dikembangkan secara khusus dalam masyarakat. Makanan baru, yang tersedia secara luas dalam masyarakat kita karena kemenangan informasinya, yang mulai kita makan, kadang disebut makanan modern, karena datang bersamaan dengan masuknya peradaban modern dalam satu kelompok makanan, karena keragamannya yang sangat tinggi (Fatimah, 1998). Kemajuan di bidang ekonomi terutama di perkotaan menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup antara lain perubahan pola makan dan kebiasaan makan yang memberikan kontribusi terhadap pesatnya fast food. Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern sulit untuk menghindar dari fast food. French (2001) dalam penelitiannya di Amerika juga menemukan semakin meningkatnya prosentase uang yang dibelanjakan untuk membeli makanan cepat saji dari tahun ke tahun. Tercatat sebanyak 25% dari total pengeluaran pangan pada tahun 1970 meningkat menjadi 40% pada tahun 1995, dan menjadi 47,5% pada tahun 1999, serta diproyeksikan pada tahun 2010 meningkat sebanyak 53%. Globalisasi dalam perdagangan dan sistem informasi, pertumbuhan pasar modern yang pesat, menjamurnya outlet makanan siap saji, dan gencarnya iklan makanan merupakan fenomena yang kini terjadi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan pangsa pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi, terutama pada wilayah perkotaan. Perubahan pola dan gaya makan tersebut dapat pula dilihat sebagai kesempatan bagi industri makanan dan minuman untuk memperluas produk dan pasar. Di Indonesia data pengeluaran uang untuk konsumsi makanan cepat saji tersebut belum banyak dilaporkan, tetapi diduga juga ada kecenderungan meningkat. Hal ini dipengaruhi salah satunya oleh promosi produsen makanan cepat saji yang sangat gencar. Semakin

1

meningkatnya konsumsi makanan cepat saji tersebut (dalam bahasa asalnya bahkan disebut junk food) dalam jangka panjang tentu dapat menimbulkan dampak negative terhadap gizi dan kesehatan. Hal tersebut karena diduga makanan cepat saji mengandung tinggi energi, protein, lemak jenuh tinggi dan garam, tetapi rendah serat. (Styne, 2003). Tinggi energi, protein dan lemak baik untuk pertumbuhan, tetapi bila dikonsumsi berlebih maka dapat menyebabkan kegemukan dan obesitas. Makanan tinggi lemak jenuh, tinggi kolesterol dan rendah serat merupakan faktor-faktor makanan yang meningkatkan risiko gangguan penyakit kardiovaskuler dan penyakit-penyakit degeneratif yang lain, terutama bagi orang dewasa. Penelitian Wijaya (2005) menunjukkan bahwa dari 177 mahasiswa di Surabaya 98,3% menyatakan pernah makan di restoran fast food dengan frekuensi kunjungan 2-5 kali dalam satu bulan. Di kotamadya Bogor 83,3% remaja lebih memilih makanan siap saji modern (fast food) dibandingakan makanan siap saji tradisional (Pradnyawati,1997) dan 25,1% mengonsumsi fastfood 3 kali dalam seminggu (Suhartini,2004) sedangkan Hafitri (2003) mengatakan sebanyak 66,7% remaja terbiasa membeli fast food dan makanan tardisional satu kali dalam seminggu. Data tentang konsumsi makanan semacam itu di Indonesia (Kentucky Fried Chicken, McDonald, Pizza, dll) juga cenderung meningkat, dan bahkan makanan tersebut bagi sebagian orang dianggap mempunyai nilai prestise yang tinggi (Fatimah, S, 1998). Selain itu, menurut Data Susenas modul konsumsi 2002 menyebutkan gorengan dipilih oleh hampir separuh rumah tangga di Indonesia (49 persen). Jajanan lain yang disukai di Indonesia adalah mi (bakso/rebus/goreng) (45 persen) serta makanan ringan anak (39 persen). Dilihat dari daerah tempat tinggal, mi dan gorengan adalah jajanan favorit di daerah perkotaan. Lebih dari separuh rumah tangga di perkotaan membeli mi (58 persen) dan gorengan (54 persen). Perubahan kebiasaan makan dapat disebabkan pula oleh faktor pendidikan gizi dan kesehatan serta aktivitas pemasaran atau distribusi pangan. (Hartog, staveren & Brouwer, 1995). Menurut Sediaoetama (2000), tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi. Kesalahan dalam memilih makanan dan kurang cukupnya pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan timbulnya masalah gizi yang akhirnya mempengaruhi status gizi.

2

Status gizi yang baik hanya dapat tercapai dengan pola makan yang baik, yaitu pola makan yang didasarkan atas prinsip menu seimbang, alami dan sehat (Sediaoetama, 2000) Memperhatikan data makin meningkatnya konsumsi makanan cepat saji pada golongan usia remaja sampai dewasa dan pentingnya pengetahuan gizi seseorang yang dapat mempengaruhi status gizi seperti terdapat pada pendahuluan, serta telah diketahuinya dampak buruknya bagi kesehatan, maka peneliti tertarik untuk mengulas bagaimanakah hubungan pengetahuan dan frekuensi konsumsi fast food tersebut terhadap status gizi lebih pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini adalah Apakah ada hubungan pengetahuan dan Kebiasaan konsumsi makanan fast food terhadap status gizi lebih pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang makanan fast food mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ? 2. Bagaimana gambaran bebiasaan konsumsi makanan fast food pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ? 3. Bagaimana gambaran status gizi lebih mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ? 4. Adakah hubungan pengetahuan tentang makanan fast food terhadap status gizi lebih pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ? 5. Adakah hubungan Kebiasaan konsumsi makanan fast food terhadap status gizi lebih mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan Kebiasaan konsumsi makanan fast food Hidayatullah Jakarta. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran pengetahuan tentang makanan fast food pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. terhadap status gizi lebih Mahasiswa UIN Syarif

3

2.

Mengetahui gambaran Kebiasaan konsumsi makanan fast food pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Mengetahui gambaran status gizi lebih mahasiswa UIN Hidayatullah Jakarta.

Syarif

4.

Mengetahui hubungan pengetahuan tentang makanan fast food terhadap status gizi lebih mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5.

Mengetahui hubungan Kebiasaan konsumsi makanan fast food terhadap status gizi lebih mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti Mengetahui gambaran pengetahuan tentang makanan fast food mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mengetahui gambaran Kebiasaan konsumsi makanan fast food pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mengetahui gambaran status gizi lebih mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mengetahui hubungan pengetahuan tentang makanan fast food terhadap status gizi lebih mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mengetahui hubungan Kebiasaan konsumsi makanan fast food terhadap status gizi lebih mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mengetahui lebih jelas mengenai makanan fast food itu sendiri. pada

1.5.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Memberikan tambahan pustaka mengenai hubungan antara pengetahuan dan Kebiasaan konsumsi makanan fast food terhadap status gizi lebih seseorang. 1.5.3 Bagi Masyarakat Menambah wawasan mengenai dampak positif dan negatif makanan fast food.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi 2.1.1 Definisi status gizi Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah terpenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut. Keseimbangan asupan dengan kebutuhan dapat terlihat dari variabel-variabel pertumbuhan berat badan, tinggi/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan panjang tungkai (Supariasa, 2002).

2.1.2 Klasifikasi status gizi Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Baku Antropometri yang sekarang diguanakan di Indonesia adalah WHO-NHCS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan World Health Organization- National Centre For Health Statistics (WHO-NHCS). Penentuan status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara biokimia, dietetika, klinik dan antropometri (cara yang paling umum dan mudah digunakan untuk mengukur status gizi di lapangan). Indeks antropometri yang dapat digunakan adalah Berat Badan per Umur (BB/U); Tinggi Badan per Umur (TB/U); Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB); LLA/U; LLA/TB; dan IMT. Untuk mengukur masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (18 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh Karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan ideal atau normal.

5

Di Indonesia khususnya, cara pemantauan dan batasan berat badannormal orang dewasa belum jelas mengacu pada patokan tertentu. Laporan FAO/WHO/UNU Tahun 1985 menyatakanbahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukanberdasarkan nilai Body Mass Index (BMI). Di Indonesia istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi Index Massa Tubuh (IMT). IMT tidak dapat

diterapkan pada bayi, anak, remaja , ibu hamil dan olahragawan. Disampingi itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada Keadaan khusus (Penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites, dan hepatomegali. Berikut ini rumus perhitungan IMT: Berat Badan (kg) IMT = Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m) Untuk kepentngan Indonesia, batas ambang dmodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa Negara berkembang. Akhirnya, diambil kesimpulan ambang batas IMT untuk Indonesia adalah seperti pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kurus Normal Kelebihan berat badan tingkat ringan Gemuk Kelebihan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan IMT 18,5-25,0 >25,0-27,0 >27,0

Sumber : Depkes, 1994. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa, Jakarta, hlmn 4 dikutip oleh Supariasa (2002)

2.1.3 Gizi Lebih Di negara maju masalah yang umum dihadapi adalah obesitas atau kelebihan gizi yang diakibatkan oleh konsumsi zat gizi yang berlebihan, kurang aktivitas fisik. Ini biasanya terjadi pada orang-orang yang hidupnya sudah makmur dan kurang bisa menjaga makanannya.

6

Gizi lebih adalah berat badan yang relatif berlebihan dengan usia atau tinggi anak yang sebaya, sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh. Dalam status gizi lebih, tubuh sudah kewalahan menampung kelebihan zat gizi, terutama sumber tenaga. Kelebihan tersebut akhirnya disimpan dalam bentuk lemak dibawah kulit yang akan menimbulkan permasalahan baru, seperti menyempitnya pembuluh darah. Menurut WHO seorang remaja dikatakan gizi lebih bila indeks massa tubuh menurut umur dan jenis kelamin melebihi 85 persentil. Berdasaekan penjelasan diatas maka pada gilirannya terjadi gizi lebih akan meningkatkan resiko morbiditas penyakit tidak menular yang disebabkan oleh perilaku kehidupan modern. Perilaku yang dimaksud menekan pada kebiasaan pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolestrol serta rendah serat.

2.1.4 Penilaian status gizi

Penilaian status gizi dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam metode antara lain dengan pemeriksaan : 1) Gejala klinis 2) Laboratorium 3) Biofisik 4) Antropometri

Dari beberapa metode yang ada tersebut ditemui beberapa kendala seperti besarnya biaya atau tidak praktis dilaksanakan di lapangan. Hanya pemeriksaan gejala-gejala klinis dan pengukuran antropometri yang paling praktis digunakan di lapangan (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:19). a. Penilaian status gizi secara langsung 1. Antropometri Untuk menilai pertumbuhan gizi anak sering digunakan ukuranukuran antropometrik yang dibedakan menjadi dua kelompok yang meliputi: Tergantung umur yaitu berat badan terhadap umur, tinggi badan terhadap umur, lingkar kepala terhadap umur dan lingkar lengan atas terhadap umur. Kesulitan menggunakan cara ini adalah menetapkan umur anak yang tepat, karena tidak semua anak mempunyai catatan mengenai tanggal lahirnya. Tidak tergantung umur yaitu berat badan terhadap tinggi badan, lingkar lengan atas terhadap tinggi badan. Kemudian hasil pengukuran antopometrik tersebut dibandingkan dengan suatu baku tertentu, misalnya baku harvard, NCHS, atau baku nasional (I Dewa

7

Nyoman Supariasa, 2000:38). Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita mengunakan metode antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka dalam penelitian ini peneliti mengunakan penilaian status gizi dengan cara pemeriksaaan fisik yang disebut antropometri ini. a). Berat badan Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting dan paling sering digunakan pada setiap kesempatan pemeriksaan kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lainlainnya. Berat badan juga dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik, status gizi kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, oedema dan adanya tumor. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:39). b). Tinggi Badan Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang terpenting. Keistimewaannya adalah bahwa ukuran tinggi badan pada masa pertumbuhan meningkat terus sampai tinggi maksimal

dicapai.Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang jika umur tidak diketahui dengan tepat. (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:42). c). Umur Faktor umur sangat penting dalam penilaian status gizi. Menurut Puslitbang Giz Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah adalah umru penuh (completed year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (completed month) (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:38).

8

Pengukuran status gizi dilakukan dengan melihat Indikator Antropometri yaitu;

Berat badan menurut umur (BB/U) Tinggi badan menurut umur (TB/U) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Cara yang dipakai untuk mengetahui status gizi balita adalah dengan cara antropometri yaitu pengukuran berat badan dikaitkan dengan umur dan klasifikasi dengan standart baku WHO NCHS. Berat badan terhadap umur merupakan salah satu indikator yang di pakai dalam cara antropometri yang dapat memberikan gambaran tentang indeks massa tubuh dan pertumbuhan anak-anak. Pengukuran barat badan merupakan ukuran antropometri terpenting pada saat ini. Berat badan menunjukkan peningkatan protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Berat badan digunakan untuk mengetahui keadaan gizi tumbuh kembang anak sensitive terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulang. Dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. 2. Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan selain salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (sympton) atau riwayat penyakit (I Dewa Nyoman Supariasa, 2001:19). 3. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan

9

tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (I Dewa Nyoman Supariasa, 2001:19). 4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Metode ini umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemik of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:20). b. Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai berikut: 1. Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (supariasa,2002). A. Tujuan survei konsumsi makanan 1. Tujuan umum Untuk mengetahui kebiasaan makan, dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, Rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya 2. Tujuan khusus a. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok masyarakat b. Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu, c. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan makanan, d. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi,

e. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, f. Menentukan perundang-undangan bidang pangan dan gizi. B. Metode pengukuran konsumsi pangan berdasarkan jenis data yang diperoleh

10

a. Metode kualitatif, i. Metode frekuensi makanan (food frequensi); ii. Metode dietary history; iii. Metode telepon; iv. Metode pendaftaran makanan. b. Metode kuantitatif i. Metode recall 24 jam ii. Perkiraan makanan (estimated food records) iii. Penimbangan makanan (food weighing) iv. Metode food account; Metode inventaris (inventory method)

v. Pencatatan (household food record) c. Metode kualitatif dan kuantitatif i. Metode recall 24 jam ii. Metode riwayat makanan (dietary history) Metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu, antara lain: a. Metode Food Recall 24 Jam Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden, ibu atau pengasuh (bila anak masih kecil) disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Misalnya, petugas datang pada pukul 07.00 ke rumah responden, maka konsumsi yang ditanyakan adalah mulai pukul 07.00 (saat itu) dan mundur ke belakang sampai pukul 07.00, pagi hari sebelumnya. Wawancara dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (124 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh

11

karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilalakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake.harian individu (Sanjur, 1997). Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam: Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu. Dalam membantu responden mengingat apa yang dimakan, perlu diberi penjelasan waktu kegiatannya seperti waktu baru bangun, setelah sembahyang, pulang dari sekolah/bekerja, sesudah tidur siang dan sebagainya. Selain dari makanan utama, makanan kecil atau jajan juga dicatat. Termasuk makanan yang dimakan di luar rumah seperti di restoran, di kantor, di rumah teman atau saudara. Untuk masyarakat perkotaan komsumsi tablet yang mengandung vitamin dan mineral juga dicatat serta adanya pemberian tablet besi atau kapsul vitamin A. Petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksir/memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram)

pewawancara menggunakan berbagai alat bantu seperti contoh ukuran rumah tangga (piring, gelas, sendok, dan lain-lain) atau model dari makanan (food model). Makanan yang dikonsumsi dapat dihitung dengan alat bantu ini atau dengan menimbang langsung contoh makanan yang akan dimakan berikut informasi tentang komposisi makanan jadi.

Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia. Agar wawancara berlangsung secara sistematis, perlu disiapkan kuesioner sebelumnya sehingga wawancara terarah menurut urut-urutan

12

waktu dan pengelompokan bahan makanan. Urutan waktu makan sehari dapat disusun berupa makan pagi, siang, malam dan snack serta makanan jajanan. Pengelompokan bahan makanan dapat berupa makanan pokok, sumber protein nabati, sumber protein hewani, sayuran, buah-buahan dan lain-lain. Contoh kuesioner recall 24 jam dapat dilihat pada Lampiran . Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut: Kelebihan metode recall 24 jam:

Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden.o

Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara.

o o o

Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

Kekurangan metode recall 24 jam:

Tidak dapat menggambarkan asupan makanan setiari hari, bila hanya dilakukan recall satu hari.

Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu responden hams mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.o

The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).

o

Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang

13

dipakai menurut kebiasaan masyarakat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat secara tepat menanyakan apa-apa yang dimakan oleh responden, dan mengenal cara-cara pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang akan diteliti secara umum.o

Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian. Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.

Karena keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, maka untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut), tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari. b. Estimated Food Records Metode ini disebut juga food records atau diary records, yang digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang is makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut. Langkah-langkah pelaksanaan food record:

Responden mencatat makanan yang dikonsumsi dalam URT atau gram (nama masakan, cara persiapan dan pemasakan bahan makanan).

Petugas memperkirakan/estimasi URT ke dalam ukuran berat (gram) untuk bahan makanan yang dikonsumsi tadi.

Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan DKBM. Membandingkan dengan AKG.

14

Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi yang mendekati sebenarnya (true intake) tentang jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh individu. Kelebihan metode estimated food records:

Metode ini relatif murah dan cepat. Dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar. Dapat diketahui konsumsi zat gizi sehari. Hasilnya relatif lebih alcurat

Kekurangan metode estimated food records:

Metode ini terlalu membebani responden, sehingga sering menyebabkan responden merubah kebiasaan makanannya.

Tidak cocok untuk responden yang buta huruf.

Sangat tergantung pada kejujuran dan kemampuan responden dalam mencatat dan memperkirakan jumlah konsumsi. c. penimbangan Makanan (Food Weighing) Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari. Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang tersedia. Contoh kuesioner penimbangan makanan dapat dilihat pada Lampiran . Langkah-langkah pelaksanaan penimbangan makanan:

Petugas/responden menimbang dan mencatat bahan makanan/makanan yang dikonsumsi dalam gram.

Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sehari, kemudian dianalisis dengan menggunakan DKBM atau DKGJ (Daftar Komposisi Gizi Jajanan).

Membandingkan hasilnya dengan Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (AKG). Perlu diperhatikan disini adalah, bila terdapat sisa makanan setelah makan maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi.

15

Kelebihan metode penimbangan:

Data yang diperoleh lebih akurat/teliti.

Kekurangan metode penimbangan:

Memerlukan waktu dan cukup mahal karena perlu peralatan.o

Bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup lama, maka responden dapat merubah kebiasaan makan mereka.

o o

Tenaga pengumpul data harus terlatih dan trampil. Memerlukan kerjasama yang baik dengan responden.

d. Metode Riwayat Makan (Dietary History Method) Metode ini bersifat kualitatif carena memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam w aktu yang cukup lama (bisa 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Burke (1947) menyatakan bahwa metode ini terdiri dari tiga komponen, yaitu: Komponen pertama adalah wawancara (termasuk recall 24 jam), yang mengumgulkan data tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam terakhir. Komponen kedua adalah tentang frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar (check list) yang sudah disiapkan, untuk mengecek kebenaran dari recall 24 jmn tadi. Komponen ketiga adalah pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek Wang. Contoh kuesioner metode dietary history dapat di lihat pada lampiran 9 Langkah-langkah metode riwayat makan:

Petugas menanyakan kepada responden tentang pola kebiasaan makannya. Variasi makan pada hari-hari khusus seperti hari libur, dalam keadaan sakit dan sebagainya juga dicatat. Termasuk jenis makanan, frekuensi penggunaan, ukuran porsi dalam URT serta cara memasaknya (direbus, digoreng, dipanggang dan sebagainya).

16

Lakukan pengecekan terhadap data yang diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan untuk kebenaran data tersebut.

Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengumpulan data adalah keadaan musim-musim tertentu dan hari-hari istimewa seperti hari pasar, awal bulan, hari raya dan sebagainya. Gambaran konsumsi pada hari-hari tersebut hams dikumpulkan. Kelebihan metode riwayat makan:

Dapat memberikan gambaran konsumsi pada periode yang panjang secara kualitatif dan kuantitatif.

Biaya relatif murah. Dapat digunakan di klinik gizi untuk membantu mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan diet pasien.

Kekurangan Metode Riwayat Makan:

Terlalu membebani pihak pengumpul data dan responden. Sangat sensitif dan membutuhkan pengumpul data yang sangat terlatih. Tidak cocok dipakai untuk survei-survei besar.

Data yang dikumpulkan lebih bersifat kualitatif. Biasanya hanya difokuskan pada makanan khusus, sedangkan variasi makanan sehari-hari tidak diketahui. e. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency) Metode frekuensi makanan adalah untu-k memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Selain itu dengan metode frekuensi makanan dapat memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi karena periode pengamatannya lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan ranking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi.

17

Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Contoh kuesioner food frequency dapat dilihat pada Lampiran 10. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden. Langkah-langkah Metode frekuensi makanan: Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya. Langkah-langkah Metode frekuensi makanan, Supariasa (2001): o Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya. o Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula. Kelebihan Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency) Menurut Supariasa (2001), Metode Frekuensi Makanan mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: o Relatif murah dan sederhana o Dapat dilakukan sendiri oleh responden o Tidak membutuhkan latihan khusus o Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan Kekurangan Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency) Menurut Supariasa (2001), Metode Frekuensi Makanan juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain: o Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari o Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data o Cukup menjemukan bagi pewawancara o Perlu percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner o Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi. 2. Statistik Vital

18

Pengukuran status gizi dengan statistik vital dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka Kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:20). 3. Faktor Ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:21).

2.2 Fast Food 2.3.1 Definisi fast food Fast food adalah makanan yang disiapkan dalam waktu singkat (kurang dari satu menit setelah pemesanan). Menu yang ditawarkan pada restoran fast food pada umunya terbatas, dan sebagian besar system pelayanannya berupa self-service by the costumer (Yuliati, 1998). Sedangkan menurut Bertram (1975) dalam Hayati (2000), fast food didefinisikan : pertama, sebagai makanan yang dapat disajikan dalam waktu sesingkat mungkin; kedua, merupakan makanan yang dapat dikonsumsi secara cepat. Oxford dictionary mendefinisikan fast food sebagai makanan yang dapat diolah dan disajikan dalam waktu yang singkat dan mudah dalam hitungan beberapa menit, terutama di snack bar atau rumah makan. Menurut Khomsan (2004) fast food tidak sama dengan junk food. Junk food adalah makanan yang kaya kalori namun miskin gizi, sementara fast food adalah makanan yang bergizi tinggi. tetapi fast food umumnya juga miskinakan sayur. Kalaupun ada, sayurnya terbatas pada salada yang tidak banyak mengandug vitamin dan mineral 2.3.2 Macam-macam fast food Bila kita mendengar istilah fast food maka langsung berpikiran makanan seperti burger, frech fries, fried chicken, pizza, dan sebagainya. Fast food biasanya

19

mengandung zat gizi yang terbatas atau rendah, diantaranya adalah kalsium, riboflavin, vitamin A, magnesium, vitamin C, folat dan serat. Selain itu, kandungan lemak dan natrium cukup tinggi pada berbagai fast food. Secara umum fast food dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fast food yang berasal dari luar negeri yang lebih dikenal dengan fast food modern sepeti McDonals, Kentucky Fried Chicken (KFC), Texas Fried Chicken (TFC), Pizza Hut, A&W, Dunkin Donuts, dan Popeyes, serta fast food tradisional atau local seperti rumah makn Padang, Warung Tegal, Bakul Sunda dan lainnya yang biasa menyediakan makanan sepeti pecel lele, ayam bakar, bakso, siomay, gado-gado, ketoprak dan lainnya (Saputra (2000) dalam Karnaeni (2005)) 2.3.3 Karakteristik dan kandungan gizi dalam fast food Umumnya fast food mengandung tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi gula dan garam yang membuat kita menolaknya. Kebanyakan fast food mengandung lebih dari 50% lemak, rendah besi, kalsium, riboflavin, serat makanan, vitamin A dan C. Kandungan vitamin C rendah bila tidak dimakan bersama buah atau juice buah. Fast food mengandung sejumlah zat gizi seperti lemak, protein, vitamin, dan mineral, dalam jumlah sedang sampai banyak. Kerugian dari fast food adalah bahwa juga mengandung sejumlah besar lemak jenuh, kolesterol, garam natrium, dan tinggi kalori. Pada umumnya, dapat dikatakan fast food mengandung : a. Tinggi kalori, rata - rata makanan fast food mengandung sebanyak 50% dari jumlah kalori yang diperlukan sehari, berkisar antara 400 kalori sampai 1500 kalori. Hamburger yang besar, kentang goreng, milk shake mengandung 1.200 kalori, yang merupakan total kalori perhari yang diperlukan tubuh untuk seorang yang sedang menjalani diet. Mengurangi asupan makanan. b. Tinggi lemak, berkisar antara 40 - 60% kalori dalam fast food berasal dari lemak. Bahan seperti keju, mayonaise, kream dan metode deep frying mengandung tinggi lemak dalam makanan ini. Makanan yang diolah dengan cara deep frying adalah lemak sapi dan mengandung telur yang juga mengandung tinggi kolesterol. c. Tinggi garam. beberapa jenis makanan mengandung tinggi natrium. Misalnya cheese burger mengandung 1.400 mg Natrium, yang merupakan lebih dari 1/3

20

gram maksimum yang dianjurkan perhari yang besarnya 3.300 mg atau 1.5 sendok teh garam perhari. d. Tinggi kandungan gula. Asupan gula terbesar dari minuman dan desert. Misalnya sekaleng minuman ringan mengandung 8 sendok teh gula, doughnut mengandung 6 sendok teh gula. Kandungan gula yang cukup tinggi ini memberikan kontribusi yang cukup besar pada jumlah kalori yang dimakan. Rendah kandungan serat. Makanan fast food biasanya mengandung rendah serat, kecuali salad. Makanan khas fried chicken sekali makan yang biasanya terdiri dari 2 potong ayam, mashed potatoes dan soft drink, total mengandung kurang dari 1 gram serat makanan, yang jumlahnya tak berarti dibanding dengan anjuran serat sebanyak 40 gram per hari.

2.3.4 Kelebihan dan kekurangan fast food a. Kelebihan Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain penyajian cepat sehingga tidak menghabiskan waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja; higienis, dianggap makanan bergengsi, makanan modern, makanan gaul.

b. Kekurangan komposisi fastfood kurang memenuhi standar makanan sehat, antara lain kandungan lemak jenuh yang berlebihan karena kandungan hewani lebih banyak dibanding nabati; kurang serat, kurang vitamin, dan terlalu banyak natrium. Fast food yang berasal dari pangan hewani ternak sebagai menu utama tak ayal lagi juga merupakan pangan sumber lemak dan kolesterol. Fried chicken yang umumnya digoreng dengan kulitnya mengandung kolesterol cukup tinggi. lemak dan kolesterol memang diperlukan oleh tubuh kita, namun bila dikonsumsi berlebihan akan mendatangkan gangguan kesehatan seperti terjadinya

penyumbatan pembuluh darah. Konsumsi lemak hendaknya dibatasi maksimum 25% dari kebutuhan kalori total atau sekitar 500-550 Kalori dan 300 mg/orang/hari untuk kolesterol. Ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan pola makan setiap hari. Kelebihan kalori, lemak, dan natrium akan terakumulasi di dalam tubuh sehingga akan dapat menimbulkan berbagai penyakit

21

degenerative (tekanan darah tinggi, arterosklerosis, jantung koroner, dan diabetes mellitus) serta obesitas. Namun, konsumsi pangan tersebut tidak akan merugikan jika disertai dengan menu seimbang, frekuensi rendah dan disertai dengan aktivitas fisik atau olahraga yang teratur dan disesuaikan dengan usia (Mahdiyah, Zulaikhah &n Asih, 2004) 2.4.2 Faktor Penyebab Gizi Lebih Penyebab gizi lebih secara umum adalah asupan energi yang melebhi kebutuhan yaitu melebihi untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Proses tumbuh kembangg dan berbagai aktivitas jasmani anak.kelebihan asupan makanan merupakan penyebab terpenting dibandingkan penyebab lainnya. Faktor lain yang mempenagruhi gizi lebih adalah ketersediaan makanan berenergi tinggi dan rendah serat, aktivitas fisik yang rendah, kurangnya pengetahuan gizi dan faktor keturunan. Gizi lebih disebabkan oleh faktor makanan, faktor aktivitas fisik, faktor hormonal, faktor genetik dan psikologis: 1. Pola Konsumsi Penentuan kebutuhan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun berdasarkan perkembangan kronologis, bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum tercukupi. Status gizi harus dinilai secara perorangan berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi,

antropometris, diet serta pskososial (Arisman, 2004). a) Energi makanan diperlukan untuk kehidupan, selain untuk energi makanan juga dibutuhkan untuk mengatasi sel-sel tubuh yang rusak. Tetapi makanan akan menjadi persoalan jika makanan yang dikonumsi melebihi kebutuhan. Kelebihan energi akan disimpan didalam tubuh, keadaan yang terus menerus berakibat penimbunan lemak di dalam tubuh dan semakin banyak sehingga orang menjadi gemuk. Energi dibutuhkan remaja untuk aktivitas fisik, basal metabolic rate (BMR) dan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan selama puberitas.

22

Kebutuhan energi remaja laki-laki lebih besar dibandingkan kebutuhan pada remaja perempuan karena untuk peningkatan berat badan, tinggi badan dan lean body mass (Brown, 2005) Menurut buku Gizi Kesehatan Masyarakat (2007) terdapat hubungan antara asupan kalori dan pertumbuhan. b) Protein Seperti halnya dengan energi, kebutuhan protein lebih dekat berkorelasi dengan pertumbuhan daripada dengan pertumbuhan umur kronologis (Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 1007). c) Lemak Dengan pertimbangan berbagai peran lemak maupun penyerapan zat gizi larut lemak dan mencegah tingginya kadar kolesterol darah, kecukupan asam lemak esensial dianjurkan 10% dari total konsumsi energi. Sementara itu anjuran konsumsi lemak total adalah 25% dari total energi (PUGS,2002). Konsumsi lemak rata-rata di Indonesia 20% dari total energi. Sumbangan konsumsi energi dari lemak sebaiknya tidak melebihi 30% dan perlu perbaikan komposisi asam lemak yang lebih baik sebagai upaya pencegahan penyakt kronik degeneratif sedini mungkin (Hardiansyah dan V. tambunan, 2004). d) Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi tubuh. Sumber makanan yang kaya karbohidrat adalah buah-buahan, sayuran, beras yang juga sumber serat. Kebutuhan mutlak untuk karbohidrat pada remaja belum ditetapkan. Diperkirakan kira-kira 50% atau lebih total kalori berasal dari karbohidrat dan tidak lebih dari 10% kalori berasal dari pemanis (gula) seperti sukrosa, dan fruktosa. 2. Aktivitas fisik Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah sesuatu yang menggunakan tenaga atau energy untuk melakukan kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik membutuhkan energy yang berbedamenurut lamanya intensitas dan sifat Kerja otot. Latihan fisik dapat meningkatkan kemampuan fungsional kardiovaskular dan menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung yang diperlukan pada setiap penurunan aktivitas fisik seseorang. (William Son, 1993 dalam Nugroho, 1999)

23

Aktivitas fisik merupakan salah satu penggunaan energy tubuh, jika asupan kalori erlebihan dan tidak diikuti aktivitas fisik yang tinggi akan menyebabkan kelebihan berat badan. Aktivitas fisik merupakan salah satu komponen yang berperan dalam penggunaan energy. Penggunaan energy tiap jenis aktivitas itu berbeda tergantung dari tipe, lamanya dan bert badan orang yang melakukan aktivitas tersebut. Semakin berat aktivitas, semakin lama waktunya dan semakin berat tubuh orang yang melakukannya maka energy yang dikeluarkan pun lebih banyak. Olahraga jika dilakukan remaja secara teratur dan cukup takaran akan memberikan keuntungan. Keuntungan tersebut menjaga kesehatan sepanjang hidup dan mencegah dari penyimpangan perilaku makan (eating disorders) dan obesitas. (Guthrie,1995). Olahraga yang baik dilakukan dengan melihat intensitas latihan (frekuensi dan lama latihan). Latihan fisik olahraga dengan frekuensi tiga kali seminggu dengan durasi waktu minimal 30 menit membantu untuk mempertahankan kesehatan fisik (Depkes 2002). Olahraga yang dilakukan melebihi lima kali seminggu akan menimbulkan berbagai komplikasi baik secara psikologis maupun fisiologis, sering timbul beban mental kalau tidak berolahraga atau timbul cedera pada tungkai bila olahraganya cukup berat. (Kusmana, 1997) 3. Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi dan kebiasaan untuk menghargai makanan yang kurang, dapat menimbilkan rendahnya masalah zat gizi. Remaja sering tidak memahami zat gizi yang dikandung dalam makanan dan fungsi zat gizi dalam tubuh. Seseorang yang tidak mengerti prinsip dasar gizi dan tidak sadar dengan gizi yang dikandung dalam makanan atau mengakibatkan kesulitan memilih makanan yang dibutuhkan oleh tubuh.kemudian hal tersebut akan menimbulkan defisiensi, yang akan berpengaruh terhadap status gizi (Mc Williams, 1993). Menurut Apriadji (1986) faktor tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Remaja lebih baik mengetahui jenis makanan apa yang dikonsumsi. Banyak remaja yang lebih menyukai makanan mengandung tinggi kalori dan rendah vitamin dan mineral. Tentu saja jika hal tersebut berlanjut akan mengakibatkan kelebihan berat badan. Sulit bagi remaja untuk mengubah

24

kebiasaan makan. Cara yang bijak adalah bukan dengan diet, tetapi sikap untuk menyukai dan memilih makanan yang bergizi (Soekirman, 2006). Pentingnya pengetahuan gizi terhadap konsumsi didasarkan pada tiga kenyataan: (1) status gizi yang cukup adalah pentingnya bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang hanya akan cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal, pemeliharaan dan energi; (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo,1996). 4. Faktor Emosional/ Psikologis Emosional/ psikologis seseorang berhubungan erat dengan rasa lapar dan nafsu makan. Sejumlah hormon akan disekresi sebagi tanggapan dari keadaan psikologis, sehingga terjadi peningkatan metabolisme dimana energi akan dipecah dan digunakan untuk aktivitas fisik. Jika seseorang tidak menggunakan bahan bakar yang telah disediakan, maka tubuh tidak mempunyai alternatif lain sehingga menyimpannya sebagai lemak. Proses tersebut menyebabkan glukosa darah menurun sehingga menyebabkan rasa lapar pada orang yang mempunyai tekanan psikologis. 5. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologi dan social budaya. Kebiasaan makan bukanlah bawaan sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar (Suhardja, 1989). Perubahan kebiasaan makan dapat disebabkan oleh faktor pendidikan gizi dan kesehatan serta aktivitas pemasaran atau distribusi pangan. Dapat dipengaruhi oleh beberapa factor lingkungan seperti lingkungan budaya (cultural environmental), lingkungan alam (natural environmental) serta populasi (Hartog, Staveren & Brouwer, 1995). Kebiasaan makan remaja dipengaruhi oleh banyak factor. Pertumbuhan remaja, meningkatkan partisipasi dalam kehidupan social dan aktivitas remaja sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja tersebut. Remaja mulai dapat membeli dam mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri dan biasanya remaja lebih suka makanan serba instan yang berasal dari luar rumah seperti fast food. (Worthingthon- Robert, 2000).

25

6.

Karakteristik Individu Menurut Sarwono (2001) remaja adalah individu yang berumur antara 10-20 tahun. Adapula tahapan perkembangan remaja yatu remaja awal (12-14 tahun), remaja tengah (15-17 tahun) dan remaja lanjut (18-21 tahun). (Gunarsa,1991) Sedangkan tahapan perkembangan remaja menurut Robert dan Williams (2000), bahwa secara umum ada 3 tahapan perkembangan remaja, yaitu: 1. Remaja awal (early adolescence) : usia 10-14 tahun, suka membandingkan diri dengan orang lain, sangat mudah dipegaruhi oleh teman sebayanya dan lebih senag bergaul dengan teman sejenis. 2. Remaja tengah (middlr adolescence) : usia 15-19 tahun, lebih nyaman dengan keadaan sendiri, suka berdiskusi dan mulai berteman dengan lawan jenis, serta mengembangkan rencana masa depan. 3. Remaja akhir (late adolescence): usia 20-24 tahun, mulai memisahkan diri dari keluarga dan identitas, bersifat keras tetapi tidak berontak, teman sebaya tidak penting, berteman dengan lawan jenis secara dekat lebih penting, serta lebih focus pada rencana karir masa depan (Robert dan Williams,2000) Arisman (2004) menyatakan puncak pertambahan berat dan tinggi badan wanita tercapai pada usia masing-masing 11,9 tahun dan 12,1 tahun, sementara pria pada usia 14,3 dan 14,1 tahun. Laju pertumbuhan anak, hampir sama cepatnya sampai pada usia 9 tahun. Atrara usia 10-12 tahun, pertumbuhan anak perempuan mengalami percepatan terlebih dahulu Karena tubuhnya

memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi, sementara anak laki-laki baru dapat menyusul dua tahun kemudian. a. Jenis kelamin Menurut Apriadji (1986) pria lebih banyak membutuhkan energi dan protein daripada wanita, karena pria lebih banyak melakukan aktivitas fisik daripada wanita.namun dalam kebutuhan zat besi, wanita lebih banyak membutuhkannya daripada pria, karena setiap bulan wanita menderita menstruasi sehingga zat besi diperlukan untuk menyusun kembali darah yang telah terbuang tersebut. Khumaidi (1989) menyebutkan bahwa anak laki-laki biasanya mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dari hal makanan dibandingkan anak perempuan.

26

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa kekurangan gizi lebih banyak terdapat pada anak perempuan daripada pada anak laki-laki.

2.5 Kerangka teori

Biologis Umur Jenis Kelamin Status Pertumbuhan

Sosial Ekonomi Pendidikan

Perilaku Makan Kebiasaan Makan

Aktivitas Fisik olahraga

Individu (Pengetahuan Dan Sikap) Pengetahuan Gizi

Status Gizi Lebih

psikologis/Emosional

Kerangka Teori Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gizi Lebih (Modifikasi Apriadji,1986 dalam Desy Khairina, 2008)

27

28

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1

Kerangka Konsep Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan kebiasaan konsumsi fast food dengan status gizi pada mahasiswa UIN syarif Hidayatulla Jakarta. Penelitian ini memasukan kerangka konsep dengan variabel independen adalah pengetahuan gizi dan kebiasaan konsumsi fast food. Sedangkan variabel dependennya adalah gizi lebih. Variable-variabel yang akan diteliti melalui penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independent Sosial ekonomi : Kebiasaan Konsumsi fast food

Variabel Dependent

Gizi LebihIndividu : Pengetahuan Gizi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pengetahuan Dan Kebiasaan Konsumsi Makanan Fast Dengan Gizi Lebih Pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatulla Jakarta Tahun 2011

29

3.2 Definisi Operasional NO Variabel Gizi Lebih 1 Definisi Keadaan gizi mahasiswa yang diukur berdasarkan indeks antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan yang dinyatakan dengan IMT Cara Ukur Pembagian berat badan dan tinggi badan Alat Ukur Timbangan injak scale standar (SECA) dengan tingkat ketelitian 0,1 kg dan microtoise Kuesioner Hasil pengukuran 1. Lebih dari IMT Skala ukur Ordinal

2

Pengetahuan Pengetahuan responden mengenai tentang gizi fast food yang diperoleh melalui kuesioner dengan menjawab pertanyaan yang harus dijawab benar

Form kuesioner diisi sendiri

3

Kebiasaan makan fast food

Frekuensi mengkonsumsi makanan cepat saji seperti McDonals, Kentucky Fried Chicken (KFC), Texas Fried Chicken (TFC), Pizza Hut, A&W, Dunkin Donuts, dan Popeyes, serta fast food tradisional atau lokal sepeti pecel lele, ayam bakar, bakso, siomay, gado-gado, ketoprak

Wawancara Kuesioner FFQ

1. Baik : > 80% Ordinal jawaban benar 2. Sedang : 6080% jawaban benar 3. Kurang : < 60% jawaban benar (Khomsan,2000) 1. Sering Ordinal (2x/minggu) 2. Tidak sering (< 2x/ minggu) (Khomsan,2000)

30

3.3 Hipotesis Ada hubungan pengetahuan dan kebiasaan konsumsi makanan Fast food terhadap gizi lebih pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .

31

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan waktu dan arah penelitian retrospektif backward yaitu penelitian yang dimulai dengan pemilihan sampel mahasiswa lalu mengajukan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan gizi dan Kebiasaan konsumsi makanan fast food. Setelah itu mengukur status gizi nya dengan teknik antropometri dengan tujuan mengetahui status gizinya (gizi lebih).

4.2 Populasi Penelitian Populasi menurut Nazir (1999) adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Adapun yang dimaksud dengan populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 79). Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa UIN Syarief Hidayatullah Jakarta berjumlah sekitar 13.500 mahasiswa.

4.3 Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ini. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Syarat sampel yang diambil haruslah merupakan mahasiswa yang berada UIN syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk itu, sebelum diambil menjadi sampel, sampel harus menunjukkan KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) terlebih dahulu untuk meyakinkan peneliti bahwa sampel merupakan mahasiswa UIN. Pelaksanaan dilakukan November 2011. Besarnya sampel (sample size) dari penelitian ini dapat dihitung dengan formula: pada bulan

32

Keterangan : d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan, biasanya 0,05 atau 0,001 Z = Standar deviasi normal, biasanya ditentukan pada 1,95 atau 2,0 yang sesuai dengan derajat kemaknaan 95%. p = Proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi. Apabila tidak diketahui proporsi atau sifat tertentu tersebut, maka p = 0,05 q = 1,0 p N = Besarnya populasi. n = Besarnya sampel Jika diketahui : d = 0,05 Z = 1,95 p = 0,05 q = 1,0 0,05 = 0,95 N =13500 Besarnya sampel penelitian (n) :

n = 72,86 n = 73 mahasiswa Maka dalam penelitian ini, jumlah sampel yang diambil sebanyak 73 mahasiswa.

4.4 Variabel Penelitian Variable dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi: 1) Variable terikat ( dependent ) : Gizi lebih 2) Variable bebas ( independent ) : Pengetahuan dan kebiasaan konsumsi makanan fast food

4.5 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan secara cross sectional. Survey cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

33

korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi dan pengumpulan data sekaligus pada suatu saat Point time approach (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:145). Alasan peneliti memilih desain cross sectional karena keterbatasan biaya yang ada serta waktu penelitian yang kurang dari satu bulan. Bagan 3.1 Penelitian Cross Sectional Gizi Lebih Pengetahu an baik

Tidak Gizi Lebih

Gizi Lebih Populasi Sampel Pengetahu an sedang

Tidak Gizi Lebih

Gizi Lebih Pengetahu an kurang

Tidak Gizi Lebih

34

Kebiasaan makan fast food jarang

Gizi Lebih

Populasi

Sampel Tidak Gizi Lebih

Gizi Lebih Kebiasaan makan fast food sering

Tidak Gizi Lebih

4.6 Waktu dan tempat penelitian Pembuatan proposal penilitian sampai pelaksanaan penelitian mulai dari bulan Oktober 2011 sampai dengan bulan November 2011. Penelitian dilakukan di Universitas UIN Syarief Hidayatullah Jakarta.

4.7 Teknik Penelitian Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara

35

Teknik pengumpulkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menanyakan langsung kepada responden yang dijadikan sampel penelitian (responden). Agar wawancara berlangsung secara sistematis, perlu disiapkan kuesioner sebelumnya sehingga wawancara terarah. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan fast food seseorang. 2. Antropometri Pengukuran antropometri dilakukan untuk mendapatkan data tentang berat badan dan tinggi badan responden sehingga dapat mengetahui status gizi seseorang dengan pengukuran IMT (Indeks Masaa Tubuh).

4.8 Instrumen penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data

(Soekidjo Notoadmodjo, 2002:33). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Variabel Pengetahuan tentang makanan fast food Kuesioner : Untuk mengetahui pengetahuan gizi responden (terlampir).

b. Variabel kebiasaan konsumsi fast food Kuesioner FFQ : Untuk mengetahui frekuensi seseorang dalam mengkonsumsi fast food (terlampir). c. Variabel Status Gizi lebih Timbangan berat badan Meteran badan : Untuk mengetahui berat badan : Untuk mengetahui tinggi badan

4.9 Metode pengolahan dan analisis data a. Metode Pengolahan Pengolahan data penelitian dilakukan melalui beberapa proses yakni : 1. Editing, tahap ini merupakan kegiatan penyutingan data yang telah terkumpul dengan cara memeriksa kelengkapan data dan kesalahan pengisian kuesioner untuk memastikan data yang diperoleh telah lengkap dapat dibaca dengan baik, relevan, dan konsisten. 2. Coding, setelah melakukan proses editing kemudian dilakukan pengkodean terhadap setiap variabel sebelum diolah dengan komputer dengan tujuan untuk memudahkan dalam melakukan analisa data. Data yang dicoding adalah data pengetahuan gizi

36

mahasiswa. Pada pertanyaan variabel pengetahuan dilakukan proses scoring. Scoring yaitu pemberian skor jawaban responden pada beberapa pertanyaan di kuesioner sehingga dapat digabungkan menjadi satu variabel. 3. Entry data, tahap ini merupakan proses memasukkan data dari kuesioner ke dalam komputer untuk kemudian diolah dengan bantuan perangkat lunak komputer. 4. Cleaning, proses pengecekan kembali dan pemeriksaan kesalahan pada data yang sudah dientry untuk diperbaiki dan disesuaikan dengan data yang telah dikumpulkan.

b.

Analisis data Analisis data adalah metode yang digunakan untuk mengolah hasil penelitian guna memperoleh kesimpulan. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan komputer, yaitu dengan menggunakan program komputer. Adapun analisis data yang dilakukan adalah : 1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen tersebut diantaranya pengetahuan dan kebiasaan konsumsi fast food, sedangkan variabel dependent nya adalah status gizi lebih. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen (pengetahuan gizi dan kebiasaan konsumsi fast food) terhadap variabel dependen (status gizi lebih). Analisis bivariat ini menggunakan uji statistik chi-square dengan derajat kepercayaan 95%. Bila P-value < 0,05 maka hasil perhitungan secara statistik menunjukkan adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika P-value >0,05 maka hasil perhitungan secara statistik tidak menunjukkan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Rumus umum uji statistik tersebut adalah : Rumus uji chi-square adalah sebagai berikut : Keterangan E = nilai harapan O = nilai observasi Df = (b-1)(k-1) b = jumlah baris k = jumlah kolom 37

Rumus uji Chi Square X2 = {(O-E)2/E}

DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama 2. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC 3. Irwan Budiono, Mardiana. Pengaruh Makanan Modern terhadap Gizi dan Kesehatan Remaja. Jurnal KEMAS - Volume 1 / No. 2 / Januari - Juni 2006. 4. Evelyn Suleeman dan Endang Sulastri. Zat Berbahaya dalam Jajanan Favorit Keluarga. 2006.http://www.ihssrc.com/index.php?option=com_content&task=view&id=110&Itemid=2 9. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2011. Pukul 20.00 WIB 5. Evi Heryanti. Kebiasaan makanan cepat saji (fast food modern), aktivitas fisik dan faktor lainnya dengan status gizi pada mahasiswa penghuni asrama UI Depok tahun 2009. Jakarta : Universitas Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat. www.lontar.ui.ac.id.

6. Kristianti, Nanik. 2009 Hubungan Pengetahuan Gizi dan Frekuensi Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta. Skripsi Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://www.etd.eprints.ums.ac.id/4021/1/J310040004.pdf. diakses pada 17 Oktober 2011 : 10.30 WIB.7. 8. 9. 10. 11. Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. ---------------------------. 2005. Metode Penelitian Kesehatan edisi revisi.Jakarta : Rineka Cipta Sediaoetomo, AD.2000. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran. Sugiharto, A. 2011. Maraknya Cepat Saji (Fast Food) Ditinjau dari Aspek Epidemiologi. http://www.journal.unnes.ac.id/index.php/kemas/article/download/590/54 diakses pada 16 Oktober 2011, 12.30 WIB).

38

Tanggapan Semprof 3 Seberapa menariknya seminar itu untuk sasaran Apa pengertian fast food Spesifikasi status gizi

39