Proposal Tiva

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sd

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien/klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas (Stuart, 2007).Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan bermacam gejala dan disebabkan berbagai hal. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda. Banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam menyeleseaikan masalah juga bervariasi (Keliat, 2005).Gangguan kesehatan jiwa lebih dari 90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi, tetapi sebagian besar pasien dengan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi pendengaran. Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu 1

tetapi tidak ada rangsangan yang menimbulkannya (tidak ada objeknya). Halusinasi muncul sebagai suatu proses panjang yang berkaitan dengan kepribadian seseorang. Karena itu, halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman psikologis seseorang (Baihaqi, 2007).Hampir 450 juta orang di dunia menderita gangguan mental, dan sepertiganya tinggal di negara berkembang. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan (Anna, 2012).Hasil Survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang belum lama ini dilaksanakan pada 02 Desember 2013, mengungkap prevalensi gangguan jiwa di Indonesia sekitar 1,7 per mil. Bila dilihat menurut provinsi, prevalensi gangguan jiwa berat paling tinggi ternyata terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hasil Riskesdas tahun 2013 tersebut menunjukkan, sekitar 3 dari setiap 1.000 orang penduduk DIY mengalami gangguan jiwa berat (Endang, 2013)Hasil survei awal yang diperoleh dari sumber Rumah Sakit Jiwa Medan Tahun 2014, pasien halusinasi mengalami peningkatan sebanyak 1398 orang dengan rata-rata 280 penderita per bulannya dengan jumlah perawat keseluruhan rawat jalan adalah 122 orang (Data Medikal Record Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien. Banyak macam jenis halusinasi yang ditemui yaitu halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi pengecap serta halusinasi peraba (Ibrahim, 2011).Stuart & Laraia (2005), menyatakan bahwa pasien dengan diagnosis medis skizofrenia sebanyak 20% mengalamai halusinasi pendengaran dan penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jenis halusinasi yang paling banyak diderita oleh pasien dengan skizofrenia adalah pendengaran.Kambuh merupakan keadaan klien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan klien harus dirawat kembali (Andri, 2008). Menurut Stuart & Sundeen (2007) salah satu faktor predisposisi kekambuhan penyakit Skizofrenia mengalami halusinasi adalah lingkungan yang berupa suasana rumah yang tidak nyaman, kurangnya dukungan sosial maupun dukungan keluargaPasien yang sering mengalami kambuh biasanya kembali dirawat di rumah sakit karena keluarga tidak dapat mengatasi klien. Namun jika klien datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (full remission or recovery), sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih terdapat cacat sedikit dan mereka masih harus sering periksa dan diobati selanjutnya (social recovery), sisanya biasanya mereka tidak dapat berfungsi di masyarakat dan mereka menuju kemunduran mental (Maramis, 2009).Di antara penyebab kambuh yang paling sering adalah faktor keluarga dan klien itu sendiri. Keluarga adalah support system terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan klien (Yosep, 2009)Keluarga memiliki fungsi strategis dalam menurunkan angka kekambuhan, meningkatkan kemandirian dan taraf hidupnya serta pasien dapat beradaptasi kembali pada masyarakat dan kehidupan sosialnya. Dukungan keluarga yang dimiliki oleh prnderita dapat mencegah berkembangnya masalah yang lebih lanjut akibat tekanan yang dihadapi. Seseorang dengan dukungan keluarga yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan mengatasi masalahnya dibanding dengan yang tidak memiliki dukungan (Prinda, 2010)Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 10 keluarga yang mengantar pasien berobat karena kambuh kembali di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, hanya empat keluarga yang melakukan pengawasan dan pemberian minum obat sementara keluarga yang lainnya tidak memberikan secara langsung dengan alasan sibuk bekerja dan tidak ada yang mengurus klien di rumah. Dari 10 keluarga yang diwawancara, dua diantaranya mempunyai hubungan yang tidak baik dengan klien karena klien dianggap sebagai pembuat masalah dan sering berbuat ulah di lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas maka saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan pada Pasien Halusinasi di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.1.2 Rumusan MasalahApakah ada hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien halusinasi di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan 2014.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien halusinasi di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan 2014.1.3.2 Tujaun Khususa. Mengindentifikasi dukungan keluarga pada pasien halusinasi di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan 2014.b. Mengidentifikasi kekambuhan pada pasien halusinasi di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan 2014.c. Menegtahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien halusinasi di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan 2014.1.4 HipotesaAda hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien halusinasi di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian1.5.1 Bagi Pendidikan KeperawatanHasil penelitian ini dapat di jadikan masukan dalam kurikulum keperawatan jiwa dan menjadi refrensi yang dapat dilakukan peneliti selanjutnya.1.5.2 Bagi Pelayanan Keperawatan Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan kepada rumah sakit jiwa daerah sumatera utara serta sebagai penuntun bagi perawat jiwa dalam melanjutkan praktek asuhan keperawatan.1.5.3 Bagi Penelitian Keperawatan Dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian yang lebih lanjut dalam lingkup yang sama.

7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Konsep Halusinasi Pendengaran2.1.1 DefenisiHalusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang berbicara (Herman, 2011).Menurut Varcarolis dalam (Yosep, 2009), Halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory hearing voices or sounds), penglihatan (Visual seeing persons or things), penciuman (Olfactory smelling odors), dan pengecapan (Gustatory experiencing tastes).

8

2.1.2 Faktor-faktor Penyebab HalusinasiMenurut Yosep (2009) mengemukakan faktor penyebab halusinasi yaitu: a. Faktor Predisposisi1. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.2. Faktor SosiokulturalSeseorang yang merasa tidak diterimalingkungannya sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.3. Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan di hasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dymetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan acetylcholin dan dopamin.

4. Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus kedalam penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya,. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.5. Faktor Genetik dan Pola AsuhPenelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang di asuh oloeh orangtua skizofrenia, cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.b. Faktor Presipitasi1. PerilakuRespon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut rawlins dan heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai makhluk yang di bangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga dapat di lihat dari lima dimensi yaitu :1. Dimensi Fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.2. Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak tepat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.3. Dimensi IntelektualDalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.4. Dimensi SosialKlien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi yang keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.5. Dimensi SpiritualSecara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk mensucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk (Yosep, 2009)2.1.3 Tanda-Tanda Halusinasi PendengaranHalusinasi Pendengaran merupakan karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati. Menurut Herman(2011) mangemukakan berikut tanda-tanda halusinasi pendengaran yakni : Data Objektif : Bicara atau ketawa-ketawa sendiri Marah-marah tanpa sebab Mengarahkan telinga ke arah tertentu seakan mendengar suara Menutup telinga Ada gerakan tangan

Data Subjektif : Mendengar suara atau kegaduhan Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya Mendengar seseorang yang sudah meninggal2.1.4 Tahapan Halusinasi PendengaranNoTahapKarakteristikPerilaku

1.Tahap I Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan.

Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah danketakutan. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas Fikiran dan pengalaman Sensori masih ada dalam Kontrol kesadaran, nonpsikotik.

Tersenyum, tertawa sendiri Menggerakkan bibir tanpa suara Pergerakkan mata yang cepat Respon verbal yang lambat Diam dan Berkonsentrasi

2.Tahap II Menyalahkan -Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati

Pengalaman sensori menakutkan Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut Mulai merasa kehilangan kontrol Menarik diri dari orang lain non psikotik

Terjadi peningkatan Denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah Perhatian dengan Lingkungan berkurang Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita

3.Tahap III Mengontrol Tingkat kecemasan berat Pengalaman halusinasi tidakdapat ditolak lagi

Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi) Isi halusinasi menjadi atraktif Kesepian bila pengalamansensori berakhir psikotik

Perintah halusinasi ditaati Sulit berhubungan dengan orang lain Perhatian terhadap lingkungan Berkurang hanya beberapa detik Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat

4.Tahap IV Klien sudah di kuasai oleh halusianasi Klien sudah panik Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik . Perilaku panik Resiko tinggi mencederai Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

2.2 Konsep Dukungan Keluarga 2.2.1 Defenisi Keluarga Keluarga adalah sekelompok orang yang dihubungkan oleh keturunan atau perkawianan. Sementara itu menurut WHO keluarga merupakan anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalianh darah, adopsi atau perkawinan. Berdasarkan defenisi di ats dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sebuah unit terkecil dalam kehidupan sosial dalam masyarakat yang terdiri dari atas orangtua, dan anak baik yang terhubung melalui pertalian darah, perkawinan maupun adopsi. Keluarga adalah sekelompok unit yang paling dekat dengan penderita dan merupakan perawat utama bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan oleh penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah karena dapat mengakibatkan penderita harus di rawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal asuhan RS akan meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat seorang penderita di rumah, sehingga kemungkinan kekambuhan dapat di cegah(Nasir dan Muhith, 2011)

2.2.2 Tugas Keluarga(Friedman, 2010) mengatakan Keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang meliputi :1. Mengetahui kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan keluarga klien dengan halusinasi. Keluarga perlu mengetahui penyebab tanda-tanda klien kambuh dan perilaku mal adaftifnya meliputi keluaga perlu mengetahui pengertian halusinasi, tanda gejalanya, cara mengontrol halusinasi dengan car minum obat dan cara spiritula.2. Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan, mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi anggota keluarga dengan halusinasi, menanyakan kepada orang yang lebih tahu, misalnya membawa kepelayanan kesehatan atau membawa untuk di rawat di rumah sakit jiwa.3. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan riwayat halusinasi yang perlu dikaji pengetahuan tentang akibat lanjut halusinasi yang di dengar maupun yang di lihatnya. Pengetahuan keluarga tentang alat-alat yang membahayakan bagi klien yang mengalami halusinasi, pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi, bagaimana keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi yang membutuhkan bantuan.4. Mengetahui kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan, yang perlu dikaji : pengetahuan keluarga tentang sumber-sumber yang dimiliki keluarga dalam memodofikasi lingkungan keluarga yang khususnya dalam merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi, kemampuan keluarga dalam memanfaatkan lingkungan yang asertif.5. Mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di masyarakat, yang perlu dikaji : pengetahuan keluarga tentang fasilitas keberadaan pelayanan kesehatan dalam mengatasi klien halusinasi. Pemahaman keluarga tentang manfaat fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang tentang fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.

2.3 Dukungan Keluarga 2.3.1 Defenisi Dukungan KeluargaDukungan keluarga adalah suatu bentuk perilaku pelayanan yang dilakukan oleh keluarga yaitu : dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami, isteri, atau dukungan dari saudara kandung dan dukungan keluarga eksternal diluar keluarga inti (Friedman, 2010) Dukungan keluarga kepada klien secara konsisten akan membuat klien mandiri dan patuh mengikuti program pengobatan. Salah satu tugas perawat adalah melatih keluarga agar mampu merawat klien halusinasi di rumah. Dukungan keluarga memiliki peranan penting untuk mencegah dari ancaman kesehatan mental. Individu yang memiliki dukungan keluarga yang lebih kecil, lebih memungkinkan akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah dan penilaian negatif terhadap masalah, sehingga merasa terbebani. Keuntungan individu yang memperoleh dukungan keluarga yang tinggi akan menjadi individu yang lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini maupun masa yang akan datang, Dalam hal ini maka perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga untuk klien (Yosep, 2009)Faktor keluarga menempati hal vital dalam penanganan pasien halusinasi di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah sistem pendukung terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan pasien. Keluarga sangat menentukan apakah pasien kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sulit. Untuk itu pearwat harus melatih keluarga pasien agar mampu merawat pasien halusinasi di rumah(Purba, 2010).Dalam (Purba 2010), mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan dengan 3 tahapan meliputi : Tahap I : menjelaskan tentang masalah yang di alami oleh pasien dan pentingnya peran keluarga untuk mendukung pasien. Tahap II : melatih keluarga dalam merawat pasien Tahap III : melatih keluarga dalam merawat pasien langsung informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga seperti :1. Cara berkomunikasi2. Pemberian obat3. Pemberian aktivitas kepada klien

2.3.2 Jenis Dukungan Keluarga a. Dukungan InformasiDukungan informasi adalah dukungan dalam bentuk komunikasi tentang opini atau kenyataan yang relevan tentang kesulitan-kesulitan pada saat ini, misalnya nasehat dan informasi-informasi yang dapat di jadikan individu lebih mampu untuk menyelesaikan masalah yang di hadapi. Dukungan informasi keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam bentuk memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan, dan memberikan informasi-informasi penting yang sangat dibutuhkan keluarga dalam upaya meningkatkan status kesehatannya. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbang aksi sugesti yang khusus pada individu. Contoh dukungan ini adalah usulan, saran, nasehat, petunjuk dan pemberian informasi. b. Dukungan emosional Dukungan emosional merupakan bantuan emosional, cinta, perhatian, penghargaan dan simpati menjadi bagian dari kelurga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan belajar serta membantu penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosional yang di wujudkan dalam bentuk kasih sayang, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan di dengarkan. Dukungan emosional ini merupakan fungsi afektif kelurga yang harus di terapkan kepada seluruh anggota keluarga termasuk anggota keluarga yang mengalami halusinasi. Fungsi afektif merupakan fungsi internal kelurga dengan saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, dan saling mendukung, menghargai antar anggota keluarga. Dukungan emsoional yang diberikan oleh keluarga sangat diperlukan oleh klien halusinasi yang dapat mempengaruhi status mentalnya, dukungan emosional ini dapat memberikan perubahan yang diharapkan dalam upaya meningkatkan status kesehatannya. Disebabkan karena terjadinya peningkatan perasaan, ada rasa minder, tidak di haergai dan merasa di kucilkan.c. Dukungan instrumentalDukungan instrumental keluarga adalah dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu dan melayani serta mendengarkan klien halusinasi dalam menyampaikan perasaannya. Dukungan instrumental merupakan dukungan fungsi ekonomi dan fungsi perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. Bantuan instrumental keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit seperti bantuan langsung dari orang yang di andalkannya berupa materi, tenaga, dan sarana.d. Dukungan penilaian Dukungan penilaian adalah dukungan dari keluarga dalam bentuk memberikan umpan balik, membimbing dan memberikan penghargaan melalui respon positif dalam memecahkan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota kepada klien halusinasi dengan menunjukkan respon positif yaitu memberikan support, penghargaan, dan penilaian yang positif. Dukungan penilaian keluarga merupakan bentuk fungsi afektif keluarga terhadap klien halusinasi yang dapat meningkatkan status kesehatan klien halusinasi, dengan dukungan penilaian ini, klien halusinasi akan mendapat penghargaan/kemampuan atas kemampuannya walaupun sifatnya kecil dan sedikit berpengaruh. Sumber dukungan keluarga mengacu kepada dukungan yang di pandang sebagai sesuatu yang dapat di akses atau di adakan untuk keluarga, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifdat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan internal, seperti dukunagn suami atau isteri, atau dukungan dari saudara kandung atau dukunagan keluarga eksternal.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga salah satunya sebagai berikut :a. UsiaDukungan keluarga dapat di tentukan oleh faktor usia dalam hal ini pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Jadi dukungan keluarga yang diberikan anggota keluarga klien halusinasi sangat dipengaruhi oleh faktor usia, usia yang lebih dewasa atau orang tua yang memberikan dukungan yang berkualitas. Dalam usia yang dianggap optimal dalam mengambil keputusan adalah usia yang di atas 20 tahun keatas, usia tersebut akan memberikan dukungan kepada anggota keluarganya yang mengalami halusinasi. b. Jenis kelaminJenis kelamin memiliki pengaruh yang besar terhadap beban keluarga dalam mendukung keluarga dengan halusinasi, dimana perempuan memiliki beban yang paling berat jika dibandingkan dengan laki-laki. Tetapi dalam penelitian Trivedi dan Shinha, 2005 mengemukakan bahwa tingkat stress keluarga lebih tinggi jika penderitanya laki-laki. Dimana laki-laki merupakan salah satu tulang punggung keluarga apabila berperan sebagai suami atau bapak, maka ini akan berdampak pada beban ekonomi keluarga apabila peran sebagai pencari nafkah tidak lagi produktif akibat mengidap penyakit tersebut.c. Sosial ekonomiFaktor sosial ekonomi keluarga meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan keluarga klien, semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga akan lebih memberikan dukungan dan pengambilan keputusan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi. Selain itu keluarga dengan kelas sosial ekonomi yang berlebih secara finansial mempunyai tingkat dukungan keluarga, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada keluarga dengan kelas sosial ekonomi kurang secara finansial. d. Pendidikan Salah satu faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga terbentuk oleh variabel pengetahuan, latar belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Pendidikan keluarga sangat menunjang dalam memberikan dukungan keluarga, pendidikan keluarga yang tinggi dapat mengetahui kebutuhan anggota keluarganya sehingga keluarganya akan memberikan dukungan support, masukan, memberikan bimbingan dan saran yang berkualitas. Keluarga yang berpendidikan tinggi akan memberikan dukungan keluarga yang baik dengan dukungan informasi cara merawat anggota keluarga dengan anggota keluarga yang menderita halusinasi. e. Hubungan keluarga dengan klien Faktor dukungan keluarga dipengaruhi oleh hubungan klien dengan keluarga, keluarga inti akan memberikan dukungan terhadap anggota keluarga, dengan klien halusinasi. Salah satu fungsi keluarga adalah memberikan pelayanan kesehatan didalam keluarganya, sehingga keluarga akan memberikan dukungan dalam menangani anggota keluarga nya yang menagalami halusinasi. 2.4 Konsep Kekambuhan Halusinasi Pendengaran2.4.1 Defenisi Kekambuhan Pasien Halusinasi PendengaranKekambuhan adalah peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan kekambuhan dicirikan seperti menjadi ragu-ragu menjadi takut (nervous), tidak ada nafsu makan, sukar konsentrasi, sukar tidur, depresi, tidak ada minat, dan menarik diri.Kekambuhan adalah munculnya kembali gejala-gejala akut yang biasanya sama dengan perlakuan yang ditunjukkan klien pada awal episode diri. Sebagai perlakuan umum yang terjadi seperti kurang tidur, penarikan diri, kehidupan sosial yang memburuk, kekacauan berfikir, berbicara ngawur. Penyebab halusinasi pada klien perlu di rawat di rumah sakit jiwa diantara nya adalah kurang nya perhatian dari keluarganya. Klien yang tinggal dengan keluarga nya diperkira kan kambuh dalam waktu tertentu dengan perkiraan 57% kembali di rawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi, dan 17 % dengan ekspresi emosi yang rendah.Frekuensi terjadinya kekambuhan pada pasien gangguan jiwa seperti halusiunasi sangat tinggi, disebabkan oleh ketidakpatuhan dalam minum obat secara teratur, masalahnya seberapa jauh keluarga dalam mengetahui kekambuhan pasien yang dirawat kembali. 2.4.2 Gejala Kekambuhan Halusinasi PendengaranSecara praktis gejala-gejala kambuh kembali dapat dideteksi (budiarto, 2003) dalam james 2013 adalah sebagai berikut :1) Gejala-gejala positif Halusinasi : mengalami kesan melalui panca indra tanpa adanya sumber rangsang. Gangguan proses pikir ; terwujud bicara yang sangat kacau dan sulit di mengerti Tingkah laku yang aneh : tidak bertujuan Tingkah laku agresif Rasa permusuhan2) Gejala- gejala negatif Penurunan dorongan sosialisasi/isolasi Kemiskinan ide dan pembicaraan Perlambatan gerak Pengurangan kehendak dan inisiatif

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekambuhan Pasien Halusinasi Pendengaran 1. Faktor predisposisiFaktor ini mencakup pengetahuan keluarga terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh keluarga. Notoatmodjo, dalam dwinurhaya (2010)Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui suatu panca indera manusia yaitu mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan kesadaran dan sikap yang akan positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) sebaliknya bila tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak berlangsung lama. Notoatmodjo, dalam dwinurhaya (2010)2. Faktor pemungkinWujud adanya dukungan keluarga pada penderita skizofrenia adalah keluarga yang mau memeriksa penderita skizofrenia bukan hanya karna sadar akan pentingnya kesehantan jiwa tetapi juga dengan adanya kemudahan dalam menempatkan pelayanan kesehatan jiwa. Notoatmodjo, dalam dwinurhaya (2010)

3. Faktor penguat Faktor ini meliputi faktor perilaku petugas kesehatan misalnya kesehatan membantu pasien dan keluarga menyesuaikan diri dari lingkungan keluarga, dalam hal sosialisasi, perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan masalah. Notoatmodjo, dalam dwinurhaya (2010)2.4.4 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kekambuhan Pasien Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti dukungan suami isteri atau dukungan dari saudar kandung, dapat juga dukungan dari saudara eksternal bagi keluarga inti. Dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya hal ini meningkatkan kesehatan adaptasi keluarga. Menurut friedman ada 4 hal dukungan keluarga yakni seperti dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan instrumental dan dukungan penilaian. Dalam suwadirman (2010)Friedman juga menyimpoulkan bahwa efek-efek penyangga (dukungan menahan efek-efek negatif dari stress terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan keluarga terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebuh spesifik, keberadaan dukungan kelurga yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurun nya mortalitas, lebih mudah sembuh, dan pemulihan fungsi kognitif, fisik serta kesehatan emosi. Dalam suwadirman (2010)2.5 Kerangka Konsep Fokus penelitian adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan intervensi keperawatan klien halusinasi. Adapun faktor yang di teliti adalah variabel independen yakni dukungan keluarga dan variabel dependen yakni kekambuhan klien halusinasi. Skema : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan pada Pasien Halusinasi di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015

Kekambuhan pasien :Tidak pernah kambuh dalam 1 tahun1x kambuh dalam 1 tahun2x kambuh dalam 1 tahunDukungan keluarga pada pasien halusinasiDukungan Informasi (dalam bentuk komunikasi)Dukungan Emosional (dalam bentuk bantuan emosional, cinta dan perhatian)Dukungan Instrumental (dalam bentuk bantuan tenaga, dana) Dukungan Penilaian (dalam bentuk membimbing, mengarahkan)

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

28

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian Deskriptif Korelasi dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan (sekali waktu) antara variabel independen dan variabel dependen (Hidayat,2009). Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara karena masih banyak klien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara yang belum mampu mengontrol halusinasinya. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2015.3.3 Populasi, Sampel dan Teknik SamplingPopulasi dalam penelitian ini adalah pasien yang di rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara yang mengalami halusinasi yang berjumlah 122 orang pasien.

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, yaitu pasien yang datang rawat jalan. Jika sampel lebih dari 100 orang dapat diambil sampelnya sebanyak 10-15% atau 20-25% atau tergantung dari peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan dana serta sempit luasnya wilayah 29

pengamatan (Arikunto, 2006). Peneliti mengambil 25% dari 122 responden yaitu sebanyak 31 orang. Jadi jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 31 orang.Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah Non Probability dimana tehnik pengambilan sampel dengan tidak memberikan peluang yang sama dari setiap anggota populasi. Dengan tehnik purposive sampling tehnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,2011). Sampel dalam penelitian ini adalah subyek yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini antara lain:a. Keluarga yang memiliki saudara yang mengalami halusinasi pendengaran yang di rawat jalan.b. Bersedia menjadi responden.Kriteria ekslusi adalah karateristik sampel yang tidak dimasukkan atau yang tidak layak untuk diteliti antara lain:a. Bukan pasien halusinasi.b. Responden yang tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian. 3.4 Metode Pengumpulan Data Prosedur awal yang dilakukan peneliti adalah mengajukan permohonan izin penelitian dari STIKes Flora Medan kemudian izin penelitian yang diperoleh dikirim ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Setelah mendapatkan izin penelitian, penelitian melanjutkan dengan proses pengambilan data dengan menyeleksi calon responden yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan sebelumnya oleh peneliti dengan menggunakan tehnik purposive sampling.. Peneliti menentukan calon responden sebanyak 31 orang.Setelah mendapatkan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti melakukan pendekatan dan penjelasan tentang penelitian ini kepada responden, kemudian responden menandatangani lembar persetujuan selanjutnya memberikan penjelasan mengenai pengisian kuesioner.Responden dibiarkan untuk mengisi angket sendiri agar responden lebih jujur dalam memberikan informasi, responden juga diharapkan menjawab pertanyaan di dalam kuesioner dan dikembalikan kepada peneliti dan kuesioner yang telah diisi selanjutnya diolah dan di analisa oleh peneliti.3.4.1 Data Primer Data primer ini diperoleh dengan memberikan kuesioner kepada responden untuk diisi mengenai variabel yang akan diteliti. Data primer ini diperoleh peneliti dari hasil penelitian, hasil pengukuran, pengamatan survey dan lain-lain (Setiadi, 2007). 3.4.2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, badan/instansi yang secara rutin mengumpulkan data (Setiadi, 2007). Data sekunder diperoleh dari pengumpulan data rekam medis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara 2015

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional3.5.1 Variabel PenelitianVariabel dalam penelitian terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Dukungan Keluarga. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kekambuhan pada klien halusinasi. 3.5.2 Defenisi OperasionalTabel 3.1 Variabel dan Defenisi OperasionalNo.Variabel DefenisiAlat Ukur Skala UkurHasil Ukur

1Dukungan keluarga pada pasien halusinasiProses dukungan keluarga seperti dukungan komunikasi, dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan penilaian. Kuesionersebanyak 16pernyataan

Ordinal Baik CukupKurang

2Kekambuhan pada pasien halusinasiKeadaan klien dimana muncul keadaan yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan klien harus di rawat kembali dimana indikator yang digunakan untuk menilai kekambuhan klien adalah tidak pernah kambuh dalam 1 thn, 1x kambuh dalam 1 thn, 2x kambuh dalam 1 thnKuesionersebanyak 2pertanyaan

Ordinal RendahSedangTinggi

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Data DemografiData demografi dalam penelitian ini berisi data responden yang meliputi nomor responden, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, suku, dan penghasilan keluarga. Cara mengisi lembar kuesioner ini adalah dengan mengisi jawaban pada pernyataan yang telah disediakan.3.6.1 Variabel Dukungan KeluargaVariabel dukungan keluarga dengan menggunakan kuesioner yang berisi 16 pernyataan tertutup dengan menggunakan skala likert, yang terdiri 4 pilihan jawaban. Pernyataan terdiri dari pernyataan positive dan 3 pernyataan negative. Untuk pernyataan positive yaitu nomor 2,3,4,5,6,7,8,9,11,12,14,15,16. Apabila responden menjawab selalu diberi skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2, tidak pernah diberi skor 1, untuk pernyataan negative yaitu 1,10,13. Apabila responden menjawab selalu diberi skor 1, sering diberi skor 2, kadang-kadang diberi skor 3, tidak pernah diberi skor 4. Nilai terendah yang mungkin didapat adalah 16 dan nilai tertinggi adalah 64. Pengukuran dilakukan menggunakan rumus statistika.

Keterangan :P= Panjang KelasRentang= Nilai Tertinggi Nilai TerendahBanyak Kelas= Jumlah KategoriBerdasarkan rumus di atas di dapatkan panjang kelas 16 sehingga kategori dari dukungan keluarga adalah :a. Baik, jika skor 49-64b. Cukup, jika skor 33-48c. Kurang, jika skor 16-323.6.2 Variabel Kekambuhan Klien Halusinasi Variabel kekambuhan klien halusinasi di ukur dengan menjawab kuesioner berupa pertanyaan berapa kali klien mengalami kekambuhan dalam satu tahun, kategori kekambuhan klien di tentukan berdasarkan jawaban dari responden yaitu:a. Rendah : jika klien tidak pernah kambuh dalam satu tahunb. Sedang : jika klien 1x kambuh dalam satu tahunc. Tinggi : jika klien 2x kambuh dalam satu tahun 3.6.3 Uji validitas dan ReabilitasUji validitas dan uji realibilitas terlebih dahulu dipakai sebelum pengumpulan data primer, dengan tujuan koesioner yang dipersiapkan layak digunakan dalam penelitian ini, uji validitas yang akan dipakai dalam penelitian ini menggunakan pearson product moment dengan ketentuan bila r hitung lebih kecil dari tabel, maka Ho di terima dan Ha ditolak, tetapi sebaliknya bila r hitung lebih besar dari r tabel (rh>r tabel) maka Ha di terima (Sugiyono, 2013).Setelah mengukur validitas, maka perlu mengukur reliabilitas data. Data yang telah valid dapat digunakan reliabel atau tidak. Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran dan pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Hidayat, 2010).Uji validitas dan reliabilitas akan dilakukan terhadap 31 orang yang memenuhi kriteria yang telah di tentukan sebagai sampel tetapi tidak akan menjadi sampel pada penelitian, kemudian pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 18.0 dengan mencari nilai koefisien reliabilitas cronbachs alpha >0,6 (Sugiyono, 2013)

Reability statistics Cronbachs alphaN of items

.83916

NoDukungan KeluargaScale Mean if Item DeletedScale variance if Item DeletedCorrected Item if Item deleted Total CorrelationCronbach's Alpha if Item Deleted

1Keluarga membeda-bedakan pasien dengan anggota keluarga lainnya.838

2Keluarga memberi dorongan/support kepada pasien saat sedang menghadapi masalah.850

3Keluarga merawat pasien dengan cinta dan kasih sayang sehari-hari.831

4Keluarga mengikutsertakan pasien dalam kegiatan sehari-hari.805

5Keluarga mengingatkan pasien dengan memberikan informasi yang tepat tentang segala sesuatu yang dibutuhkan pasien selama pengobatan.823

6Keluarga membantu pasien dengan memberikan informasi yang tepat tentang segala sesuatu yang dibutuhkan pasien selama pengobatan.830

7Keluarga membimbing pasien untuk bisa bekerja dan beraktivitas seperti biasanya.838

8Keluarga mengingatkan pasien untuk melakukan teknik dalam mengurangi gejala yang telah diajarkan perawat misalnya menghardik suara-suara.841

9Keluarga menyediakan dana untuk pengobatan pasien.832

10Keluarga tidak menyediakan waktu menemani pasien kontrol kerumah sakit

.797

11Keluarga selalu berusaha meluangkan waktu untuk mendengarkan masalah yang dialami pasien.831

12Keluarga memfasilitasi transportasi yang dibutuhkan oleh pasien selama kontrol kerumah sakit.838

13Keluarga tidak memotifasi pasien untuk minum obat secara teratur.789

14Keluarga memotifasi pasien untuk mengikuti program pengobatan berkelanjutan misalnya kontrol kerumah sakit.740

15Keluarga memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan secara tepat.841

16Keluarga membantu meningkatkna harga diri pasien selama perawatan sehingga pasien tetap merasa berharga dan berguna.828

3.7 Analisa Data 3.7.1 Pengolahan DataMenurut Hidayat (2009), data yang telah dikumpulkan secara manual melalui langkah-langkah sebagai berikut :a. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh dan diteliti apakah terdapat kekeliruan ataukah tidak dalam penelitian.b. CodingCoding merupakan kegiatan pemberian kode numerik terhadap data yang telah dikumpulkan, sehingga memudahkan dalam melakukan pengolahan data analisa data.c. Data EntryData Entry adalah memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi.d. Melakukan Tekhnik AnalisisDalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis. Apabila penelitiannya analitik, maka akan menggunakan statistik analitik.

3.7.2 Analisa Data Analisa data yang dilakukan dengan menggunakan computer yaitu dengan menggunakan program computer. Adapun analisa data yang dilakukan adalah :a. Analisa UnivariatAnalisa univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi data demografi, variabel independen (dukungan keluarga) dan variabel dependen (kekambuhan pasien). Semua variabel dianalisis secara deskriptif dengan menghitung frekuensinya. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat gambaran setiap variabel penelitian dengan menggunakan program SPSS versi 18.0.b. Analisa BivariatAnalisa bivariat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yaitu Hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien halusinasi pendengaran di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera UtaraTekhnik analisa yang dilakukan yaitu teknik korelasi Spearman Rank (Rho). Uji Spearman Rank (Rho) ini digunakan untuk mengukur eratnya hubungan antara dua variabel yang berskala Ordinal ( Hidayat, 2009). Analisa data pada uji Spearman Rank (Rho) dengan menggunakan SPSS versi 18.0 dengan ketentuan apabila Z hitung > Z tabel, maka H0 ditolak artinya ada hubungan yang signifikan. Apabila Z hitung < Z tabel maka H0 diterima artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Taraf signifikansi 5% harga Z tabel: Z0,475 : 1.96 (Hidayat, 2009).

3.8 Pertimbangan EtikMenurut Hidayat (2009) kuesioner yang diberikan kepada responden harus menekankan pada masalah etik yang meliputi :3.8.1 Lembar Persetujuan Penelitian (Informed Concent)Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta dampak responden selama pengumpulan data. Mahasiswa yang bersedia menjadi responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan dan mengikuti penelitian lebih lanjut. Sedangkan mereka yang tidak bersedia menjadi responden peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya.3.8.2 Tanpa Nama (Anomity)Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh oleh subyek penelitian dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.40