40
PROSEDUR BERACARA DALAM PROSEDUR BERACARA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TERHADAP TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR UNDANG-UNDANG DASAR MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MATERI DISAMPAIKAN OLEH: MATERI DISAMPAIKAN OLEH: HAKIM KONSTITUSI HAKIM KONSTITUSI MARIA FARIDA INDRATI, S. MARIA FARIDA INDRATI, S. KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI ANGKATAN II MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 27 SEPTEMBER 2011

PROSEDUR BERACARA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

  • Upload
    kiora

  • View
    120

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. PROSEDUR BERACARA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR. MATERI DISAMPAIKAN OLEH: HAKIM KONSTITUSI MARIA FARIDA INDRATI, S. KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI ANGKATAN II - PowerPoint PPT Presentation

Citation preview

Page 1: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PROSEDUR BERACARA DALAM PROSEDUR BERACARA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

TERHADAP TERHADAP UNDANG-UNDANG DASARUNDANG-UNDANG DASAR

MAHKAMAH KONSTITUSIREPUBLIK INDONESIA

MATERI DISAMPAIKAN OLEH:MATERI DISAMPAIKAN OLEH:HAKIM KONSTITUSIHAKIM KONSTITUSI

MARIA FARIDA INDRATI, S.MARIA FARIDA INDRATI, S.

KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI ANGKATAN II

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA, 27 SEPTEMBER 2011

Page 2: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PASAL 24 UUD 1945PASAL 24 UUD 1945SEBELUM PERUBAHANSEBELUM PERUBAHAN SETELAH PERUBAHANSETELAH PERUBAHAN

2

(1) Kekuasaan Kehakiman(1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuahdilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung danMahkamah Agung dan lain-lain badan kehakimanlain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.menurut undang-undang.(2) Susunan dan kekuasaan(2) Susunan dan kekuasaan badan kehakiman itubadan kehakiman itu diatur dengan undang-diatur dengan undang- undang.undang.

(1)(1) Kekuasaan kehakiman merupakanKekuasaan kehakiman merupakankekuasaan yang merdeka untukkekuasaan yang merdeka untukmenyelenggarakan peradilan gunamenyelenggarakan peradilan gunamenegakkan hukum dan keadilan.menegakkan hukum dan keadilan.

(2)(2) Kekuasaan kehakiman dilakukanKekuasaan kehakiman dilakukanoleh sebuah oleh sebuah Mahkamah AgungMahkamah Agungdan badan peradilan yang beradadan badan peradilan yang beradadi bawahnya dalam lingkungandi bawahnya dalam lingkunganperadilan umum, lingkunganperadilan umum, lingkunganperadilan agama, lingkunganperadilan agama, lingkunganperadilan militer, lingkunganperadilan militer, lingkunganperadilan tata usaha negara, danperadilan tata usaha negara, danoleh sebuah oleh sebuah Mahkamah KonstitusiMahkamah Konstitusi..

(3)(3) Badan-badan lain yang fungsinyaBadan-badan lain yang fungsinyaberkaitan dengan kekuasaanberkaitan dengan kekuasaankehakiman diatur dalam undang-kehakiman diatur dalam undang-undang.undang.

Page 3: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENURUT PASAL 24C UUD 1945

Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 : Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 :

(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

3

Page 4: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PERMOHONAN PERMOHONAN

PENGUJIAN UNDANG-UNDANGPENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Pasal 4 PMK Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara (Pasal 4 PMK Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara

Pengujian Undang-Undang)Pengujian Undang-Undang)

(1) (1) Permohonan pengujian UU meliputi Permohonan pengujian UU meliputi pengujian pengujian formilformil dan/atau dan/atau pengujian materiilpengujian materiil..

(2) (2) Pengujian materiilPengujian materiil adalah pengujian UU yang adalah pengujian UU yang berkenaan dengan materi muatan dalam berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

(3) (3) Pengujian formilPengujian formil adalah pengujian UU yang adalah pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan UU berkenaan dengan proses pembentukan UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil sebagaimana dimaksud pengujian materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (2).pada ayat (2).

Page 5: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PENGUJIAN UU TERHADAP UUD PENGUJIAN UU TERHADAP UUD 19451945

5

Pasal 50*Pasal 50*

Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945Negara Republik Indonesia Tahun 1945

*Pasal ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 066/PUU-II/2004 mengenai Pengujian UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi & UU No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang & Industri terhadap UUD 1945 tanggal 13 Desember 2004.

Page 6: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

LEGAL STANDINGLEGAL STANDING DAN POSITA DAN POSITA PENGUJIAN UUPENGUJIAN UU

6

Pasal 51 UU MKPasal 51 UU MK

(1) Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara.

(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:

a. pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau

b. materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 7: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

HAK KONSTITUSIONALHAK KONSTITUSIONALMK sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu:a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak- tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

Page 8: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PENGAJUAN PERMOHONAN

1. Ditulis dalam bahasa Indonesia.2. Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya.3. Diajukan dalam 12 rangkap.4. Jenis perkara.5. Sistematika: a. Identitas dan legal standing; b. Posita; c. Petitum.6. Disertai bukti pendukung.

Khusus untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilu diajukan paling lambat 3 X 24 jam sejak KPU mengumumkan hasil pemilu.

Page 9: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PENDAFTARAN PERMOHONAN1. Pemeriksaan kelengkapan permohonan oleh panitera. - Belum lengkap : diberitahukan - 7 hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi - Lengkap2. Registrasi sesuai perkara.3. 7 hari kerja sejak registrasi untuk perkara. a. Pengujian undang-undang: - Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR. - Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung. b. Sengketa kewenangan lembaga negara: - Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon. c. Pembubaran partai politik: - Salinan permohonan disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan. d. Pendapat DPR: - Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden.

Khusus untuk perkara perselisihan hasil pemilu, paling lambat 3 hari kerja sejak registrasi Salinan Permohonan disampaikan kepada KPU.

Page 10: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

Dalam 14 hari kerja setelah registrasi ditetapkan Hari Sidang Pertama

(kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu).

Para pihak diberitahu/dipanggil.

Diumumkan kepada masyarakat.

PENJADWALAN SIDANG

Page 11: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

Pemeriksaan PendahuluanPemeriksaan Pendahuluan• Dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Panel Hakim yang sekurang-kurangnya terdiri atas 3 (tiga) orang Hakim Konstitusi. (Pasal 10 ayat (1) PMK Nomor 06/PMK/2005)

• Dilakukan dalam Sidang Pleno yang dihadiri oleh sekurang- kurangnya 7 (tujuh) orang Hakim Konstitusi. (Pasal 10 ayat (2) PMK Nomor 06/PMK/2005)

1. Sebelum pemeriksaan pokok perkara, memeriksa: - Kelengkapan syarat-syarat Permohonan. - Kejelasan materi Permohonan.2. Memberi nasehat - Kelengkapan syarat-syarat Permohonan. - Perbaikan materi Permohonan.3. 14 hari harus sudah dilengkapi dan diperbaiki.

Page 12: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PEMERIKSAAN PERSIDANGANPEMERIKSAAN PERSIDANGAN Terbuka untuk umum. Memeriksa permohonan dan alat bukti. Para pihak hadir menghadapi sidang guna memberikan keterangan. Lembaga negara dapat diminta keterangan, Lembaga negara dimaksud dalam jangka waktu 7 hari wajib memberi keterangan yang diminta. Saksi dan/atau ahli memberi keterangan. Pihak-pihak dapat diwakili kuasa, didampingi kuasa dan orang lain.

Pemeriksaan permohonan pengujian UU terhadap UUD 1945 dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali Rapat Permusyawaratan Hakim. (Pasal 2 PMK Nomor 06/PMK/2005)

Page 13: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

a.a. Pemeriksaan pokok permohonan;Pemeriksaan pokok permohonan;b.b. Pemeriksaan alat-alat bukti tertulis;Pemeriksaan alat-alat bukti tertulis;c.c. Mendengarkan keterangan Presiden/Pemerintah;Mendengarkan keterangan Presiden/Pemerintah;d.d. Mendengarkan keterangan DPR dan/atau DPD;Mendengarkan keterangan DPR dan/atau DPD;e.e. Mendengarkan keterangan saksi;Mendengarkan keterangan saksi;f.f. Mendengarkan keterangan ahli;Mendengarkan keterangan ahli;g.g. Mendengarkan keterangan Pihak Terkait;Mendengarkan keterangan Pihak Terkait;h.h. Pemeriksaan rangkaian data, keterangan, perbuatan, Pemeriksaan rangkaian data, keterangan, perbuatan,

keadaan, dan/atau peristiwa yang bersesuaian dengan keadaan, dan/atau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk;alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk;

i.i. Pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi Pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.dengan itu.

PEMERIKSAAN PERSIDANGAN (2) (Pasal 13 ayat (1) PMK Nomor 06/PMK/2005)

Page 14: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 54 UU Nomor 24 Tahun 2003:Pasal 54 UU Nomor 24 Tahun 2003:Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dapat dapat meminta keterangan dan/atau risalah meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden. Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden.

MK tidak mengadili pembentuk UU.MK tidak mengadili pembentuk UU. Kedudukan pembentuk UU sebagai Pihak Terkait untuk memberikan Kedudukan pembentuk UU sebagai Pihak Terkait untuk memberikan

keterangan (lisan maupun tertulis).keterangan (lisan maupun tertulis). Dapat diwakili oleh wakil atau pun kuasa dari lembaga negara Dapat diwakili oleh wakil atau pun kuasa dari lembaga negara

tersebut.tersebut. Presiden Presiden dapat memberikan kuasa subsitusi kepada Menteri Hukum dapat memberikan kuasa subsitusi kepada Menteri Hukum

dan HAM beserta para menteri, dan/atau pejabat setingkat menteri dan HAM beserta para menteri, dan/atau pejabat setingkat menteri yang terkait dengan pokok perkara.yang terkait dengan pokok perkara.

DPR DPR diwakili oleh Pimpinan DPR yang dapat memberi kuasa kepada diwakili oleh Pimpinan DPR yang dapat memberi kuasa kepada pimpinan dan/atau anggota komisi yang membidangi hukum, komisi pimpinan dan/atau anggota komisi yang membidangi hukum, komisi terkait dan/atau anggota DPR yang ditunjuk.terkait dan/atau anggota DPR yang ditunjuk.

POSISI PEMBENTUK UNDANG-UNDANGPOSISI PEMBENTUK UNDANG-UNDANG

Page 15: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

a. RPH diikuti oleh seluruh hakim konstitusi dengan kuorum minimal a. RPH diikuti oleh seluruh hakim konstitusi dengan kuorum minimal tujuh orang hakim, Panitera, PP, dan petugas lain yang dibutuhkan;tujuh orang hakim, Panitera, PP, dan petugas lain yang dibutuhkan;b. RPH dipimpin oleh Ketua, dalam hal Ketua berhalangan RPH b. RPH dipimpin oleh Ketua, dalam hal Ketua berhalangan RPH dipimpin oleh Wakil Ketua, dalam hal Ketua dan Wakil berhalangan, dipimpin oleh Wakil Ketua, dalam hal Ketua dan Wakil berhalangan, RPH dipimpin oleh hakim yang tertua usianya;RPH dipimpin oleh hakim yang tertua usianya;c. RPH bersifat tertutup;c. RPH bersifat tertutup;d. Agenda RPH:d. Agenda RPH:

• mendengar dan membahas laporan Panel;mendengar dan membahas laporan Panel;• membahas perkembangan Sidang Panel/Pleno;membahas perkembangan Sidang Panel/Pleno;• membahas/mendiskusikan dan mengambil putusan;membahas/mendiskusikan dan mengambil putusan;• menunjuk menunjuk drafter drafter Putusan;Putusan;• membahas membahas drafter drafter Putusan yang disiapkan oleh Putusan yang disiapkan oleh DrafterDrafter;;• lain-lain agenda baik yang terkait perkara (justisial) maupun lain-lain agenda baik yang terkait perkara (justisial) maupun

nonjustisial, seperti laporan Panitera, laporan Sekjen, dsb.nonjustisial, seperti laporan Panitera, laporan Sekjen, dsb.e. Setiap RPH dibuat catatan oleh Panitera yang dibantu PP Perkara e. Setiap RPH dibuat catatan oleh Panitera yang dibantu PP Perkara dalam buku catatan rapat dan/atau Berita Acara Rapat.dalam buku catatan rapat dan/atau Berita Acara Rapat.

Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)

Page 16: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

Pihak terkait adalah pihak yang berkepentingan langsung atau tidak langsung dengan Pihak terkait adalah pihak yang berkepentingan langsung atau tidak langsung dengan pokok permohonan.pokok permohonan.

Pihak Terkait yang berkepentingan langsung adalah pihak yang hak dan/atau Pihak Terkait yang berkepentingan langsung adalah pihak yang hak dan/atau kewenangannya terpengaruh oleh pokok permohonan.kewenangannya terpengaruh oleh pokok permohonan.

Dapat diberikan hak-hak yang sama dengan Pemohon dalam persidangan dalam hal Dapat diberikan hak-hak yang sama dengan Pemohon dalam persidangan dalam hal keterangan dan alat bukti yang diajukannya belum cukup terwakili dalam keterangan dan keterangan dan alat bukti yang diajukannya belum cukup terwakili dalam keterangan dan alat bukti yang diajukan oleh Presiden/Pemerintah, DPR, dan/atau DPD.alat bukti yang diajukan oleh Presiden/Pemerintah, DPR, dan/atau DPD.

Harus mengajukan permohonan kepada Mahkamah melalui Panitera.Harus mengajukan permohonan kepada Mahkamah melalui Panitera. Apabila disetujui ditetapkan dengan Ketetapan Ketua Mahkamah. Apabila disetujui ditetapkan dengan Ketetapan Ketua Mahkamah. Apabila tidak disetujui, pemberitahuan tertulis disampaikan kepada yang bersangkutan Apabila tidak disetujui, pemberitahuan tertulis disampaikan kepada yang bersangkutan

oleh Panitera atas perintah Ketua Mahkamah Konstitusi. oleh Panitera atas perintah Ketua Mahkamah Konstitusi. Salinan Ketetapan disampaikan kepada Pihak Terkait.Salinan Ketetapan disampaikan kepada Pihak Terkait. Pemeriksaan dilakukan dengan mendengar keterangan yang berkaitan dengan pokok Pemeriksaan dilakukan dengan mendengar keterangan yang berkaitan dengan pokok

permohonan. [Pasal 23 ayat (1) PMK Nomor 06/PMK/2005]permohonan. [Pasal 23 ayat (1) PMK Nomor 06/PMK/2005] Diberikan kesempatan untuk:Diberikan kesempatan untuk: a. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis;a. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis; b. mengajukan pertanyaan kepada ahli dan/atau saksi;b. mengajukan pertanyaan kepada ahli dan/atau saksi; c. mengajukan ahli dan/atau saksi sepanjang berkaitan dengan hal-hal yang dinilai c. mengajukan ahli dan/atau saksi sepanjang berkaitan dengan hal-hal yang dinilai belum terwajili dalam keterangan ahli dan/atau saksi yang telah didengar belum terwajili dalam keterangan ahli dan/atau saksi yang telah didengar keterangannya dalam persidangan;keterangannya dalam persidangan; d. menyampaikan kesimpulan akhir secara lisan dan/atau tertulis. d. menyampaikan kesimpulan akhir secara lisan dan/atau tertulis. [Pasal 23 ayat (2) PMK Nomor 06/PMK/2005][Pasal 23 ayat (2) PMK Nomor 06/PMK/2005]

PIHAK TERKAIT (1)(Pasal 14 PMK Nomor 06/PMK/2005)

Page 17: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung:Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung:

a.a. Pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, Pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangan; ataudan fungsinya perlu didengar keterangan; atau

b.b. Pihak yang perlu didengar keterangannya Pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai sebagai ad informandumad informandum, yaitu pihak yang , yaitu pihak yang hak dan/atau kewenangannya tidak secara hak dan/atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud.terhadap permohonan dimaksud.

[Pasal 14 ayat (4) PMK Nomor 06/PMK/2005][Pasal 14 ayat (4) PMK Nomor 06/PMK/2005]

PIHAK TERKAIT (2)

Page 18: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

1. Secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi 1. Secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang. yang dipimpin oleh ketua sidang.

2. Setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau 2. Setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan. pendapat tertulis terhadap permohonan.

3. Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi tidak 3. Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi tidak menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai musyawarah menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai musyawarah sidang pleno hakim konstitusi berikutnya. sidang pleno hakim konstitusi berikutnya.

4. Dalam hal musyawarah tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan 4. Dalam hal musyawarah tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. diambil dengan suara terbanyak.

5. Bila tidak dapat dicapai suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang 5. Bila tidak dapat dicapai suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan. pleno hakim konstitusi menentukan.

CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN MK (Pasal 45 UU No. 24/2003)

Page 19: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

Pembuktian dibebankan kepada Pemohon.Pembuktian dibebankan kepada Pemohon.(Pasal 18 ayat (1) PMK Nomor 06/PMK/2005)(Pasal 18 ayat (1) PMK Nomor 06/PMK/2005)

Alat bukti ialah:Alat bukti ialah:a. Surat atau tulisan;a. Surat atau tulisan;b. Keterangan saksi;b. Keterangan saksi;c. Keterangan ahli;c. Keterangan ahli;d. Keterangan para pihak;d. Keterangan para pihak;e. Petunjuk; dane. Petunjuk; danf. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, f. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

(Pasal 36 ayat (1) UU MK)(Pasal 36 ayat (1) UU MK)

PEMBUKTIAN

Page 20: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

Putusan harus memuat sekurang-kurangnya :a. kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;b. identitas pemohon;c. ringkasan permohonon yang telah diperbaiki;d. Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan;e. Pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan;f. Amar putusan;g. pendapat berbeda dari Hakim Konstitusi; dani. hari dan tanggal putusan, nama dan tanda tangan Hakim Konstitusi, serta Panitera.(Pasal 48 ayat (2) UU MK dan Pasal 33 PMK Nomor 06/PMK/2005)

ISI PUTUSAN

Page 21: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

AMAR PUTUSAN (1)

21

Pasal 56Pasal 56(1)(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau

permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 51, amar putusan menyatakan permohonan dan Pasal 51, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterimatidak dapat diterima. .

(2)(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan amar putusan menyatakan permohonan dikabulkandikabulkan. .

(3)(3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materimateri muatan ayat, pasal, muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentanganbertentangan dengan Undang- dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(4)(4) Dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan Dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukanpembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, amar putusan menyatakan permohonan Republik Indonesia Tahun 1945, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan. dikabulkan.

(5)(5) Dalam hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan dengan Undang-Dalam hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik mengenai Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan, amar putusan pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan, amar putusan menyatakan permohonan menyatakan permohonan ditolakditolak..

Page 22: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

AMAR PUTUSAN (2)

22

Pasal 57Pasal 57(1)Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan

bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(2)Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(3)Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.

Page 23: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

23

Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang mengenai pengujian undang-undang

terhadap Undang-Undang Dasar terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945

disampaikan kepada DPR, disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden,

dan Mahkamah Agung.dan Mahkamah Agung.

Page 24: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 39 Pasal 39 PMK Nomor 06/PMK/2005PMK Nomor 06/PMK/2005

Putusan mempunyai Putusan mempunyai kekuatan hukum tetap sejak kekuatan hukum tetap sejak

selesai diucapkan dalam selesai diucapkan dalam Sidang Pleno yang terbuka Sidang Pleno yang terbuka

untuk umum.untuk umum.

Page 25: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

25

Undang-undang yang diuji oleh Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, Mahkamah Konstitusi tetap berlaku,

sebelum ada putusan yang menyatakan sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bahwa undang-undang tersebut

bertentangan dengan Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.Tahun 1945.

Page 26: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

GAMBARAN UMUM PROSES BERACARA DI MAHKAMAH KONSTITUSI

PENGAJUAN PERKARA•12 RANGKAP

•DISERTAI BUKTI

PEMERIKSAANSYARAT

ADMINISTRASI

BELUM LENGKAP•DIBERITAHUKAN

•DILENGKAPI DLM 7HARI KERJA

PEMENUHANKELENGKAPAN

DALAM 7 HARI KERJATELAH LENGKAP

REGISTRASIBRPK

PENJADWALAN14 HARI KERJA

SETELAH REGISTRASIPEMBERITAHUAN KEPADA PEMOHON

Ps. 29 ayat (2), Ps. 31 ayat (2) Ps. 32 ayat (1) Ps. 32 ayat (2)

Ps. 32 ayat (2)

Ps. 34 ayat (2)

Ps. 34 ayat (1)

Ps. 32 ayat (3)

Page 27: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PENGUMUMAN KEPADAMASYARAKAT

PERMOHONAN DAPAT DI TARIKKEMBALI SELAMA PROSES

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN•KELENGKAPAN

•KEJELASAN PERMOHONAN

TIDAK LENGKAP/JELAS•DIBERITAHUKAN

•DILENGKAPI 14 HARI

TELAH LENGKAP DAN JELAS

PEMOHON MELENGKAPIATAU MEMPERBAIKI

DALAM 14 HARI

Ps. 34 ayat (2), Ps. 34 ayat (3)

Ps. 35 ayat (1)

Ps. 39 ayat (2)Ps. 39 ayat (1)

Page 28: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

RAPAT PLENOTERTUTUP

PENGAMBILAN PUTUSAN

SIDANG TERBUKA UMUMPENGUCAPAN

PUTUSAN

PENYAMPAIANSALINAN PUTUSAN

KEPADA PIHAK

PEMERIKSAAN PERSIDANGAN PLENO TERBUKA UMUM

•KEWENANGAN MK•KEDUDUKAN HUKUM

•POKOK PERMOHONAN•PEMBUKTIAN

PEMERIKSAAN PERBAIKANDAN KELENGKAPAN PERMOHONAN

RAPAT PLENOTERTUTUP

LAPORAN DAN PEMBAHASANTINDAK LANJUT

Ps. 49

Ps. 28 ayat (5), Ps. 47

Ps. 45 ayat (5)

Ps. 13 ayat (1) PMK No. 06/PMK/2005

Page 29: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 60 UU No. 24 Tahun 2003Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat

dimohonkan pengujian kembali.

29

Pasal 42 PMK No. 06/PMK/2005Pasal 42 PMK No. 06/PMK/2005(1) Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian

dalam UU yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.

(2) Terlepas dari ketentuan ayat (1) di atas, permohonan pengujian UU terhadap muatan ayat, pasal, dan/atau bagian yang sama dengan perkara yang pernah diputus oleh Mahkamah dapat dimohonkan pengujian kembali dengan syarat-syarat konstitusionalitas yang menjadi alasan permohonan yang bersangkutan berbeda.

PERMOHONAN PENGUJIAN KEMBALIPERMOHONAN PENGUJIAN KEMBALI

((NEBIS IN IDEMNEBIS IN IDEM))

Page 30: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 14 UU 24/2003

Masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan putusan Mahkamah Konstitusi.

Alamat website Mahkamah Konstitusi:

www.mahkamahkonstitusi.go.id

Tanggung Jawab Tanggung Jawab dan dan AkuntabilitasAkuntabilitas

30

Page 31: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

UNDANG-UNDANG YANG DIBATALKAN SELURUHNYA

UU No. 16 Th. 2003 tentang Penetapan Perpu No. 2 Th. 2002 tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 Th. 2002 tentang Pemberantasan tindak Pidana terorisme Pada Peristiwa Bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 menjadi UU

UU No. 20 Th. 2002 tentang Ketenagalistrikan UU No. 27 Th. 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi UU No. 45 Th. 1999 tentang Pembentukan Irian Jaya Tengah, Provinsi

Irian Jaya Barat Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kebupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong

UU No. 9 Th. 2009 tentang Badan Hukum Penndidikan

Page 32: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PUTUSAN MK DALAM PERKARA JUDICIAL REVIEW (1)

Pengesampingan pasal sampai pembatalan pasal pembatasan Pengujian UU (004/PUU-I/2003 & 066/PUU-II/2004)

Pemulihan Hak Politik Eks PKI (011-017/PUU-I/2003) KPUD tidak bertanggungjawab kepada DPRD (072-073/PUU-II/2004) Membuka Calon Perseorangan Pemilukada (072-073/PUU-II/2004 &

5/PUU-V/2007) “Konstitusional Bersayarat” Syarat Pejabat Publik tidak dipidana 5 Tahun

(14-17/PUU-V/2007 & 15/PUU-VI/2008 & 4/PUU-VII/2009) Presidential Threshold adalah kebijakan hukum terbuka (51-52-59/PUU-

VI/2008) Syarat Domisili Anggota DPD implisit dalam Konstitusi (10/PUU-VI/2008) Perlakukan berbeda atas Parpol yang tidakj memenuhi Electoral

Threshold Diskriminatif (12/PUU-VI/2008)

Page 33: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PUTUSAN MK DALAM PERKARA JUDICIAL REVIEW (2)

Calon Legislatif Terpilih berdasarkan Suara Terbanyak (22-24/PUU-VI/2008)

Pengunduran Siri Sementara Peserta Pemilukada Incumbent (17/PUU-VI/2008)

Tidak Masuk DPT, Pemilih Dapat Gunakan KTP dan Paspor (102/PUU-VII/2009)

Tata Cara Penghitungan Suara Tahap Kedua Pemilu Legislatif (110-111-112-113/PUU-VII/2009)

Peluang Anggota DPD menjadi Ketua MPR (117/PUU-VII/2009) Pengangkatan Panwaslu oleh Bawaslu (11/PUU-VIII/2010) Penggunaan Medote E-Voting Konstitutional (147/PUU-VII/2009) Pelanggaran yang dapat membatalkan Hasil Pemilu (75/PUU-VIII/2010) Syarat Mundur dari Parpol Bagi Anggota KPU dan DKPP

(81/PUU-IX/2011)

Page 34: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PUTUSAN MK DALAM PERKARA JUDICIAL REVIEW (3)

Semua Parpol harus Ikuti Verifikasi (15/PUU-IX/2011) Verifikasi Parpol paling lambat 2,5 th sebelum pemilu (35/PUU-IX/2011) Memperkuat Fungsi Legislasi DPD (92/PUU-X/2012) Bukan Pelanggaran HAM Berat, Pemberlakukan Surut UU Terorisme Bom

Bali tidak dibenarkan (013/PUU-I/2003) Kompetisi dan Unbundling dalam Ketenagalistrikan Melanggar Hak

Menguasai Negara (001-021-022/PUU-I/2003) Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Berlaku Surut adalah

Konstitusional (065/PUU-II/2004) Pemda juga Wajib Mengembangkan Jaminan Sosial (007/PUU-III/2005) Anggaran Pendidikan 20% tidak Boleh Ditunda-tunda (011/PUU-III/2005 &

26/PUU-IV/2006 & 24/PUU-V/2007 & 13/PUU-VI/2008) Posisi Negara terhadap Air dan Pemenuhan Hak Atas Air (058-059-060-

063/PUU-II/2004 & 008/PUU-III/2005)

Page 35: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PUTUSAN MK DALAM PERKARA JUDICIAL REVIEW (4)

Diskriminasi TKI Berdasar Tingkat Pendidikan (019-020/PUU-III/2005) PMH Materiil tidak memberikan perlindungan dan kepastian hukum (03/PUU-

IV/2006) KY tidak berwenang mengawasi Hakim Konstitusi (005/PUU-IV/2006) Kompensasi dan Rehabilitasi tidak dapat digantungkan pada pemberian

Amnesti (006/PUU-IV/2006) Standar Ganda Sistem Peradilan Tipikor (012-016-019/PUU-IV/2006) Pasal Penghinaan Presiden 134, 136 dan 137 KUHP menghambat Hak

berpendapat dan Berekspresi (013/PUU-IV/2006 & 022/PUU-IV/2006) Pasal Kebencian terhadap Pemerintah 154 dan 155 KHUP bertentangan

dengan Negara Indonesia Merdeka (6/PUU-V/2007) Pidana Mati Tidak Melanggar Hak Hidup dan Kewajiban Internasional (3/PUU-

V/2007 & 2/PUU-V/2007) Pasal 160 KUHP menghasut di muka umum sebagai delik materiil

(7/PUU-VII/2009)

Page 36: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PUTUSAN MK DALAM PERKARA JUDICIAL REVIEW (5)

Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc harus memperhatikan hasil penyelidikan dan penyidikan (18/PUU-V/2007)

Kemudahan Penanaman Modal tanpa Kontrol Negara Melanggar Hak Menguasai Negara (21-22/PUU-V/2007)

Sensor Film hrs menjunjung tinggi Demokrasi & HAM (29/PUU-V/2007) Pemberhantian Pimpinan KPK secara tetap inkonstitusional (133/PUU-

VII/2009) MK berwenang Menguji Perpu (138/PUU-VII/2009) UU Pornografi tidak melarang Pelaku Seni (10-17-23/PUU-VII/2009) UU BHP inkonstitusional (11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009) UU Pencegahan Penodaan Agama Tidak Membatasi Kebebasan

Beragama (140/PUU-VII/2009) Masa Jabatan Jaksa Agung Konstitusional Bersyarat (49/PUU-VII/2010)

Page 37: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PUTUSAN MK DALAM PERKARA JUDICIAL REVIEW (6)

Larangan Barang Cetakan melalui Due Process of Law (6, 13, 20/PUU-VIII/2010)

Meluruskan Syarat Menyatakan Pendapat DPR (23-26/PUU-VIII/2010) Penyadapan hanya boleh diatur oleh UU (5/PUU-VIII/2010) Masa Jabatan Pimpinan KPK Pengganti sama 4 tahun (5/PUU-IX/2011) Bidan dan Perawat dapat bertindak dalam keadaan darurat (12/PUU-

VIII/2010) Larangan Pemakaian Ombudsman inkonstitusional (62/PUU-VIII/2010) Pembatalan Delik Pidana UU Perkebunan (55/PUU-VIII/2010) Larangan Ultra Petita Inkonstitusional (48-49/PUU-IX/2011) Perlindungan Hak Pekerja Outsourcing (27/PUU-IX/2011) Anak di Luar Perkawinan punya Hubungan Keperdataan dengan

ayahnya (46/PUU-VIII/2010)

Page 38: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PUTUSAN MK DALAM PERKARA JUDICIAL REVIEW (7)

Putusan yang Melindungi Penambang Rakyat (25, 30, 32/PUU-VIII/2010)

Wakil Menteri Bukan Jabatan Karir (79/PUU-IX/2011) Hak Pekerja daftarkan diri sebagai Peserta Program Jaminan Sosial

(70/PUU-IX/2011 & 82/PUU-X/2012) Piutang Bank BUMN bukan Piutang Negara (77/PUU-IX/2011) Penyelidikan Kepala Daerah tidak perlu izin Presiden (73/PUU-IX/2011) BP Migas Inkonstitusional (36/PUU-X/2012) Putusan Pidana tanpa Perintah Penahanan Sah (69/PUU-X/2012) Kenaikan BBM Bersubsidi menyesuaikan Harga ICP (43, 45, 46/PUU-

X/2012 & 42 dan 58/PUU-X/2012) Alokasi APBN Korban Lapindo bentuk tanggungjawab negara (53/PUU-

X/2012)

Page 39: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

PUTUSAN MK DALAM PERKARA JUDICIAL REVIEW (8)

RSBI bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional (5/PUU-X/2012) Terlambat Pencatatan kelahiran tidak perlu penetapan Pengadilan

(18/PUU-XI/2013) Hutan Adat bukan Hutan Negara (35/PUU-X/2012)

Page 40: PROSEDUR BERACARA DALAM  PENGUJIAN UNDANG-UNDANG  TERHADAP  UNDANG-UNDANG DASAR

SEKIAN DAN

TERIMA KASIH