5
Perkembangan Teknologi TRO 21 (1) Juni 2009 Hlm. 22-26 ISSN 1829-6289 22 PROSPEK PEMANFAATAN LIMBAH NILAM UNTUK MENUNJANG PERTANIAN ORGANIK Wiratno, T.L. Mardiningsih, Siswanto, dan M. Djazuli Balai Penelitian Obat dan Aromatik Jl. Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111 (Terima tgl. 2/3/2009 - Disetujui tgl. 12/5/2009) ABSTRAK Minyak nilam merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat dibutuhkan dunia. Pada tahun 1992 Indonesia tercatat sebagai pemasok minyak nilam terbesar dengan kontribusi sekitar 90% dari total kebutuhan minyak nilam dunia. Untuk dapat memenuhi kebutuhan ekspor yang saat ini cenderung meningkat, pemerintah telah mengga- lakkan produksi minyak nilam dengan pola industri kecil di pedesaan. Permasalahan yang selanjutnya harus diperhatikan adalah bagaimana memanfaatkan limbah hasil penyulingan yang semakin melimpah agar tidak mencemari ekosistem di sekitarnya. Salah satu alternatif peme- cahannya adalah memanfaatkan limbah nilam sebagai mulsa. Hasil dekomposisi bahan organik yang terdapat pada mulsa dapat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki produktivitas lahan, dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Kandungan minyak atsiri yang masih tersisa dapat mengusir hama di pertanaman. Dengan demikian pemanfaatan limbah nilam sebagai mulsa diharapkan mampu menunjang sistem pertanian organik yang sedang digalakkan pemerintah. Kata kunci : Limbah, manfaat, mulsa, pertanian, organik ABTRACT Prospects of utilization of patchouli waste products to support organic farming system Patchouli oil is one of export commodities of Indonesia. In 1992 the country contributed arround 90% of total world’s market, hence Indonesia is known as the world’s biggest patchouli oil exporting country. In line to recent increasing world’s demand on patchouli oil, the Government of Indonesia encourages patchouli oil production through small industry pattern in villages. This regulation, however, may cause additional environmental pollution if wastes are managed unwisely. Therefore, it is necessary to find a friendly strategy, which is able to minimize environmental degradation. One of prospective strategies is utilization of patchouli waste as mulch. Decomposition of organic materials is able to improve soil fertility and enhance soil productivity and plant growth. Essential oil left in the waste is able to repel pests in plantations. With regards to these advantages, waste of patchouli applied as mulch may support organic farming system, which is currently encouraged by the Government. Key words : Mulch, organic farming, patchouli oil, usage, waste. PENDAHULUAN Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri potensial. Produk minyak nilam utamanya dimanfaatkan dalam industri farmasi sebagai pengharum ruangan. Aroma minyak nilam terkesan rasa manis, hangat, dan menyengat (Robbins, 1982). Saat ini minyak nilam telah digunakan sebagai bahan fiksatif terbaik pada parfum berkualitas tinggi (Ketaren, 1985). Dalam pembuatan sabun dan kosmetik, minyak nilam dapat bercampur dengan minyak atsiri lainnya, seperti minyak cengkeh, geranium, akar wangi, dan minyak cassia (Dhalimi et al ., 1998). Sentra produksi nilam semula terbatas hanya terdapat di beberapa propinsi di Sumatra, seperti Daerah Istimewa Aceh (Tapaktuan, Sidikalang, dan Lhokseu- mawe), Sumatera Utara (Dairi) dan Sumatera Barat (Pasaman) (Ketaren dan Djatmiko dalam Rosman et al ., 1998). Namun sejak Pelita V daerah penanaman nilam telah berkembang sampai ke Lampung, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat (Sukabumi), dan Jawa Tengah (Purwokerto) (Rosman et al ., 1998). Saat ini nilam telah dibudidayakan hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Seiring dengan bertambahnya ekspor minyak nilam Indonesia dari tahun ke tahun luas areal penanaman nilam selalu menunjukkan peningkatan. Pada periode tahun 1960-an, ekspor minyak nilam hanya berkisar antara 250-300 t/th (Robbins, 1982), namun pada tahun 1970-1980 meningkat menjadi 300-500 t/th dan pada tahun 1980-1990 menjadi 500-700 t/th. Pada periode tersebut khususnya pada tahun 1992 Indonesia pernah menjadi pemasok minyak nilam terbesar dunia dengan kontribusi 90% dari total kebutuhan minyak nilam dunia (Departemen-Perdagangan, 1993). Pada tahun 2004 ekspor minyak nilam telah mencapai 1.295 t (Anon, 2004) dan pada tahun 2006 meningkat menjadi mencapai 2.100 t dengan nilai devisa US $ 27,17 miliar (Sukamto et al., 2008). Daun nilam pernah dimanfaatkan pula untuk mengusir lipas dengan menempatkannya di antara pakaian (Sastroamidjojo, 1967). Minyak nilam dilaporkan efektif mengendalikan Crocidolomia binotalis, Spodoptera litura, Periplaneta americana, Callosobruchus chinensis, Dysdercus koenigii, Sithopilus oryzae, Tribolium castaneum (Dummond, 1960), S. Zeamays, Carpophilus sp. (Mardiningsih et al., 1995), Aphid sp., Culex sp., Pseudaletia unipuncta (Grainge dan Ahmed, 1987), dan Stegobium paniceum (Mardiningsih dan Wiratno, 1996). Sifat insektisidal nilam disebabkan oleh adanya

PROSPEK PEMANFAATAN LIMBAH NILAM UNTUK MENUNJANG PERTANIAN ORGANIK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROSPEK PEMANFAATAN LIMBAH NILAM UNTUK MENUNJANG PERTANIAN ORGANIK

Perkembangan Teknologi TRO 21 (1) Juni 2009 Hlm. 22-26 ISSN 1829-6289

22

PROSPEK PEMANFAATAN LIMBAH NILAM UNTUK MENUNJANG PERTANIAN ORGANIK

Wiratno, T.L. Mardiningsih, Siswanto, dan M. Djazuli

Balai Penelitian Obat dan Aromatik

Jl. Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111

(Terima tgl. 2/3/2009 - Disetujui tgl. 12/5/2009)

ABSTRAK

Minyak nilam merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat dibutuhkan dunia. Pada tahun 1992 Indonesia tercatat sebagai pemasok minyak nilam terbesar dengan kontribusi sekitar 90% dari total kebutuhan minyak nilam dunia. Untuk dapat memenuhi kebutuhan ekspor yang saat ini cenderung meningkat, pemerintah telah mengga-lakkan produksi minyak nilam dengan pola industri kecil di pedesaan. Permasalahan yang selanjutnya harus diperhatikan adalah bagaimana memanfaatkan limbah hasil penyulingan yang semakin melimpah agar tidak mencemari ekosistem di sekitarnya. Salah satu alternatif peme-cahannya adalah memanfaatkan limbah nilam sebagai mulsa. Hasil dekomposisi bahan organik yang terdapat pada mulsa dapat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki produktivitas lahan, dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Kandungan minyak atsiri yang masih tersisa dapat mengusir hama di pertanaman. Dengan demikian pemanfaatan limbah nilam sebagai mulsa diharapkan mampu menunjang sistem pertanian organik yang sedang digalakkan pemerintah.

Kata kunci : Limbah, manfaat, mulsa, pertanian, organik

ABTRACT

Prospects of utilization of patchouli waste products to support organic farming system

Patchouli oil is one of export commodities of Indonesia. In 1992 the country contributed arround 90% of total world’s market, hence Indonesia is known as the world’s biggest patchouli oil exporting country. In line to recent increasing world’s demand on patchouli oil, the Government of Indonesia encourages patchouli oil production through small industry pattern in villages. This regulation, however, may cause additional environmental pollution if wastes are managed unwisely. Therefore, it is necessary to find a friendly strategy, which is able to minimize environmental degradation. One of prospective strategies is utilization of patchouli waste as mulch. Decomposition of organic materials is able to improve soil fertility and enhance soil productivity and plant growth. Essential oil left in the waste is able to repel pests in plantations. With regards to these advantages, waste of patchouli applied as mulch may support organic farming system, which is currently encouraged by the Government.

Key words : Mulch, organic farming, patchouli oil, usage, waste.

PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri

potensial. Produk minyak nilam utamanya dimanfaatkan

dalam industri farmasi sebagai pengharum ruangan. Aroma minyak nilam terkesan rasa manis, hangat, dan

menyengat (Robbins, 1982). Saat ini minyak nilam telah

digunakan sebagai bahan fiksatif terbaik pada parfum berkualitas tinggi (Ketaren, 1985). Dalam pembuatan

sabun dan kosmetik, minyak nilam dapat bercampur

dengan minyak atsiri lainnya, seperti minyak cengkeh, geranium, akar wangi, dan minyak cassia (Dhalimi et al., 1998).

Sentra produksi nilam semula terbatas hanya

terdapat di beberapa propinsi di Sumatra, seperti Daerah

Istimewa Aceh (Tapaktuan, Sidikalang, dan Lhokseu-mawe), Sumatera Utara (Dairi) dan Sumatera Barat

(Pasaman) (Ketaren dan Djatmiko dalam Rosman et al., 1998). Namun sejak Pelita V daerah penanaman nilam

telah berkembang sampai ke Lampung, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat (Sukabumi), dan Jawa Tengah (Purwokerto)

(Rosman et al., 1998). Saat ini nilam telah dibudidayakan

hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Seiring dengan bertambahnya ekspor minyak

nilam Indonesia dari tahun ke tahun luas areal penanaman nilam selalu menunjukkan peningkatan.

Pada periode tahun 1960-an, ekspor minyak nilam hanya

berkisar antara 250-300 t/th (Robbins, 1982), namun pada tahun 1970-1980 meningkat menjadi 300-500 t/th

dan pada tahun 1980-1990 menjadi 500-700 t/th. Pada periode tersebut khususnya pada tahun 1992 Indonesia

pernah menjadi pemasok minyak nilam terbesar dunia dengan kontribusi 90% dari total kebutuhan minyak

nilam dunia (Departemen-Perdagangan, 1993). Pada

tahun 2004 ekspor minyak nilam telah mencapai 1.295 t (Anon, 2004) dan pada tahun 2006 meningkat menjadi

mencapai 2.100 t dengan nilai devisa US $ 27,17 miliar (Sukamto et al., 2008).

Daun nilam pernah dimanfaatkan pula untuk

mengusir lipas dengan menempatkannya di antara pakaian (Sastroamidjojo, 1967). Minyak nilam dilaporkan

efektif mengendalikan Crocidolomia binotalis, Spodoptera litura, Periplaneta americana, Callosobruchus chinensis, Dysdercus koenigii, Sithopilus oryzae, Tribolium castaneum (Dummond, 1960), S. Zeamays, Carpophilus sp. (Mardiningsih et al., 1995), Aphid sp., Culex sp.,

Pseudaletia unipuncta (Grainge dan Ahmed, 1987), dan Stegobium paniceum (Mardiningsih dan Wiratno, 1996).

Sifat insektisidal nilam disebabkan oleh adanya

Page 2: PROSPEK PEMANFAATAN LIMBAH NILAM UNTUK MENUNJANG PERTANIAN ORGANIK

Wiratno et al.: Prospek pemanfaatan limbah nilam untuk menunjang pertanian organik

23

sesquiterpen (Ketaren, 1985) yang merangsang

khemoreseptor sehingga daun nilam serta produk turunannya tidak disukai serangga.

Nilam menghasilkan daun sekitar 4-5 t terna kering/ha/th untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku

penyulingan minyak nilam. Sampai saat ini ada sekitar

581 pabrik penyulingan minyak nilam sehingga diperkirakan limbah daun dan batang hasil penyulingan

cukup besar dan perlu penanganan seksama. Agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, penanganan limbah

nilam harus dilakukan dengan baik dan tepat.

Pertanian organik adalah keseluruhan sistem manajemen produksi yang mendorong dan meningkat-

kan kesehatan agro ekosistem yang meliputi keragaman hayati, siklus biologis, dan aktivitas biologis tanah

(FAO/WHO dalam Singh, 2001 dalam Allorerung, 2002). Dengan demikian pertanian organik adalah sistem

budidaya pertanian yang memadukan manusia, ling-

kungan dan konomi melalui sistem produksi yang berkelanjutan (IFOAM dalam Allorerung, 2002). Tulisan

ini bertujuan untuk menguraikan prospek pemanfaatan limbah nilam untuk menunjang pertanian organik.

PERAN LIMBAH NILAM SEBAGAI PUPUK

Pemanfaatan limbah nilam sebagai bahan baku kompos dapat mengatasi masalah kebutuhan dan

mahalnya pupuk buatan. Mindawati et al, (1998) menya-takan bahwa dimasa krisis ekonomi, pemanfaatan limbah

hasil industri sebagai kompos dinilai sangat tepat dan efisien. Limbah hasil penyulingan daun masih mempu-

nyai kadar hara tinggi dan berpotensi dimanfaatkan

sebagai bahan baku pupuk organik. Teknologi pengom-posan yang cepat dan efisien akan menghasilkan pupuk

organik kompos yang bermutu tinggi. Pengomposan limbah nilam dengan penambahan

pupuk kandang atau kombinasi pupuk kandang, kapur,

dan EM4 1% selama 3 minggu menghasilkan kompos dengan status hara dan tingkat dekomposisi bahan

organik yang baik (Tabel 1). Analisis hara memperlihatkan bahwa kadar N, K, Ca, dan Mg pada

kompos limbah nilam lebih tinggi dibandingkan pada

kompos sampah rumah tangga maupun pada pupuk kandang dari kotoran sapi. Pemberian kompos limbah

nilam mampu meningkatkan bobot segar terna nilam karena kandungan hara pada kompos relatif tinggi,

sehingga mampu memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Kekhawatiran adanya senyawa alelopati yang

bersifat toksik pada limbah nilam ternyata tidak terbukti. Djazuli (2002b) melaporkan bahwa empat senyawa yang

bersifat alelopatik dan racun seperti asam kumarat, asam adifat, asam sinapat, dan asam hidroksi benzoat di

Tabel 1. Kadar hara pada kompos dari limbah nilam dan sampah rumah tangga serta pada pupuk kandang dari kotoran sapi

Table 1. Nutrient content of composts derived from patchouli distillation and household wastes and cattle

Hara Kompos

limbah nilam *

Kompos sampah Pasar

(PGN1)**

Pupuk Kandang Kotoran

sapi**

N (%) 3,59 1,71 1,64 P2O5 (%) 0,28 0,25 0,36 K2O (%) 1,26 0,87 0,77 CaO (%) 1,7 0,61 0,21 MgO (%) 0,95 0,49 0,21 C-organik 35,7 18,9 31,0

C/N 9,94 11,7 19,35

Sumber :* Djazuli (2002a) ** Tombe et al (2001)

Tabel 2. Kadar beberapa metabolit sekunder pada daun nilam segar dan limbah penyulingan daun nilam

Table 2. Some secondary metabolite contents in fresh leaf and distillation waste of patchouli

Jenis Asam Organik

Konsentrasi (ppm)

Daun nilam Segar

Limbah penyulingan daun nilam

Asam kumarat 9.974 1.931 Asam sinapat 2.561 2.040 Asam adipat 2.672 tu Asam hidroksi bensoat

3.310 tu

Keterangan: tu = tidak terukur

Sumber: Djazuli (2002b)

dalam daun nilam segar cukup tinggi, tetapi setelah

mengalami proses penyulingan dan pengomposan kadar

senyawa racun tersebut menurun tajam (Tabel 2).

PEMANFAATAN LIMBAH NILAM SEBAGAI

PENGENDALI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

Selain terna dan minyaknya, limbah nilam ternyata dapat mengusir hama di pertanaman. Wiratno et al. (1991) melaporkan bahwa limbah nilam yang dimanfa-

atkan sebagai mulsa pada pertanaman lada mampu menekan serangan hama penggerek batang lada,

Lophobaris piperis, sehingga kehilangan hasil dapat ditekan 5%. Limbah nilam juga bersifat menolak

serangga dari famili Lepismatidae (ordo Thysanura) dari

7 sampai dengan 35 hari setelah perlakuan (Mardiningsih et al., 1994).

Pemanfaatan mulsa dalam bidang pertanian ternyata memberikan manfaat yang cukup besar. Secara

umum mulsa yang diaplikasikan di pertanaman ternyata

mampu menekan perkembangan berbagai OPT yang hidup di dalam tanah (Akhtar and Malik, 2000; Nahar et

Page 3: PROSPEK PEMANFAATAN LIMBAH NILAM UNTUK MENUNJANG PERTANIAN ORGANIK

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRO VOL. 21 No. 1, Juni 2009: 22-26

24

al., 2006; Wang et al., 2004) seperti nematode parasit

(Mian and Rodriguez-Kabana, 1982) karena mulsa menjadi sumber makanan tersedia bagi berbagai

mikroorganisme tanah bakteri dan jamur. Peningkatan organisme pengurai tersebut memacu peningkatan

populasi nematoda pemakan bakteri dari famili

Rhabditidae dan Cephalobidae dan nematoda pemakan jamur (Forge et al., 2003). Pada tingkatan rantai

makanan berikutnya, populasi nematoda predator dari famili Mononchidae (Yeates et al., 1999) juga akan

meningkat sehingga mempengaruhi populasi nematoda

parasit melalui kompetisi, antagonisme atau karena terciptanya kondisi yang kurang menguntungkan. Selain

itu proses dekomposisi bahan organik menghasilkan senyawa nitrat dan amoniak nitrogen yang beracun bagi

berbagai OPT termasuk nematoda (Mian and Rodriguez-Kabana, 1982).

Efektifitas mulsa dalam menekan populasi OPT

akan meningkat apabila bahan organik penyusunnya mengandung bahan kimia tertentu (Rodriguez-Kabana et al., 1987) atau dicampur dengan bahan yang mengandung zat kimia tertentu yang beracun bagi OPT.

Sebagai contoh, pemulsaan tanaman vanili yang

dicampur dengan material tanaman cengkeh terbukti mampu menekan perkembangan penyakit busuk pangkal

batang vanili yang disebabkan oleh serangan jamur Fusarium oxysporum (Tombe et al., 1993) dan penyakit

busuk akar tanaman jambu mete di Bali (Tombe et al., 2003) yang disebabkan oleh jamur Rigidoporus micropus (R. lignosus) (Arya dan Temaja, l996), atau oleh jamur F. solani dan F. oxysporum (Tombe et al., l997). Cengkeh yang dicampurkan dalam mulsa berperan penting dalam

menekan perkembangan serangan penyakit karena cengkeh mengandung eugenol yang dilaporkan bersifat

anti jamur (Serrano et al., 2005).

PERAN LIMBAH NILAM DALAM PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK

Usaha untuk meningkatkan produksi pangan menyebabkan penggunaan pupuk organik kurang

mendapat perhatian bahkan banyak ditinggalkan petani.

Namun demikian, penggunaan pupuk buatan secara te-rus menerus terbukti memicu kerusakan lahan antara

lain tanah menjadi keras, tandus, memicu erosi sehingga menurunkan kesuburan tanah. Keadaan ini menyadarkan

semua pihak bahwa peran pupuk organik dalam budida-ya pertanian sangatlah penting sebagai sumber hara

tanaman serta sumber makanan bagi mikroorganisme

tanah sehingga tanah menjadi gembur dan subur kembali.

Penggunaan kembali pupuk organik dipacu oleh pengembangan sistem pertanian organik. Sistem pertain-

an ini menggunakan asas daur ulang hara secara hayati

(Simatupang et al., 2002). Secara luas, konsep pertanian organik modern adalah budidaya tanaman untuk

mendapatkan bahan pangan yang aman bagi kehidupan melalui sistem produksi yang ramah lingkungan dengan

tidak menggunakan bahan kimia dalam proses

produksinya (Karama, 2002). Dengan demikian pemanfa-atan mulsa sebagai sumber hara potensial menjadi

sangat vital dalam sistem pertanian organik. Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan

bahwa pemanfaatan limbah nilam sebagai mulsa dalam

pertanian organik mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Limbah nilam diharapkan mampu

memperbaiki struktur dan kualitas tanah, khususnya dengan menjaga kestabilan suhu dan kelembapan tanah,

memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, serta menekan pertumbuhan gulma setelah penyiangan (Tasma dan

Wahid, 1988). Mulsa limbah nilam diharapkan juga

mampu menurunkan tingkat defisiensi bahan organik tersedia di dalam tanah (Moko et al., 1998) yang saat ini

umumnya kurang dari 5% (Hardjowigeno, 1992) sehingga memperbaiki partumbuhan tanaman seperti

meningkatkan bobot segar terna, jumlah cabang primer

dan sekunder (Djazuli, 2002a). Selain itu mulsa limbah nilam diharapkan dapat menekan tingkat serangan hama

di pertanaman sehingga mampu menggantikan peran pestisida sintetis yang saat ini masih menjadi tumpuan

petani dalam mempertahankan kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit.

KESIMPULAN

Limbah nilam mempunyai kandungan hara yang tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai

mulsa pada ekosistem pertanian organik, mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Pengom-

posan limbah nilam menghasilkan pupuk organik bermu-

tu tinggi sehingga mampu memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas lahan dan tanaman.

Dengan peran ganda yang dihasilkannya, yaitu untuk menekan serangan OPT dan menyuburkan tanah,

pemulsaan limbah nilam diharapkan mampu menunjang

keberhasilan pertanian organik yang saat ini menjadi tuntutan utama pasar, khususnya dalam menghadapi

perdagangan bebas. Pada era tersebut tuntutan masya-rakat internasional akan produk pertanian yang bebas

dari residu pestisida merupakan salah satu syarat utama yang harus dipenuhi sehingga produk yang diperdagang-

kan mampu bersaing di pasar internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Statistik Perdagangan Luar Negeri

Indonesia. Ekspor. Biro Statistik, Jakarta.

Page 4: PROSPEK PEMANFAATAN LIMBAH NILAM UNTUK MENUNJANG PERTANIAN ORGANIK

Wiratno et al.: Prospek pemanfaatan limbah nilam untuk menunjang pertanian organik

25

Akhtar, M. and A. Malik. 2000. Roles of organic soil

amendments and soil organisms in the biological control of plant-parasitic nematodes: A review.

Bioresource Technology 74(1):35-47

Anon. 1987. Budidaya Nilam. Badan Pendidikan Latihan

dan Penyuluhan Pertanian. Balai Informasi Pertanian

Propinsi Sumatera Barat. 36 hlm.

Allorerung, D. 2002. Penelitian pertanian organik pada

tanaman perkebunan. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik, Jakarta, 2 – 3 Juli 2002.

Arya, N. dan G.R.M. Temaja. 1996. Penelitian

Pengendalian Biologi Penyakit Jamur Akar pada Tanaman Jambu Mete. Prosiding Pengendalian

Penyakit Utama Tanaman Industri Secara Terpadu. Bogor, 13-14 Maret. hlm. 224-235.

Departemen Perdagangan. 1993. Pengembangan mata dagangan minyak nilam di kawasan Pasar

Masyarakat Eropa. 43 hlm

Dhalimi, A., Anggraeni, dan Hobir. 1998. Sejarah dan perkembangan budidaya nilam di Indonesia.

Monograf Nilam No. V. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm 1-9.

Djazuli, M. 2002a. Pengaruh aplikasi kompos limbah

penyulingan minyak nilam terhadap pertum-buhan dan produksi tanaman nilam (Pogostemon cablin L.).

Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik. Jakarta, 2-3 Juli 2002. hal. 323-332.

Djazuli, M. 2002b. Alelopati pada tanaman nilam (Pogostemon cablin L.). Jurnal Ilmiah Pertanian.

Gakuryoku. VIII (2):163-172.

Dummond, H.M. 1960. Patchouli oil. Patchouly Oil Journal of Perfuary & Essential Oil Record. Pp. 484 –

492.

Forge, T.A., E. Hogue, G. Neilsen, and D. Neilsen. 2003.

Effects of organic mulches on soil microfauna in the

root zone of apple: implications for nutrient fluxes and functional diversity of the soil food web Applied

Soil Ecology 22(1):39-54.

Grainge, M. and S. Ahmed, 1987. Handbook of Plants

With Pest Control Properties. A Wiley-Interscience

Publication, New York.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. PT. Mediyatama

Sarana Perkasa Jakarta. hlm. 6

Karama, A. S. 2002. Perkembangan pertanian organik di

Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik, Jakarta, 2-3 Juli 2002. hlm. 13-16.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri.

Balai Pustaka, Jakarta. 427 hlm.

Mardiningsih, T.L., S. Rusli, E.A. Wikardi dan. S.L. Tobing.

1994. Kemungkinan produk nilam sebagai bahan penolak serangga. Prosiding Seminar Hasil Penelitian

dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor,

1- 2 Desember 1993. 311 hal.

Mardiningsih, T.L., Triantoro, S.L. Tobing, dan S. Rusli.

1995. Patchouli oil products as insect repellent. Indust. Crops Res. Journal I (3); 152 –158.

Mardiningsih, T.L. dan Wiratno. 1996. Pengaruh minyak

nilam terhadap perkembangan Stegobium paniceum L. pada biji ketumbar. Prosiding Simposium Nasional

I Tumbuhan Obat dan Aromatik APINMAP, Bogor, 10-12 Oktober 1995.

Mian, I.H. and R. Rodriguez-Kabana. 1982. Soil amendments with oil cakes and chicken litter for

control of Meloidogyne arenaria. Nematropica

12(2):205-220.

Mindawati, N., M.H.L. Tata, Y. Sumarna, dan A.S.

Kosasih. 1998. Pengaruh beberapa macam limbah organik terhadap mutu dan proses pengomposan

dengan bantuan efektif mikroorganisme 4 (EM-4).

Bull. Pen. Hutan. 614: 29-46.

Moko, H., H. Muhammad, dan S. Ningrum. 1998.

Budidaya, Monograf Nilam No. V. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm. 56 –64.

Nahar, M.S., P.S. Grewal, S.A. Miller, D. Stinner, B.R. Stinner, M.D. Kleinhenz, D. Wszelaki, and D.

Doohan. 2006. Differential effects of raw and

composted manure on nematode community, and its indicative value for soil microbial, physical and

chemical properties. Applied Soil Ecology 34(2-3):140-151.

Robbin, S.R.J. 1982. Selected Markets for the Essential

Oils of Patchouli and Vetiver Tropical Product Institute. Ministry of Overseas Development. G. 167:

7 – 20.

Rodriguez-Kabana, R., G. Morgan-Jones, and I. Chet.

1987. Biological control of plant nematodes: soil

amendments and microbial antagonists. Plant Soil 10:237-247.

Rosman, R., Emmyzar, dan P. Wahid. 1998. Karakteristik lahan dan iklim untuk pewilayahan pengembangan.

Monograf Nilam No. V. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Pp 47 – 55.

Page 5: PROSPEK PEMANFAATAN LIMBAH NILAM UNTUK MENUNJANG PERTANIAN ORGANIK

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRO VOL. 21 No. 1, Juni 2009: 22-26

26

Sastroamidjojo, S. 1967. Obat Asli Indonesia. Khusus

pemanfaatan tumbuh-tumbuhan yang terdapat di Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta. 468 hlm.

Serrano, M., D. Martinez-Romero, S. Castillo, F. Guillen and D. Valero. 2005. The use of natural antifungal

compounds improves the beneficial effect of MAP in

sweet cherry storage. Innovative Food Science & Emerging Technologies 6:115-123.

Simatupang R. S., L. Indrayati, dan S. Raihan, 2002. Perspektif pengelolaan kompos gulma sebagai

sumber hara pada pertanaman padi di lahan sulfat

masam. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik, Jakarta, 2-3 Juli 2002. hlm. 155-166.

Sukamto, M. Djazuli, dan D. Wahyuno. 2008. Teknik pengelolaan budidaya pada tanaman nilam. Laporan

Teknis Penelitian TA. 2008. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. (in press).

Tasma, I. M. dan P. Wahid. 1988. Pengaruh mulsa dan

pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil nilam. Pemberitaan Littri 15 (1-2): 34 – 41.

Tombe, M, Agus N, dan Sukamto, 1993. Penelitian penggunaan daun cengkeh dalam pengendalian

penyakit busuk batang panili. Prosiding Seminar Hasil

Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor 1-2 Des. 1993. hlm.28-35.

Tombe, M., E. Taufiq, Supriadi, dan D. Sitepu, 1997. Penyakit Busuk Akar Fusarium pada Bibit Jambu

Mete. Prosiding Forum Konsultasi IlmiahTanaman Rempah dan Obat. Bogor, 13 - 14 Maret 1997. hlm.

183-190.

Tombe, M., K. Mulya, R. Zaubin, E.R. Pribadi, C. Indrawanto, O. Trisilawati, dan A. Ruhnayat. 2001.

Uji coba pemanfaatan dan peningkatan mutu kompos produksi pilot plant klender, berikut

pemasarannya. Final Report. PT Gas Negara dan

Balittro. (tidak dipublikasi).

Tombe, M., D. Wahyuno., dan I G. N. R. Purnayasa.

2003. Pengendalian penyakit akar putih pada tanaman jambu mente. Laporan Hasil Penelitian

PHTBUN.

Wang, K.H., McSorley R., Marshall A.J., Gallaher RN. 2004. Nematode community changes associated

with decomposition of Crotalaria juncea amend-ment in litterbags. Applied Soil Ecology 27(1):31-45.

Wiratno, E.A. Wikardi, dan M. Iskandar. 1991. Prospek

Pemanfaatan Limbah Tanaman Atsiri Sebagai Repelen Serangga. Seminar Ilmiah dan Kongres

Nasional Biologi X, Jakarta.

Yeates, G.W., Wardle D.A., and R.N. Watson. 1999.

Responses of soil nematode populations, com-munity structure, diversity, and temporal variability

to agricultural intensification over a seven-year

period. Soil Biology and Biochemistry 31(12):1721-1733.