Pt Pupuk Sriwidjaja_pabrik Amoniak

Embed Size (px)

Citation preview

Teknik Reaksi KimiaANALISA REAKTOR INDUSTRI & ALAM

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5: 1. Andri Ary Al Asyari 2. Dian Indriani 3. Karisnda Rahmadani 4. Nissa Utami 5. Rizky Azizah 1006807150 1006807623 1006808411 1006808772 1006809300

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2011

1

PT PUPUK SRIWIDJAJA (INDUSTRI AMONIAK & UREA)

PROFIL : PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) adalah Badan Usaha Milik Suryawan (BUMS) dengan pemegang saham tunggal adalah Suryawan Pancakusuma. Pusri didirikan tanggal 24 Desember 1959 di Palembang dengan kegiatan utama memproduksi pupuk urea yang produksi pertamanya tahun 1963 dengan kapasitas 100.000 ton.

Tahun 1974 didirikan Pusri II dengan kapasitas produksi 380.000 ton urea per tahun (Tahun 1992 kapasitasnya dioptimalisasikan menjadi 570.000 ton urea per tahun) Tahun 1976/1977 didirikanlah Pusri III dan IV, dengan kapasitas masing-masing 570.000 ton urea per tahun. Tahun 1990 dibangun pula pabrik Pusri I-B sebagai pengganti Pusri I yang tidak ekonomis lagi. Pabrik Pusri I-B ini merupakan pabrik pertama yang dikerjakan oleh ahli-ahli dari dalam negeri dengan konsep hemat energi.

PABRIK AMONIAKPabrik amoniak ialah pabrik yang menghasilkan amoniak sebagai hasil utama dan Carbon Dioksida sebagai hasil sampingan yang keduanya merupakan bahan baku pabrik urea.

PABRIK UREAPabrik urea ialah pabrik yang menghasilkan pupuk urea baik yang ada di Pusri II, Pusri III, Pusri IV dan Pusri I-B. Dengan total kapasitas terpasang sebesar 2.280.0000 ton urea per tahun

2

BATASAN MASALAH PEMBAHASANYang akan kita bahas lebih mendetail adalah mengenai Pabrik Amoniak di PT Pupuk Sriwidjaja. Bagaimana prosesnya serta reaktor apa saja yang di gunakan dalam proses pembuatan amoniak tersebut.

PROSES PEMBUATAN AMONIAK Bahan baku pembuatan amoniak adalah gas bumi yang diperoleh dari Pertamina dengan komposisi utama Methane (CH4) sekitar 70 % dan Carbon Dioksida (CO2) sekitar 10 %. Steam atau uap air diperoleh dari air sungai Musi setelah mengalami suatu Proses Pengolahan tertentu di Pabrik Utility. Sedangkan udara diperoleh dari lingkungan, dimana sebelum udara ini digunakan sebagai udara proses, ditekan terlebih dahulu oleh kompressor udara. Secara garis besar Proses dibagi menjadi 4 Unit, dengan urutan sebagai berikut : 1. Feed Treating Unit 2. Reforming Unit 3. Purification & Methanasi 4. Compression Synloop & Refrigeration Unit.

1. Feed Treating Unit Gas alam yang masih mengandung kotoran (impurities), terutama senyawa belerang sebelum masuk ke Reforming Unit harus dibersihkan dahulu di unit ini, agar tidak menimbulkan keracunan pada Katalisator di Reforming Unit. Untuk menghilangkan senyawa belerang yang terkandung dalam gas alam, maka gas alam tersebut dilewatkan dalam suatu bejana yang disebut Desulfurizer. Gas alam yang bebas sulfur ini selanjutnya dikirim ke Reforming Unit.

3

Gambar 1. Reactor Desulfurizer Rangkaian Seri

Reaktor desulfurisasi ini termasuk jenis Packed Bed Reactor. Biasanya reactor desulfurizer terdiri dari 2 bed catalyst , yaitu bed pertama untuk chloride guard dan bed kedua untuk zinc oxide .Untuk kemudahan operasi, biasanya terdapat 2 unit desulfurizer yang beropreasi secara lead-leg atau secara seri. Keuntungan operasi secara lead-leg adalah jika terjadi breakthrough senyawa sulfur dari unit desulfurizer lead, maka masih dapat di absorbsi di unit desulfurizer leg, sehingga senyawa sulfur tetap tidak meracuni katalis steam reformer. Jika sudah terjadi breakthrough senyawa sulfur pada unit desulfurizer lead, maka unit desulfurizer leg dapat di by pass untuk melakukan penggantian absorbent zinc oxide tanpa menghentikan operasi HPU karena unit desulfurizer leg dapat tetap di operasikan. Setelah selesai penggantian absorbent zinc oxide tersebut maka unit desulfurizer lead tersebut kemudian dioperasikan sebagai unit desulfurizer leg. Saat proses desulfurizer, zinc oxide diubah menjadi zinc sulfide. ZnO + H2S ZnS + H2O Absorbent zinc oxide dapat digunakan pada temperature ambient hingga 454 oC, namun operasi paling efektif adalah pada temperature 340 oC. Absorbent zinc oxide dapat digunakan pada tekanan atmosfer hingga >50 kg/cm2. Dengan persamaan yang biasa digunakan adalah : ..bentuk diferensial persamaan PBR ..bentuk integral persamaan PBR4

2. Reforming Unit Di Reforming Unit gas alam yang sudah bersih dicampur dengan uap air, dipanaskan, kemudian direaksikan di Primary Reformer, hasil reaksi yang berupa gas-gas Hydrogen dan Carbon Dioksida dikirim ke Secondary Reformer dan direaksikan dengan udara sehingga dihasilkan gas-gas sebagai berikut :

Hidrogen Nitrogen Karbon Dioksida

Gas-gas hasil reaksi ini dikirim ke Unit Purifikasi dan Methanasi untuk dipisahkan gas karbon dioksidanya. Secondary Reformer adalah reaktor yang terintegrasi pada reforming unit yang fungsinya memproduksi gas sintesa dari reaksi steam dan Metana yang bersifat endotermis. Suplai panas untuk reaksi ini berasal dari pembakaran udara dengan oksigen dari udara. Sebagai penghasil bahan baku pembuatan Ammonia yaitu gas sintesa, kinerja Secondary Reformer sangat mempengaruhi jumlah produk Ammonia yang dihasilkan di Ammonia Plant. Salah satu cara menentukan kinerja Secondary Reformer adalah dengan menghitung konversi Metana aktual dan membandingkannya dengan desain. Reaksi reformasi yang digunakan umumnya adalah steam reforming (reformasi kukus). Rasio H2O:CH4 yang biasanya digunakan adalah 2 6[1, 4]. Konversi untuk menghasilkan H2 yang relatif tinggi dapat dicapai dengan meningkatkan rasio H2O:CH4 pada temperature tinggi. Namun penggunaan rasio yang tinggi akan meningkatkan kebutuhan H2O. Menurut hukum termodinamika untuk reaksi steam reforming, semakin tinggi temperatur dan semakin rendah tekanan akan mengakibatkan peningkatan konversi CH4. Pada nyatanya, penggunaan tekanan tinggi tetap dilakukan dengan pertimbangan bahwa gas alam tersedia pada tekanan tinggi.Selain itu, penggunaan tekanan tinggi dapat meningkatkan jumlah umpan gas. Tekanan umpan yang biasanya digunakan adalah 5 - 30 atm.Temperatur umpan yang digunakan sangat bervariasi, diantaranya adalah 454 650 C. Sedangkan temperature reaksi yang digunakan adalah 727 927 oC. Simulasi yang dilakukan bertujuan melihat pengaruh variabel-variabel di atas terhadap konversi CH4, profil temperatur reaktor, dan komposisi campuran gas dengan menggunakan model one

5

dimensional pseudo homogeneous yang relatif sederhana dan diturunkan dari neraca massa dan energi rektor unggun tetap bertekanan konstan. Reaksi steam reforming ini melibatkan reaksi:

Dari reaksi yang ada dapat kita pastikan bahwa dalam reformer terjadi reaksi yang sangat kompleks. Untuk itu komposisi keluaran proses reformer akan bervariasi tergantung dari komposisi umpan, temperatur, tekanan operasi, dan katalis yang digunakan. Katalis yang digunakan untuk reaksi steam reforming umumnya memiliki pusat aktif yang menggunakan logam nikel. Dan reactor untuk reformer ini termasuk dalam jenis fixed bed reactor dengan reaksi endothermis. Dengan gambaran proses sebagai berikut :

Gambar 2. Reactor reforming unit dengan flame area.6

3. Purification & Methanasi Karbon dioksida yang ada dalam gas hasil reaksi Reforming Unit dipisahkan dahulu di Unit Purification, Karbon dioksida yang telah dipisahkan dikirim sebagai bahan baku Pabrik Urea. Sisa Karbon dioksida yang terbawa dalam gas proses, akan menimbulkan racun pada katalisator Ammonia Converter, oleh karena itu sebelum gas proses ini dikirim ke Unit Synloop & Refrigeration terlebih dahulu masuk ke Methanator. Pada unit ini dibagi dalam dua bagian proses yaitu :

1.) CO2 Absorber dan CO2 Stripper Pada unit ini menggunakan reaktor yang berjenis Packed Bed Reactor. Terdiri dari satu pipa/lebih berisi tumpukan katalis stasioner dan dioperasikan vertical serta dioperasikan secara adiabatis. Gas yang keluar dari Low temperature shift converter dimasukkan melalui CO2 absorber dengan menggunakan sparger dibagian menara . Kondisi absorbsi adalah 47oC hingga 80oC dan tekanan sekitar 32,2 kg/cm2 . Sistem pengambilan CO2 menggunakan aMDea ( activated methyldiethanolamine ) dengan konsentrasi 40 % berat. Gas yang keluar dari bagian atas absorber masuk ke CO2 absorber overhead KO drum untuk memisahkan cairan yang terbawa . Kelebihan gas sintesis dikirim ke fuel gas preheater. Pada absorbsi CO2, mula-mula gas CO2

bereaksi dengan H2O . Reaksi absorbsi CO2 dengan menggunakan aMDEA adalah sebagai berikut : a + MDEA + H2O(l) + CO2(g) MDEAH+ + HCO3

Rich solution dari absorber bagian bawah dialirkan melalui hydraulic turbine kemudian akan memompa larutan tersebut dari bawah LP flash section melalui lean/semi lean solution exchanger ke bagian atas stripper section . Larutan yang meninggalkan stripper section kemudian akan dipanaskan hingga 124oC di CO2 stripper reboiler dan dengan uap bertekanan rendah di CO2 stripper steam reboiler . CO2 dan steam dari LP flash section didinginkan menjadi 38oC di contact cooler section. CO2 yang diperoleh memiliki kemurnian minimal 99 % volum dan kemudian dikirim ke pabrik urea . Reaksi yang terjadi adalah kebalikan dari absorbsi CO2 yaitu : MDEAH+ + HCO3 a+ MDEA + H2O(l) + CO2 (g)7

2.) Pembentukkan methane (Methanator) Pada unit ini menggunakan reaktor yang berjenis Throughwall-Cooled Fixed Bed Reactor . Pada reaktor jenis ini konversinya secara isothermal dan dalam prosesnya ada pendinginan. Gas keluaran metanator dibatasi kadar CO dan CO2 maksimum 5 ppmv . Reaksi yang terjadi adalah kebalikan dari shift converter dan reforming , reaksi dapat dituliskan sebagai berikut: CO(g) + 3H2(g) CH4(g) + H2O(g) CO2(g) + 4H2(g) CH4(g) + 2H2O(g) Gas proses dari CO2 absorber overhead knock out drum dengan suhu 47oC akan dipanaskan di methanator feed/effluent exchanger hingga temperatur 310oC dan di methanator preheater hingga 316oC. Untuk aliran bypass dipasang methanator effluent cooler sebagai kontrol temperatur . Gas kemudian melewati methanator yang berisi katalis nikel sebanyak 19,8 m3 , reaksi akan berlangsung eksotermis dengan kondisi temperatur operasi reaktor 316-345 oC . Keluaran metanator akan didinginkan hingga 82 oC dan dengan air pendingin hingga 38oC . Air yang terkondensasi dipisahkan di syn gas compressor suction drum kemudian sejumlah kecil gas sintesis akan direcycle ke feed gas compressor sebagai penyedia hidrogen untuk desulfurisasi .

4. Compression Synloop & Refrigeration Unit Gas proses yang keluar dari Methanator dengan perbandingan Gas Hidrogen dan Nitrogen = 3 : 1, ditekan atau dimampatkan untuk mencapai tekanan yang diinginkan oleh Ammonia Converter agar terjadi reaksi pembentukan, uap ini kemudian masuk ke Unit Refrigerasi sehingga didapatkan amoniak dalam fasa cair yang selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan urea. Hasil/Produk pada proses diatas adalah gas amonia cair serta karbon dioksida yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan urea. Tahap-tahap proses Synthesa Loop dan Amoniak Refrigerant adalah:

Synthesis Loop Synthesis Loop disebut juga Haber Bosch process. Gas synthesa yang akan masuk ke daerah ini harus memenuhi persyaratan perbandingan H2/N2 yaitu 2,5 3 : 1. Gas synthesa pertama-tama akan dinaikkan tekanannya menjadi sekitar8

177.5 kg/cm2 atau dari 60 hingga 180 bar tergantung dari design yang digunakan, tekanan gas synthesa dinaikkan oleh syn gas kompresor dan dipisahkan kandungan airnya melalui sejumlah K.O. drum dan diumpankan ke ammonia converter dengan katalis promoted iron. Persamaan reaksi: 3H2 + N2 2NH3 Kandungan amoniak yang keluar dari amoniak converter adalah sebesar 12.05 17.2 % mol

Amoniak RefrigerantY Amoniak cair yang dipisahkan dari gas synthesa masih mengandung sejumlah gas terlarut. Gas inert ini akan dipisahkan di seksi Amoniak Refrigerant yang berfungsi untuk mem-flash amoniak cair berulang-ulang dengan cara menurunkan tekanan di setiap tingkat flash drum untuk melepaskan gas terlarut, sebagai bagian yang integral dari refrigeration, chiller mengambil panas dari gas synthesa untuk mendapatkan pemisahan produksi amoniak dari Loop Synthesa dengan memanfaatkan tekanan dan temperature yang berbeda di setiap tingkatan refrigeration.

Berikut ini disajikan Blok Diagram sederhana proses pembuatan ammonia :

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan amoniak di PT PUSRI.

9

Gambar 4. Diagram Alir Unit Operasi Pabrik Amoniak PT

10

Reaktor Alam (WETLAND)Pendahuluan Sistem wetland atau lahan basah secara alamiah adalah daerah transisi (ekoton) antara ekosistem perairan dimana memiliki kondisi basah tergenang dengan ekosistem darat yang kering. Lahan basah dapat memiliki masa terendam air namun juga dapat praktis kering (kadlec dan knight, 1996). Ciri-ciri lahan basah adalah adanya tumbuhan yang bersifat hidrofit yang dapat beradaptasi dengan kondisi kering maupun basah. Secara alamiah, pada lahan basah terjadi proses-proses biologi, kimia dan fisika. Proses biologi terjadi pada interaksi antara tumbuhan penyusun lahan basah dengan lingkungan lahan basah tersebut. Penyerapan ( up taking) unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan diserap melalui akar atau organ yang berfungsi seperti akar pada air dan substrat tumbuh-tumbuhan tersebut. Pada sistem wetland anerobik, komposisi reakti material yang digunakan seperti kompos, daunan, serbuk gergaji di tambahkan lumpur aktif dari sistem sewage juga menstimulasi pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat untuk menaikan alkalinitas dan menyisihkan logam dalam bentuk endapan sulfida (benner et al 1997, steed et al 2000, waybrant et al 2002). Sistem gabungan secara kimia dan biologi terbukti dapat meningkat produktivitas dari kolong AMD (mining pit lake) (simon et al 2004), sehingga dapat di manfaatkan untuk budidaya perikanan. Berikut adalah reaksi alkalinitas dengan bakteri pereduksi sulfat da penyisihan logamnya dalam bentuk metal sulfida:

Perubahan Potensial Redoks Bila tanah digenangi, persediaan oksigen manurun sampai mencapai nol dalam waktu kurang dari sehari (sanchez, 1993; Reddy et al.,1999). Laju difusi oksigen udara melalui lapisan air 10 ribu kali lebih lambat daripada melalui pori yang berisi udara. Mikroba aerob dengan cepat akan menghabiskan udara yang tersisa dan

11

menjadi tidak aktif lagi atau mati. Mikrobioa gakulatif anaeron dan obligat aerob kemudian mengambil alih dekomposisi bahan organik tanah dengan menggunakan komponen tanah teroksida (seperti : nitrat, Mn, Fe-oksida, dan sulfat) atau hasil penguraian bahan organik (fermentasi) sebagai penerima elektron dalam pernafasan (scanchez, 1993, kyuma 2004). Tanah yang tergenang tidak tereduksi secara keseluruhan. Pada lapisan atas setebal 2-20 mm, tetap teroksidasi karena berada dalam keseimbangan dengan oksigen yang terlarut dalam lapisan air. Lapisan bawahnya merupakan lapisan tereduksi kecuali daerah perakaran yang aktif, karena daerah ini teroksidasi akibat dikeluarkannya senyawa teroksidasi oleh akar yang memperoleh oksigen dari bagian atas melalui aerenkhima (yoshida,1981). Parameter yang dapat dipakai untuk

mengukur dengan baik derajat anaerobiosis tanah dan tingkat transformasi biogeokimia yang terjadi adalah potensial redoks (nilai Eh dikoreksi pada PH 7) (reddy et al.,1999). Penggenangan tanah mengakibatkan penurunan potensial redoks. Nilai Eh turun dengan tajam dan mencapai minimum dalam beberapa hari, lalu naik dengan cepat mencapai suatu maksimum dan kemudian menurun secara asimptot (sanchez, 1993). Tahapan termodinamika reaksi reduksi utama yang terjadi pada tanah tergenang.

Tabel 1. Reaksi reduksi Pada Tanah Tergenang

12

Gambar di bawah ini adalah contoh dari wetland:

Gambar 5. Wetland Sebagai Reaktor Alami

Gambar dibawah ini adalah contoh dari wetland yang di analogikan sebagai suatu reaktor alam:

Gambar 6. Wetland Buatan Sebagai Reaktor

Berdasarkan analisa kami, wetland dapat di analogikan atau dimodelkan sebagai PFR (Plug Flow Reactor) dan dapat pula dianalogikan sebagai CSTR (Continuous Stirred Tank Reactor), tergantung kondisi lahannya. Jika wetland terjadi aliran (flow) secara aksial, dan terjadi secara kontinue (terus menerus) serta dalam keadaan steady state maka wetland dianalogikan sebagai PFR. Dan jika kondisi13

lahannya dalam seperti danau, maka dianalogikan sebagai CSTR. Model CSTR lebih cocok dengan kondisi rawa dengan kedalaman cukup besar. Karena rawa-rawa di Indonesia cukup dalam sehingga model CSTR lebih tepat digunakan. Hal ini tentunya harus menggunakan alat bantu agar pencampuran fluida dalam wetland akan tercantum secara merata atau sempurna, misalnya dengan menggunakan pompa sirkulasi ataupun pengaduk yang dilengkapi dengan motor penggerak. Contohnya seperti gambar diatas, pada gambar tersebut di gambarkan bahwa wetland merupakan reaktor alam, dimana terdapat aliran aksial yang mengalir dari influentnya menuju effluentnya.

PFR (Plug Flow Rector) Dalam reaktor tubular, umpan memasuki salah satu ujung tabung silinder dan aliran keluar produk di ujung lainnya. Tabung panjang dan keengganan untuk mencegah agitasi lengkap pencampuran cairan dalam tabung. Oleh karena itu, sifat bervariasi arus mengalir dari satu titik ke titik lain, yaitu arah radial dan aksial. Dalam reaktor tabung yang ideal, reaktor ini disebut "aliran plug", asumsi-asumsi tertentu yang dibuat tentang derajat pencampuran: 1. Tidak ada pencampuran dalam arah aksial yaitu, arah aliran. 2. Pencampuran selesai dalam arah radial. 3. Profil kecepatan yang seragam di seluruh jari-jari. Tidak adanya pencampuran longitudinal yang merupakan karakteristik khusus dari jenis reaktor. Ini adalah sebuah asumsi ekstrem yang berlawanan dari asumsi pencampuran lengkap dari suatu reaktor tangki yang ideal diaduk. Validitas dari asumsi tergantung pada geometri reaktor dan kondisi aliran. Penyimpangan, yang umum tetapi tidak selalu penting, terdiri dari dua jenis: 1. Pencampuran dalam arah longitudinal karena vortisitas dan turbulens.i 2. Pencampuran radial yang tidak lengkap dalam kondisi aliran laminar.

Mole balance Untuk unsur waktu t dan elemen volume V, keseimbangan massa untuk spesies 'i' diberikan oleh persamaan berikut:

..(pers.a )14

Where Q CA rA : laju umpan molar dari reaktan A ke reaktor, mol/sec : Konsentrasi reaktan A : laju hilangnya reaktan A, mol/ltsec A

Konversi, X, didefinisikan sebagai: X = (konsentrasi awal - konsentrasi akhir) / (konsentrasi awal) sebagai sistem dalam keadaan tunak, akumulasi dalam persamaan (10.1.1) adalah nol. Persamaan (10.1.1) dapat ditulis sebagai:

...(pers. b) membaginya dengan V dan dengan batas sebagai V 0

..(pers. c) Ini adalah hubungan antara konsentrasi dan ukuran reaktor untuk reaktor Plug. Berikut adalah variabel tingkat, tetapi tergantung pada posisi membujur (volume reaktor, daripada waktu). Dengan mengintegrasikan, .(pers. d) Masuk: V CA Keluar: V CA = V (total reactor volume) = CA (exit conversion) =0 = CA0

Bentuk mole balance differential (Persamaan 1)

(Persamaan 2)15

(Persamaan 3)

Integral form Persamaan 3 disubsitusi ke dalam persamaan 1, dan menghasilkan bentuk diferensial dari persamaan desain untuk PFR :

(Persamaan 4)

Kita dapat mengetahui cara pemisahan variabel dan mengintegrasikan dengan batasbatas V = 0 ketika X = 0 untuk mendapatkan volume PFR yang diperlukan untuk mencapai konversi yang ditentukan

(Persamaan 5)

CSTR Bentuk aljabar

(Persamaan 6)

Kita dapat mensubstitusi FA kedalam FA0 dan X

(Persamaan 7)

Maka disubstitusi persamaan 7 ke persamaan 6 menjadi :

(persamaan 8)

Penyederhanaan volume CSTR diperlukan untuk mencapai konversi X yaitu dengan rumus :

(persamaan 9)16

Kesimpulan

1. Industri Amoniak milik PT Pupuk Sriwidjaja menggunakan reactor jenis PBR (Packed Bed Reactor) dengan jenis katalis padat yang digunakan pada Desulfurisasi unit adalah zinc oxide dan chloride guard dan pada reformer menggunakan katalis yang memiliki inti yang mengandung nikel. Sedangkan pada tahap ke-3 dibagi menjadi dua bagian yaitu absorber CO2 dengan absorbent MDEA dan proses methanasi menggunakan Throughwall-Cooled Fixed Bed Reactor dengan katalis nikel. Kemudian pada tahap terakhir adalah system refrigerasi yang menghasilkan amoniak cair. Amoniak cair inilah yang kemudian digunakan sebagai bahan pembuat pupuk urea.

2. Berdasarkan analisa kami, wetland dapat di analogikan atau dimodelkan sebagai PFR (Plug Flow Reactor) dan dapat pula dianalogikan sebagai CSTR (Continuous Stirred Tank Reactor), tergantung kondisi lahannya. Jika wetland terjadi aliran (flow) secara aksial, dan terjadi secara kontinue (terus menerus) serta dalam keadaan steady state maka wetland dianalogikan sebagai PFR. Dan jika kondisi lahannya dalam seperti danau, maka dianalogikan sebagai CSTR. Model CSTR lebih cocok dengan kondisi rawa dengan kedalaman cukup besar. Karena rawa-rawa di Indonesia cukup dalam sehingga model CSTR lebih tepat digunakan.

17

Daftar Pustaka1. Fogler, H.Scott. 2006. Element Of Chemical Reaction Engineering.Pearson Education. United Stated. 2. http://en.wikipedia.org/wiki/Wetland 3. http://www.cardnojfnew.com/Wetlands/WetlandRestoration.aspx 4. http://www.ducks.ca/resource/general/wetland/work1.html 5. http://www.kppbumn.depkeu.go.id/Industrial_Profile/PK4.htm 6. http://www.muthiaelma.zoomshare.com/files/Reaktor_Kimia/Pertemuan_67.pdf 7. www.netl.doe.gov/technologies/gasification.html

18