13
13 EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014 Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan Ahmad Darmadji 1 Abstract This paper discusses the neglectedness of affective aspect on study evaluation of Islamic Religion Education course (Pendidikan Agama Islam) at higher education institution. It is found that the neglectedness of affective aspect is caused by some critical factors: 1) different perspective among scholars on what aspect of affection that cannot be measured, for example: faith; 2) the learning objective of Islamic Religion Education course is too ideal, that make it difficult to measure; 3) vast majority of Islamic Religion Education lecturer are unable to develop good teaching instruments which cover affective aspect; and 4) the students-lecturers ratio are too wide and far from ideal. To solve this problem, some suggestions are proposed; strengthening the good understanding of affective aspect on Islamic Religion Education among lecturers; and enriching evaluation design and model to reveal affective aspect of students. Keywords: Islamic Religion Education course, affective evaluation, evaluation design. 1 Penulis adalah dosen tetap Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam UII A. Pendahuluan Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa pendidikan agama Islam (PAI) -bahkan pendidikan apapun - adalah sebuah proses yang melibatkan sejumlah unsur. Di antaranya unsur insani sebagai subyek (peserta didik dan pendidik) serta orang lain di sekitarnya, dan unsur non-insani seperti tujuan, materi, media pendidikan, sarana prasarana pendukung dan lingkungan di mana proses pendidikan dilaku- kan. Demikian pula ketercapaian tujuan dan hasil pendidikan dipengaruhi banyak faktor, mulai faktor proses hingga faktor lain sebagai- mana disebutkan di atas. Tercapai-tidaknya tujuan tersebut juga perlu diketahui banyak pihak, mulai pendidik dan peserta didik hingga masyarakat luas. Ketercapaian tujuan dan hasil pendidikan tersebut antara lain diketahui melalui proses penilaian dan evaluasi. Selain itu juga dimaklumi bahwa tujuan dan hasil pendidikan setidaknya diharapkan mencakup tiga ranah penting: kognitif, psikomotorik dan afektif sebagaimana lebih sering dikenal dengan Taxonomi Bloom (1956). Anderson (1981) sependapat dengan Bloom bahwa ranah di atas sesuai dengan karakteristik atau tipikal manusia dalam berpikir, berbuat dan berperasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif yaitu yang berhubungan dengan cara berfikir yang khas; tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, yaitu yang berhubungan dengan cara bertindak yang khas; dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif yaitu cara yang khas dalam merasakan atau mengungkapkan emosi, dan mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia

Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

13EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014

Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam,Penting Tapi Sering Terabaikan

Ahmad Darmadji1

Abstract

This paper discusses the neglectedness of affective aspect on study evaluation of Islamic Religion Educationcourse (Pendidikan Agama Islam) at higher education institution. It is found that the neglectedness ofaffective aspect is caused by some critical factors: 1) different perspective among scholars on what aspect ofaffection that cannot be measured, for example: faith; 2) the learning objective of Islamic Religion Educationcourse is too ideal, that make it difficult to measure; 3) vast majority of Islamic Religion Education lecturerare unable to develop good teaching instruments which cover affective aspect; and 4) the students-lecturersratio are too wide and far from ideal. To solve this problem, some suggestions are proposed; strengtheningthe good understanding of affective aspect on Islamic Religion Education among lecturers; and enrichingevaluation design and model to reveal affective aspect of students.

Keywords: Islamic Religion Education course, affective evaluation, evaluation design.

1 Penulis adalah dosen tetap Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam UII

A. Pendahuluan

Sebagaimana dimaklumi bersama bahwapendidikan agama Islam (PAI) -bahkanpendidikan apapun - adalah sebuah proses yangmelibatkan sejumlah unsur. Di antaranya unsurinsani sebagai subyek (peserta didik danpendidik) serta orang lain di sekitarnya, danunsur non-insani seperti tujuan, materi, mediapendidikan, sarana prasarana pendukung danlingkungan di mana proses pendidikan dilaku-kan. Demikian pula ketercapaian tujuan danhasil pendidikan dipengaruhi banyak faktor,mulai faktor proses hingga faktor lain sebagai-mana disebutkan di atas. Tercapai-tidaknyatujuan tersebut juga perlu diketahui banyakpihak, mulai pendidik dan peserta didik hinggamasyarakat luas. Ketercapaian tujuan dan hasilpendidikan tersebut antara lain diketahuimelalui proses penilaian dan evaluasi.

Selain itu juga dimaklumi bahwa tujuandan hasil pendidikan setidaknya diharapkanmencakup tiga ranah penting: kognitif,psikomotorik dan afektif sebagaimana lebihsering dikenal dengan Taxonomi Bloom (1956).Anderson (1981) sependapat dengan Bloombahwa ranah di atas sesuai dengan karakteristikatau tipikal manusia dalam berpikir, berbuatdan berperasaan. Tipikal berpikir berkaitandengan ranah kognitif yaitu yang berhubungandengan cara berfikir yang khas; tipikal berbuatberkaitan dengan ranah psikomotor, yaitu yangberhubungan dengan cara bertindak yang khas;dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranahafektif. Ranah afektif yaitu cara yang khasdalam merasakan atau mengungkapkan emosi,dan mencakup watak perilaku seperti perasaan,minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranahtersebut merupakan karakteristik manusia

Page 2: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 201414

Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

sebagai hasil belajar dan proses pendidikanpada umumnya (Anderson, 1981: 44). Padakonteks ini, karakteristik tersebut dipahamisebagai kualitas yang menunjukkan cara-carakhusus manusia dalam berfikir, bertindak danmerasakan dalam berbagai suasana (Zuchdi,2008: 22).

Sebagaimana disebutkan sebelumnyabahwa untuk mengetahui perkembangantujuan pendidikan dan hasil belajar, diperlukanpenilaian dan evaluasi secara menyeluruh,sistematik, sistemik dan terstandar. Standarpenilaian pendidikan pada umunya adalahstandar yang berkaitan dengan mekanisme,prosedur dan instrumen penilaian hasil belajarpeserta didik. Lebih lanjut ditegaskan bahwapenilaian pendidikan pada jenjang pendidikantinggi khususnya, terdiri atas: (1) penilaian hasilbelajar oleh pendidik; dan (2) penilaian hasilbelajar oleh satuan pendidikan tinggi.

Terkait dengan penilaian dan evaluasi hasilbelajar bidang PAI di perguruan tinggi umum(PTU), sercara formal sistem evaluasi PAImerujuk pada sistem penilaian program matakuliah dasar umum (MKDU) yang menerapkanprinsip-prinsip perolehan secara berimbangantara tiga komponen. Ketiga komponen di-maksud adalah: (1) perolehan pengetahuan danpemahaman; (2) pembentukan keterampilanintelektual dan hubungan antar pribadi, dan (3)pembentukan dan pengamalan nilai (Syahidin,2010: 1). Ketiga komponen tersebut mencermin-kan konsepsi pembinaan kepribadian secaramenyeluruh, berimbang dan berkesinambung-an. Prinsip di atas perlu dijabarkan secaraoperasional sehingga hasil pendidikan PAIdapat dievaluasi dengan baik.

Selama ini evaluasi PAI di PTU padaumumnya baru sampai pada pengukuran aspekintelektual-kognitif secara formal seperti ujiantengah semester (UTS) dan ujian akhir semester

(UAS), sementara aspek perubahan tingkahlaku (psikomotorik) dan afektif belumdilakukan secara memadai. Disadari juga bahwaranah afektif merupakan ranah atau domainyang sering terabaikan, dan bahkan hal initerjadi hampir pada semua jenjang atau satuanpendidikan.

Dengan gambaran singkat di atas, penulisterdorong untuk mengupas mengapa hinggasaat ini keterabaian ranah afektif itu masih ter-jadi? Upaya apa yang dapat dilakukan untukmeminimalisir keterabaian ranah afektifsebagaimana disinggung di atas? Tulisan inidiharapkan menjadi bagian dari kontribusi danpartsipasi penulis dalam mengurangiketerabaian ranah afektif khususnya dalamproses pendidikan dan penilaian PAI padaperguruan tinggi umum (PTU). Gunamendukung pembahasan di atas, tulisan ini jugamemuat tinjauan tentang mata kuliah PAI diPTU, tinjauan teori ranah afektif dan penilaian/evaluasi ranah afektif.

B. Pembahasan

1. PAI sebagai Mata Kuliah Dasar Umum(MKDU): Tinjauan Sekilas

Sesuai dengan ketetapan Badan StandarNasional Pendidikan (BSNP) bahwa PendidikanAgama —termasuk PAI pada semua jenjangatau satuan pendidikan— dimaksudkan untukpeningkatan potensi atau kemampuan spiritualdan membentuk peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan bertakwa kepadaTuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.Akhlak mulia mencakup etika (baik-buruk, hak-kewajiban), budi pekerti (tingkah laku), danmoral (baik-buruk menurut umum) sebagaiperwujudan dari pendidikan (BSNP, 2006: 3).

Hal demikian tidak terkecuali PAI padaperguruan tinggi umum (PTU) yang ditetapkansebagai salah satu mata kuliah dasar umum

Page 3: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Ahmad Darmadji

15EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014

(MKDU) dengan bobot 2 SKS. Kendati denganalokasi waktu yang sangat terbatas, namuntidak jarang PTU menggantungkan harapanyang cukup tinggi sehingga setelah menempuhmata kuliah PAI diharapkan mahasiswanyamemiliki kompetensi yang memadai dalambidang agama Islam. Sebuah PTUN dalam silabiPAI-nya antara lain menetapkan bahwa setelahmengikuti mata kuliah PAI diharapkanmahasiswa memiliki kompetensi sebagaiberikut:

(1) Mahasiswa menguasai ajaran Islam danmenjadikannya sebagai sumber nilai,pedoman dan landasan berfikir dan ber-perilaku dalam menerapkan ilmu danprofesi yang dijalaninya.

(2) Menjadikan “capital intellectual” yang ber-iman dan bertaqwa kepada Allah I, ber-akhlak mulia dan berkepribadian Islami(Sumarna, 2009: 1).Bila ruang lingkup materi PAI umumnya

mencakup Al-Qur’an-Hadits, Aqidah, Akhlak,Fiqih, Tarikh dan Kebudayaan Islam, namunpada sejumlah PTU cakupan materinya diper-luas, kendati dengan alokasi waktu yang sangatterbatas. Keterbatasan alokasi waktu misalnyadicoba diatasi dengan dilakukannya programtutorial PAI pada semester sebelumnya danmenjadi prasyarat bagi mahasiswa yang meng-ambil mata kuliah PAI, di samping prasyaratlain seperti terampil dan benar dalam membacaAl-Qur’an. Sebuah PTUN misalnya dalamsilabus mata kuliah PAI-nya menetapkan materiPAI dengan cakupan sebagai berikut:

(1) Metode Memahami Islam.(2) Manusia, Agama dan Islam.(3) Al-Qur’an: Memahami dan Menghampiri-

nya.(4) Al-Hadits: Sumber Kedua Ajaran Islam(5) Ijtihad: Sumber dan Metodologi Hukum

Islam

(6) Tauhidullah: Menghayati Kehadiran Allah(7) Dzikir, Shalat dan Doa(8) Cinta, Akhlaq dan Amal Sholeh(9) Amar Ma’ruf Nahyi al-Munkar(10) Jihad(11) Keindahan Hidup Setelah Mati(12) Tasawuf dan Tharikat(13) Konsep Keluarga dalam Islam (Sumarna,

2009: 1).Demikian gambaran sekilas kedudukan

mata kuliah PAI yang pada satu sisi sejajardengan mata kuliah dasar umum (MKDU)lainnya, namun di sisi lain mempunyai keluasanmateri dan misi yang sedemikian luas karenahampir mencakup semua sisi kehidupan. Dankarena cakupan materi yang demikian luaspulalah antara lain disinyalir timbulnya ke-lemahan atau kekurangjelasan tujuan ranahafektif yang dirumuskan sebagian besar dosenatau pendidik PAI, disamping disadari bahwatujuan afektif lebih sulit diukur bila dibanding-kan dengan ranah kognitif maupun psiko-motorik (Daradjat, 2010: 1).

2. Teori dan Perkembangan Ranah Afektif

Sebagaimana dimaklumi bersama bahwaPAI merupakan salah satu mata kuliah yangsarat dengan ranah afektif. Sementarakarakteristik afektif setidaknya memiliki tigakriteria, yakni: (a) melibatkan perasaan danemosi seseorang; (b) bersifat khas; dan (c)memliki intensitas, arah dan target atau sasaran.

Intensitas merupakan tingkat ataukekuatan suatu peristiwa, perilaku, atau emosi/perasaan. Misalnya beberapa perasaandianggap lebih kuat dari perasaan lain, seperti“cinta” bagi sebagian orang dianggap lebih kuatdari sekedar “sayang”. Arah perasaan bisapositif (perasaan baik) atau sebaliknya (negatif).Misalnya, ’senang’ dianggap perasaan yangpositif, sedangkan ’benci’ merupakan perasaannegatif. Sedangkan target atau sasaran mengacu

Page 4: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 201416

Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dariperasaan.

Arah dan intensitas perasaan dapat di-gambarkan sebagai sesuatu yang kontinum.Titik tengah kontinum tersebut merupakan titiknetral, dan dari titik tengah ke arah tertentumerupakan arah positif serta sebaliknyamerupakan arah negatif. Anderson (1981: 4)mengilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 1:Ilustrasi kontinum sikap peserta didik terhadap mata

kuliah tertentu.

Bila ‘sikap’ dikaitkan dengan kebutuhanindividu, maka setiap individu memilikikebutuhan yang berbeda tingkatannya. GlareW. Grave mengembangkan hirarki kebutuhanindividu pada lima tingkat sebagai berikut: (1)kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhankeselamatan, (3) kebutuhan sosial, (4)kebutuhan harga diri, dan (5) kebutuhanaktualisasi diri. Terdapat individu yangmengutamakan tingkat kebutuhan tertentukendati bagi individu lain kebutuhan tersebutberada pada tingkat yang lebih rendahsebagaimana tergambar pada dilustrasi gambar2 berikut ini. Ilustrasi ini menunjukkan strukturkebutuhan sosial lebih besar dari kebutuhanlainnya.

Gambar 2:Struktur kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang

paling besar, kendati bukan merupakan kebutuhantingkat paling tingi (Hersey & Blanchard, 1993: 37)

Pada perkembangan dan kondisi yang lain,struktur kebutuhan harga diri dan aktualisasi

diri biasanya menjadi kebutuhan yang palingbesar. Hal ini terjadi bila tiga kebutuhan dibawahnya sudah relatif terpenuhi. Dengandemikian strukturnya dapat digambarkansebagaimana pada gambar 3 berikut:

Gambar 3:Struktur kebutuhan aktualisai diri dan harga diri

Merupakan dua puncak kebutuhan yang paling besar(Hersey & Blanchard, 1993: 38)

Teori perkembangan afektif salah satunyadiformulasikan oleh Dupont pada tahun 1976-an di mana dasar teori yang dikembangkannyasesuai dengan model perkembangan kognitifdari Piaget. Konsep utama teorinya adalahsebagai berikut:

a) Afeksi adalah getaran refleksi disertai per-ubahan psikologis dan tendensi bertindak.

b) Perkembangan afektif memiliki komponenstruktur dan dan organisasional di manahal ini menimbulkan respon afektif yangtidak dapat diulang.

c) Perkembangan afektif terdiri dari enamtahap sebagai berikut (Lecapitaine, 1980: 9):

Tabel 1:Tahap Perkembangan AfektifSumber: Lecapitaine, 1980: 9.

Perlu dipahami pula bahwa pengembang-an karakteristik afektif pada peserta didikmemerlukan upaya secara sadar dan sistematis.

Page 5: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Ahmad Darmadji

17EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014

Terjadi-tidaknya proses kegiatan pembelajarandalam ranah afektif dapat diketahui daritingkah laku peserta didik yang menunjukkanadanya kesenangan belajar misalnya. Perasaan,emosi, minat, sikap dan apresiasi yang positifmenimbulkan tingkah laku yang konstruktifdalam diri peserta didik. Perasaan dapatmengontrol tingkah laku, sedangkan pikiran(kognisi) seringkali tidak (Anderson, 1981: 17).

3. Tingkatan Ranah Afektif

Tingkatan ranah afektif menurut taksonomiKrathwohl (1964) setidaknya mencakup limatingkat, yaitu: receiving (pengenalan), responding(pemberian respon), valuing (penghargaan),organization (pengorganisasian), dancharacterization (pengamalan). Kelimanyamerupakan hal yang hirarkis dan dapatdigambarkan sebagai berikut:

Gambar 4:Tingkatan ranah afektif

Pada tingkat receiving atau attending,peserta didik memiliki keinginan memperhati-kan suatu fenomena khusus atau stimulus.Tugas pendidik mengarahkan perhatian pesertadidik pada fenomena yang menjadi objekpembelajaran afektif. Misalnya pendidik meng-arahkan peserta didik agar senang membaca,

senang bekerjasama, dan sebagainya sesuaidengan pokok bahasan dalam PAI. Kesenanganini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yangdiharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.

Responding merupakan partisipasi aktifpeserta didik, yaitu sebagai bagian dari peri-lakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak sajamemperhatikan fenomena khusus tetapi ia jugabereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah inimenekankan pada pemerolehan respon,berkeinginan memberi respon, atau kepuasandalam memberi respon. Tingkat yang tinggipada kategori ini adalah minat, yaitu hal-halyang menekankan pada pencarian hasil dankesenangan pada aktivitas khusus. Misalnyasenang membaca Al-Qur’an dan mendalamipetunjuk di dalamnya, senang membantu,senang terhadap kebenaran dan sebagainya.

Tingkat valuing melibatkan penentuan nilai,keyakinan atau sikap yang menunjukkanderajat internalisasi dan komitmen. Derajat inirentangnya mulai dari menerima suatu nilai,misalnya keinginan untuk meningkatkanketerampilan, sampai pada tingkat komitmen.Valuing atau penilaian berbasis padainternalisasi dari seperangkat nilai yangspesifik. Hasil belajar pada tingkat iniberhubungan dengan perilaku yang konsistendan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalamtujuan pembelajaran PAI, penilaian inidiklasifikasikan sebagai sikap keberagamaan.

Pada tingkat organization, nilai satu dengannilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesai-kan, dan mulai dibangun sistem nilai internalyang konsisten. Hasil pembelajaran padatingkat ini berupa konseptualisasi nilai atauorganisasi sistem nilai. Misalnya pengembang-an filsafat hidup yang Islami secara substansial(tidak fanatik buta terhadap madzhab ataugolongan tertentu).

Page 6: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 201418

Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

Tingkat ranah afektif tertinggi adalahcharacterization nilai. Pada tingkat ini pesertadidik memiliki sistem nilai yang mengendalikanperilaku sampai pada waktu tertentu hinggaterbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran padatingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dansosial atau membentuk karakter pribadi muslimyang utuh sebagaimana pribadi RasulullahMuhammad .

4. Penilaian dan Evaluasi Ranah Afektif

Secara nasional ditetapkan bahwa carapenilaian kelompok pelajaran agama danakhlak mulia dilakukan dengan: (a)Pengamatan terhadap perubahan perilaku dansikap untuk menilai perkembangan afeksi dankepribadian peserta didik; dan (b) Ujian, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitifpeserta didik. Sementara teknik penilaiannyadilakukan dengan: (a) tes tertulis, (b) tes praktik,(c) pengamatan, (d) penugasan individual ataukelompok, (e) tes lisan, (f) portofolio, (g) jurnalinventori, (h) penilaian diri, dan (i) penilaianantarteman. Hasil penilaian berupa skor(kuantitatif) untuk aspek kognitif, dan bentukdeskripsi naratif (kualitatif) untuk aspek afektifdan kepribadian (BNSP, 2006: 53).

Menurut Anderson (1980) setidaknya adadua metode yang dapat digunakan untukmengukur ranah afektif, yaitu metode observasidan metode laporan diri. Penggunaan metodeobservasi berdasarkan pada asumsi bahwakarakteristik afektif dapat dilihat dari perilakuatau perbuatan yang ditampilkan dan/ataureaksi psikologis. Metode laporan diriberasumsi bahwa yang mengetahui keadaanafeksi seseorang adalah dirinya sendiri. Namunhal ini menuntut kejujuran dalam mengungkapkarakteristik afektif diri sendiri.

Dalam pengembangan spesifikasiinstrumen afeksi dilakukan dengan terlebih

dahulu menentukan definisi konseptual yangberasal dari teori-teori yang sesuai. Selanjutnyamengembangkan definisi operasional berdasar-kan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yangdapat diukur. Definisi operasional ini kemudiandijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikatormerupakan pedoman dalam menulis instrumen.Tiap indikator bisa dikembangkan dua ataulebih butir pertanyaan atau pernyataan.

Penilaian dan evaluasi pada ranah afektif,setidaknya terkait dengan lima (5) tipe afektif.Kelima tipe afektif yang penting antara lainadalah sikap, minat, konsep diri, nilai, danmoral. Kelima tipe ini yang biasanya dilakukanpenilaian dan/atau pengukuran dikaitkandengan materi tertentu termasuk materi PAI.Berikut penjelasan singkat kelima tipe afektiftersebut dan instrument yang digunakan.

4.1. Sikap

Sikap merupakan suatu kencenderunganuntuk bertindak secara suka atau tidak sukaterhadap suatu objek. Sikap dapat dibentukmelalui cara mengamati dan menirukan sesuatuyang positif, kemudian melalui penguatan sertamenerima informasi verbal maupun non-verbal. Perubahan sikap dapat diamati mulaidari proses pembelajaran, tujuan yang ingindicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadapsesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yangdilakukan untuk mengetahui sikap pesertadidik terhadap obyek di atas, bahkan termasukpada mata kuliah PAI dan sub-sub pokokbahasan yang ada di dalamnya.

Sikap peserta didik terhadap PAI, terhadapsub-sub pokok bahasan di dalamnya bahkansikap terhadap Islam sebagai agama dan ke-yakinannya, penting untuk ditingkatkan. Sikappeserta didik ini harus lebih positif setelahpeserta didik mengikuti pembelajaran PAIdibanding sebelum mengikuti pembelajaran.

Page 7: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Ahmad Darmadji

19EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014

Perubahan ini merupakan salah satu indikatorkeberhasilan pendidik dalam melaksanakanproses pembelajaran. Untuk itu pendidik harusmembuat rencana pembelajaran termasukpengalaman belajar peserta didik yangmembuat sikap peserta didik terhadap matapelajaran menjadi lebih positif.

Pertanyaan tentang sikap, meminta respon-den menunjukkan perasaan yang positif ataunegatif terhadap suatu objek tertentu, sepertimata kuliah PAI, pokok bahasan tertentu, sikapke-Islam-an tertentu, dan lain-lain. Kata-katayang sering digunakan pada pertanyaan sikapantara lain dengan menyatakan arah perasaanseseorang, misalnya menerima-menolak,menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk,diingini-tidak diingini dan lain sebagainya.

Berikut ini merupakan contoh indikatorsikap terhadap mata kuliah PAI:

1) Membaca buku PAI2) Mempelajari PAI3) Melakukan interaksi dengan dosen PAI4) Mengerjakan tugas PAI5) Melakukan diskusi tentang PAI6) Memiliki buku PAI

Sementara contoh pernyataan untukkuesioner yang digunakan sebagai instrumendalam penilaian antara lain:

1) Saya senang membaca buku-buku PAI2) Tidak semua orang harus belajar PAI3) Saya jarang bertanya pada dosen tentang

pelajaran PAI4) Saya tidak senang pada tugas mata kuliah

PAI5) Memiliki buku PAI penting untuk semua

peserta didik

4.2. Minat

Secara umum ‘minat atau keinginan’ di-fahami sebagai kecenderungan hati yang tinggiterhadap sesuatu. Sementara dalam disiplin

psikologi ‘minat’ adalah suatu disposisi yangterorganisir melalui pengalaman yangmendorong seseorang untuk memperoleh objekkhusus, aktivitas, pemahaman, danketerampilan untuk tujuan perhatian ataupencapaian (Departemen Pendidikan Nasional,1990: 583). Hal penting pada minat adalahintensitasnya. Secara umum minat termasukkarakteristik afektif yang memiliki intensitastinggi.

Penilaian minat pada konteks PAI antaralain dapat digunakan untuk:

1) Mengetahui minat peserta didik sehinggamudah untuk pengarahan dalam pem-belajaran,

2) Menggambarkan keadaan langsung atauketerkaitan antara pokok bahasan tertentudalam PAI dengan kondisi riil di masya-rakat,

3) Mengelompokkan peserta didik yangmemiliki minat sama,

4) Acuan dalam menilai kemampuan pesertadidik secara keseluruhan dan memilihmodel atau metode pembelajaran yangtepat,

5) Meningkatkan motivasi belajar pesertadidik dan menerapkan nilai-nilai agama/nilai Islami dalam kehidupan nyata didalam kehidupan.Berikut ini contoh indikator minat terhadap

mata kuliah PAI:

1) Memiliki catatan mata kuliah PAI.2) Berusaha memahami PAI3) Memiliki buku-buku PAI4) Mengikuti pembelajaran PAI

Berikut adalah contoh pernyataan padakuesioner untuk penilaian PAI:

1) Catatan mata kuliah PAI saya lengkap2) Catatan mata kuliah PAI saya terdapat

coretan-coretan tentang hal-hal yangpenting

Page 8: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 201420

Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

3) Saya selalu menyiapkan pertanyaan se-belum mengikuti pembelajaran PAI

4) Saya berusaha memahami mata kuliah PAI5) Saya senang mengerjakan soal PAI6) Saya berusaha selalu hadir pada pem-

belajaran dan praktikum PAI

4.3. Konsep Diri

Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasiyang dilakukan individu terhadap kemampuandan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, danintensitas konsep diri pada dasarnya sepertiranah afektif yang lain. Arah konsep diri bisapositif atau negatif, dan intensitasnya bisa di-nyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitumulai dari rendah sampai tinggi.

Konsep diri ini penting untuk mengem-bangkan karakter dan kepribadian pesertadidik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dankelemahan diri sendiri. Hal ini diharapkandapat menumbuhkan sikap introspeksi(muhasabatu al-nafs) pada peserta didik,optimism (tafâ‘ul) dengan kelebihan yangdimilikinya namun juga tetap sadar dengankekurangan atau kelemahannya.

Penilaian konsep diri dapat dilakukandengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaiandiri adalah sebagai berikut:

1) Pendidik mampu mengenal kelebihan dankekurangan peserta didik.

2) Peserta didik mampu merefleksikankompetensi yang sudah dicapai.

3) Pernyataan yang dibuat sesuai dengankeinginan penanya.

4) Memberikan motivasi diri dalam halpenilaian kegiatan peserta didik.

5) Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasidalam proses pembelajaran.

6) Dapat digunakan untuk acuan menyusunbahan ajar dan mengetahui standar inputpeserta didik.

7) Peserta didik dapat mengukur kemampuanuntuk mengikuti pembelajaran.

8) Peserta didik dapat mengetahui ketuntasanbelajarnya.

9) Melatih kejujuran dan kemandirian pesertadidik.

10) Peserta didik mengetahui bagian yangharus diperbaiki.

11) Peserta didik memahami kemampuandirinya.

12) Pendidik memperoleh masukan objektiftentang daya serap peserta didik.

13) Mempermudah pendidik untuk me-laksanakan remedial, hasilnya dapat untukinstropeksi pembelajaran yang dilakukan.

14) Peserta didik belajar terbuka dengan oranglain.

15) Peserta didik mampu menilai dirinya.16) Peserta didik dapat mencari materi sendiri.17) Peserta didik dapat berkomunikasi dengan

temannya.Contoh-contoh indikator konsep diri antara

lain sebagai berikut:

1) Memilih sub pokok bahasan yang mudahdipahami

2) Memiliki kecepatan memahami bidang danpokok bahasan tertentu

3) Mengukur kekuatan dan kelemahan dalammengkomunikasikan konsep keagamaantertentuSementara itu pernyataan untuk instrumen

antara lain dapat dinyatakan sebagai berikut:

1) Saya sulit mengikuti pelajaran PAI2) Saya mudah memahami pembahasan

ijtihad3) Saya mudah menghapal ayat-ayat Al-

Qur‘an tentang hukum4) Saya mampu membaca dan menerjemah-

kan hadits hukum dengan baik5) Saya merasa sulit memahami konsep

mahabbah dalam tasawuf

Page 9: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Ahmad Darmadji

21EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014

4.4. Nilai

Nilai merupakan suatu keyakinan tentangperbuatan, tindakan, atau perilaku yang di-anggap baik dan yang dianggap buruk. Bilasikap mengacu pada suatu organisasi sejumlahkeyakinan sekitar objek spesifik atau situasi,maka nilai mengacu pada keyakinan. Targetnilai cenderung menjadi ide, atau kadang jugaberupa sikap dan perilaku. Arah nilai dapatpositif dan dapat negatif. Intensitas nilai dapatdikatakan tinggi atau rendah tergantung padasituasi dan nilai yang diacu. Proses pendidikandan pembelajaran PAI harus membantu pesertadidik menemukan dan menguatkan nilai yangbermakna dan signifikan bagi dirnya untukmemperoleh kebahagiaan personal danmemberi kontribusi positif terhadapmasyarakat.

Instrumen aspek nilai sebagai bagian dariranah afektif bertujuan untuk mengungkap nilaidan keyakinan individu. Informasi yang di-peroleh berupa nilai dan keyakinan yang positifdan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkat-kan sedang yang negatif dikurangi danakhirnya dihilangkan.

Sebagian dari indikator nilai antara lainadalah:

1) Memiliki keyakinan akan peran agamadalam kehidupan

2) Menyakini keberhasilan bila melakukanusaha yang optimal

3) Menunjukkan keyakinan atas kemampuandirinya.

4) Mempertahankan keyakinan akan harapandemi kebaikan bersamaSementara itu contoh pernyataan untuk

kuesioner tentang nilai peserta didik sebagaiberikut:

1) Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajarpeserta didik dapat ditingkatkan.

2) Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidiksudah maksimal.

3) Saya berkeyakinan system pendidikan saatini belum mampu mengubah tingkatkesejahteraan masyarakat secara merata.

4) Saya berkeyakinan bahwa perubahanselalu membawa masalah.

5) Saya berkeyakinan bahwa hasil yangdicapai peserta didik adalah atas usahanya

4.5. Moral

Piaget dan Kohlberg banyak disebut-sebutteorinya tentang perkembangan moral. Bahkantidak jarang teorinya menjadi landasan dasardalam proses pendidikan moral (Kohlberg,1995). Namun teori tersebut bukannya tanpakritik. Antara lain karena Kohlberg dianggapmengabaikan hubungan antara judgement moraldan tindakan moral. Ia dianggap lebih cende-rung pada prinsip moral seseorang melaluipenafsiran respon verbal terhadap dilema hipo-tetikalnya, bukan pada bagaimana sesungguh-nya seseorang bertindak atau tindakanmoralnya (Miller & Fielding, 1980: 112).

Seringkali moral berkaitan denganperasaan salah atau benar terhadap orang lainatau perasaan terhadap tindakan yangdilakukan diri sendiri. Misalnya menipu oranglain, membohongi orang lain, atau melukaiorang lain baik fisik maupun psikis. Moral jugasering dikaitkan dengan keyakinan agamaseseorang, seperti keyakinan akan perbuatanyang berdosa dan berpahala. Jadi moralberkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinanseseorang.

Pada konteks PAI dan moralitas Islam,yang diharapkan adalah sampai pada intimoralitas ke-Islam-an yang diyakini secarasubstansial adalah moralitas universal ataurahmatan lil-‘âlamîn. Sejumlah moralitassubstansial yang universal dari moralitas Islam

Page 10: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 201422

Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

seperti: kejujuran, integritas, keadilan, kebebasan,penghargaan dan lain-lain. Dengan kata lain,pada konteks keberagamaan ke-Islam-anseseorang, tercipta peserta didik yang tahu danhafal ajaran agama serta menghayati danmenjadi dasar kepribadiannya.

Sejumlah indikator moral sesuai dengandefinisi teoritis antara lain:

1) Memegang janji2) Memiliki kepedulian terhadap orang lain3) Menunjukkan komitmen terhadap tugas-

tugas4) Memiliki Kejujuran dan Integritas

Di antara contoh pernyataan untuk instru-men moral adalah sebagai berikut:

1) Bila saya berjanji pada teman, tidak harusmenepati.

2) Bila berjanji kepada orang yang lebih tua,saya berusaha menepatinya.

3) Bila berjanji pada anak kecil, saya tidakharus menepatinya.

4) Bila menghadapi kesulitan, saya selalu me-minta bantuan orang lain.

5) Bila ada orang lain yang menghadapikesulitan, saya berusaha membantu.

6) Kesulitan orang lain merupakan tanggungjawabnya sendiri.

7) Bila bertemu teman, saya selalu menyapa-nya walau ia tidak melihat saya.

8) Bila bertemu dosen, saya selalu memberi-kan salam, walau ia tidak melihat saya.

9) Saya selalu bercerita hal yang menyenang-kan teman, walau tidak seluruhnya benar.

10) Bila ada orang yang bercerita, saya tidakselalu mempercayainya.Wujud instrumen yang sering digunakan

dalam penilaian tipe afektif di atas antara lainkuisioner dalam bentuk skala, khususnya untuksikap minat maupun nilai. Sementara skalayang sering digunakan adalah Skala Thurstone,Skala Likert, dan Skala Beda Semantik. Namun

demikian dalam tulisan singkat ini, ketiganyatidak dibahas dengan asumsi skala tersebutsudah mafhum (sering digunakan) kendatibukan dalam rangka penilaian atau evaluasiafektif PAI.

5. Evaluasi PAI di PTU

Sesuai dengan apa yang penulis alami,sejumlah faktor utama yang menjadi persoalandalam evaluasi PAI. Sejumlah faktor dimaksudantara lain: pertama, kadang ada perbedaanpersepsi tentang batasan materi-materi yangtidak dapat dievaluasi seperti masalah keiman-an, kendati sesungguhnya Al-Qur’an telahmengisyaratkan karakter orang-orang yangberiman. Hal ini terjadi tidak hanya padapelaksanaan evaluasi PAI namun bermula sejakproses pendidikan PAI dilakukan, terlebih bilapendidikan dan pembelajaran dilakukan secarateam (team teaching).

Kedua, persoalan juga muncul karenakadang perumusan tujuan PAI terlalu ideal danterkesan kurang jelas sehingga sulit diukurkeberhasilannya. Hal ini dapat difahami karenasecara psikologis umumnya orang masih meng-anggap bahwa agama adalah ajaran ’ideal’ danuniversal - dan memang bagaimanapun agamaadalah ajaran ideal dan universal, minimal bagipemeluknya. Namun di sisi lain, pandanganidealitas dan universalitas ini menjadikantujuan mata kuliah PAI kadang menjadi terlaluideal dan terlalu luas.

Ketiga, secara umum masih ditemukanpersoalan klasik berupa kurangnya kemampu-an sebagian besar dosen PAI dalam me-ngembangkan instrumen PAI pada ranahafektif dan psikomotorik, dan lebih seringterbatas pada ranah kognitif. Kendati demikian,memang diakui banyak ahli bahwa evaluasiuntuk ranah afektif cenderung ’lebih sulit’ biladibanding ranah lain, namun bukan berarti

Page 11: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Ahmad Darmadji

23EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014

tidak dapat dilakukan secara ideal.

Keempat, persoalan klasik lain seringmuncul berupa rasio dosen dengan mahasiswaterlalu jauh sehingga seorang dosen harusmengajar di luar kapasitasnya. Hal ini ber-dampak pada efektivitas pelaksanaan evaluasi.

Terhadap sejumlah persoalan di atas,setidaknya terdapat sejumlah strategi yangdapat dilakukan dalam usaha meningkatkanproses menilai hasil pendidikan dan pem-belajaran PAI secara efektif. Hal ini agarpenilaian dapat dilakukan terhadap semuaaspek hasil belajar secara serasi dan seimbangsehingga aspek afektif tidak menjadi hal yangterabaikan. Sejumlah strategi dimaksud antaralain: (1) perumusan tujuan yang jelas dan tegassehingga mudah dievaluasi; (2) pencatatantingkah laku peserta didik; (3) kesinambungandalam penilaian; (4) kualitas instrumen dalampenilaian; dan (5) kesesuaian antara aspek yangdiukur dengan materi yang disampaikan.

Selain itu disadari bersama bahwa pesertadidik PAI di PTU adalah orang dewasa -setidaknya dewasa secara biologis. Artinya,terdapat sejumlah hal yang berbeda biladibanding dengan peserta didik anak-anak danremaja. Oleh karenanya, evaluasi dan penilaianPAI pada PT dapat dilakukan dengan berbagaicara berikut.

1) Menugaskan mahasiswa untuk melapor-kan aktivitas keagamaan masing-masing,baik yang dilakukan di kampus maupundi lingkungan di mana mahasiswa tinggal;

2) Sosio-matriks, yaitu memberikan penilaiandan merangking 5 orang teman-sekelasnyayang paling tinggi sikap kegamaannya,yang di dalamnya antara lain meliputi: (a)cara berpakaian, (b) pelaksanaan shalat, (c)kejujuran, (d) aktivitas keagamaan, (e)menempati janji, (f) pengetahuan danwawasan keislaman, (g) sopan santun, (h)

membaca al-Qur‘an, (i) pergaulan denganteman dalam kehidupan sehari-hari baikdilihat dari bahasa maupun perilakunya, (j)dan lain-lain yang dianggap perlu.

3) Observasi baik langsung maupun tidaklangsung untuk mencari informasi dari ber-bagai sumber tentang perilaku keagamaanmahasiswa peserta didik PAI. Informanyang bisa dijadikan sumber antara laindapat diperoleh dari dosen-dosen jurusan,himpunan mahasiswa dan tempat tinggalmahasiswa selama masih bisa dilacak.

4) Mengadakan studi sosial keagamaan disekitar tempat tinggalnya. Mahasiswaditugaskan untuk mendata kehidupankeagamaan dan kemakmuran masjid yangdekat dengan tempat tinggalnya.Sementara itu, mekanisme penilaian hasil

belajar PAI pada PTU antara lain dapat dilaku-kan dengan berbagai cara. Sejumlah caradimaksud antara lain sebagai berikut. Pertama,perancangan penilaian PAI oleh dosen PAIdilakukan saat pengembangan program pem-belajaran, baik dalam bentuk silabus maupunrencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).Kedua, UTS dan UAS PAI adalah teknik pe-nilaian untuk mengukur ketuntasan penguasa-an kompetensi PAI mahasiswa pada tengahsemester dan akhir semester. Ujian ini dilaku-kan oleh dosen PAI di bawah koordinasi satuanpendidikan. Ketiga, penilaian tugas terstrukturdan mandiri adalah teknik penilaian untukmengukur kedalaman pengamalan ajaranagama dan aktifitas keagamaan mahasiswadalam keseharian. Keempat, penilaian tugaskelompok melalui diskusi adalah teknik untukmengukur keluasan pemahaman dan penge-tahuan mahasiswa akan ajaran agama Islam.Kelima, penilaian kehadiran adalah teknik untukmenilai komitmen mahasiswa dalam me-laksanakan kewajibannya sebagai seorangpeserta didik, dan keenam, penilaian sosiometrik

Page 12: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 201424

Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

adalah teknik untuk mengetahui sikap danamaliah mahasiswa dalam pandanganlingkungannya.

Demikian sekilas sejumlah persoalan dancara atau mekanisme yang bisa ditempuhsebagai tawaran untuk mengoptimalkan fungsievaluasi PAI pada PTU. Namun demikian padakondisi tertentu seorang mahasiswa dinyatakanlulus apabila telah memiliki nilai PAI minimalnilai B dengan sejumlah kompetensi dasar.Kompetensi-kompetensi dasar dimaksudmisalnya adalah: mampu menjawab soal UASdan UTS, mampu membaca al-Qur‘an dengantartil, mampu mempraktekkan gerakan shalat,melaporkan aktivitas keagamaan di mana iatinggal, mampu menghafal minimal 10 doaharian, kehadiran dan aktivitas di kelas, sertamampu menghafal surat al-Nâs sampai al-Bayyinah misalnya. Kendati ini masih dianggapminimalis, namun tidak ada kata ukuranminimal yang buruk untuk beranjak ke arahyang lebih baik.

C. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapatdisimpulkan beberapa poin penting. Bahwaketerabaian ranah afektif pada evaluasi PAI diPTU antara lain disebabkan sejumlah hal, di-antaranya: pertama, adanya perbedaan persepsitentang batasan materi yang tidak dapatdievaluasi seperti masalah keimanan, kedua,perumusan tujuan PAI terlalu ideal danterkesan kurang jelas sehingga sulit diukur,ketiga, masih kurangnya kemampuan sebagianbesar dosen PAI dalam mengembangkaninstrumen PAI pada ranah afektif khususnya,dan keempat, rasio dosen dengan mahasiswaterlalu jauh. Untuk mengatasi hal ini antara laindapat ditempuh dengan memperdalampemahaman ranah afektif pada PAI sebagaimata kuliah tanggungjawab dosen PAI,memperkaya cara dan mekanisme pelaksanaan

evaluasi PAI dengan memperhatikanmahasiswa sebagai peserta didik dewasa.

Daftar Pustaka

Anderson, Lorin W. 1981. Assessing AffectiveCharacteristic in the Schools. Boston: Allynand Bacon, Inc.

Anonim. 2006. Panduan Penilaian KelompokPelajaran Agama dan Akhlak Mulia. Jakarta:Badan Standar Nasional Pendidikan(BNSP).

Bloom, B. S. ed. et al. 1956. Taxonomy ofEducational Objectives: Handbook 1. NewYork: David McKay.

Daradjat, Zakiah. 2010. Draf Standar PenilaianPendidikan Agama Islam Pada PerguruanTinggi Umum. Jakarta: Direktorat JendralPendidikan Perguruan Tinggi IslamKemeterian Agama RI.

Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan Nasional. 1990. KamusBesar Bahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka.

, 2007. Peraturan Menteri PendidikanNasional (Permendiknas) nomor 20 tahun2007 tentang Standar Penilaian.

Gronlund, N. E. 1978. Stating Objectives forClassroom Instruction 2nd ed. New York:MacMillan Publishing.

Hersey, Paul and Kenneth H. Blanchard. 1993.Management of Organization Behavior. NewJersey: Prentice-Hall, Inc.

Hersh, Miller & Fielding. 1980. Model of MoralEducation: An Appraisal. New York:Longman Inc.

Kohlberg, Lawrence. 1985. Tahap-tahapPerkembangan Moral, terj. John de Santodan Agus Cremers. Yogyakarta: Kanisius.

Page 13: Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Ahmad Darmadji

25EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014

Krathwohl, D. R. ed. et al. 1964. Taxonomy ofEducational Objectives: Handbook II, AffectiveDomain. New York: David McKay.

Lecapitaine, John E. 1980. The Differential Effectsof Three Psychological Education CurriculaAffective and Moral Development. Boston:Boston University School.

Syahidin. 2010. Draf Standar Penilaian PendidikanAgama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.Jakarta: Direktorat Jendral PendidikanPerguruan Tinggi Islam KemeterianAgama RI

Sumarna, Elan. 2009. Silabus dan Satuan AcaraPerkuliahan (SAP) mata kuliah PAI SemesterGenap. Bandung: Fakultas PendidikanIlmu Pengetahuan Sosial UPI.